BCT memang memerlukan waktu tindakan operasi lebih lama karena harus dikerjakan oleh tim dokter dari berbagai disiplin ilmu, antara lain dokter radiolog, patolog. Dengan cara mastektomi, karena jaringannya dibuang, radiolog maupun patolog tidak terlalu rumit kerjanya. Oleh sebab itu, biaya untuk tindakan BCT mungkin hampir sama dengan cara mastektomi. Namun harap diingat, cara mastektomi memerlukan rawat inap 7 10 hari, sedangkan dengan BCT pasien cukup 2-3 hari dirawat inap. Jadi lebih menguntungkan, bukan? Sejak kapan BCT berkembang? Sudah ada sejak dekade 90. Hanya saja, di Indonesia baru berkembang beberapa tahun belakangan. Ini karena BCT memerlukan multidisiplin ilmu kedokteran. Kini BCT di Rumah Sakit (RS) Dharmais, tempat saya bekerja, sudah menjadi terapi unggulan. Kalau bisa, pasien kanker payudara diupayakan menjalani BCT terlebih dulu. Semua keunggulan tadi membuat Anda tertarik untuk mendalami BCT? Orang yang melakukan BCT sudah pasti karena stadium kankernya masih dini. Sebaliknya, kalau stadiumnya lanjut enggak mungkin dilakukan BCT. Di sisi lain, penyebaran kanker di kelenjar getah bening pun pasti nol. Jadi, mengapa harus dibuang? Padahal kelenjar getah bening adalah salah satu pertahanan tubuh. Oleh sebab itu perlu dilacak dengan sentinel. Inilah yang saya pelajari pada awalnya. Lalu, saya belajar BCT yang kebetulan sedang tren dalam pengobatan kanker payudara