Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Di Indonesia, mastektomi masih merupakan andalan pengobatan kanker payudara.


namun, tidak mudah untuk melakukan mastektomi. Ada banyak konsiderasi yang harus
dipikirkan dengan matang. Salah satunya adalah kehidupan setelah operasi pengangkatan.
Seperti dilansir pinkribbon.org, operasi pengangkatan akan memberikan perasaan
lega, sekaligus ketakutan. Penderita akan lega, karena mereka memiliki resiko terkena kanker
lebih rendah. Disisi lain, penderita juga ketakutan. Salah satu ketakutan itu adalah ketakutan
atas tumbuh kembalinya sel kanker.
Untungnya, penderita akan mampu menghadapi ketakutan mereka, karena mereka
akan bertemu dokter dan perawat setiap hari. Dengan kata lain, kesehatan mereka lebih
terpantau.
Namun, rasa takut akan mulai muncul ketika mereka dalam masa kontrol. Dalam
masa kontrol, pasien tidak bertemu dokter setiap hari, melainkan sesuai dengan jadwal.
Mereka akan bertemu dokter lagi dalam waktu 4 hingga 6 bulan. Setelah 5 tahun, maka
pertemuan hanya akan satu tahun sekali.
Terlebih, para pasien akan mengalami perubahan dalam hidup mereka, terutama
dalam pola makan, hubungan seksual, dan kehamilan. Pada masa itu mereka kembali
beradaptasi, dan sering merubah pola pikir. Pada masa itu, keluarga berperan penting dalam
membantu pasien menerima diri sendiri.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan
penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak jaman kuno, termasuk
dengan pemberian ethanol dan opium (opiate) secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari
penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada
tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan
pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan
dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica,
dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) anestesi umum dan (2) anestesi lokal.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai anestesi umum dan anestesi lokal.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah Bagaimana untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat

anestesi dalam prosedur pembedahan dengan kasus mastektomi.


1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum :
Penulis dapat memperoleh gambaran tentang teknik anestesi umum pada kasus mastektomi.
1.3.2 Tujuan Khusus :
Diharapkan penulis mampu:
a. Menggambarkan hasil general anestesi pada kasus mastektomi.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah/pefer ini adalah:
a. Bagi Rumah Sakit
Hasil karya tulis diharapkan menjadi informasi serta sebagai bahan tambahan untuk
meningkatkan anestesi pada kasus mastektomi
b. Bagi klien dan keluarga
Dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu memahami anestesi pada kasus
mastektomi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Mastectomy
(mastectomy) adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat payudara. Di
masa lalu, mastektomi radikal dengan pengangkatan seluruh payudara merupakan
penanganan standar kanker payudara. Namun kemajuan medis selama 20 tahun terakhir ini
telah memberi lebih banyak pilihan bagi wanita penderita kanker payudara. Salah satu pilihan
tersebut bernama breast-conserving therapy (BCT) atau terapi penyelamatan payudara.
Pilihan ini akan membawa wanita untuk dapat memilih prosedur yang lebih mengarah pada
pencapaian efektivitas penanganan.
Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada beberapa faktor,
meliputi :
1. Usia
2. Kesehatan secara menyeluruh
3. Status menopause
4. Dimensi tumor
5. Tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannya
6. Stadium tumor dan keganasannya
7. Status reseptor homon tumor
8. Penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau belum
2.2. Beberapa tipe mastektomi yang ada pada saat ini
1. Mastektomi Preventif (Preventive Mastectomy)

Wanita yang memiliki faktor genetik atau risiko keturunan kanker payudara yang
tinggi dapat memilih pembedahan mastektomi preventif. Mastektomi preventif disebut juga
prophylactic mastectomy. Operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan mengangkat
seluruh payudara dan puting. Atau berupa subcutaneous mastectomy, dimana seluruh
payudara diangkat namun puting tetap dipertahankan.
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan kanker payudara dapat dikurangi hingga
90% atau lebih setelah mastektomi preventif pada wanita dengan risiko tinggi. Kadang
wanita pengidap kanker payudara di salah satu payudaranya akan memutuskan untuk
menjalani mastektomi preventif untuk mengangkat payudara satunya. Hal ini mampu
mengurangi peluang kembalinya (kambuhnya) kanker payudara. Pada beberapa kasus kedua
payudara diangkat. Pengangkatan kedua payudara ini disebut double mastectomy.
Rekonstruksi (pengembalian kondisi dan penampilan) payudara dapat dialkukan pada
saat dilakukan mastectomy preventif. Rekonstruksi ini disebuat sebagai immediate
reconstruction (rekonstrusi segera). Dapat juga dijadwalkan sesudah beberapa waktu
kemudian. Rekonstruksi ini disebut delayed reconstruction (rekonstruksi tertunda). Dokter
biasanya menggunakan implant sintetis atau jaringan pengganti yang diambil dari bagian
tubuh yang lain.
2. Mastektomi Sederhana atau Total (Simple or Total Mastectomy)
Mastektomi dengan mengangkat payudara berikut kulit dan putingnya, namun simpul
limfe masih dipertahankan. Pada beberapa kasus, sentinel node biopsy terpisah dilakukan
untuk membuang satu sampai tiga simpul limfe pertama
3. Mastektomi Radikal Termodifikasi (Modified Radical Mastectomy)
Terdapat prosedur yang disebut modified radical mastectomy (MRM)mastektomi radikal termodifikasi. MRM memberikan trauma yang lebih ringan daripada
mastektomi radikal, dan saat ini banyak dilakukan di Amerika.Dengan MRM, seluruh
payudara akan diangkat beserta simpul limfe di bawah ketiak, tetapi otot pectoral (mayor dan
minor) otot penggantung payudara masih tetap dipertahankan. Kulit dada dapat diangkat
dapat pula dipertahankan, Prosedur ini akan diikuti dengan rekonstruksi payudara yang akan
dilakukan oleh dokter bedah plastik.

4. Mastektomi Radikal (Radical Mastectomy)


Mastektomi radikal merupakan pengangkatan payudara komplit, termasuk puting.
Dokter juga akan mengangkat seluruh kulit payudara, otot dibawah payudara, serta simpul
limfe (getah bening). Karena mastektomi radikal ini tidak lebih efektif namun merupakan
bentuk mastektomi yang lebih ekstrim , saat ini jarang dilakukan.
Selama melakukan mastektomi dan mengangkat tumor, dokter akan menentukan apakah
kanker telah menyebar. Prosedur ini disebut pentahapan (staging). Setelah tahapan kanker
ditentukan, dokter akan menentukan penanganan lanjutan yang harus dilakukan pasien,
termasuk terapi radiasi, kemoterapi, dan atau pengobatan.
Beberapa wanita memilih untuk melakukan bedah rekonstruksi payudara segera
setelah mastektomi. Namun demikian, ini membawa risiko tersendiri sehingga harus
berkonsultasi dengan dokter.
5. Mastektomi Parsial atau Segmental (Partial or Segmental Mastectomy)
Dokter dapat melakukan mastektomi parsial kepada wanita dengan kanker payudara
stadium I dan II. Mastektomi parsial merupakan breast-conserving therapy- terapi
penyelamatan payudara yang akan mengangkat bagian payudara dimana tumor bersarang.
Prosedur ini biasanya akan diikuti dengan terapi radiasi untuk mematikan sel kanker pada
jaringan payudara yang tersisa. Sinar X berkekuatan penuh akan ditembakkan pada beberapa
bagian jaringan payudara. Radiasi akan membunuh kanker dan mencegahnya menyebar ke
bagian tubuh yang lain.
Pada beberapa kasus, akan lebih banyak pembedahan dilakukan setelah mastektomi
parsial. Kadang, jika sel kanker masih ada dalam jaringan payudara, dokter akan mengangkat
seluruh payudara.

6. Quandrantectomy

Tipe lain dari mastektomi parsial disebut quadrantectomy. Pada prosedur ini, dokter
akan mengangkat tumor dan lebih banyak jaringan payudara dibandingkan dengan
lumpektomi.
Mastektomi tipe ini akan mengangkat seperempat bagian payudara, termasuk kulit
dan jaringan konektif (breast fascia). Dokter juga akan melakukan prosedur terpisah untuk
mengangkat beberapa atau seluruh simpul limfe, dengan axillary node dissection atau
sentinel node biopsy.

7. Lumpectomy atau sayatan lebar


Merupakan pembedahan untuk mengangkat tumor payudara dan sedikit jaringan
normal di sekitarnya. Lumpektomi (lumpectomy) hanya mengangkat tumor dan sedikit area
bebas kanker di jaringan payudara di sekitar tumor. Jika sel kanker ditemukan di kemudian
hari, dokter akan mengangkat lebih banyak jaringan. Prosedur ini disebuat re-excision
(terjemahan : pengirisan/penyayatan kembali).
8. Excisional Biopsy
Biopsi dengan sayatan juga mengangkat tumor payudara dan sedikit jaringan normal
di sekitarnya. Kadang, pembedahan lanjutan tidak diperlukan jika biopsy dengan sayatan ini
berhasil mengangkat seluruh tumor.
2.3. Indikasi operasi
1. Kanker payudara stadium dini (I,II)
2. Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan persyaratan tertentu
3.Keganasan jaringan lunak pada payudara.
2.4. Kontra indikasi operasi
1.Tumor melekat dinding dada
6

2. Edema lengan
3. Nodul satelit yang luas
4. Mastitis inflamatoar
2.5. Tekhnik operasi
Secara singkat tekhnik operasi dari mastektomi radikal modifikasi dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Penderita dalam general anaesthesia, lengan ipsilateral dengan yang dioperasi diposisikan
abduksi 900, pundak ipsilateral dengan yang dioperasi diganjal bantal tipis.
2. Desinfeksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan pertengahan leher, bagian bawah
sampai dengan umbilikus, bagian medial sampai pertengahan mammma kontralateral, bagian
lateral sampai dengan tepi lateral skapula. Lengan atas didesinfeksi melingkar sampai dengan
siku kemudian dibungkus dengan doek steril dilanjutkan dengan mempersempit lapangan
operasi dengan doek steril
3. Bila didapatkan ulkus pada tumor payudara, maka ulkus harus ditutup dengan kasa steril tebal
( buick gaas) dan dijahit melingkar.
4. Dilakukan insisi (macam macam insisi adalah Stewart, Orr, Willy Meyer, Halsted, insisi S)
dimana garis insisi paling tidak berjarak 2 cm dari tepi tumor, kemudian dibuat flap.
5. Flap atas sampai dibawah klavikula, flap medial sampai parasternal ipsilateral, flap bawah
sampai inframammary fold, flap lateral sampai tepi anterior m. Latissimus dorsi dan
mengidentifikasi vasa dan. N. Thoracalis dorsalis
6. Mastektomi dimulai dari bagian medial menuju lateral sambil merawat perdarahan, terutama
cabang pembuluh darah interkostal di daerah parasternal. Pada saat sampai pada tepi lateral
m.pektoralis mayor dengan bantuan haak jaringan maamma dilepaskan dari m. Pektoralis
minor dan serratus anterior (mastektomi simpel). Pada mastektomi radikal otot pektoralis
sudah mulai

7. Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya pembesaran KGB aksila Level I (lateral m.
pektoralis minor), Level II (di belakang m. Pektoralis minor) dan level III ( medial m.
pektoralis minor). Diseksi jangan lebih tinggi pada daerah vasa aksilaris, karena dapat
mengakibatkan edema lengan. Vena-vena yang menuju ke jaringan mamma diligasi.
Selanjutnya mengidentifikasi vasa dan n. Thoracalis longus, dan thoracalis dorsalis,
interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya didiseksi dan akhirnya jaringan mamma
dan KGB aksila terlepas sebagai satu kesatuan (en bloc)
8. Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0,9%.
9. Semua alat-alat yang dipakai saat operasi diganti dengan set baru, begitu juga dengan
handschoen operator, asisten dan instrumen serta doek sterilnya.
10. Evaluasi ulang sumber perdarahan
11. Dipasang 2 buah drain, drain yang besar ( redon no. 14) diletakkan dibawah vasa aksilaris,
sedang drain yang lebih kecil ( no.12) diarahkan ke medial.
12. Luka operasi ditutup lapais demi lapis
2.6. Komplikasi operasi
Dini :
pendarahan,
lesi n. Thoracalis longus wing scapula
Lesi n. Thoracalis dorsalis.
Lambat :
infeksi
nekrosis flap
wound dehiscence

seroma
edema lengan
kekakuan sendi bahu kontraktur
2.7. Mortalitas
hampir tidak ada

2.8. Perawatan pasca bedah


Pasca bedah penderita dirawat di ruangan dengan mengobservasi produksi drain,
memeriksa Hb pasca bedah. Rehabilitasi dilakukan sesegera mungkin dengan melatih
pergerakan sendi bahu. Drain dilepas bila produksi masing-masing drain < 20 cc/24 jam.
Umumnya drain sebelah medial dilepas lebih awal, karena produksinya lebih sedikit. Jahitan
dilepas umumnya hari ke10 s/d 14.

3.1. Pengertian Anestesi umum


adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi digunakan pada
pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi rangsangan nyeri
(analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan
ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan
kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot.
3.2. Syarat Ideal Anastesi Umum dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat
Syarat Ideal Anastesi Umum
9

a) Memberi induksi yang halus dan cepat.


b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan keadaan amnesia
d) Hambat refleks-refleks
e) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
f) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk
tempat operasi.
g) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang
berlangsung lama

3.3 Tujuan Premedikasi Dan Posmedikasi


Kriteria analgetika yang baik adalah mulai kerja cepat tanpa efek samping (seperti
kegelisahan) dan tidak merangsang mukosa. Begitu pula pemulihannya harus cepat tanpa
efek sisa, seperti perasaan kacau,mual dan muntah juga tidak boleh meningkatkan
pendarahan kapiler selama pembedahan. Karena tidak dikenal obat yang memiliki semua sifat
ini, biasanya anestetikum dikombinasi dengan obat obat pembantu yang diberikan kepada
pasien sebagai premedikasi lebih kurang 1 jam sebelum induksi dimulai.
Premedikasi dilakukan dengan maksud :
a) Meniadakan kegelisahan, sering digunakan morfin atau petidinjuga sedative
seperti klorpromazin, diazepam atau thiopental
b) Menghentikan sekresi ludah dan dahak, yang dapatmengakibatkan kejang kejang
berbahaya di tenggorok. Yang banyak digunaka adalah atropine dan skopolamin(bersama
morfin)
c) Memperkuat efek anestetik, sehingga anestesi bekerja lebih dalam dan atau dosis nya
dapat diturunkan
d) Memperkuat relaksasi otot, selama narkosa dapat dicapai dalam permberian
pula relaksansia otot seperti tubokurarin dan galamin(flaxedil)
Premedikasi diberikan untuk menghilangkan efek samping seperti perasaan gelisah dan mual.
Untuk maksud ini digunakan klorpromazin atau antiemetikum lain, misalnya ondansetron.
OBAT PREMEDIKASI
a) Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik
Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihanutama untuk mengurangi efek
bronchial dan kardial yang berasal dariperangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau
10

anestesikummaupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek ainnya adalah
melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkanspasme gastrointestinal. Perlu
diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan
anestesi umum. Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosisterapeutik ada
perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadikabur. Karena itu sebaiknya obat ini
tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada
penderitadengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya
fibrilasi aurikuler.Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25mg dan 0,50
mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg
untuk dewasa dan 0,015mg/kgBB untuk anak-anak.
b) Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untukpremedikasi, induksi dan
pemeliharaan anestesi . Dibandingkandengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena
transformasimetabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tuadengan
perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung danpernafasan, dosis harus ditentukan
secara hati-hati. Efek obat timbuldalam 2 menit setelah penyuntikan.Dosis premedikasi
dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikandengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim
adalah 5 mg. padaorang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.Efek
sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyutnadi dan pernafasan, umumnya
hanya sedikit
c) Cedantron 4 mg (Ondansentrone)
Suatu antagonis reseptor serotonin 5 HT 3 selektif. Baik untukpencegahan dan pengobatan
mual, muntah pasca bedah.
Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas.Dosis dewas 2-4
mg.
OBAT INDUKSI
a. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare)berikatan dengan reseptorni
kotinik-kolinergik.
Posmedikasi dilakukan dengan maksud :
Diberikan untuk menghilangkan efek samping spt perasaan gelisah dan
mual.Digunakan klorpromazin atau antiemetika lain
Tujuan Premedikasi :
1. Menenangkan penderita
11

2. Mengurangi rasa sakit


3. Memudahkan induksi
4. Mengurangi dosis obat- obat anestesi
5. Menngurangi refleks yang tidak diinginkan
6. Mengurangi sekresi kelainan mulut & saluran nafas
7. Mencegah mual dan muntah pasca bedah
8. Mencegah penderita ingat situasi selama operasi ( menciptakan amnesia )
Obat obatan Premedikasi :
1. Sedativa, transquilizer
2. Analgetika narkotika
3. Alkaloid belladona :
- Anti sekresi
- Mengurangi efek vagal terhadap jantung dari obat-obat
- Impuls afferent abdomen, thorax, mata
4. Anti emetic
3.4. Penggolongan Anestesi Umum
Anestesi Umum :
a. Anestetik Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran dan sevofluran.
Obat obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Keuntungannya adalah resorpsi
yang cepat melalui paru paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru paru (alveoli)
yang biasanya dengan keadaan utuh . pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu setiap
waktu dapat dihentikan. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anestesi. Dewasa ini
senyawa kuno eter, kloroform, trikoletiren dan siklopropan praktis tidak digunakan lagi
karena efek sampingnya.
b. Anestetik Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamine dan propofol.
Obat obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria secara rektal, tetapi resorpsinya
kurang teratur. Terutama digunakan untuk mendahului (induksi) anestesi local atau
memeliharanya juga sebagai anestesi pada pembedahan singkat.
3.5 Cara Pemberian Anestesi Umum
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

12

1. Anestesi inhalasi: halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane


merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran
napas.
Cara pemberian anestesi inhalasi:
Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung
penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros
karena zat anestesi menguap ke udara terbuka.
Semiopen drop method: cara ini hamper sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi
terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang dapat
ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi dapat diatur dengan
memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian
O2.
Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi dialirkan melalui
NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestesi dapat
digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup
mahal.
Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane, dan chloroform
sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya yang mudah terbakar
(misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform).
2. Anestesi Intravena. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri atau
dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai komponen
anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menenangkan pasien di unit rawat
darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi
intravena total biasanya menggunakan propofol.

3.6 Klasifikasi Obat- obat Anestesi Umum


a. Anestesi Inhalasi
Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan
yang mudah menguap.
Halothane

13

Bau dan rasa tidak menyengat ,

Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya relaksasi ototnya
ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam

Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans oto,
seperti galamin atau suksametonium.

Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah digunakan, tidak
merangsang mukosa saluran napas

Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli dan
mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi

Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida anorganik,


dan trifluoacetik acid.

Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan
berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.

Dosis: tracheal 0,5-3 v%.


Enfluran

Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan, juga sebagai
analgetikum pada persalinan.

Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot uterus

Tidak begitu menekan SSP

Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-3 menit

Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh, dan sisanya
diubah menjadi ion fluoride bebas

Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca
bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan muntah, dapat meningkatkan
perdarahan pada saat persalinan, SC, dan abortus.
Isofluran (Forane)

Bau tidak enak

Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik

Daya kerja dan penekanannya thdp SSP = enfluran

Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi, meningkatnya jumlah


leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan keadaan tegang
14

Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi; maintenance : 0,5%-3%


Desfluran

Dessfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran.

Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain, sehingga perlu
menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).

Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).

Potensinya rendah

Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi

Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran

Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi
Sevofluran

Merupakan halogenasi eter

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran

Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia

Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar

Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan


b. Anestesi gas
1. Potensi ringan
2. Sukar larut dalam darah
3. N2O

gas tdk berwarna, tdk berbau, lbh brt dp udara, dikombinasi dg O2

potensi anestetik lemah, induksi cepat

efek analgesik baik (N2O 20%)

penggunaan lama : mual, muntah, lambat bangun


Yang termasuk dalam golongan ini adalh siklopropan.
Siklopropan

Anestesi gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna


15

Lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi.

Mudah terbakar dan meledak oleh karena itu, anestesi gas hanya digunakan pada
closed methode.
c. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine
(midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang dapat
menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan obat-obat lain ( droperianol, etomidate,
dexmedetomidine).
Barbiturat

1.

Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis

2.

Hambat pernapasan di medula oblongata

3.

Hambat kontraksi otot. jantung, tdk timbulkan sensitisasi jantung thd ketekolamin

4.

Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP

5.

Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = dosis induksi


o Na tiopental :

Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan peny

Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ad capaian
o Ketamin

sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat

analgesik kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem viseral

relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi

tingkatkan TD, nadi, curah jantung

Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca


anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam (dormikum)


atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi
diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.

Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10
mg.
16

Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1% (1ml=10mg), 5%


(1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)
Fentanil dan droperidol

Analgesik & anestesi neuroleptik

Kombinasi tetap

Aman diberikan pd px yg alami hiperpireksia ok anestesi umum lain

Fentanil :masa kerja pendek, mula keja cepat

Droperidol : masa kerja lama & mula kerja lambat


Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya


dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total
4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.

Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak
dianjurkan.
Diazepam

Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi


otot yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja sebagai
antikejang. Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 mnt stlah
pemberian scra oral dan 15 mnt slah injeksi intravena.

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral


dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma

Cause tidur dan penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara lambat

Analgesik (-)

Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia
pd pasien kardiovaskuler

Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama Utk premedikasi
(neurolepanalgesia) & atasi konvulsi ok anestesi lokal Dimetab mjd metabolit aktif T >
seiring bertambahnya usia
17

ESO : henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)

Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB


Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.

Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi


pasien dengan kelainan jantung.

Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
3.7 Tahapan Anestesi
1. Stadium 1 (analgesia)

Penderita mengalami analgesi,

Rasa nyeri hilang,

Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)

Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak,


menangis, menyanyi)

Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

Dapat terjadi mual dan muntah

Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi

Midriasis, hipertensi
3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)

Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur
(pernapasan perut)

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak

Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan
bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)
18

Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat vasomotor.
Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf ini
sedapat mungkin dihindarkan.
3.8 Mekanisme Kerja
a. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang
masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot
maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat
ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai
hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat
lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang
diinhalasi.
b. Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru,
misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat
cepat.

3.9 Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetik yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor
tersebut menentukan perbedaan kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah
serta dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi
masa pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.
Dipengaruhi / tek parsial zat anestetik dlm otak. Faktor penentu tekanan parsial :
19

1. Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi

Untuk mempercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi daripada
tekanan parsial yang diharapkan di jaringan

Setelah tercapai, diturunkan untuk pertahankan anestesi


2. Ventilasi paru

Hiperventilasi dapat percepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi & jaringan

Zat larut dalam darah : halothan


3. Pemindahan gas anestetik dr alveoli ke aliran drh

Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darh
4. Pemindahan gas anestetik dari aliran dareh ke sel jaringan tubuh

Jaringan yang mempunyai aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih
mudah tercapai sehingga anestetik gas lebih mudah berpindah.
3.10. Farmakodinamika
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan
pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Efek samping
Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang
terpenting adalah :

1.

Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.

2.

Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis,
maka efek keseluruhannya menjadi ringan.

3.

Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

4.

Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien


perlu dihidratasi secukupnya.

5.

Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)


pasca-bedah.
20

BAB III
PEMBAHASAN
4.1. Pre Operatif
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre
operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan
terhadap pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya
kelainan diluar kelainan yang akan di operasi, menentukan jenis operasi yang akan di
gunakan, melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat
hipertensi, asma, alergi, atau decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan
pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan obat
yang tepat pada pasien.
Kunjungan pre operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan
salah operasi.Evaluasi pre operasi meliputi history taking (AMPLE), pemeriksaan fisik, dan
21

pemeriksaan laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi


klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala ASA. Operasi yang elektif dan anestesi lebih
baik tidak dilanjutkan sampai pasien mencapai kondisi medis optimal. Selanjutnya dokter
anestesi harus menjelaskan dan mendiskusikan kepada pasien tentang manajemen anestesi
yang akan dilakukan, hal ini tercermin dalam inform consent.History taking bisa dimulai
dengan menanyakan adakah riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan, alergi
(manifestasi dispneu atau skin rash) harus dibedakan dengan dengan intoleransi (biasanya
manifestasi gastrointestinal). Riwayat penyakit sekarang dan dahulu juga harus digali begitu
juga riwayat pengobatan (termasuk obat herbal), karena adanya potensi terjadi interaksi obat
dengan agen anestesi. Riwayat operasi dan anestesi sebelumnya bisa menunjukkan
komplikasi anestesi bila ada. Pertanyaan tentang review sistem organ juga penting untuk
mengidentifikasi penyakit atau masalah medis lain yang belum terdiagnosa.Pemeriksaan fisik
dan history taking melengkapi satu sama lain.
Pemeriksaan fisik dapat membantu mendeteksi abnormalitas yang tidak muncul pada
history taking, sedangkan history taking membantu memfokuskan pemeriksaan pada sistem
organ tertentu yang harus diperiksa dengan teliti. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien
yang sehat dan asimtomatik setidaknya meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, heart rate,
respiratory rate, suhu) dan pemeriksaan airway, jantung, paru-paru, dan system
musculoskeletal. Pemeriksaan neurologis juga penting terutama pada anestesi regional
sehingga bisa diketahui bila ada defisit neurologis sebelum diakukan anestesi
regional.Pentingnya pemeriksaan airway tidak boleh diremehkan. Pemeriksaan gigi geligi,
tindakan buka mulut, lidah relatif besar, leher pendek dan kaku sangat penting untuk
diketahui apakah akan menyulitkan dalam melakukan intubasi. Kesesuaian masker untuk
anestesi yang jelek harus sudah diperkirakan pada pasien dengan abnomalitas wajah yang
signifikan. Mikrognatia (jarak pendek antara dagu dengan tulang hyoid), insisivus bawah
yang besar, makroglosia, Range of Motion yang terbatas dari Temporomandibular Joint atau
vertebrae servikal, leher yang pendek mengindikasikan bisa terjadi kesulitan untuk dilakukan
intubasi trakeal.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak direkomendasikan pada pasien yang sehat dan
asimtomatik bila history taking dan pemeriksaan fisik gagal mendeteksi adanya abnormalitas.
Namun, karena legitimasi hukum banyak dokter yang tetap memeriksa kadar hematokrit atau
hemoglobin, urinalisis, serum elekrolit, tes koagulasi, elektrokardiogram, dan foto polos
22

toraks pada semua pasien.Klasifikasi status fisik ASA bukan alat perkiraan risiko anestesi,
karena efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan.
Penilaian ASA diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Kategori ke-6 selanjutnya ditambahkan
untuk ditujukan terhadap brain-dead organ donor. Status fisik ASA secara umum juga
berhubungan dengan tingkat mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu
dari banyak faktor yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak
mengherankan apabila hubungan ini tidak sempurna. Meskipun begitu, klasifikasi satus fisik
ASA tetap berguna dalam perencanaan manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.
Kelas I : Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri.
Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa limitasi
aktivitassehari-hari.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi aktivitas normal.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa dan memerlukan terapi
intensif, dengan limitasi serius pada aktivitas sehari-hari.
Kelas V : Pasien sekarat yang akan meninggal dalam 24 jam, dengan atau tanpa pembedahan.

Hal penting lainnya pada kunjungan pre operasi adalah SIO (surat izin operasi.SIO
yang tertulis mempunyai aspek medikolegal dan dapat melindungi dokter bila ada tuntutan.
Dalam proses consent perlu dipastikan bahwa pasien mendapatkan informasi yang cukup
tentang
prosedur
yang
akan
dilakukan
dan
resikonya.

4.2. Persiapan General Anestesi


1. Cek sumber Gas (N2O, O2, Air)
2. Cek sumber gas dari tembok ke mesin anestesi
3. Pastikan gas dari mesin ke sirkuit/reabreathing masuk
4. Siapkan suction beserta slang canulenya
5. Laringoskop lengkap dengan bladenya
6. ETT 3 nomor
23

7. Mandrin/stilet
8. Gudle/ mayo/ orofaringeal
9. Elektroda 3 atau 5 buah
10. Spuit kosong 5/10cc untuk mengisi cuff ETT
11. Spuit 10cc, 5cc, 3cc
12. Aqua injec. 25 ml
13. Plaster untuk fiksasi ETT
14. Kalau perlu siapkan 1 buah magil corset (operasi bedah mulut)
15. Stetoskop untuk mengecek kedalaman ETT antara paru kiri dan paru
kanan sama, suara nafas.
4.3. Persiapan Obat
1. Premedikasi
- SA (0,1-0,2 mg/kg BB)
- Midazolam (0,07-0,1 mg/kg BB)
- Fentanyl (1-2 mg/kg BB)
- Dexamethason
- Ondansentron
2. Obat-Obat Induksi
- Recofol (2-2,5 mg/kg BB)
- Ketamin (1-2 mg/kg BB)
3. Obat-Obat Relaxan
24

- Roculac (0,6-1,2 mg/kg BB)


- Atracurium (0,5-0,6 mg/kg BB)
- Ecron (0,01 mg/kg BB)
4. Analgetik Post Operasi
- Ketorolax 1 amp = 30 mg
5. Reversal/Penawar Muskulo Relaxan
- Prostigmin 2 amp
- SA 2 amp
6. Obat- Obat Emergency
- Aminophilin
- Ephineprine
- Ephedrine
4.4. Persiapan pasien
Masukan pasien kedalam ruangan operasi, sebelum melakukan anestesi
pastikan infus pasien lancar agar terapy cairan dan pemberian obat-obatan anestesi tidak
terganggu
4.5. Pre Medikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan
untuk

melancarkan

induksi,

rumatan

dan

bangun

dari

anesthesia

diantaranya:

Meredakan kecemasan dan ketakutan,Memperlancar induksi anesthesia, Mengurangi sekresi


kelenjar

ludah

dan

bronkus,

Meminimalkan

jumlah

obat

anestetik,

Mengurangi mual muntah pasca bedah, Menciptakan amnesia Mengurangi isi cairan
lambung. Mengurangi refleks yang membahayakan.
25

4.6. Induksi
Induksi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan dengan
intravena, inhalasi, intramuskular, atau rektal.
4.7. Intubasi
Tindakan memasukan pipa trakea kedalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
4.8. Teknik Intubasi
- kiri pasien : laringoskop dalam posisi terbalik
- kanan pasien : AMBU bag, ET (endotrakeal tube), OPA, spuit,plester
- sebelum melakukan intubasi wajib dilakukan ventilasi tekanan positif (VTA) O 2
100% dengan tujuan untuk mencegah HIPOKSIA caranya dengan : 2 jari berada di atas
sungkup muka, menekan sungkup muka kebawah, 3 jari lain berada di ramus mandibula,
mengangkat mandibula ke atas, dengan gerakan lembut, kantung AMBU bag ditekan sampai
dada terangkat.
- laringoskop dinyalakan
- buka mulut dengan tangan kanan, gerakan jari menyilang (ibu jari menekan
mandibula kebawah, jari telunjuk menekan maksila keatas)
- pegang laringoskop dengan tangan kiri
- masukan mulai dari sisi kanan kemudian menyingkirkan lidah kekiri
- cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah laringoskop di valekula (pertemuan epiglotis
dan pangkal lidah)
- angkat epiglotis dengan elevasi laringoskop ke atas( jangan menggunakan gigi seri
atas sebagai tumpuan) untuk melihat plica vocalis

26

- bila tidak terlihat minta bantuan untuk melakukan BURP pada cartilago cricoid
sampai terlihat plica vocalis
- masukan ETT sampai ujung proksimal cuff ET melewati plica vocalis
- kembangkan cuff ET secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara)
- cek dengan menggunakan stetoskop bandingkan suara nafas paru kanan dengan paru
kiri
- fiksasi supaya tidak lepas.

BAB lV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Anestesia adalah suatu keadaan depresi dari pusat - pusat saraf tertentu yang
bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Anestesiologi adalah
cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi
ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan
hidup (resusitasi), pearawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan
penanggulangan nyeri manahun.
Anestesi terbagi atas 3 jenis yaitu anestesi local, anestesi regional dan anestesi umum.
maising-masing jenis anestesi memiliki indikasi dan kontraindikasi serta memiliki
keuntungan serta kerugian.
27

Sebelum melakukan tindakan anestesi diperlukan kunjungan pra anestesi yang


bertujuan menentukan keadaan physis penderita, memilih teknik dan obat-obatan anestesi
yang sesuai dengan keadaan penderita dan macam operasi, memperhitungkan bahaya/resiko
anestesi yang mungkin terjadi. Sedangkan penilaian pra bedah terdiri atas anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium.
(mastectomy) adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat payudara. Di
masa lalu, mastektomi radikal dengan pengangkatan seluruh payudara merupakan
penanganan standar kanker payudara. Namun kemajuan medis selama 20 tahun terakhir ini
telah memberi lebih banyak pilihan bagi wanita penderita kanker payudara. Salah satu pilihan
tersebut bernama breast-conserving therapy (BCT) atau terapi penyelamatan payudara.
Pilihan ini akan membawa wanita untuk dapat memilih prosedur yang lebih mengarah pada
pencapaian efektivitas penanganan.

5.2 Saran
Diharapkan pada tenaga kesehatan untuk menjelaskan tentang mastektomi
Tenaga kesehatan harus memberikan penyuluhan pada masarakat supaya mereka tahu dan
dapat meningkatkan kondisi kesehatannya sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit
kanker payudara

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit
Buk Kedokteran EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika.
Jakarta.
28

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai