Anda di halaman 1dari 57

Tanggal masuk: 19 September 2012 Pukul: 17.

30 WIB Ruangan: RB kelas III

No. Rekam Medis : 190621 G3P2A0

A. IDENTITAS

Nama Umur Suku Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Nama suami Umur Suku Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat

: Ny. S : 31 tahun : Jawa : Islam : SD : Ibu Rumah Tangga : Pojodadi : Tn. X : 32 Tahun : jawa : Islam : SD : Petani : Pojodadi

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama Nyeri pada ulu hati dan mual

Keluhan Tambahan Kepala terasa sakit, pandangan kabur dan kaki bengkak

2. Riwayat Penyakit Sekarang (LOKKKMM) a. Lokasi b. Onset : epigastrium : Sejak 3 hari SMRS

c. Kualitas : seperti ditusuk, terkadang disertai rasa mualdan kembung d. Kuantitas: selalu ada, tidak hilang timbul e. Kronologis: Seorang ibu mengaku hamil 5 bulan datang ke UGD RSUAY pada hari Rabu tanggal 19 September 2012 pukul 17.30 WIB dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 3 hari SMRS, keluhan dirasakan semakin berat disertai dengan nyeri kepala dan pandangan terasa kabur . Pasien juga merasa mual dan pernah muntah, pasien juga mengaku saat BAB berwarna hitam dan air kencing berwarna kuning gelap. Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi sejak kelahiran anak ke 2. Karena khawatir akan kondisi diri dan janinnya, pasien ini memeriksakan diriny ke UGD RSAY f. Menyertai: mual muntah, serta nyeri kepala dan pandangan kabur g. Mempengaruhi: -

Riwayat Menstruasi Menarche Siklus haid Jumlah Lama : 13 tahun : 28 hari, teratur : 3x ganti pembalut : 7 hari

3. Riwayat Perkawinan a. Kawin ke b. Lamanya Perkawinan : satu : menikah sejak tahun 2000

4. Riwayat Kehamilan Sekarang HPHT THP ANC kandungan Keluhan : Mual dan muntah di awal kehamilan : 22-4-2012 : 29-11-2013 : 2 kali sebelum masuk RS di Bidan dan dokter

5. Riwayat Kehamilan, Persalinan yang Lalu Ha mil ke Tahun Jenis Jenis Penyulit Penolong BB. Keadaan Masa Lahir anak Nifas

kelami Persalinan n

2001 (Umur 11 thn)

peremp uan

Aterm Pervaginam spontan

Tidak ada

Bidan

2,8 kg Sehat

Dbn

2 2008 lakilaki

Aterm Pervaginam Spontan

Tidak ada

Bidan

2,9 kg Sehat

Dbn

6. Riwayat Ginekologi Tidak ada riwayat penyakit ginekologi

7. Riwayat Keluarga Berencana Pasien mengaku mengguanakan KB pil setelah kelahiran anak kedua (catatan: KB suntik tidak bisa diberian karena tekanan darah ibu tinggi) 8. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit darah tinggi, tetapi tidak memiliki penyakit kencing manis, penyakit jantung, ginjal dan asma. Pasien juga mengaku mata kirinya tidak dapat melihat jelas sejak kecil.

9. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal jika di keluarga ada yang menderita penyakit jantung, ginjal, asma, dan kencing manis. Pasien tidak tahu apakah ibu pasien pernah mengalami hal yang sama saat hamil.

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Present 1. Keadaan Umum Kesadaran 2. Status Emosional : Tampak sakit sedang : Compos Mentis : Stabil 4

3. Tanda Vital TD N RR Suhu 4. Muka Edema Konjungtiva Sklera Mata Mata 5. Leher 6. Dada 7. Paru 8. Jantung 9. Pinggang 10. Ektremitas Odema tangan dan jari Odema tibia, kaki Varices tungkai Refleks patela kanan Reflek patela kiri 11. Abdomen Inspeksi Pembesaran perut Asites : tidak ada bekas luka operasi : (+) : tak : Tak : Tak : Tak : dalam batas normal : dalam batas normal : 210/180 mmHg : 120 x / ment : 28 x / menit : 36,8 C : Tak : tidak anemis : tidak ikterik : visus 1/60 : Dalam batas normal : simetris : vesikuler (+), Rhonki (-), wheezing (-) : BJ I-II Murni, murmur (-), gallops (-) : tidak ada nyeri

Tinggi fundus uteri HIS Denyut jantung janin Taksiran berat janin

: 3 jari dibawah umbilikus/ 15 cm : (-) : 145 kali/ menit : Rumus jhonson = (15-12) x 155 = 465 gr

12. Periksa Dalam (tanggal 23 September 2012) Vulva Vagina Portio Serviks Ketuban Presentasi : : : : : : bersih, bloody slime (-) licin, tak tebal, lunak, pembukaan 1cm 3cm, berlipat lipat tidak teraba selaput bagian terbawah belum masuk PAP, tidak teraba Bishop score : 3

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : a) cek darah lengkap Darah lengkap tanggal 20 September 2012 Hb Ht Leukosit Trombosit : 13,1 gr/dl : 35,7 % : 13,4 x 103/mm3 : 62 x 103/mm3

Gula darah sewaktu: 91 mg/dl

b) faal hati SGOT SGPT Albumin c) fungsi ginjal ureum creatinin as. Urat : 35 mg/dl : 1,08 mg/dl : 7,63 mg/dl : 138 U/L : 66 U/L : 3.15 g/dl

b) cek urinalisis Protein : + ++

Saran pemeriksaan lab: LDH, gambaran apusan darah tepi dan birillubin 2. USG USG tanggal 20 Agustus 2012

Janin tunggal hidup, Usia Kehamilan 23minggu 2 hari Taksiran Berat Janin (TBJ) 480 gr

3. Funduskopi (oleh dokter Sp.M tanggal 21 september 2012) Kesan retinophati hipertensi grade 2 4. EKG Kesan sinus tachicardia

E. DIAGNOSIS OBSTETRI G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 21 minggu, janin tunggal hidup intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed (impending eklampsia) dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II.

F. TATALAKSANA ATAS INDIKASI 1. Medikamentosa IVFD RL/Dx 5% 20 gtt/menit MgSO4 sesuai protap pre eklampsia berat Antibiotik 3 x 1 gr IV Nifedipine 3 x 10 gr Ranitidine inj /12 jam

2. Saran : tirah baring total dengan oksigen terpasang, awasi tanda-tanda kejang, awasi tanda intoksikasi MgS04, pantau tekanan darah, DJJ dan

tanda vital. Dapat diberikan dexamethason 10 mg iv/ 12 jam, dapat pula diberikan antiagregasi trombosit (asam asetil salisilat) 8mg/24 jam.

3. Penatalaksanaan ekspektatif dengan terapi medisinal. Perencanaan untuk penatalaksanaan aktif dengan terminasi kehamilan per vaginam/ per abdominam setelah keadaan ibu stabil.

FOLLOW-UP PASIEN DI BANGSAL

20 September 2012

S:

nyeri pada ulu hati, kepala terasa sakit, gerak janin masih terasa

O:

Keadaan umum TD T N RR His DJJ PPV Tanda inpartu

: : : : : : : : :

Tampak sakit sedang 200/140 36,8oC, 120x/ menit 24x/menit (-) 167 x/menit (-)

A:

G3P2A0,

31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, fetal distress, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P:

- MgSO4 sesuai protap

- IVRL 20 tetes/menit - Antibiotik 3 x 1 gr IV -Nifedipine 3 x 10 gr - Konsul dokter Sp.OG

21 September 2012 S: nyeri pada ulu hati, kepala terasa sakit, gerak janin masih terasa

O:

Keadaan umum TD T N RR His DJJ PPV Tanda inpartu

: : : : : : : : :

Tampak sakit sedang 200/110 36,8oC, 120x/ menit 24x/menit (-) 158 x/menit (-)

A:

G3P2A0,

31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P:

- MgSO4 sesuai protap - IVRL 20 tetes/menit - Antibiotik 3 x 1 gr IV -Nifedipine 3 x 10 gr - Konsul dokter Sp.PD -Konsul dokter Sp.M

22 September 2012

S:

nyeri pada ulu hati, kepala terasa sakit, gerak janin masih terasa namun lebih lemah daripada sebelumnya

10

O:

Keadaan umum TD T N RR His DJJ PPV Tanda inpartu

: : : : : : : : :

Tampak sakit sedang 210/120 36,8oC, 100x/ menit 24x/menit (-) 116 x/menit (-)

A:

G3P2A0,

31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P:

- MgSO4 sesuai protap - IVRL 20 tetes/menit - Antibiotik 3 x 1 gr IV -Amlodipin 1 x 10mg (oral) -dopamet 1x250 mg (oral)

Pukul 20:30 os mengaku tidak merasakan gerakan janin sejak sore. Pemeriksaan : gerakan janin tidak ada, DJJ tidak ada

23 September 2012

S:

nyeri pada ulu hati, kepala tidak terasa sakit, pandangan membaik, gerak janin tidak terasa

O:

Keadaan umum TD T N

: : : :

Tampak sakit sedang 160/100 36,8oC, 120x/ menit

11

RR His DJJ PPV Tanda inpartu A: G3P2A0,

: : : : :

24x/menit (-) (-) (-)

31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P:

- MgSO4 sesuai protap - IVRL 20 tetes/menit - Antibiotik 3 x 1 gr IV -amlodipin 1 x 10 mg -dopamet 1 x 250 mg - Induksi sesuai protap hari pertama dengan oksitosin (saran periksa bishop score dan pematangan serviks bila <5) - Konsultasi dokter Sp.OG

24 September 2012

S: O:

keluhan (-) Keadaan umum TD T N RR His DJJ PPV Tanda inpartu : : : : : : : : : Tampak sakit sedang 140/90 36,7oC, 92x/ menit 24x/menit (-) (-) (-)

12

A:

G3P2A0,

31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

intrauterin, fetal distress, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P:

- IVRL 20 tetes/menit - Antibiotik 3 x 1 gr IV -Amlodipin 1 x 10 mg -dopamet 1x250 mg -dexamethason 3 x 1amp -hentikan induksi - Konsul dokter Sp.OG

Pemeriksaan laboratorium ulang Hasil: a) cek darah lengkap Darah lengkap tanggal 24 September 2012 Hb Ht Leukosit Trombosit : 8,7 gr/dl : 25 % : 12,8 x 103/mm3 : 110 x 103/mm3

Gula darah sewaktu: 77 mg/dl

b) faal hati SGOT SGPT Albumin : 54 U/L : 46 U/L : 2,78 g/dl 13

c) fungsi ginjal ureum creatinin as. Urat : 26 mg/dl : 0,86 mg/dl : 6,0 mg/dl

25 September 2012 S: O: keluhan (-) Keadaan umum TD T N RR His DJJ PPV Tanda inpartu A: G3P2A0, : : : : : : : : : Tampak sakit sedang 140/90 36,8oC, 96x/ menit 24x/menit (-) (-) (-)

31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

intrauterin, fetal distress, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P:

- IVRL 20 tetes/menit - Antibiotik 3 x 1 gr IV -dexamethason 3 x 1amp - Konsul dokter Sp.OG

26 September 2012 S: O: keluhan (-) Keadaan umum TD T N : : : : baik 130/90 36,5oC, 80x/ menit 14

RR His DJJ PPV Tanda inpartu A: G3P2A0, intrauterin,

: : : : :

24x/menit (-) (-) (-)

31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

P:

Pasien dipulangkan dengan kontrol kembali satu minggu setelah keluar rumah sakit atau jika ada penyimpangan

15

ANALISIS

1. Apakah diagnosa pada kasus sudah benar?

Pada kasus ini, ny. S didiagnosa dengan diagnosa sebagai berikut:

G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 21 minggu, janin tunggal hidup intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed (impending eklampsia) dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II. Diagnosa tersebut ditentukan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang telah dilalui pasien

a. G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 21 minggu

diagnosa ini didapatkan dari anamnesa, riwayat kehamilan didapatkan dari keterangan pasien dan suami pasien, serta umur kehamilan dihitung dari HPHT yakni tanggal 22 April 2012.

b. Janin tunggal hidup intrauterine

diagnosa ini didapatkan dari pemeriksaan fisik yakni palpasi dengan leopold, serta denyut jantung janin yang terdengar dari satu janin dengan pemeriksaan menggunakan stetoskop monoral dan featal phone.

16

c. Belum inpartu

Diagnosa ini ditegakkan karena belum adanya tanda-tanda inpartu pada pasien berupa his atau perasaan mules, keluarnya lendir bercampur darah, dan belum ada nya pembukaan serviks uteri.

d. hipertensi kronik superimposed (impending eklampsia)

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan seb,elum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi kronis yang diperberat oleh preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi atau eklamsi yang timbul pada hipertensi kronis dan disebut juga Superimposed Preeclampsia . Sedangkan impending eklampsia adalah istilah terhadap kasus pre eklampsia dengan gejala gejala berupa nyeri ulu hati, nyeri kepala bagian frontal serta pandangan yang menjadi kabur. f. HELLP partial syndrom kelas misissipi II. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan penunjang laboratorium, HELLP parsial syndrom ditegakkan karena pasien mendapat 2 dari 3 tanda HELLP syndrom yakni peningkatan enzim hati, dan penurunan jumlah trombosit. Sedangkan kelas missisipi II digolongkan berdasarkan derajat turunnya kadar trombosit dalam darah.

17

2. apakah tatalaksana sudah benar? Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv. Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline) iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol (Normodyne) dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.(4) Penatalaksanaan Sindroma HELLP a. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu : - Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan - Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus - Penanganan hipertensi berat - CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar subkapsular b. Evaluasi kesejahteraan janin:

18

- Non Stress Test - Profil biofisik - Ultrasonografi biometri c. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu - Jika paru telah matang, segera lahirkan - Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan d. Jika usia kehamilan 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu dan bayi. Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila tidak ada kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada semua kehamilan 32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang telah matang untuk diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang belum matang, seksio sesarea elektif merupakan pilihan.

Penatalaksanaan PEB menurut teori (Ansar et all, 1985): a. Ekspektatif Kehamilan yang dipertahankan bersama terapi medisinal dengan kriteria Kehamilan < 37mg Keadaan janin baik Tidak ada impending eklamsia

19

b. Aktif Kehamilan segera diakhiri bersama terapi medisinal dengan kriteria Indikasi Ibu Kehamilan > 37mg Ada tanda impending eklamsia Gagal konservatif : o Bila dalam 6 jam setelah terapi medisinal TD naik o Bila dalam 24 jam setelah terapi medisinal gejala tidak berubah Indikasi Janin : Gawat Janin Indikasi Lab : HELLP syndrome

Terapi Medisinal Terapi medisinal yang diberikan berupa: (Sudhaberata, 2001; Semenovskaya, 2010; Saputra 2010) 1. Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD. 2. Tirah baring miring ke satu sisi 3. Oksigenisasi 4. Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 5. Anti kejang: dengan MgSO4 atau diazepam (bila MgSO4 tidak ada atau tidak memenuhi syarat) 6. Antihipertensi: nifedipin, dopamet

20

7. Antidiuretik : Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im. 8. Kardiotonika: Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalis. 9. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM. 10. Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV 11. Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir 12. Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat: Trombositopenia (<60.000/ml) (Sudhaberata, 2001) 13. Dapat pula dilakukan transfusi dengan trmbosit pekat untuk meningkatkan jumlah trombosit pada trombosit < 50.000/ml (Essien et all, 2008) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terapi yang diberikan sudah benar. Demikian pula penatalaksanaan dan sikap atas kehamilan ibu.

21

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal sebagai pregnancy-induced hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi : 1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan, persalinan, atau pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan non-proteinuri. Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria) Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi) Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)

2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit ginjal kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu) Hipertensi kronis (without proteinuria) Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi) 3. 4. Hipertensi kronis dengn superimposed Pre-eklamsi (proteinuria)

Unclassified hypertension dan/atau proteinuria Eklampsia.

22

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP (2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu : 1. Hipertensi gestasional 2. Preeklamsi 3. Eklamsi 4. Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis 5. Hipertensi kronis.

Yang dimaksud dengan preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Sedangkan yang dimaksud dengan eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi dalam kehamilan, persalinan, atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan sistem saraf pusat). Ada pula istilah eclamsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai oleh penurunan kesadaran tanpa kejang.

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi kronis yang diperberat oleh preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi

23

atau eklamsi yang timbul pada hipertensi kronis dan disebut juga Superimposed Preeclampsia.

Sedangkan hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak disertai proteinuri. Gejala ini akan menghilang dalam waktu < 12 minggu pascasalin.

B. HELLP SYNDROME

1. Definisi

Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982) yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low

24

Platelet counts. Sindroma ini merupakan kumpulan dari gejala multisistim pada preeklampsia berat dan eklampsia dengan karakteristik trombositopenia, hemolisis (anemia hemolisis mikroangiopatik) dan enzym hepar yang abnormal. Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : - Hemolisis, kelainan apus darah tepi, total bilirubin > 1,2 mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L.

- Peningkatan fungsi hati, serum aspartat aminotransferase (AST) > 70 U/L, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L.

- Jumlah trombosit < 100.000/mm3.

2. Etiologi dan Patofisiologi ETIOLOGI Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan dengan preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai saat ini juga belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori yang dikembangkan dari dulu hingga kini untuk

mengungkapkan patogenesis dari preeklampsia, namun dalam dekade terakhir

25

ini perhatian terfokus pada aktivasi atau disfungsi dari sel endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini belum juga diketahui dengan pasti. Saat ini ada beberapa hipotesis yang sedang diteliti untuk mengungkapkan etiologi dari preeklampsia, yaitu : iskemia plasenta, Very Low Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun dan penyakit genetik.

a. Invasi Trofoblastik Abnormal Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling yang luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular (Gambar.3). Akan tetapi, pada preeklamsi terdapat invasi trofoblastik yang tidak lengkap. Pada kasus ini, pembuluh darah decidua, tetapi bukan pembuluh darah myometrial, menjadi sejajar dengan trofoblas endovaskular. Madazli dan kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi trofoblastik terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.

Impantasi Plasenta Normal dan preeklampsia

26

Dengan menggunakan mikroskop elektron, De Wolf dan kawan-kawan (1980) meneliti pembuluh darah yang diambil dari tempat implantasi plasenta pada uterus. Mereka memperhatikan bahwa perubahan pada preeklampsia awal meliputi kerusakan endotelial, perembesan isi plasma pada dinding arteri, proliferasi sel miointimal, dan nekrosis tunika media. Mereka menemukan bahwa lipid mengumpul pertama kali pada sel-sel myointimal dan kemudian pada makrofag akan membentuk atherosis (Gambar 4). Obstruksi lumen arteriol spiral oleh atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta. Perubahanperubahan ini dianggap menyebabkan perfusi plasenta menjadi berkurang secara patologis, yang pada akhirnya menyebabkan sindrom preeklamsi

Atherosis

27

b. Faktor imunologis Preeklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna, dan semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Selain itu pada kehamilan pertama terjadi pembentukan Human leucocyte Antigen Protein G (HLA) yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) yang akan menimbulkan terjadinya preeklamsi.

c. Peran prostasiklin dan tromboksan Pada kehamilan normal akan terjadi peningkatan prostasiklin (PGI 2). Sedangkan pada preeklamsi-eklamsi akan terjadi kerusakan pada endotel vaskuler yang menyebabkan turunnya produksi PGI 2, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Selanjutnya penurunan PGI 2 ini akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

d. Vaskulopati dan Perubahan Inflamasi Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan akibat dari respon dari plasenta karena terjadi iskemik sehingga akan menimbulkan

28

urutan proses tertentu. Desidua juga memiliki sel-sel yang bila diaktivasi maka akan mengeluarkan agen noxious. Agen ini dapat menjadi mediator yang mengakibatkan kerusakan sel endotel. Sitokin tertentu seperti tumor necrosis factor- (TNF-) dan interleukin memiliki kontribusi terhadap stres oksidatif yang berhubungan dengan preeklamsi. Stres oksidatif ditandai dengan adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan pembentukan lipid peroksida. Hal ini akan menghasilkan toksin radikal yang merusak sel-sel endotel, memodifikasi produksi Nitric Oxide, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Fenomena lain yang ditimbulkan oleh stres oksidatif meliputi pembentukan sel-sel busa pada atherosis, aktivasi koagulasi intravaskular (trombositopeni), dan peningkatan permeabilitas (edema dan proteinuria).

29

Penyakit vaskuler ibu

Gangguan Plasentasi

Trofoblas Berlebihan

Faktor genetik, Imunologi, atau, Inflamasi

Penurunan Perfusi Uteroplasenta

Zat Vasoaktif : Prostaglandin, Nitro-oksida, Endotelin

Aktivasi Endotel

Zat perusak : Sitokin, Peroksidase Lemak

Vasospasme

Kebocoran kapiler

Aktivasi koagulasi

Hipertensi

oliguria

Iskemia hepar

Edema

Proteinuria Trombositopenia

Kejang

Solusio

Hemokonsentrasi

Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi akibat kehamilan

e. Faktor genetik Predisposisi herediter terhadap hipertensi tidak diragukan lagi berhubungan dengan preeklamsi dan tendensi untuk terjadinya preeklamsi juga diturunkan. Penelitian yang dilakukan oleh Kilpatrick dan kawan-kawan menunjukkan adanya hubungan antara antigen histokompatibilitas HLA-DR4 dengan hipertensi proteinuria. Menurut Hoff dan kawan-kawan, respon imun humoral maternal yang melawan antibodi imunoglobulin fetal anti HLA-DR dapat menimbulkan hipertensi gestasional.

Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular. Adanya 30

kegagalan invasi dari trofoblas pada trimester kedua dalam menginvasi tunika muskularis arteri spiralis, menyebabkan vasokonstriksi arterial pada bagian uteroplasenta. Kegagalan ini disebabkan oleh gagalnya sel-sel trofoblas dalam mengekspresikan integrin yang merupakan molekul pelekat (adhesion molecules) atau kegagalan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dalam mengekspresikan integrin. Keadaan ini menyebabkan penurunan aliran darah intervilus, hipoksia dan akhirnya terjadi kerusakan sel endotel ibu dan janin. Dan selanjutnya mengakibatkan efek terhambatnya pertumbuhan janin intrauterin (PJT). Akibat kerusakan dari endotel ini terjadi pelepasan zat -zat vasoaktif, dimana tromboksan (TXA2 ) meningkat dibandingkan dengan prostasiklin (PgI2).

Adanya perubahan respon imun ibu terhadap trofoblas akibat dari perubahan polymorphism HLA-G (human leucocyte antigens G) terhadap trofoblas, menyebabkan terjadinya proses imunologis. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan invasi dari trofoblas. Proses imunologis akibat perubahan respon imun ibu juga mempengaruhi terjadinya kerusakan sel endotel, ini terbukti dengan dilepaskannya sel mediator pada sel endotel. Kerusakan dari sel endotel menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan rasio TXA2 dan PgI2, penurunan produksi dari nitric oxide dan merangsang terjadinya agregasi dari trombosit yang seterusnya akan mengakibatkan vasospasme.

31

Dengan berkurangnya fungsi endotel, menyebabkan bertambahnya tahanan vaskuler, meningkatnya produk peroksida lipid dan meningkatnya aktifitas radikal bebas. Anion peroksida ini mengganggu keseimbangan rasio TXA2 dan PgI2 sehingga TXA2 menjadi lebih dominan. Anion peroksida juga menambah agregasi trombosit, serta menyebabkan asam lemak tak jenuh pada membra n fospolipid mengalami konversi menjadi peroksida lipid. Peroksida lipid ini menyebabkan kerusakan endotel lebih lanjut. Kerusakan integritas endotel diikuti dengan hilangnya kapasitas vasodilator, yang mana dapat dinilai dengan meningkatnya respon terhadap angiotensin II dan noradrenalin. Kerusakan dari sel endotel arteri spiralis mengakibatkan hipoksia dan seterusnya menjadi aterosis akut. Aterosis akut ditandai dengan adanya diskontinuitas dari sel endotel, gangguan fokal pada membrana basalis, deposisi trombosit, terbentuknya mural trombus dan akhirnya terjadi nekrosis fibrinoid. Dengan rangsangan dari trombosit growth factor terjadi perubahan proliferasi yang tidak teratur pada tunika intima, dan pada tunika media mengakibatkan hiperplasia. Aterosis akut ini merupakan keadaan yang patognomonis pada preeklampsia. Walaupun aterosis akut ini dapat juga terjadi pada keadaan hipertensi kronis, Diabetes Mellitus, penyakit ginjal maupun Lupus. Efek semua kejadian yang telah disebutkan di atas terjadilah gangguan sirkulasi sistemik dan gangguan koagulasi pada ibu yang selanjutnya menjadi sindroma HELLP. Pada keadaan normal setiap sel mempunyai daya pertahanan terhadap serangan

ekstrasellular. Membran sel sangat berperan dalam fungsi pertahanan ini. Sel

32

darah merah pada penderita preeklampsia tidak memiliki pertahanan terhadap radikal bebas yang selanjutnya mengakibatkan membran sel darah merah menjadi tidak stabil dan mengalami kerusakan. Daya pertahanan membran sel darah merah ini berhubungan dengan kadar prostasiklin di dalam plasma melalui gen superoxidase dismutase (SOD). Penurunan aktivitas dari SOD ini mengakibatkan penurunan daya pertahanan terhadap radikal bebas. Perubahan stabilitas membran sel darah merah menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sel, terjadi peningkatan aktivitas sel dan terjadi perubahan dari rigiditas membran. Perubahan ini menyebabkan sel darah merah berubah bentuknya, mudah pecah (fragmentasi) dan sel cenderung menjadi lisis. Keadaan di atas dapat menerangkan terjadinya hemolisis pada penderita preeklampsia.

PATOGENESIS Anemia Hemolitik Mikroangiopati Pada sindroma HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat fragmentasi sel darah merah, sel darah merah menjadi menjadi lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang kecil. Dimana pembuluh darah tersebut telah mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambaran darah tepi terlihat gambaran spherocytes, schistocytes, triangular cell dan burr cell. Peningkatan Enzim Hepar Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar dimana gambaran histopatologisnya berupa nekrosis parenkhim periportal dan atau fokal yang

33

disertai dengan deposit hialin yang besar dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid. Pada penelitian dengan imunoflourescen dijumpai mikrotrombi fibrin dan deposit fibrinogen pada sinusoid dan daerah hepatoselular yang nekrosis. Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar yang merupakan dasar dari terjadinya peningkatan enzim hepar dan terdapatnya nyeri perut kuadran kanan atas. Gambaran nekrosis selular dan perdarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya perdarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar. Trombositopeni Penurunan jumlah trombosit pada sindroma HELLP disebabkan oleh meningkatnya konsumsi atau destruksi dari trombosit. Meningkatnya konsumsi trombosit disebabkan oleh agregasi trombosit. Hal ini akibat dari kerusakan endotel, penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah radikal bebas. Penyebab dari destruksi trombosit sampai saat ini belum diketahui. Dijumpainya peningkatan megakaryosit pada biopsi sumsum tulang menunjukkan pendeknya life span dari trombosit dan cepatnya proses daur ulang.

3. KLASIFIKASI Ada dua klasifikasi yang dipergunakan pada sindroma HELLP, yaitu : a. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang didapati. (tenesse criteria) Audibert dkk (1996) melaporkan pembagian sindroma HELLP berdasarkan jumlah keabnormalan parameter yang di dapati yaitu : sindroma HELLP

34

Murni bila didapati ketiga parameter di bawah ini, yaitu : hemolisis, peningkatan enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik : gambaran darah tepi dijumpainya burr cell, schistocyte atau spherocytes ; LDH > 600 IU/L ; SGOT > 70 IU/L ; bilirubin > 1,2 ml/dL dan jumlah trombosit < 100.000/ mm3 . Sedangkan sindroma HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau lebih tetapi tidak ketiga parameter sindroma HELLP. Lebih jauh lagi sindroma HELLP Parsial dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low trombosit counts (H+LP), hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).

b. Berdasarkan jumlah dari trombosit. (missisipi criteria) Martin (1991) mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kelas, yaitu : kelas I jumlah trombosit 50.000/mm3, kelas II jumlah trombosit > 50.000 - 100.000/mm3 kelas III jumlah trombosit > 100.000 - 150.000/mm3.

4. FAKTOR RESIKO a. Determinan intermediat Yang berperan dalam determinan intermediat antara lain: 1) Status reproduksi. a) Faktor usia

35

Usia 20 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anakanak. Padahal daru suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 7 % dan tinggi badan 1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari wanita berusia 20 24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/ eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 thn). Studi di RS Neutra di Colombia, Porapakkhan di Bangkok, Efiong di lagos dan

wadhawan dan lainnya di Zambia, cenderung terlihat insiden preeklampsia cukup tinggi di usia belasan tahun, yang menjadi problem adalah mereka tidak mau melakukan pemeriksaan antenatal. Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia dan eklampsia adalah sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun. Usia 20 30 tahun adalah periode paling aman untuk melahirkan, akan tetapi di Negara berkembang sekitar 10% sampai 20% bayi dilakirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah mestruasi yang pertama, seorang anak wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 7% dan tinggi badan 1%. Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang

36

lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi, dahulu dianggap rentan. Misalnya, Duenhoelter dkk. (1975) mengamati bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat muda, mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsia. Spellacy dkk. (1986) melaporkan bahwa pada wanita diatas usia 40 tahun, insiden hipertensi kerena kehamilan meningkat tiga kali lipat ( 9,6 lawan 2,7% ) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia 20-30 tahun. Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang berusia 25 29 tahun. b) Paritas Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dariseluruh incidence dunia, dari 5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravidae. Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi

primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicine

37

tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%. c) Kehamilan ganda Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebihdari satu. d) Faktor genetika Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga. Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi kronis yang mendasari. Kami menganalisa kehamilan pada 5.622 nulipara yang melahirkan di Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986, dan 18% wanita kulit putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit hitam menderita hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 1987). Insiden hipertensi dalam kehamilan untuk multipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6% pada Hispanik, dan 8,5% pada kulit hitam, yang menunjukkan bahwa wanita kulit hitam lebih sering terkena penyakit hipertensi yang mendasari. Separuh lebih dari multipara dengan hipertensi juga mendrita proteinuria dan karena menderita superimposed preeclampsia.

38

Kecenderungan untuk preekalmpsia-eklampsia akan diwariskan. Chesley dan Cooper (1986) mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan dari wanita penderita eklampsia yang melahirkan di Margareth Hague Maternity Hospital selam jangka waktu 49 tahun, yaitu dari tahun 1935 sampai 1984. Mereka menyimpulkan bahwa preeklampsia eklampsia bersifat sangat diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan frekuensi 0,25 paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan ini; namun demikian, pewarisan multifaktorial juga dipandang mungkin. 2) Status kesehatan a) Riwayat preeklampsia Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai riwayat preeklapmsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia berat. b) Riwayat hipertensi Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebihmencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah,

39

gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak. c) Riwayat penderita diabetus militus Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg % terdapat 23 (14,1%) kasus preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan preeklampsia) terdapat 9 (5,3%). d) Status gizi Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia. e) Stres / Cemas Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah. Manifestasi fisiologi dari stres diantaranya meningkatnya tekanan darah berhubungan dengan: - Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain - Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin - Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid sebagai akibat meningkatnya volume darah

40

- Curah jantung meningkat.

5. TANDA DAN GEJALA Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau kwadran kanan atas (90%) karena adanya obstruksi aliran darah di daerah sinusoid hati yang terbendung oleh timbunan fibrin intravaskuler. Jira tekanan intrahepatik melampaui kemampuan regangan kapsula glisoni akan menyebabkan ruptur hati. Selain itu pula dijumpai malaise, mual, muntah dan ikterus., nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum dibawa ke rumah sakit (90%), serta mual dan muntah (45 86%). Penambahan berat badan dan edema (60%), hipertensi dapat tidak dijumpai sekitar 20% kasus, didapatinya hipertensi ringan (30%) dan hipertensi berat (50%).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan, karena diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun sampai saat ini belum ada batasan yang tegas mengenai nilai batas untuk masing-masing parameter. Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian terhadap sindroma HELLP yang bertujuan untuk membuat suatu keputusan nilai batas dari masing-masing parameter. a. Hemolisis Gambaran hapusan darah tepi sebagai parameter terjadinya hemolisis, adalah dengan didapatinya burr cell dan atau schistocyte, dan atau helmet cell.

41

Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan gambaran yang spesifik terjadinya hemolisis pada sindroma HELLP. Proses hemolisis pada sindroma HELLP oleh karena kerusakan dari sel darah merah intravaskuler, menyebabkan hemoglobin keluar dari intravaskuler. Lepasnya hemoglobin ini akan terikat dengan haptoglobin, dimana kompleks hemaglobin-haptoglobin akan dimetabolisme di hepar dengan cepat. Hemoglobin bebas pada sistim retikuloendotel akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis. Pada wanita hamil normal kadar bilirubin berkisar 0,1 1,0 mg/ dL. Dan pada sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu > 1,2 mg/dL. Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah merah yang imatur. Sel darah merah imatur ini mudah mengalami destruksi, dan mengeluarkan isoenzim eritrosit. Isoenzim ini akan terikat dengan plasma lactic dehidrogenase (LDH). Kadar LDH yang tinggi juga menunjukkan terjadinya peroses hemolisis. Pada wanita hamil normal kadar LDH berkisar 340 670 IU/L. Dan pada sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu > 600 IU/L. b. Peningkatan Kadar Enzim Hepar. Serum aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (serum glutamate oksaloasetat transaminase/SGOT) dan alanine aminotranferase ( serum glutamate piruvat transaminase/SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar. Pada Preeklampsia, SGOT dan SGPT meningkat pada seperlima kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT. Menurut penelitian

42

Martin dkk (1991) kadar SGOT lebih tinggi dari SGPT pada sindroma HELLP. Peninggian ini menunjukkan fase akut dan progresivitas dari sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPT juga merupakan tanda terjadinya ruptur kapsul hepar. Pada wanita hamil normal kadar SGOT berkisar 0 35 IU/L . Dan pada sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu >70 IU/L. Lactat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggung jawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. Peningkatan LDH menggambarkan terjadinya kerusakan pada sel hepar, walaupun peningkatan kadar LDH juga merupakan tanda terjadinya hemolisis. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis. Martin dkk (1991) melaporkan pada sindroma HELLP kadar puncak LDH 581 2380 IU/L dengan rerata 1369 IU/L, dimana kadar puncak ini didapatkan pada 24 48 jam post partum. LDH dapat dipergunakan untuk mendeteksi hemolisis dan kerusakan hepar. Oleh sebab itu parameter ini sangat berguna dalam mendiagnosa sindroma HELLP. Peningkatan bilirubin pada Preeklampsia sangat jarang, pada kasus eklampsia hanya 4 20%. Dan peningkatan ini jarang sampai lima kali lipat. Hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi menunjukkan hemolisis intra vaskuler. Hiperbilirubinemia yang terkonjugasi menunjukkan kerusakan pada perenkhim hepar. c. Jumlah Trombosit yang Rendah Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah trombosit yang spesifik. Sebagian besar laporan mengatakan jumlah trombosit rerata

43

menurun selama kehamilan walaupun secara statistik tidak signifikan. Pada wanita hamil normal kadar trombosit berkisar > 150.000/ mm3. Dan pada sindroma HELLP kadar ini menurun sampai < 100.000/ mm3. Martin dkk (1991) melaporkan dari 158 preeklampsia berat dengan sindroma HELLP didapati kadar trombosit berbeda-beda. Didapatinya 19% pasien pada saat masuk rumah sakit dengan jumlah trombosit > 150.000/mm3, 35% antara 100.000 150.000/mm3, 31% antara 50.000 100.000/mm3 dan 15% < 50.000/mm3. Urine lengkap Protein urine merupakan gambaran yang diharapkan dalam HELLP, karena proteinuria merupakan syarat tegaknya diagnosis Preeklampsia. Kadar asam urat juga diperkirakan dapat mengalami kenaikan pada pasien HELLP Pemeriksaan Funduskopi Pemeriksaan funduskopi penting untuk melihat adanya komplikasi berupa edema papil yang menunjukkan edema serebri dan retinopati hipertensi yang berkelanjutan dapat dilihat sebagai ablasio retina. Pemeriksaan EKG Pemeriksaan EKG pada pasien HELLP syndrom untuk melihat komplikasi ke jantung, yang bisa didapati berupa cardio megali.

7. PENATALAKSANAAN

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai

44

dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv. Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline) iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol (Normodyne) dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.(4) Penatalaksanaan Sindroma HELLP a. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu : - Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan - Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus - Penanganan hipertensi berat - Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai - CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar subkapsular b. Evaluasi kesejahteraan janin: - Non Stress Test - Profil biofisik

45

- Ultrasonografi biometri c. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu - Jika paru telah matang, segera lahirkan - Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan d. Jika usia kehamilan 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu dan bayi. Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila tidak ada kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada semua kehamilan 32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang telah matang untuk diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang belum matang, seksio sesarea elektif merupakan pilihan.

Penatalaksanaan PEB menurut teori (Ansar et all, 1985): b. Ekspektatif Kehamilan yang dipertahankan bersama terapi medisinal dengan kriteria Kehamilan < 37mg Keadaan janin baik Tidak ada impending eklamsia

b. Aktif Kehamilan segera diakhiri bersama terapi medisinal dengan kriteria

46

Indikasi Ibu Kehamilan > 37mg Ada tanda impending eklamsia Gagal konservatif : o Bila dalam 6 jam setelah terapi medisinal TD naik o Bila dalam 24 jam setelah terapi medisinal gejala tidak berubah Indikasi Janin : Gawat Janin Indikasi Lab : HELLP syndrome

Terapi Medisinal Terapi medisinal yang diberikan berupa: (Sudhaberata, 2001; Semenovskaya, 2010; Saputra 2010) 14. Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD. 15. Tirah baring miring ke satu sisi 16. Oksigenisasi 17. Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 18. Anti kejang: dengan MgSO4 atau diazepam (bila MgSO4 tidak ada atau tidak memenuhi syarat) 19. Antihipertensi: nifedipin, dopamet 20. Antidiuretik : Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.

47

21. Kardiotonika: Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalis. 22. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM. 23. Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV 24. Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir 25. Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat: Trombositopenia (<60.000/ml) (Sudhaberata, 2001) 26. Dapat pula dilakukan transfusi dengan trmbosit pekat untuk meningkatkan jumlah trombosit pada trombosit < 50.000/ml (Essien et all, 2008)

Cara terminasi yang dipilih sebaiknya yang kurang traumatik bagi ibu dan bayinya dengan cara induksi persalinan atau langsung seksio sesaria. Cara yang dipilih tergantung pada : umur kehamilan, maturitas, dan tafsiran berat janin, skor pelvis menurut Bishop, nilai sosial anak, derajat

preeklamsia/eklampsianya, ada-tidaknya gawat bayi serta kemampuan tim perinatal di pusat pelayanan tersebut. Bila tidak ada kontra indikasi melahirkan per-vaginam maka induksi persalinan dengan medikamentosa merupakan pilihan; tindakan seksio hanya dilakukan berdasarkan indikasi obstetri dan bukan karena preeklamsi/eklamsinya sendiri (Karkata, 2007).

48

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.

Seksio sesaria bila : o o Fetal assesment jelek Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau o o adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi

dengan seksio sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu Kala I Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

Fase aktif : Amniotomi saja Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan

oksitosin).

Kala II

49

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan kortikosteroid (Sudhabrata, 2001)

7. PENCEGAHAN Manipulasi diet Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah pembatasan garam. Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan garam tidaklah penting. Pada penelitian yang dilakukan Knuist dan kawan-kawan, pembatasan garam terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsia pada 361 wanita. Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada waktu antenatal menghasilkan penurunan yang signifikan dari tekanan darah dan insidensi preeklamsia.

Antioksidan Antioksidan memiliki mekanisme yang mengontrol peroksidasi lipid yang berperan dalam kerusakan endotel. Penelitian yang dilakukan oleh Schiff dan kawan-kawan menunjukkan bahwa konsumsi vitamin

50

E tidak berhubungan dengan preeklamsi. Mereka menemukan bahwa peninggian plasma vitamin E pada wanita dengan preeklamsi dan menyatakan bahwa hal ini merupakan respon terhadap stres oksidatif. Namun hal ini masih menjadi kontroversi karena ada penelitian lain yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E dapat menurunkan aktivasi endotel yang pada akhirnya akan menurunkan preeklamsi. Pada penelitian lain, dengan pemberian vitamin C sebanyak 1000 mg/hari dan vitamin E 400 IU/ hari pada usia kehamilan 16 22 minggu berhubungan dengan rendahnya insidensi preeklamsi. Karena itu masih perlu dilakukan penelitian sebelum menyarankan

penggunaan Vitamin C dan E untuk penggunaan secara klinis.

Suplemen kalsium Berdasarkan penelitian secara epidemiologis, terdapat hubungan antara asupan diet rendah kalsium dengan terjadinya preeklamsi. Dengan pemberian suplemen kalsium sebanyak 1,5 2 g/hari telah disarankan untuk upaya pencegahan preeklamsi. Dari hasil penelitian Cochrane, diketahui bahwa pemberian suplementasi kalsium tidak dibutuhkan pada nulipara. Walaupun demikian, mungkin pemberiannya bisa menguntungkan untuk mereka yang termasuk kelompok dengan asupan kalsium yang memang kurang atau pada kelompok risiko tinggi, seperti mereka dengan riwayat preeklamsi berat.

N-Acetylcystein

51

Diduga dapat mencegah preeklamsi karena sifatnya sebagai anti radikal bebas atau antioksidan, sehingga pemberian obat ini diharapkan dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah yang

diakibatkan kerusakan sel endotel pembuluh darah. Namun pemberian obat ini masih kontroversi. Meskipun demikian beberapa ahli sudah mencoba menggunakan obat ini. 8. KOMPLIKASI Preeklampsia dengan HELLP sindrom dapat menyebabkan gangguan berbagai sistem organ. Otak Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak karena deposit fibrin, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia. Hati Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.4

Ginjal Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (sindroma nefrotik pada kehamilan)

52

Sirkulasi uterus , koriodsidua Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. 1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.

2 .hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.

3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin

53

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, Hypertension, dalam Merck Manual of Diagnosis&Therapy, 25 Januari 2004, diakses tanggal 11 September 2012, dari http :

//www.merck.com 2. August P, Management of Hypertension in Pregnancy, 2009, diakses tanggal 11 September 2012, dari http : //www.uptodate.com/patients/content/topic 3. Branch D, Porter T, Hypertensive Disorders of Pregnancy, dalam Danforths Obstetrics&Gynecologiy, edisi ke-8, Scott J, Saia P, Hammond C, Spellacy W, penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 1999: 309-326 4. Brooks M, Pregnancy&Preeclampsia, 5 Januari 2005, diakses tanggal 12 September 2012, dari http : //www.emedicine.com 5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808 6. Eger R, Hypertensive Disorders during Pregnancy, dalam

Obstetrics&Gynecology Principles for Practice, Ling F, Duff P, penyunting, New York : McGraw-Hill, 2001 : 224-252 7. Gibson P, Carson M, Hypertension and Pregnancy, 30 Juli 2009, diakses tanggal 12 September 2012, dari http :

//emedicine.medscape.com/article/261435 8. Herrera J, Shahabudin A, Ersheng G, Wei Y, Garcia R, Lopez P, Calcium plus Linoleic Acid Therapy for Pregnancy Induced Hypertension, 9 Desember 2005, diakses tanggal 12 September 2012, dari http : //www.ncbi.nlm.nih.gov

54

9. Kaplan N, Lieberman E, Hypertension with Pregnancy and the Pill, dalam Kaplans Clinical hypertension, edisi ke-8, Neal W, penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2002: 404-433 10. Kelompok Kerja Penyusunan Hipertensi dalam Kehamilan-Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia, edisi ke-2, Angsar M, penyunting, 2005: 1-27 11. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin, bagian pertama, edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan Sadikin, 2005 : 60-70 12. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi ke-2, Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting, Jakarta : EGC, 2003 : 68-82 13. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the Joint National Committee, NIH publication, 2004 : 49-52 14. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301 15. Reynolds C, Mabie W, Sibai B, Hypertensive States of Pregnancy, dalam Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment, edisi ke-9, New York : McGraw-Hill, 2003: 338-353

55

16. Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku Saku Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi ke-1, Koesoema H, penyunting, Jakarta : Widya Medika, 2002: 202-213 17. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses tanggal 10 September 2012, dari http :

//circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115 18. Shennan A, Hypertensive disorders, dalam Dewhursts textbook of Obstetrics & Gynaecology, edisi ke-7, USA : Blackwell Publishing, 2007 : 227-234 19. Sibai B, Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia, 10 September 2012, diakses tanggal 24 Oktober 2009, dari http : //www.greenjournal.org 20. Sibai B, Treatment of Hypertension in Pregnant Women, 25 Juli 1996, diakses tanggal10 September 2012, dari http : //www.NEJM.org/cgi/content/full

56

CASE REPORT : G3P2A0, 31 Tahun, Umur Kehamilan 21 Minggu, Janin Tunggal Hidup Intrauterin, Belum Inpartu Dengan Hipertensi Kronik Superimposed (Impending Eklampsia) Dan Suspect HELLP Partial Syndrom Kelas Misissipi II.

REFERAT : HELLP Syndrom

Oleh : Saga Malela Aria Sabara, S.Ked 0818011095

Preceptor : dr. Wahdi, Sp. OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO OKTOBER 2012

57

Anda mungkin juga menyukai