Anda di halaman 1dari 14

Tugas Resume Materi

Mata Kuliah : Dasar – dasar Pelayanan Bimbingan dan Konseling

Dosen Pengampu : Sabrina Dachmiati M,pd. Kons

Disusun Oleh :

Alfia Laila Dzulhijah 202101500377

Kelas : R1E

Prodi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pendidikan Sosial
Universitas Indraprasta PGRI
NO 1
KONSELING ADALAH PENDIDIKAN

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidukon Nasional Pasal I Butir
6 menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, sebagaimana juga guru, dosen, pamong belajar,
widiyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator. Karena konselor adalah pendidik maka konseling
adalah pendidikan. Pelayanan konseling adalah pelayanan pendidikan.

Ada Belajar dalam Pendidikan

Menurut UU No. 20/2003 itu, pendidikan adalah (Pasal 1 Butir 1):

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesrerta didik secara aktif mengembangkan potenst dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas ada lima komponen pokok dalam apa yang disebut
pendidikan, yaitu:

1. Usaha sadar dan terencana


2. Suasana belajar dan proses pembelajaran
3. Peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
4. Enam fokus capaian pendidikan: Kekuatan spiritual keagamaan, Pengendalian diri,
Kepribadian, Kecerdasan, Akhlak mulia, Keterampllan.
5. Kebergunaan

Inti pendidikan adalah belajar. Tidak ada pendidikan tanpa kegistan belajar/pembelajaran.
Peserta didik melakukan kegiatan belajar sehingga dirinya berada dalam suasana belajar dan
pendidik menyelenggarakan proses pembelajaran. Perlu ditegaskan bahwa belajar adalah saaha
atau baglatan untuk menguasal sesuatu yang baru. Tanpa perolehan berupa sesuatu yang baru maka
sesuatu kegiatan tidak dapat disebut belafar, atau disebut kegiatan yang membelajarkan. Dalam
hal ini ada lima dimensi belajar, yaitu :
1. Dimensi tahu : dari tidak tahu menjadi tahu
2. Dimensi bisa : dari tidak bisa menjadi bisa
3. Dimensi mau : dari tidak mau menjadi mau
4. Dimensi blasa : dari tidak biasa menjadi terbiasa
5. Dimensi ikhlas : dari tidak ikhlas menjadi ikhlas

Kegiatan belajar/pembelajaran mengarah kepada dimensi-dimensi di atas. UNESCO (1996)


menegaskan empat pilar belajar, dan kita tambahkan pilar kelima, yaitu:

1. Belajar untuk tahu (to know)


2. Belajar untuk melakukan (to do)
3. Belajar untuk hidup bersama (to live together)
4. Belajar untuk menjadi diri sendiri (10 be)
5. Belajar untuk beriman dan bertakwa 'kepada Tuhan Yang Maha Esa (to belleve in God)

Pelaksanaan proses pembelajaran yang mengacu kepada dimensi dan pilar belajar di atas
meliputi lima komponen yang secara serentak diaktifkan dalam situasi pendidikan, yaitu:

1. Peserta didik dan pendidik


2. Tujuan pembelajaran
3. Materi pembelajaran
4. Tindakan pembelajaran
5. Hasil pembelajaran

Pilar Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran yang meliputi kelima komponen ditegakkan dua pilar
pembelajaran. Pilar pembelajaran Ini dikualifikasikan dalam dua kategori, yaitu (1) kewibawaan
yang merupakan sentuhan tingkat tinggi dalam hubungan pendidik dan peserta didik, dan (2)
Kenyataan yang merupakan penerapan teknologi tinggi dalam praktik pembelajaran. Masing-
masing komponen ini meliputi unsur-unsur :
Kewibawaan

1. Pengakuan dan penerimaan


2. Kasih sayang dan kelembutan
3. Penguatan
4. Tindakan tegas yang mendidik
5. Pengarahan dan keteladanan

Kewiyataan

1. Materi pembelajaran
2. Metode pembelajaran
3. Alat bantu pembelajaran
4. Lingkungan pembelajaran
5. Penilaian hasil pembelajaran

Ideologi dan Hasil Pembelajaran

Pengertian dan dimensi belajar, pilar belajar dan pilar pembelajaran serta hasil belajar
semuanya terpadu di dalam ideologi pembelajaran Lima-I adalah :

1. Iman dan takwa


2. Inisiatif
3. Industrius
4. Individu
5. Interaksi

Dengan ditegakkannya dua pilar pembelajaran yang bermuatan lima dimensi belnjar Itu, proses
pembelajaran berlangsung dalam dimensi D-C-T; dapat, catat, terap. Melalui proses pembelajaran
peserta didik mendapatkan suatu, apa yang didapat itu dicatat sehingga terintegrasikan di dalam
diri peserta didik yang dapat dibawa ke mana-mana, dan diterapkan dalam kondisl serta untuk
tujuan tertentu.
Melalui proses pembelajaran demikian Itu dikembangkan hasil pembelajaran yang berdimensi
triguna, yaitu makna guna, dayaguna, dan karyaguna :

• Maknaguna : apa yang diperoleh peserta didik benar-benar dipahami dengan penuh
makna;
• Dayaguna : hasil belajar demikian itu mendorong/memotivasi peserta didik untuk
secara aktif melakukan sesuatu;
• Karyaguna : apa yang dilakukan itu merupakan karya yang benar-benar berguna bagi
diri peserta didik sendiri, orang lain dan lingkungannya.

Memperhatikan segenap pengertian komponen, unsur, dimensi dan ideologi sebagaimana


dikemukakan di atas dapat dirumuskan moto tentang pendidikan/ pembelajaran komprensif,
sebagai berikut:

Pendidikan yang membelajarkan dan pembelajaran yang mengaktifkan

‘’Mengaktifkan’’ yang dimaksudkan dalam moto tersebut adalah terwujudkannya perilaku


peserta didik yang dinamis, efektif dan normatif mengarah kepada kondisi kehidupan sejahtera
dan bahagia di dunla dan akhirat. Dalam aktivitas yang dimaksudkan itu termasuk bekerja,
sehingga secara lebih terarah, untuk pendidikan yang berorientasi kejuruan misalnya moto itu bisa
dikembangkan menjadi: Pendidikan yang Membelajarkan dan Pembelajaran yang
Mempekerjakan.

Dalam pengertiannya sebagai pendidikan, pelayanan konseling seharusnyalah


memperhatikan segenap konsep dan berbagai komponen, unsur, dimensi belajar dan pilar
belajar/pembelajaran, ideologi dan dimensi pembelajaran dan hasil pembelajaran sebagaimana
disebutkan di atas. Moto komprehensif tentang pendidikan/pembelajaran tersebut di atas
sepenuhnya berlaku bagi pelayanan konseling.
NO 2

Paradigma Pendidikan Dan Konseling

Upaya pendidikan, demikian juga konseling, untuk mengembangkan dan membentuk


manusia seutuhnya, berlangsung DARI MANUSIA, UNTUK MANUSIA, DAN OLEH
MANUSIA (Prayitno, 2016). Paradigma dari, untuk dan oleh manusia (disingkat DUOM) itu perlu
dikembangkan dan dilaksanakan mulai dari teori, praksis sampai dengan praktik nyatanya di
lapangan kinerja pendidikan/konseling dalam berbagai jalur, jenjang, dan jenisnya.

Apa maksudnya pendidikan/konseling dari manusia? Yaitu, tidak lain ialah bahwa
pendidikan/konseling diawali dari pemikiran tentang kesejatian manusia dan kesejatian manusia
itulah yang selanjutnya mendasari segenap upaya pendidikan/konseling. Kajian tentang kesejatian
manusia merupakan hal paling fundamental apabila pendidikan / konseling itu memang hendak
mengembangkan dan membentuk manusia seutuhnya secara optimal. Kajian demikian itu
menghasilkan konsep tentang harkat dan martabat manusia (HMM) yang mengandung tiga
komponen dasar dengan unsur-unsumya masing-masing (Pruyitno, 2009), yaitu:

1. Komponen hakikat manusia, yaitu bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa
yang mengandung unsur-unsur :
• beriman dan bertakwa
• diciptakan paling sempurna
• paling tinggi derajatnya terarah untuk menjadi khalifah di muka bumi
• menyandang hak-hak asasi manusia (HAM)
2. Komponen potensi dasar manusia, yaitu pancadaya dengan unsur-unsur :
• daya takwa
• daya cipta
• daya rasa
• daya karsa
• daya karya
3. Komponen zona kehidupan manusia, dengan unsur-unsur:
• zona kefitraban
• zona keindividualan
• zona kesosialm
• zona kesusilaan
• zona keberagaman

Berdasarkan kondisi HMM demikian itu manusia dihidupkan olch Tuhan Yang Maha Esa,
Sang Mata Pencipta. Untuk apa manusia dihidupkan? Tidak lain adalah untuk terwujadicannya
EIMM seutuhnya, dengan ketiga komponen dan semua unsur-unsumya ita, Dengan demikian,
pendidikankonseling adalah untuk mannsia yang kehidupannya penuh dengan kondini HMM
tersebut. Tujuan dan capaian pendidikan/konseling dikebendaki tidak menyimpang, mangingkari
ataupun mempecundangi komponemunsr-ensu HMM itu sedikitpun. Dengan pemahaman
fundamental demikian itu, upya pendidikan/konseling dikonsepkam sebagai:

Pengembangan pancadaya berorientasi hakikat mamunin dalam angka zoma kehldupan


manunisa

Demikianlah konsep mendasar secara filosofis tentang pengertian Pendidikan/konseling.


Konsep demikian itu dapat dimaknai bahwa upaya Pendidikan konseling tidak lain adalah upaya
yang penuh dengan kondisi mamuliakan kesejatian manusia, atau dengan kata lain menjunjung
tinggi HMM. Dengan landasan filsafat dasar negara bangsa Indonesia, yaitu Puncanila, pengertian
pendidikankonacling di Indonesia itu sesungguhnya sudah sangat sesuai dengan konsep dasar
filosofis pendidikan berdasarkan HMM yang memuliakan keaejatian kehidupan manusia
sebagaimana dikemukalan di atas.

Kehidupan manusia yang semestinya dimuliakan itu dipahami digerakkan oleh energi
kehidupan yang sepenuhnya difitrahkan oleh Tuhan Sang Maha Pencipta kepada manusia, dengan
unsur-unsur :

• energi jasmaniah
• energi mental (panca daya)
• energi lingkungan ( dengan segenap energi dan fasilitas alamiah yang tersebar di seluruh
alam semesta )
• energi petunjuk (dari petunjuk Tuhan sampai dengan petunjuk siapapun yang layak
diikuti)
• energi hasil belajar (sebagai hasil pendidikan)

yang mana segonap unsur energi kehidupan itu berdinamika dan berkimiawi sepanjang
kehidupan manusia, yang diharapkan menghasilkan kondisi kehidupan yung damal, berkembang,
maju, sejahtera, dan bahagla (DBMSB) di dunia dan di akhirat. Masalahnya, bagaimana supaya
energi kehidupan yang dimaksudkan itu apat inenjadi benar-benar berdinamika dan berkimiawi
secara positit, schat, dan membahagiakan? Tidak lain adalah melalui Pendidikan konseling. Upaya
Pendidikan / konseing yang bagaimana ?

Menurut pengertian Pendidikan konseling yang dikonsepkan di Indonesia yang dikutip di atas,
yaitu upaya yang mampu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, maka perlu
menjadi jelas, apa itu suasana belajar dan proses pembelajaran? Dalam hal ini pengertian belajar
bukan sekedar "perubahan tingkah laku", dan pembelajaran bukan sekedar "pengalihan atau
transfer pengetahuan", melainkan (Prayitno, 2009):

Belajar adalah usaha menguasai semata yang baru, dalam lima dimensi":

• dari didak tahu menjadi tahu


• dari tidak bisa menjadi bisa
• dari tidak mau menjadi mau
• dari tidak biasa menjadi terbiasa
• dari tidak bersyukar dan ikhlas menjadi bersyukur dan ikhlas

Pembelajaran adalah upaya untuk membuat orang lain belajar.

Apabila orang yang belajar disebut peserta didik/klien/konseli dan yang menyelenggarakan
pembelajaran disebut pendidik/konselor, maka proses pembelajaran konseling merupakan
interaksi antara peserta didik/klien/konseli dan pendidik/konselor dengan harapan peserta
didik/klien/konseli berada dalam suasana belajar dan pendidik/konselor berusaha mendorong
sekuat tenaga agar peserta didik/klien/konseli benar- benar berada dalam suasana belajar yang
berdinamika secara efektif dan optimal. Masalah pokoknya adalah : bagaimana agar suasana
belajar (yang terjadi pada diri peserta didik/klien/konseli) dan proses pembelajaran (yang
digerakan olah pendidik/konselor) demikjan itu dapat tejadi ? Dalam pengertian
pendidikantonseling di Indonesta dincbutkan bahwa hal itu dilakukan dengan cara mengaktifkan
peserta didik/klien/konseli untuk belajar. Mengaktifkan dengan cara bagaimana?

Dalam proses peinbelajaran/konseling pendidik/konselor mengaktifkan peserta


didik/klien/konseli yang mengarah pada berdinamikanya energi kehidupan (dengan lima unsumya
tersebut di atas itu) dalam kondisi yang benar-benar bergerak, bersinergi dan berkimiawi,
berkambang, semakin kuat, semukin bermanfaat dan berdaya guna menuju kondisi DBMSB.
Aktifitas bagaimana yang dapal mengarah ke kondisi bergerak demikian itu ? Tidak lain adalah
dinamika kegiatan, yang sesungguhnya menggerakkan energi kehidupan manusia itu sendiri, yaitu
dinamika BMB3-5As:

B- Berfikir, agar menjadi cerdas

M-Merasa, agar perasaan menjadi terkemas

B- Bersikap, agar sikap yang terbentuk didasarkan pada kondisi mawas yang luas dan matang

B- Bertindak, agar tindakan dilakukan dengan tangkas

B- Bertanggung jawab, agar mampu bertanggung jawab sampai tuntas

Demikianlah proses pembelajaran/konseling yang benar-benar mangaktifkan.


Pendidik/konselor membelajarkan peserta didik/klien/konseli melalui dinamika BMB3-SAs, tidak
sekedar memindahkan pengetahuan dari pendidik/konselor kepada peserta didik/klien/konseli
(dengan pola transaksional), melainkan benar- benar membinal membentuk diri peserta
didak/klien/konselj (dengan pola transformasional) menjadi pribadi oard yang lebih berkembang
dan maju. Pola transformasional yang dimaksudicin itu lebih benifst membina dan membangun,
memperkembangkan dibanding pola transaksional.

Dalam pembinaan/pombentukan peserta didik/klien/konseli melalui dinamika BMB3-5As


itu dasar dan sasarnnnya apa? Tidak lain adalah pengembangan untuk terwujadkannya
komponen/unsur-unsur HMM yang melekat pada diri peserta didikklien/konseli, kondisi yang
memuliakan diri mereka, dan terarah pada segenap sasaran dinamika energi kehidupan marmsia,
yang secara jelas ada dalam pengertian pendidikan/konseling đi Indoneseia, dengan materi yang
disebut sebagai: kekuntan spirital kengamann, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, keterampilan, yang semuanya itu diperlukan oleh peserta didik kliam / konseli,
masayarakat, bangsa dan negara.

Dinamika BMB3-SAS dalam proses pembelajaran dilaksanakan oleh pendidik melalui


ditegakkanya dua pilar pendidikan nasional (Prayitno, 2009) yang đisebut sebagai pilar
kewibawaan pendidik (dalam pola tut wuri handayani", melalui "sentuhan tingkat tinggi" dalam
hubungan sosio-personal-emosional pendidik dan peserta didik yang serasi dan
memperkembangkan) dan pilar kewiyataan pendidik (dalam pola alam takambang jadi guru",
melalui pelaksanaan "teknologi tingkat tinggi" dalam netode dan trknologi pengolahan materi
pembelajaran). Kedua pilar pembelajaran ini merupakan kompetensi pendidik/konselor yang
mendorong pesarta didik/klien/konseli mengembangkan/membina diri dalam suasana belajar yang
aman, nyaman, efektif dan optimal.

Demikianlah dasar, arah dan warna kegiatan upaya pendidikankonseling dalam dimensi
dari dan untuk manusia. Pertanyaannya adalah : oleh simpa upaya pendidikan yang berdinamika
seperti itu dilaksanakan?. Tidak lain adalah oleh manusia, yaitu manusia yang benar-benar mampu
secara professional melaksanakan upaya Pendidikan konseling yang dikonsepkan sebagal dari dan
untuk manusia itu. Dalam konsep yang telah dicanangkan oleh Pemerintah, tenaga profesi
pendidik yang dimaksudkan itu adalah yang memiliki empat kompetensi dasar (UU RI No.
14/2005 tentang Guru dan Dosen), yaitu: kompetansi pedagogik, kompetansi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi professional.

Keempat kompetensi dasar profesi pendidik tersebut dibinakan tarhadap para calon
pendidik/konselor yang dimaksud di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), dalam
jenjang studi Sarjana, ditambah jenjang studi Pendidikan Profesi Konselor, untuk menjadi
Pendidik Profesional bidang kbusus konseling. Untuk menjadi Pendidik Professional yang
memiliki keempat kompetensi dasar keprofesian pendidik itu perlu dipilih calon-calon pendidik
yang berpotensi dasar berkualitas tinggi dalam komponen utama,, yaitu :

• kecerdasan
• kemampuan berkomunikasi
• sikap menyukai dan menyayangi serta bardedikasi dalam membantu pengembangan
anak/generasi muda
Paradigma DUOM sebagaimana diuraikan di atas perlu diterapkan dalam upaya
pendidikan/konseling secara luas, karena semua manusia pada dasarnya ditakdirkan adanya dan
kehidupannya di dunia dengan kesejatian dan energi kehidupan yang secara fundamental pada
dasanya sama Di Indonesia garis merah tentang paradigma DUOM telah direntangkan melalul
Fumusan tentang pengertian sebagaimana dikutip di atas dan arah serta dasar pendidikan, yaitu
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Dalam rangka upaya pendidikankonseling menyelurul,
inti untuk dapat terealisasikannya paridigma DUOM itu adalah proses pembelajaran yang
dilaksanakan sarat dengan muatan Pendidikan karakter-cerdas yang memuliakan kesejatian
manusia dengan menerapkan prinsip TJS ( Tiga jadi Satu, Yaitu : ilmiah, Analisa, amaliah dan
imaniah ) dalam paradigma DUOM.
No 3

KONSELING ADALAH PROFESI

Bahasan tentang profesi didasarkan pada dan dimulai dengan penegasan yang ada dalam UU
No. 20 Tahun 2003 yang menegaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional (Pasal 39
Ayat 2), dengan pengertian bahwa:

Profesional adalah pekerjaan atau keglatan yang dilakukan oleh sereorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma terientu seria memerlukan pendidikan profesi. (UU No.14/2005 Pasal I
Butir 4)

Dengan penegasan tersebut di atas, komponen yang ada di dalam pengertian profesi adalah:

1. Pekerjaen/kegiatan
2. Penghasilan untuk kehidupan
3. Kemahiran, kecakapan, keterampilan
4. Standar mutu/norma
5. Pendidikan profesi.

Kriteria dan Trilogi Profesi

Pengertian dan komponen profesi yang dimaksudkan itu menjadi isi dari ciri atau kriteria
profesi pada umumnya, yaitu (Full) :

1. Keintelektualan : pelayanan profesi didasarkan pada hasil pemikiran dan kaidah-kaidah


keilmuan
2. Kompetensi yang dipelajari : kemampuan profesional pelayanan profesi diperoleh
melalui proses pembelajaran, bukan dari mimpi atau semedi atau "pemberian" yang tidak
tentu asal-usulnya.
3. Objek praktis spesifik : masing-masing profesi memiliki obyek atau fokus pelayanannya
sendiri, sehingga objek berbagai profesi tidak saling tumpang tindih.
4. Motivasi altruistik : pelayanan profesi adalah demi subjek yang dilayani; kepentingan dan
kebahaginan subjek yang dilayani adalah utama dan sepenuhnya mengalahkan pamrih
pribadi pemegang profesi yang melayani.
5. Komunikasi dan organisasl profesi : isi, dinamik-teknik dan pengelolaan pelayanan
profesi dapat dikomunikasi kepada pihak- pihak yang berkepentingan, kecuali hal-hal
berkenaan dengan asas kerabasiaan. Komunikasi ini terutana dalam pendidikan dan
pengembangan profesi serta kerjasama antarprofesi. Organisasi profesi berperan dalam
komunikasi demikian itu.

Dari pengertian, komponen dan ciri atau kriteria profesi dapat ditarik suatu pemahaman tentang
trilogi profesi yang di dalamnya terintegrasikan tiga komponen menjadi satu, yaitu komponen
dasar kelimuan, substanul profesi dan praktik profesi.

Dasar keilmuan profesi merupakan basis keintelektualan profesi dalam bidang keilmuannya,
yang selanjutnya menjadi landasan dalam pengembangan pengolahan substansi profesi yang
dimaksud. Subtansi profesi ini terliput di dalamnya objek praktis spesifik dan kompetensi profesi.
Segenap isi, aspek-aspek dinamik-teknik dan pengelolaan pelayanan berada di dalam komponen
substansi profesi itu. Praktik profesi merupakan wujud karyaguna pemegang profesi yang
dimaksud. Praktik profesi sepenuhnya terlaksana dalam suasana motivasi altruistik dan aplikasi
kompetensi profesional berdasarkan standar dan norma profesi.

Seorang pemegang suatu profesi diwajibkan menguasai sepenuhnya secara teritntegrasikan


ketiga komponen trilogi profesinya. Tidak ada profesi tanpa dasar keilmuan; tanpa substansi
profesi; tanpa praktik profesi. Organisasi profesi menunjang tegaknya dan kepastian dipenuhinya
unsur- unsur trilogi profesi tersebut.

Konselor adalah pendidik. Sebagai pendidik, seorang konselor profesioal diwajibkan


menguasal sepenuhnya trilogi profesi pendidik, dan lebih khusus lagi trilogi profesi konselor.

Dengan memperhatikan delapan kualifikasi pendidik menurut undang- undang, dapat


dispesifikasl delapan profesi pendidik, yaitu profesi guru, profesi dosen, profesi konselor, profesi
pamong belajar, profesi widyaiswara, profesi tutor, profesi instruktur, dan profesi fasilitator, yang
semua profesi pendidik itu berbeda-beda meskipun arah dan dasanya operasionalnya sama, yaitu
proses pembelajaran.

Trilogi Profesi Pendidik/Konselor

Khusus untuk profesi konselor trilogi profesinya adalah sebagai berikut:

Komponen trilogi profesi konselor adalah:

• Dasar Keilmuan : Ilmu Pendidikan


• Substansi Profesi : Substansi Konseling : Peserta didik dan proses
pembelajaran melalui pelayanan konseling
• Praktik Profesi : Proses pembelajaran melalui modus pelayanan konseling

Anda mungkin juga menyukai