PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah Bagaimana untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Mastectomy
(mastectomy) adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat payudara. Di
masa lalu, mastektomi radikal dengan pengangkatan seluruh payudara merupakan
penanganan standar kanker payudara. Namun kemajuan medis selama 20 tahun terakhir ini
telah memberi lebih banyak pilihan bagi wanita penderita kanker payudara. Salah satu pilihan
tersebut bernama breast-conserving therapy (BCT) atau terapi penyelamatan payudara.
Pilihan ini akan membawa wanita untuk dapat memilih prosedur yang lebih mengarah pada
pencapaian efektivitas penanganan.
Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada beberapa faktor,
meliputi :
1. Usia
2. Kesehatan secara menyeluruh
3. Status menopause
4. Dimensi tumor
5. Tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannya
6. Stadium tumor dan keganasannya
7. Status reseptor homon tumor
8. Penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau belum
2.2. Beberapa tipe mastektomi yang ada pada saat ini
1. Mastektomi Preventif (Preventive Mastectomy)
Wanita yang memiliki faktor genetik atau risiko keturunan kanker payudara yang
tinggi dapat memilih pembedahan mastektomi preventif. Mastektomi preventif disebut juga
prophylactic mastectomy. Operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan mengangkat
seluruh payudara dan puting. Atau berupa subcutaneous mastectomy, dimana seluruh
payudara diangkat namun puting tetap dipertahankan.
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan kanker payudara dapat dikurangi hingga
90% atau lebih setelah mastektomi preventif pada wanita dengan risiko tinggi. Kadang
wanita pengidap kanker payudara di salah satu payudaranya akan memutuskan untuk
menjalani mastektomi preventif untuk mengangkat payudara satunya. Hal ini mampu
mengurangi peluang kembalinya (kambuhnya) kanker payudara. Pada beberapa kasus kedua
payudara diangkat. Pengangkatan kedua payudara ini disebut double mastectomy.
Rekonstruksi (pengembalian kondisi dan penampilan) payudara dapat dialkukan pada
saat dilakukan mastectomy preventif. Rekonstruksi ini disebuat sebagai immediate
reconstruction (rekonstrusi segera). Dapat juga dijadwalkan sesudah beberapa waktu
kemudian. Rekonstruksi ini disebut delayed reconstruction (rekonstruksi tertunda). Dokter
biasanya menggunakan implant sintetis atau jaringan pengganti yang diambil dari bagian
tubuh yang lain.
2. Mastektomi Sederhana atau Total (Simple or Total Mastectomy)
Mastektomi dengan mengangkat payudara berikut kulit dan putingnya, namun simpul
limfe masih dipertahankan. Pada beberapa kasus, sentinel node biopsy terpisah dilakukan
untuk membuang satu sampai tiga simpul limfe pertama
3. Mastektomi Radikal Termodifikasi (Modified Radical Mastectomy)
Terdapat prosedur yang disebut modified radical mastectomy (MRM)mastektomi radikal termodifikasi. MRM memberikan trauma yang lebih ringan daripada
mastektomi radikal, dan saat ini banyak dilakukan di Amerika.Dengan MRM, seluruh
payudara akan diangkat beserta simpul limfe di bawah ketiak, tetapi otot pectoral (mayor dan
minor) otot penggantung payudara masih tetap dipertahankan. Kulit dada dapat diangkat
dapat pula dipertahankan, Prosedur ini akan diikuti dengan rekonstruksi payudara yang akan
dilakukan oleh dokter bedah plastik.
6. Quandrantectomy
Tipe lain dari mastektomi parsial disebut quadrantectomy. Pada prosedur ini, dokter
akan mengangkat tumor dan lebih banyak jaringan payudara dibandingkan dengan
lumpektomi.
Mastektomi tipe ini akan mengangkat seperempat bagian payudara, termasuk kulit
dan jaringan konektif (breast fascia). Dokter juga akan melakukan prosedur terpisah untuk
mengangkat beberapa atau seluruh simpul limfe, dengan axillary node dissection atau
sentinel node biopsy.
2. Edema lengan
3. Nodul satelit yang luas
4. Mastitis inflamatoar
2.5. Tekhnik operasi
Secara singkat tekhnik operasi dari mastektomi radikal modifikasi dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Penderita dalam general anaesthesia, lengan ipsilateral dengan yang dioperasi diposisikan
abduksi 900, pundak ipsilateral dengan yang dioperasi diganjal bantal tipis.
2. Desinfeksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan pertengahan leher, bagian bawah
sampai dengan umbilikus, bagian medial sampai pertengahan mammma kontralateral, bagian
lateral sampai dengan tepi lateral skapula. Lengan atas didesinfeksi melingkar sampai dengan
siku kemudian dibungkus dengan doek steril dilanjutkan dengan mempersempit lapangan
operasi dengan doek steril
3. Bila didapatkan ulkus pada tumor payudara, maka ulkus harus ditutup dengan kasa steril tebal
( buick gaas) dan dijahit melingkar.
4. Dilakukan insisi (macam macam insisi adalah Stewart, Orr, Willy Meyer, Halsted, insisi S)
dimana garis insisi paling tidak berjarak 2 cm dari tepi tumor, kemudian dibuat flap.
5. Flap atas sampai dibawah klavikula, flap medial sampai parasternal ipsilateral, flap bawah
sampai inframammary fold, flap lateral sampai tepi anterior m. Latissimus dorsi dan
mengidentifikasi vasa dan. N. Thoracalis dorsalis
6. Mastektomi dimulai dari bagian medial menuju lateral sambil merawat perdarahan, terutama
cabang pembuluh darah interkostal di daerah parasternal. Pada saat sampai pada tepi lateral
m.pektoralis mayor dengan bantuan haak jaringan maamma dilepaskan dari m. Pektoralis
minor dan serratus anterior (mastektomi simpel). Pada mastektomi radikal otot pektoralis
sudah mulai
7. Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya pembesaran KGB aksila Level I (lateral m.
pektoralis minor), Level II (di belakang m. Pektoralis minor) dan level III ( medial m.
pektoralis minor). Diseksi jangan lebih tinggi pada daerah vasa aksilaris, karena dapat
mengakibatkan edema lengan. Vena-vena yang menuju ke jaringan mamma diligasi.
Selanjutnya mengidentifikasi vasa dan n. Thoracalis longus, dan thoracalis dorsalis,
interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya didiseksi dan akhirnya jaringan mamma
dan KGB aksila terlepas sebagai satu kesatuan (en bloc)
8. Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0,9%.
9. Semua alat-alat yang dipakai saat operasi diganti dengan set baru, begitu juga dengan
handschoen operator, asisten dan instrumen serta doek sterilnya.
10. Evaluasi ulang sumber perdarahan
11. Dipasang 2 buah drain, drain yang besar ( redon no. 14) diletakkan dibawah vasa aksilaris,
sedang drain yang lebih kecil ( no.12) diarahkan ke medial.
12. Luka operasi ditutup lapais demi lapis
2.6. Komplikasi operasi
Dini :
pendarahan,
lesi n. Thoracalis longus wing scapula
Lesi n. Thoracalis dorsalis.
Lambat :
infeksi
nekrosis flap
wound dehiscence
seroma
edema lengan
kekakuan sendi bahu kontraktur
2.7. Mortalitas
hampir tidak ada
anestesikummaupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek ainnya adalah
melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkanspasme gastrointestinal. Perlu
diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan
anestesi umum. Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosisterapeutik ada
perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadikabur. Karena itu sebaiknya obat ini
tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada
penderitadengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya
fibrilasi aurikuler.Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25mg dan 0,50
mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg
untuk dewasa dan 0,015mg/kgBB untuk anak-anak.
b) Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untukpremedikasi, induksi dan
pemeliharaan anestesi . Dibandingkandengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena
transformasimetabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tuadengan
perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung danpernafasan, dosis harus ditentukan
secara hati-hati. Efek obat timbuldalam 2 menit setelah penyuntikan.Dosis premedikasi
dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikandengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim
adalah 5 mg. padaorang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.Efek
sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyutnadi dan pernafasan, umumnya
hanya sedikit
c) Cedantron 4 mg (Ondansentrone)
Suatu antagonis reseptor serotonin 5 HT 3 selektif. Baik untukpencegahan dan pengobatan
mual, muntah pasca bedah.
Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas.Dosis dewas 2-4
mg.
OBAT INDUKSI
a. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare)berikatan dengan reseptorni
kotinik-kolinergik.
Posmedikasi dilakukan dengan maksud :
Diberikan untuk menghilangkan efek samping spt perasaan gelisah dan
mual.Digunakan klorpromazin atau antiemetika lain
Tujuan Premedikasi :
1. Menenangkan penderita
11
12
13
Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya relaksasi ototnya
ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam
Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans oto,
seperti galamin atau suksametonium.
Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah digunakan, tidak
merangsang mukosa saluran napas
Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli dan
mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi
Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan
berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan, juga sebagai
analgetikum pada persalinan.
Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot uterus
Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh, dan sisanya
diubah menjadi ion fluoride bebas
Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca
bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan muntah, dapat meningkatkan
perdarahan pada saat persalinan, SC, dan abortus.
Isofluran (Forane)
Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik
Dessfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran.
Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain, sehingga perlu
menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
Potensinya rendah
Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi
Sevofluran
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran
Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar
Lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi.
Mudah terbakar dan meledak oleh karena itu, anestesi gas hanya digunakan pada
closed methode.
c. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine
(midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang dapat
menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan obat-obat lain ( droperianol, etomidate,
dexmedetomidine).
Barbiturat
1.
2.
3.
Hambat kontraksi otot. jantung, tdk timbulkan sensitisasi jantung thd ketekolamin
4.
5.
Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ad capaian
o Ketamin
Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10
mg.
16
Kombinasi tetap
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total
4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.
Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak
dianjurkan.
Diazepam
Analgesik (-)
Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia
pd pasien kardiovaskuler
Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama Utk premedikasi
(neurolepanalgesia) & atasi konvulsi ok anestesi lokal Dimetab mjd metabolit aktif T >
seiring bertambahnya usia
17
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.
Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
3.7 Tahapan Anestesi
1. Stadium 1 (analgesia)
Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
Midriasis, hipertensi
3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)
Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur
(pernapasan perut)
Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak
Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan
bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)
18
Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat vasomotor.
Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf ini
sedapat mungkin dihindarkan.
3.8 Mekanisme Kerja
a. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang
masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot
maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat
ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai
hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat
lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang
diinhalasi.
b. Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru,
misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat
cepat.
3.9 Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetik yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor
tersebut menentukan perbedaan kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah
serta dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi
masa pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.
Dipengaruhi / tek parsial zat anestetik dlm otak. Faktor penentu tekanan parsial :
19
Untuk mempercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi daripada
tekanan parsial yang diharapkan di jaringan
Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darh
4. Pemindahan gas anestetik dari aliran dareh ke sel jaringan tubuh
Jaringan yang mempunyai aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih
mudah tercapai sehingga anestetik gas lebih mudah berpindah.
3.10. Farmakodinamika
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan
pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Efek samping
Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang
terpenting adalah :
1.
Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
2.
Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis,
maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
3.
4.
5.
BAB III
PEMBAHASAN
4.1. Pre Operatif
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre
operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan
terhadap pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya
kelainan diluar kelainan yang akan di operasi, menentukan jenis operasi yang akan di
gunakan, melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat
hipertensi, asma, alergi, atau decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan
pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan obat
yang tepat pada pasien.
Kunjungan pre operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan
salah operasi.Evaluasi pre operasi meliputi history taking (AMPLE), pemeriksaan fisik, dan
21
toraks pada semua pasien.Klasifikasi status fisik ASA bukan alat perkiraan risiko anestesi,
karena efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan.
Penilaian ASA diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Kategori ke-6 selanjutnya ditambahkan
untuk ditujukan terhadap brain-dead organ donor. Status fisik ASA secara umum juga
berhubungan dengan tingkat mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu
dari banyak faktor yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak
mengherankan apabila hubungan ini tidak sempurna. Meskipun begitu, klasifikasi satus fisik
ASA tetap berguna dalam perencanaan manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.
Kelas I : Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri.
Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa limitasi
aktivitassehari-hari.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi aktivitas normal.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa dan memerlukan terapi
intensif, dengan limitasi serius pada aktivitas sehari-hari.
Kelas V : Pasien sekarat yang akan meninggal dalam 24 jam, dengan atau tanpa pembedahan.
Hal penting lainnya pada kunjungan pre operasi adalah SIO (surat izin operasi.SIO
yang tertulis mempunyai aspek medikolegal dan dapat melindungi dokter bila ada tuntutan.
Dalam proses consent perlu dipastikan bahwa pasien mendapatkan informasi yang cukup
tentang
prosedur
yang
akan
dilakukan
dan
resikonya.
7. Mandrin/stilet
8. Gudle/ mayo/ orofaringeal
9. Elektroda 3 atau 5 buah
10. Spuit kosong 5/10cc untuk mengisi cuff ETT
11. Spuit 10cc, 5cc, 3cc
12. Aqua injec. 25 ml
13. Plaster untuk fiksasi ETT
14. Kalau perlu siapkan 1 buah magil corset (operasi bedah mulut)
15. Stetoskop untuk mengecek kedalaman ETT antara paru kiri dan paru
kanan sama, suara nafas.
4.3. Persiapan Obat
1. Premedikasi
- SA (0,1-0,2 mg/kg BB)
- Midazolam (0,07-0,1 mg/kg BB)
- Fentanyl (1-2 mg/kg BB)
- Dexamethason
- Ondansentron
2. Obat-Obat Induksi
- Recofol (2-2,5 mg/kg BB)
- Ketamin (1-2 mg/kg BB)
3. Obat-Obat Relaxan
24
melancarkan
induksi,
rumatan
dan
bangun
dari
anesthesia
diantaranya:
ludah
dan
bronkus,
Meminimalkan
jumlah
obat
anestetik,
Mengurangi mual muntah pasca bedah, Menciptakan amnesia Mengurangi isi cairan
lambung. Mengurangi refleks yang membahayakan.
25
4.6. Induksi
Induksi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan dengan
intravena, inhalasi, intramuskular, atau rektal.
4.7. Intubasi
Tindakan memasukan pipa trakea kedalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
4.8. Teknik Intubasi
- kiri pasien : laringoskop dalam posisi terbalik
- kanan pasien : AMBU bag, ET (endotrakeal tube), OPA, spuit,plester
- sebelum melakukan intubasi wajib dilakukan ventilasi tekanan positif (VTA) O 2
100% dengan tujuan untuk mencegah HIPOKSIA caranya dengan : 2 jari berada di atas
sungkup muka, menekan sungkup muka kebawah, 3 jari lain berada di ramus mandibula,
mengangkat mandibula ke atas, dengan gerakan lembut, kantung AMBU bag ditekan sampai
dada terangkat.
- laringoskop dinyalakan
- buka mulut dengan tangan kanan, gerakan jari menyilang (ibu jari menekan
mandibula kebawah, jari telunjuk menekan maksila keatas)
- pegang laringoskop dengan tangan kiri
- masukan mulai dari sisi kanan kemudian menyingkirkan lidah kekiri
- cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah laringoskop di valekula (pertemuan epiglotis
dan pangkal lidah)
- angkat epiglotis dengan elevasi laringoskop ke atas( jangan menggunakan gigi seri
atas sebagai tumpuan) untuk melihat plica vocalis
26
- bila tidak terlihat minta bantuan untuk melakukan BURP pada cartilago cricoid
sampai terlihat plica vocalis
- masukan ETT sampai ujung proksimal cuff ET melewati plica vocalis
- kembangkan cuff ET secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara)
- cek dengan menggunakan stetoskop bandingkan suara nafas paru kanan dengan paru
kiri
- fiksasi supaya tidak lepas.
BAB lV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Anestesia adalah suatu keadaan depresi dari pusat - pusat saraf tertentu yang
bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Anestesiologi adalah
cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi
ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan
hidup (resusitasi), pearawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan
penanggulangan nyeri manahun.
Anestesi terbagi atas 3 jenis yaitu anestesi local, anestesi regional dan anestesi umum.
maising-masing jenis anestesi memiliki indikasi dan kontraindikasi serta memiliki
keuntungan serta kerugian.
27
5.2 Saran
Diharapkan pada tenaga kesehatan untuk menjelaskan tentang mastektomi
Tenaga kesehatan harus memberikan penyuluhan pada masarakat supaya mereka tahu dan
dapat meningkatkan kondisi kesehatannya sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit
kanker payudara
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit
Buk Kedokteran EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika.
Jakarta.
28
29