Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN HIV PADA ANAK

DOSEN PENDAMPING :

Ns. Cindy Puspita Sari Haji Jafar, S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
Nur Riskiana 841419053
Isniyati Yasin 841419057
Adhan Regito Thalib 841419065
Siti Nur Magfirah Tome 841419063
Mildawati R. Amu 841419071
Fitrianingsih Porodjia 841419072
Asyulni Almaida Adjid 841419075
Sri Ain Claradika Mohamad 841419077
Alvina Agnesia Rumampuk 841419084
Faula Azzahra 841419120

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN HIV PADA ANAK”
yang disusun guna memenuhi tugas Keperawatan HIV/AIDS. Selain itu, kami jugaberharap
agar makalah ini dapa tmenamba hwawasan bagi pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ns. Cindy Puspita Sari
Haji Jafar,S.Kep., M.Kep selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun aka n kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 6 April 2021

Kelompok 4
SKENARIO HIV PADA ANAK

Seroang anak laki-laki (An. D) berusia 3 tahun, dirawat di bangsal anak. Orang tua
mengeluh anaknya mengalami diare disertai demam. Diare sejak 5 hari yang lalu, diare
semakin parah dan demam berkepanjangan, terdapat bercak-bercak terasa gatal pada kulit.
Ibu mengatakan BB anak menurun, anak sulit menelan dan nyeri saat menelan. Hasil
anamnesis; anak tampak lemah, gelisah, dan batuk disertai sesak. Terjadi peradangan pada
organ mulut dan mukosa, terdapat candidiasis pada mulut anak, perdarahan gigi, mukosa
mulut anak tampak kering dan bibir pecah-pecah. Suhu; 38,7ºC, Nadi; 120x/mnt, RR;
30x/mnt. BB; 9 Kg, TB; Penurunan BB 15% dari BB ideal. Riwayat kesehatan keluarga;
Ibu klien positif HIV.

1. Klarifikasi istilah-istilah penting

a. Mukosa

Membran mukosa atau selaput lendir adalah lapisan kulit dalam, yang
tertutup pada epitelium, dan terlibat dalam proses absorpsi dan proses sekresi.
Membran ini melapisi berbagai rongga tubuh yang memiliki kontak dengan
lingkungan luar, dan organ internal.

b. Candidiasis

Candidiasis adalah infeksi primer atau sekunder dari genus Candida,


terutama Candida albicans (C.albicans). Manifestasi klinisnya sangat bervariasi
dari akut, sub-akut dan kronis keepisodik. Kelainan dapat lokal di mulut,
tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari-jari tangan, kuku, bronkhi, paru, atau
saluran pencernaan makanan, atau menjadi sistemik misalnya septikemia,
endokarditis dan meningitis (Sunarso, 2013).

c. Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter


dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga
pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong/pendampi ngpasien (Umar,
2020)
2. Kata/problem kunci
 Diare
 Demam
 Terdapat bercak-bercak terasa gatal pada kulit
 BB anak menurun,
 Anak sulit menelan
 Nyeri saat menelan
 Anak tampak lemah,
 Gelisah, dan
 Batuk disertai sesak
 Peradangan pada organ mulut dan mukosa,
 Terdapat candidiasis pada mulut anak,
 Perdarahan gigi,
 Mukosa mulut anak tampak kering
 Bibir pecah-pecah.
 Suhu; 38,7ºC,
 Nadi; 120x/mnt,
 RR; 30x/mnt.
 BB; 9 Kg,
 TB; Penurunan BB 15% dari BB ideal.
3. Mind Map

4. Pertanyaan Penting
1. Apa yang menyebabkan timbunyal bintik-bintik kemerahan p adatubuh pasien ?
2. Apa yang menyebabkan demam pada pasien ?
5. Jawaban Pertanyaan Penting
1. Bintik-bintik merah atau ruam pada kulit disebabkan karna reaksi tubuh terhadap
virus, tubuh akan mencoba untuk melawan virus dengan menentralisasi virus
( Frida, N. 2020 ).
2. Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk kedalam
tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat –
obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).
6. Tujuan Pembelajaran
 Mempelajari lebih lanjut tentang pemeriksaan laboratorium pada pasien HIV
 Mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada pada pasien HIV
7. Informasi Tambahan
Studi Deskriptif Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik
Medan
8. Klarifikasi Informasi
Penelitian berlangsung selama 5 tahun yaitu dari Januari 2006 sampai dengan
September 2010. Dari 53 anak, secara klinis saat pertama kali datang adalah
malnutrisi berat 30 (56,6%) anak, jamur di mulut 18 (34%) anak, diare
berkepanjangan 14 (26,4%) anak, dan tuberkulosis paru 13 (24,5%) anak.
Berdasarkan supresi sistem imun, supresi imun berat 38 (71,7%) anak, supresi imun
sedang 8 (15,1%) anak, supresi imun ringan 2 (3,8%) anak, dan 5 (9,4%) anak tanpa
mengalami supresi imun. Tiga puluh tujuh anak (69,8%) saat ini sudah mendapatkan
ARV, 8 (15,1%) anak belum terindikasi untuk mendapatkan ARV, dan 8 (15,1%)
anak hilang dari pemantauan. Sampai tulisan ini dibuat, 39 (73,6%) anak masih hidup,
6 (11,3%) anak meninggal, dan 8 (15,1%) anak tidak diketahui keberadaannya.
Virus ini pertama kali ditemukan oleh Montagnier dari Perancis pada tahun 1983
dan oleh Gallo dari Amerika pada tahun 1984. Infeksi HIV/AIDS (Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) pertama kali
dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual. Pada anak
AIDS pertama kali dilaporkan olehOleske, Rubinstein, dan Amman padatahun 1983
di Amerika Serikat.16-17 Diagnosis HIV pada anak didasarkan pada anamnesis
pajanan HIV, gejala klinis yang mencuri gakan, dan dipastikan dengan pemeriksaan
laboratorium penunjang. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) HIV DNA,
dan RNA dengan sensitivitas 99% dan spesifisitas 98% digunakan untuk menegakkan
diagnosis pada anak yang terpapar HIV pada 18 bulan pertama kehidupan.8,17
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimptomatis sampai
penyakit berat yang dinamakan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Butir
poin penting anamnesis dan gejala klinis yang dapat mengarah ke diagnosis HIV
dapat didasarkan pada berbagai penyakit yang terangkum dalam Integral Management
of Childhood Illness (IMCI) dari WHO, di antaranya pneumonia, malnutrisi dan diare
melanjut atau kronik. Pada anak, infeksi HIV terutama terjadi pada usia dini karena
sebagian besar (lebih dari 80%) infeksi HIV pada anak adalah akibat transmisi
vertikal dari ibu ke anak. Pada penelitian kami, diagnosis HIV ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, mayoritas anak datang pertama kali adalah dengan keluhan
malnutrisi, jamur dimulut, diarekronis, dan tuberkulosis paru.
9. Analisa & Sintesis Informasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu suatu kumpulan gejala penyakit yang
didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. Virus ini ditularkan melalui
darah, air susu ibu, cairan sperma, dan cairan vagina orang yang terinfeksi.
Siklus Hidup HIV
a. Penetrasi
Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi
gp120 pada selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang
terdapat pada permukaan sel target (kebanyakan limfosit T-CD4). Sel target
utama adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4 (astrosit,
mikroganglia, monosit-makrofag, limfosit, Langerhan’s, denditrik). Interaksi
gp120 HIV dengan CD4 mengakibatkan terjadi ikatan antara HIV dengan sel
target. Ikatan tersebut semakin diperkuat oleh ko-reseptor ke dua sehingga
gp41 dapat memperantarai masuknya virus ke dalam sel target dengan cara
fusi membran. Dengan fusi kedua membran memungkinkan semua partikel
HIV masuk kedalam sitoplasma sel target.Kekuatan ikatan antara HIV dan sel
target sangat ditentukan afinitas ko-reseptor yang satu sama lain tidak sama.
Perbedaan tersebut ditentukan oleh tropisme strain HIV. Kemampuan
mengingat dan tropisme HIV tergantung pada struktur gp120. Informasi
genetik HIV yang terbawa melalui genom RNA terbawa masuk ke dalam
sitoplasma sel host baru. Genom RNA disertai peran enzim reverse
trancriptase akan membentu DNA untaian tunggal (singel stranded DNA) dan
lebih lanjut terjadi transkripsi membentuk DNA untaian ganda (Double
stranded DNA) untuk berintegrasi ke dalam genom sel host. Genom DNA
untaian ganda membentuk kompleks dengan sel host disertai terpadunya
berbagai protein virus (termasuk matriks, integrase dan Vrp) yang berhasil
ditransport ke dalam inti.
b. Integrasi Dan Transkripsi
Genom HIV untaian ganda secara acak berintegrasi ke dalam genom
sel Host, sehingga terjadi perubahan DNA menjadi lebih stabil. DNA
dibentuk oleh dua untaian fosfat dan deoksiribosa secara bergantian dengan
satu basa pirimidin (timin atau sitosin). Dalam satu nukleotida terdapat satu
deoksiribosa, satu kelompok fosfat, satu basa. Satu untaian DNA merupakan
polinukleotida. Basa tersusun seperti anak tangga, deoksiribosa dan kelompok
fosfat tersusun seperti tiang tangga. Kedua untaian tersebut terkait pada satu
aksis yang sama membentuk heliks ganda. Urutan basa pada satu untaian
berpasangan dan saling melengkapi dengan basa yang berbeda pada untaian
lain. DNA membawa untaian genetik dalam bentuk kode. Kode tersebut
disusun dengan memakai basa purin dan dua basa pirimidin.Tiga basa-basa
ini pada pada kode molekul DNA diperlukan untuk asam amino tertentu dan
dipakai sebagai sisipan padapeptida yang sudah ada. Basa inilah yang
menyampaikan informasi genetik untuk sintesis protein. Sintesis protein
terjadi di sitoplasma. Sedangkan RNA memainkan perannya sebagai
perantara dalam menyampaikan sandi dari nukleus ke sitoplasma oleh
mRNA, kemudi membantu pembentukan rantai peptida. Pada awal sintesis
protein, mRNA disintesis di dalam nukleus melalui proses yang melibatkan
pemasangan basa. Sekali terbentuk, mRNA memasuki sitoplasma dan
melekat pada struktur yang disebut ribosom. Asam amino bebas tidak
langsung melekat pada mRNA tetapi terlebih dahulu diikat oleh tRNA. RNA
ini mengatur posisi yang tepat untuk melepaskan asam amino melalui proses
pemasangan basa pada mRNA di ribosom. Sistem pemasangan yang
kompleks ini akhirnya mengikatkan asam amino dalam urutan yang sudah
ditentukan oleh DNA di nukleus. Transfer informasi genetik dari DNA ke
MRNA disebut Transkripsi. Dari hasil transkripsi ini digunakan untuk
menyusun asam amino menjadi peptida dan proses ini disebut sebagai
Translasi. Genom HIV yang berhasil berintegrasi ke dalam genom sel host
disebut provirus.
c. Replikasi Hiv
Replikasi berlangsung di dalam sel host. Provirus masuk ke dalam sel
host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan ini menyebabkan
provirus menjadi tidak aktif sehingga sementara proses transkripsi dan
translasi berhenti. Sel target yang terpapar HIV tersebut mengalami
perubahan aktivitas, menjadi aktif memproduksi sitokin. Sitokin memicu
nuklear factor kB (NF-kB) yang akan berikatan pada 5’LTR i (Long Terminal
Repeat) dan meinginduksi terjadinya replikasi DNA. Enzim Polimerase
mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara struktur berfungsi sebagai
RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus kemudian mRNA
mengalami translasi menghasilkan polipeptida. Polipeptida yang terbentuk
bergabung dengan RNA menjadi inti virus baru. Inti ini membentuk tonjolan
pada permukaan sel dan kemudian polipeptida mengalami defarensiasi fungsi
yang dikatalisasi oleh enzim protease menjadi protein dan enzim yang
fungsional. Inti virus baru dilengkapi bahan selubung yaitu kolesterol dan
glikolipid dari permukaan sel host guna membentuk envelope. Dengan
demikian akhirnya terbentuk virus baru yang lengkap dan matur ini keluar
dari sel target untuk menyerang sel target berikutnya. Dalam satu hari
replikasi virus HIV dapat menghasilkan virus baru yang jumlahnya bisa
mencapai 10 millyar. Berbagai protein virus berperan penting dalam proses
pelepasan HIV dari sel host. Selain membran sel host yang mempersiapkan
diri dengan diawali dengan proses akumulasi dan komunikasi RNA HIV
dengan berbagai protein di dalam virion diperlukan untuk mengatur aktivitas
sel guna menghasilkan, memproses dan mentrasport berbagai komponen
sehingga dapat ditempatkan, diintegrasikan melalui proses katalitik, sehingga
komponen-komponen tersebut dapat diposisikan pada membran sel host
dalam rangka pelepasan virion baru. Kemudian polipeptida virus yang masih
matur sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan bantuan
enzim protease dan melalui suatu rangkaian proses dapat terbentuk RNA HIV
sesuai ukuran dan berat molekul yang dikehendaki. Virus memiliki envelope
dan inti serta komponen lengkap, terbentuk partikel virus baru. Vpu memandu
pelepasan virion dari membran sel host, melalui proses budding virus ini
menembus keluar dari sel host dan siap menginfeksi sel host berikutnya. APC
memproses protein asing menjadi peptida-peptida kecil yang kemudian
diekspresikan pada permukaan sel. Sehingga sel T dapat mengenal reseptor
CD4 dan CD8 pada permukaannya. Kemudian terjadi aktivasi sinyal yang
diikuti berbagai sinyal dari molekul ko-stimulator seperti CD 28 dan CD 154,
sehingga sel T akan mengalami krisis energi yang kemudian akan mendorong
terjadinya apoptosis.
10. LaporanDiskusi
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yangmenyerang sistem


imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD 4+ dipermukaannya seperti
makrofag dan limfosit T. AIDS (acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu
kondisi immunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma
sekunder, serta manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV.(Hasdianah & Dewi, 2017)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus yang berarti terdiri atas
untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan ditranskripkan kedalam DNA
pejamu ketika menginfeksi pejamu. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu
penyakit virus yang menyebabkan kolapsnya sistem imun disebabkan oleh infeksi
immunodefisiensi manusia (HIV), dan bagi kebanyakan penderita kematian dalam 10 tahun
setelah diagnosis

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit


akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIv (Hasdianah dkk, 2014).

B. ETIOLOGI

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1) Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2) Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes illness.
3) Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4) Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5) AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan
manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV.
3. Orang yang ketagian obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimptomatis sampai penyakit
berat yang dinamakan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Butir poin penting
anamnesis dan gejala klinis yang dapat mengarah kediagnosis HIV dapat didasarkan pada
berbagai penyakit yang terangkum dalam Integral Management of Childhood Illness (IMCI) dari
WHO, di antaranya pneumonia, malnutrisi dan diare melanjut atau kronik. Pada anak, infeksi
HIVterutama terjadi pada usia dini karena sebagian besar (lebih dari 80%) infeksi HIV pada anak
adalah akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak.11 Pada penelitian kami, diagnosis HIV
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, mayoritas anak datang pertama kali adalah dengan keluhan
malnutrisi, jamur dimulut, diare kronis, dan tuberkulosis paru.

D. KLASIFIKASI

CDC (Centers For Disease Control) mengklasifikasikan infeksi HIV menjadi kategori
sebagai berikut

1) Kategori A adalah infeksi HIV asimtomatik, tanpa adanya riwayat gejala maupun keadaan
AIDS.
2) Kategori B adalah terdapatnya gejala-gejala yang terkait HIV; termasuk: diare, angiomatosis
basiler, kandidiasis orofaring, kandidiasis vulvovaginal, pelvic inflammatory disease (PID)
termasuk klamidia, GO, atau gardnerella, neoplasma servikal, leukoplakia oral (EBV),
purpura trombosito-penik, neuropati perifer, dan herpes zoster.
3) Kategori C adalah infeksi HIV dengan AIDS.
4) Kategori A1, B1, dan C1 yaitu CD4 >500/ μL
5) Kategori A2, B2, dan C2 yaitu CD4 200-400/ μL.
6) Kategori A3, B3, dan C3 yaitu CD4 <200/ μL

E. PATOFISIOLOGI

Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring pertambahan
replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD 4+ akan terus menurun.
Umumnya, jarak antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 –
10 tahun. Infeksi primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti demam,
nyeri kepala, faringitis dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut tersebut
dilanjutkan dengan periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi penurunan
jumlah sel limfosit CD 4+ selama bertahun – tahun hingga terjadi manifestasi klinis AIDS
akibat defisiensi imun (berupa infeksi oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain dapat
timbul akibat reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita Selekta,
2014).
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel – sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya funsi
sel T penolong (Susanto & Made Ari, 2013).
Seseorang yang terinfeksi Human Imunodevisiensi Virus (HIV) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertaun-tahun. Selama waktu ini jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300
per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu T4 mencapai kadar ini , gejala-gejala infeksi
(herpes zoster dan jamur oportunistik)(Susanto & Made Ari, 2013).
F. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS Prinsip pemberian ART pada anak hampir
sama dengan dewasa, tetapi pemberian ART pada anakmemerlukan perhatian khusus
tentang dosisi dan toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan
berkembang selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan anak juga akan
berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan, 2013:168). Pedoman pengobatan
HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini
pertama yang direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor
(NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI):

2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS

a. Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan
HIV/AIDS tidak berbeda dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan
proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan multivitamin, dan
antioksidan untuk mempertahankan kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus
HIV. sebaiknya dipilih bahan makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak
dengan baik untuk mencegah infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus
dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada anak.
Pemberian (Nurs dan Kurniawan, 2013:167).

b. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS Anak yang didiagnosis HIV
juga mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus
menghadapi masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan
sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua
memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok, kesedihan, penolakan,
perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain. Anak perlu diberikan
dukungan terhadap kehilangan dan perubahan mencakup:

(1) memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga untuk


membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaan keluarga,
(2) membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan melihat keberhasilan
hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah,

(3) menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya,

(4) mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri
dan tidak menyalahkan diri atau orang lain (Nurs dan Kurniawan, 2013:169).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Tes ELISA
Pemeriksaan HIV ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2 yang dilakukan
dengan ELISA (enzyme-linked immunisorbent assay) atau dikenal juga dengan EIA
(enzyme immunoassay). Untuk melakukan tes ELISA, sampel darah akan diambil dari
permukaan kulit Anda kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus. Sampel darah
kemudian dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Di laboratorium, sampel darah
dimasukkan ke cawan petri yang berisi antigen HIV. Antigen adalah zat asing, seperti
virus, yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh merespons dengan cara memproduksi
antibodi. Jika darah Anda mengandung antibodi terhadap HIV, darah akan mengikat
antigen. Tes darah HIV yang satu ini akan diperiksa dengan menambahkan enzim ke
cawan petri tersebut untuk membantu mempercepat reaksi kimia. Jika isi cawan petri
berubah warna, Anda mungkin terinfeksi HIV. Hasil dari tes darah HIV dengan ELISA
bisa didapatkan dalam waktu 1-3 hari. Jika tes ELISA menunjukkan hasil positif, dokter
akan menyarankan tes lanjutan yang lebih spesifik, misalnya dengan tes Western bolt
untuk memastikan diagnosis HIV. Tes lanjutan atau pemeriksaan HIV penunjang
dianjurkan karena masih ada kemungkinan kecil antibodi salah menempel pada protein
non-HIV selama tes pertama. Itu sebabnya, diperlukan tes kedua untuk memastikannya.
2) Tes Western blot
Tes Western blot hanya dilakukan untuk menindaklanjuti tes skrining awal yang
menunjukkan hasil positif HIV. Biasanya, tes ini disarankan jika tes ELISA menunjukkan
hasil positif HIV. Terkadang, tes ELISA dapat menunjukkan hasil positif (false positive).
Pemeriksaan ini juga diperlukan jika Anda memiliki hasil positif HIV dari tes
sebelumnya, tetapi diketahui memiliki kondisi lain. Kondisi lain tersebut meliputi
penyakit Lyme, lupus, atau sifilis yang mungkin dapat memengaruhi hasil pemeriksaan
HIV. Agar hasil akurat dan lebih pasti, tes yang sudah Anda lakukan sebelumnya perlu
konfirmasi ulang melalui tes Western blot. Pemeriksaan HIV ini merupakan tes antibodi
untuk memastikan apakah Anda benar terinfeksi virus HIV atau tidak. Dalam tes ini,
protein HIV dipisahkan oleh ukuran, muatan listrik, serta serum yang dilapisi pada strip
tes. Jika hasil pemeriksaan HIV lewat Western blot menunjukkan hasil positif,
serangkaian pita (band) yang terdeteksi menandakan adanya pengikatan spesifik antibodi
terhadap protein virus HIV tertentu. Tes Western blot hanya membutuhkan 1 hari untuk
pengujian. Namun, perlu diingat, ini adalah tes atau pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan
ini tidak membantu bila dilakukan sendiri alias tanpa tes lainnya.
3) Tes virologis dengan PCR
Tes virologis adalah salah satu jenis pemeriksaan HIV dan AIDS yang dilakukan dengan
metode polymerase chain reaction (PCR). Tes virologis penting bagi ibu hamil yang
positif memiliki HIV. Bayi yang baru lahir dari ibu positif HIV juga wajib melakukan
pemeriksaan ini minimal saat ia berusia 6 minggu. Selain bayi, tes ini juga
direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur kurang dari 18 bulan apabila
dicurigai mengalami HIV. Tes ini mungkin juga membantu dalam mendeteksi infeksi
HIV dalam 4 minggu pertama setelah terpapar virus. Jika pada pemeriksaan pertama hasil
tes virologis bayi dilaporkan positif HIV, pengobatan HIV harus segera dimulai. Terapi
biasanya dimulai saat pengambilan sampel darah kedua untuk pemeriksaan tes virologis
kedua. Tes virologis yang dianjurkan, yaitu:
- HIV RNA kuantitatif
Tes HIV/AIDS RNA kuantitatif dilakukan dengan menggunakan plasma darah.
Pemeriksaan penunjang HIV ini berguna untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah
(viral load HIV). Metode cek HIV dengan PCR melibatkan bantuan enzim untuk
menggandakan virus HIV dalam darah. Selanjutnya, reaksi kimia akan menunjukkan
seberapa banyak virus. Hasil pengujian RNA biasanya memakan waktu beberapa hari
sampai seminggu. Viral load HIV dinyatakan “tak terdeteksi” jika berada sangat sedikit
dalam 1 cubical centimeter (cc) sampel darah. Jika viral load tinggi, tandanya ada banyak
virus HIV dalam tubuh Anda. Ini dapat menandakan bahwa sistem kekebalan tubuh Anda
gagal melawan HIV dengan baik.
4) Pemeriksaan SGOT
Pemeriksaan SGOT dan SGPT ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah.
Untuk orang yang sehat, kedua enzim ini biasanya akan terlihat normal dengan batas
SGOT 5–40 µ/L (mikro per liter) dan SGPT: 7–56 µ/L (mikro per liter). Dalam keadaan
normal, SGOT dan SGPT ini berada dalam sel-sel organ, terutama hati.
5) Tes mantoux atau tuberculin skin test (TST) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui adanya paparan kuman TB pada tubuh. Tes mantoux dilakukan dengan cara
menyuntikkan larutan tuberkulin (protein kuman TB) di bawah kulit. Setelah disuntik,
biasanya akan didiamkan hingga 48-72 jam untuk memperoleh hasilnya.

Dan Pemeriksaan lain yang dianggap perlu yaitu : Mantoux Test, Feses lengkap, Ro
Toraks, Petanda Hepatitis.

H. PROGNOSIS

Penderita HIV yang tidak mendapatkan penanganan, memiliki prognosis yang buruk,
dengan tingkat mortalitas > 90%. Rata-rata jangka waktu sejak infeksi hingga kematian adalah 8-
10 tahun (tanpa intervensi ARV). Terapi ARV membantu mengontrol dan mengurangi replikasi
HIV hingga aktivitas virus (viral load) tidak terdeteksi dalam darah melalui pemeriksaan
laboratorium, sehingga memberi kesempatan untuk tubuh melakukan restorasi dari sistem imun
hingga mencapai tingkat aman dan menghindari progresifitas HIV. Terapi ARV juga mengurangi
tingkat transmisi dan penularan dari HIV, terutama melalui paparan darah maupun hubungan
seksual. Tanpa pemberian terapi ARV, penderita infeksi HIV akan dapat mengalami penurunan
sistem imun secara konstan sehingga dapat mencapai kondisi yang dikenal sebagai AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang umumnya ditandai dengan timbulnya berbagai
infeksi oportunistik dan dengan kadar sel CD4 <200/µl.[4,6].

I. KOMPLIKASI

A. Oral lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
B. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
2) Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek: sakit kepala,
malaise, demam, paralise total/parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
4) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
C. Gastrointertinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
3) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan diare.
D. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus dan strongyloides dengan efek sesak nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia,
keletihan, gagal nafas.
E. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
F. Sensorik
1) Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri (Hasdianah & Dewi, 2017)
J. PENCEGAHAN

Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai saat hamil, saat
melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral selama kehamilan, penggunaan
antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan, penggunaan obstetrik selama selama
persalinan, penatalksanaan selama menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load
rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV. Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode sectio caecaria karena terbukti
mengurangi resiko risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.walaupuncaesaria.
demikian bedah caesar juga memiliki risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai 80%. Bila
bedah caesar selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka risiko dapat ditirinkan
sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar juga mempunyai risiko karena imunitas ibuyang
rendah sehingga bisa terjadi keterlambatan penyembuhan luka, bahkan bisa terjadi kematian saat
operasi oleh karena itu persalinan pervaginam dan sectio caecaria harus dipertimbangkan sesuai
kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain. Namun jika melahirkan dengan pervaginam maka
beberapa tindakan harus dihindari untuk meminimalisir risiko, seperti terlalu sering melakukan
pemeriksaan dalam atau memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap (Huriati, 2014).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3. Pengkajian

Teori pengkajian pada anak HIV/AIDS menurut (Rekawati, Nursalam,

2013) yaitu :

a. Identitas

1) Pengkajian identitas anak berisi tentang : nama, anak yang ke, tanggal lahir/umur, jenis
kelamin, dan agama.

2) Pengkajian identitas orang tua berisi tentang : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,agama,
dan alamat.

b. Alasan dirawat

1) Keluhan utama seperti perasaan tidak enak badan, lesu, pusing, nyeri kepala dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan menurun (teutama pada saat masa inkubasi).

2) Riwayat penyakit

a) Apakah anak pernah mengalami sakit sebelumnya.

b) Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang bersifat menular dan menurun.

c. Riwayat anak

1) Perawatan anak dalam masa kandungan.

2) Perawatan pada waktu kelahiran.

d. Riwayat imunisasi

e. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual dalam kehidupan sehari-hari


1) Bernafas : bagaimana suara nafas anak, ada tidaknya kesulitan bernafas yang dialami oleh
anak, serta keluhan lain yang dirasakan anak.

2) Pola nutrisi (makan dan minum) : tanyakan pada pasien atau keluarga berapa kali makan dan
minum dalam satu hari.

3) Eliminasi (BAB/BAK) : kaji pola BAB dan BAK pad anak. Pada BAB tinjau konsistensi,
warna, bau, dan ada atau tidaknya darah. Pada BAK tinjau volume, warna, bau.

4) Aktifitas : kaji permainan yang paling disukai pada anak, dan kapan waktu bermainnya.

5) Rekreasi : kemana dan kapan biasanya anak diajak berekreasi.

6) Istirahat dan tidur : kaji pola tidur anak pada siang dan malam hari, dan berapa lama. Ada
tidaknya kesulitan tidur yang dialami oleh anak.

7) Kebersihan diri : kaji berapa kali anak mandi dalam 1 hari, ada membantu atau tidak.
Bagaiman dengn kebersihan kuku atau rambut.

8) Pengaturan suhu tubuh : Suhu anak diukur apakah normal, hipotermi ataukah mengalami
Hipertermia.

9) Rasa nyaman : kaji kondisi dan keadaan anak saat mengobrol dengan orang lain.

10) Rasa aman : kaji lingkungan tempat anak bermain, apakah sudah aman daribenda-benda
tajam dan berbahaya. Bagaimana pengawasan orang tua ketikaanak sedang bermain.

11) Belajar (anak dan orang tua) : kaji pengetahuan orang tua dalam merawat dan mendidik
anak.

12) Prestasi : kaji bagaimana pencapaian dan kemampuan anak mengenai tingkah laku social,
gerak motoric harus, bahasa, dan perkembangan motoric kasar.

13) Hubungan sosial anak : kaji bagimana hubungan anak dengan orang tua, keluarga lain serta
teman-temannya. Siapakah orang yang paling dekat dengan anak.

14) Melaksanakan ibadah (kebiasaan, bantuan yang diperlukan terutama saat anak sakit) : apa
agama yang dianut dan bagaimana pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh anak.
f. Penyakit yang pernah diderita : kaji jenis penyakit, akut / kronis / menular / tidak, umur saat
sakit, lamanya, dan pertolongan.

g.Kesehatan lingkungan : kaji bagaimana keadaan lingkungan tempat tinggal anak mengenai
ketersediaan air bersih dan sanitasi/ventilasi rumah.

h.Pertumbuhan dan perkembangan (0-6 tahun)

Mengkaji keadaan perkembangan anak usia 1 bulan – 72 bulan, dapat dilakukan dengan
menggunakan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), untuk menilai dalam 4 sektor
perkembangan pada anak yang meliputi : motoric kasar, motoric halus, bicara / bahasa dan
sosialisasi / kemandirian (Kementeriankesehetan RI, 2016).

Interprestasi hasil KPSP dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah ‘Ya’, yaitu dengan
cara :

1) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap
perkembangannya.

2) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan.

3) Jumlaj jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang, perkembangan meragukan.

i. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum yang meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, warna kulit, tonus otot,
turgor kulit, udema.

2) Pemeriksaan head to toe

a) Mulut, terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecahpecah. Lidah
tertutup selaput kotor yang biasanya berwarna putih, sementara ujung tepi lidah berwarna
kemerahan.

b) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisanya terjadi konstipasi, atau diare
dan bahkan bisa saja normal, kulit teraba hangat dan kemerahan.

k. Antropometri (ukuran pertumbuhan)


Pengukuran antopometri meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan
lingkar lengan.

l. Pemeriksaan penunjang

1) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

2) Biakan empedu basil salmonella thyphosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu
pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan faeces.

3) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yng diperlukan ialah titer zat
anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang
progresif.

m. Hasil observasi

Tuliskan respon umum anak dengan keluarganya serta hal-hal baru yang diberikan kepadanya,
bentk interaksi kepada orang lain, cara anak mengungkapkan keinginannya, serta kontradiksi
prilaku yang mungkin ditunjukan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Endayani, Putu (2020) GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK TERINFEKSI
HIV/AIDS DENGAN MASALAH DEFISIT NUTRISI DI RUANG KASWARI RSUD
WANGAYA TAHUN 2020. Diploma thesis, Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan.

Hasdianah & Dewi. (2017). goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, Annie. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Huriati. (2014). HIV/AIDS pada Anak. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar, 9,
126–131. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/1318/1275

Susanto, Clevere R & GA Made Ari M. (2013). Penyakit Kulit dan Kelamin. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kapita Selekta Kedokteran. (2014). Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Evalina R (2012) Studi Deskriptif Infeksi HIV Pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik
Medan. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah
Sakit Umum Pusat Adam Malik, Medan. Vol. 14, No. 2, Agustus 2012

FERDY SAPUTRA (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN HIV/AIDS DI


RUANG RAWAT INAP AMBUN SURI LANTAI III RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI TAHUN 2018. PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN PERINTIS PADANG

Anda mungkin juga menyukai