Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini didukung oleh data-data berikut ini. 1. Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia termasuk kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Timor Timor. 2. Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal ditemukan kasus DBD, angka kejadian luar biasa penyakit DBD diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian tertinggi pada tahun 1968 awal ditemukan kasus DBD dan angka kejadian penyakit DBD tertinggi pada tahun 1988. 3. 4. 5. Angka kematian kasus DBD masih tinggi, terutama penderita DBD yang datang terlambat dengan derajat IV. Vektor penyakit DBD nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus masih banyak dijumpai di wilayah Indonesia. Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi disertai mobilitas penduduk yang cepat memudahkan penyebaran sumber penularan dari satu kota ke kota lainnya. (Soegijanto, 2006) Indonesia menempati peringkat kedua negara endemis DBD di Asia Tenggara. Angka kesakitan DBD di Indonesia tahun 1998 adalah 22,1 per 100.000 penduduk, sedangkan di Jawa Timur Incidence Rate (IR) tertinggi tahun 1996 yaitu 38,05 per 100.000 penduduk. Sejak itu penyakit DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD, terutama dengan faktor risiko dari host usia 5-9

tahun, genetik, strain virus dengue, dan infeksi virus dengue sekunder (Andajani, 2006). DBD merupakan penyakit yang sering menimbulkan suatu letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah kematian yang besar. Penyakit DBD yang pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Mengingat angka CFR nya yang tinggi, cepatnya penyebaran dan kecenderungan terjadi peningkatan maka DBD merupakan salah satu masalah yang harus segera ditangani dengan cepat di Indonesia (Ditjen PPM&PL, 2001). Menurut data yang didapatkan di Puskesmas Bareng, Kabupaten Jombang ditemukan 1 kasus DBD pada 31 Desember 2008 dan 1 kasus kematian karena DBD pada Februari 2009 di Desa Tebel. Sedangkan pada desa desa yang lain pada Kecamatan Bareng didapatkan juga kasus DBD tetapi tidak sampai ada yang meninggal. Dengan adanya kasus kematian tersebut maka dapat dikatakan Desa Tebel merupakan Desa Endemis karena terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) disana. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue, antara faktor lain faktor hospes (host), lingkungan (environment), dan virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu

kerentanan (susceptability), dan respons imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembapan, musim), kondisi demografis (kepadatan, mobilitas, perilaku, adapt istiadat, sosial ekonomi penduduk), jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit. Faktor agent yaitu sifat virus dengue yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotype virus dengue yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan di India telah terjadi pergeseran genotipe virus Dengue strain Den-2. Demikian pula kejadian di 4 negara di Amerika Latin dan Srilangka menunjukkan bahwa timbul genotipe baru dari Den-2 yang berhubungan dengan terjadinya DHF-DSS. Di Indonesia khususnya Jawa

Timur belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh geografis terhadap karakteristik serotype virus Dengue. (Soegijanto, 2006) Penyakit DBD sampai sekarang belum ditemukan obat maupun vaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya penyakit ini dengan memutuskan rantai penularan. Baru-baru ini pemerintah mencanangkan metode 3M Plus, yaitu mengubur sejumlah kaleng atau plastik bekas yang dapat menampung air sehingga jadi media bertelur nyamuk Aedes aegypti. Menutup dan menguras berbagai tempat penampungan air di rumah masing-masing dengan periode tertentu. Setelah melakukan kegiatan 3M, dilanjutkan dengan pelaksanaan abatisasi masal untuk membunuh jentik. (Elmy Rustam, plt Asisten III sekprov Kaltim ). Angka bebas jentik merupakan prosentase jumlah rumah bebas jentik dibanding dengan jumlah rumah diperiksa. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan angka bebas jentik misalnya dengan kegiatan 3M dan PSN (www.desentralisasi-kesehatan.net). Pada bulan Januari 2009 didapatkan Angka Bebas Jentik ratarata dari 13 desa di Kecamatan Bareng sebesar 77,78%, pada bulan Februari rata-rata Angka Bebas Jentik di Kecamatan Bareng mengalami peningkatan menjadi 79,10%. Desa Pakel memiliki Angka Bebas Jentik terendah yaitu sebesar 43%, sedang Angka Bebas Jentik terbesar yaitu sebesar 94% didapatkan pada Desa Bareng dan Desa Mundusewu. Di Puskemas Bareng didapatkan angka kejadian DBD pada bulan Januari dan Februari 2009 sebanyak 5 kasus, 4 kasus pada bulan Januari dan 1 kasus pada bulan Februari 2009. Pada bulan Februari terdapat 1 kasus meninggal dunia. Oleh karena itu, perlu tindak lanjut untuk menangani permasalahan ini sehingga angka penderita dan angka kematian akibat DBD dapat dikurangi.

1.2

Strategi, Kebijakan dan Pokok-pokok Kegiatan Program P2 DBD A. Pemberdayaan Masyarakat Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi dan berbagai penyuluhan dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana. B. Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas Penyakit DBD Peran sektor terkait sangat menentukan sekali dalam pemberantasan penyakit DBD. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi stakeholder baik sebagai mitra maupun pelaku merupakan langkah awal dalam menggalang, berbagai meningkatkan daya dan mewujudkan mitra. kemitraan. Pertemuan Jejaring berkala kemitraan dilaksanakan melalui pertemuan berkala guna memadukan sumber masing-masing dilaksanakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program. C. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program Pengetahuan mengenai bionomic vektor, virologi, faktor perubahan iklim, penatalaksaan kasus harus dikuasai oleh pengelola program sebagai landasan dalam menyusun sebagainya. D. Desentralisasi Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan program kepada kabupaten/kota. E. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan Lingkungan hidup yang sehat akan mengurangi angka kesakitan penyakit DBD, sehingga diperlukan adanya peningkatan mutu dari lingkungan itu sendiri melalui orientasi, advokasi, sosialisasi tentang pemberantasan penyakit DBD yang berwawasan lingkungan kepada semua pihak terkait. program pemberantasan DBD, sehingga diperlukan adanya peningkatan SDM misal : pelatihan, sekolah dan

1.2.1. Strategi

1.2.2

Kebijakan

a) Meningkatkan perilaku hidup sehat dan kemandirian terhadap P2 DBD b) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD c) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program P2 DBD d) Memantapkan kemitraan baik lintas sektor/program, LSM, organisasi profesional dan dunia usaha 1.2.3. Pokok-Pokok Kegiatan 1. Melakukan surveilans epidemiologi dimana dilakukan kewaspadaan dini penyakit 2. 3. 4. 5. 6. DBD melalui kegiatan penemuan dan pelaporan penderita baik dari RS, Puskemas, Pemantauan Jentik Berkala. Tatalaksana kasus Pemberantasan vektor melalui program pemberantasan nyamuk (PSN) Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) Penggerakan peran serta masyarakat Pelatihan guna meningkatkan SDM yang profesional terhadap petugas kesehatan, RS 7. Promosi DBD yaitu melalui penyuluhan media massa, pengadaan leaflet, poster dan seminar 1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pencapaian program P2P DBD tentang ABJ, apakah telah mencapai angka 95% di wilayah kerja Puskesmas Bareng dari bulan Januari dan Februari 2009? 2. Bagaimana pencapaian program P2P DBD tentang abatisasi, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Bareng dari bulan Januari dan Februari 2009? petugas laboratorium, pelaksana program, petugas lapangan penyemprot, dokter puskesmas, dokter swasta, dan dokter sarang

1.4.

Tujuan 1. Untuk mengetahui pencapaian program P2DBD tentang ABJ, apakah telah mencapai angka 95% di wilayah kerja Puskesmas Bareng dari bulan Januari dan Februari 2009. 2. Untuk mengetahui pencapaian program P2DBD tentang abatisasi, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Bareng dari dari bulan Januari dan Februari 2009

BAB II ANALISA SITUASI


2.1 DATA UMUM 2.1.1 Geografi Bareng merupakan sebuah kecamatan yang terletak dalam wilayah Kabupaten Jombang dengan wilayah seluas 5421,20 Ha dan berada di ketinggian 90m di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 23 0C hingga 300C. Kecamatan Bareng terdiri atas 13 desa, 52 Dusun, 115 RW dan 306 RT dengan ibukota kecamatan berada di wilayah Desa Bareng. Desa yang menjadi bagian Kecamatan Bareng adalah sebagai berikut: 1. Desa Banjaragung 2. Desa Bareng 3. Desa Jenis Gelaran 4. Desa Karangan 5. Desa Kebon Dalem 6. Desa Mojo Tengah 7. Desa Mundusewu 8. Desa Ngampungan 9. Desa Nglebak 10. Desa Ngrimbi 11. Desa Pakel 12. Desa Pulosari 13. Desa Tebel Daerah yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Bareng adalah seluruh wilayah kecamatan Bareng itu sendiri karena Puskesmas Bareng merupakan satu-satunya Puskesmas di kecamatan Bareng. Puskemas Bareng terletak di Jalan Raya Dr. Sutomo No. 47 Bareng Kabupaten Jombang. Puskesmas Bareng merupakan puskesmas perawatan dan puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatologi Esensial Dasar).

1. Letak puskesmas ditinjau dari : a. Ibukota Kecamatan b. Ibukota Kabupaten c. Ibukota Propinsi a. Sebelah utara b.Sebelah timur c. Sebelah selatan d. Sebelah barat 3. Keadaan Medan a. Luas wilayah : 63,112 km2 b. Data guna tanah sebagian besar adalah areal persawahan c. Situasi daerah merupakan dataran rendah. 4. Wilayah kecamatan Bareng terdiri dari : a. Sawah b. Tegalan c. Hutan d. Pemukiman e Perkebunan f. Lain-lain : 31,19 km : 22,24 km2 : 0,63 km2 : 7,33 km2 : 0,63 km2 : 0,65 km2 : 500 m : 25 km : 80 km : Kecamatan Mojowarno : Kecamatan Wonosalam dan Kecamatan Kandangan : Kecamatan Jatirejo : Kecamatan Ngoro

2. Batas Wilayah Kecamatan Bareng

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Bareng

2.1.2 Demografi 1. Terdapat 13 desa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 14.286 KK. 2. Jumlah penduduk Juli 2008 sebanyak 52.536 jiwa dengan jumlah terbanyak yaitu 11.797 jiwa pada kelompok usia 10-19 tahun.

Tabel 2.1 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang

NO DESA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Bareng Mojotengah Tebel Kebondalem Karangan Pakel Mundusewu Ngampunan Jenis Gelaran Pulosari Ngrimbi Nglebak Banjaragung JUMLAH

09 1,856 676 814 1,082 671 735 759 724 464 695 687 441 958 10,56 2

10 19 2,110 758 916 1,230 742 831 861 817 527 786 779 385 1,081 11,82 3

20 - 30 - 40 50 29 39 49 1,378 1,425 655 496 519 239 596 811 483 542 559 533 345 514 512 254 712 626 848 506 569 589 561 361 539 532 257 742 292 393 235 265 275 262 167 248 246 123 345 59 638 229 277 378 224 255 262 249 159 241 236 115 329

- 60 69 656 236 285 387 231 258 267 258 163 245 242 119 339

- >70 627 227 269 366 221 247 255 246 156 233 232 57 321 3,457

7,735 8,074 3,745 3,592

3,686

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 19 Juli 2008

2.1.3 Sosial Ekonomi Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Daftar mata pencaharian penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang

10

NO DESA

PETANI WIRASWASTA

PEG. SWASTA 179 83 81 72 79 145 431 367 165 325 169 105 210 2,411

TNI

/ PURNAWIRA TNI / POLRI 85 30 29 32 25 17 25 17 16 18 19 13 20 346

POLRI WAN PNS DAN 195 62 71 60 55 75 47 34 20 45 28 19 49 760

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Bareng Mojotengah Tebel Kebondalem Karangan Pakel Mundusewu Ngampunan Jenis Gelaran Pulosari Ngrimbi Nglebak Banjaragung JUMLAH

3,548 1,245 737 1,219 1,191 1,553 1,467 1,626 1,184 1,239 511 1,077 2,246 18,843

525 111 175 455 390 193 541 377 161 375 69 55 132 3,559

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 15 Juli 2008

2.1.4 Hasil Utama Daerah Hasil utama daerah Bareng adalah : 1. Padi dari sektor pertanian 2. Jagung dari sektor pertanian 3. Kedelai 4. Ketela pohon 5. Tebu

2.1.5 Sosial Budaya Perilaku, adat, dan kebiasaan penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang masih kental dengan tradisi yang ada. Media kesenian yang masih lestari antara lain adalah : samroh, karawitan, dan ludruk. 11

2.1.6 Agama dan Sarana Ibadah Agama yang dipeluk oleh penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang sebagian besar adalah agama Islam. Agama yang lain adalah Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu dan Aliran Kepercayaan.
Tabel 2.3 Agama yang dipeluk oleh penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang

NO

DESA

ISLAM

KRISTEN PROTES TAN 203 152 525 114 77 42 437 125 109 199 205 92 63 2,343

KRISTEN KATOLIK 23 34 73 18 148

HINDU

BUDHA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Bareng Mojotengah Tebel Kebondalem Karangan Pakel Mundusewu Ngampunan Jenis Gelaran Pulosari Ngrimbi Nglebak Banjaragung JUMLAH

9,104 3,222 3,550 5,383 3,204 3,592 3,392 3,527 2,204 3,306 3,263 1,641 4,736 50,124

9 31 40

19 19

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 15 Juli 2008

2.1.7 Pendidikan Tingkat pendidikan yang terdapat di Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang

12

NO

DESA

TK

SD SEDERA JAT 3,000 1,330 1,989 3,760 2,350 1,590 2,005 2,752 1,583 2,384 1,031 1,440 2,220 27,434

SLTP SEDERA JAT 1,050 715 835 535 300 375 52 193 285 530 120 115 455 5,560

SLTA SEDERA JAT 750 325 255 370 250 220 285 142 137 215 150 45 219 3,363

PERGURUAN TINGGI 90 45 15 19 19 19 30 30 15 15 19 7 25 348

LAINLAIN 3,817 663 782 314 413 1,036 819 411 360 220 1,888 175 905 11,803

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Bareng Mojotengah Tebel Kebondalem Karangan Pakel Mundusewu Ngampunan Jenis Gelaran Pulosari Ngrimbi Nglebak Banjaragung JUMLAH

160 90 84 81 72 55 79 54 65 70 65 40 115 1,0 30

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 15 Juli 2008

2.2 Data Khusus (Sumber : Data Puskesmas Bareng 2009) 2.2.1 Data Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Bareng pada tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Data sarana dan prasarana Puskesmas Bareng per Maret 2009

No

Uraian

Jumlah 13

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13

Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Kendaraan operasional (sepeda motor) Rumah Dinas Dokter Rumah Dinas Paramedis Pondok Bersalin Desa BP/RB Swasta RS Swasta Posyandu Praktek dokter a. Spesialis b. Umum c. Gigi Bidan Praktek Swasta Apotik Toko obat / jamu

3 1 4 4 9 70 1 2 1 1 1 3

Sumber : Data Laporan Tahunan Puskesmas Bareng Tahun 2009

2.2.2 Data Ketenagaan Data Ketenagaan Puskesmas Bareng dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut
Tabel 2.6. Data Ketenagaan Puskesmas Bareng perFebruari 2009

NO

JABATAN Dokter Spesialis Dokter

PN S 1 3

KONTRAK PEM DA DIN KES PTT

SUKARELA WAN -

MANDI RI -

JML

1 2

1 3

14

Umum 3 4 5 6 7 8 9 Dokter Gigi Perawat Perawat Gigi Bidan Sanitarian Promkes Gizi Analis 10 11 12 13 14 15 16 laboratoriu m Farmasi Pranata rontgen Rekam medik Staf TU Sopir Penjaga kebun TOTAL 1 3 1 1 45 1 1 1 3 13 4 1 6 1 2 0 0 8 1 1 70 1 1 1 13 1 15 2 1 1 8 1 4 5 1 1 26 1 20 2 1 2

Sumber : Data Laporan Tahunan Puskesmas Bareng per Maret 2009

2.2.3 Organisasi 2.2.3.1 Struktur Organisasi Struktur organisasi Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang berdasarkan Keputusan Bupati Jombang No 78 Tahun 2005 adalah sebagai berikut: a. Kepala Puskesmas puskesmas dalam pengelolaan : b. Unit tata usaha yang bertanggung jawab membantu kepala

15

Data dan informasi Perencanaan dan penilaian Keuangan Umum dan kepegawaian

c. Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas : Upaya kesehatan masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM Upaya kesehatan perorangan Jaringan pelayanan puskesmas

d. Jaringan pelayanan puskesmas : Unit puskesmas Pembantu Unit puskesmas keliling Unit bidan di desa / komunitas

2.2.3.2 Kriteria Personalia 1. Kepala UPTD Puskesmas Bareng adalah Jabatan Struktural Eselon IVa. Kepala UPTD Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang Kepala UPTD Pukesmas Bareng dijabat oleh sarjana dibidang kesehatan dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pemegang jabatan fungsional atau pemegang jabatan struktural lainnya. Apabila Kepala UPTD berhalangan melaksanakan tugasnya, Kepala UPTD dapat mengusulkan salah satu staf untuk mewakilinya. 2. Kepala UPTD Puskesmas Bareng dibantu staf sesuai kebutuhan. Uraian Tugas Operasional Staf dibawah Kepala UPTD Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, menyesuaikan dengan fungsi Kepala UPTD Puskesmas Bareng.

16

2.2.4 Upaya Penyelenggaraan Upaya kesehatan pada Puskesmas Bareng dibagi menjadi dua yakni : 1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), dibagi 2 yakni: Wajib,antara lain : a. Upaya promosi kesehatan b. Upaya kesehatan lingkungan c. Upayakesehatana ibu dan anak serta keluarga berencana d. Upaya perbaikan gizi masyarakat e. Upaya Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular f. Upaya pengobatan Inovasi, antara lain : a. UKS b. UKGM c. Remaja d. Usila e. Poskestren Haji f. PONED 2. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), dibagi menjadi 5 yakni : IRJ (Instalasi Rawat Jalan) IRNA (Instalasi Rawat Inap) UGD (Unit Gawat Darurat) Farmasi Laboratorium

2.2.5 Struktur Organisasi Puskesmas

Kepala Puskesmas dr. Gigih Setijawan, MARS Polindes Promkes : Puguh Saneko, SKM Kesling : Mudjiana Jar Yan Imunisasi : Nila Rahmawati Pustu KIA : Ulfa Ida Pusling KB : Syamsiah Dansa Gizi : Endang Wajib Masyarakat Inovasi UKM : Anik W Unit P2PPengaduan : Hadi Pranoto Kepala TU Soetojo UKS : Uning A UKGM : drg. Nurul Hidayati Renev Usila : Hadi Pranoto : Puguh Saneko, SKM 17 Keuangan Remaja : Nisful Lailiyah : Lilik EDP Poskestren Kesehatan Haji : : dr. Agustinus S Hadi Pranoto Umum personalia : Soetojo UKP PONED : Putoyah

Gambar 2.2 Struktur Organisasi

2.3 2.3.1

Puskesmas Batasan puskesmas

IRJ UGD Farmasi Laborat IRNA

: dr. Sri Rahayu : Norman Mahendra : Dyah : Aris S : Amik S

Menurut Dinkes Provinsi Jawa Timur tahun 2008 dijelaskan bahwa puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan (UPTD) kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Pembangunan kesehatan yang dimaksud adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat. Puskesmas sebagai unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Adapun standar wilayah kerja

18

puskesmas adalah satu kecamatan. Akan tetapi bila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. 2.3.2 Visi puskesmas Visi puskesmas adalah untuk mewujudkan tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Yang dimaksud dengan kecamatan sehat yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator keberhasilan kecamatan sehat adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan sehat 2. Perilaku sehat 3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu 4. Derajat kesehatan masyarakat kecamatan

2.3.3

Misi puskesmas 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. 3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

2.3.4

Tujuan puskesmas

19

Tujuan

pembangunan

kesehatan

yang

diselenggarakan

oleh

puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. 2.3.5 Fungsi puskesmas 1. Pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan a. Menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya. b. Melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. 2. Pusat pemberdayaan masyarakat a. Berupaya agar masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan. c. Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. 3. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi: a. Pelayanan kesehatan perorangan meliputi rawat jalan dan untuk beberapa puskesmas melayani rawat inap. b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) meliputi promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. Dalam melaksanakan fungsinya ditempuh langkah-langkah strategis sebagai berikut:

20

1. Mengumpulkan informasi keadaan lingkungan, geografi, demografi, morbiditas, sosio-budaya dan sosio-ekonomi penduduk serta keadaan infrastruktur untuk melakukan analisis situasi dan menetapkan diagnosis masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. 2. Berdasarkan hasil diagnosis masalah dengan kebijaksanaan dan petunjuk yang diberikan dari Dinas Kesehatan Dati II sebagai atasannya. 3. Mengamati dan menganalisis data atau informasi yang dikumpulkan secara berkala untuk kewaspadaan timbulnya keadaan yang membahayakan kesehatan masyarakat. 4. Merangsang masyarakat termasuk untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong mereka sendiri. 5. Memberi petunjuk kepada masyarakat bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya setempat yang ada secara efektif dan efisien. 6. Memberikan bantuan yang bersifat teknis, materi dan rujukan medik maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan. 7. Memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat dengan memperhatikan kebutuhannya, mutu pelayanan dan Penilaian masyarakat yang dilayani. 8. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program puskesmas. 2.3.6 Kedudukan Puskesmas 1. Sistem kesehatan nasional Sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama. 2. Sistem kesehatan Kabupaten/Kota Unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota. 3. Sistem pemerintahan daerah Unit struktural pemerintah daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan.

21

4. Antar sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama a. Mitra organisasi pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta. b. Pembina bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat seperti Posyandu dan Polindes. 2.3.7 Upaya dan asas penyelenggaraan 1. Bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat pada tingkat pertama (primer). 2. Upaya dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang ditetapkan dinas kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas. 2.3.7.1 Upaya puskesmas 1. Upaya kesehatan wajib puskesmas Yang termasuk didalamnya adalah : a. Promosi kesehatan b. Kesehatan lingkungan c. Kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana d. Perbaikan gizi masyarakat e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular f. Pengobatan 2. Upaya kesehatan pengembangan puskesmas 2.3.7.2 Asas penyelenggaraan : 1. Asas pertanggungjawaban wilayah 2. Asas pemberdayaan masyarakat 3. Asas keterpaduan a. Lintas program b. Lintas sektor 4. Asas rujukan a. Rujukan medis b. Rujukan kesehatan masyarakat

22

2.3.8

Manajemen puskesmas Proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas dibedakan atas dua macam : 1. Perencanaan upaya kesehatan wajib 2. Perencanaan upaya kesehatan pengembangan termasuk kegiatan operasional puskesmas (pusling, manajemen, dsb) dan perbaikan sarana puskesmas, rumah dokter serta perawat/ bidan Langkah kegiatan perencanaan : 1. Identifikasi masalah 2. Menyusun usulan kegiatan 3. Mengajukan usulan kegiatan 4. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

2.3.8.1 Perencanaan

2.3.8.2 Pelaksanaan dan Pengendalian Puskesmas dalam mencapai tujuannya dapat melaksanakan kegiatan bulanan (lintas program) maupun tribulanan (lintas sektor, swasta, LSM dan BPP). Tahapan kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Pengkajian ulang rencana pelaksanaan. 2. Penyusunan jadwal kegiatan bulanan untuk tiap petugas penanggungjawab. 3. Penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan jadwal. Dan sebagai langkah pemantauan dilaksanakan kegiatan seperti: 1. Memeriksa penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai kemudian dibandingkan dengan rencana. 2. Menyusun acara peningkatan penyelenggaraan kegiatan. 2.3.8.3 Pengawasan dan Pertanggungjawaban 1. Pengawasan puskesmas dilakukan melalui dua cara, yaitu: a. Internal

23

b. Eksternal 2.Pertanggungjawaban, berupa laporan pertanggungjawaban bulanan, tahunan maupun jenis laporan pertanggungjawaban khusus seperti laporan tribulanan dan laporan harian yang biasanya digunakan untuk kejadian luar biasa (KLB) atau wabah. 2.3.9 Indikator keberhasilan 1. Pencapaian kecamatan sehat 2010, yang diukur : a. Lingkungan sehat b. Perilaku sehat c. Yankes d. Status kesehatan 2. Pencapaian program puskesmas, yang diukur: a. Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan b. Pemberdayaan masyarakat dan keluarga c. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

24

BAB III HASIL PROGRAM


3.1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Tujuan pelaksanaan UPK bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit menular adalah menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin dan mengurangi faktor risiko yang memudahkan terjadinya penularan penyakit, kesakitan, dan kematian. Sasarannya adalah: ibu hamil, balita dan anak-anak sekolah serta kelompok masyarakat tertentu yang berperilaku resiko tinggi. Sasaran sekunder kegiatan ini adalah lingkungan pemukiman masyarakat. Ruang lingkup kegiatan meliputi surveilans epidemiologi, imunisasi, dan pemberantasan vektor. Berbagai kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang dilakukan di Puskesmas Bareng adalah: 1. Mengumpulkan dan menganalisis data penyakit 2. Melaporkan penyakit menular pada Dinas Kesehatan Dati II Jombang 3. Menyelidiki lapangan untuk mengetahui sumber-sumber penularan dan menemukan kasus-kasus lain 4. Tindakan yang dilakukan untuk menahan penjalaran penyakit endemik 5. Penyembuhan penderita sehingga tidak menjadi sumber infeksi 6. Pengebalan atau imunisasi yang bertujuan menurunkan angka kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (TBC paru, difteri, pertusis, tetanus neonatorum, polio, campak) 7. Pemberantasan penyakit 8. Pendidikan kesehatan Di Puskesmas Bareng pelaksanaan UPK salah satunya di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2P) adalah menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin dan mengurangi faktor risiko yang memudahkan terjadinya penularan penyakit, kesakitan, dan kematian. Sasarannya adalah: ibu hamil, balita dan anak-anak sekolah serta kelompok masyarakat

25

tertentu yang berperilaku resiko tinggi. Sasaran sekunder kegiatan ini adalah lingkungan pemukiman masyarakat. Ruang lingkup kegiatan meliputi surveilans epidemiologi, imunisasi, dan pemberantasan vektor. Berbagai kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang dilakukan di Puskesmas Bareng adalah mengumpulkan dan menganalisis data penyakit, melaporkan penyakit menular pada Dinas Kesehatan Dati II Jombang, menyelidiki lapangan untuk mengetahui sumber-sumber penularan dan menemukan kasus-kasus lain, tindakan yang dilakukan untuk menahan penjalaran penyakit endemik, penyembuhan penderita sehingga tidak menjadi sumber infeksi, pengebalan atau imunisasi yang bertujuan menurunkan angka kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (TBC paru, difteri, pertusis, tetanus neonatorum, polio, campak), pemberantasan penyakit dan pendidikan kesehatan Jenis pelayanan kesehatan pokok pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2P) yang dilakukan di Puskesmas Bareng diantaranya P2P Malaria P2P polio, P2P TB Paru, P2P ISPA, P2P Demam Berdarah Dengue, P2P HIV-AIDS, P2P Diare. Dari beberapa kegiatan P2P yang telah dilakukan, untuk bulan Januari dan Februari 2009, P2P DBD menjadi prioritas dibandingkan kegiatan P2P yang lain. Hal ini karena terdapat 1 orang yang meninggal dunia dengan diagnosa Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Bareng, sementara jumlah kasus DBD yang tercatat sejumlah 4 kasus dalam kurun waktu Januari Februari 2009. 3.2. Pencegahan dan Pemberantasan DBD (P2 DBD) Tujuan umum pemberantasan DBD adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian karena DBD serta mencegah dan membatasi kejadian luar biasa atau wabah. Tujuan khusus pemberantasan DBD adalah: 1. Menurunkan insiden DBD non endemis < 20/100.000, 2. Menurunkan kematian < 2 % 3. Meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) 95 % 4. Cegah/batasi KLB/wabah Sasaran pemberantasan DBD adalah masyarakat di daerah endemis dan non endemis.

26

Kegiatan pemberantasan DBD di Puskesmas Bareng adalah: 1. Melakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada 400 rumah 2. Menemukan tersangka kasus DBD (20/100.000 penduduk) 3. Menangani penderita DBD sesuai standar 4. Meningkatkan kepatuhan provider terhadap prosedur penanganan DBD 5. Melengkapi alat pelayanan DBD di Puskesmas Tabel 3.1. Pencapaian Puskesmas Bareng dalam Pemberantasan Penyakit Menular Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan Januari dan Februari 2009 No 1 2 3 Kegiatan Jumlah pelacakan penderita DBD Jumlah penderita DBD yang meninggal Jumlah fogging Fogging fokus Fogging massal (ULV) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) Jumlah rumah yang dilakukan pemeriksaan jentik Jumlah rumah yang ada jentik Angka bebas jentik Jumlah Container yang dilakukan pemeriksaan jentik Jumlah Container yang ada jentik Container index 5 6 Jumlah rumah yang diabatisasi selektif Penyuluhan Kesehatan tentang DBD Jumlah Jan 2009 Feb 2009 4 1 0 1 0 0 450 100 77,78% 775 79 10,19% 0 0 1 1 445 93 79,10% 735 86 11,70% 0 0

Sumber :

Laporan Bulanan Pemberantasan Penyakit Menular Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Bareng bulan Januari dan Februari 2009

27

BAB IV MASALAH PROGRAM


Salah satu parameter keberhasilan program upaya kesehatan yang dilakukan Puskesmas adalah target yang telah ditetapkan Puskesmas tersebut di awal tahun yang didasarkan pada target dari Dinas Kesehatan Dati II dimana puskesmas itu berada. Sehingga nantinya dapat dievaluasi dan ditindak lanjuti dengan perbaikan-perbaikan untuk mencapai targetan tersebut. Jumlah insidens kasus Demam Berdarah Dengue pada Januari dan Februari 2009 adalah sebesar 5 kasus dengan jumlah penduduk kecamatan Bareng sebanyak 52.536 jiwa. Sehingga didapatkan besar insidens kasus DBD di kecamatan Bareng adalah sebesar 10/ 100.000 jiwa. Angka nasional yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk insidens DBD adalah kurang dari 20/100.000 jiwa. Dari angka insidens DBD tersebut maka insidens kasus DBD di wilayah Puskesmas Bareng dalam batas normal. Kasus kematian karena DBD di kecamatan Bareng sebanyak 1 jiwa pada bulan Februari 2009 dari 1 kasus yang ditemukan. Sementara pada bulan januari kasus kematian karena DBD tidak ditemukan dari 4 kasus yang ditemukan. Sehingga terjadi peningkatan (Case Fatality Rate) CFR DBD dari bulan Januari sebesar 0% ke bulan Februari 2009 sebesar 100%. Peningkatan ini perlu mendapatkan penanganan yang khusus dari pihak puskesmas setempat. Kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan pada bulan Januari 2009 didapatkan data Angka Bebas Jentik (ABJ) sebesar 77,78%, sementara pada bulan Februari 2009 didapatkan data data Angka Bebas Jentik (ABJ) sebesar 79,10%. Angka nasional untuk Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah sebesar lebih dari 95%. Jadi indeks Angka Bebas Jentik untuk bulan Januari dan Februari 2009 masih berada dibawah Angka nasional Angka Bebas Jentik (ABJ). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak bangunan yang didalamnya terdapat tempat penampungan air yang mengandung jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti.

28

Dari beberapa permasalahan yang terdapat dalam program P2P DBD Puskesmas Bareng dilihat dari segi UKP, UKM dan Menajemen Puskesmas. Prioritas masalah sendiri ditentukan oleh beberapa foktor, diantarannya : 1. Emergency 2. Severity 3. Magnitude/greatest member 4. Rate of increases 5. Expanding scope 6. Public concern 7. Degree of unmeet need 8. Tecnological feasibility 9. Benefit 10. Keterpaduan 11. Pertimbangan politik dan spesial mandat 4.1. Upaya kesehatan Perseorangan Puskesmas Bareng dalam pelaksanaan upaya kesehatan individu di wilayah kerjanya yang menyangkut program P2P DBD belum memiliki alur penanganan pasien yang baik. Sering kali pasien yang berobat di Puskesmas dengan diagnosa DBD langsung di rehidrasi cepat. Tanpa melihat tingkat keparahan dari penyakit DBD itu sendiri. Padahal berdasarkan pedoman tatalaksana dari WHO rehidrasi pasien berbeda tiap tingkat keparahannya. Selain itu, dalam penatalaksanaan pasien DBD di rawat inap masih belum memiliki rencana asuhan keperawatan yang baik sehingga sulit untuk dilakukan evaluasi kondisi pasien yang di rawat di Rawat inap tersebut. Juga tidak bisa dinilai rasionalisasi terapi dan asuhan keperawatan yang telah diberikan ke pasien. Disamping itu, kurangnya tenaga dokter di Puskesmas Bareng menyebabkan pasien yang berobat di sana lebih banyak ditangani secara penuh oleh perawat, mulai dari penegakan diagnosa sampai pemberian terapi. Padahal penanganan pasien yang seharusnya atas instruksi dari

29

dokter kepada perawat, perawat melakukan intruksi terapi dari dokter yang menangani pasien tersebut. 4.2. Upaya Kesehatan Masyarakat Angka bebas jentik di Kecamatan Bareng bulan Januari- Februari 2009 masih berada di bawah standar angka bebas jentik nasional. Padahal Departemen Kesehatan RI menetapkan untuk angka bebas jentik nasional harus di atas 95 %. Angka bebas jentik menunjukkan perbandingan antara jumlah rumah ataubangunan dan tempat penanmpungan air yang bebas jentik nyamuk aedes aegypti di suatu wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu tertentu dengan seluruh jumlah rumah atau bangunan dan tempat penampungan air yang di periksa dalam kurun waktu yang sama. Penghitungan ABJ berpedoman pada buku petunjuk teknis penanggulangan Demam Berdarah Dengue Depkes RI. Pelaksanaan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) oleh Puskesmas Bareng dalam wilayah kerjanya masih belum optimal. Sementara pelaksaan PSN dan PJB merupakan salah satu kegiatan dalam program P2P DBD yang keberhasilannya memerlukan peran aktif masyarakat. Hambatan yang muncul dala pelaksanaan PSN dan PJB berasal dari sumber daya manusia yang kurang baik kualitas maupun kuantitas. Program abatisasi yang dilaksanakan bekeja sama dengan masyrakat dalam distribusi bubuk abate. Puskesmas memberikan bubuk abate dibagikan ke masyarakat saat penyuluhan dan di titipkan pada bebrapa orang untuk di bagikan ke masyarakat sekitarnya. Puskesmas melakukan kontol pembagian bubuk abate itu dengan cara menanyakan ke perangkat desa atau orang yang di tunjuk tanpa mengecek langung ke masyarakat. Dari survey yang kami lakukan di desa Tebel, banyak masyarakat yang tidak menerima bubuk abate dari puskesmas tetapi secara pribadi membelinya dari penjual yang ada. 4.3. Manajemen Puskesmas Program puskesmas sangat banyak sehingga memerlukan manajemen yang baik. Saat ini di Puskesmas Bareng banyak program yang berjalan

30

sendir-sendiri tanpa adanya kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Lokakarya mini puskesmas seharusnya dijadikan forum bersama antar program internal puskesmas dan masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya kurang efektif. Akibatnya suatu program yang seharusnya melibatkan beberapa bidang hanya dibebankan pada satu bidang saja. Pada pelaksanaan program PSN dan PJB oleh Puskesmas Bareng hanya melibatkan bidang P2P DBD saja. Padahal bidang-bidang seperti bidang Promosi Kesehatan, Penyehatan Lingkungan, Gizi, dan Balai Pengobatan juga ikut berperan dalam Program P2P DBD tersebut. Proses pendelegasian tugas dan beban tidak merata antara pegawai puskesmas. Sebagai contoh penanggung jawab P2P DBD merangkap tanggung jawab program yang lain diluar program P2P DBD. Sehingga pelaksana program tersebut kurang fokus dan hasil dari program yang dicapai kurang dari target yang telah ditentukan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan Puskesmas Jombang.

31

BAB V PENYEBAB MASALAH


Pelaksanaan program P2P Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Bareng telah di rencanakan dengan target yang dapat diukur berupa angka. Dari beberapa kegiatan P2P yang telah dilakukan, untuk bulan Januari dan Februari 2009, P2P DBD menjadi prioritas dibandingkan kegiatan P2P yang lain. Hal ini karena terdapat 1 orang yang meninggal dunia dengan diagnosa Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Bareng, sementara jumlah kasus DBD yang tercatat sejumlah 4 kasus dalam kurun waktu Januari Februari 2009. 5.1 Upaya Kesehatan Perseorangan Beberapa permasalahan seperti belum tersedianya alur penanganan pasien yang standart, penatalaksanaan pasien DBD di rawat inap masih belum memiliki rencana asuhan keperawatan yang baik, penderita DBD lebih banyak ditangani oleh tenaga perawat. Permasalahan tersebut apabila ditelusuri lebih lanjut akan diperoleh beberapa faktor yang mendukung. Belum berjalannya alur penanganan pasien DBD yang standart dan penatalakasaan pasien DBD di rawat inap Pasien Bareng disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : 1. Belum dipatuhinya alur penatalaksanaan dan Prosedur Pelaksanaan sesuai standar WHO 2. Penatalaksanaan pasien DBD sebagian besar dilakukan tenaga kesehatan perawat 3. Tenaga kesehatan berupa dokter kurang 5.2 Upaya Kesehatan Masyarakat Upaya kesehatan masyarakat yang menyangkut program-program P2P DBD yang memerlukan peran serta aktif masyarakat. Sementara kondii dilapangan angka keberadaan jentik cukup tinggi sehingga angka bebas jentiknya rendah. Hal ini berarti program P2P DBD yang berbasis

32

masyarakat belum terlaksana dengan baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya: 1. Masyarakat a. b. kurangnya pengetahuan tentang Demam Berdarah dengue dan cara pencegahannya Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menindaklanjuti program c. d. dari Puskesmas terutama program PSN sesuai denganpenelitian kami didesa Tebel Kecamatan Bareng. kualitas dan kuantitas kader kesehatan yang kurang memadai. adanya keengganan sebagian masyarakat untuk mendukung dan berperan aktif dalam program PSN karena ketidakpahaman mereka. Contohnya penolakan masyarakat untuk diperiksa jentik di penampungan airnya oleh kader kesehatan. e. penggunaan bubuk abate yang kurang benar. 2. Puskesmas a. penyuluhan tentang DBD dan pencegahannya dilakukan Puskesmas Bareng bila ada permintan dari daerah tertentu atau ada kasus DBD yang terjadidi daerah tersebut. b. Program PSN dan PJB, pelaksanaanya dilakukan oleh bidan desa atau kader, sehingga evaluasi program bergantung pada kinerja bidan desa atau kader. c. kurangnya pelatihan dan pembekalan kader kesehatan tentang DBD dari Puskesmas Bareng. 5.3 Manajemen Puskesmas Kebijakan puskesmas dalam pelaksanaan program-program bidang P2P DBD mempengaruhi kinerja dan pencapaian program tersebut. Kebijakan puskesmas Bareng sendiri mengatur segala hal yang menyangkut setiap program yang dilaksanakan bidang P2P DBD Puskesmas Bareng, baik internal maupun eksternal. Beberapa faktor yang menyebabkan masalah dalam manajemen puskesmas menyangkut kinerja bidang P2P DBD diantaranya :

33

1. Dalam pelaksanaan program-program P2P DBD, masih kurang melibatkan bidang-bidang selain bidang P2P DBD. Hal ini disebabkan karena kurangnya transfer informasi antar bidang-bidang yang ada di Puskesmas Bareng. 2. Pendelegasian tanggung jawab program P2P DBD tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena penanggung jawab P2P DBD merangkap kesibukkan lain internal puskesmas. 3. Penanggung jawab P2P DBD juga kurang diberi wewenang untuk pendelegasian tugas-tugasnya kepada pegawai puskesmas yang lain. 4. Dalam lokakarya mini, setiap program sering tidak dipresentasikan tentang gambaran dan pencapaian karena tidak ada waktu. Serta tidak mencari solusi bersama bidang-bidang yang lain, sehingga proses diskusi yang terjadi adalah komunikasi 1 arah.

34

BAB VI PENYELESAIAN MASALAH DAN RENCANA TINDAK LANJUT


6.1 Upaya Kesehatan Perseorangan 1. pelatihan dan pembekalan tenaga kesehatan puskesmas mengenai standar prosedur dan operasional penanganan pasien DBD 2. pengawasan dan evaluasi berkala mengenai penatalaksanaan pasien DBD. 3. pembuatan lembar observasi asuhan keperawatan. 4. pembuatan alur diagnosa dan penatalaksanaan pasien yang mudah dipahami dan dilaksanakan oleh tenaga medis non dokter. 6.2 Upaya Kesehatan Masyarakat 1. penambahan jumlah kader dengan cara perekrutan kader baru melalui PKK dan pemberian Surat Tugas dari Puskesmas Bareng dan pemerintahan Desa. 2. pertemuan rutin kader kesehatan yang diadakan Puskesmas tiap bulan untuk mengevaluasi program yang sudah disepakati sebelumnya dan membahas masalah yang ada di masing-masing wilayah kerja kemudian mencari solusi dari masalah tersebut. 3. pelatihan dan pembekalan kader kesehatan tentang ciri-ciri jentik nyamuk aedes aegypti. 4. pertemuan masyarakat desa untuk diberikan penjelasan dari perangkat desa mengenai pentingnya kerja sama semua pihak dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada. 5. melakukan penilaian tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD dan pencegahannya sebagai pedoman dalam memilih daerah yang menjadi prioritas dilaksanakannya penyuluhan. Penyuluhan ditindak lajuti dengan monitoring tindak lanjut dan evaluasi hasil yang dicapai.

35

6.3

Manajemen Puskesmas 1. Pembagian tugas dan beban yang merata diantara pegawai puskesmas Bareng, agar pegawai puskesmas yang mendapat tugas dapat fokus dalam bekerja sehingga setiap program dapat berjalan dengan baik. 2. Pemberian wewenang bagi penanggung jawab program dalam membentuk tim pelaksana program atas persetujuan kepala Puskesmas 3. Dalam lokakarya mini disediakan waktu untuk diskusi antar bidang untuk membicarakan program-program dari tiap bidang sehingga terjadi komunikasi dua arah. Diharapkan adanya kerjasama lintas program dalam pelaksanaan program P2P DBD.

36

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1. KESIMPULAN Februari 2009 dalam batas normal. 2. Kasus kematian karena DBD di kecamatan Bareng pada Februari 2009 meningkat dari bulan Januari 2009 sebesar 100%. 3. Indeks Angka Bebas Jentik bulan Januari 2009 sebesar 77,78 % dan bulsn Februari 2009 sebesar 79,10 %, dibawah Angka Nasional untuk Angka Bebas Jentik sebesar 95 %. 4. Masih dijumpai masalah dalam Upaya Kesehatan Perseorangan pasien DBD di Puskesmas Bareng 5. Masih dijumpai masalah dalam Upaya Kesehatan Masyarakat program P2P DBD di Puskesmas Bareng 6. Masih dijumpai masalah dalam Manajemen pencegahan dan penanggulangan DBD di Puskesmas Bareng 7.2. SARAN DBD di kecamatan Bareng 2. Pemilihan dan pemberian penghargaan kepada kader kesehatan idola setiap tahun oleh Puskesmas Bareng dan pemerintahan Kecamatan Bareng. 3. Meningkatkan hiegene perorangan, bekerjasama dengan Program Kesehatan Lingkungan (KesLing) Puskesmas Bareng untuk mengurangi angka kejadian DBD. 4. Meningkatkan penyuluhan mengenai pemberantasan sarang nyamuk terutama di tingkat RT dan kelurahan dan sekolah-sekolah sehingga nilai ABJ dapat lebih ditingkatkan sampai angka 95%, bekerjasama Program Promosi kesehatan (Promkes) Puskesmas Bareng

1. Jumlah insiden kasus DBD di wilayah Puskesmas Bareng untuk bulan Januari

1. Perlunya peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan

37

5. Mengadakan kerjasama dengan praktek dokter swasta atau tempat pelayanan kesehatan lainnya yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bareng dalam pendataan penderita DBD.

38

Anda mungkin juga menyukai