Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN TUGAS PJBL I Konsep dan Asuhan Keperawatan pada Bayi Baru Lahir Beserta Kelainannya

Untuk Memenuhi Tugas pada Blok Sistem reproduksi dibimbing oleh Ns. Fransiska Imavike F, S.Kep. M.Nurs

DISUSUN OLEH : EKY MADYANING NASTITI (0910721004)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2011

CURRICULUM VITAE

NAMA NI M JURUSAN ANGKATAN TTL ALAMAT

: EKY MADYANING NASTITI : 0910721004 : ILMU KEPERAWATAN : 2009 A : JEMBER, 20 MEI 1991 : JLN. RIAU NO 28 JEMBER

RIWAYAT PENDIDIKAN :
SDN JEMBER LOR II (SEKARANG JEMBER LOR 1) SMP NEGERI 2 JEMBER SMA NEGERI 1 JEMBER JURUSAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

1. KARAKTERISTIK NORMAL DAN TANDA TANDA VITAL PADA BAYI BARU LAHIR Menurut Dasar dasar keperawatan Maternitas: a) Terminologi : janin 6 minggu sampai lahir, neonatus, lahir sampai usia 1 bulan, bayi 1 bulan samapi usia berjalan b) Karakteristik umum 1. Bentuk tubuh dan pengukuran : besar kepala dan abdomen 2. Tingkat kesadaran : enam keadaan : menangis, tidur tenang, REM, terjaga aktif, tenang tidur dan transisional 3. Kekenyalan fisiologis : tahanan pasif terhadap stresor 4. Imunitas : antibodi mengalir dari ibu melalui plasenta, tidak terdapat antibodi untuk pertusis dan cacar 5. Tanda-tanda vital bayi baru lahir: x x Suhu : 97,80F (36,50C) Nadi : rata-rata 140x/menit dengan variasi berkisar 120-160x/menit, frekuensi saat bayi tidur berbeda dari frekuensi saat bayi bangun. Pada usia satu minggu frekuensi 128x/menit saat tidur dan 163x/menit saat bangun. Pada usia 1 bulan, frekuensi 138x/menit saat tidur dan 167x/menit saat bangun. x Pernapasan : 30-60x/menit dangkal dan ireguler, tidak ada retraksi atau bunyi mendengkur, disertai apnea singkat (kurang dari15 detik) x Tekanan darah : 78/42 mmHg, tekanan darah sistolik bayi sering menurun (sekitar 15mmHg) selama satu jam pertama setelah lahir, menangis dan bergerak biasanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik 6. c) Kebutuhan dasar : bertahan, aman dan nyaman, memiliki dan dimiliki,penghargaan diri dan aktualisasi diri Karakteristik khusus 1. Kepala: pada presentasi vertex kepala biasanya mendatar pada dahi dengan puncak meninggi dan membentuk titik pada ujung tulang parietal dan oksiput menurun tajam. tulang saling tindih saat lahir dikarenakan tulang-tulang kranium tidak menyatu kemudian kembali ke posisi semula (Wong, 2009) 2. Mata: cenderung menutup mata dengan kuat, air mata mungkin keluar saat lahir namun cairan purulen yang keluar dari mata segera setelah lahir adalah abnormal (Wong, 2009)

3. Telinga: puncak pina biasanya terletak pada bidang horizontal segaris dengan kantus mata, pina sering kali menempel pada sisi kepala akibat tekanan dalam uterus 4. Hidung : hidung biasanya datar baru lahir dan memar sering terjadi 5. Mulut dan tenggorokan: defek eksterna mulut seperti celah bibir mudah dilihat, langit-langit normalnya melengkung tinggi dan agak sempit, temuan yang sering adalah mutiara epstein yang merupakan suatu kista epitel kecil putihsepanjang kedua sisi garis tengah palatum durum (menghilang beberapa minggu) 6. Leher: leher bayi baru lahir pendek dan ditutpi oleh lipatan jaringan 7. Dada: bentuk dada BBL hampir selalu bulat karena diameter antero poterior dan lateralnya sama, tulang rusuk sangat lentur dan sedikit retraksi intercostalis. Prosesus xifoideus biasanya terlihat sebagai tonjolan kecil ujung sternum, sternum biasanya meninggi dan sedikit melengkung 8. Abdomen : Kontur abdomen normal adalah silindris dan biasanya menonjol dengan beberapa vena yang tampak. Bising usus terdengar dalam 15-20 menit setelah kelahiran. 9. Kulit: x Verniks kaseosa : pasta seperti keju x Milia : bintik-bintik pada wajah x Lanugo : rambut halus diseluruh tubuh x Deskuaminasi : pengelupasan kulit x Eritema toksikum : alergi kemerahan x Bercak mongolian : area berpigmen x Tanda lahir: (nevi) x Ikterik : kekuningan disebabkan oleh hiperhiperbilirubinemia 10. Rambut dan kuku : bervariasi 11. Payudara : mungkin mengalami perbesaran karena pengaruh hormon dari ibu 12. Genetalia: x Wanita : normalnya labia mayora, minora dan klitoris tampak edema. Hampir seluruh bayi baru lahir perempuan memiliki himen. Cairan vagina mungkin ditemukan selama minggu pertama kehidupan

x Laki-laki :prepusium ketat, smegma merupakan suatu zat seperti keju sering ditemukan disekitar gland penis. Lesi kecil,putih,keras yang dinamakan mutiara epitel dapat ditemukan diujung preposium. Ereksi sering terjdi pada BBL. Skrotum besar, bengkak, dan menggantung 13. Sistem urinarius: berkemih pertama biasanya dalam 24jam 14. Sistem pernapasan: atelektasis sampai bernafas berapa kali 15. Sistem sirkulasi : struktur jalan pintas janin menutup segera setelah lahir 16. Darah: x Hemoglobin : tinggi saat lahir, kemudian menurun x Vitamin K: penting untuk pembekuan, diberikan pada beberapa bayi Menurut Sinopsis Obstetri Bayi (Saifudin,2000)baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37-42 minggu dan berat lahirnya 2500 gr- 4000 gr . Ciri-ciri Bayi lahir normal : x Berat Badan 2500-4000 gr x Panjang Badan 48-52 cm x Lingkar dada 30-35 x Lingkar kepala 33-35 x Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun sampai 120 110 x / menit. x Pernapasan pada menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun setelah tenang 40x/menit x Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub cutan cukup terbentuk dan diliputi vernics caseosa x Rambut kepala biasanya telah sempurna x Kuku agak panjang dan melewati jari-jari x Genetalia labia mayora sudah menutupi labia minora (pada bayi perempuan) testis sudah turun (pada bayi laki-laki) x Refleks menghisap dan menelan baik x Refleks suara sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan memeluk x Refleks menggenggam sudah baik

x Eliminasi baik, urine dan meconium akan keluar 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan 2. ADAPTASI FISIOLOGIS PADA SEMUA SYSTEM TUBUH BAYI BARU LAHIR Risiko bayi baru lahir disebabkan oleh lingkungan yang sangat kecil, gelap, hangat, penuh cairan tanpa gravitasi dan kedap suara serta tidak adanya berubah setelah lahir, linkungan dengan raung yang terang, dingin, bergravitasi, berisik, mungkin disertai nyeri, dan ruang terbuka. Perbedaan kondisi ini membuat bayi baru lahir berupaya menyesuaikan dengan lingkungan yang sangat berbeda,memenuhi tugas perkembangan memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi bayi baru lahir x Pengalaman antepartum ibu dan bayi baru lahir (misalnya, terpajan zat toksik dan sikap orang tua terhadao kehamilan dan pengasuhan anak). x Pengalaman intrapartum ibu dan bayi baru lahir (misalnya, lama persalinan, tipe analgesic atau anesthesia intrapartum) x Kapasitas fisiologi bayi baru lahir untuk melakukan transisi kehidupan ekstrauterin x Kemampuan petugas kesehatan untuk mengkaji dan merespon masalah dengan tepat pada saat terjadi B. Transisi ke kehidupan ekstrauterin x Konsep-konsep esensial 1. Memulai segera pernapasan dan perubahan dalam pola sirkulasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan ektrauterin 2. Dalam 24 jam setelah lahir, system ginjal, GI, hematologi, metabolic, dan system neurologis bayi baru lahir harus berfungsi secara memadai untuk maju kea rah, dan mempertahankan kehidupan ekstrauterin x Periode transisi 1. Periode ini merupakan fase tidak stabil selama 6-8 jam pertama kehidupan, yang akan didahului oleh seluruh bayi, dengan mengabaikan usia gestasi atau sifat persalinan dan melahirkan. 2. Pada periode pertama reaktivitas (segera setelah lahir), pernapasan cepat (dapat mencapai 80x/menit) dan pernapasan cuping hidung sementara,

retraksi, dan suara seperti mendengkur dapat terjadi. Denyut jantung dapat mencapai 180x/menit selama beberapa menit pertama kehidupan 3. Setelah respon awal ini, bayi baru lahir menjadi tenang, rileks, dan jatuh tertidur, tidur pertama ini (dikenal sebagai fase tidur) terjadi dalam 2 jam setelah kelahiran dan berlangsung beberapa mneit samapai beberapa jam 4. Periode kedua reaktivitas, dimulai waktu bayi bangun, ditandai dngan respon berlebihan terhadap stimulus, perubahan warna kulit dari merah muda menjadi agak sianosis, dan denyut jantung cepat. 5. Lendir mulut dapat menyebabkan masalah besar misalnya tersedak, tercekik, dan batuk A. Adaptasi Pernapasan Penyesuaian paling kritis yang harus dialami bayi baru lahir ialah penyesuaian system pernapasan. Paru-paru bayi cukup bulan mengandung sekitar 20ml cairan /kg. udara harus diganti oleh cairan yang mengisi traktus respiratorius sampai alveoli. Pada kehamilan pravaginam normal, sejumlah kecil cairan keluar dari trakea dan paru-paru bayi. Dalam 1 jam pertama kehidupan bayi, system limfatik paru secara kontinu mengeluarkan cairan dalam jumlah besar. Pengeluaran cairan ini juga diakibatkan perbedaan tekanan dari alveoli sampai jaringan interstisial dan sampai kapiler pembuluh darah (Bobak, 2005). Pola pernapasan tertentu menjadi karakteristik bayi baru lahir normal yang aterm. 1. Pernapasan awal dipicu oleh factor-faktor fisik, sensorik, dan kimia. - Factor-faktor fisik meliputi usaha yang diperlukan untuk mengembangkan paruparu dan mengisi alveolus yang kolaps - Faktor-faktor sensorik meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan penurunan suhu - Factor-faktor kimia meliputi perubahan dalam darah (misalnya penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar karbondioksida, dan penurunan pH) sebagai akibat asfiksia sementara selama kelahiran 2. Dangkal dan tidak teratur 3. Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar antara 30-60x/menit 4. Sekresi lender mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah terutama selama 12-18 jam pertama

5. Bayi baru lahir lazimnya bernapas melalui hidung. Respon refleks terhadap obstruksi nasal, membuka mulut untuk mempertahankan jalan napas, tidak ada pada sebagian besar bayi sampai 3 minggu setelah kelahiran 6. Disertai apnea singkat paling sering terjadi selama siklus tidur aktif (REM), durasi dan frekuensi apnea menurun siring dengan pertambahan usia. Apnea > 15 detik harus dievaluasi 7. Lingkaran dada berukuran < 30-33 cm saat bayi lahir. Auskultasi dada bayi baru lahir akan menghasilkan bunyi nafas yang bersih dank eras dan bunyi terdengat sangat dekat karena jaringan pada dinding dada masih tipis. 8. Alveoli paru janin dilapisi surfaktan (Bobak, 2005). B. Adaptasi Kardiovaskularisasi Janin sebelum janin lahir, darah arteri dari plasenta mengalir ke janin melalui vena umbilicus dan dengan cepat mengalir ke hati kemudian masuk ke vena kava inferior. Darah mengalir melalui foramen ovale dan masuk ke atrium kiri, tidak lama kemudian, darah muncul di aorta dan arteri di daerah kepala. Sebagian darah mengalir melalui jalan pintas di hati dan menuju ke duktus venosus. Sebagian besar darah vena dari tungkai bawah dan kepala masuk ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian menuju arteri pulmoner desenden dan duktus arteriosus. Dengan demikian foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi sebagai saluran bypass, yang memungkinkan sejumlah besar darah campuran yang dikeluarkan jantung kembali ke plasenta tanpa melalui paru-paru. Kira-kira 55% darah campuran, yang keluar dari ventrikel, mengalir menuju plasenta, 35% darah mengalir ke jaringan tubuh dan 10% sisa mengalir ke paru-paru. Setelah lahir, foramen ovale menutup dan menjadi sebuah ligamen, arteri dan vena umbilikalis menutup dan menjadi ligament (Bobak, 2005). Napas pertama yang dilakukan bayi baru lahir membuat paru-paru berkembang dan menurunkan resistensi vaskuler pulmoner, sehingga darah paru mengalir. Tekanan arteri pulmoner menurun. Rangkaian peristiwa ini merupakan mekanisme besar yang menyebabkan tekanan atrium kanan menurun. Aliran darah pulmoner kembali meningkat ke jantung dan masuk ke jantung bagian kiri, sehingga tekanan dalam atrium kiri meningkat. Perubahan tekanan ini menyebabkan foramen ovale menutup, selama beberapa hari pertama kehidupan, tangisan dapat mengembalikan

aliran darah melalui foramen ovale untuk sementara dan mengakibatka sianosis ringan (Bobak, 2005). Bila tekanan PO2 dalam darah arteri mencapai sekitar 50 mmHg, duktus arteriosus akan konstriksi (PO2 janin 27 mmHg). Kemudian duktus arteriosus menutup dan menjadi ligamentum. Tidakan mengklem dan memotong tali pusat membuat arteri umbilikalis, vena umbilikalis, dan ductus venosus segera menutup dan berubah menjadi ligamentum (Bobak, 2005). Menurut Stright (2004), adaptasi kardiovaskuler pada bayi baru lahir. 1. Berbagai perubahan anatomi berlangsung stelah lahir, beberapa perunahan terjadi dengan cepat, dan sebagian lagi terjadi seiring dengan waktu.tabel

2. Sirkulasi perifer lambat, yang menyebabkan akrosianosis (sianosis pada tangan dan kaki dan sekitar mulut) 3. Denyut nadi adalah 120-160x/menit saat bangun dan 100x/menit saat tidur 4. Rata-rata tekanan darah adalah 80/46 mmHg dan bervariasi sesuai dengan ukuran dan tingkat aktivitas bayi 5. Table berikut memberikan daftar nilai hematologi normal bayi baru lahir Parameter Hemoglobin Sel-sel darah merah Hematokrit Sel-sel darah putih Netrofil Eosinofil Limfosit Monosit Sel-sel darah putih yang imatur Trombosit Retikulosit Volume darah Kisaran normal 15-20 g/dL 5,0-7,5 juta/mm3 43%-61% 10.000-30.000/mm3 40%-80% 2%-3% 3%-10% 6%-10% 3%-10% 100.000-280.000/mm3 3%-6% Pengkleman tali pusat dini : 78 mL/kg Pengkleman tali pusat lambat : 98,6 mL/kg Hari ketiga setelah pengkleman tali pusat dini : 82,3 mL/kg Hari ketiga setelah pengkleman tali pusat lambat 92,6 mL/kg C. Perubahan Termoregulasi dan Metabolic 1. Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran karena lingkunga eksternal lebih dingin daripada lingkungan di dalam uterus 2. Suplai subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit yang besar dibanding dengan BB menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan

3. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi 4. Trauma dingin/ cold stress (hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam hubungannya dengan asidosis metabolic, dapat bersifat mematikan bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat. D. Adaptasi Neurologis Bayi baru lahir iduga belum matang dan belum terorganisai dan baru dapat menjalankan fungsi pada tingkat batang otak. Pengkajian perilaku saraf neonates terutama merupakan evaluasi refleks primitive dan tonus otot. Pertumbuhan otak setelah lahir mengikuti pola pertumbuhan cepat, yang dapat diprediksi selama periode bayi sampai awal masa kanak-kanak. Pada khir tahun pertama, pertumbuhan serebelum yang dimulai pada sekitar 30 minggu, berakhir (Bobak, 2005). Adaptasi fisiologis BBL pada system neurologis 1. System neurologis bayi secara anatomic atau fisiologis belum berkembang sempurna 2. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi (muncul dalam bentuk tremor sementara di mulut dan di dagu) tremor ini normal (perlu dibedakan antara tremor normal dengan tremor akibat hipoglikemia dan gangguan SSP), pengaturan suhu yang labil, control otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas 3. Perkembangan neonates terjadi cepat sewaktu bayi tumbuh, perilaku yang lebih kompleks (misalnya control kepala, tersenyum, dan meraih dengan tujuan) akan berkembang 4. Apabila bayi baru lahir diletakkan di atas permukaan yang keras dengan wajah menghadap ke bawah, bayi akan memutar kepalanya ke samping untuk mempertahankan jalan napas. 5. Refleks bayi baru lahir merupakan indikator penting perkembangan normal E. Adaptasi Gastrointestinal Bayi baru lahir cukup bulan mampu menelan, mencerna, memetabolisme, dan mengabsorbsi protein dan karbohidrat sederhana, serta mengemulsi lemak, kecuali amylase pancreas. Pada bayi baru lahir dengan hidrasi yang adekuat membrane mukosa mulutnya lembab dan berwarna merah muda. Umumnya, membrane mukosa tidak pucat atau sianosis. Pengeluaran air liur sering terlihat selama beberapa jam pertama

setelh lahir. Kista retensi yaitu daerah kecil berwarna putih (mutiara Epstein), dapat ditemukan pada tepi gusi dan pada pertemuan antara palatum durum dan palatum mole. palatum durum dan palatum mole utuh.pipi terisi penuh dengan organ bakal pengisap yang telah berkembang (Bobak, 2005). Suatu mekanisme khusus, terdapat pada bayi baru lahir normal yaitu mengoordinasi refleks pernapasan, refleks mengisap, dan refleks menelan yang diperlukan pada pemberian makanan. Bayi baru lahir melakukan 3-4 isapan kecil setiap kali mengisap. Aktivitas peristaltic esophagus belum dikoordinasi selama beberapa hari pertama kehidupan. Saat bayi baru lahir, tidak terdapat bakteri dalam saluran cerna. Segera setelah lahir, orifisium oral dan anal memungkinkan bakteri dan udara masuk. Bising usus bayi dapat didengar 1 jam setelah lahir. Flora normal usus membantu sintesis vit.K, asam folat, dan biotin. Kapasitas lambung bervariasi dari 30-90 ml, tergantung ukuran bayi. Saat lahir, usus bayi bagian bawah penuh dengan mekonium. Mekonium yang dibentuk selama janin dalam kandungan berasal dari cairan amnion dan unsure-unsurnya, dari sekresi usus dari sel-sel mukosa (Bobak, 2005). Adaptasi fisiologis pada system pencernaan menurut Stright (2004), yaitu 1. Enzim-enzim digestif aktif pada waktu lahir dan dapat menyokong kehidupan ekstrauterin pada kehamilan 36-38 minggu 2. Perkembangan otot dan refleks yang penting untuk menghantarkan makanan sudah terbentuk waktu lahir 3. Pencernaan protein dan karbohidrat telah tercapai, pencernaan dan absorbsi lemak kurang baik karena tidak adekuatnya enzim-enzim pancreas dan lipase 4. Kelenjar saliva imatur waktu lahir, sedikit saliva diolah sampai bayi berusia 3 bulan 5. Pengeluaran mekonium, yang merupakan tinja berwarna hitam kehijauan, lengket, dan mengandung darah samar, diekskresikan dalam 24 jam pada 90% bayi baru lahir yang normal 6. Variasi besar terjadi di antara bayi baru lahir tentang minat terhadap makanan, gejala-gejala lapar, dan jumlah makanan yang ditelan pada setiap kali pemberian makan 7. Beberapa bayi baru lahir menyusu segera bila diletakkan pada payudara, sebagian lainnya memerlukan waktu 48 jam untuk menyusu secara efektif

8. Gerakan acak tangan ke mulut dan mengisap jar telah diamati di dalam uterus, tindakan-tindakan ini berkembang baik pada waktu lahir dan diperkuat dengan rasa lapar. G. Adaptasi Ginjal Pada bayi baru lahir, hampir semua massa yang teraba di abdomen berasal dari ginjal. Fungsi ginjal belum terbentuk pada tahun kedua kehidupan (Bobak, 2005). Adaptasi Ginjal BBL : 1. Laju filtrasi glomerulus secara relative rendah pada waktu lahir disebabkan oleh tidak adekuatnya area permukaan kapiler glomerulus 2. Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespon terhadap stressor 3. Penurunan kemampuan untuk mengekskresikan obat-obatan dan kehilangan cairan yang berlebihan mengakibatkan asidosis dan ketidakseimbangan cairan. 4. Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir dan 2-6 x/hari pada 1-2 hari pertama, setelah itu mereka berkemih 5-20 x dalam 24 jam. 5. Urine dapat keruh karena lender dan garam asam urat, noda kemerahan (debu batu bata) dapat diamati pada popok karena Kristal asam urat H. Adaptasi Hati Hati dan kandung empedu dibentuk pada minggu keempat kehamilan. Pada bayi baru lahir, hati dapat dipalpasi sekitar 1 cm di bawah batas kanan iga karena hati besar dan menempati sekitar 40% rongga abdomen. Hati janin (berfungsi sebagai produksi hemoglobin setelah lahir) mulai menyimpan besi sejak masih dalam kandungan. Apabila Ibu mendapat cukup asupan besi selama hamil, bayi akan memiliki simpanan besi yang dapat bertahan sampai bulan kelima kehidupannya di ektrauterin (Bobak, 2005). Adaptasi fisiologis pada system hepatica menurut Stright (2004) yaitu : 1. Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati terus membantu pembentukan darah 2. Selama periode neonates, hati memproduksi zat yang essensial untuk pembekuan darah 3. Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5 bulan kehidupan ektrauterin, pada saat ini bayi baru lahir menjadi rentan terhadap defisiensi zat besi 4. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang bersirkulasi, pigmen berasal dari Hb dan dilepaskan bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah

5. Bilirubin tak terkonjugasi dapat meninggalkan system vaskuler dan menembus jaringan ekstravaskuler lainnya (missal kulit, sclera, dan membrane mukosa oral) mengakibatkan warna kuning yang istilahnya adalah jaundice atau ikterus 6. Pada stress dingin yang lama, glikolisis anaerob terjadi, yang mengakibatkan peningkatan produksi asam. Asidosis metabolic terjadi dan jika terdapat defek fungsi pernapasan, asidosis respiratorik dapat terjadi. Asam lemak yang berlebihan menggeses bilirubin dari tempat-tempat pengikatan albumin. Peningkatan kadar bilirubin tidak berikatan yang bersirkulasi mengakibatkan peningkatan risiko kernikterus bahkan pada kadar bilirubin serum 10 mg/dL atau kurang. I. Adaptasi System Imun Sel-sel yang menyuplai imunitas bayi berkembang pada awal kehidupan janin. Namun, sel-sel ini tidak aktif selama beberapa bulan. Selama 3 bulan pertama kehidupan, bayi dilindungi oleh kekebalan pasif yang diterima ibu. Barier alami seperti keasaman lambung atau produksi pepsin dan tripsin yang tetap mempertahankan kesterilan usus halus, belum berkembang dengan baik sampai 3 atau 4 minggu. Adaptasi fisiologis system imun (Stright, 2004; Bobak, 2005) 1. Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organism penyerang di pintu masuk 2. Imaturitas sejumlah system pelindung secara signifikan meningkatkan risiko infeksi pada periode bayi baru lahir - Respon inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif - Fagositosis lambat - Keasaman lambung dan produksi pepsin dan tripsin belum berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu - IgA hilang dari saluran pernapasan dan perkemihan, kecuali jika bayi tersebut menyusu ASI, IgA juga tidak terdapat dalam saluran GI 3. Bayi mulai mensintesis IgG dan mencapai sekitar mencapai sekitar 40% kadar IgG orang dewasa pada usia 1 tahun, sedangkan kadar orang dewasa dicapai pada usia 9 bulan. 4. Bayi yang menyusu mendapat kekebalan pasif dari kolostrum dan ASI. 5. Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas selama periode neonates

J. Sistem Integumen Semua struktur kulit bayi sudah terbentuk saat lahir, tetapi masih belum matang. Epidermis dan dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis. Verniks kaseosa juga berfusi dengan epidermis dan berfungsi sebagai lapisan pelindung. Kulit bayi sangat sensitive dan dapat rusak dengan mudah. Bayi cukup bulan memiliki kulit kemerahan (merah daging) beberapa jam setelah lahir, setelah itu warna kulit memucat menjadi warna normal. Kulit sering terlihat berbercak, terutama di sekitar ekstremitas. Tangan dan kaki terlihat sedikit sianotik. Warna kebiruan ini disebabkan oleh ketidakstabilan vasomotor, statis kapiler, dan kadar Hb yang tinggi. Keadaan ini normal, bersifat sementara dan bertahan selama 7-10 hari, terutama bila terpajan dingin (Bobak, 2005). K. Sistem Reproduksi - Wanita Saat lahir ovarium bayi berisi beribu-ribu sel germinal primitive. Sel-sel ini mengandung komplemen lengkap ova yang matur karena tidak berbentuk oogonia lagi setelah bayi cukup bulan lahir. Korteks ovarium (terdiri dari folikel primordial) membentuk bagian ovarium yang lebih tebal daripada orang dewasa. Jumlah ovum berkurang sekitar 90% sejak bayi lahir sampai dewasa.Peningkatan kadar estrogen selama hamil mengakibatkan pengeluaran suatu cairan mukoid atau bercak darah melalui vagina (pseudomenstruasi). Genitalia eksterna biasanya edematosa disetai pigmentasi lebih banyak (Bobak, 2005). - Pria Testis turun ke dalam skrotum pada 90% bayi baru lahir laki-laki. Walaupun presentasi ini menurun pada kelahiran premature, pada usia 1 tahun insiden testis tidak turun pada semua anak laki-laki berjumlah < 1%. Spermatogenesis tidak terjadi sampai pubertas. Preposium yang ketat seringkali dijumpai pada BBL. Sebagai respon terhadap estrogen ibu, ukuran genitalia eksterna BBL cukup bulan dapat meningkat begitupun dengan pigmentasinya (Bobak, 2005). L. System Skelet Arah pertumbuhan sefalokaudal terbukti pada pertumbuhan tubuh secara keseluruhan. Kepala bayi sukup blan berukuran panjang tubuh. Lengan sedikit lebih panjang daripada tungkai. Wajah relative kecil terhadap ukuran tengkorak. Pada BBL, lutut saling berjauhan saat kaki diluruskan dan tumit disatukan, sehingga tungkai bawah

terlihat agak melengkung. Saat baru lahir tidak terlihat lengkungan pada telapak kaki (Bobak, 2005).

3. MEKANISME KEHILANGAN PANAS TUBUH PADA BAYI BARU LAHIR Pengaturan Suhu: Mekanisme pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir masih belum efisien dan lemah, sehingga penting untuk mempertahankan suhu tubuh agar tidak terjadi hipotermi. Proses kehilangan panas pada bayi dapat melalui proses konveksi, evaporasi, radiasi dan konduksi. Hal ini dapat dihindari bila bayi dilahirkan dalam lingkungan dengan suhu sekitar 25-280C, dikeringkan dan dibungkusdengan hangat. Simpanan lemak yang tersedia dapat digunakan sebagai produksi panas. Bayi prematur atau berat badan sangat rendah rentan terhadap terjadinya hipotermia Perbedaan antomi dan fisiologis antara bayi baru lahir dan orang dewasa ialah: a. Insulasi suhu pada bayi baru lahir kurang, jika dibandingkan insulasi pada orang dewasa. Pembuluh darah lebih dekat ke permukaan kulit. Perubahan temperatur lingkungan akan mengubah termperatur darah, sehingga mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. b. Rasio permukaan tubuh bayi baru lahir lebih besar terhadap berat badan. Posisi fleksii bayu baru lahir diduga berfungsi sebagai sistem pengaman untuk mencegah pelepasan panas karena sikap ini mengurangi pemajanan permukaan tubuh pada suhu lingkungan c. Kontrol vosomotor bayi baru lahir belum berkembang dengan baik, kemampuan untuk mengonstriksi pembuluh darah subkutan dan kulit sama baik pada bayi prematur dan pada orang dewasa d. Bayi baru lahir memproduksi panas terutama melalui upaya termogenesis tanpa menggigil e. Kelenjar keringat bayi baru lahir hampir tidak berfungsi sampai minggu ke empat setelah bayi lahir Bayi normal mungkin mencoba untuk meningkatkan suhu tubuh dengan menangis atau meningkatkan aktivitas motorik dalam berespon terhadap ketidaknyamanan karena suhu lingkungan lebih rendah. Menangis meningkatkan beban

kerja, dan penyerapan energi (kalori) mungkin berlebihan, terutama pada bayi yang mengalami gangguan. Stress Dingin adalah keadaan apabila suhu tubuh lebih rendah dari batas normal, menyebabkan peningkatan pada aktivitas metabolik dan peningkatan penggunaan oksigen. Pada keadaan kekurangan suplai oksigen, perubahan metabolisme aerob kepada anaerob terjadi, menyebabkan efek samping hipoksia pada jaringan dan asidosis metabolik dari penumpukan asam laktat. Selain itu, kebutuhan energi yang meningkat menyebabkan penggunaan glukosa bertambah. Oleh itu, stress dingin ini dapat menyebabkan asidosis metabolik dan hipoglikemia. Stress dingin (cold stress) menimbulkan masalah fisiologis dan metabolisme pada semua bayi baru lahir, tanpa memandang usia kehamilan dan kondisi lain. Kecepatan pernapasan meningkat sebagai respons terhadap kebutuhan oksigen ketika konsumsi oksigen meningkat secara bermakna pada stress dingin. Konsumsi oksigen dan energii pada bayi baru lahir yang mengalami stress dingin dialihkan dari fungsi untuk mempertahankan pertumbuhan, fungsi sel otak, dan fungsi jantung normal menjadi fungsi termogenesis agar bayi tetap dapat hidup. Apabila bayi baru lahir tidak dapat mempertahankan tegangan oksigen yang adekuat, terjadi vasokonstriksi yang mengganggu perfusi paru. Akibatnya kadar gas PO2 dalam darah arteri menurundan pH darah merosot. Perubahan ini dapat menyebabkan distress pernapasan atau sindrom distress pernapasan (respiratory distress syndrome) yang sudah ada menjadi semakin berat. Hal ini juga dikenal dengan penyakit membran hialin. Selain itu, penurunan perfusi paru dan tegangan oksigen dapat mempertahankan atau membuka kembali pirau kanan ke kiri pada duktus arteriosus yang paten. Kecepatan metabolisme basal meningkat pada stress dingin . apabila stress dingin ini memanjang, terjadi glikolisis anaerobik yang menyebabkan peningkatan produksi asam. Terjadilah metabolik asidosis dan jika terdapat gangguan fungsi pernapasan, dapat terjadi juga asidosis respiratorik. Kelebihan asam lemak menggeser bilirubin dari tempat ikatan albumin. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin tidak terikat meningkat dalam darah,keadaan ini meningkatkan risiko terjadinya kernik-terus, walaupun kadar bilirubin serum sama atau kurang dari 10 mg/dl

Tabel Mekanisme Kehilangan Panas Pada Bayi Baru Lahir Definisi tubuh ke udara yang lebih dingin Radiasi : kehilangan panas Implikasi Keperawatan sekitar 240 C bungkus bayi untuk Konveksi : Aliran panas dari permukaan Pertahankan suhu udara di ruang rawat melindunginya dari dingin dari Letakkan tempat tidur bayi dan meja permukaan tubuh ke permukaan padat periksa jauh dari jendela lain yang lebih dingin tanpa kontak langsung satu sama lain, tetapi dalam kontak yang relatif dekat Evaporasi : kehilangan panas yang terjadi Keringkan bayi setelah lahir, mandi dan ketika cairan berubah menjadi gas keringkan Penguapan yang tidak terlihat disebut juga kehilangan air yang tidak dirasakan (insesible water loss [ IWL]) Konduksi : kehilangan panas dari Begitu lahir, bungkus bayi dengan selimut permukaan tubuh ke permukaan yang hangat, tempatkan di tempat tidur yang lebih dingin melalui kontak langsung satu hangat sama lain (Bobak Lowdermilk Jensen, 2004) Pencegahan Hipotermi 1. Keringkan bayi dengan seksama Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi. Keringkan bayi dengan handuk atau kain yang telah disiapkan diatas perut ibu. Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya. 2. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat Segera setelah mengeringkan bayi dan memotong tali pusat, ganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian selimuti bayi dengan selimut atau kain yang hangat, kering dan bersih. Kain basah di dekat tubuh bayi dapat menyerap panas tubuh bayi melalui proses radiasi. Ganti handuk, selimuti atau dengan cepat dalam (misalnya, evaporasi dari kulit tubuh ), lingkungan udara yang hangat

kain yang basah telah diganti dengan selimut atau kain yang baru 3. Selimuti bagian kepala bayi Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relative luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup. 4. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya 5. Pelukan ibu pada tubuh bayinya dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu jam pertama kelahiran 6. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir karena bayi baru lahir capat dan mudah kehilangan panas tubuhnya, sebelum melakukan penimbangan, terlebih dulu selimuti bayinya dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaia /diselimuti dikurangi dengan berat pakaian / selimut. Bayi sebaiknya dimandikan enam jam setelah lahir. Memandikan bayi beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermi yang membahayakan kesehatan bayi baru lahir (Wiknojosastro, 2008 hal:97) 4. Macam-Macam Refleks Fisiologis Pada Bayi Baru Lahir Refleks-refleks yang ditimbulkan pada bayi dan anak, sebagian besar menunjukkan tahap perkembangan susunan somatomotorik sehingga banyak sekali informasi yang dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan tersebut. Table 1.Usia mulai dan menghilangnya refleks pada bayi dan anak normal Jenis refleks Refleks MORO Refleks memegang (GRASP) x PALMAR x PLANTAR Refleks SNOUT Refleks TONIC NECK Refleks berjalan (STEPPING) Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir 6 bulan 9-10 bulan 3 bulan 5-6 bulan 12 bulan Usia mulai Sejak lahir Usia menghilang 6 bulan

Reaksi penempatan taktil 5 bulan

(PLACING RESPONSE) Refleks Terjun (PARACHUTE) Refleks LANDAU a. Refleks MORO Refleks moro timbul akibat dari rangsangan yang mendadak. Caranya : Bayi dibaringkan terlentang, kemudian diposisikan setengah duduk dan disanggah oleh kedua telapak tangan pemeriksa, secara tiba-tiba tapi hati-hati kepala bayi dijatuhkan 30-450 (merubah posisi badan anak secara mendadak) Refleks moro juga dapat ditimbulkan dengan menimbulkan suara keras secara mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi secara mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi secara mendadak. Refleks moro dikatakan positif bila terjadi abduksi-ekstensi keempat ekstremitas dan pengembangan jari-jari, kecuali pada falangs distal jari telunjuk dan ibu jari yang dalam keadaan fleksi. Gerakan itu segera diikuti oleh adduksi-fleksi keempat ekstremitas. Refleks moro asimetri menunjukkan adanya gangguan system neuromuscular antara lain pleksus brakhialis. Apabila asimetri terjadi pada tangan dan kaki kita harus mencurigai adanya hemiparesis. Nyeri yang hebat akibat fraktur klavikula atau humerus juga dapat memberikan hasil refleks MORO asimetri. Sedangkan refleks MORO menurun dapat ditemukan pada bayi dengan fungsi SSP yang tertekan misalnya pada bayi yang mengalami hipoksia, perdarahan intracranial dan laserasi jaringan otak akibat trauma persalinan, juga pada bayi hipotoni, hipertoni dan premature. Refleks moro menghilang setelah bayi berusia > 6 bulan b. Refleks PALMAR GRASP Caranya: Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kepala menghadap ke depan dan tangan dalam keadaan setengah fleksi. Dengan memakai jari telunjuk pemeriksa menyentuh sisi luar tangan menuju bagian tengah telapak tangan secara cepat dan hati-hati sambil menekan permukaan telapak tangan. Refleks palmar Grasp dikatakan positif apabila didapatkan fleksi seluruh jari (memegang tangan pemeriksa). Refleks palmar grasp asimetris menunjukkan adanya kelemahan otot-otot fleksor jari tangan yang dapat disebabkan akibat adanya palsi pleksus brakhialis inferior atau yang disebut klumkes paralyse. Refleks Palmar Grasp ini 8-9 bulan 3 bulan Seterusnya ada 21 bulan

dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 6 bulan. Refleks palmar grasp yang menetap setelah usia 6 bulan khas dijumpai pada penderita cerebral palsy. c. Refleks SNOUT Caranya : dilakukan perkusi pada daerah bibir atas. Refleks SNOUT dikatakan positif apabila didapatkan respon berupa bibir atas dan bawah menyengir atau kontraksi otototot di sekitar bibir dan di bawah hidung. Refleks SNOUT ini dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 3 bulan. Refleks SNOUT yang menetap pada anak besar menunjukkan adanya regresi SSP. d. Refleks TONIC NECK Caranya : bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kemudian kepalanya diarahkan menoleh ke salah satu sis. Refleks ini dikatakan positif apabila lengan dan tungkai yang dihadapi/ sesisi menjadi hipertoni dan ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai sisi lainnya/dibelakangi menjadi hipertoni dan fleksi. Refleks ini menghilang setelah usia 5-6 bulan. Refleks tonic neck yang masih mantap pada bayi berusia 4 bulan harus dicurigai abnormal. Dan apabila masih bisa dibangkitkan setelah berusia 6 bulan atau lebih harus sudah dianggap patologik. Gangguan yang terjadi biasanya pada ganglion basalis. e. Refleks Berjalan (STEPPING) Caranya; bayi dipegang pada daerah torax dengan kedua tangan pemeriksa. Kemudian pemeriksa mendaratkan bayi dalam posisi berdiri di atas tempat periksa. Pada bayi berusia < 3 bulan, salah satu kaki yang menyentuh alas tempat periksa akan berjingkat sedangkan pada yang berusia >3 bulan akan menapakkan kakinya. Kemudian diikuti oleh kaki lainnya dan kaki yang sudah menyentuh alas periksa akan berekstensi seolah-olah melangkah untuk melakukan gerakan berjalan otomatis. Refleks berjalan tidak dijumpai atau negative pada penderita cerebral palsy, mental retardasi, hipotoni, hipertoni, dan keadaan dimana fungsi SSP tertekan. f. Reaksi Penempatan Taktil (PLACING RESPONSE) Caranya : seperti pada refleks berjalan, kemudian bagian dorsal kaki bayi disentuhkan pada tepi meja periksa. Respon dikatakan positif bila bayi meletakkan kakinya pada meja periksa. Respon negative dijumpai pada bayi dengan paralise ekstremitas bawah. g. Refleks Terjun (PARACHUTE) Caranya: Bayi dipegang pada daerah thorax dengan kedua tangan pemeriksa dan kemudian diposisikan seolah-olah akan terjun menuju meja periksa dengan posisi kepala

lebih rendah dari kaki. Refleks terjun dikatakan positif apabila kedua lengan bayi diluruskan dan jari-jari kedua tangan dikembangkan seolah-olah hendak mendarat di atas meja periksa dengan kedua tangannya. Refleks ini tidak dipengaruhi oleh kemampuan visual, karena pada bayi buta denga fungsi motorik normal akan memberikan hasil yang positif. Refleks terjun mulai tampak pada usia 8-9 bulan dan menetap. Refleks negative dijumpai pada bayi tetraplegi atau SSP yang tertekan (Suharso, dkk, 2005). Refleks pada Bayi Baru lahir diadaptasi dari May, K.A dan Mahlmeister L.R (1994) dalam Stright( 2004) Refleks Merangkat Respons Normal Respon Abnormal Bayi akan berusaha untuk Respons asimetris terlihat merangkak ke depan dengan pada cedera saraf SSP atau ke dua tangan dan kaki bila perifer atau fraktur tulang diletakkan telungkup pada panjang permukaan datar Tonik leher atau fencing Ekstremitas pada satu sisi di Respon persisten setelah mana akan kepala ditolehkan bulan ke empat dapat cedera Respon tampak pada ekstensi, dan menandakan yang neurologis.

ekstremitas

berlawanan akan fleksi bila menetap satu sisi selagi beristirahat. neurologis Respon ini dapat tidak ada atau tidak lengkap segera setelah lahir Terkejut

kepala bayi ditolehkan ke cedera SSP dan gangguan

Bayi melakukan abduksi dan Tidaknya adanya respon fleksi seluruh ekstremitas dapat menandakan defisit dan dapat mulai menangis neurologis bila mendapat gerakan Tidak gerakan secara mendadak atau lengkap cedera. respons dan adanya

mendadak atau suara keras

konsisten terhadap bunyi keras dapat menandakan ketulian. Respons dapat

menjadi tidak ada atau berkurang dalam Ekstensi silang Kaki bayi yang berlawanan Respon yang lemah atau akan fleksi dan kemudian tidak ada respon terlihat ekstensi dengan cepat pada cedera saraf perifer fraktur tulang seolah-olah berusaha untuk atau memindahkan stimulus ke panjang. kaki yang lain bila diletakkan telentang, bayi akan mengekstensikan satu kaki sebagai respons terhadap stimulus pada telapak kaki. Glabellar blink Bayi akan berkedip bila Terus berkedip dan gagal berkedip dilakukan 4-5 ketuk pertama untuk saat mata terbuka Palmar grasp sekeliling benda selama tidur

pada batang hidung pada menandakan kemungkinan gangguan neurologis dan prematuritas. seketika terjadi brakialis) humerus. pada perifer atau Tidak Asimetris kerusakan (pleksus fraktur ada Jari bayi akan melekuk di Respons ini berkurang pada menggenggamnya tangan bayi

bila jari diletakkan di telapak saraf

respons terjadi pada deficit neurologis yang berat Plantar grasp Jari-jari kaki bayi akan Respons yang berkurang melekuk ke bawah bila jari terjadi pada prematuritas. diletakkan di dasar jari-jari Tidak ada respons terjadi kakinya Tanda babinski Jari-jari kaki bayi pada deficit neurologis yang berat akan Tidak ada respons terjadi hiperekstensi dan terpisah pada deficit SSP seperti kipas dari dorsofleksi

ibu jari kaki bila satu sisi kaki digosok dari tumit ke atas melintasi bantalan kaki

5.PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI BARU LAHIR DEFINISI Merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh bidan, perawat, atau dokter untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan pada waktu pulang dari Rumah Sakit. Dalam melakukan pemeriksaan fisik ini, sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang dibawah lampu terang, sehingga bayi tidak mudah kehilangan panas. Secara umum, tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir adalah untuk menilai status adaptasi atau penyesuaian kehidupan intrauteri ke dalam kehidupan ekstrauteri serta mencari kelainan pada bayi. Prinsip pemeriksaan bayi baru lahir 1. Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan tindakan 2. Cuci dan keringkan tangan , pakai sarung tangan 3. Pastikan pencahayaan baik 4. Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian yangg akan diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan harus dibawah lampu pemancar) dan segera selimuti kembali dengan cepat 5. Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh Peralatan dan Perlengkapan 1. kapas 2. senter 3. termometer 4. stetoskop 5. selimut bayi 6. bengkok 7. timbangan bayi 8. pita ukur/metlin 9. pengukur panjang badan Prosedur

1. Jelaskan pada ibu dan keluarga maksud dan tujuan dilakukan pemeriksaan 2. Lakukan anamnesa riwayat dari ibu meliputi faktor genetik, faktor lingkungan, sosial,faktor ibu (maternal),faktor perinatal, intranatal, dan neonatal 3. Susunalat secara ergonomis 4. Cuci tangan menggunakan sabun dibawah air mengalir, keringkan dengan handuk bersih 5. Memakai sarung tangan 6. Letakkan bayi pada tempat yang rata PENGUKURAN ANTHOPOMETRI 1. Penimbangan berat badan 2.Pengukuran panjang badan 3. Ukur lingkar kepal Pengukuran dilakukan dari dahi kemudian melingkari kepala kembali lagi ke dahi.

4. Ukur lingkar dada ukur lingkar dada dari daerah dada ke punggung kembali ke dada (pengukuran dilakukan melalui kedua puting susu) LANGKAH-LANGKAH PEMERIKSAAN : 1. Hitung frekuensi nafas Pemeriksaan frekuensi nafas ini dilakukan dengan menghitung rata-rata pernapasan dalam 1 menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal pada bayi baru lahir apabila frekuensinya antara 30-60 x/menit, tanpa adanya retraksi dada dan suara merintih saat ekspirasi, tetapi apabila bayi dalam keadaan lahir kurang dari 2500 gram atau usia kehamilan  37 minggu, kemungkinan terdapat adanya retraksi dada ringan. Jika pernapasan berhenti beberapa detik secara periodik, maka masih dikatakan dalam batas normal. 2. Lakukan inspeksi pada warna bayi

Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui apakah ada warna pucat, ikterus, sianosis sentral atau tanda lainnya.Bayi dalam keadaan aterm umumnya lebih pucat dibandingkan bayi dalam keadaan praterm, mengingat kondisi kulitnya lebih tebal. 3. Hitung denyut jantung bayi dengan menggunakan stetoskop Pemeriksaan denyut jantung untuk menilai apakah bayi mengalami gangguan yang menyebabkan jantung dalam keadaan tidak normal, seperti suhu tubuh yang tidak normal, perdarahan, atau gangguan nafas. Pemeriksaan denyut jantung ini dikatakan normal apabila frekuensinya antara 100-160x/menit. Masih dalam keadaan normal apabila diatas 60x/menitdalamjangka waktu yang relatif pendek, beberapa kali per hari, dan terjadi selama beberapa hari pertama jika bayi mengalami distres. 4. Ukur suhu aksila Lakukan pemeriksaan suhu melalui aksila untuk menentukan apakah bayi dalam keadaan hipo atau hipertermi. Dalam kondisi normal, suhu bayi antara 36,5 37,5 C. 5. Kaji postur dan gerakan Pemeriksaan ini untuk menilai ada atau tidaknya epistotonus/ hiperekstensi tubuh yang berlebihan dengan kepala dan tumit belakang, tubuh melengkung kedepan, adanya kejang / spasme, serta tremor. Pemeriksaan postur dalam keadaan normal apabila dalam keadaan istirahat kepalan tangan longgar dengan lengan panggul dan lutut semifleksi. Selanjutnya pada bayi dengan berat  2500 gram atau usia kehamilan  37 minggu ekstremitasnya dalam keadaan sedikit ekstensi. Apabila bayi tidak sungsang, di dalam kandungan bayi akan mengalami fleksi penuh pada sendi panggul atau lutut/sendi lutut ekstensi penuh, sehingga kaki bisa mencapai mulut. Selanjutnya gerakan ekstremitas bayi harusnya terjadi secara spontan dan simetris disertai dengan gerakan sendi penuh dan pada bayi normal dapat sedikit gemetar. 6. Periksa tonus atau kesadaran bayi Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat adanya letargi, yaitu penurunan kesadaran dimana bayi dapat bangun lagi dengan sedikit kesulitan, ada tidaknya tonus otot yang lemah, mudah terangsang, mengantuk, aktivitas berkurang, dan sadar (tidur yang dalam tidak merespons terhadap rangsangan).Pemeriksaan ini dalam keadaan normal dengan tingkat kesadaran mulai dari diam hingga sadar penuh serta bayi dapat dibangunkan jika sedang tidur atau dalam keadaan diam.

7. x

Pemeriksaan kulit Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ada atau tidaknya kemerahan pada kulit atau pembengkakan, postula (kulit melepuh), luka atau trauma, bercak atau tanda abnormal pada kulit, elastisitas kulit, serta ada tidaknya ruam popok (bercak merah terang dikulit daerah popok pada bokong). x Pemeriksaan ini normal apabila tanda seperti eritema toksikum ( titik merah dan pusat putih kecil pada muka, tubuh, dan punggung) pada hari kedua atau selanjutnya, kulit tubuh yang terkelupas pada hari pertama. x Kondisi kulit dapat mengindikasikan beberapa kondisi. Bayi postmatur memiliki kulit yang lebih pusat, lebih tebal, yang tebal, yang dapat mengelupas. Bayi prematur memiliki kulit tipis, rapuh, yang cenderung berwarna merah gelap yang mudah berdarah serta mudah memar. Lesi tertentu dijabarkan pada tabel 5-1. Akrosianosis (sianosis pada ekstremitas) adalah kondisi yang normal selama satu hari. Bintik-bintik seperti lobster dapat merupakan kondisi normal, terjadi akibat system organ yang tidak matur. Sianosis. Kadang-kadang sulit dievaluasi karena polistemia pada bayi baru lahir; dapat dimunculkan dengan menekan-nekan kulit bayi seperti saat memeriksa adanya ikterik. Ikterik. Dikaji dengan cara menekan-nekan kulit sesaat. Dimulai dari kepala kemudian kebawah -- catat kadarnya. Palor. Dapat mengindikasikan edema, asfiksia, atau syog. Kepala bayi, lengan kanan, dan dada kanan berwarna merah muda, bagian tubuh lainnya pucat atau sianosis, jika duktus belum menutup. Garis demarkasi menghilang jika duktus membuka dan tahanan pembuluh darah perifer menurun. Pletora. Area merah terlihat pada membran mukosa, memudar pada telapak kaki dan telapak tangan, dapat menunjukkan polisitemia. Bintik-bintik. Diakibatkan perubahan suhu kulit sementara, tetapi bisa juga karena penyakit yang serius dan bayi yang memiliki kulit berbintik-bintik harus diobservasi dengan cermat. Terkena meconium. Verniks yang terkena meconium terjadi dalam 15 jam setelah terpajan meconium kuku-kuku jari terkena dalam 6 jam. Terkstur dan edema. Edema dapat dibedakan dari status nutrisi cukup dengan keberadaan keriput halus dipergelangan tangan dan pergelangan kaki.

8.

Lesi, kelembapan, lanugo merupakan bukti trauma lahir, pigmentasi. Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan bagian kepala yang dapat diperiksa antara lain : Kepala Selama pemeriksaan kepala, periksa hal-hal berikut: 1) Bentuk dan kesimetrisan 2) Proporsi terhadap tubuh dan wajah 3) Lingkar kepala (diukur di titik di atas telinga). Lingkar ini akan berubah jika molase hilang. Lingkar kepala normal adalah 32-38 cm pada rata-rata bayi cukup bulan. Lingkar kepala melebihi lingkar abdomen sampai usia kehamilan 32-36 minggu, kemudian akan menjadi lebih kecil. Kepala yang berukuran sangat besar dapat mengindikasikan hidrosefalus. 4) Sutura sagitalis, lambdoidalis, dan koronalis. Penutupan garis sutura prematur disebut sinostosis kranial: sutura tidak menyatu jika sisi lain tertekan. Area-area lunak pada tulang parietal di sepanjang sutura sagitalis disebut kraniotabes dan terlihat pada bayi premature dan mereka yang mengalami kompresi uterusniotabes biasanya tidak bermakna, tetapi harus diselidiki jika menetap. Arearea lunak pada oksiput signifikan dan, jika ada, osteogenesis imperfekta, sindrom Down, kretinisme, dan kondisi-kondisi lain harus disingkirkan. 5) Fontanel anterior berbentuk wajik memiliki ukuran 20 10 mm, tetapi ada banyak variasi dan ukuran fontanel tidak signifikan. Fontanel menutup pada usia 9-16 bulan. Fontanel posterior, yang berbentuk segi tiga, dapat menutup pada saat bayi lahir atau pada sekitar usia 4 bulan. Ukuran rata-ratanya adalah 1x1 cm. Fontanel harus datar: penonjolan mengindikasikan peningkatan tekanan intrakranial dan depresi mengindikasikan dehidrasi. 6) Terdapat molase (tumpang tindih tulang oksipital dan pelahiran, perdarahan subperiosteum ini terbatas pada satu tulang, biasanya tulang parietal, dan tidak menindih sutura. Sefalohematoma ini berlangsung sekitar 8 minggu. 7) Kaput suksedaneum adalah pembengkakan kulit kepala, yang terlihat melalui serviks. Memar dapat terlihat. Kaput dapat menindih garis sutura. Rambut 1) Tekstur, arah pertumbuhan.

2) Distribusi. Rambut di bawah lipatan leher mengesankan sindrom-sindrom yang berhubungan dengan leher pendek dan/atau webbed neck. 3) Lesi kulit kepala. Aplasia kutis kongenita merupakan suatu kelainan kulit kepala. 4) Warna. Perhatikan keserasian dengan ras. Rambut merah pada bayi kulit hitam, misalnya dapat menunjukkan albinisme. Perhatikan keseragaman. Sejumput rambut putih tepat di atas kening, misalnya, dapat dihubungkan dengan ketulian dan retardasi mental. Wajah 1) Bentuk dan ekspresi 2) Bulu mata dan alis mata 3) Simetris pada saat istirahat dan selama menangis dan mengisap. Ketidaksimetrisan dapat terjadi akibat hypoplasia atau palsi pada saraf ketujuh. Mata Pemeriksaan mata untuk menilai adanya strabismus atau tidak, yaitu koordinasi gerakan mata yang belum sempurna.Mata paling mudah diperiksa dengan mengangkat bayi dan perlahan menggerakkannya ke depan dan ke belakang. Pada saat ini, bayi akan secara spontas dan reflex membuka matanya. 1) Letak dan kesimetrisan. Mata yang terpisah jauh dapat dihubungkan dengan sindrom kongenital. 2) Ukuran. Ukuran yang normal adalah 2,5 cm. mata berukuran besar disebut hipertelorisme; sedangkan mata berukuran kecil disebut hipotelorisme. Keduanya dihubungkan dengan sindrom kengenital. Perhatikan kesesuaian kedua bola mata dihubungkan dengan kantungnya. Perhatikan kedalamannya. 3) Posisi. Lipatan ke atas atau ke bawah mengindikasikan sindrom kengenital. 4) Ukuran dan kejernihan kornea. 5) Warna iris. Pigmentasi penuh terjadi pada usia 10-12 bulan. Celah ventral dapat dihubungkan dengan defek pada lensa dan retina. Bintik-bintik berwarna emas yang terlihat pada perifer iris, bintik Brushfield, dapat merupakan kondisi normal, dapat juga dihubungkan dengan Trisomi 21.

6) Sklera. Pada kondisi normal jernih, tetapi bisa berwarna kuning disertai ikterik, hemoragik akibat trauma lahir, atau berwarna biru diserta osteogenesis imperfekta. 7) Konjungtiva. Perdarahan kecil sering terjadi. Peradangan bisa muncul akibat profilaksis eritromisin. 8) Pupil. Sama dan reaktif setelah usia 2-3 minggu. Pupil berukuran 1,8-5,4 mm. 9) Refleks mengedipoptikal yang simetris. Cahaya terang menyebabkan kedua mata mengedip dan kepala dorsifleksi. Tes refleks ini lebih sering dilakukan disbanding tes ketajaman penglihatan. Penglihatan bayi baru lahir diperkirakan sekitar 20/600. 10) Mata boneka. Ketika kepala berpaling, mata bergerak dari garis tengah lalu melihat ke atas; dinyatakan normal selama 10 hari. 11) Refleks merah. Tidak ada pada katarak. 12) Kornea menunjukkan reaksi terhadap cahaya dan mengikuti jejak cahaya. 13) Strabismus sementara (mata juling). Tidak perlu dikhawatirkan jika kedua mata secara bergantian juling dan gerakan konvergen. 14) Ada lipatan epikantus. Dapat dihubungkan dengan defek kongenital. 15) Retina. Harus jernih pada pemeriksaan oftalmoskopik. 16) Duktus lakrimalis. Harus paten. 17) Kelopak mata. Perhatikan edema atau ptosis (jatuh). 18) Glaucoma kongenital. Dibuktikan oleh fotofobia, air mata berlebihan, kornea buram, atau mata terlihat lebar. Telinga Pemeriksaan telinga dapat dilakukan untuk menilai adanya gangguan pendengaran. Dilakukan dengan membunyikan bel atau suara jika terjadi refleks terkejut, apabila tidak terjadi refleks, maka kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran. 1) Simetris dan sejajar. Inersi normal adalah jika telinga berada pada satu garis imajiner melalui kantus dalam dan luar mata. Telinga letak rendah dapat mengindikasikan sindrom kongenital, sering kali disertai defek ginjal. 2) Lipatan kulit atau lubang berlebih. Lipatan kulit pedunkulat dapat diikat kuat pada bagian dasar dengan jahitan.

3) Bentuk. Pembentukan kartilago mengindikasikan maturitas. 4) Pendengaran. Bayi menengok kea rah bisikan; terlihat terkejut sebagai respons terhadap suara keras. Khususnya pada kasus kelainan kepala dan leher, riwayat tuli pada keluarga, berat lahir sangat rendah, asfiksia berat, infeksi janin, dan sindrom lain yang terkait dengan tuli. 5) Otoskopi dilakukan dengan menarik daun telinga ke bawah. Verniks kaseosa terlihat di dalam saluran luar atau cairan amnion terlihat di belakang membrane timpani berwarna abu-abu kusam. Hidung 1) Posisi dan bentuk. Posisi menyimpang dari garis tengah atau tulang hidung yang mendatar atau bengkok dapat mengindikasikan sindrom kongenital. 2) Lubang hidung. Dikaji untuk melihat bentuk, kesimetrisan, dan kepatenan. Satu lubang hidung tersumbat pada satu waktu dan pernapasan terlihat melalui lubang hidung yang terbuka sehingga menyingkirkan kemungkinan atresia koanal --- penyumbatan nares posterior --- yang menyebabkan gawat napas berat pada bayi. Lubang hidung yang besar, menonjol, atau ketiadaan lubang hidung dapat terjadi pada kelainan kongenital. Setiap rabas atau pengembangan harus diperhatikan. Pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan cara melihat pola pernapasan, apakah bayi bernapas melalui mulut, maka kemungkinan bayi mengalami obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral atau fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring. Sedangkan pernapasan cuping hidung akan menunjukkan gangguan pada paru, lubang hidung kadang-kadang banyak mukosa. Apabila secret makropurulen dan berdarah, perlu dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain. Mulut 1) Ukuran dan bentuk. Mulut seperti burung terlihat pada sindrom alcohol; mulut kecil, mikrostomia, terlihat pada sindrom down; dan mulut yang lebar, makrostomia, terlihat pada gangguan metabolik. 2) Menyeringai simetris.

3) Palatum melengkung utuh. 4) Ukuran dan fungsi uvula. Uvula yang bifid (terbelah dua) dapat dihubungkan dengan sumbing palatum submukosa. Pada fungsi neurologis yang normal, uvula akan naik ketika bayi menangis. 5) Refleks. Refleks mengisap terlihat sejak usia kehamilan 32 minggu hingga 3-4 bulan. Refleks rooting terlihat sejak usia kehamilan 34 minggu hingga 3-4 bulan. Refleks gag harus ada. 6) Bibir. Harus terbentuk penuh. Filtrum yang memanjang (alur dari hidung hingga bibir atas) dapat mengindikasikan sindrom kongenital. 7) Ukuran lidah. Makroglosia dihubungkan dengan hipotiroidisme. 8) Gusi. Gusi juga perlu diperiksa untuk menilai adanya pigmen pada gigi, apakah terjadi penumpukan pigmenyang tidak sempurna. Gusi yang tumbuh sebelum waktunya jarang ditemui pada mulut bayi baru lahir normal dan akan tanggal sebelum gigi susu muncul; gigi juga dapat muncul pada beberapa sindrom kengenital. 9) Membrane mukosa. Perhatikan kelembapan. Pengeluaran saliva yang berlebihan mengindikasikan fistula trakeoesofagus atau atresia esophagus. Sariawan diidentifikasi dengan adanya bercak putih dan abu-abu. 10) Dagu. Proporsinya harus tepat. Mikrognatia mengesankan sindrom Pierre-Robin. Pemeriksaan mulut dapat dilakukan dengan melihat adanya kista yang ada pada mukosa mulut.Pemeriksaan lidah dapat dinilai melalui warna dan kemampuan refleks mengisap.Apabila ditemukan lidah yang menjulur keluar, dapat dilihat adanya kemumgkinan kecacatan kongenital.Adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi biasanya disebut sebagai monilia albicans. Lidah 1) Perhatikan ukuran, proporsi warna, lapisan pelindung, gerakan, tonus, panjang frenulum. Leher 1) Bentuk, nodus limfoideus, keberadaan massa 2) Gerakan. Rentang pergerakan harus memungkinkan bayi memutar dagu ke tiaptiap bahu. Tortikolis kongenital (kepala menekuk ke salah satu bahu sementara dagu mengarah ke bahu lain) ditemukan jika ada hematoma pada otot sternokleidomastoideus akibat cedera lahir.

3) Lipatan atau penyelaputan kulit. Penyelaputan terjadi pada sindrom turner dan sindrom kongenital lain. 4) Tiroid. Biasanya ditemukan di garis tengah tanpa nodul 5) Klavikula. Fraktur klavikula terjadi pada 1,7 2,9% bayi cukup bulan, walaupun banyak fraktur tidak terdeteksi sampai kalus terbentuk di atas fraktur pada usia 2-3 minggu. Fraktur biasanya terjadi pada 2/3 bagian luar tulang dan dapat dipalpasi dengan bunyi krepitasi, pembengkakan, nyeri tekan di sepanjang badan tulang. Penurunan gerakan pada tangan yang terkena atau menolak disusui ketika bayi berbaring di sisi yang terkena dapat mengindikasikan ketidaknyamanan. 9. Pemeriksaan ekstremitas Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal (menghadap ke dalam atau ke luar garis tangan), serta menilai kondisi jari kaki, yaitu jumlahnya berlebih atau saling melekat. 10. Pemeriksaan dada x Bentuk dan kesimetrisan x Lingkar dada pada putting susu. Letak putting susu. Letak putting yang berjauhan terlihat pada sindrom Turner. Pada bayi keturunan Kaukasia biasanya berhubungan dengan kelainan ginjal. x Keberadaan jaringan payudara. Dipengaruhi oleh status nutrisi, simpanan lemak, dan maturitas. Produksi susu (witches milk) yang disebabkan oleh estrogen ibu berhenti setelah 1-2 minggu. x Kesimetrisan pengembangan. Dada yang tidak mengembang simetris, menandakan hernia diafragmatik, pneumotoraks, atau kerusakan nervus frenikus. x Pernapasan. Biasaya pernapasan abdomen pada bayi baru lahir ; frekuensi normalnya adalah 30-60 x/menit, dihitung selama 1 menit penuh. Frekuensi napas ! 60 x/menit mengindikasikan adanya penyakit. x Bunyi jantung. Nada terdengar lebih tinggi daripada yang terdengar pada orang dewasa. Sinus aritmia (varian teratur yang menyertai pernapasan) adalah temuan normal. Denyut jantung rata-rata adalah 110-160 x/menit pada bayi cukup bulan yang sehat. Pada bayi premature, denyut jantung ratarata 140-150 x/menit pada saat istirahat.

x Murmur. 60 % bayi baru lahir mengalami murmur. Sebagian besar murmur yang terdengar pada hari-hari pertama kehidupan mencerminkan perubahan neonatal. Murmur yang terdengar pada saat lahir memiliki resiko 1 : 12 karena penyakit jantung kongenital. x Titik impuls maksimum (PMI). Dalam kondisi normal terdapat di garis midklavikula kiri pada ruang interkosta keempat, variasi dapat mengesankan kelainan jantung. Getaran yang terpalpasi pada lengkung suprasternal menunjukkan stenosis aorta, stenosis paru valvular, PDA, atau koarktasio aorta. x Nadi. Nadi sempit dan halus mengindikasikan gagal jantung kongenital atau stenosis aorta berat ; denyut yang melonjak dapat mengindikasikan PDA. x Tekanan darah. Bagi bayi baru lahir sampai usia 7 hari, TD sistolik t 96 mmHg merupakan hipertensi signifikan dan TD t 106 mmHg merupakan hipertensi berat. Untuk bayi usia 8-30 hari, TD sistolik t 104 mmHg merupakan hipertensi signifikan dan TD t 110 mmHg merupakan hipertensi berat. x Perkusi. Dikaji dengan menggunakan 1 jari, paru bayi baru lahir pada kondisi normal hiperresonan di seluruh bidang paru suara redup dapat mengindikasikan ada efusi atau konsolidasi. 11. Pemeriksaan tali pusat Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah, berbau, atau lainnya pada tali pusat.Pemeriksaan ini normal apabila warna tali pusat putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mongering atau mengecil dan lepas pada hari ke-7 hingga ke-10. 12. x Pemeriksaan abdomen dan punggung Pemeriksaan pada abdomen ini meliputi pemeriksaan secara inspeksi untuk melihat bentuk dari abdomen, apabila didapatkan abdomen membuncit, dapat diduga kemungkinan disebabkan karena hepatosplenomegali atau cairan dalam rongga perut. x x Pada perabaan, hati biasanya teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta kanan, limfa teraba 1 cm dibawah arkus kosta kiri. Pada palpasi ginjal dapat dilakukan dengan pengaturan posisi telentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan relaksasi, batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilicus diantara garis tengah dan tepi

perut. Bagian-bagian ginjal dapat diraba sekitar 2-3 cm. adanya pembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan, atau thrombosis vena renalis. x Untuk menilai daerah punggung atau tulang belakang, cara pemeriksaannya adalah dengan meletakkan bayi dalam posisi tengkurap. Raba sepanjang tulang belakang untuk mencari ada atau tidaknya kelainan seperti spina bifida atau mielomeningeal (defek tulang punggung, sehingga medulla spinalis dan selaput otak menonjol). 13. x Pengukuran antopometri Pada bayi baru lahir perlu dilakukan pengukuran antopometri seperti berat badan, dimana berat badan yang normal adalah sekitar 2500-3500 gram, apabila ditemukan berat badan  2500 gram, maka dapat dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (BBLR). Akan tetapi, apabila ditemukan bayi dengan berat badan lahir ! 3500 gram, maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia. x Pengukuran antropometri lainnya adalah pengukuran panjang badan secara normal : x panjang badan bayi baru lahir adalah 45-50 cm pengukuran lingkar kepala normalnya adalah 33-35 cm pengukuran lingkar dada normalnya adalah 30-33 cm.

Apabila ditemukan diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada, maka bayi mengalami hidrosefalus dan apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada, maka bayi tersebut mengalami mikrosefalus.

14. x

Pemeriksaan genitalia Pemeriksaan genitalia ini berfungsi untuk mengetahui keadaan labium minor yang tertutup oleh labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina seharusnya terpisah, namun apabila ditemukan satu lubang maka didapatkan terjadinya kelainan dan apabila ada sekret pada lubang vagina, hal tersebut karena pengaruh hormon. x Pada bayi laki-laki sering didapatkan fimosis, secara normal panjang penis pada bayi adalah 3-4 cm dan 1-1,3 cm untuk lebarnya, kelainan yang terdapat pada bayi adalah adanya hipospadiayang merupakan defek di bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penisnya. Epispadia merupakan kelainan defek pada dorsum penis.

15.

Pemeriksaan urine dan tinja Pemeriksaan urine dan tinja bermanfaat untuk menilai ada atua tidaknya diare

serta kelainan pada daerah anus.Pemeriksaan ini normal apabila bayi mengeluarkan feses cair antara 6-8 kali per menit, dapat dicurigai apabila frekuensi meningkat serta adanya lendir atau darah.Adanya perdarahan pervaginam pada bayi baru lahir dapat terjadi selama beberapa hari pada minggu pertama kehidupan. (sumber ; MNH-JHPEGO, 2002) Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal, 2002 yang perlu diperhatikan pada bayi baru lahir adalah: 1) Kesadaran dan reaksi terhadap sekeliling perlu dikenali kurangnya reaksi terhadap rayuan, rangsangan sakit atau suara keras yang mengejutkan atau suara mainan. 2) Keaktifan Bayi normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang simetris pada waktu bangun. Adanya tremor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini pada waktu tidur, kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lanjut. 3) Simetris Apakah secara keseluruhan badan seimbang. 4) Kepala Apakah tidak simetris, berupa tumor lunak dibelakang atas yang menyebabkan kepala tampak lebih panjang, sebagai akibat proses kelahiran, atau tumor lunak hanya dibelahan kiri atau kanan saja, atau dikiri dan kanan tetapi tidak melampoi garis tengah bujur kepala. Ukur lingkar kepala. 5) Muka wajah Bayi tanpa ekspresi. 6) Mata Diperhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilang pada waktu 6 minggu. 7) Mulut Salivasi tidak terdapat pada bayi normal. Bila terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna. 8) Leher, dada, abdomen Melihat adanya cedera akibat persalinan.

9) Punggung Adakah benjolan / tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna. 10) Bahu, tangan, sendi, tungkai Perlu diperhatikan bentuk, geraknya, fraktur. 11) Kulit dan kuku Dalam keadan normal kulit berwarna kemerahan. Kadang-kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan. Pengelupasan yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan ada kelainan. Waspada dengan kulit atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi pucat atau kuning, bercak-bercak besar biru yang sering terdapat pada sekitar bokong (Mongolian spot). 12) Kelancaran menghisap dan pencernaan harus diperhatikan. 13) Genetalia perempuan : Vagina berlubang atau tidak, uretra ada atau tidak, labia mayora sudah menutupi labia minora belum. 14) Genitalia laki laki 15) Tinja dan kemih Diharapkan keluar 24 jam pertama. Waspada bila terjadi perut yang tiba-tiba membesar,tanpa keluarnya tinja, disertai muntah dan mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untukpemeriksaan lebih lanjut. 16) Refleks 17) Berat badan Sebaiknya tiap hari dipantau. Penerunan berat badan lebih dari 5% berat badan waktu lahir, menunjukan kekurangan cairan. (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2001) : Apakah testis sudah masuk apa belum, penis berlubang dibagian mana, skrotum besar atau tidak.

6. CARA MENILAI APGAR SCORE A. DEFINISI x Suatu alat bantu yang berguna untuk mengevaluasi perlu tidaknya bayi mendapat resusitasi, yang diterapkan pada 1 menit dan pada 5 menit setelah

lahir yang terdiri dari 5 komponen yaitu pernafasan, frek. jantung, warna, tonus otot & iritabilitas reflek. x x Pada masing-masing komponen diberi skor 0, 1 atau 2 Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)

B. DILAKUKAN PADA 1 menit kelahiran Skor Apgar 1 menit yaitu digunakan untuk mengidentifikasi perlu tidaknya resusitasi segera.Sebagian besar bayi saat lahir berada dalam kondisi sempurna. Menit ke-5

Skor Apgar 5 menit, dan terutama perubahan pada skor 1 dan 5 menit merupakan indeks yang bermanfaat untuk menilai efektifitas upaya resusitasi.Usia gestasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi skor Apgar. System Penentuan Skor Apgar yang Diterapkan pada 1 menit dan 5 menit Setelah Lahir Tanda Denyut jantung (PULSE) Upaya bernafas (RESPIRATION) Tonus otot (ACTIVITY) Iritabilitas reflex/menyeringai (GRIMACE) Warna (APPEARANCE) Biru, pucat Tubuh muda, ekstremitas biru
Sumber : dari American College of Obstetricians and Gynecologist : Committee on Obstetric Practice and American Academy of Pediatrics : Committee on Fetus and Newborn : Use and Abuse of the Apgar score. Committee opinion- No 174, Juli dengan izin

Nilai 0 Tidak ada Tidak ada Lunglai Tidak respons

Nilai 1  100 Lambat, teratur

Nilai 2 !100 tidak Baik, menangis

Sedikit fleksi di Gerakan aktif ekstremitas ada Menyeringai Menangis kuat

merah Seluruhnya merah muda

C. PROSEDUR PENILAIAN APGAR x Pastikan pencahayaan baik

x x x x x

Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dengan cepat & simultan. Jumlahkan hasilnya Lakukan tindakan dengan cepat & tepat sesuai dengan hasilnya Ulangi pada menit kelima Ulangi pada menit kesepuluh Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yang sesuai

D. PENILAIAN Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2 Nilai tertinggi adalah 10 x x x Nilai 7 10 Nilai 4 6 Nilai 0 3 menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan baik pada 1 menit memperlhatkan depresi pernapasan, fleksiditas, biasanya memperlihatkan denyut jantung yang lambat dan

dan warna pucat hingga biru. Namun denyut jantung dan iritabilitas refles baik. lemah serta depresi atau tidak adanya respon refleks. Bayi ini sering mudah diidentifikasi dan resusitasi, termasuk ventilasi buatan, harus segera dimulai. Perhatian : SKOR APGAR TIDAK DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MEMPERKIRAKAN PROGNOSIS NEUROLOGIS JANGKA PANJANG. (Sumber :Williams Manual of Obstetrics, edisi 21)

7. Kelainan Kelainan Pada Bayi Baru Lahir


1. LABIOSKIZIS & LABIOPALATOSKIZI a. DEFINISI Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang terkena menjadi : 1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramen incisivum. 2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

b. EPIDEMIOLOGI Labioskizis & labiopalatoskizis sering dijumpai dengan insiden 1 dalam 700 kelahiran. Sebagian besar merupakan kelianan sendiri tetapi kelainan ini merupakan bagian kelainan kromosom/ sindrom malformasi yang lain. (David Hull&Derek. 2008) c. ETIOLOGI Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioskizis dan labiopalatoskizis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik danfactor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioskizis akan mengalami labioskizis. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioskizis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudarakandung) mempunyai riwayat labioskizis. Ibu yang mengkonsumsi alcoholdan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioskizis. 1. Faktor genetik / keturunan Dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom nonsex (kromsom 1 s/d 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelianan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir. 2. Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia. 3. Kurang nutrisi Contohnya defisiensi Zn dan B6. Vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat. 4. Radiasi

5. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. 6. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia. 7. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin. 8. Multifaktoral dan mutasi genetik 9. Diplasia ektodermal d. KLASIFIKASI 1. Berdasarkan organ yang terlibat x x x x Celah di bibir (labioskizis) Celah di gusi (gnatoskizis) Celah di langit (palatoskizis) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misal : terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis) 2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. e. PATOFISIOLOGI Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pasca konsepsi. Palastokizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi sekitar kehamilan minggu ke 7 sampai minggu ke 12.

f. FAKTOR RESIKO Faktor risiko adalah sesuatu yang meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan penyakit. Angka kejadian kelainan congenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu kelainan congenital yang serimg di temukan, kelainan ini berwujud sebagai labioskizis di sertai palatokizis 50%, labioskizis saja 25%. Pada 25% dari kelompok ini di temukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin di sebabkan adanya factor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen. g. MANIFESTASI KLINIS Tanda gejala dari bibir sumbing yaitu: 1. Terjadi pemisahan langit langit 2. Terjadi pemisahan bibir 3.Terjadi pemisahan bibir dan langit langit. 4. Infeksi telinga berulang. 5. Berat badan tidak bertambah. 6.Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung. h. Komplikasi 1) 2) Di perkirakan sekitar 10% penderita labiopalastokizis akan menderita masalah bicara, misalnya suara sengau. Karena palastokizis dapat mengganggu pertumbuhan anatomi nasofarig dan sering mengakibatkan pula terjadinya otitis media, serta gangguan pendengaran maka kerjasama dengan pihak THT sangat di perlukan. 3) Komplikasi yang sering terjadi pada penderiata labiopalatoskizis adalah : x x x Ototis media Faringitis Kekurangan gizi

i. PENATALAKSANAAN Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas

dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui. 1. PERAWATAN a. Menyusu ibu Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu. b. Menggunakan alat khusus 1) Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar. 2) Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi 3) Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi. d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit

yang lembut tersebut untuk sembuh g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air. 2. PENGOBATAN a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi. b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal. d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai. e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan horseshoe yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik. f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yang telah diperbaiki, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen. 3. PRINSIP PERAWATAN SECARA UMUM a. Lahir : bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. b. Umur 1 minggu : pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus. c. Umur 3 bulan: labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telinga. d. Umur 18 bulan - 2 tahun: palathoplasty: tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit. e. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.

f. Umur 6 tahun: evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. g. Umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis. h. Umur 12-13 tahun; final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan. i. Umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu.

2. ATRESIA ESOFAGUS a. DEFINISI Atresia esofagus adalah sekelompok kelainan kongenital yang mencakup gangguan kontinuitas esofagus disertai atau tanpa adanya hubungan dengan trakea. (Dr. Rovels Agber Maywell Iroth,2010) Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata). Merupakan suatu kelainan bawaan pada bayi baru lahir yaitu tidak terbentuknya kerongkongan (esophagus) secara sempurna. Perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut b. EPIDEMIOLOGI Insidensi atresia esofagus terjadi pada sekitar 1 dari 2500-3000 kelahiran. Kelainan ini tidak diturunkan, walaupun terdapat kaitan dengan abnormalitas kromosomal. Tidak lebih dari 1% kasus dimana terdapat riwayat orang tua dengan kelainan yang sama. . (Dr. Rovels Agber Maywell Iroth, 2010) Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum

diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar. sektar 1/3 anak yang terkena lahir premature. Pada lebih 85 % kasus, fistula antar trakea antara trakea dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus menjadi sendiri-sendiri dengan kombinasi yang aneh. c. ETIOLOGI Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena Pemicu kelahiraan bawaan seperti atresia esophagus dapat di curigai : 1. 2. . 3. 4. Pada kasus polihidramnion ibu. Bayi dalam keadaan premature sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Kelainan pasase akibat gangguan pemisahan septum antara trachea dan esophagus pada perkembangan intra uterin d. KLASIFIKASI Atresia esofagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah tipe yang paling sering terjadi. Variasi anatomi dari atresia esofagus menggunakan sistem klasifikasi Gross of Boston yang sudah populer digunakan. Sistem ini berisi antara lain: 1. Tipe A Atresia esofagus tanpa fistula; Atresia esofagus murni (10%). Didapati proximal dan distal esofagus berakhir tanpa adanya hubungan dengan trakea. Segmen proximal esofagus dilatasi dan dindingnya menebal, biasanya ujungnya terletak di posterior mediastinum setinggi vertebra thorakal 2. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda-beda diatas diafragma. 2. Tipe B Atresia esofagus dengan TEF proximal (<1%) Didapati adanya fistel trakeoesofagus, bukan pada ujung kantong esofagus yang dilatasi, tetapi kira-kira 1-2 cm diatas dinding anterior esofagus 3. Tipe C Atresia esofagus dengan TEF distal (85%) Merupakan tipe yang paling umum dan sering ditemukan, dimana proximal dari esofagus berdilatasi dan dinding muskularnya menebal, ujungnya terletak di superior mediastinum kira-kira setinggi vertebra thorakal 3 atau 4. Esofagus bagian distal yang

lebih tipis dan sempit masuk ke dinding posterior dari trakea pada carina atau lebih sering 1 cm atau 2 cm lebih proximal. 4. Tipe D Atresia esofagus dengan TEF proximal dan distal (<1%) didapati adanya fistel pada kedua ujung proximal dan distal esofagus. 5. Tipe E TEF tanpa atresia esofagus; Fistula tipe H (4%) disebut juga fistel H atau N sesuai dengan gambarannya, didapati adanya fistula antara esofagus dengan trakea. Fistula biasanya sangat sempit sekitar 3-5 mm lebarnya dan biasanya terletak setinggi daerah servikal bawah. Biasanya hanya ada satu fistula, tetapi dua atau lebih fistula bisa dijumpai 6. Tipe F Stenosis esofagus kongenital tanpa atresia (<1%)

Kelainan-kelainan dalam atresia esophagus : 1. Kalasia Adalah kelainan yang terjadi dibagian bawah esophagus (pada persambungan dengan lambung) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila di baringkan. Penatalaksanaan : Bayi harus dalam posisi duduk pada waktu di beri minum, dan jangan di baringkan segera setelah minum. Biarkan ia dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian dibaringkan miring ke kanan dengan kepala lebih tinggi. 2. Akalasia Merupakan kebalikan dari kalasia; pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Di sebut pula sebagai spasme kardio-esophagus. Penyebaba akalasia adalah adanya

kartilago traken yang tumbuh ektopik pada esophagus bagian bawah. Pada pemeriksaan mikroskopis di temukan jaringan tulang rawan dalam lapisan otot esophagus. e. PATOFISIOLOGI Pada perkembangan jaringan, terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan esopagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai. Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan esofagus. Trakea dan esofagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esofagus proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan esofagus dari trakea pada hari ke-26 masa gestasi Motilitas dari esofagus selalu dipengaruhi pada atresia esofagus. Gangguan peristaltik esofagus biasanya paling sering dialami pada bagian esofagus distal. Janin dengan atresia tidak dapat dengan efektif menelan cairan amnion. Sedangkan pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal distal, cairan amnion masuk melalui trakea ke dalam usus. amnion pada janin. Neonatus dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan banyak sekali air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu dapat menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan distal TEF, sekresi dari gaster dapat masuk ke paruparu dan sebaliknya, udara juga dapat bebas masuk ke dalam saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat ventilasi bantuan. Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal. Diketahui bahwa bagian esofagus distal tidak menghasilkan peristaltik dan ini menyebabkan disfagia setelah perbaikan esofagus dan dapat menimbukan reflux gastroesofageal. Trakea abnormal, terdiri dari berkurangnya tulang rawan trakea dan bertambahnya ukuran otot transversal pada posterior trakea. Dinding trakea lemah sehingga mengganggu kemampuan bayi untuk batuk yang akan mengarah pada munculnya pneumonia yang bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps bila diberikan makanan ataupun air susu dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak efektif, hipoksia atau bahkan bisa menjadi apnea. Polihidramnion bisa terjadi akibat perubahan dari sirkulasi

f. GAMBARAN KLINIK Kelainan ini bisanya baru di ketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan gejala muntah yang beberapa saat setelah minum. TANDA DAN GEJALA : 1. Liur yang menetes terus menerus 2. Liur berbuih 3. Adanya aspirasi ketika bayi diberi minum 4. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami 5. Saat bayi diberi minum bayi akan mengalami batuk seperti tercekik 6. Muntah yang proyektil 7. Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas 8. Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus 9. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk 10. Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus g. KOMPLIKASI Komplikasi dini, mencakup : 1. Kebocoran anastomosis Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara dilakukan thoracostomy sambil suction terus-menerus dan menunggu penyembuhan dan penutupan anastomosis secara spontan, atau dengan melakukan tindakan bedah darurat untuk menutup kebocoran. 2. Striktur anastomosis Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan melebarkan striktur yang ada secara endoskopi. 3. Fistula rekuren Terjadi pada 5-14% kasus. Komplikasi lanjut, mencakup : 1. Reflux Gastroesofageal

Terjadi pada 40% kasus. Penanganan mencakup medikamentosa dan fundoplication, yaitu tindakan bedah dimana bagian atas lambung dibungkus ke sekitar bagian bawah esofagus. 2. Trakeomalasia Terjadi pada 10% kasus. Penanganannya ialah dengan melakukan manipulasi terhadap aorta untuk memberikan ruangan bagi trakea agar dapat mengembang. 3. Dismotility Esofagus. Terjadi akibat kontraksi esofagus yang terganggu. Pasien disarankan untuk makan diselingin dengan minum. (Dr. Rovels Agber Maywell Iroth, 2010) h. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.Darah Rutin Terutama untuk mengetahui apabila terjadi suatu infeksi pada saluran pernapasan akibat aspirasi makanan ataupun cairan. 2. Elektrolit Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai 3. Analisa Gas Darah Arteri Untuk mengetahui apabila ada gangguan respiratorik terutama pada bayi. 4. BUM dan Serum Creatinin Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai. 5. Kadar Gula Darah Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai. Pemeriksaan lainnya 1. USG : Prenatal, ginjal 2. X-Ray : Thorax, extremitas 3. Echocardiography(3) Echocardiography atau pemeriksaan EKG pada bayi dengan atresia esofagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera. i. PENATALAKSANAAN Tindakan Sebelum Operasi

Atresia esofagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi baru lahir mulai umur satu hari antara lain: 1. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi. 2. Pemberian antibiotik broad-spectrum secara intravena. 3. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan inkubator, supine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45. 4. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin. 5. Monitor vital signs. Pada bayi prematur dengan kesulitan bernapas, diperlukan perhatian khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun ruptur lambung apabila udara respirasi masuk ke dalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi pulmonar. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai ke pintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah. Tindakan Selama Operasi Pada umumnya, operasi perbaikan atresia esofagus tidak dianggap sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi prematur dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang terus menerus kemudian bisa menyebabkan ruptur dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan. Pada keadaaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi terhadap fistula trakeoesofageal dan menunda tindakan thoracotomy sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian untuk memisahkan fistula dan memperbaiki esofagus.Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi. Tindakan operasi dari atresia esofagus mencakup: Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses vaskular yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup sehingga tidak menyebabkan distensi lambung.

Bronkoskopi pre-operatif berguna untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula. Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-Fistula, operasi dilakukan melalui leher memperbaiki esofagus. Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomosis esofageal antara kedua ujung proximal dan distal dari esofagus. Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hampir selalu jarak antara esofagus proximal dan distal dapat disambung langsung. Ini disebut dengan primary repair, yaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3-6 ruas vertebra, dilakukan delayed primary repair. Operasi ditunda selama paling lama 12 minggu, sambil dilakukan suction rutin dan pemberian makanan melalui gastrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dicoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga maka esofagus disambung dengan menggunakan sebagian kolon. Tindakan Setelah Operasi Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomosis agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan. Penatalaksanaan Keperawatan Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang. karena hanya memisahkan fistula tanpa

3.ATRESIA REKTI & ANUS a. DEFINISI Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasikongenital di mana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina. (Wong, 2003) . b. EPIDEMIOLOGI Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL

(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). c. ETIOLOGI Penyebab dari penyakit ini adalah: 1. Malformasi Anus Gangguan pertumbuhan dan fusi serta pembentukan anus dari tonjolan embrionik. 2. Malformasi Rektum Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital serta gangguan perkembangan septum anorektal yang memisahkannya (terjadi fistel). (Mansjoer, 2000) Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan 3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

d. KLASIFIKASI Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : 1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. 2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : a) Anomali rendah Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat b) sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius Anomali intermediet Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. c) Anomali tinggi Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm. Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain: a.Yang sering pada laki-laki 1. Fistula pirenium (kutaneus) Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari titik pusat, sfingter eksterna didekat skrotum pada pria / vulva pada perempuan. 2. Fistula rektrovesika Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan dengan saluran

kencing pada setinggi leher vesika urinaria. 3. Fistula rektrouretra Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat). 4. Anus imperforate tanpa vistula Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin. Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit perineum 5. Atresium rektum Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum. Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik padakedua jenis kelamin. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anul & anus yang normal. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit b. Yang sering pada permpuan 1. Kloaka persisten Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris. 2. Fistula vestibular Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara. Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan otot puborektal : a. Kelainan letak rendah (low anomalies) Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna dan eksterna fungsi berkembang normal, tidak ada hubungan dengan traktus genitourinaria. b. Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies) Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan posisi spinter eksterna normal. c. Kelainan letak tinggi (high anomalies) Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna dan terdapat hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula rektouretra, pada perempuan rektovaginal.

e. PATOFISIOLOGI Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena : 1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik 2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan 4) Berkaitan dengan sindrom down 5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga macam letak : Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital Intermediate rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya Rendah rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum . Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius. Menurut (Betz,2002) Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal.

Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstruksi. f. TANDA & GEJALA Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut: 1. Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian. 2. Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja. 3. Kejang usus. 4. Bising usus meningkat. 5. Distensi abdomen. 6. Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel). 7. Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi. (Betz, 2002) Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia rekti dan anus adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996) g. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya. 3. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan fisik rectum Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. 8. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius. 9. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium. h. PENATALAKSANAAN Pembedahan a. Untuk kelainan dilakukan kolostomi, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. b. Aksisi membran anal (membuat anus buatan) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen) Manajemen Keperawatan 1. Tindakan perawatan sebelum operasi a. Bantu dalam mempertahankan kondisi untuk klien sebelum operasi : Makan biasanya diberikan, catatan setiap ada muntah, warna jumlah NGT dipasangkan, ukuran dedistensi abdomen Monitor cairan parenteral

2. Tindakan perawatan post operasi a. Beri perawatan post operasi dengan baik, observasi kemungkinan adanya komplikasi b.Memberikan perawatan anoplasty perineal yang baik, mencegah infeksi dari suture linu, yang tercepat penyembuhan: Jangan meletakkan apapun pada rectum Biarkan perineum terbuka Rubah posisi kiri kanan

Posisi panggul ditegalkan jika akan melakukan pembersihan atau perawatan c. Melakukan perawatan colostomy dengan baik x x Cegah exoriasi dan iritasi Observasi dan catat ukuran, frekwensi, karekteristik feces

d. Mempertahankan nutrisi yang adekuat untuk mencegah dehidrasi ketidakseimbangan elektrolit: 1. Oral fediny biasanya diberikan beberapa jam post anoplasti 2. diberikan setelah peristaltik usus 3. NGT pada awal post operasi digunakan 4. Monitor cairan parenteral e. Health Education Orang tua diberi penjelasan bagaimana melakukan perawatan colostomi Bantu orang tua klien untuk dapat mengerti situasi anaknya bila tambah usia / besar f. Ketidakmampuan mengontrol feces g. Perlu toilet training

4. HIRSCHPRUNG a. DEFINISI Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Hirschprung adalah suatu bentuk megacolon yang disebabkan oleh kegagalan perkembangan pleksus submukosa Meissner dan pleksus mientrik Aurbach di usus besar. (Patologi Robbins dan Kumar) Hirschprung adalah merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak adanya syaraf-syaraf pada satu bagian intestin. Hal ini menyebabkan adanya obstruksi intestin mekanis akibat dari motilitas segmen yang tidak adekuat. (Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, Mary E Muscarl) Hirscprung merupakan obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidakadekuatan motilitas bagian usus.

(Buku Ajar Keperawatan Pediatric, Donna C Wang)

b. EPIDEMIOLOGI 1. penyakit hirschprung terjadi 1 diantara 5000 kelahiran hidup 2. Insidens penyakit ini tiga atau empat kali lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. 3. Insidens meningkat pada saudara kandung dan turunan dari anak yang terkena. 4. Hirschprung paling sering terjadi pada anak dengan sindrom down. 5. Penyakit ini menyebabkan 15% sampai 20% obtruksi pada neonatus. (cecily lynn betz dan Linda A. 2009) Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis. c. ETIOLOGI x x Faktor genetik Kira-kira 4% dari saudara kandung terkena pada kasus indeks. Kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal yang terjadi antara minggu ke-5 dan ke-12 gestasi Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan. Sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

Anatomi dan fisiologi colon Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan . Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf parasimpatis). Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ketiga pleksus tersebut.

d. KLASIFIKASI Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe Hirschsprun disease meliputi:
x

Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum. Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang sebagian usus kecil.

x x x

e. PATOFISIOLOGI Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapt dibagian distal rectum. Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar. 1. Hipoganglionosis Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon. 2. Imaturitas dari sel ganglion Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.

Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf lainnya. Pematangan dari se l ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis. 3. Kerusakan sel ganglion Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave. f. MANIFESTASI KLINIS Masa neonatal 1. Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir) pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. 2. Muntah berisi empedu, karena makanan terlalu banyak dicolon sehingga makanan naik 3. Distensi abdomen, karena makanan tertahan di sigmoid colon. 4. Enggan menyusu 5. Demam. 6. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans, terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah. Masa bayi dan kanak-kanak 1. Konstipasi, karena tidak berfungsinya pleksus submukosa meisner dan pleksus mienterik aurbach. 2. Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur

kurang dari 3 bulan. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan. Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi. 3. Tinja seperti pita, berbau busuk 4. Gagal tumbuh. ( cecily lynn betz dan Linda A. 2009 ) g. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan: 1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada

Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun. 2. Anorectal manometry Dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 3. Biopsy rectal Merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyakit hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal. h. PENATALAKSANAAN Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk melakukan Pulltrough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi anak dan respon dari terapi awal.. Decompresi kolon dengan pipa besar, diikuti dengan washout serial, dan meninggalkan kateter pada rektum harus dilakukan. Antibiotik spektrum luas diberikan,

dan mengkoreksi hemodinamik dengan cairan intravena. Pada anak dengan keadaan yang buruk, perlu dilakukan colostomy. Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini termasuk kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum. Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini terutama banyak pada periode neonatus yang dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi usus yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode dekompresi menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pull-through. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-through. Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis ke anus melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari kolon ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah. Dalam

banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus yang ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona transisi yang berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-through pada zona transisi akan membutuhkan reoperasi. Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit hirschsprung: Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen kemudian dilakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy seromuskuler. Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode: 1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum 2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIA kemudian dimasukkan melalui anus. 3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal aganglioner. Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi.

5. OBSTRUKSI BILIARIS a. DEFINISI Antara hati dan usus halus terdapat saluran yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya empedu yang di produksi hati menuju usus. Jika saluran ini tersumbat, maka hal ini disebut sebagai obstruksi biliaris (Sarjadi, 2000). Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses (Ngastiyah, 2005). b. ETIOLOGI Obstruksi duktus biliaris ini sering ditemukan, kemungkinan disebabkan: 1. Batu empedu 2. Karsinoma duktus biliaris 3. Karsinoma kaput panksreas 4. Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan striktura 5. Ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis (Sarjadi, 2000) Penderita tampak ikterik, akan sangat berat apabila obstruksi tidak dapat diatasi, bilirubin serum yang terkonjugasi meningkat, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat). Biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkalin fosfate serum terutama transaminase. (Sarjadi,2000) Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten, empedu yang terbendung dapat mengalami infeksi, menimbulkan kolangitis dan abses hepar. Kekurangan empedu dalam usus halus mempengaruhi absorpsi lemak dan zat yang terlarut dalam lemak (misalnya beberapa jenis vitamin) (Sarjadi,2000). a. Penyakit Duktus Biliaris Intrahepatik Gambaran yang mirip dengan obstruksi biliaris dapat disebabkan oleh penyakit duktus biliaris intrahepatik, seperti : 1) Atresia Biliaris Merupakan suatu kondisi kelainan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. 2). Sirosis biliaris primer Secara histologis kerusakan duktus tampak dikelilingi infiltrasi limfosit yang padat dan sering timbul granuloma.

3). Kolangitis sklerosing Merupakan radang kronis yang mengenai duktus biliaris intrahepatik. 4). Reaksi obat kolestatik Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan short-acting (Sarjadi, 2000). b. Obstruksi Biliaris Akut Obstruksi akut duktus biliaris utama pada umumnya disebabkan oleh batu empedu. Secara klinis akan menimbulkan nyeri kolik dan ikterus. Apabila kemudian sering terjadi infeksi pada traktus biliaris, duktus akan meradang (kolangitis) dan timbul demam. Kolangitis dapat belanjut menjadi abses hepar (Sarjadi, 2000). Obstuksi biliaris yang berulang menimbulkan fibrosis traktus portal dan regenerasi noduler sel hepar. Keadaan ini disebut sirosis biliaris sekunder (Sarjadi, 2000). c. MANIFESTASI KLINIS 1. Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi ikterus 2. Kemudian feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul 3. Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen 4. Perut sakit di sisi kanan atas 5. Demam 6. Mual dan muntah (Zieve David,2009) d. PATOFISIOLOGI Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor, atau penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995) Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995) Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang

berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen (Judarwanto,2009). Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005) Kemungkinan penyebab saluran empedu tersumbat meliputi: 1. Kista dari saluran empedu 2. Lymp node Diperbesar dalam porta hepatis 3. Batu empedu 4. Peradangan dari saluran-saluran empedu 5. Trauma cedera termasuk dari operasi kandung empedu 6. Tumor dari saluran-saluran empedu atau pankreas 7. tumor yang telah menyebar ke sistem empedu (Zieve David,2009) e. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, adanya tanda ikterus atau kuning pada kulit, pada mata dan di bawah lidah. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar kadang juga disertai limfa yang membesar. Pemeriksaan Laboratorium dan Imaging 1. Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin) Pemeriksaan darah dilakukan pemeriksaan fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, GGT. Dan faktor pembekuan darah. 2. Rontgen perut (tampak hati membesar) 3. Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai. 4. Breath test Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat. Obatobat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun

intravena (melalui pembuluhdarah). 5. USG

Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan

penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati. Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi. 6. Imaging radionuklida (radioisotop) Menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer. 7. Skening hati Merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati. 8. Koleskintigrafi Menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis). 9. CT scan Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan. 1 0 . M RI Memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan. Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu lebih lama dan penderita harus berbaring

dalam

ruangan

yang

sempit,

menyebabkan

beberapa

penderita

mengalami

klaustrofobia (takut akan tempat sempit). 11. Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita. 12. Kolangiografi transhepatik perkutaneus Menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati. 13. Kolangiografi operatif Menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran empedu. 14. Foto rontgen sederhana sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur. 15. Pemeriksaan Biopsi hati Untuk melihat struktu organ hati apakah terdapat sirosis hati atau kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. 16. Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan). (Indonesia, USA & internasional berkumpul, 2000) f. PENATALAKSANAAN Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau dengan laparoskopi. (Reksoprodjo, 1995) Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang

terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini dapat berupa kelesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledokojejunustomi atau hepatiko-jejunustomi. (Reksoprodjo, 1995) 1. Penatalaksanaan Keperawatan Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan yang cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, serta menghindarkan kontak infeksi). Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada bayinya berbeda dengan bayi lain yang kuning karena hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya dengan terapi sinar atau terapi lain. Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya penyumbatan ( Ngastiyah, 2005). 2. Penatalaksanaan Medisnya ialah dengan operasi ( Ngastiyah, 2005). Berikan penatalaksanaan seperti bayi normal lainnya, seperti nutrisi adekuat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dll. Lakukan konseling pada orang tua agar mereka menyadari bahwa kuning yang dialami bayinya bukan kuning biasa tetapi disebabkan karena adanya penyumbatan pada saluran empedu. Lakukan inform consent dan inform choise untuk dilakukan rujukan. 6. OMPHALOKEL a. DEFINISI : Omphalokel secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti umbilicus tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi oleh suatu kantong atau selaput. Selaput terdiri atas lapisan amnion dan peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan wharton's jelly. Omphalocele suatu keadaan dimana viseral abdominal terdapat di luar cavum abdomen tetapi masih di daiam kantong amnion. Omphalocele dapat diartikan sebagai kantong bening tidak berpembuluh darah yang terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion pada pangkal tali pusat. Omphalokel adalah herniasi sebagian isi intra abdomen melalui cincin umbilikus yang terbuka ke dalam dasar tali pusat. Ukurannya

bervariasi dalam sentimeter, di dalamnya berisi seluruh midgut, raster dan lepar. Sekitar 70% kasus, omphalokel berhubungan dengan kelainan yang lain. Kelainan terbanyak adalah kelainan kromosom. b. EPIDEMIOLOGI Omphalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran c. ETIOLOGI Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omphalokel, yaitu: 1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit daa terinfeksi; penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omphalokel paling sering dijumpai. 2. Defisiensi asam folat hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dindin~ abdomen pada percobaan den;an tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus Bila suatu kelainan didapati bersamaan den-an adanya omphalokel , layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik. 3. Polihidramnion, dapat diduga adanva atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG. d. PATOFISIOLOGI Pada janin usia 5 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akanmasuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion, keadaan ini disebut gastroschisis.

e. KLASIFIKASI Klasifikasi Omphalokel menurut Moore ada 3, aitu: 1. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm 2. Tipe 2 : diameter defek 2,5 - 5 cm 3. Tipe 3) : diameter defek > 5 cm Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terpit klem dan sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila omphalokel dibiarkarn tampa penanganan, bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari dan akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi dibawah lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut akan terpecah dan usus akan prolap. F. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan prenatal Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent pada orang tua tentan; keadaa.n janin, resiko tehadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan All kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya bempa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan abservasi melaui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan nzptur sehingga mempengaruhi prognosis. 2.Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran) Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit

kehilangan panas tubuh sehingga lebih membutuhkan resusitasi awal cariran dibanding bayi dengan gastrokisis. Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah sbb: 1. Tempatkan bayi pada ruangan vang asaeptik dan hangat untuk mencegah kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi. 2. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar drainase. 3. Lakukan penilaian ada/tidaknva distress respirasi yang mungkin membutuhkan alai bantu verltilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal 4. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus sellinop dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus. 5. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi tekanan intra abdomen. 6. Pasang jalur intra vena (sebaiknva pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein vang mun(jkin terjadi karena ganggLlan sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad spektrum. 7. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit. 8. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan 9. Fvaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram. 10. Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat dan ditambah oksigen 3. Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif)

Penatalaksanaan omphalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omphalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayibayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant ornphalocele bisa terjadi hernias] dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkernbang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat mernbahayakan bayi. Beberapa All, walaupun demikian, perllah mencoba rnelakukan operasi pada giant otnphalocele secara primer dengan moditikasi dan berhasil. Tindakan nonaperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang epitelisasi dari kanton- atau selaput. Suatu saat setelah -ranulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan dinepair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0.25% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan 'terangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantumg dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dari mengurangi isi kantong. Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada kanong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah Ace wraps, Velcro binder, in poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit. Glasser (2003) menyatakan bahwa tinakan nonoperatif pada omphalokel memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka metabolik yang tinggi serta omphalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi organ-organ abdomen. Indikasi terapi non bedah adalah: 1. Bayi dengan ompalokel raksasa (giant ornphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannva harus didahulukan daripada umphalokelnya. 2. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan. 3. Bayi dengan kelainan lain vang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.

4. Penatalaksanaan dengan operasi Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru) Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi usus. Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu a. Primary Closure Primary closure merupakan treatment of choice pada omphalokel kecil dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omphalokel dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan blok neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia diinsisi dan vasavasa umbilkus dan urakus diidentitikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang dan organ-organ intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan 2 -s cm ke superior dan inferior. Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan dideseksi atau dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kernudian ditutup dengan jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan material yang dapat terabsorbsi Standar operas] ialah dengan mengeksisi kantong dan pada kasus giant omphalocele biasanva dilakukan tindakan konservatif dahulu. b. Staged closure

Pada kasus omphalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif Cara tersebut ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary closure. PENANGANAN PASCAOPERASI Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pascaoperasi atau jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral is inserted. Resiko sepsis meningkat saat kateter sentral terpasang pada bayi dengan pemasangan silastic.Konsekuensinya pada bay] ini tidak ada alternatif selain alimentasi perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi. KonsekLrensinya lambung didrainase den-an kateter plastik kecil. Ftmgsi usus pada bayi den-an omphaloke) adalah tertunda. Disfungsi usus membutu}ikan waktu lama untuk normal, dari 6 mingou sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang dari 2 mingau pasca penutupan primer, mereka jarang toleransi penuh dengan makanan oral Pemantauan selarna operasi haruslah dilanjutkan setelah operas], terrnasuk pemberiaan antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibitoik berfunosi mencegah infeksi seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus biasanya akan kembali setelah 2-3 liar] dari waktu primary closure sehingga nutrisi enteral awal dapat diberikan.8 Pada staged repair, total perenteral nutrisi ('TPN) diberikan lebih larna lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal. Glasser (2003) menyebutkan bahwa fungsi usus akan cepat kembali normal jika peradangan rnereda5 Akibat awal operasi dapat terjadi kenaikan tekanan intraabdomen yang berakibat menurunnya aliran vena kava (venous return) ke jantung dan menurunnya kardiac output. Selain itu diafragma dapat terdorong ke rongga thoraks yang menyebabkan naiknya tekanan air-way dan beresiko terjadinya barotrauma dan insutisiensi paru. Keadaan itu semua dapat menimbulkan hipotensi, iskemia usus, gangguan respirasi (ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dart komplikasi awal operasi adalah timbulnya obtruksi intestinal, NEC, infeksi yang dapat berakibat sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan pasien tergantung pada

ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia. Wakhlu A (2000) melaporkan dari kasusnya bahwa obstruksi usus dapat disebabkan karena adhesi usus dengan jaringan fibrous pada penutupan skin flap. NEC dapat disebabkan karena iskemia usus karena volvulus atau karena tekanan intraabdomen yang meningkat.5 Infeksi biasanya terjadi pada staged closure dimana terdapat pemaparan luka berulang dan penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak

7. HERNIA DIAFRAGMATIKA a. DEFINISI Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Lubang hernia dapat terjadi di peritoneal (tipe Bochdalek) yang tersering ditemukan, anterolateral (tipe Morgagni) atau di esofageal hiatus hernia. Foramen bochdalek merupakan celah sepanjang 2-3 cm di posterior diafragma setinggi costa 10 dan 11, tepat di atas glandula adrenal. Kadang-kadang defek ini meluas dari lateral dinding dada sampai ke hiatus esophagus. Kanalis pleuroparietalis ini secara normal tertutup oleh membran pleuroparietal pada kehamilan minggu ke-8 sampai ke-10. Kegagalan penutupan kanalis ini dapat menimbulkan terjadinya hernia Bochdalek. Hernia ini merupakan kelainan yang jarang terjadi. Mc Culley adalah orang pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1754. Bochdalek pada 1848 menggambarkan secara detil aspek embriologi pada hernia ini yang merupakan defek tersering (80%). b. EPIDEMIOLOGI Insiden pada neonatus tercatat 1 : 2000 5000, pada dewasa dilaporkan insidensi bervariasi antara 0,17% yang dilaporkan oleh mullens dkk sampai setinggi 6% yang dilaporkan oleh Gale. Hal ini didapatdari penelitian retrospektif dari pemeriksaan CT Scan yang dilakukan untuk berbagai tujuan. Hernia Bockdalek paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada dewasa sangat jarang (sekitar 10% dari semua kasus) dan sering terjadi misdiagnosis dengan pleuritis atau tuberkulosis paru. Kadang-kadang pada anak yang lebih besar juga sering diduga sebagai staphylococcal pneumonia.

c. ETIOLOGI Penyebab pasiti hernia masih belum diketahui. Hal ini sering dihubungkan dengan penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide, antiepileptik, atau defisiensi vitamin A selama kehamilan. Pada neonatus hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Seperti diketahui diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.

d. MANIFESTASI KLINIK Gejalanya berupa: - Gangguan pernafasan yang berat. - Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen). - Takipneu (laju pernafasan yang cepat). - Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris).

- Takikardia (denyut jantung yang cepat). Secara klinis hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral. Pemeriksaan fisik didapatikan gerakan pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak, fremitus menghilang, suara pernafasan menghilang dan mungkin terdengar bising usus pada hemitoraks yang mengalami gangguan. e. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, yaitu: Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris. tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia. bising usus terdengar di dada. perut teraba kosong. Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada.

Foto Thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus didaerah thoraks. Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis diafragmatika dengan eventerasi. Bila perlu dapat pula dilakukan untuk membuktikan apakah kelainan itu eventerasi atau hernia biasa.

f. PENATALAKSANAAN Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur dihisap. Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Hendaknya perlu diingat bahwa biasanya (70%) kasus ini disertai dengan hipospadia paru.Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga perlu jika dijumpai insufisiensi jantung paru pada neonatus. Reposisi hernia dan penutupan defek memberi hasil baik.

8. MENINGOKEL DAN ENSEFALOKEL MENINGOKEL a. DEFINISI Meningokel adalah selaput otak menonjol keluar pada salah satu sela tengkorak tapi biasanya di daerah belakang kepala. Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Meningokel atau ensephalokel merupakan kelainan bawaan dimana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang. b. EPIDEMIOLOGI Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran. c. ETIOLOGI Penyebab terjadinya meningokel dan ensephalokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.

Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya. d. GEJALA Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu : 1. Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. 2. Meningokel, yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. 3. Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit di atasnya tampak kasar dan merah. Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri (besar) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta, adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang), lekukan pada daerah sakrum.Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). E. PENATALAKSANAAN Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.

1. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju. 2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi. 3. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga. Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses. ENSEPHALOKEL a. DEFINISI Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensephalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Jaringan otak yang menonjol. b. GEJALA Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahn keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan, mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan, ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai denga kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya. c. PENATALAKSANAAN 1. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa steril setelah lahir. 2. Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak yang sangat berbahaya. 3. Pasca operasi perhatikan luka agar : tidak basah, ditarik atau digaruk bayi, perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik (kolaborasi)

8. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir Pengkajian pada bayi baru lahir dapat dilakukan segera setelah lahir yaitu untuk mengkaji penyesuaian bayi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap untuk mengetahui normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan 1. Pengkajian segera BBL a. Penilaian awal Nilai kondisi bayi : APAKAH BAYI MENANGIS KUAT/BERNAFAS TANPA KESULITAN ? APAKAH BAYI BERGERAK DG AKTIF/LEMAS? APAKAH WARNA KULIT BAYI MERAH MUDA, PUCAT/BIRU?

APGAR SCORE Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel (pernafasan, frek. Jantung, warna, tonus otot & iritabilitas reflek) Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)

Dilakukan pada : 1 menit kelahiran yaitu untuk memberi kesempatan pd bayi untuk memulai perubahan Menit ke-5 Menit ke-10 penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yg rendah & perlu tindakan resusitasi. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg kondisi neurologis 2. Asuhan segera Bayi Baru Lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir selama satu jam pertama setelah kelahiran. Sebagian besar BBL akan menunjukkan usaha pernafasan spontan dg sedikit bantuan/gangguan Oleh karena itu PENTING diperhatikan dlm memberikan asuhan SEGERA, yaitu jaga bayi tetap kering & hangat, kotak antara kulit bayi dg kulit ibu sesegera mungkin

A. Membersihkan Jalan Nafas 1 ). Sambil menilai pernafasan secara cepat, letakkan bayi dg handuk di atas perut ibu 2). Bersihkan darah/lendir dr wajah bayi dg kain bersih & kering/ kassa 3). Periksa ulang pernafasan 4). Bayi akan segera menagis dlm waktu 30 detik pertama setelah lahir jika tdk dpt menangis spontan dilakukan : 1). letakkkan by pd posisi terlentang di t4 yg keras & hangat 2). gulung sepotong kain & letakkan di bwh bahu shg leher bayi ekstensi 3 ). bersihkan hidung, rongga mulut, & tenggorokan by dg jari tangan yg dibungkus kassa steril 4). tepuk telapak kaki by sebanyak 2-3x/ gosok kulit by dg kain kering & kasar

Gb. Posisi ekstensi Kebiasaan Yang Harus Dihindari LANGKAH-LANGKAH Menepuk pantat bayi Menekan dada Menekan perutnya Membuka sphincter anusnya Menggunakan panas/dingin Meniupkan oksigen/udara dingin Hipotermi Membuang waktu, karena tindakan pada tubuh/wajah bayi Memberi minuman air bawang kaki bayi ke ALASAN TIDAK DIANJURKAN Trauma/cedera Patah, pneumothorax, gawat nafas, kematian bagian Merusak pembuluh darah dan kelenjar pada hati/limpa, perdarahan Merusak /melukai sphincter ani bungkusan Membakar/hipotermi

resusitasi yang tidak efektif pada saat kritis Penghisapan lendir Gunakan alat penghisap lendir mulut (De Lee)/ alat lain yg steril, sediakan juga tabung oksigen & selangnya Segera lakukan usaha menghisap mulut & hidung Memantau mencatat usaha nafas yg pertama Warna kulit, adanya cairan / mekonium dlm hidung / mulut hrs diperhatikan

B. Perawatan Tali Pusat setelah plasenta lahir & kondisi ibu stabil, ikat atau jepit tali pusat Cara : celupkan tangan yg masih mggnakan sarung tangan ke dlm klorin 0,5% untuk membersihkan darah & sekresi tubuh lainnya bilas tangan dengan air matang /DTT keringkan tangan (bersarung tangan) letakkan bayi yang terbungkus diatas permukaan yang bersih dan hangat ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dr pusat dengan menggunakan benang DTT. Lakukan simpul kunci/ jepitkan Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling ujung tali pusat & lakukan pengikatan kedua dg simpul kunci dibagian TP pd sisi yg berlawanan Lepaskan klem penjepit & letakkan di dlm larutan klorin 0,5% Selimuti bayi dg kain bersih & kering, pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup

Gb. Pemotongan tali pusat

Gb. Bayi yang telah diikat tali pusatnya

Gb. Bayi terbungkus kain kering INGAT ! JANGAN MENGOLESKAN SALEP APAPUN/ZAT LAIN KE BAGIAN TALI PUSAT C. Mempertahankan Suhu Tubuh Dengan cara : Keringkan bayi secara seksama Selimuti bayi dg selimut/kain bersih, kering & hangat Tutup bagian kepala bayi Anjurkan ibu untuk memeluk & menyusukan bayinya Lakukan penimbangan stl bayi mengenakan pakaian Tempatkan bayi di lingk yg hangat d. Pencegahan infeksi Memberikan obat tetes mata/salep diberikan 1 jam pertama by lahir yaitu ; eritromysin 0,5%/tetrasiklin 1%.

Yang biasa dipakai adalah larutan perak nitrat/ neosporin & langsung diteteskan pd mata bayi segera stl bayi lahir BBL sangat rentan terjadi infeksi, sehingga perlu diperhatikan hal-hal dalam perawatannya. Cuci tangan sebelum & setelah kontak dg bayi Pakai sarung tangan bersih pd saat menangani bayi yg blm dimandikan Pastikan semua peralatan (gunting, benang tali pusat) telah di DTT, jika menggunakan bola karet penghisap, pastukan dlm keadaan bersih Pastikan semua pakaian, handuk, selimut serta kain yg digunakan untuk bayi dlm keadaan bersih Pastikan timbangan, pipa pengukur, termometer, stetoskop & benda2 lainnya akan bersentuhan dg bayi dlm keadaan bersih (dekontaminasi setelah digunakan) 2. Asuhan bayi baru lahir 1-24 jam pertama kelahiran Tujuan : Mengetahui aktivitas bayi normal/tdk & identifikasi masalah kesehatan BBL yg memerlukan perhatian keluarga & penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan Pemantauan 2 jam pertama meliputi : Kemampuan menghisap (kuat/lemah) Bayi tampak aktif/lunglai Bayi kemerahan /biru Sebelum penolong meninggalkan ibu, harus melakukan pemeriksaan & penilaian ada tdknya masalah kesehatan terutama pada : By kecil masa kehamilan/KB Gangguan pernafasan Hipotermia Infeksi Cacat bawaan/trauma lahir Jika tidak ada masalah, a. lanjutkan pengamatan pernafasan, warna & aktivitasnya

b. Pertahankan suhu tubuh bayi dg cara : hindari memandikan min. 6 jam/min suhu 36,5 C bungkus bayi dengan kain yg kering & hangat, kepala bayi harus tertutup c. Lakukan pemeriksaan fisik gunakan tempat yg hangat & bersih cuci tangan sebelum & sesudah pemeriksaan, gunakan sarung tangan & bertindak lembut LIHAT, DENGAR, & RASAkan Rekam /catat hasil pengamatan jika ditemukan faktor risiko/masalah segera Cari bantuan lebih lanjut d. Pemberian vitamin K untuk mencegah terjadinya perdarahan krn defisiensi vit. K Bayi cukup bulan/normal 1 mg/hari peroral selama 3 hari Bayi berisiko 0,5mg 1mg perperenteral/ IM e. Identifikasi BBL Peralatan identifikasi BBL harus selalu tersedia Alat yg digunakan; kebal air, tepi halus dan tidak melukai, tdk mudah sobek dan tdk mudah lepas Harus tercantum ; nama bayi (Ny) tgl lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu Di tiap tempat tidur harus diberi tanda dg mencantumkan nama, Tgl lahir, nomor identifikasi f. Ajarkan pada orang tua cara merawat bayi, meliputi : 1). Pemberian nutrisi Berikan asi seserig keinginan bayi atau kebutuhan ibu (jika payudara ibu penuh) Frekuensi menyusui setiap 2-3 jam

Pastikan bayi mendapat cukup colostrum selama 24 jam. Colostrum memberikan zat perlindungan terhadap infeksi dan membantu pengeluaran mekonium. Berikan ASI saja sampai umur 6 bulan 2). Mempertahankan kehangatan tubuh bayi Suhu ruangan setidaknya 18 - 21C Jika bayi kedinginan, harus didekap erat ke tubuh ibu Jangan menggunakan alat penghangat buatan di tempat tidur (misalnya botol berisi air panas) 3). Mencegah infeksi Cuci tangan sebelum memegang bayi dan setelah menggunakan toilet untuk BAK/BAB Jaga tali pusat bayi dalam keadaan bersih, selalu dan letakkan popok di bawah tali pusat. Jika tali pusat kotor cuci dengan air bersih dan sabun. Laporkan segera ke bidan jika timbul perdarahan, pembengkakan, keluar cairan, tampak merah atau bau busuk. Ibu menjaga kebersihan bayi dan dirinya terutama payudara dengan mandi setiap hari Muka, pantat, dan tali pusat dibersihkan dengan air bersih , hangat, dan sabun setiap hari. Jaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan pastikan setiap orang yang memegang bayi selalu cuci tangan terlebih dahulu 4) Ajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua Pernafasan sulit/ > 60x/menit Suhu > 38 C atau < 36,5 C Warna kulit biru/pucat Hisapan lemah, mengantuk berlebihan, rewel, banyak muntah, tinja lembek, sering warna hijau tua, ada lendir darah Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk Tidak berkemih dalam 3 hari, 24 jam Mengigil, tangis yg tidak biasa, rewel, lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang 5) Berikan immunisasi BCG, Polio dan Hepatis B

DAFTAR PUSTAKA
Stright, Barbara R Alih bahasa Maria A. Wijayarini. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Edisi 3. Jakarta:EGC May, K.A dan Mahlmeister L.R. 1994. Maternal and Neonatal Nursing : Familycentered Care (3rd ed). Philadelphia : J.B. Lippincott Suharso, Darto. Achmad Y Herjana.Erny. 2005. Pemeriksaan Neurologis Pada Bayi dan Anak. Disampaikan pada lokakarya Tumbuh Kembang Anak Divisi Neuropediatri FK UNAIR. Saifudin, Abdul Bahri.2000. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Donna L Wong et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong alih bahasa Agus Suratna dkk. Jakarta : EGC Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas E/4.Alih bahasa: Maria A. Wijayarini,S.Kp & dr.Peter I.Anugerah. jakarta : EGC Hamilton, persis mary, 1995. Dasar Dasar Keperawatan Maternitas Ed 6. Alih bahasa :Ni Luh Gede Yasmin Asih, SKp. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai