Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. DEFINISI Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price dan Wilson, 2005). Menurut American Heart Association bahwa tekanan darah dapat berubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan posisi tubuh, latihan/gerakan, stress dan istirahat (tidur), tekanan darah dapat dikatakan normal bila kurang dari 120/80 mmHg(kurang dari 120 untuk sistolik dan kurang dari 80 untuk diastolik) untuk orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih. Namun, jelas terdapat korelasi langsung antara tekanan darah dan resiko penyakit kardiovaskuler; makin tinggi tekanan darah makin tinggi pula resiko terjadinya penyakit gagal jantung, penyakit pembuluh darah, stroke, dan gagal ginjal. Batasan defenisi untuk hipertensi hanya dapat dibuat secara operasional yaitu tingkat tekanan darah yang mana deteksi dan pengobatan lebih menguntungkan daripada merugikan (Joewono, 2003). Sementara itu, yang dimaksudkan dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik oleh Beevers (2002) antara lain : 1) Tekanan sistolik adalah periode berlangsungmya kontraksi jantung dimana tekanan ini dapat diketahui dengan cara mendengar denyut pertama pada saat mengukur tekanan darah. 2) Tekanan diastolik adalah masa relaksasi jantung yaitu masa dimana jantung terisi oleh darah, di antara tiap denyutan. Tekanan darah diastolik diketahui dengan cara mendengar denyut terakhir saat mengukur tekanan darah. B. ETIOLOGI Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi dua, yaitu : 1) Hipertensi primer atau essensial Merupakan bagian terbesar (90%) dari penderita hipertensi yang ada di masyarakat. Hipertensi jenis ini belum dapat diketahui pasti penyebabnya.

2) Hipertensi sekunder Hipertensi ini diketahui penyebabnya karena : a) Kelainan ginjal, seperti glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis kronis (GNC), pyelonefritis kronis (PNC), dan penyempitan arteri renalis. b) Kelainan hormon, seperti diabetes mellitus, pil KB, dan pheochromocytoma. c) Kelainan neurologis, seperti polineuritis dan polimyelitis. d) Penyebab lain seperti penggunaan obat-obatan, keadaan preeklampsia, dan koarktasio aorta. Faktor Predisposisi Adapun faktor predisposisi hipertensi yang dikemukakan oleh Bustan (2007) antara lain : 1) Faktor genetik Hal ini menunjukkan hipertensi dapat diwariskan melalui garis keturunan. Beevers (2002) mengatakan bahwa hal tersebut termasuk pengaruh ras atau suku, misalnya pada orang kulit hitam (Afro-Karibia dan Asia Selatan) lebih banyak beresiko daripada orang kulit putih. Masyarakat ini mengalami peningkatan sensitivitas terhadap garam karena tingkat hormon rennin dan angiotensin II yang dimiliki lebih rendah. Walaupun diberikan pengobatan, kebanyakan hasilnya kurang efektif karena sebagian obat-obatan yang menurunkan tekanan darah bekerja dengan cara menghambat pengaruh hormon-hormon tersebut sehingga tidak dapat bekerja dengan baik pada masyarakat keturunan ras ini. Selain itu, menurut McGowan, (2001), dua kelainan yang sudah dikenal berhubungan dengan faktor genetik yaitu familial

hypercholesterolemia dan familial combined hyperlipidemia yang keduanya cukup banyak dijumpai. Orang dengan hiperkolesterolemia turunan telah mewarisi ketidaknormalan genetika dalam pemrosesan kolesterol LDL. Kondisi ini cenderung terdapat pada populasi orang Kanada, Perancis, Afrikaner di Afrika Selatan, Finlandia, Libanon, dan Yahudi Ashkenazi. Sementara penyakit genetik kedua yaitu hiperlipidemia gabungan turunan merupakan kelainan kolesterol turunan yang paling umum. Hubungan genetiknya belum dapat diketahui secara pasti, namun yang jelas telah diketahui bahwa, jika seseorang memiliki hiperlipidemia gabungan turunan,

maka kurang lebih separuh dari anggota keluarga dekatnya juga memiliki kelainan yang sama. Kedua kondisi kelainan genetik diatas dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung tidak terkecuali hipertensi. 2) Umur Tekanan darah meningkat sesuai umur dan gejalanya mulai dirasakan sejak berumur 40 tahun. Menurut Amiruddin, dkk., (2007) penyakit hipertensi pada kelompok umur paling dominan berumur 31-51 tahun. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat. Yang mana penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas. Sedangkan teori dasar yang dapat mendukung kondisi tersebut telah diutarakan oleh Price dan Wilson (2005) yaitu peningkatan pembentukan plak fibrosa atau plak ateromatosa pada pembuluh darah terjadi pada usia 30 sampai mendekati 50 tahun. Pembentukan plak ini akhirnya menimbulkan penyempitan pada lumen maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. 3) Urban/rural Orang yang berada di kota lebih banyak beresiko daripada orang di desa. Daerah perkotaan yang identik dengan kehidupan glamor, serba ada, aktivitas padat, serta pola hidup masa kini yang praktis dapat merupakan suatu resiko meningkatnya hipertensi. Berbeda dengan keadaan tersebut, pedesaan lebih menjanjikan kehidupan yang tenang daripada di kota. 4) Geografis Penduduk sekitar daerah pantai lebih beresiko daripada penduduk di pegunungan. Menurut Amiruddin, dkk., (2000) daerah pesisir pantai merupakan daerah yang lebih berpotensi dengan kandungan natrium sehingga penduduk pun mengkonsumsi garam dalam jumlah yang lebih tinggi daripada penduduk di daerah pegunungan yang kemungkinan lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

5) Seks

Lebih banyak wanita yang menderita hipertensi dibandingkan dengan pria. Pria memang lebih awal menderita penyakit jantung termasuk hipertensi. Namun, lebih banyak wanita menderita hipertensi dan penyakit jantung lainnya, bahkan tidak sedikit yang akhirnya meninggal setelah menopause. Hal ini dikarenakan tingkat estrogen darah yang menurun tajam pada masa tersebut. Adapun estrogen sangat berpengaruh terhadap kesehatan jantung. McGowan, (2001) menguraikan bahwa estrogen melindungi dari penyakit jantung dengan berbagai cara antara lain : a) Meningkatkan HDL dan menurunkan LDL yang merupakan 50% efek proteksi dari estrogen. b) Menurunkan tingkat lipopotein (a) yang merupakan salah satu faktor resiko penyakit jantung prematur. Tingkat Lp(a) ini ditentukan secara genetik dan tidak dapat diubah dengan diet ataupun latihan. Obat yang dapat menguranginya hanyalah estrogen dan niacin. c) Estrogen adalah zat antioksidan yang mirip dengan vitamin E dan C yang melindungi LDL agar tidak teroksidasi, karena LDL yang teroksidasi dapat memasuki plak aterosklerosis sehingga

menyebabkan penyumbatan. d) Estrogen adalah pelebar nadi jantung yang sangat kuat. e) Estrogen dapat menghambat platelet, atau sel penggumpal darah agar tidak mengumpul dan menyebabkan penghambatan pada nadi jantung. Pada wanita yang telah mengalami menopause, dianjurkan agar dapat mengikuti terapi penggantian estrogen sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung dan hipertensi. 6) Perubahan gaya hidup Gaya hidup di dalamnya mencakup : Kegemukan atau obesitas. Kurang aktivitas dan olah raga. Emosi dan stress (terutama pada orang dengan personality tipe A) Minum banyak alkohol dan kopi. Merokok. Makan banyak garam dan lemak.

7) Pengaruh penyakit lain Keturunan. Penyakit ginjal. Penyakit pembuluh darah. Kelainan hormon. C. KLASIFIKASI HIPERTENSI Berikut adalah tabel klasifikasi tekanan darah untuk dewasa berusia lebih dari atau sama dengan 18 tahun menurut petunjuk dari WHO-ISH :
TABEL KLASIFIKASI TEKANAN DARAH UNTUK DEWASA BERUSIA LEBIH DARI ATAU SAMA DENGAN 18 TAHUN No. 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. Optimal Normal Normal tinggi Hipertensi derajat 1 (ringan) Subgrup : perbatasan Hipertensi derajat 2 (sedang) Hipertensi derajat 3 (berat) Hipertensi Sistolik Subgrup : perbatasan Kategori Sistolik (mmHg) < 120 < 130 130 139 140 159 140 149 160 179 180 140 149 149 Diastolik (mmHg) < 80 < 85 85 89 90 99 90 94 100 109 110 < 90 < 90

Sumber : Joewono, 2003, Ilmu Penyakit Jantung; modifikasi dari WHO-ISH Guidelines for The Management of Hypertension, 1999.

Sementara menurut American Heart Association, klasifikasi hipertensi seperti pada tabel di bawah ini :
TABEL KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUT AMERICAN HEART ASSOCIATION 2011
Blood Pressure Category Systolic mmHg (upper#) Normal Prehypertension High Blood Pressure (Hypertension) Stage 1 High Blood Pressure 160 or higher Or 100 or higher Less than 120 120-139 140-159 And Or Or Diastolic mmHg (lower #) Less than 80 80-89 90-99

(Hypertension) Stage 2 Hypertension Crisis (Emergency Care Needed) American Heart Association, 2011 Higher than 180 or Higher than 110

Bila dalam pengelompokan, hipertensi terbagi atas : a. Menurut kausanya 1. Hipertensi primer atau essensial. 2. Hipertensi sekunder. b. Menurut gangguan tekanan darah 1. Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja. 2. Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolik. c. Menurut berat atau tingginya peningkatan tekanan darah 1. Hipertensi ringan 2. Hipertensi sedang 3. Hipertensi berat Selain pengelompokan yang telah dijelaskan di atas, ada pula dikenal tentang White Coat Hypertension dan Masked Hypertension. White coat hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah pada pengukuran di tempat pelayanan kesehatan atau praktik dokter sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tekanan darah dalam batas normal. Hal ini berkebalikan dengan Masked Hypertension yang menunjukkan tekanan darah yang normal saat pengukuran di pelayanan kesehatan namun meningkat secara sporadis ketika pasien berada di komunitas.

D. PATOFISIOLOGI Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Selain faktor predisposisi yang telah dijelaskan di atas, ada beberapa faktor lain yang juga berkontribusi dalam kenaikan tekanan darah, yaitu : 1. Sistem saraf simpatis yang meliputi tonus simpatis dan variasi diurnal. 2. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.

3. Pengaruh sistem autokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron. Kontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Rangsangan dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis dan melepaskan asetil kolin pada neuron preganglion, akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah melepaskan norepinefrin yang mengakibatkan vasokonstriksi. Faktor kecemasan, ketakutan pun dapat mempengaruhi rangsang vasokonstriksi ini, dan orang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon emosi, kelenjar medula adrenal juga terangsang dengan mensekresikan epinefrin, sementara korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya. Hal ini yang menyebabkan vasokonstriksi semakin kuat. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal mengaktivasi sistem RAA. Terjadi pelepasan renin yang merangsang pembentukan angiotensin I, dan kemudian diubah menjadi angiotensin II (vasokonstriktor kuat) yang juga akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi air dan natrium yang meningkatkan volume intravaskuler. Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA ini memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik) (Smeltzer & Bare, 2001). Sementara itu pada keadaan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan perlambatan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007). Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).

Iskemia miokard (asimtomatik, angina pectoris, infark jantung, dll) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses atherosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard, dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi. Pada pertimbangan gerontologis, terjadi perubahan struktural dan fungsional pembuluh darah meliputi atherosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah berakibat menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tahanan perifer sehingga tekanan darah pun mengalami peningkatan.

Sindrom Multipel Krisis Situasional/krisis kondisional Koping Individu Inefektif

HIPERTENSI

Tekanan pembuluh darah perifer miningkat Resistensi ejeksi darah dari ventrikel

Perubahan Struktur vaskuler arteri & arteriol

Jika berlangsung lama dapat merusak Otak

Curah jantung menurun Cardiac output menurun Sirkulasi sitemik menurun Ketidak seimbangan suplai O2 dengan kebutuhan jaringan Metabolisme menurun Energy menurun Kelemahan Intoleransi aktivitas

Bbeban ventrikel meningkat Hipertropi ventrikel untuk meningkata kan kekuatan kontraksi Jantung tidak mampu menahan beban kerja dalam batas kemampuan Gagal jantung kiri

Pecahnya pembuluh darah mikro Hemoragic intra serebral Stroke hemoragic Kesadaran menurun koma

Serangan iskemik transient Paralisis sementara

Sirkulasi serebral terganggu TIK meningkat

Ginjal

Mata

Jantung

Sklerosis Progresif pembuluh darah renal

Sklerosis Pembuluh darah mata Sirkulasi ke mata menurun Gangguan penglihatan Risiko injury

Oklusi Arteri Coroner PJK

hemiplegia

Nyeri

Disfungsi renal

Gagal Ginjal Akut

E. MANIFESTASI KLINIS Pada tahap awal, biasanya tanpa keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh : 1) Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy), dan impoten. 2) Perubahan vaskular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada, sakit kepala, pusing, muntah, gelisah, bengkak pada kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur, edema pupil, perdarahan pada retina. 3) Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer, nokturia, azotemia. Peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Pheochromocytoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy). 4) HVK sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel, dan dapat terjadi gagal jantung kiri bila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja. 5) Bila sampai melibatkan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke dengan manifestasi hemiplegia.

F. EVALUASI DIAGNOSTIK 1) Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder. 2) Hemoglobin / hematokrit. 3) Elektrolit darah : kalium. 4) Ureum / kreatinin. 5) Gula darah puasa. 6) Kolesterol total. 7) EKG menunjukkan HVK sekitar 20-50%. 8) TSH 9) Leukosit darah 10) Trigliserida, HDL, dan kolesterol LDL 11) Kalsium dan fosfor 12) Foto toraks

13) Echokardiogram untuk menemukan HVK lebih dini dan spesifik 14) USG karotis dan femoral 15) Funduskopi 16) CT-Scan dan MRI pada pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif. 17) ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) yaitu pemantauan tekanan darah selama 24 jam. Dapat diketahui perubahan tekanan darah setiap 15 menit pada pagi hari dan setiap 30 menit pada malam hari (Sanif, 2008). Menurut PDSPDI (2006), ABPM dapat dilakukan dengan indikasi berikut : a. Hipertensi borderline atau bersifat episodik. b.Menyingkirkan kemungkinan hipertensi office atau white coat. c. Adanya disfungsi saraf otonom. d.Hipertensi sekunder. e. Sebagai pedoman pemilihan jenis obat antihipertensi. f. Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi. g.Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi. G. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin (Mansjoer, 2000). Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskuler melalui perubahan pola atau gaya hidup. Bila perubahannya tidak cukup memadai, maka harus dimulai terapi obat (Price dan Wilson, 2005). Terapi nonfarmakologi mencakup perubahan gaya hidup antara lain :
1) Mengurangi asupan garam dan lemak

Setiap hari umumnya kita mengonsumsi > 10 gr garam dalam berbagai makanan. Menurut Beveers (2002) natrium yang dianjurkan untuk konsumsi per hari hendaknya tidak melebihi 5 gr. Pengurangan setiap gram garam sehari dapat memberikan efek penurunan tensi 1 mmHg.

Perlu untuk menghindari sumber-sumber makanan yang tinggi natrium, lemak dan kolesterol seperti snack; kue kering; biscuit; cake; ikan, daging, sayuran yang diasinkan; fast food; jeroan; kuning telur; coklat; santan dan lain sebagainya. Sebaliknya dianjurkan untuk mengonsumsi banyak buah dan sayuran karena terbukti dapat membantu menurunkan TD.
2) Mengurangi asupan alkohol dan cafein

Alkohol sebenarnya memiliki banyak khasiat antara lain vasodilatasi, peningkatan HDL, fibrinolitis, dan mengurangi kecenderungan pembekuan darah. Batasan normal yang dapat dianjurkan adalah tidak melebihi 1 2 unit konsumsi perhari (1 unit = 10 gr alkohol, setara dengan 1 gelas anggur atau 1 kaleng bir). Konsumsi berlebihan dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan tekanan diastolik sampai 0,5 mmHg/10 gr alkohol. (DAngelo & Yang, 2008). Konsumsi kopi (cafein), sebaiknya tidak lebih dari 3 cangkir sehari karena efek vasokonstriksi yang dapat ditimbulkannya.
3) Menghentikan merokok

Nikotin dapat memperberat kerja jantung, dan menyebabkan efek vasokonstriksi dan aterosklerosis pada arteri yang kecil sehingga sirkulasi darah berkurang dan meningkatkan TD. (Tan & Kirana, 2002).
4) Mengurangi berat badan bagi penderita obesitas

Berat badan yang berlebihan dapat menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, Td dapat turun lebih kurang 0,7/0,5 mmHg pada setiap kg penurunan berat badan. (Tan & Rahardja, 2002).
5) Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga teratur

Dengan berolahraga, kita bisa membakar setiap kalori tubuh, sehingga merasa lebih sehat, bugar, dan bahkan mengendalikan berat badan. Berolahraga dapat mengendurkan semua otot yang kaku melalui peregangan, sehingga kelenturan tubuh terjaga. Peredaran darah dari dan menuju jantung akan menjadi lancar dan mampu mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh jika ditunjang dengan berolahraga. Hal ini akan menyehatkan jantung dan resiko hipertensi pun dapat dihindari.

Walaupun TD meningkat pada waktu mengeluarkan tenaga akut, namun bila olahraga secara teratur dapat menurunkan TD yang tinggi karena saraf parasimpatik akan menjadi relatif lebih aktif daripada sistem simpatik dengan kerja vasokonstriksinya (Tan & Rahadrja, 2002).

Olahraga aerobik teratur minimal 3x seminggu selama 30 menit setiap hari cukup untuk memberikan hasil penurunan TD 4-9 mmHg (Riaz, 2011). Kurangnya olahraga dan aktivitas fisik menimbulkan resiko hipertensi dengan penimbunan lemak tanpa adanya pembakaran.
6) Menghindari stres atau ketegangan serta istirahat yang cukup

Hubungan stres dengan aktivitas saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Bila stres berkepanjangan tekanan darah menjadi tetap tinggi sebagai akibat dari pelepasan adrenalin dan noradrenalin yang bersifat vasokontriksi sehingga meningkatkan tekanan darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terlalu besarnya rasa khawatir, cemas, menghadapi situasi yang tegang, serta banyaknya agresi dan rasa permusuhan yang ditekan-tekan dapat menyebabkan aritmia jantung yang membahayakan (McGowan, 2001). Dengan cukup istirahat, tidur, relaksasi mental, serta mengurangi stres dapat membantu menurunkan TD. Terapi farmakologi antara lain :
1) Diuretika

Yang termasuk dalam golongan diuretik antara lain: a. Diuretik thiazid Bekerja dengan menurunkan volume darah, aliran darah ginjal, dan curah jantung. Yang termasuk obat golongan ini adalah Chlorthalidone Chlorothiazide Hydrodiuril). b. Diuretik loop Contoh golongan ini adalah Furosemide (lasix) dengan cara kerjanya menurunkan volume darah, menghambat reabsorpsi natrium dan air dalam ginjal, serta sebagai antagonis terhadap aldosterone. (Hygroton), (Diuril) dan Quinethazone (Hydromox), (Esidrix;

Hydrochlorothiazide

c. Diuretik pengganti kalium Yang termasuk golongan obat ini adalah Spironolactone (Aldactone) dan Triamterene (Dyrenium). Spironolactone bekerja dengan menginhibisi kompetitif aldosterone, sementara Triamterene tidak tergantung pada aldosterone dan bekerja langsung pada tubulus ginjal terhadap retensi kalium.
2) Blocker

Obat-obatan golongan Beta-reseptor blockers ini bekerja sebagai antiadrenergik dengan jalan menempati secara bersaing terhadap reseptor Beta adrenergik, baik 1(terdapat di jantung, SSP dan ginjal) maupun 2 (terdapat di bronkus, dinding pembuluh darah dan usus) dan

mengakibatkan penurunan aktivitas adrenalin dan noradrenalin. Beberapa obat yang termasuk dalam golongan ini adalah : a. Propanolol (Inderal; Indiretic), menyekat system saraf simpatik khususnya saraf simpatik ke jantung yang menghasilkan kecepatan jantung lebih lambat dan tekanan darah yang menurun. b. Metoprolol (Lopressor), menyekat akses norepinefrin ke reseptor 1 adrenergik khususnya di jantung, menurunkan tekanan darah dengan menurunkan curah jantung dan tahanan perifer. c. Labetolol (Trandate, Normodyne), -blocker nonselektif yang menyekat reseptor adrenergic sehingga mengakibatkan dilatasi perifer dan menurunkan tahanan vaskuler perifer. Jenis-jenis lain golongan -blocker antara lain :
Nama Generik Asebutolol Alprenolol Atenolol Betaxolol Bevantolol Bisoprolol Carteolol Carvedilol Celiprolol Esmolol Metipranolol Nadolol Oxprenolol Pindolol Sotalol timolol Patent Spectral Alpresol Tenormin Kerlon Ranestol Concor Mikelan Eucardic Dilanorm Brevibloc -Ophtiol Corgard Trasicor Visken Sotacor Blocarden

3) Blocker

Bekerja dengan memblok reseptor -adrenergik, baik pada 1 (postsynaptic) maupun 2 (pre-synaptic) pada otot polos pembuluh (dinding), khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Bila reseptor ini diaktivasi oleh adrenalin dan noradrenalin maka otot polos akan menciut. -blocker melawan efek vasokonstriksi tersebut baik secara selektif maupun nonselektif. Beberapa contoh obat golongan ini adalah : a. Golongan nonselektif, yaitu Phentolamine (Regitin). b. Golongan 1-blocker selektif: Prazosin, Doxazosin, Terazosin, Alfuzosin, Bunazosin (Detantol) dan Tamsulosin (Omnic). c. Golongan 2-blocker selektif : Yohimbin
4) Obat-obat SSP

a.

Clonidine (Catapres; Dixarit), bekerja melalui saraf pusat melalui stimulasi mediasi 2-adrenergik pusat di otak yang mengakibatkan penurunan tekanan darah.

b.

Methyldopa (Aldomet), penghambat dekarboksilase, mengganti norepinefrin dari tempat penyimpanannya yang menghambat aktivitas adrenergik dan menurunkan tekanan darah, diperkirakan berikatan dengan reseptor 2 sentral.

5) Vasodilator

a. Hydralazine (Apresoline): menurunkan tekanan perifer namun secara berlawanan dapat meningkatkan curah jantung, bekerja langsung pada otot polos pembuluh darah. b. Minoxidil: menyebabkan vasodilatasi langsung pada pembuluh arteriol, mengakibatkan penurunan tekanan vaskuler, menurunkan tekanan sistolik dan diastolik. c. Natrium nitroprusside (Nipride, Nitropress), Nitro glycerin dan Diazoxide (Hyperstat): efek relaksasi otot polos sehingga terjadi vasodilatasi perifer.

6) Inhibitor ACE

Captopril (Capoten) bekerja dengan menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II dan menurunkan tahanan perifer total.

7) Antagonis kalsium

a. Nifedipine (Procardea; Adalat): menghambat masukan ion kalsium ke dalam sel melalui membran. Efek vasodilatasinya pada arteriol koroner dan perifer. Dapat menurunkan kerja jantung dan konsumsi energy, serta meningkatkan pengiriman oksigen ke jantung. b. Diltiazem (Cardizem) : menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel dan menurunkan afterload jantung. c. Varapamil (Calan; Isoptin) : menghambat aliran masuk ion kalsium ke dalam sel, serta memperlambat kecepatan hantaran impuls jantung. Upaya Pencegahan Upaya-upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit hipertensi menurut Bustan (2007) adalah : 1) Pencegahan primordial. Upaya ini dimaksudkan untuk memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan sehingga penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup, ataupun faktor resiko lainnya. Pada prinsipnya, upaya pencegahan primordial adalah mempertahankan gaya hidup yang sudah ada dan benar dalam masyarakat ; serta melakukan modifikasi, penyesuaian terhadap resiko yang ada atau berlangsung dalam masyarakat. 2) Promosi kesehatan : meliputi pendidikan kesehatan dan kampanye kesadaran masyarakat. 3) Proteksi spesifik : misalnya dengan mengurangi garam, makan rendah lemak dan kalori, reduksi stres, exercise, dan no smoking. sebagai salah satu faktor resiko. 4) Diagnosis dini : screening, pemeriksan check-up. 5) Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan kausal awal keluhan. 6) Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati.

TINGKATAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT HIPERTENSI

Level Patogenesis

Level Pencegahan
Level I : Primordial Promotif Proteksi spesifik Level II : Diagnosa awal Pengobatan yang tepat Level III : Rehabilitasi

Perjalanan Hipertensi

Intervensi Pencegahan

Prepatogenesis

Sehat/normal Meningkatkan derajat Interaksi trias kesehatan dengan gizi dan epidemiologi perilaku hidup sehat Belum ada Pertahankan keseimbangan gejala tapi ada trias epidemiologi resiko Turunkan atau hindari resiko Hipertensi ringan Hipertensi sedang Hipertensi berat Komplikasi Kronis Meninggal Pemeriksaan periodik tekanan darah Hindari lingkungan yang stres

Patogenesis

PostPatogenesis

Jaga kualitas hidup optimum

Sumber : Bustan, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

H. KOMPLIKASI Komplikasi pada hipertensi yang mungkin terjadi mencakup : 1) Retinopati dan penyakit arteri perifer Kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh pembuluh darah perifer. Perubahan pembuluh darah retina mudah diketahui dengan pemeriksaan oftalmoskopik, dan sangat berguna untuk menilai perkembangan penyakit dan respon terhadap terapi yang diberikan. 2) Gagal jantung Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui, maka terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila disertai dengan aterosklerosis koroner yang berlanjut maka penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung ini akhirnya akan menyebabkan angina atau infark miokardium yang berlanjut menjadi gagal jantung.

3) Insufisiensi ginjal kronis Penyakit ginjal yang terjadi dapat mencakup kelainan pada glomerulus maupun pada kelainan vaskuler. Keadaan ini dapat terjadi karena akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada ginjal yang mengaktivasikan sistem RAA secara terus-menerus dalam memelihara hemodinamik dan homeostatis kardiovaskuler. 4) CVA atau stroke Perubahan struktur arteriola dan arteri-arteri kecil menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah menyempit, maka aliran arteri terganggu dan dapat menyebabkan mioinfark jaringan. Obstruksi dan vasokonstriksi ini semakin memperparah peningkatan tekanan dan beresiko terjadinya ruptur pada pembuluh darah di otak atau stroke.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIPERTENSI A. PENGKAJIAN Data Dasar Pengkajian 1) Aktivitas / Istirahat Gejala : Tanda : takipnea. 2) Sirkulasi Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, episode palpitasi, perspirasi. Tanda : kenaikkan TD; hipotensi postural; denyut nadi jelas dari karotis, jugularis, radialis, melambat di femoralis, dan lemah atau tidak teraba pada popliteal, tibialis posterior dan pedalis; takikardia, berbagai disritmia; distensi vena jugularis; perubahan warna kulit, suhu dingin, CRT mungkin lambat (vasokonstriksi perifer); kulit pucat, sianosis, diaphoresis (kongesti, hipoksemia), kemerahan (feokromositoma). 3) Integritas Ego Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stres multipel. kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton. frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

Tanda :

letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang.

4) Eliminasi Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.

5) Makanan / Cairan Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol. Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema.

6) Neurosensori Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis. Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik. 7) Nyeri / Ketidaknyamanan Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen. 8) Pernapasan Gejala : dispnea berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis. 9) Keamanan Gejala : Tanda : gangguan koordinasi, cara jalan. episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural.

10) Pembelajaran / Penyuluhan Gejala : faktor resiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal. Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon. 11) Pola Persepsi Tanda : memahami tentang penyakitnya, mampu berpartisipasi dalam perawatan, ketidakpatuhan dalam menjalankan perawatan bila tidak menerima penyakit yang dialami.

Anamnesis Hipertensi umumnya asimtomatik. Kadang disertai nyeri kepala, malaise, atau gejala lain yang menunjukkan diagnosis penyebab. Cari tahu berapa lama dan sejak kapan klien mengalami hipertensi (misalnya pengukuran di tempat praktik dokter umum, selama kehamilan, dalam catatan rumah sakit, di klinik). Hipertensi bisa menyebabkan gagal jantung, gagal ginjal, gangguan penglihatan, stroke, dll. Penyebab hipertensi yang lebih jarang yang memiliki gejala spesifik adalah : Cushings syndrome ( berat badan bertambah, hirsutisme, mudah memar). Pheochromocytoma (gejala paroksismal: palpitasi, kolaps, dan merona merah/flushing). Penyakit ginjal (hematuria mikroskopik/proteinuria dan gejala gagal ginjal). Riwayat penyakit dahulu: riwayat stroke, TIA, penyakit jantung, penyakit ginjal serta riwayat faktor resiko vaskular lainnya. Riwayat keluarga: terdapat penyebab hipertensi turunan yang sangat jarang (misalnya Liddle syndrome) namun terdapat pula komponen genetik umum untuk terjadinya hipertensi. Riwayat penggunaan obat-obatan: pengobatan sekarang atau yang pernah dijalani klien, intoleransi kien terhadap obat, riwayat konsumsi alkohol. Riwayat sosial: metode nonfarmakologis yang dijalani klien (olahraga, penurunan BB, pengurangan konsumsi alkohol, penurunan masukan natrium dari makanan).

Pemeriksaan Fisik Pengukuran tekanan darah: ulangi beberapa kali dan cari perbedaan postural dalam pengukuran, Adanya nyeri kepala, gangguan penglihatan. Periksa nadi, perlambatan denyut radialis-femoralis (koarktasio). Periksa HVK (denyut apeks kuat, bergeser jika ada dilatasi sekunder).

Periksa tampilan Cushingoid. Periksa defisit neurologis (TIA, CVA). Periksa tanda-tanda gagal jantung : 1. Gagal jantung sebelah kiri Menyebabkan pengumpulan cairan di paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak napas yang hebat, cepat letih (fatigue), gelisah/cemas, takikardi, aritmia 2. Gagal jantung sebelah kanan Cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung, sehingga hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati (hepatomegali), mual muntah, keletihan, takikardi, nocturia.

Periksa urin untuk mencari darah dan protein.

Pemeriksaan penunjang lainnya Yang pertama dilakukan adalah EKG, kreatinin, dan kalium. Nilai seluruh resiko kardiovaskular (usia, jenis kelamin, riwayat merokok, kolesterol, dan setiap penyakit vaskular yang diketahui) karena bisa mempengaruhi TD dimana terapi TD mungkin memberikan manfaat. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular. 2. Nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. 3. Ketidakefektifan perfusi jaringan; serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi. 4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan suplay nutrisi dan kebutuhan oksigen. 5. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake berlebihan terkait kebutuhan metabolic, pola hidup monoton dan keyakinan budaya.

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri. 7. Ketidakpatuhan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan sistem nilai klien terkait pengaruh budaya, suku, agama, latar belakang pendidikan, bahasa, finansial dan sumber akses kesehatan. 8. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakpatuhan, ketidakpercayaan terhadap personel perawatan kesehatan, dan terapi jangka panjang. C. PERENCANAAN NDX I. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular. Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Kriteria Hasil : 5) Tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima dengan pengobatan, terapi diet, dan perubahan gaya hidup. 6) Tidak menunjukkan gejala angina, palpitasi atau penurunan penglihatan. 7) Kadar BUN dan kreatinin serum stabil. 8) Teraba denyut nadi perifer. Intervensi dan Rasional : 1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. R/ Perbandingan tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang bidang/keterlibatan masalah vaskular. 2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer. R/ Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun menunjukkan efek vasokonstriksi dan kongesti vena. 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. R/ S4 umum terdengar pada klien hipertensi berat karena hipertrofi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krekels, mengi mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap gagal jantung kronik.

4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler. R/ Pucat, dingin, kulit lembab, dan masa pengisian kapiler lambat berkaitan dengan vasokonstriksi atau dekompensasi/penurunan curah jantung. 5. Catat edema. R/ mengindikasikan gagal jantung, kerusakanginjal atau vaskular. 6. Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas, keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. R/ Bantu menurunkan rangsang simpatis dan meningkatkan relaksasi. 7. Pertahankan pembatasan aktivitas, bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan. R/ Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi. 8. Anjurkan teknik relaksasi dan lakukan tindakan kenyamanan seperti pijatan di punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur. R/ Mengurangi ketidaknyamanan dan menurunkan rangsang simpatis yang menimbulkan stress sehingga membuat efek tenang dan menurunkan TD. 9. Laporkan keluhan pusing atau sinkop. R/ Mengindikasikan hipoksia serebral. 10. Anjurkan klien melaporkan segera bila ada nyeri dada. R/ Mengindikasikan hipoksia atau cedera miokardial. 11. Ubah posisi klien dengan sering. R/ Meningkatkan kenyamanan dan menghindari takikardia serta respon simpatis lainnya. 12. Berikan pembatasan diet natrium dan cairan sesuai indikasi. R/ Menangani retensi cairan dengan respon hipertensif untuk menurunkan beban kerja jantung. 13. Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi. R/ Menangani hipertensi.

NDX II. Nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. Tujuan : Tekanan vaskular serebral tidak meningkat. Kriteria Hasil : 1. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. 2. Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan. 3. Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan. Intervensi dan Rasional : 1. Pertahankan tirah baring selama fase akut, lingkungan yang tenang, dan sedikit penerangan. R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi. 2. Minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, mis., mengejan saat BAB, batuk panjang dan membungkuk. R/ Aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan sakit kepala karena peningkatan tekanan vaskular serebral. 3. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis., kompres dingin, pijat punggung dan leher, dan relaksasi. R/ Menurunkan tekanan vaskular serebral dan memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan

komplikasinya. 4. Bantu klien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. R/ Pusing dan penglihatan yang kabur sering berhubungan dengan sakit kepala, klien juga dapat mengalami hipotensi postural. 5. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung yang telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan. R/ Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa. 6. Kolaborasikan analgesik dan antiansietas sesuai indikasi.

R/ Analgesik menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang simpatis. Antiansietas mengurangi tegangan dan ketidaknya-mananyang diperberat stress. NDX III. Ketidakefektifan perfusi jaringan; serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi. Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu. Kriteria Hasil : 3. Mencapai kestabilan hemodinamik. 4. Tidak menunjukkan aritmia. 5. Mempertahankan keseimbangan cairan. 6. Melakukan aktivitas sehari-hari dengan tingkat mobilitas dan kemandirian maksimum. Intervensi dan Rasional : 1. Lakukan pengkajian neurologis setiap 1 sampai 2 jam pada awalnya, kemudian setiap 4 jam bila klien sudah stabil. R/ Menskrining perubahan tingkat kesadaran dan status neurologis. 2. Pantau tanda vital klien (frekuensi jantung, tekanan darah, dan tekanan vena sentral) setiap jam hingga stabil, kemudian setiap 2 jam, laporkan temuan di luar batas yang ditentukan. R/ Penurunan frekuensi jantung, CVP, dan tekanan darah dapat mengindikasikan perubahan arteriovenosa yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan, serta deteksi tanda-tanda penurunan tekanan perfusi serebral atau peningkatan TIK. 3. Pantau warna dan suhu kulit klien setiap 2 jam dan kaji tanda-tanda kerusakan kulit. R/ Kulit yang dingin, pucat, berbercak dan sianosis dapat mengindikasikan penurunan perfusi jaringan. Hipertermia mengakibatkan peningkatan TIK, hipotermia menyebabkan penurunan tekanan perfusi serebral. 4. Pantau laju pernapasan dan suara napas klien. R/ Peningkatan laju pernapasan dapat mengindikasikan kompensaasi terhadap hipoksia jaringan.

5. Tinggikan bagian kepala 30o. R/ Mencegah peningkatan TIK dan memfasilitasi drainase vena sehingga menurunkan edema serebral. 6. Pantau dan pertahankan asupan nutrisi, intake dan output cairan adekuat. R/ Memfasilitasi penyembuhan jaringan, oksigenasi dan metabolisme klien. Penurunan atau tidak adanya haluaran urine dan urine yang pekat biasanya mengindikasikan perfusi renal yang buruk dan dehidrasi. 7. Pantau berat jenis urine, kadar elektrolit serum, BUN, dan kreatinin. R/ Peningkatan kadar dapat mengindikasikan penurunan fungsi ginjal. 8. Dorong klien untuk mengubah posisi, berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan diselingi istirahat yang cukup. R/ Menghindari kongesti paru dan awitan kerusakan kulit. Menghemat energi dan memaksimalkan perfusi jaringan. NDX IV. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplay nutrisi dan kebutuhan oksigen. Tujuan : Klien dapat melaporkan peningkatan aktivitas. Kriteria Hasil : 1. Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan. 2. Klien dapat melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur. 3. Klien menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi. Intervensi dan Rasional : 1. Kaji respon klien terhadap aktivitas. R/ Parameter yang membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stres aktivitas. 2. Instruksikan klien dalam penggunaan teknik penghematan energy. R/ Mengurangi penggunaan energi, membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen. 3. Anjurkan aktivitas yang diselingi istirahat cukup. R/ Mengurangi kebutuhan oksigen yang digunakan selama aktivitas dan mencegah keletihan.

4. Identifikasi dan minimalkan faktor-faktor yang dapat menurunkan toleransi latihan klien. R/ Meningkatkan aktivitas secara bertahap. 5. Bantu memenuhi aktivitas perawatan sehari-hari bila klien tidak mampu melakukan sendiri. R/ Energi yang dikeluarkan lebih optimal dan membangun kemandirian klien. 6. Ajarkan latihan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan. R/ Tingkatkan pernapasan dengan aktivitas bertahap. 7. Pantau respon fisiologi terhadap peningkatan aktivitas (termasuk respirasi, denyut dan irama jantung, TD). R/ Yakinkan frekuensinya kembali normal beberapa menit setelah melakukan aktivitas. 8. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien. R/ Dukungan psikologis dari keluarga dapat meningkatkan usaha dan partisipasi klien dalam perawatan.

NDX V. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake berlebihan terkait kebutuhan metabolik, pola hidup monoton dan keyakinan budaya. Tujuan : Klien mencapai penurunan berat badan yang ideal dengan kebutuhan nutrisi yang tetap terpenuhi Kriteria Hasil : 1. Klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan obesitas. 2. Klien dapat menunjukkan perubahan pola makan terkait pilihan, kuantitas dan kualitas makanannya. 3. Klien dapat mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal. 4. Klien dapat mempertahankan program latihan atau olahraga yang tepat secara individual.

Intervensi dan Rasional : 1. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan obesitas. R/ Obesitas merupakan salah satu faktor tekanan darah yang tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh. 2. Bantu klien mengidentifikasi masalah perasaan yang berhubungan dengan makan dan lingkungan tempat klien makan. R/ Penurunan berat badan permanen dimulai dengan latihan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penambahan berat badan. 3. Diskusikan pentingnya menurunkan masukan kalori, batasi masukkan lemak, garam dan gula sesuai indikasi. R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang atherosclerosis dan obesitas yang merupakan predisposisi hipertensi dan komplikasinya. 4. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. R/ Motivasi penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program tidak akan berhasil 5. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. R/ Identifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diet terakhir, bantu menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian/penyuluhan. 6. Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistic dengan klien, misalnya penurunan 0,5 kg/minggu. R/ Penurunan masukan kalori sebanyak 500 kalori/hari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg/minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan. 7. Instuksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi. R/ Hindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis. 8. Bantu klien memilih program latihan (berjalan, jogging, kebugaran, berenang, dll) yang sesuai dengan usia dan kondisi fisik.

R/ Aktivitas dan olahraga merupakan alternatif yang membantu menurunkan berat badan dan menghilangkan stres. 9. Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi. R/ Memberikan konseling dan bantuan pemenuhan kebutuhan diet individual.

NDX VI. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri. Tujuan : Informasi tentang hipertensi dapat diketahui dan dipahami klien. Kriteria Hasil : 1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan. 2. Mengungkapkan perawatan dini. 3. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan. 4. Mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal. Intervensi dan Rasional : 1. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang terdekat. R/ Kesalahan konsep dapat mempengaruhi minat belajar. Bila klien tidak menerima realita bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan. 2. Sarankan untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat berbaring. R/ Menurunkan bendungan vena perifer yang dapat ditimbulkan oleh vasodilator dan duduk/berdiri terlalu lama. 3. Tetapkan dan bataskan TD normal, jelaskan hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak. R/ Memberikan dasar pemahaman peningkatan TD dan klarifikasi istilah medis yang sering digunakan. 4. Ajarkan penerapan kompres es pada punggung, leher dan tekanan pada segitiga ujung hidung, anjurkan menundukkan kepala ke depan bila terjadi perdarahan hidung. pengetahuan dan keterampilan penatalaksanaan

R/ Kapiler nasal dapat ruptur sebagai akibat dari tekanan vaskular berlebihan. melambatkan Dingin dan tekanan mengkonstriksikan kapiler yang

perdarahan. Menundukkan kepala ke depan menurunkan

jumlah darah yang tertelan. 5. Bantu klien mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular yang dapat diubah. R/ Faktor-faktor resiko ini menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya serta ginjal. 6. Bahas modifikasi gaya hidup terkait faktor-faktor resiko di atas yang dapat menghilangkan hipertensi tanpa menggunakan obat. (EBP) a. Mencapai penurunan BB sampai 10% dari BB ideal. R/ Obesitas meningkatkan tahanan perifer dan beban kerja jantung, meningkatkan tekanan darah. b. Batasi masukan alkohol tiap hari. R/ Alkohol adalah vasodilator yang menyebabkan vasokonstriksi perifer, yang mempunyai keterkaitan dengan peningkatan tekanan darah. c. Aktif dalam aktivitas atau latihan, terutama latihan aerobik regular (30-45 menit) 3-5 kali seminggu. R/ Meningkatkan aliran darah perifer dan otot serta efisiensi jantung. Hasilnya adalah system kardiovaskular yang lebih efektif. d. Kurangi masukan natrium sampai <2,3 gr natrium atau 6 gr natrium klorida. R/ Natrium mengontrol distribusi air ke seluruh tubuh. Peningkatan natrium menyebabkan peningkatan air sehingga meningkatkan volume sirkulasi dan TD. e. Berhenti merokok. R/ Tembakau bekerja sebagai vasokonstriktor yang meningkatkan TD. f. Kurangi lemak jenuh dan kolestrerol sampai < 3% dari masukan diet. R/ Diet tinggi lemak membantu pembentukan plaq dan penyempitan pembuluh darah. g. Pastikan konsumsi kalsium, kalium, dan diet magnesium dalam jumlah yang diizinkan setiap hari. R/ Elemen ini mempertahankan system kardiovaskular dan otot.

7. Ajarkan klien atau orang terdekat tentang pedoman penggunaan obat dan informasi terkait dosis, cara kerja, efek samping, serta perlunya kewaspadaan. R/ Penyuluhan menunjukkan efek samping yang harus dilaporkan dan kewaspadaan yang harus dilakukan. 8. Tekankan pentingnya perawatan tindak lanjut. R/ Membantu mendeteksi komplikasi. 9. Ajarkan klien dan orang terdekat untuk melaporkan bila ada gejala-gejala berikut : a. Sakit kepala, terutama saat bangun. b.Nyeri dada. c. Napas pendek. d.Peningkatan BB atau edema. e. Perubahan penglihatan. f. Sering mengalami perdarahan hidung. g.Efek samping obat. R/ Tanda dan gejala ini dapat menandakan peningkatan tekanan darah atau komplikasi kardiovaskular lain.

NDX VII. Ketidakpatuhan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan sistem nilai klien terkait pengaruh budaya, suku, agama, latar belakang pendidikan, bahasa, finansial dan sumber akses kesehatan. Tujuan : Klien dapat mematuhi kesepakatan bersama tentang perawatan.

Kriteria Hasil : 1. Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari penolakannya untuk menaati penanganan. 2. Petugas pemberi perawatan menyadari hak klien untuk otonomi. 3. Klien menyetujui untuk mematuhi kesepakatan bersama untuk mencapai tujuan terkait kesehatan. 4. Anggota keluarga dan pendukung lainnya membantu memodifikasi perilaku ketidakpatuhan klien.

Intervensi dan Rasional : 1. Lakukan pendekatan pada klien dengan cara yang tidak menghakimi. R/ Demonstrasikan penghargaan positif pada klien tanpa mengenal kondisi. 2. Dengarkan alasan ketidaktaatan klien. R/ Mendengarkan secara aktif dapat mengungkapkan keluhan yang dapat tidak dinyatakan oleh kata-kata dan membantu proses pengajaran individual. 3. Identifikasi area perilaku spesifik ketidakpatuhan klien. R/ Bantu menyusun intervensi yang tepat. 4. Kaji kebutuhan perawatan kesehatan, status sosioekonomi, asuransi dan sumber-sumber keluarga yang tersedia. R/ Penentuan apakah klien memenuhi kriteria untuk menerima bantuan pemerintah atau sumber-sumber di komunitas. 5. Gunakan penerjemah bahasa bila diperlukan. R/ Kekurangcakapan berbahasa dapat merupakan suatu penghambat usaha klien untuk bertahan dalam proses penanganan jangka panjang. 6. Identifikasi faktor-faktor yang mendasari perilaku tidak patuh. R/ Alasan tidak patuh dapat berentang panjang dan termasuk kurang pengetahuan, melupakan, merasakan lebih baik atau lebih buruk, dan mendapat anjuran yang kontradiksi dari keluarga, teman, atau pun pemberi perawatan kesehatan sendiri. 7. Tekankan keuntungan menaati penanganan. R/ Tingkatkan pemahaman bahwa menaati program yang dianjurkan dapat membantu menurunkan faktor resiko, mencegah komplikasi, dan mengelola beberapa penyakit kronis. 8. Beri dorongan klien mengeksplorasi dan mengklarifikasi nilainya untuk membantu meningkatkan ketidaksadaran terhadap nilai menjadi sadar. R/ Konflik nilai klien dapat diatasi dengan pemahaman yang lebih baik (apakah keputusan berdasarkan nilainya atau kabar angin, pendapat dan prasangka). 9. Hargai keputusan klien terhadap program yang dianjurkan. R/ Otonomi klien harus dihormati. 10. Lakukan kerja sama dengan klien berdasarkan kesepakatan bersama. R/ Melibatkan klien atau pun pemberi perawatan sendiri dalam komitmen formal dan memberi klien rasa pengendalian diri.

11. Gunakan sistem pendukung untuk mendorong atau menguatkan perilaku negosiasi. R/ Dukungan dari keluarga klien dapat membantu menumbuhkan kepatuhan. 12. Berikan penguatan/penghargaan positif untuk perilaku patuh. R/ Mendukung klien melanjutkan dan meningkatkan perilaku kepatuhan tersebut

NDX VIII. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakpatuhan, ketidakpercayaan terhadap personel perawatan kesehatan, dan terapi jangka panjang. Tujuan : Program penatalaksanaan terapeutik dapat berjalan efektif.

Kriteria Hasil : 1. Klien mengungkapkan kepercayaan dirinya terhadap penyakit dan penatalaksanannya. 2. Klien memperlihatkan rasa percaya kepada anggota pemberi perawatan kesehatan. 3. Klien mendiskusikan strategi-strategi mengelola program terapeutiknya. 4. Klien dan keluarga dapat merencanakan penggabungan komponen program terapeutik dalam pola kehidupan sehari-hari. 5. Klien dapat memilih aktivitas untuk memenuhi tujuan program penanganan atau pencegahan. Intervensi dan Rasional : 1. Tinjau ulang riwayat dan diskusikan kepercayaan pribadi klien tentang penyakitnya. R/ Pemahaman saat ini diperlukan untuk menyusun rencana meningkatkan penatalaksanaan program terapeutik. 2. Ungkapkan kepercayaan anda sebagai pemberi perawatan terhadap kemampuan klien, dan beri penghargaan atas usahanya, pertahankan sikap bersahabat, serta yakinkan konsisten pesan verbal dan nonverbal. R/ Konsistensi membantu klien membangun kepercayaan dan menentukan sikap positif hubungan terapeutik.

3. Tunjukkan kepada klien bahwa anda dapat dipercaya. R/ Tumbuhkan rasa percaya klien. 4. Tentukan dan perkirakan jadwal penanganan kepada klien. R/ Dapat meningkatkan rasa kendali klien terhadap situasi sehingga dapat mengurangi rasa ketidakpercayaan. 5. Kendalikan ansietas anda sendiri saat bersama dengan klien. R/ Perasaan ansietas pada pemberi perawatan kesehatan dapat

mempengaruhi ansietas dan rasa tidak percaya klien. 6. Berikan literatur atau informasi secara tertulis dengan lengkap tentang penatalaksanaan program terapeutik yang sesuai dengan kemampuan pemahamannya. Ingatkan anda bersedia membantu bila dibutuhkan. R/ Menggunakan materi tertulis sebagai bukti perhatian dan memberikan kepercayaan. 7. Bila klien mengungkapkan perhatian yang lebih besar terhadap aktivitas perawatan, kaji pengetahuan dan kepercayaannya yang sekarang tentang penatalaksanaan penyakit dan pemberian informasi yang diperlukan. R/ Peninjauan kembali dasar pengetahuan dapat menentukan pemahaman umum untuk menyusun rencana perawatan yang lebih baik. 8. Perhatikan respon klien terhadap pengajaran apakah masih ingin dilanjutkan dan kapan mengakhiri sesi. R/ Pengakuan pilihan kklien dalam mengawali dan mengakhiri sesi pengajaran menumbuhkan rasa percaya dan kendali. 9. Lakukan kerja sama dengan klien untuk klarifikasi nilai-nilai yang berkaitan dengan gaya hidupnya dan pilihan perawatan. R/ Identifikasi nilai-nilai yang bertentangan yang dapat mempengaruhi perawatan diri. 10. Bantu klien dan keluarga merencanakan pelatihan di masa yang akan datang tentang penyakit. R/ Perencanaan kemampuan yang telah dilakukan terlebih dahulu dapat meningkatkan koping terhadap perubahan.

DAFTAR PUSTAKA
Beevers, D.G., 2002, Seri Kesehatan; Bimbingan Dokter Pada Tekanan Darah, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Bustan, M.N., 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Carpenito L.J., 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Penerbit EGC, Jakarta. DAngelo, R., Yang, C. M., 2008, The Ultimate Guide To Heart Attack Treatment, Penerbit Prestasi Pustakaraya, Jakarta. Doenges, Moorhouse, Geissler, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit EGC, Jakarta. Gleadle J., 2007, At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Penerbit Erlangga, Jakarta. Joewono, B.S., 2003, Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press, Surabaya. Riaz Kamran, 2011, Hypertension Heart http://emedicine.medscape.com/article/162449-overview Disease, on

PDSPDI, 2006, Editor: Sudoyo A., dkk., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pusat Penerbitan IPD FKUI, Jakarta. Price, S.A., Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit; Edisi 6 Volume 1, Penerbit EGC, Jakarta. Sanif Edial, 2008, Jurnal Kardiologi; Pengaruh Pola Tekanan Darah 24 Jam Terhadap Morbiditas dan Mortalitas Kardiovaskuler, dlm http://www.jantunghipertensi.com/hipertensi/66.html

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah; Edisi 8 Volume 2, Penerbit EGC, Jakarta. Tan Hoan Tjay, Rahardja Kirana, 2002, Obat-Obat Penting; Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta. Taylor C.M., Ralph S.S., 2010, Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan, Penerbit EGC, Jakarta. Mansjoer, A., dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran; Edisi Ketiga Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius. McGowan, M.P., 2001, Heart Fitness for Life, Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai