KASUS 3
KANKER PAYUDARA
Dosen Pengampu : Sumaryana, M.Sc., Apt
Disusun oleh :
Nama : Fitriasih
NIM : 19405021042
Kelompok :3
Uraian Tanggal
13-10-14
Nyeri √
Benjolan √
Pusing √
TTV
Pemeriksaan Satuan Tanggal
13-Oct 14-Oct 15-Oct 16-Oct
TD mmHG 100/70 110/80 100/70 120/70
TUGAS INDIVIDU
Membuat makalah dari kasus yang di bagi untuk masing-masing kelompok dengan
metode analisis SOAP dilengkapi dengan literature yang kekinian. Literature paling kini nilai
paling besar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KANKER PAYUDARA
2. Posisi dan bentuk dari puting susu (apakah masuk kedalam atau bengkak);
A. Gejala
Nyeri biasanya tidak terjadi pada kanker payudara dini. Sebuah benjolan tanpa
rasa sakit mungkin merupakan gejala pertama. Pada stadium lanjut, rasa sakit dapat
terjadi karena keterlibatan jaringan yang lebih dalam seperti otot, tulang
rusuk, dll., mengakibatkan rasa sakit yang sangat, meningkat dengan gerakan dada.
Mungkin ada eksaserbasi (rasa sakit yang tiba-tiba) disebut sebagai
breakthrough cancer pain (BTcP). Seorang pasien yang memiliki BTcP hanya jika
memilikinya latar belakang rasa sakit yang cukup terkontrol dan mengalami eksaserbasi
nyeri sementara. Hal tersebut dapat terjadi secara tiba-tiba (nyeri idiopatik) biasanya
pada tindakan reflek batuk atau tindakan yg sadar seperti berjalan. Patofisiologi BTcP
biasanya relatif umum disebabkan metastasis vertebral yang nyeri dan nyeri berasal dari
pleksus saraf (Satija et al, 2014).
B. Etiologi
Etiologi nyeri kanker bersifat multi-faktorial. Ini mungkin timbul karena :
1. kanker itu sendiri, karena pelepasan mediator inflamasi atau karena metastasis ke
jaringan yang jauh termasuk tulang dan jaringan saraf
2. pengobatan kanker.
neuron sensorik merosot setelah kemoterapi dan menyebabkan nyeri neuropatik.
Radioterapi diinduksi nyeri timbul sebagai akibat dari perubahan mikrovaskuler
dan compression saraf. Penyebab utama untuk operasi diinduksi nyeri adalah
kerusakan pada saraf intercostobrachial dan neuroma formation . defisiensi
estrogen yang disebabkan oleh inhibitor aromatase mengarah ke arthralgias (Satija
et al, 2014).
A. Etiologi
Etiologi mual muntah pasca operasi bersifat multi-faktorial. Salah satu penyebab
PONV yang berhubungan dengan kanker payudara diantaranya yaitu :
1. Peran penggunaan anestesi dan opioid yang mudah menguap
Sebelum di operasi, pasien dapat memiliki kecenderungan untuk PONV,
termasuk wanita (jenis kelamin), riwayat mabuk perjalanan atau PONV, status
bukan perokok, dan usia yang lebih muda. Berdasarkan studi klinis penyebab
utama PONV setelah operasi adalah penggunaan anestesi inhalasi dan analgesik
opioid. Agen anestesi inhalasi (misalnya, sevoflurane, isoflurane) tampaknya
memiliki potensi dengan menghasilkan PONV, dan durasi paparan yang lebih
lama terhadap agen-agen ini dikaitkan dengan lebih banyak PONV. Ada juga
dampak penggunaan nitro oksida meningkatkan PONV seangkan saat iv propofol
digunakan untuk menggantikan anestesi inhalasi, ada jauh lebih sedikit PONV.
Opioid biasanya digunakan pada periode perioperatif untuk mengontrol rasa
sakit dan berkontribusi anestesi seimbang. Opioid, termasuk morfin dan fentanyl,
diketahui dapat menyebabkan mual dan muntah sebagai stimulus independen serta
penggunaan intraoperatif dari opioid tampaknya tidak menjadi stimulus yang
konsisten untuk PONV (Horn et al, 2014).
2. Trauma dan peradangan bedah
Operasi bedah dapat menghasilkan trauma jaringan dan peradangan.
Meningkatkan durasi pembedahan tampaknya menjadi satu-satunya faktor risiko
yang konsisten untuk PONV . Beberapa jenis operasi telah terbukti menempatkan
pasien risiko lebih tinggi untuk PONV. Beberapa jenis operasi yang berpotensi
menginduksi PONV termasuk bedah kolesistektomi, laparoskopi, ginekologis,
dan telinga-hidung-tenggorokan (THT). Meskipun tidak secara langsung
ditangani oleh penelitian saat ini, antiemetik dapat menekan PONV dengan
menghambat peradangan dan bukan dengan tindakan langsung pada sistem saraf
untuk mual dan muntah. Trauma yang mengarah ke pelepasan zat P, 5-HT, atau
mediator lokal lainnya yang dapat mempengaruhi pensinyalan serat aferen
ekstrinsik. Antiemetik yang digunakan untuk mengendalikan PONV , diantaranya
deksametason dan antagonis reseptor 5-HT 3 dan NK1 (Horn et al, 2014).
A. Analisis SOAP
1. Subjektif
Keluhan : payudara bagian kanannya terasa nyeri dan terdapat benjolan. Pasien
merasakan nyeri yang amat sangat pada payudara kanan, namun keluhan
tidak disertai panas badan.
Uraian Tanggal
13-10-14
Nyeri √
Benjolan √
Pusing √
2. Objektif
Farmakokinetik:
Absorbsi :
4 jam melalui IV
Distribusi :
didistribusikan secara luas ke jaringan tubuh dan cairan dan terdistibusi ke plasenta
dan ASI.
Metabolisme :
Mengalami metabolisme parsial dalam hati dan dikonversi menjadi
desacetylcefotaxime dan metabolit tidak aktif.
Ekskresi :
Terutama melalui urin (kira-kira 40-60% sebagai obat tidak berubah, lebih lanjut
20% sebagai desacetyl metabolit); empedu (konsentrasi yang relatif tinggi); faeces
(sekitar 20%). Waktu paruh plasma: Kira-kira 1 jam (sefotaksim); sekitar 1,5 jam
(desacetylcefotaxime).
Rute :
Intravena (Injeksi)
Efek Samping :
anafilaksis, aritmia (MIMS, 2020)
Dosis Literatur :
Injeksi 1 gram/hari tiap 12 jam (Anonim, 2014)
Dosis Pasien : sudah sesuai (Injeksi 1 g tiap 12 jam)
DRP:
Penggunaan profilaksis antibiotik pasca operasi seharusnya diberikan satu kali
sebelum operasi atau dapat ditambah satu kali setelah operasi bila ada indikasi
(Nurkusuma dan Dewi, 2017)
Dosis Literatur
- 50 mg IV setiap 8 jam (Dzierba, A., 2015)
- 50 mg IM atau IV setiap 6 sampai 8 jam.
Dosis maksimal 400 mg/day. (Drugs, 2020)
DRP:
Durasi penggunaan kurang, dalam data penggunaan obat Injeksi Ranitidine
diberikan secara intravena setiap 12 jam, sedangkan dalam literatur Injeksi
Ranitidine diberikan setiap 6-8 jam.
Dosis Literatur
4 mg IV tiap 12 jam
1. Infus RL
Penggunaan infus RL tetap dilanjutkan penggunaannya. Infus RL disini
digunakan sebagai terapi penggantian dari kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler secara parenteral. Pasien pasca operasi, biasanya mengalami mual dan
muntah yang disebabkan karena efek samping dari anestesi yang digunakan. Mual dan
muntah yang berlebihan menyebabkan pasien kehilangan cairan tubuh, oleh karena
itu diperlukan pemberian cairan rehidrasi untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
(Soleimani dkk., 2018).
2. Injeksi Ketorolac
Penggunaan injeksi ketorolac sebagai anti nyeri pasca operasi payudara sudah
tepat, karena sangat berguna dalam mengelola nyeri perioperatif pada operasi
payudara dan tidak meningkatkan resiko pendarahan, walaupun begitu monitoring
harus tetap dilakukan selama penggunaan. Ada ketidaksesuaian dengan literatur
tentang penggunaan injeksi ketorolac terkait dengan dosis yang digunakan. Pasien
mendapatkan injeksi ketorolac dengan dosis 30mg tiap 12 jam, sedangkan dalam
literatur disebutkan bahwa untuk injeksi ketorolac dosisnya adalah 30mg tiap 6 jam
dengan durasi penggunaan maksimal 5 hari (Dipiro X et al., 2017). Pembatasan durasi
penggunaan injeksi ketorolac ini disebabkan karena ketorolac injeksi dapat
menyebabkan pendarahan pada gastrointestinal. Monitoring terjadinya pendarahan,
TD, LFT dan fungsi ginjal juga perlu dilakukan selama penggunaan injeksi ketorolac
injeksi (Rojas, et al., 2019).
3. Injeksi Ranitidin
Penggunaan injeksi ranitidin disini diindikasikan untuk mengatasi
kemungkinan timbulnya ulcerasi/perforasi gastrointestinal yang diakibatkan oleh
penggunaan injeksi ketorolac (ketorolac bekerja mengurangi nyeri dengan mekanisme
menghambat COX 1 dan COX 2, sehingga memungkinkan terjadinya
ulcerasi/perforasi gastrointestinal), sehingga penggunaan ranitidin dalam pengobatan
pasien sudah tepat. Ada ketidaksesuaian dengan literatur penggunaan injeksi ranitidin
terkait dengan dosis yang digunakan. Pasien mendapat injeksi ranitidin dengan dosis
50mg tiap 12 jam, sedangkan dalam literatur disebutkan bahwa untuk injeksi ranitidin
dosisnya adalah 50mg setiap 8 jam (Dzierba, A., 2015).
4. Injeksi Ondansetron
Injeksi ondansetron digunakan untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien
pasca operasi. Mual dan muntah pasca opeasi biasanya disebabkan karena penggunaan
anestesi, maka penggunaan ondansetron injeksi pada pengobatan sudah tepat. Dosis
yang digunakan untuk injeksi ondansetron juga sudah sesuai dengan literatur yaitu
4mg setiap 12 jam. Perlu dilakukan monitoring EKG, serum K dan serum Mg, tanda
dan gejala sindrom serotonin dan penurunan aktivitas usus selama penggunaan
ondansetron (MIMS, 2020).
5. Aminofluid
Penggunaan aminofluid sebagai Total Parenteral Nutrition sebenarnya tidak
diperlukan dalam terapi pengobatan. Pemberian Total Parenteral Nutrition ditujukan
untuk pasien dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan nutrisi
oral dan enteral (nutrisi oral dan enteral tidak memenuhi kebutuhan nutrisi pasien)
atau bila saluran cerna tidak berfungsi normal, misalnya pendarahan masif saluran
cerna, diare berat, obstruksi usus total/mekanik, malabsorbsi berat. Sedangkan pada
kasus, pasien hanya pembedahan tumor payudara dan dilihat dari tanda-tanda vital
pasien yaitu tekanan darah, keadaan pasien masih bisa mengkonsumsi nutrisi secara
oral, sehingga tidak perlu diberikan Total Parenteral Nutrition.
6. Injeksi Cefotaxim
Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan literatur yaitu 1g setiap 12 jam.
Hanya saja penggunaanya yang tidak sesuai. Penggunaan injeksi cefotaxim sebagai
profilaksi antibiotik pasca operasi seharusnya diberikan satu kali sebelum
operasi/ditambah sekali setelah operasi bila ada indikasi (Nurkusuma dan Dewi,
2017). Tetapi pada data pengobatan pasca operasi pasien diberikan 2x di tanggal 14
dan 15 oktober, hal ini dapat beresiko menimbulkan resistensi pada pasien serta
pengeluaran biaya yang tidak efisien, maka sebaiknya terapi dihentikan saja.
BAB V
KESIMPULAN
Pengobatan yang didapatkan pasien yaitu Infus RL (20 tpm) sudah sesuai dan terapi
dilanjutkan, Injeksi Ketorolac (tiap 12 jam) tidak sesuai, seharusnya, setiap 6 jam dan maksimal
penggunaan selama 5 hari, Injeksi Ranitidin (tiap 12 jam) tidak sesuai, seharusnya tiap 8 jam,
Injeksi Ondansetron (tiap 12 jam) sudah sesuai dan terapi dilanjutkan, Aminofluid (10 tpm)
tidak sesuai dan dihentikan pemberiannya, Injeksi Cefotaxim (tiap 12 jam) tidak sesuai dan
dihentikan pemberiannya.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA