Anda di halaman 1dari 3

Wartawan Infotaiment Masuk Kedalam PWI?

Jika wartawan infotaiment masuk dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu sah-sah saja, dengan mengkuti aturan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan Kode Etik Jurnalis (KEJ). Tetapi menurut saya wartawan infotainment masuk kategori tayangan non factual,tidak sah dan kualitas wartawan infotainment, yang mesti diakui masih banyak yang tidak profesional karena mereka mengatur penyiaran, bukan suatu karya jurnalistik, bahkan hampir semua wartawan infotaiment melanggar kode etik wartawan maupun jurnalis, juga terkesan kerap melakukan pemaksaan kehendak terhadap nara sumbernya. Infotainment adalah bisnis dari dunia penyiaran yang cukup menjanjikan. Ektremnya, dengan menjual kejelekan orang atau artis pendatang yang kecentilan, rumah produksi dapat membuat sebuah acara dan laku dijual. Mereka bersaing dan mencoba membuat sebuah liputan seeksklusif mungkin. Dalam pengertian tim kreatif infotainment, eksklusif masih diterjemahkan dengan paling perawan, paling dulu dan yang penting beda. Model-model peliputan paparazzi juga kerap digunakan. Kini banyak infotainment yang meliput berita tanpa sepengetahuan narasumber melalui canded camera dan hidden camera. Padahal, wartawan harus mengenalkan identitasnya dalam meliput kecuali memang investigatif reporting itu sangat dimungkinkan.

Kejahatan wartawan infotaiment

"Cheche Kirani menggelar konferensi pers tanpa dihadiri suaminya. Mungkin suaminya tak bisa menyertai Cheche Kirani karena mengumpulkan tenaga untuk nanti malam...." (Bibir Plus, 21 Mei 2005) Kutipan di atas adalah pengantar atau intro narator infotainment Bibir Plus di SCTV tentang pernikahan untuk kedua kalinya artis sinetron Cheche Kirani. Faktanya, dalam tayangan itu Cheche Kirani membeberkan tentang awal pertemuan dan prosesi pernikahannya dengan guru spritualnya yang bernama Haji Ahmad Hadi Wibawa alias Aa Hadi. Saat itu Cheche Kirani juga meminta maaf karena suaminya tak bisa ikut konferensi pers dengan alasan belum siap. Namun, pengantar narator dibuat lain dengan fakta dari pernyataan Cheche Kirani. Pengantar di atas bisa ditebak, berbau jorok dan saru. Prasa "nanti malam" sudah

pasti ditangkap pemirsa sebagai hubungan suami istri. Ini jelas di luar fakta dan menyesatkan karena Cheche Kirani tidak menyinggung-nyinggung soal malam pertama atau tentang hubungan intim.

Seharusnya jika para wartawan ingin masuk atau mengikuti dalam PWI, Konsekuensi wartawan masuk sebuah organisasi adalah harus mentaati kaidah dan etika. Bukankah dalam jurnalistik, pendapat pribadi diharamkan kecuali dalam tulisan analisis, opini atau esai? Aturannya sangat gamblang. Dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) poin tiga tertulis: Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat. Begitu juga dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) PWI Pasal 5 tak kalah terangnya: Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya. Hal ini juga disebabkan Kebanyakan wartawan infotainment juga tidak memiliki latar belakang jurnalistik, makanya mereka kurang memahami kode etik peliputan Contoh kasus di atas hanya sebagian kecil saja dari kejahatan wartawan infotainment. Sebenarnya masih banyak lagi kasus-kasus yang tak kalah hebohnya seperti kasus Parto Patrio yang terpaksa menyalakkan pistol karena marah ditanya soal istri kedua, atau Nicky Astria yang sampai menangis karena mobilnya dihadang bahkan digedor-gedor pewarta infotainment yang meminta konfirmasi soal perceraiannya. Yang lebih menghebohkan Luna Maya dengan wartawan infotaiment, ia pun menuliskan status account twitternya berisikan amarah kepada wartawan yg bersifat merendahkan wartawan. Account twitter Luna bertuliskan Infotainment derajatnya lebih hina dari pada pelacur, pembunuh. May ur soul burn in hell. Karena wartawan infotaiment kurangnya kode etik peliputan. Seharusnya wartawan infotaiment masuk dalam PWI karena dengan masuk ke dalam PWI wartawan-wartawan semacam itulah, yang menjadi tanggung jawab PWI untuk ikut berperan dalam mengatur dan mengawasi. Dan tentunya yang paling berada di garis terdepan memberantas para wartawan yang tidak profesional, sudah barang tentu adalah para pimpinan dan pengelola media itu sendiri. PWI sebagai institusi yang menaungi wartawan infotainment sepertinya perlu segera meningkatkan profesionalisme mereka untuk menghindari konflik lebih banyak. Sebab, bila ini dibiarkan aksi dari beberapa wartawan infotainment dapat merusak citra jurnalis secara umum. Profesionalisme liputan dan pelaporan sepertinya harus mendapat penekanan khusus. Suatu saat saya berharap tidak ada lagi wartawan infotainment yang bertanya: membuat isu apa hari ini? Tetapi idealnya, bagaimana mengemas isu hari ini? Lebih jauh, bila memang wartawan infotainment sudah diakui secara pasti sebagai jurnalis harus berpikir bagaimana mencerdaskan bangsa.

Soal terdapat awak infotainment yang tidak profesional tidak menyampaikan berita akurat, itu sepenuhnya juga menjadi tanggung jawab para produser infotainment itu yang membenahi membenahi kualitas wartawannya. Dan media televisi sebagai lembaga yang menyiarkan berita-berita entertaint juga patut dipersoalkan. Sebab, mereka juga terkesan tutup mata dan kurang mampu melakukan sensor terhadap produk-produk infotainment yang hendak ditayangkan.

Anda mungkin juga menyukai