Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Kompetensi seseorang dapat berkembang atau meningkat melalui beberapa cara, seperti melalui pengalaman, belajar
sendiri, pendidikan formal maupun melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) tertentu. Masing-masing pola
perkembangan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, namun sebaiknya diperoleh malalui perpaduan dari
semua cara tersebut. Dari aspek teoritis dan praktis perkembangan kompetensi yang diperoleh melalui Diklat dapat
dikatakan lebih lengkap dan mendalam dari pada melewati pengalaman. Hal ini karena pada pelaksanaan diklat
dirancang berdasarkan sistem belajar yang terstruktrur yang dibimbing oleh banyak fasilitator dan penyelenggara.
Lain halnya dengan perkembangan kompetensi yang diperoleh melalui pengalaman, dimana lebih banyak
didasarkan pada kegiatan praktek langsung sebagai respon dari kebutuhan hidup. Manusia mempunyai tiga sifat
dasar, yaitu : 1) Sifat biologis (tumbuh-tumbuhan); sifat ini telah membuat manusia tumbuh secara alami dengan
prinsip-prinsip biologis dengan menggunakan lingkungannya. 2) Sifat hewani; dengan adanya perasaan-perasaan
hakiki manusia mengalami desakan-desakan internal untuk mencari keseimbangan hidup. Melalui peralatan
indranya manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginan dan seleranya. 3) Sifat intelektual; dengan sifat
ini manusia mampu menemukan benar atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik atau buruk obyek, serta dapat
mengarahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari makluk-
makluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini manusia dilebihkan derajatnya dari makluk-makluk lain (Wasty
Soemanto, 1990:11).

Berdasarkan faham “nativisme” dengan tokoh utamanya Schopenhauer menyatakan bahwa perkembangan individu
itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Lain halnya faham “empirisme” yang tokoh
utamanya John Locke menyatakan bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor lingkungan, sedang
dasar tidak memainkan peranan sama sekali. Bayi yang baru lahir bagaikan kertas yang masih bersih, sehingga
peranan lingkungan akan sangat berpengaruh memberikan warna pada diri bayi tersebut dalam perjalanan hidupnya.
Dengan adanya kedua faham yang satu sama lain bertentangan ini, maka William Stern mengajukan faham
“kovergensi, yang berpendapat bahwa di dalam perkembangan individu baik faktor dasar atau pembawaan maupun
lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu; akan
tetapi bakat yang sudah tersedia perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang (Sumadi
Suryabrata.1987 : 185-188). Sekarang menjadi nyata kiranya bahwa faham “konvergensi” yang dipilih untuk
dijadikan dasar individu guna meningkatkan kompetensi diri melalui proses belajar, baik melalui pengalaman,
belajar mandiri, maupun pendidikan formal atau melalui diklat.
Kelebihan Peningkatan Kompetensi Berbasis Diklat (Competency Based Training)
Banyak pendapat yang meyakinkan bahwa melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) dapat meningkatkan
kompetensi diri seseorang. Kegiatan diklat didesain sedemikian rupa yang mencakup materi pokok dan
materi penunjang serta kegiatan praktek lapangan. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat pun cukup
banyak jumlahnya, baik sebagai fasilitator, pendamping kelas, panitia penyelenggara, serta mungkin adanya
penceramah tamu, dan peserta diklat itu sendiri. Waktu penyelenggaraan juga relatif lama (beberapa hari)
yang dapat mencapai puluhan atau ratusan jam pelajaran. Dengan demikian perlu adanya dana yang
memadai. Sehubungan dengan itu kelebihan peningkatan kopetensi berbasis diklat antara lain :
a.Peserta dapat meningkatkan diri baik kognitif, keterampilan , dan afektifnya.
b.Secara teoritis peserta dapat menambah ilmu, baik ilmu-ilmu materi pokok maupun ilmu-ilmu materi
penunjang.
c.Peserta dapat memperoleh pengalaman dalam praktek lapangan.
d.Peserta dapat saling bertukar pendapat dan pengalaman dalam diskusi kelompok, berpikir secara terbuka
dan cerdas untuk menyampaikan ide-idenya.
Teori perencanaan (planning theory) terdiri dari 3 (tiga) teori, yaitu :
1) Theory of Planning; menjelaskan prinsip-prinsip, prosedur dan langkah-langkah normatif yang
seharusnya/sebaiknya dijalankan dalam proses perencanaan untuk menghasilkan outputs dan aoutcomes
yang efektif.
2) Theory in Planning; merupakan teori substantif dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan bidang
perencanaan.
3) Theory for Planning; menjelaskan prinsip-prinsip etika, nilai dan moral yang menjadi pertimbangan bagi
perencana di dalam menjalankan peranannya.
Dengan kata lain semua pernyataan yang setidaknya tertera pada bagan tersebut diatas merupakan materi
pokok dan penunjang yang secara teoritis dijelaskan oleh fasilitator dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Perencanaan, sehingga peserta diklat mampu memahami secara komprehensif baik kognitif, keterampilan
dalam penerapannya dengan dilandasi etika dan nilai yang berlaku dalam sistem perencanaan.
Contoh lain lagi adalah dalam Diklat Keuangan Mikro bagi pemberdayaan Keluarga Fakir Miskin. Dalam
kegiatan ini selain perlu diberikan materi tentang keuangan mikro (simpan pinjang dsb.), maka perlu
dijelaskan tentang sistem perbankan/keuangan negara. Hal ini diperlukan agar peserta diklat memahami
tentang tata cara pinjam-meminjam uang pada bank. Perlu diketahui bahwa bunga uang pinjaman pada
bank dihitung secara berganda, artinya bunga berbunga. Apabila peminjam uang pada bank lengah, dapat
menjadi derita yang berakibat kebangkrutan usaha.
Dari contoh-contoh tersebut di atas, cukup memberikan kejelasan bagi kita semua, bahwa pendidikan dan
pelatihan akan banyak manfaatnya dari pada sekedar kegiatan lainnya yang lebih sempit likupnya. Kata
diklat terdiri dari pendidikan dan pelatihan yang mengandung unsur adanya proses belajar. James O.
Whittaker menyatakan : ”Learning my be defined as the process by which behavior originates or is altered
through training or experience”. Belajar dapat didefiniskan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan
atau dirubah melalui pendidikan dan pelatihan atau pengalaman (Wasty Soemanto. 1990). Selain itu
dinyatakan oleh ahli lain :“Much education involves transmitting to the young skills, beliefs, attitudes, and other
of behavior which they have not previously acquired” (Wilbur B. Brookover. 1955 : 3-4). Pernyataan tersebut
dapat diartikan, bahwa dalam pendidikan banyak melibatkan penyampaian kepada generasi muda
berbentuk keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku lainnya yang belum mereka dapatkan sebelumnya.
Sedangkan Emile Durkheim menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh yang dilasanakan oleh orang
dewasa atas genarasi yang belum matang untuk penghidupan sosial (H.M. Said, 1985). Dukheim menyoroti
pendidikan dengan menekankan pada sudut pandang sosialisasi kehidupan orang tua terhadap generasi
penerus dalam kehidupan sosial dalam peranannya sebagai seorang ahli sosiolgi. Lain halnya Qomari Anwar,
yang menyatakan bahwa pendidikan harus mampu menggugat moralitas bangsa, artinya kita tidak sekedar
menimba ilmu tetapi harus mampu menerapkannya sesuai budaya bangsa.
Melalui kegiatan diklat peserta diarahkan untuk mengerti, memahami dan selanjutnya dapat melaksnakan
dengan benar suatu pekerjaan berdasarkan ilmu pengetahuan. Untuk dapat mengerti Edward de Bono (1987
: 15-32) menyatakan ada lima cara, yaitu :
1) L-1 Deskripsi sederhana; artinya secara sederhana memberikan penjelasan tentang sesuatu yang
terjadi/dilihat.
2) L-2 Kata-kata bubur; maksudnya memberi gagasan yang belum berbetuk secara pasti, namun membuat
orang bereaksi dengan cara yang riil.
3) L-3 Beri dia nama; setelah diberi nama/menentukan secara tepat, maka selanjutnya dapat mengetahui apa
yang akan dilakukan.
4) L-4 Cara kerjanya; dalam upaya mengerti cara kerja sesuatu kita berusaha menemukan sebab untuk
akibat yang diamati.
5) L-5 Rincian lengkap; artinya memberikan penjelasan-penjelasan secara rinci.
Dicontohkannya dari lima cara tersebut misalnya : Sebuah mobil meluncur di jalan raya dan ada orang yang
duduk di dalamnya (deskripsi sederhana); ada suatu mekanisme yang membuat mobil bergerak dengan
sendirinya (kata-kata bubur); mobil itu digerakkan dengan bensin (beri dia nama); energi yang diberikan
oleh gas yang memuai di dalam mesin diteruskan ke roda dan memutar roda, sehingga mendorong mobil
maju (cara kerjanya), dan bensin yang dibawa di dalam tangki yang dapat diisi kembali diponpa melalui
sebuah saluran pengumpan ke kabulator dan disini bensin itu dicampur dengan udara yang diisap melalui
pipa semprot yang halus, yang selanjutnya dapat menggerakkan mesin …… dst. (rincian lengkap).
Dari pendapat tersebut diatas, bahwa untuk dapat mengerti dalam arti paham terhadap sesuatu, maka
rangsangan yang timbul selanjutnya perlu persepsi diri, diidentifikasi secara tepat untuk ditetapkan secara
pasti, dan selajutnya dianalisis bagaimana kerjanya, apa sebab dan akibatnya, sehingga orang dapat
mengerti/memahami benar terhadap obyek rangsangan yang terjadi untuk direspon secara benar.
Banyak teori untuk pemecahan masalah (problem solving), seperti analisis Kurt Lewin, analisis SWOT,
analisis I….. Rate of Retent (IRR), analisis melalui berbagai rumus statistik, dan lain-lain, yang semua itu
perlu penerapan sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkannya. Masing-masing memiliki kelebihan
untuk dapat digunakan dalam rangka mendapatkan kesimpulan yang sebaik-baiknya sesuai kebutuhan.

2. Kelebihan Kegiatan Sosialisasi, Pemantapan Bagi Petugas Teknis


Ada pilihan lain untuk peningkatan kompetensi petugas melalui kegiatan sosialisasi atau pemantapan tugas.
Kegiatan sosialisasi biasanya terhadap obyek atau hal-hal tertentu yang masih baru dan perlu dipahami oleh
orang lain yang terkait dalam pekerjaannya. Demikian juga pemantapan merupakan upaya untuk
meningkatkan kompetensi seseorang berkaitan dengan tugasnya. Sosialisasi adalah proses pengembangan
pribadi dan penanaman nilai serta norma sosial kepada anak ke dalam masyarakat (Glosarium
Kesejahteraan Sosial, 2005). Apabila kegiatan sosialisasi dilaksanakan dengan maksud agar peserta dapat
memahami sesuai yang baru (misalnya : Sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Anak), maka hanya masalah tersebut yang dibahas dalam suatu pertemuan. Sedangkan
pemantapan dari kata “mantap” yang artinya memiliki bobot. Dengan demikian pemantapan bertujuan agar
perserta dapat menjalankan tugasnya dengan lebih berbobot (berhasil). Keduanya terbatas pada bidang
tugas tertentu, sehingga kegiatan ini mempunyai kelebihan sebagai berikut :
a. Kegiatan sosialisasi dan/atau pemantapan petugas dapat dilakukan pada obyek yang terbatas.
b. SDM sebagai petugas sosialisasi/pemantapan cukup satu/dua orang.
c. Jangka waktu yang relatif singkap.
d. Biaya relatif murah.

3. Pertimbangan Utama Pemilihan Kebutuhan Diklat


Permasalahan yang kadangkala terjadi adalah masih belum dipahami manfaatnya oleh instansi/unit kerja
tentang pemilihan kebutuhan diklat. Suatu kegiatan yang semestinya harus dilaksanakan dengan
penyelenggaraan diklat ternyata diselenggarakan melalui sosialisasi atau pemantapan petugas lapangan. Disini
peranan perencana suatu instsnsi atau unit kerja sangat menentukan. Artinya, perencana harus mampu
memahami dan memilah mana saja kegaiatan yang mesti harus dilaksanakan melalui penyelenggaraan diklat,
serta kegiatan apa saja yang dapat dilaksanakan dengan sosialisasi atau pemantapan petugas. Apabila
pertimbangannya hanya terfokus pada anggaran atau waktu yang tersedia, hal ini menjadi kurang efektif dalam
meningkatkan kompetensi peserta. Kebutuhan diklat mutlak didasarkan pada asesmen kebutuhan diklat
(Trainning Need Assesment/TNA), karena pelaksanaan diklat mengandung banyak aspek yang harus
dipertimbangkan terutama dalam rangka pencapaian kompetensi peserta diklat.
Kompetensi dalam diklat selalu diarahkan pada peningkatan kemampuan kognitif (cognitive), keterampilan-
keterampilan (skills), dan pemahaman kaidah nilai dan norma (affective). Kegiatan seperti diklat untuk tenaga
bendaharawan atau tim pengadaan barang dan jasa tidak cukup dengan dilaksanakan melalui sosialisasi atau
pemantapan petugas bendaharawan. Apabila hal ini terjadi dapat merugikan instansi/unit kerja terkait, yang
dikarenakan antara lain peserta hanya mendapatkan ilmu yang terbatas pada apa yang disampaikan oleh nara
sumber. Sebaliknya kegiatan menyebarluaskan suatu peraturan perundang-undangan atau Petunjuk Teknis
(Juknis) tidak perlu diselenggarakan melalui diklat, akan tetapi cukup melalui kegiatan sosialisasi.
Pada kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) selain diberikan berbagai materi oleh banyak fasilitator, juga
dilatih menyelesaikan berbagai permasalahan yang terkait meteri yang diberikan melalui diskusi kelompok,
simulasi, praktek lapangan dan lain sebagainya. Penyampaian materi pada diklat selalu menggunakan metode
andragogi dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta untuk mengembangkan
kompetensinya. Kelebihan metode andragogi antara lain peserta diklat diberikan kebebasan untuk
mengembangkan potensi dirinya melalui berbagai kesempatan diklat di dalam kelas mapun di dalam orientasi
lapangan.
Selain itu ditinjau dari peserta diklat sangat diperhatikan tentang sifat-sifat, nilai dan budaya yang mereka bawa
dari daerah masing-masing. Terutama sifat-sifat individu berdasarkan perilaku mereka menjadi perhatian
penyelenggara dan fasilitator, dengan tujuan untuk mempermudah peserta menerima materi yang disampaikan.
Rokh (jiwa) subyektif yang terkadung dalam masing-masing individu sebagai sistem nilai mengandung enam
nilai kebudayaan, yang oleh Spranger dinyatakan sebagai berikut :
Iktisar Tipe-tipe Manusia Menurut Spranger

SIFAT KEBUDAYAAN TIPE TINGKAH LAKU


NOMOR YANG DOMINAN DASAR
1 Ilmu Pengetahuan Manusia teori Berpikir
2 Ekonomi Manusia ekonomi Bekerja
3 Kesenian Manusia estetis Menikmati keindahan
4 Keagamaan Manusia agama Memuja
5 Kemasyarakatan Manusia sosial Berbakti/berkorban
6 Politik/Kenegaraan Manusia kuasa Ingin berkuasa/
memerintah
Sumber : Sumadi Suryabrata, 1987 : 102-103

Menurut pendapat Spranger pada individu terdapat jiwa kebudayaan yang dominan, yang akan berpengaruh
pada tingkah laku dasar dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Sifat-sifat demikian menjadi perhatian
para penyelenggara dan fasilitator dalam setiap kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat).
Kesimpulan

Pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan kegiatan yang sangat penting di dalam mengembangkan atau
meningkatkan kompetensi seseorang. Melalui diklat individu ditingkatkan kompetensinya baik kemampuan
kognitif (cognitive), keterampilan-keterampilan (skills), dan pemahaman nilai dan norma (affective) yang terkait
dengan penerapan hasil diklat. Dengan demikian upaya diklat diarahkan untuk meningkatkan kompetensi
seseorang secara komprehensif menuju individu yang paripurna, untuk lebih mampu melaksanakan
peranannya.
sumber naskah : Miran
Made Suryadi

ABSTRAK
Kompetensi merupakan sebuah konsep yang masih sering diperdebatkan secara sengit,
tergantung siapa yang menggunakan konsep itu.Pendukung kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) yakin bahwa KBK ini dapat meningkatkan pendidikanpelatihan persyaratan kerja. KBK
bersifat individualis,lebih menekankan outcomes ( apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh
seorang individu). KBK memperjelas apa yang harus dicapai dan standar apa yang
digunakanuntuk mengukur pencapaian tersebut. Secara teoretis,KBK menyelesaikan perbedaan
antara tangan dan pikiran,teori dan praktik pendidikan umum dan vokalsional. Pengritik KBK,
menengarai KBK sangat simplistis, berpendekatan kompetensi,tunggal , terlalu
mahal,birokrasi,sarat beban dan memerlukan banyak waktu. Terlepas dari kelemahan (internal)
dan kendala (eksternal) tersebut KBK merupakan sebuah pendekatan dalam mengambil
kebijakan dalam pendidikan. Maka dari itu, prinsip dasar yang harus digunakan untuk
menjadikan KBK sebuah realita dalam pendidikan nasional kita, dan bukan sebuah mitos adalah
dengan mengubah kelemahan dan kendalanya menjadi sebuah kekuatan dan peluang.

Oleh : Endah Setyowati

1. Pendahuluan
Keberadaan manusia dalam organisasi memiliki posisi yang sangat vital.
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja di
dalamnya. Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut kemampuan mereka
dalam
menangkap fenomena perubahan tersebut, menganalisa dampaknya terhadap
organisasi
dan menyiapkan langkah-langkah guna menghadapi kondisi tersebut.
Menyimak kenyataan diatas maka peran manajemen sumber daya manusia dalam
organisasi tidak hanya sekedar administratif tetapi justru lebih mengarah pada
bagaimana mampu mengembangkan potensi sumber daya manusia agar menjadi
kreatif dan inovatif.

Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang
cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia
maka
setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai
kompentensi
agar dapat memberikan pelayanan yang prima dan bernilai. Dengan kata lain
organisasi
tidak hanya mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer
satisfaction)
tetapi juga berorientasi pada nilai (customer value). Sehingga organisasi tidak
sematamata mengejar pencapaian produktifitas kerja yang tinggi tetapi lebih pada
kinerja dalam proses pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu
merupakan kunci pencapaian produktivitas. Karena kinerja adalah suatu hasil
dimana orang-orang dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi secara
bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan pada tingkat mutu dan
standar yang telah ditetapkan.

Konsekuensinya, organisasi memerlukan sumber daya manusia yang memiliki


keahlian dan kemampuan yang unik sesuai dengan visi dan misi organisasi.
Pengembangan SDM berbasis kompetensi dilakukan agar dapat memberikan hasil
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi dengan standar kinerja yang
telah ditetapkan. Kompentensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk
melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan perannnya dalam
organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Kompetensi yang dimiliki karyawan secara individual harus mampu
mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap
perubahan yang dilakukan manajemen. Dengan kata lain kompentensi yang dimiliki
individu dapat mendukung system kerja berdasarkan tim.

2. Apakah Kompetensi ?
Kompetensi didefinisikan (Mitrani et.al, 1992; Spencer and Spencer,1993)sebagai an
underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-
referenced effective and or superior performance in a job or situasion. Atau
karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja
individu dalam pekerjaannnya. Berangkat dari pengertian tersebut kompentensi
seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa
menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian.
Kompentensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa
dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan motif kompentensi
dapat diperoleh pada saat proses seleksi.

Selanjutnya menurut Spencer and Spencer (1993) kompetensi dapat dibagi atas 2
(dua) kategori yaitu “threshold competencies” dan “differentiating compentencies”.
Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh
seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan
seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan “differentiating
competiencies” adalah factor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja
tinggi dan rendah. Misalnya seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama
mengajar, itu berarti pada tataran “threshold competencies”, selanjutnya apabila
dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan
analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah
masuk kategori “differentiating competencies”.

3. Manfaat Kompentensi
Mengacu pada pendapat Ryllat,et.al;1993 kompentensi memberikan beberapa
manfaat kepada karyawan. organisasi, industri, ekonomi daerah dan nasional.

1. Karyawan:
• Kejelasan relevansi pembelajaan sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer
ketrampilan, nilai, dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier
• Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan
melalui akses setifikasi mnasional berbasis standar yang ada.
• Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier
• Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai
tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan
• Pilihan perubahan karir yang lebih jelas . Untuk berubah pada jabatan baru,
seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi
yang diperlukan untuk jabatan baru. Kompetensi baru yang dibutuhkan mungkin
hanya berbeda 10% dari yang telah dimiliki
• Penilaian kinerja yang lebih obyektif dan umpan balik berbasis standar
kompetensi yang ditentukan dengan jelas
• Meningkatnya ketrampilan dan ‘marketability’ sebagai karyawan

2. Organisasi
• Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang
dibutuhkan
• Meningkatnya efektifitas rekrutmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang
diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar
• Pendidikan dan Pelatihan difokuskan pada kesenjangan ketrampilan dan
persyaratan ketrampilan dan persyaratan ketrampilan perusahaan yang lebih
khusus
• Akses pada Pendidikan dan Pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis
kebutuhan industri dan identifikasi penyedia Pendidikan dan Pelatihan internal dan
eksternal berbasis kompetensi yang diketahui
• Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan
telah memiliki ketrampilan yang akan diperoleh dalam Pendidikan dan Pelatihan
• Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil Pendidikan dan
Pelatihan akan lebih reliable dan konsisten
• Mempermudah terjadinya perubahan melalui identifikasi kompetensi yang
diperlukan untuk mengelola perubahan

3. Industri
• Indentifikasi dan penyesuaian yang lebih baik atas ketrampilan yang dibutuhkan
ntuk industri
• Akses yang lebih besar terhadap Pendidikan dan Pelatihan sektor publik yang
relevan terhadap industri
• Ditetapkannya dasar pemahaman yang umumnya dan jelas atas hasil Pendidikan
dan Pelatihan industri melalui sertifikasi pencapaian kompetensi individu
• Percaya diri yang lebih besar karena kebutuhan industri telah terpenuhi sebagai
hasil penilaian berbasis standar
• Ditetapkannya dasar system kualifikasi nasional yang relevan untuk
industri
• Efisiensi penyampaian yang lebih besar dan berkurangnya usaha Pendidikan dan
Pelatihan ganda
• Meningkatnya tanggung jawab dunia pendidikan dan penyedia Pendidikan dan
Pelatihan atas hasil Pendidikan dan Pelatihan
• Mendorong pengembangan ketrampilan yang luas dan relevan di masa depan

4. Ekonomi Daerah dan Nasional


• Meningkatnya format ketrampilan untuk bersaing di pasar domistik dan
internasional
• Mendorong investasi internasional baru pada industri dimana angkatan kerja
terampil sangat diperlukan
• Lebih efisien dari segi biaya, pendidikan kejuruan dan standar pendidikan dan
pelatihan yang relevan dan bertanggung jawab
• Akses individu pada industri yang diakui,dan kompetensi yang relevan dan sesuai
dengan keinginan industri
• Penilaian yang konsisten secara nasional mengenai standar industri yang relevan
menjadi mungkin
• Meningkatnya modal dan akses individu melalui diketahuinya kebutuhan industri
yang jelas dan melalui pengakuan pembelajaran sebelumnya
terhadap standar yang ada.

4. Model Kompetensi
Model kompetensi yang dikaitkan dengan strategi manajemen sumber daya
manusia dimulai pada saat rekruitmen, seleksi, penempatan sampai dengan
pengembangan karier pegawai sehingga pengembangan kompentensi pegawai
tidak merupakan aktifitas yang “instant”. Sistem rekrutmen dan penempatan
pegawai yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada usaha
mengidentifikasikan beberapa kompetensi calon pegawai seperti inisiatif, motivasi
berprestasi dan kemampuan bekerja dalam tim. Usaha yang dilakukan adalah
menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi tentang calon sehingga dapat
ditentukan apakah calon memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Metode penilaian
atas calon yang dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti wawancara
perilaku(behavioral event review) tes, simulasi lewat assessment centers, menelaah
laporan evaluasi kinerja atas penilaian untuk promosi atau ditetapkan pada suatu
pekerjaan berdasarkan atas rangking dari total bobot skor berdasarkan criteria
kompetensi. Karyawan yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat
diarahkan untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan
dapat memperbaiki kinerjanya.

5. Kompetensi ApaYang Dibutuhkan ?


Menilik dalam organisasi ada tiga tingkatan manajemen dimana pada posisi yang
paling atas biasa disebut eksekutif kemudian manajer selanjutnya adalah karyawan
tentunya kompetensi yang dibutuhkan berbeda satu dengan yang lainnya, paling
tidak dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Tingkat Eksekutif
Pada tingkatan eksekutif diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan strategic
thingking’ dan change leadership management. Strategic thingking adalah
kompetensi
untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat, melihat
peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat
mengidentifikasikan “strategic response” secara optimum. Sedang change
leadership
adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dan
dapat
mentransformasikan kepada pegawai.

Tingkat Manajer
Pada tingkat manajer kompentensi yang diperlukan meliputi aspek-aspek
fleksibilitas,
change implemention, interpersonal understanding and empowering. Aspek
fleksibilitas adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial; apabila
strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektifitas pelaksanaan tugas
organisasi.

Dimensi “interpersonal” understanding” adalah kemampuan untuk memahami nilai


dari
berbagai tipe manusia. Aspek pemberdayaan adalah kemampuan mengembangkan
karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik,
menyatakan harapan-harapanyang positif untuk bawahan dan memberikan reward
bagi peningkatan kinerja.

Tingkat Karyawan
Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti fleksibilitas,
menggunakan dan mencari berita, motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi
berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu, kolaborasi, dan orientasi
pelayanan kepada pelanggan.

Dimensi fleksibilitas adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu


kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman. Aspek mencari
informasi, motivasi dan kemampuan belajar adalah kompetensi tentang antusiasme
untuk mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis keahlian teknis dan
interpersonal.
Dimensi motivasi berprestasi adalah kemampuan untuk mendorong
inovasi;perbaikan
berkelanjutan dalam kualitas da produktifitas yang dibutuhkan untuk memenuhi
tantangan kompetensi.

Aspek motivasi kerja dalam tekanan waktu merupakan kombinasi


fleksibilitas,motivasi berprestasi, menahan stress, dan komitmen organisasi yang
membuat individu bekerja dengan baik dibawah permintaan produk-produk baru
walaupun dalam waktu yang terbatas. Dimensi kolaborasi adalah kemampuan
bekerja secara kooperatif di dalam kelompok yang multi disiplin; menaruh harapan
positif kepada yang lain, pemahaman interpersonal dan komitmen organisasi.

Sedangkan dimensi yang terakhir untuk karyawan adalah keinginan yang besar
untuk
melayani pelanggan dengan baik; dan inisiatif untuk mengatasi masalah-masalah
yang
dihadapi pelanggan.

6. Pendidikan Dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPBK)


Pendidikan dan Pelatihan Berbasis pada Kompetensi-PPBK (competency-based
education and or training) merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan
SDM yang berfokus pada hasil akhir (outcome). PPBK merupakan suatu proses
pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan
ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja
(performance target)yang telah ditetapkan. Oleh karena itu PPBK sangat fleksibel
dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara.

Tujuan utama PPBK adalah :


1. Menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan
untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai
pekerjaan dan jabatan.
2. Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan sertifikasi. Hasil PPBK
hendaknya dihubungkan dengan kebutuhan :
a. Standar kompetensi yang akan diberikan,
b. Program Pendidikan dan Pelatihan didasarkan atas uraian kerja,
c. Kebutuhan multi-skilling,
d. Alur karir (career path),

Terdapat 9 prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PPKB (Rylatt,1993) :


1. Bermakna, praktek terbaik (Meaningful, best practice)
2. Hasil pembelajaran (Acquisition of lerning). Salah satu perbedaan antara PPBK
dan Pendidikan dan Pelatihan tradisional adalah hasil pembelajaran, bukan
penyampaian Pendidikan dan Pelatihan. Dalam PPBK, kita hanya memperhatikan
dan berfokus pada apabila orang yang dilatih memperoleh kompetensi yang
diharapkan dan bukan bagaimana mereka memperolehnya. Proses pembelajaran
yang dipergunakan lebih berfokus pada perbantuan dan fasilitasi untuk mereka
belajar dan ketrampilan yang dipelajari akan lebih mudah diadaptasikan.
3. Feksibel (Fleksible). Sebagai suatu hasil keprihatinan atas penguasaan
pembelajaran, maka dewasa ini cara orang belajar sangat fleksibel. Pembelajaran
dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode dari industri, membaca dan cara
belajar lainnya baik formal maupun informal. Fleksibilitas memberikan peluang
orang belajar berbasis informal, sepanjang mereka
dapat menunjukkan kemampuan (competence). Pembelajaran mandiri oleh
seseorang
dimungkinkan akan divalidasi melalui suatu proses penelusuran dan uji kompetensi.
4. Mengakui pengalaman belajar sebelumnya (Recognizes perior learning). PPBK
mengakui pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya yang mempunyai
relevansi sebelum mereka mengikuti uji kompetensi. Pengakuan ini akan dan
memudahkan serta lebih fleksibel bagi mereka mengikuti Pendidikan dan Pelatihan.
Seseorang tidak dituntut harus mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dari awal
sampai Akhir, tetapi bila mereka mampu mengikuti dan lulus ujian kompetensi,
mereka berhak memperoleh kelulusan dan kualifikasi.
5. Tidak didasarkan atas waktu (Not time based). Proses Pendidikan dan Pelatihan
ini tidak dibatasi oleh waktu. Suatu program Pendidikan dan Pelatihan didapat
diselesaikan berbasis waktu yang fleksibel. Perbedaan kemampuan individu sangat
diperhatikan.
6. Penilaian yang disesuaikan (Appropriate assessment). PPBK sangat
memperhatikan kemampuan memperagakan kompetensi, oleh karena itu perlu bagi
setiap orang dinilai untuk menentukan apakah mereka kompeten untuk
memperoleh kualifikasi yang diperolehnya akan mampu melaksanakan pekerjaan
dan tugasnya.
7. Monitoring dan evaluasi (On-going monitoring and evaluation). Monitoring dan
evaluasi PPBK, mutlak diperlukan mulai dan masukan, proses sampai pada
keluaran, yang hasilnya dihubungkan dengan standar nasional untuk memperoleh
pengalaman (accareditation).
8. Konsistensi secara nasional. Umumnya Pendidikan dan Pelatihan kejuruan
dilakukan oleh penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan atau diklat perusahaan.
Setiap penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan mempunyai cara dan teknik
tersendiri dalam proses Pendidikan dan Pelatihan. Hal ini berdampak tidak
konsistennya ketrampilan dan pengetahuan diantara peserta Dalam melakukan
pekerjaan yang sama. PPBK berlandaskan pada penampilan kompetensi yang
secara nasional konsisten dengan kebutuhan industri. Hasilnya Orang mengikuti
Pendidikan dan Pelatihan dari suatu tempat dapat diterima di tempat lain dan
menjadi tenaga kerja yang dapat dipekerjakan secara nasional.
9. Akreditasi pembelajaran. Suatu sistim akriditasi yang konsisten secara nasional
diantara penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan, misalnya penyedia Pendidikan dan
Pelatihan kejuruan tukang roti (baku) kurikulum yang dipergunakan harus
memperoleh pengakuan dan badan atau instansi yang berkompeten.

7. Proses Sistim Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi


Salah satu model PPBK yang sederhana dan banyak dipergunakan adalah model 5
tahap yang dikembangkan oleh Dubois, 1996 (lihat gambar 2). Model tersebut
dirancang
untuk peningkatan kompentensi karyawan yang dapat dimodifikasi dan disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi yang ada agar dapat mencapai hasil seperti yang
diharapkan.

Untuk mencapai hasil yang optimal pada PPBK hendaknya diperhatikan faktor yang
dapat berpengaruh pada hasil akhir Pendidikan dan Pelatihan. Faktor-faktor ini
antara
lain, keselarasan tujuan program dengan kebutuhan dan kebijakan organisasi,
dukungan
dan anggaran dari manajemen; kurikulum; peserta didik dan latih; instruktur,
metode dan teknik penyampaian, sarana dan prasarana, manajemen dan
administrasi, litbang,
sosialisasi program dan evaluasi program

8. Kesimpulan
Adanya transformasi peran SDM dari professional manjadi strategik menuntut
adanya pengembangan SDM berbasis kompentensi agar kontribusi kinerja SDM
terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur. Mengingat program pengembangan
SDM adalah program yang berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya
diperlukan proses pembelajaran yang berkelanjutan agar dapat mendukung
keberhasilan peningkatan kinerja organisasi.

Kompetensi merupakan salah satu unsur penentu upaya peningkatan kinerja


organisasi dan penyediaan tenaga kerja yang memberikan perspektif yang lebih
tajam dan spesifik terhadap pekerja dan pekerjaannya. Peningkatan kinerja SDM
yang pertama dengan memperbaiki system dan lingkungan kerja sedang yang
kedua melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompentensinya.
Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPBK) adalah sistem pendidikan dan
pelatihan yang menawarkan upaya
peningkatan kinerja SDM dan organisasi melalui kompetensi yang dapat
menciptakan
karyawan dengan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan
pekerjaan.

Upaya pengembangan SDM melalui PPBK hendaknya diperlukan dukungan dan


pertimbangan-pertimbangan seperti :
1. Komitmen yang tinggi dari manajemen dan penyediaan anggaran atas
pembinaan SDM yang berkesinambungan.
2. Terpeliharanya keselarasan antara kebutuhan pendidikan dan pelatihan dan
kebutuhan organisasi.
3. Seleksi peserta didik dan latih, professionalism instruktur, metode, sarana dan
prasarana yang memadai dapat mendukung pengembangan SDM.

Pengembangan SDM yang berbasis kompentensi dapat membantu organisasi


memiliki manajer yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan tepat dan
akan memiliki pegawai yang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk
keberhasilan organisasi. Akhirnya, kompenensi apa yang seharusnya dimiliki dan
dikembangkan oleh organisasi terhadap anggotanya sepenuhny

BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis yang tidak menentu (turbulensi) saat ini,
pembinaan dan pengem-bangan sumber daya manusia merupakan suatu hal mutlak yang harus
segera dilakukan. Hal ini tentunya tidak hanya sekedar un-tuk mendukung penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi organi-sasi, tetapi lebih dari itu untuk menciptakan peran penting dalam
membentuk strategi bisnis organisasi. Kemampuan organisasi dalam penyelenggaraan
manajemen sumber daya manusia sa-ngat tergantung pada kapasitas manajemen dalam
menghasilkan, mengubah dan menggunakan kompetensi yang dibutuhkan un-tuk mencapai hasil
yang diinginkan organisasi, melalui sumber daya manusia yang dimiliki. Kesuksesan organisasi
dalam men-capai tujuannya, akan sangat tergantung pada kemapuan organi-sasi untuk
menggunakan dan memanfaatkan kompetensi sumber daya manusia.
Sebagai upaya mengantisipasi perubahan dunia yang begitu cepat sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka setiap organisasi dituntut untuk dapat me-nyesuaikan diri
(adaptif) terhadap perubahan tersebut. Organi-sasi yang adaptif adalah organisasi yang mampu
bersaing dan memiliki sumber daya manusia yang handal serta memiliki ke-mampuan dan
keterampilan yang mandiri, sehingga dapat me-laksanakan tugas sesuai dengan visi dan misi
organisasi. Untuk mewujudkan sumber daya manusia Pegawai Negeri Sipil yang profesional
diperlukan adanya sistem rekrutmen berbasis kom-petensi. Seiring dengan hal tersebut, dalam
pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditegaskan bahwa pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip pro-fesionalisme
sesuai dengan kompetensi. Untuk memperoleh SDM-PNS yang berkualitas, terampil dan
memiliki keahlian sesuai dengan kebutuhan organisasi, dilakukan melalui proses rekrutmen yang
selektif.

A. REKRUTMEN
Rekrutmen sebagai suatu proses yang dilakukan or-ganisasi untuk mencari dan menemukan
pegawai yang di-butuhkan, merupakan aktivitas manajemen sumber daya ma-nusia. Kegiatan
rekrutmen sebagai suatu proses selalu diikuti dengan seleksi untuk menemukan kesesuaian
kebutuhan dengan kemampuan pribadi sumber daya manusia. Dalam merencanakan
aktivitas-aktivitas perekrutan, organi-sasi penting menyusun strategi guna mengidentifikasi
bagai-mana karyawan yang akan direkrut.
Sumber daya manusia pada sebuah perusahaan (or-ganisasi) menurut Simamora (1999 : 212)
merupakan sum-ber daya yang paling penting dan hanya akan dapat di-peroleh melalui upaya
rekrutmen yang efektif. Supaya dapat merekrut secara efektif, bagaimanapun juga haruslah
ter-sedia informasi akurat dan berkelanjutan mengenai jumlah dan kualifikasi individu yang
diperlukan untuk melaksana-kan berbagai pekerjaan dalam organisasi. Perencanaan ke-
pegawaian menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan dan segala aktivitas sumber daya
manusia selanjutnya (se-perti seleksi, orientasi, pengembangan, dan kompensasi) ti-dak bakal
efektif kecuali karyawan yang baik telah direkrut. Sebelum perusahaan (organisasi) dapat
menyeleksi dan mengangkat pelamar yang mempunyai kualifikasi-kuali-fikasi terbaik,
terlebih dulu harus direkrut orang-orang untuk pekerjaan yang tersedia.
Rekrutmen menurut Schuler dan Jackson (1997 : 227) antara lain meliputi upaya pencarian
sejumlah calon karyawan yang memenuhi syarat dalam jumlah tertentu, se-hingga dari
mereka perusahaan (organisasi) dapat menye-leksi orang-orang yang paling tepat untuk
mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Selain itu rekrutmen harus dapat meme-nuhi
kebutuhan para calon. Sebagai akibatnya, rekrutmen tidak hanya menarik minat seseorang
untuk bekerja pada perusahaan (organisasi), melainkan juga memperbesar ke-mungkinan
untuk mempertahankan mereka setelah bekerja. Jadi rekrutmen adalah serangkaian kegiatan
yang digunakan untuk mendapatkan pool pelamar kerja yang memenuhi syarat.
Kegiatan kunci yang merupakan bagian dari rekrutmen adalah :
1. Menentukan kebutuhan jangka pendek dan jangka pan-jang perusahaan (organisasi)
dalam hal jenis pekerjaan (job title) dan levelnya dalam perusahaan (organisasi).
2. Terus berupaya mendapatkan informasi mengenai per-kembangan kondisi pasar tenaga
kerja.
3. Menyusun bahan-bahan rekrutmen yang efektif.
4. Menyusun program rekrutmen yang sistematis dan ter-padu yang berhubungan dengan
kegiatan sumber daya manusia lain dan dengan kerja sama antara manajer lini dan
karyawan.
5. Mendapatkan pool calon karyawan yang berbobot atau memenuhi syarat.
6. Mencatat jumlah dan kualitas pelamar dari berbagai sumber dan masing-masing metode
rekrutmennya.
7. Melakukan tindak lanjut terhadap para calon karyawan baik yang diterima maupun yang
ditolak, guna meng-evaluasi efektif/tidaknya rekrutmen yang dilakukan.
Tujuan umum rekrutmen adalah menyediakan suatu pool karyawan yang memenuhi syarat
bagi perusahaan (organisasi). Sedangkan tujuan yang lebih spesifik antara lain adalah :
1. Agar konsisten dengan strategi, wawasan dan nilai per-usahaan (organisasi).
2. Untuk menentukan kebutuhan rekrutmen perusahaan (or-ganisasi) di masa sekarang dan
masa datang berkaitan dengan perubahan besar dalam perusahaan (organisasi),
perencanaan SDM, pekerjaan design dan analisa jabatan.
3. Untuk meningkatkan pool calon karyawan yang meme-nuhi syarat seefisien mungkin.
4. Untuk mendukung inisiatif perusahaan (organisasi) da-lam mengelola tenaga kerja yang
beragam.
5. Untuk membantu meningkatkan keberhasilan proses se-leksi dengan mengurangi calon
karyawan yang sudah jelas tidak memenuhi syarat atau yang terlalu tinggi kua-
lifikasinya.
6. Untuk membantu mengurangi kemungkinan keluarnya karyawan yang belum lama
bekerja.
7. Untuk mengkoordinasikan upaya rekrutmen dengan pro-gram seleksi dan pelatihan.
8. Untuk mengevaluasi efektif tidaknya berbagai teknik dan lokasi rekrutmen bagi semua
pelamar kerja.
9. Untuk memenuhi tanggungjawab perusahaan (organi-sasi) terhadap program-program
tindakan afirmatif dan pertimbangan hukum dan sosial lain menurut komposisi tenaga
kerja.
Secara organisatoris, manajemen sumber daya PNS dalam aspek perencanaan sumber daya
manusia komprehen-sif, harus terprogram secara sistematik untuk dapat mem-prediksi
kebutuhan kualitas dan kuantitas dalam setiap periode waktu tertentu, terutama di dalam
fungsi human resource planning (HRP) dalam rangka melengkapi peren-canaan kegiatan
rekrutmen (recruitment), seleksi (selection) dan pendidikan pelatihan (training development)
sesuai dengan misi yang harus dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang organisasi.
Perencanaan sumber daya manusia jangka panjang menurut Ruky (2003 : 70) bukan hanya
memfokuskan per-hatian pada aspek kuantitas, tetapi juga pada aspek kom-petensi yang
harus mereka miliki. Lebih tinggi lagi, peren-canaan sumber daya manusia strategik akan
menentukan jenis kompetensi seperti apa yang dibutuhkan oleh peru-sahaan (organisasi)
dalam masa sepuluh sampai dua puluh tahun mendatang. Perencanaan strategik juga harus
mene-tapkan “Pekerja Pengetahuan” (knowledge workers) bagai-mana yang akan dibutuhkan
perusahaan (organisasi) nanti sehingga harus kita kembangkan mulai dari sekarang.
Dalam organisasi pemerintahan perencanaan sumber daya manusia (PNS) menjadi unsur
penting dalam peng-embangan strategic planning. Strategic planning sebagai keputusan
organisasi tentang apa yang akan dicapai sesuai misi organisasi dan bagaimana cara yang
harus dilakukan untuk mencapai misi. Rencana-rencana diarahkan pada pro-gram untuk
merekrut, menyeleksi dan menempatkan serta memberi pelatihan, pengembangan dan
mengantisipasi pro-mosi atau transper pegawai yang dibutuhkan.
Untuk dapat mencari dan menemukan calon pelamar yang qualified, organisasi harus
menggunakan dan meman-faatkan media komunikasi yang dapat dijangkau oleh calon
pelamar, untuk mengiklankan lowongan jabatan lengkap dengan informasi tersebut calon
pelamar dapat menilai ke-cocokan dan kesesuian antara karakteristik pribadi dan kom-
petensinya dengan kualifikasi dan spesifikasi jabatan yang dibutuhkan, sehingga calon
termotivasi untuk meng-ajukan lamarannya.
Menurut Ruky (2003 : 144) yang disebut dengan re-krutmen atau recruitment adalah sebuah
proses mencari dan menarik (membujuk mereka untuk melamar) pelamar yang memenuhi
syarat untuk mengisi jabatan tertentu.Sebuah proses rekrutmen dimulai dengan pencarian
calon dan ber-akhir sampai lamaran mereka diterima. Namun dalam praktik, istilah
rekrutmen diartikan sebagai mencakup semua kegiatan rekrutmen, seleksi dan penempatan,
yaitu seluruh proses kegiatan mulai dari mencari sampai penempatan.
Seleksi (selection) sebagai proses aktivitas memilih pelamar yang paling memenuhi kriteria
seleksi untuk jabatan yang lowong. Proses seleksi dimulai ketika pelamar meng-ajukan
lamaran dan berakhir pada saat diambil keputusan pengangkatan menjadi pegawai. Secara
filosofis, seleksi harus dapat meningkatkan proporsi pegawai yang sukses, yang terpilih dari
sekelompok pelamar. Proses seleksi se-bagai proses menduga yang paling baik (best quists)
bahwa seorang pelamar akan mampu melaksanakan tugas pekerja-annya dengan baik.
Konsep kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek manajemen SDM
diantaranya adalah rekrut-men-seleksi (Competency Based Recruitment and Selection),
sedangkan manfaat penggunaan kompetensi dalam rekrut-men-seleksi menurut Ruky (2003 :
109) adalah :
- Memberikan gambaran yang lengkap terhadap tuntutan kompetensi dari tiap
pekerjaan/job.
- Meningkatkan ketepatan “prediksi” untuk mempekerja-kan orang yang akan sukses.
- Meminimalkan biaya (cost) dalam bentuk uang dan waktu pada karyawan yang mungkin
tidak bisa mencapai harapan orang.
- Melakukan proses wawancara yang lebih sistematis.
- Membantu membedakan dengan yang sulit untuk dikembangkan.
Dalam proses seleksi beberapa kegiatan yang tujuannya memilih calon diantara beberapa
calon yang akan ditawari pekerjaan atau jabatan yang harus diisi. Tujuan dari tahap ini,
menurut Ruky (2003 : 155) adalah mencari calon yang dianggap paling tepat untuk mengisi
sebuah jabatan (dan seyogianya mempunyai potensi untuk dikembangkan agar dapat bisa
mengisi jabatan-jabatan lain yang mungkin lebih berat tanggungjawabnya). Dengan kata lain
tujuan se-leksi tidak hanya mencari orang yang “ baik ” atau qualified tetapi juga orang yang
tepat bagi jabatan tersebut dalam tatanan (setting) dan lingkungan budaya perusahaan
(organi-sasi).
Sistem rekrutmen berdasarkan kompetensi menurut Hooghiemstra dalam Mitrani, (1995 : 32)
biasanya dititik-beratkan pada cara-cara penyaringan yang dapat digunakan untuk memilih
secara cepat dan efisien sejumlah calon kuat dari sekelompok besar pelamar. Penilaian
karyawan baru menampilkan tantangan-tantangan khusus, seperti menya-ring banyak
pelamar dalam waktu singkat dan memisahkan pelamar-pelamar yang baru lulus sekolah,
yang tidak mem-punyai pengalaman kerja, sebagai dasar penilaian. Oleh ka-rena itu, sistem
perekrutan berdasarkan kompetensi ditekan-kan pada beberapa (tiga sampai lima)
kompetensi inti yang memiliki kriteria berikut :
- Kompetensi yang telah dikembangkan dan ditunjukkan oleh para pelamar dalam
kehidupan kerjanya (misalnya inisiatif).
- Kompetensi yang memprakirakan kemungkinan-ke-mungkinan keberhasilan calon dalam
jangka panjang, yang sukar dikembangkan melalui pelatihan karyawan atau pengalaman
dalam pekerjaan (misalnya kompetensi utama seperti motivasi untuk berprestasi).
- Kompetensi yang secara meyakinkan dapat diketahui melalui wawancara peristiwa
perilaku yang singkat dan terarah.
Dalam sistem perencanaan penempatan berdasarkan kompetensi sebaiknya dipusatkan untuk
menemukan calon-calon terbaik bagi tugas-tugas terpenting yang memberi nilai tambah pada
suatu organisasi. Oleh karena itu, sistem seleksi dan penempatan harus ditekankan pada
pengenalan secara seksama, kompetensi-kompetensi terpenting yang diperlukan pekerjaan-
pekerjaan utama dan kemudian menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi
mengenai calon-calon, untuk menentukan apakah calon-calon tersebut memiliki kompetensi
yang diperlukan. Untuk menilai calon dapat di-gunakan berbagai cara yaitu wawancara
peristiwa perilaku, tes simulasi pusat penilaian, tujuan atas laporan penilaian kinerja, serta
penilaian oleh atasan, rekan, dan bawahan. Data hasil kerja di masa lalu dan wawancara
peristiwa peri-laku biasanya merupakan alat seleksi yang biayanya paling efektif.

B. KOMPETENSI
Persoalan dalam implementasi manajemen Sumber Daya Manusia Pegawai Negeri Sipil
berbasis kompetensi menurut Murgiyono (2002 : 11) adalah bagaimana dapat mengetahui,
mengukur dan mengembangkan kompetensi un-tuk membina Pegawai Negeri Sipil yang
profesional, ber-tanggungjawab, jujur dan adil. Strategi implementasi mana-jemen SDM-
PNS berbasis kompetensi, harus didasarkan pada pengertian dan pemahaman secara jelas
mengenai kom-petensi yang dibutuhkan, untuk memberikan gambaran secara rinci tentang
kekuatan dan kelemahan yang sesung-guhnya dari tiap-tiap individu PNS.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) pe-ngertian kompetensi adalah kemampuan,
kecakapan. Kom-petensi sumber daya manusia dalam arti sempit, tidak dapat dilepaskan dari
persyaratan pekerjaan yang ada. Artinya, or-ganisasi harus mengetahui terlebih dahulu
bagaimana peker-jaan itu harus dilaksanakan dan kompetensi apa yang dibu-tuhkan dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut. Kompetensi ini bisa meliputi aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi akan terkait dengan
strategi organisasi dan pengertian kompetensi ini da-patlah dipadukan dengan soft skill, hard
skill, social skill, dan mental skill.
Hard skill mencerminkan pengetahuan dan keteram-pilan, soft skill menunjukkan intuisi,
kepekaan. Social skill menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial, sedang-kan mental
skill menunjukkan ketahanan mental. Dalam perkembangan manajemen SDM, saat ini yang
sedang men-jadi pembicaraan adalah mengenai bagaimana mengelola dan memanfaatkan
SDM berbasis kompetensi.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000, kompetensi adalah kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keteram-pilan dan sikap
perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Sedangkan menurut Baso
(2003 : 3), kom-petensi adalah suatu uraian keterampilan, pengetahuan dan sikap yang utama
diperlukan untuk mencapai kinerja yang efektif dalam pekerjaan. Selanjutnya Amstrong dan
Baron (1998 : 298), mengatakan bahwa”competency is some time difined as referring to the
dimensions of behavior that lie behind competent performance (kadang-kadang terbentuk
sebagai dimensi-dimensi dari perilaku dan tingkah laku yang terletak dari kompetensi
kinerja)”. Prayitno dan Suprapto dalam kertas kerjanya (2002 : 2), mengatakan bahwa
standar kompetensi adalah spesifikasi atau sesuatu yang dibakukan, memuat persyaratan
minimal yang harus dimiliki seseorang yang akan melakukan pekerjaan tertentu agar yang
bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik. Hal
senada juga dikemukakan oleh Mitrani (1995 : 21) bahwa kompetensi adalah suatu sifat
dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan
secara efektif atau sangat berhasil.
Dalam hubungan itu, Spencer & Spencer (Dharma, 2002 : 19) mendefinisikan kompetensi
sebagai : “….an underlyng charactiristic of an individual that is causally related to criterion
referenced effective and or superior performance in a job or situasion”. Kompetensi, dengan
demikian merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang cukup dalam dan bersifat
sementara, oleh karenanya selain merupakan suatu penyebab, ia juga dapat digunakan untuk
memprediksi perilaku seseorang dalam berbagai situasi, dan tugas kerja. Demikian pula
kompetensi secara aktual dapat memprediksikan kinerja seseorang, dapat menunjukkan si-
apa yang bekerja lebih baik dari pada yang lain berdasarkan specific criterion atau suatu
standard tertentu. Pendapat senada dikatakan oleh Zwell (2000 : 18), bahwa : “
Competencies can be defined as the enduring traits and cha-racteristics that determine
performance. Examples of com-petencies are initiative, influence, teamwork, inovation, and
strategic thinking ”
Implikasi dari definisi tersebut, yaitu suatu kom-petensi mengarah kepada kapasitas yang
harus dimiliki karyawan untuk memenuhi persyaratan kerja baik untuk saat ini maupun saat
mendatang. Sehingga yang dimaksud dengan kompetensi tidak hanya berhubungan dengan
kinerja saat ini melainkan dapat juga digunakan untuk memprediksi kinerja yang akan
datang. Suprapto (2001: 3) mengatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian dan sikap
perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Sedangkan Siswanto (2003 :
hal 8) dalam makalahnya, Implemetasi Manajemen sumber daya manusia berbasisi
kompetensi yang di sam-paikan pada lokakarya Pengukuran Kompetensi Individu
mengartikan kompetensi sebagai kemapuan manusia (yang dapat ditunjukkan dengan karya,
pengetahuan, kete-rampilan, perilaku, sikap, motif, dan atau bakatnya).
Menurut Spencer & Spencer (1993 : 9), ada lima karakteristik kompetensi yaitu :
 Motives, adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau di-inginkan seseorang yang dapat
mengarahkan, mendorong atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Mo-tivasi
ini mengarahkan seseorang untuk menentukan atau menetapkan tindakan-tindakan yang
memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Amstrong, 1990 : 68).
 Traits, merujuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik (physical characteristrics) dan
tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi.
 Self concept, yakni sikap, nilai atau image yang dimiliki seseorang tentang dirinya
sendiri. Self concept ini akan memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya.
Apakah ia seorang pemarah ataukah orang yang sabar dan mampu mengendalikan diri.
Demikian pula, apakah ia seorang yang cerdas ataukah ia selalu mengalami kesulitan
dalam memahami sesuatu.
 Knowledge, adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.
 Skill, merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas fisik tertentu.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat “ inten” dalam
diri individu, skill merupakan karakteristik kom-petensi yang berupa “ action “. Skill
mewujudkan se-bagai perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept dan
knowledge.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Dharma (2002 : 20), terdapat 5 (lima)
karakteristik kom-petensi yaitu motives, traits, self cocept, knowledge, dan skill. Motives
adalah sesuatu dimana seseorang konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan.
Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana sesorang
merespon sesuatu dengan cara-cara tertentu. Self Concept adalah sikap dan nilai-nilai
yang dimiliki seseorang. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk
bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksana-kan suatu tugas pokok tertentu
baik fisik maupun mental.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi itu pada dasarnya
terdiri dari tiga unsur utama yaitu pengetahuan (cognitive domain), keahlian dan kete-
rampilan (psychomotor domain) perilaku dan sikap (affectif domain). Ketiga unsur itu
secara langsung mempengaruhi perilaku (behaviour) pegawai dalam melaksanakan
tugasnya.
Selain itu Lasmahadi (2002 : 2) menegaskan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai aspek-
aspek pribadi dari seorang pegawai yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang
superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk si-fat, motif-motif, sistem nilai, sikap,
pengetahuan, dan kete-rampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan ting-kah laku,
sedangkan tingkah laku akan menghasilkan ki-nerja.
Berdasarkan definisi tersebut, maka tidak semua as-pek-aspek pribadi dari seorang pegawai
itu merupakan kom-petensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya untuk
mencapai kinerja yang superiorlah yang merupakan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu,
bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja yang superior. Model kompetensi
didefinisikan sebagai suatu rangkaian kompe-tensi yang penting bagi kinerja yang superior
dari sebuah pekerjaan atau sekelompok pekerjaan. Model kompetensi ini memberikan sebuah
peta yang membantu seseorang mema-hami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam
pekerjaan atau memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu.
Lebih lanjut Lasmahadi (2002 : 3) yang mengutip da-ri kamus kompetensi LOMA,
menjelaskan bahwa aplikasi dari model kompetensi pada sistem manajemen SDM mun-cul
pada area-area :
 Staffing : Strategi-strategi recruitment dan test-test yang digunakan untuk seleksi
berdasarkan atas kompetensi-kompetensi kritikal dari pekerjaan.
 Evaluasi Kinerja : penilaian kinerja dari pekerjaan di-dasarkan atas kompetensi-
kompetensi yang dikaitkan dengan target-target yang penting dari organisasi.
 Pelatihan : program-program pelatihan dirancang untuk menjebatani kesenjangan antara
kompetensi yang dimi-liki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki pekerja.
 Pengembangan : para pekerja pertama kali diukur untuk mengenali kesenjangan
kompetensinya, kemudian mere-ka dibimbing untuk membuat rencana-rencana pengem-
bangan untuk menutupi kesenjangan yang ada.
 Reward dan recognition : para pekerja diberikan kom-pensasi untuk prestasi-prestasi dan
tingkah laku yang mencerminkan tingkat keterampilan mereka pada kom-petensi-
kompetensi kunci.
Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat dari Ruki (2003 : 107) bahwa saat ini konsep
kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen sumber daya
manusia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang pelatihan dan pengembangan
(Competency Based Training), rekrutmen dan seleksi (Competency Based Recruitmen and
Selection ) dan Sistem Remunerasi (Competency Based Payment) lebih jauh lagi, sekarang
sudah mulai di kenalkan konsep Competency Based Human Resource Management.
Selanjutnya, Spencer & Spencer dalam Ruki (2003: 106) menjelaskan bahwa kompetensi
dalam kaitannya dengan unjuk kerja dapat digolongkan dalam 2(dua) jenis, yaitu :
 Kompetensi Ambang (ThresholdCompetencies), yaitu kriteria minimal dan esensial yang
dibutuhkan/di tuntut dari sebuah jabatan dan harus bisa di penuhi oleh setiap pemegang jabatan
tersebut untuk dapat bekerja menjalankan pekerjaan tersebut secara efektif
 Kompetensi pembeda (Differentiating Competencies), yaitu kriteria yang dapat membedakan
antara orang yang selalu mencapai unjuk kerja superior dan orang yang unjuk kerjanya rata-rata
saja.
Menurut Spencer (Mitrani, 1995 : 40-43) ciri-ciri yang perlu dimiliki orang-orang untuk
bekerja dalam orga-nisasi-organisasi baru, baik untuk para eksekutif, manajer dan karyawan
sebagai berikut :
Eksekutif :
 Pemikiran strategis
Untuk memahami kecenderungan (trends) lingkungan yang cepat berubah, kekuatan
serta kelemahan organisasi sendiri, supaya dapat menemukan tanggapan strategis yang
terbaik.
 Kepemimpinan perubahan (change leadership).
Untuk mengkomunikasikan pandangan mengenai stra-tegi organisasi sehingga dapat
membangkitkan motivasi dan komitmen mereka yang tulus dan memanfaatkan SDM
organisasi sebaik-baiknya untuk melaksanakan perubahan yang terjadi.
 Mengenai hubungan (relationship management).
Untuk membina hubungan dengan pihak lain yang kerja-samanya diperlukan demi
keberhasilan organisasi.

Manajer
 Keluwesan
Untuk mengubah struktur dan proses-proses manajerial bila diperlukan, untuk
melaksanakan strategi perubahan organisasi.
 Pelaksanaan perubahan
Untuk mengkomunikasikan kebutuhan perubahan orga-nisasi kepada sesama karyawan,
dan keterampilan-kete-rampilan manajemen perubahan.

 Saling pengertian antar pribadi


Untuk memahami dan menghargai masukan-masukan dari orang-orang yang berlainan.
 Memberikan wewenang
Dengan saling berbagi informasi minta pendapat dari se-sama karyawan mengupayakan
pengembangan karya-wan, mendelegasikan tanggung jawab yang berarti.
 Bantuan kelompok
Agar kelompok-kelompok yang berlainan dapat bekerja-sama secara efektif untuk
mencapai tujuan bersama.
 Protobilitas
Agar cepat menyesuaikan diri dan berfungsi secara efek-tif dari lingkungan-lingkungan
asing, seorang manajer harus mudah dipindah kedudukannya dimanapun berada.

Karyawan
 Keluwesan
Untuk memandang perubahan sebagai peluang yang me-narik ketimbang suatu ancaman.
 Selalu mencari informasi, motivasi dan kemampuan belajar
Merupakan keinginan yang tulus terhadap peluang-pe-luang untuk mempelajari
keterampilan-keterampilan tek-nis dan hubungan antar pribadi baru
 Motivasi untuk berprestasi
Merupakan pendorong bagi inovasi, yaitu peningkatan mutu dan produktivitas terus
menerus yang dibutuhkan untuk menghadapi (lebih baik memimpin) persaingan yang
terus meningkat
 Motivasi kerja di bawah tekanan waktu
Merupakan gabungan antara keluwesan, motivasi untuk berprestasi, daya tahan terhadap
tekanan, dan komitmen terhadap organisasi, yang memungkinkan seseorang be-kerja di
bawah tuntutan akan produk atau jasa-jasa (baru) dalam jangka waktu yang lebih singkat.
 Kesediaan untuk bekerjasama (coll aborativeness)
Dalam kelompok–kelompok multidisipliner dengan re-kan kerja yang berbeda beda,
pengharapan positif ter-hadap orang lain, saling pengertian antar pribadi, dan ko-mitmen
terhadap organisasi.
 Orientasi pelayanan pelanggan (customer service orien-tation).
Merupakan keinginan yang tulus untuk membantu orang lain, saling pengertian antar
pribadi yang memadai untuk mengetahui kebutuhan dan suasana emosional pelang-
ganan, dan cukup inisiatif untuk mengatasi rintangan-rin-tangan dalam organisasi sendiri
guna memecahkan masalah-masalah pelanggan.
Konsep kompetensi tampak menjadi kebutuhan mutlak yang tidak bisa ditawar lagi bagi
kehidupan organi-sasi dimasa yang akan datang. Dari berbagai pendapat para pakar tentang
kompetensi sebagaimana tersebut di atas, ma-ka dapat disimpulkan bahwa kompetensi
adalah sebagai su-atu karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab
akibat dengan kriteria yang dijadikan acu-an, efektif, atau berperformance superior ditempat
kerja, atau pada situasi tertentu. Beberapa unsur yang dapat disimpul-kan dalam konsep
kompetensi, meliputi :
 Pengetahuan (knowledge)
 Keterampilan (skill)
 Sikap (attitude)
 Bakat (aptitude)
Pengembangan kompetensi baik organisasi maupun individu dan agar proses learning dapat
berlangsung, adalah ditujukan untuk memperkuat sumber daya (resource based). Salah satu
unsur yang paling penting dalam sumber daya adalah sumber daya manusia. Agar organisasi
dapat menjadi organisasi pembelajar (learning organization) dalam rangka pengembangan
kompetensi menurut. Senge (1990 : 6-9) setiap anggota organisasi harus memiliki disiplin
pembelajaran, antara lain :
a. System Thingking (Berpikir Sistem)
Sebagai konsep disiplin berpikir dalam melihat masalah secara menyeluruh dengan
memperhatikan adanya keter-kaitan suatu sistem sebab akibat dari pada melihat suatu
masalah secara terpisah dalam melaksanakan tugas pe-kerjaan.
b. Personal Mastery (Keahlian Pribadi)
Sebagai individu yang memiliki keahlian pribadi yang tinggi, yang secara terus-menerus
memperluas kemam-puan untuk menciptakan prestasi, inisiatif, rasa tanggung jawab
yang lebih luas dan lebih mendalam dalam melak-sanakan tugas pekerjaannya. Keahlian
pribadi tinggi a-kan memiliki kinerja yang tinggi
c. Mental Model (Model Mental)
Sebagai sikap mental yang terkait erat dengan cara pan-dang dan penggambaran suatu
kejadian, sehingga dapat mempengaruhi dan menentukan bagaimana sikap dalam
pengambilan keputusan.
d. Shared Vision (Visi Bersama)
Sebagai rasa kebersamaan dalam suatu organisasi pro-duktivitas seseorang dapat
dipengaruhi oleh rekan kerja dan perilaku kerja dalam kelompok identitas individu hi-
lang dan lebur menjadi identitas kelompok.
e. Dialogue (kemampuan dialog)
Sebagai bentuk kemampuan berkomunikasi, berinteraksi dalam kelompok kerjasama
sehingga mampu menye-suaikan diri dalam suatu kesatuan yang utuh, saling
mempercayai, saling menghargai, dan menjunjung tinggi kelebihan dan atau kekurangan
yang ada, sehingga ma-sing-masing individu dalam kelompok dapat saling mengisi dan
berkontribusi dalam terwujudnya hasil kerja yang berkualitas.
Keterampilan dapat diartikan sebagai kemampuan, kecakapan, kepandaian, kecekatan, dalam
menyelesaikan tu-gas pekerjaan, sedangkan untuk mengetahui keterampilan bisa ditelusuri
melalui :
 Kemampuan
Merupakan kesanggupan mental dan fisik untuk melaku-kan suatu tugas pekerjaan
 Intelegensi
Merupakan kecakapan menggunakan kecerdasan dan kepandaian dalam melaksanakan
tugas
 Reaktif
Merupakan kecenderungan sikap tanggap dan proaktif terhadap suatu masalah dalam
melaksanakan tugas pekerjaan
 Responsif
Merupakan kepedulian dan kecepatan bereaksi untuk menanggapi dan secara konsisten
memberi reaksi terha-dap tugas pekerjaan
 Stamina kerja
Kekuatan dan energi fisik serta ketahanan mental yang memungkinkan dapat bertahan
dan menyelesaikan tugas pekerjaan
Sikap dapat diartikan sebagai pandangan, nilai, per-buatan, kelakuan, unjuk kerja dalam
melakukan suatu tugas pekerjaan, sedang untuk mengetahui sikap bisa ditelusuri melalui :
 Keluwesan
Merupakan menyesuaikan diri dan bekerja secara efektif pada berbagai rekan atau
kelompok kerja yang bekerja yang berbeda.
 Semangat untuk berprestasi
Merupakan derajat kepedulian seorang pegawai terhadap pekerjaannya, sehingga
terdorong berusaha untuk beker-ja lebih baik atau di atas merupakan derajat kepedulian
seorang pegawai terhadap standar.
 Kemampuan bekerja sama
Merupakan dorongan atau kemampuan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok dalam
melaksanakan suatu tugas.
 Kemampuan melayani
Merupakan keinginan untuk membantu atau melayani masyarakat.
 Pengendalian diri
Kemampuan untuk menjadikan diri tahan menghadapi berbagai situasi dan kondisi untuk
kepentingan orang.
Bakat dapat diartikan suatu karakteristik unik indivi-du yang membuatnya mampu/tidak
mampu melakukan suatu aktivitas dan tugas secara mudah/sulit dan sukses/tidak per-nah
sukses. Untuk mengetahui bakat pegawai bisa ditelusuri melalui :
 Kecerdasan/kecakapan
Merupakan kemampuan berpikir yang kreatif, meskipun menghadapi hambatan dalam
pelaksanakan tugas peker-jaan.
 Kreatif
Merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu ide yang baru, gagasan baru yang
dapat diterapkan untuk pe-mecahan suatu masalah.

 Pengikatan diri terhadap tugas


Merupakan bentuk kesadaran dan kesanggupan yang mendorong untuk tekun, ulet dan
tekad untuk melaksa-nakan tugas pekerjaan meskipun menghadapi hambatan dan
masalah.
Dari beberapa teori, dapat disimpulkan bahwa kom-petensi dapat dikatakan sebagai suatu
karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria
yang dijadikan acuan di tempat kerja pada situasi tertentu. Unsur-unsur dalam kompetensi
sangat mempengaruhi peningkatan profesionalisme atau dengan kata lain dikatakan
kompetensi apabila memiliki :
 Pengetahuan
 Keterampilan
 Sikap
 Bakat

C. PROFESIONALISME
Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditegas-kan
bahwa untuk kelancaran penyelengggaraan tugas peme-rintahan dan pembangunan nasional
sangat tergantung pada penyempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri Sipil.
Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pem-bangunan nasional yakni mewujudkan
masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, mak-mur, adil dan
bermoral tinggi, diperlukan pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang
bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pe-layanan secara adil dan
merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan
Un-dang-undang Dasar 1945. Di samping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan
pemerintahan kepada daerah, Pe-gawai Negeri Sipil berkewajiban untuk tetap menjaga per-
satuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugas-nya secara profesional dan
bertanggungjawab dalam menye-lenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Istilah profesionalisme sudah dikenal luas dikalangan masyarakat. Namun menurut Almasdi
(2000 : 99) pe-ngertian yang muncul dimasyarakat umum seolah-olah ha-nya teruntuk bagi
personil tingkat manajer, sedangkan sesungguhnya istilah profesional itu berlaku untuk
semua personil mulai dari tingkat atas sampai ketingkat paling bawah. Pengertian profesional
secara sederhana dapat di-artikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam
melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Oleh karena itu
seseorang atau tenaga profe-sional tidak dapat dimulai dari satu segi saja, tetapi harus dari
segala segi. Di samping keahlian dan keterampilannya juga perlu diperhatikan mentalitasnya.
Jadi yang dikatakan dengan tenaga profesional itu ialah tenaga yang benar-benar memiliki
keahlian dan keterampilan serta sikap mental ter-puji, juga dapat menjamin bahwa segala
sesuatunya dari perbuatan dan pekerjaannya berada dalam kondisi yang ter-baik dari
penilaian semua pihak.
Konsep tentang profesionalisme saat ini menuntut adanya kemampuan seseorang PNS
melaksanakan tugas pe-kerjaan dengan efesien dan efektif. Menurut Pamudji (1994 : 20-21),
profesionalisme adalah : “a vocation or occupation requiring advanced training in some
liberal art or science and usually involving mental rather than manual work, as teacing,
engeneering, writing, etc”. Dari kata dasar profesi-onalisme ini kemudian muncul kata jadian
profesional yang artinya Engage in special occupation for pay etc. dan profesionalisme yang
artinya profesional quality, status, etc. Selanjutnya Pamuji mengartikan orang yang
profesional memiliki atau dianggap memiliki keahlian, akan melakukan kegiatan-kegiatan
diantaranya pelayanan publik dengan mempergunakan keahliannya itu sehingga
menghasilkan pe-layanan publik yang lebih baik mutunya, lebih cepat pro-sesnya, mungkin
lebih bervariasi yang kesemuanya men-datangkan kepuasan pada masyarakat.
Profesional adalah orang yang terampil, handal, dan sangat bertanggungjawab dalam
menjalankan profesinya. Orang yang tidak mempunyai integritas biasanya tidak pro-fesional.
Profesionalisme pada intinya adalah kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya
secara baik dan benar (MenPAN, 2002 : 25). Yang dimaksud profesional adalah kemampuan,
keahlian atau keterampilan seseorang dalam bidang tertentu yang ditekuninya sedemikian
rupa dalam kurun waktu tertentu yang relatif lama sehingga hasil kerjanya bernilai tinggi dan
diakui serta diterima masyarakat (MenPAN, 2002 : 14).
Muins (Majalah Manajemen Pembangunan, 2000 : 45) menyatakan bahwa profesionalisme
di dunia kerja bukan sekedar ditandai oleh penguasaan IPTEK saja, tetapi juga sangat
ditentukan oleh cara memanfaatkan IPTEK itu serta tujuan yang dicapai dengan
pemanfaatannya itu. Se-orang profesional harus dapat; (1) memberi makna dan
menempatkan IPTEK itu dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi dirinya sendiri
maupun organisasi atau peru-sahaan dimana ia bekerja serta meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat; (2) mencerminkan sikap dan jati diri tehadap profesinya dengan
kesungguhan untuk mendalami, menguasai, menerapkan dan bertanggungjawab atas profesi-
nya; (3) memiliki sifat intelektual serta mencari dan mem-pertahankan kebenaran; (4)
mengutamakan dan mendahulu-kan pelayanan yang maksimal di atas imbalan jasa, tetapi ti-
dak berarti bahwa jasanya diberikan tanpa imbalan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Pamungkas (1996 : 206-207), bahwa manusia profesional
dianggap manusia yang berkualitas yang memiliki keahlian serta kemampuan
mengekspresikan keahliannya itu bagi kepuasan orang lain atau masyarakat dengan
memperoleh pujian. Ekspresi ke-ahlian tersebut tampak dalam perilaku analis dan keputusan-
keputusannya. Demikian hasil kerja profesional selalu me-muaskan orang lain dan
mempunyai nilai tambah yang ting-gi. Profesionalisme selalu dikaitkan dengan efisiensi dan
ke-berhasilannya, dan menjadi sumber bagi peningkatan pro-duksi, pertumbuhan,
kemakmuran dan kesejahteraan baik dari individu pemilik profesi maupun masyarakat
lingkung-annya.
Menurut Affandi (2002 : 88-89), ada empat ciri-ciri yang bisa ditengarai sebagai petunjuk
atau indikator untuk melihat tingkat profesionalitas seseorang, yaitu :
 Penguasaan ilmu pengetahuan seseorang dibidang terten-tu, dan ketekunan mengikuti
perkembangan ilmu yang dikuasai
 Kemampuan seseorang dalam menerapkan ilmu yang dikuasai, khususnya yang berguna
bagi kepentingan se-sama
 Ketaatan dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi etika keilmuan, serta
kemampuannya untuk memahami dan menghormati nilai-nilai sosial yang berlaku diling-
kungannya
 Besarnya rasa tanggungjawab terhadap Tuhan, bangsa dan negara, masyarakat, keluarga,
serta diri sendiri atas segala tindak lanjut dan perilaku dalam mengemban tu-gas
berkaitan dengan penugasan dan penerapan bidang ilmu yang dimiliki.
Sedangkan Poerwopoespito & Utomo (2000 : 266), mengatakan bahwa profesionalisme
berarti faham yang me-nempatkan profesi sebagai titik perhatian utama dalam hidup
seseorang. Orang yang menganut faham profesionalisme se-lalu menunjukkan sikap
profesional dalam bekerja dan dalam keseharian hidupnya.
Maister (1998 : 21-22), mengatakan bahwa ciri-ciri profesionalisme sejati yaitu :
 Bangga pada pekerjaan mereka, dan menunjukkan ko-mitmen pribadi pada kualitas.
 Berusaha meraih tanggung jawab.
 Mengantisipasi, dan tidak menunggu perintah, mereka menunjukkan inisiatif.
 Mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk meram-pungkan tugas.
 Melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan
untuk mereka.
 Selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menja-di lebih mudah bagi orang yang
mereka layani.
 Ingin belajar sebanyak mungkin mengenai bisnis orang-orang yang mereka layani.
 Benar-benar mendengarkan kebutuhan orang-orang yang layani.
 Belajar memahami dan berfikir seperti orang-orang yang mereka layani sehingga bisa
mewakili mereka ketika orang-orang itu tidak ada ditempat.
 Adalah pemain tim.
 Bisa dipercaya memegang rahasia.
 Jujur, bisa dipercaya dan setia.
 Terbuka pada kritik-kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.
Adapun ukuran profesional tidaknya Pegawai Negeri Sipil yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat menu-rut Affandi (2002 : 89) dapat dilihat pada pelayanan yang
diberikan. Apabila pelayanan yang diberikan secara umum dapat memberi kepuasan kepada
masyarakat yang dilayani, maka tidak usah ragu untuk menyatakan bahwa pelayanan telah
diberikan secara profesional. Sebaliknya, apabila ma-syarakat pada umumnya masih
mengeluhkan pelayanan yang diberikan berarti perlu dilakukan peningkatkan profesionali-
tas. Oleh karena itu, akan sangat wajar apabila masyarakat-lah yang paling berhak untuk
memberikan penilaian. Hal se-nada juga dikatakan oleh Maister (1998 : 24) bahwa profesi-
onal bukanlah label yang anda berikan kepada diri sendiri, ini adalah suatu diskripsi yang
anda harapkan akan diberikan oleh orang lain kepada anda.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep profesionalisme Pegawai
Negeri Sipil harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menguasai pengetahuan dibidangnya
Selalu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mem-perdalam pengetahuannya dengan
tujuan agar dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna. Untuk
dapat mengetahui penguasaan pengetahuan dibidangnya dapat ditelusuri melalui :
a. Meningkatkan pengetahuan
Merupakan keinginan dan kesungguhan dari seorang PNS untuk selalu meningkatkan
pengetahuannya agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi da-lam lingkungan
kerjanya
b. Menguasai bidang tugas
Merupakan bentuk kesadaran dan kesanggupan yang mendorong dari seorang PNS
untuk selalu memiliki tekad dan ketekunan dalam melaksanakan tugas pe-kerjaan.
c. Efektivitas dalam melaksanakan pekerjaan
Merupakan keinginan dari seorang PNS untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
berdaya guna dan ber-hasil guna.
2. Komitmen pada kualitas
Sebagai rasa keterikatan untuk selalu meningkatkan kepandaian, kecakapan dan mutu
pekerjaan dari seorang PNS agar dapat mendorong kinerja. Untuk dapat menge-tahui
komitmen pada kualitas dapat ditelusuri melalui :
a. Memiliki kecakapan
Merupakan kepedulian PNS untuk selalu meningkat-kan kemampuan dalam
mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
b. Kesanggupan dalam bekerja
Sebagai rasa keterikatan dalam dirinya terhadap tu-gas pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya se-hingga dapat melaksanakan tugas dengan baik.
c. Selalu meningkatkan mutu kerja
Merupakan keseriusan dari seorang PNS untuk me-laksanakan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya agar diperoleh hasil kerja yang optimal

3. Dedikasi
Sebagai suatu bentuk pengabdian dari seorang PNS atas segala sesuatu yang menjadi
tanggung jawabnya dalam rangka membantu/melayani masyarakat atau orang lain.
Untuk dapat mengetahui dedikasi PNS dapat ditelusuri :
a. Kebanggaan pada pekerjaan
Merupakan perasaan yang ada pada diri seseorang yang dapat menciptakan kepuasan
apabila dapat me-lakukan pekerjaan yang baik.
b. Tanggungjawab pada pekerjaan
Merupakan kecenderungan sikap dari seseorang un-tuk berani mengambil resiko atas
pekerjaan yang telah dilakukannya.
c. Mengutamakan pada kepentingan umum
Sebagai kecenderungan sikap dan keinginan yang kuat dari seseorang untuk selalu
mendahulukan ke-pentingan orang lain daripada kepentingan diri sen-diri/golongan.

4. Keinginan untuk membantu


Sebagai suatu sikap seseorang yang mencerminkan keju-juran dan keihlasan dalam
bekerja untuk membantu masyarakat. Untuk dapat mengetahui keinginan PNS un-tuk
membantu masyarakat dapat ditelusuri melalui :
a. Kejujuran
Merupakan sikap yang harus dimiliki oleh seorang PNS untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang dibebankan kepadanya.
b. Keihlasan
Merupakan kecenderungan seorang PNS untuk me-laksanakan tugas yang menjadi
tanggungjawabnya secara tulus.
Dari teori-teori sebagaimana diuraikan di atas dapat disimpulkan, bahwa profesionalisme
sangat diperlukan dika-langan Pegawai Negeri Sipil, karena profesionalisme sangat berkaitan
dengan kompetensi, yang ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
 Meningkatkan pengetahuan
 Komitmen pada kualitas
 Dedikasi
Oleh : Adriyono Nugroho
Dept. Head of Project Management
Kompetensi teknis dapat diajarkan dan dilatih, namun kompetensi perilaku sulit
untuk dirubah dan dikembangkan. Kompetensi ini dapat berubah seperti semangat
berprestasi, dan dapat ditingkatkan seperti karakter yaitu percaya diri.

Aktivitas pelatihan dan pengembangan berbasis kompetensi mencakup program


pelatihan formal, umpan balik pusat pengembangan, panduan materi
pengembangan pribadi, petunjuk pribadi untuk komputer dan video interaktif,
penugasan jabatan, hubungan mentoring, intervensi struktur organisasi, proses,
dan budaya untuk meningkatkan kompetensi individual.

Kategori: Kompetensi | Number of viewed : 299 | Rating:


Seleksi dan Rekrutmen Berbasis Kompetensi
Posted by : Rakhmi Razali, 13 Desember 2008 19:18:03

Seleksi adalah proses mencocokkan orang dengan jabatan (job-person matching).

Metoda seleksi yang berbasis kompetensi didasarkan pada prinsip bahwa semakin
banyak kecocokan antara persyaratan jabatan dan kompetensi dari calon
pemegang jabatan, maka diprediksi akan semakin tinggi kinerja pada suatu jabatan
dan akan tercapai kepuasan kerja.

Kategori: Kompetensi | Number of viewed : 355 | Rating:

Konsep Manajemen SDM Berbasis Kompetensi


Posted by : Rakhmi Razali, 11 Desember 2008 20:46:00

Kompetensi pada suatu organisasi akan menjadi landasan bagi pengelolaan SDM
dalam sebuah perusahaan. Kompetensi akan menjadi kunci untuk penerapan
strategi organisasi melalui orang-orang yang ada dalam organisasi. Penerapan
pengelolaan SDM berbasis kompetensi akan memungkinkan adanya pendekatan
yang terintegrasi dalam sistem manajemen SDM.

Bagaimana konsep kompetensi yang terintegrasi dan terfokus pada kinerja yang
superior mempengaruhi setiap sistem manajemen SDM yang lain, hal ini dapat kita
lihat sebagai berikut:

Kategori: Kompetensi | Number of viewed : 547 | Rating:

Pengembangan Konsep Manajemen SDM


Posted by : Rakhmi Razali, 03 November 2008 10:02:19

Beberapa aspek dari filosofi dasar dapat diketahui dari beberapa pendapat; dimana
teori Y dari McGregor menekankan kegunaan untuk mengintegrasikan kebutuhan
organisasi dengan kebutuhan individu- prinsip komitmen bersama, ini juga
dikemukakan oleh Walton. Konsep utuh MSDM yang muncul pada pertengahan
tahun 1980, berasal dari penulis terkenal mengenai manajemen yang berkembang
pada dekade tersebut. Para penulis tersebut termasuk Pascale dan Athos (1981)
serta Peters dan Waterman (1982) yang menghasilkan daftar sifat-sifat yang
menurut mereka sebagai karakteristik perusahaan yang berhasil. Penulis terkenal
dari kelompok dengan mutu yang sangat baik mungkin memiliki beberapa
pengaruh pada pemikiran manajemen mengenai kebutuhan budaya kuat dan
komitmen. Dua konsep awal MSDM telah diberi nama oleh Boxall (1992) sebagai
model paralel dan kerangka kerja Harvard.

Kategori: Strategi SDM | Number of viewed : 720 | Rating:

Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia


Posted by : Rakhmi Razali, 03 November 2008 08:06:22

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) ini sudah menjadi wacana yang sangat
akrab baik dikalangan akademisi maupun para konsultan serta para praktisi. Harus
diakui, integrasi strategi sumber daya manusia dengan keseluruhan strategi bisnis
lebih mudah dimengerti daripada diterapkan. Lebih mudah bicara soal teori
daripada mempraktekkannya.

Filosofi MSDM menurut Michael Armstrong (2003), menekankan sifat stratejik


pengelolaan SDM dan kebutuhan untuk mengintegrasikan strategi sumber daya
manusia dengan strategi bisnis. Karena itu, MSDM melihat faktor manusia sebagai
faktor utama dan berharga milik organisasi yakni orang-orang yang bekerja dalam
organisasi baik secara individual maupun kolektif. Merekalah yang memberikan
kontribusi serta menentukan maju atau mundurnya sebuah perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai