Anda di halaman 1dari 2

REVIEW VISI MISI PERUSAHAAN JAWA POS Do It, Dont To Much Thinking

Visi merupakan nilai filosofis yang mengaandung nilai, standar, dan tujuan dari sebuah perusahaan atau organisasi. Visi perusahaan merupakan garis umum jalannya sebuah perusahaan yang dapat dirasakan oleh perusahaan dan seluruh konstituennya. Visi dari sebuah korporat akan membawa secara beriringan bagaimana korporat berkomunikasi dengan pihak eksternal maupun internal. Visi akan menjadi titik tolak sebuah korporat untuk menjalankan perusahaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan menjadi inspirasi seluruh komponen yang saling terkait dalam perusahaan. Jika melihat uraian mengenai visi di atas. Maka akan sangat terasa bahwa visi dari sebuah korporat menjadi karakter dasar pembentukan perusahaan yang akan mempengaruhi seluruh komponen perusahaan dan di pastikan harus tersampaikan dan terasa oleh seluruh karyawan perusahaan. Akan tetapi menarik jika ternyata sebuah perusahaan tidak memiliki visi yang cukup jelas dan pihak internal perusahaan pun tidak begitu paham mengenai apa itu visi perusahaan. Itulah salah satu isu menarik dalam diskusi Mata Kuliah Komunikasi Bisnis yang membahas Jawa Pos. Tetapi perlu diingat bahwa hal ini bukanlah kesimpulan akhir. Pertanyaannya lalu apakah benar Jawa Pos tidak memiliki visi? Lalu mengapa Jawa Pos menjadi salah satu raksasa media saat ini yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia? Sebagai perusahaan, mungkin Jawa Pos merupakan perusahaan yang berbeda dan menarik untuk dijadikan case study. Maka kita lihat sejarah awal Jawa Pos. Jawa Pos didirikan oleh Soeseno Tedjo pada tahun 1949. Pada saat itu Jawa Pos digunakan untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa. Jawa Pos cenderung kritis terhadap penjajah dan PKI. Lalu saat Jawa Pos dipegang oleh Dahlan Iskan sangat kental dengan nuansa bisnis baik dalam profit dan ekspansi bisnis sampai membentuk pabrik kertas dan suply listrik mandiri. Pada 5 tahun awal kepemimpinan Dahlan Iskan, Jawa Pos menembus angka 600.000 eksemplar dari sebelumnya yang hanya 6000 eksemplar. Jawa Pos juga sangat jeli melihat pasar yang sebagian besar mengambil sisi lokalitas termasuk dalam segi style bahasa jurnalistik. Jawa Pos cenderung pragmastis dan meliput berita yang sedang trend secara bombastis. Pembahasan yang menarik selanjutnya yaitu mengenai pengakuan salah satu pegawai Jawa Pos yang merasa tidak pernah mendapat pembelajaran mengenai apa itu visi Jawa Pos. Ternyata konsep awal dalam pembelajaran akademis kita mengenai visi perusahaan ditabrak oleh Jawa Pos. Sense of belonging karyawan terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat diprediksi mendapat nilai minus. Selanjutnya, data yang menarik berikutnya adalah sangat rendahnya gaji para pegawai dan sering terjadinya demo internal. Akan tetapi manajemen konflik Jawa Pos cukup ampuh untuk meredam konflik atau demo tersebut.

Jawa Pos juga tercatat sering melakukan pelanggaran etika dalam bidang jurnalistik. Terakhir kali adalah kasus pelecehan yang mencemarkan nama baik Almarhum M. Wonohito Direktur Kedaulatan Rakyat dengan kasus pelecehan seksual. Bahkan yang menulis berita tersebut adalah General Manager Jawa Pos Jogja dan bukan seorang wartawan. Tapi Jawa Pos dapat segera meredam kasus tersebut. Sekali lagi Jawa Pos kembali memiliki manajemen yang cukup ampuh dalam meredam konflik. Kembali kepertanyaan awal apakah Jawa Pos tidak memiliki visi maka sepertinya hal itu tidak lah benar 100 persen. Kemungkinan yang terjadi adalah, secara redaksional artefak, mungking Jawa Pos tidak menuliskannya dan menyampaikan kepada karyawan. Hanya beberapa manajemen yang mengetahui visi sebenarnya dan karyawan hanya menjadi objek terciptanya visi. Tapi ini hanyalah asumsi yang perlu di buktikan lebih lanjut. Jika dalam penjelasan awal bahwa visi merupakan salah satunya berisi tujuan. Maka Jawa Pos tetap memiliki visi.Visi tersebut berupa tujuan mencapai profit. Visi ini terbukti dengan saat ini Jawa Pos menjadi salah satu Surat Kabar dengan oplah yang tertinggi selain Kompas. Hal ini tidak lepas dari apa yang dianut oleh Dahlan Iskan dalam menjalankan perusahaan yaitu dijalani dulu, jika ada tembok yang menghambat kita cari jalan lain. Artinya bahwa jangan terlalu lama memikirkan konsep dasar visi perusahaan. Jalani apa yang ada, jika terhambat, cari solusi lain. Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu pertama, visi tidak harus selalu dalam bentuk yang berbentu artefak, tertulis, dan tersampaikan dengan jelas kepada karyawan. Lakukan yang kita bisa saat ini, tanpa harus terlalu dibebani mengenai apa yang terjadi di kemudian hari. Do it, Dont too much thinking. Ini merupakan salah satu kunci sukses perusahaan. Kedua, Manajemen internal yang kuat menjadi point penting tercapainya visi perusahaan. Ketiga, karena visi merupakan masalah jangka waktu, maka visi dapat berubah seiring berjalannya waktu dan pencapaian visi awal. Jika sebuah perusahaan telah mencapai visi awal maka akan terjadi rebranding untuk visi jangka waktu kedepan.

DAFTAR REFERENSI Argenti, Paul. 2010. Komunikasi Korporat. Salemba Humanika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai