Anda di halaman 1dari 4

MENJADI MANUSIA ULUL ALBAB

Oleh Imam Mustofa Menurut Prof . Dr. M. Qurash Shihab Kata al-Alba adalah bentuk jamak dari kata lub yaitu "sari pati" sesuatu. Kata ulul albab dalam Al-Quran tergantung dalam penggunaannya, bisa mempunyai berbagai arti. Dalam A Corcodance of the Quran (Hanna E. Kassis, 1983), kata ini bisa mempunyai beberapa arti, antara lain: pertama, orang yang mempunyai pemikiran (mind) yang luas atau mendalam. Kedua, orang yang mempunyai perasaan (heart) yang peka, sensitif atau yang halus perasaannya. Ketiga, orang yang mempunyai daya pikir (intellect) yang tajam atau kuat. Kempat orang yang mempunyai pandangan alam atau wawasan (insight) yang luas, mendalam atau menukik. Kelima, orang memiliki pengertian (understanding) yang akaurat, tepat atau luas. Dan keenam, orang yang memiliki kebijakan (wisdom), yakni mendekati kebenaran, dengan pertimbangan-pertimbangan yang terbuka dan adil. Dari berbagai arti ulul albab di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ulul albab yaitu orang yang berakal, memilki pikiran, perasaan dan hati. Namun bukan hanya sekedar memilikinya akan tetapi mau menggunakannya secara maksimal sehingga ia mampu mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas serta pandangan yang tajam terhadap sesuatu. Penggunaan akal, pikiran dan perasaan ini tentu saja dengan cara yang benar dan dengan tujuan yang baik. Karena banyak orang yang memiliki komponen-komponen ini, namun tidak mau menggunakannya secara maksimal. Begitu juga banyak orang yang menggunakannya namun tidak dengan cara yang benar dan bukan untuk kebaikan, seperti orang yang menggunakan akalnya hanya untuk akal-akalan mencari keselamatan di dunia. Ciri-ciri Ulul Albab Di atas kita mendapatkan gambaran arti ulul albab, Lalu apa saja yang menjadi ciri-ciri ulul albab? Untuk mengetahui ciri-cirinya,

secara tekstual kita dapat melihat firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 191 yang merupakan penafsiran (tafsirul ayat bil ayat) kata ulul albab yang tertera pada ayat sebelumnya. Menurut ayat ini ulul albab yaitu "orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Ulul albab yaitu orang, baik laki-laki mapun perempuan yang selalu berdzikir (mengingat Allah) dengan lisan mapun hati dalam setiap situasi dan kondisi, dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring, sedang bekerja, istirahat atau dalam keadaan apapun ia selalu mengingat Allah. Bukan sebatas ini saja, selain mengingat Allah ulul albab juga berfikir, yaitu memikirkan ayatayat Allah yang berupa alam semesta, langit bumi dan segala isinya serta dan perjalanannya yang melahirkan perubahan siang dan malam dan fenomena-fenomena alam lainnya. Setelah berpikir ulul albab akan mengambil kesimpulan dari fenomenafenomena tersebut. Setelah mengambil hikmah ulul albab akan menjadikannya sebagai sarana untuk memperdalam keimanan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dan bukan malah tenggelam di dalam fenomena tersebut. Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa obyek dzikir adalah Allah, sedangkan obyek fikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti bahwa pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu, sedang pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat Allah. Hal ini dapat dipahami dari sabda rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Nu'aim melalui Ibnu Abbas: berpikirlah tentang makhluk Allah dan jangan berpikir tentang Allah". Kita sering mendengar interpretasi bahwa pikir harus diimbangi dengan dzikir, seolah-olah, pikir itu hanya menyangkut kegiatan rasional saja, sedangkan dzikir bersifat suprarasional atau mungkin tak rasional, tau lebih tepatnya sesuatu yang tak dapat tercapai oleh akal kita, dan karena itu menyangkut iman. Pada waktu pikir tidak lagi berbicara maka iman tampil berbicara mengenai kebenaran. Karena itu seorang yang ulul albab bukan

hanya memiliki orang yang memiliki kualitas pikir, tetapi juga dzikir. Dalam penjelasan lain, ulul albab tidak hanya yang berpikir tentang alam fisik, botani dan sejarah. Merekapun ternyata mempunyai ciri-ciri yang berkaitan tidak hanya dengan aktivitas pikirnya, melainkan juga dengan amal kongkretnya. Kata ulul albab dalam surat al-Ra'd ayat 19, ternyata ada keterangannya pada ayat-ayat berikutnya. ciri-ciri tersebut adalah: Pertama, mempunyai pengetahuan atau orang yang tahu. Kedua, yang memenuhi perjanjian dengan Allah dan tidak akan ingkar dari janji tersebut (yaitu beriman, berbuat baik dan menjauhi yang keji dan yang mungkar). Ketiga, mereka yang menyambung apa yang diperintahkan Allah untuk disambung, (misalnya ikatan cinta kasih). Keempat, takut kepada Allah (jika berbuat dosa) karena takut kepada hasil perhitungan yang buruk. Kelima, mereka yang sabar karena ingin mendapatkan keridhaan dari Tuhannya. Keenam, mereka yang mendirikan atau mengakkan shalat. Ketuju mereka yang membelanjakan rizki yang diperoleh untuk kemanfaatan orang lain, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Dan yang kedelapan adalah mereka yang menolak atau menghapus kejahatan dengan kebaikan. Dari ciri-ciri di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pemilikan pengetahuan, berpikir dan berdzikir saja tidak cukup untuk membuat seseorang memperoleh kualifikasi ulul albab. Dia juga adalah seorang yang mempunyai keterikatan moral, memiliki komitmen sosial dan melaksanakan sesuatu dengan cara-cara yang baik. Dzikir merupakan bagian dari berpikir, hanya saja tingkatannya lebih tinggi, karena dzikir mengarah kepada transendensi. Pada tingkatan yang lebih tinggi ini, pemikir bukan hanya melihat apa adanya, melinkan mampu pula untuk menarik hikmahnya. Dalam surat Ali Imran ayat 191 yang telah tersebut terdahulu, dijelaskan, bahwa ulul albab mampu mengambil kesimpulan bahwa semua yang diciptakan Allah itu tidak sia-sia, yakni mengandung fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan umat manusia.

Seorang filosuf Belanda, Van Peursen, dalam bukunya Strategi kebudayaan (1876), memberikan teori suatu tahapan berpikir manusia. Pertama orang berada dalam suasana mistis, yakni bersatu dengan alam, tak bisa mengambil jarak. Setelah itu, ia mulai bisa mengambil jarak dan melihat yang lain sebagai obyek berpikir. Di sini ia mulai berpikir ontologis. Pada tahap yang lebih tinggi, orang bisa melihat relasi-relasi dan fungsi-fungsi hubungan. Pada tahap ini manusia mencapai tingkat berpikir fungsional. Berdasarkan teori ini maka seseorang baru bisa mengatakan "Tuhanku, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia", sebelum ia mencapai tahapan berpikir fungsional. Namun seorang ulul albab lebih dari itu. Ia telah mencapai tahap transendensi, yakni menghubungkan segala sesuatu yang ia lihat dan pikirkan ke atas, ke arah yang lebih tinggi, kepada kebenaran yang universal. Semoga ciri-ciri ulul albab di atas sudah ada pada diri kita. Meskipun tidak seluruhnya setidaknya sebagiannya. Dan apabila memang belum ada, marilah melakukan aktivitas-aktivitas yang akan menjadikan kita manusia yang ulul albab yang akan mendapatkan balasan Jannatu 'adn sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam Surat Al-Ra'd ayat 23.

http://pesantren.uii.ac.id/content/view/96/1/

Anda mungkin juga menyukai