Anda di halaman 1dari 31

Respiratory Syncytial Virus (RSV)

Respiratory syncytial virus (RSV) adalah virus yang menyebabkan infeksi paru-paru dan saluran pernapasan. RSV umum terjadi pada anak-anak usia 2 tahun. Meski demikian. RSV juga dapat dapat menjangkiti orang dewasa. Pada orang dewasa dan lebih tua, anak-anak yang sehat, gejala pernafasan RSV ringan dan biasanya menyerupai flu biasa. RSV dapat berakibat parah jika menyerang bayi prematur dan bayi dengan kondisi kesehatan yang lemah. RSV juga dapat berdampak parah bagi orang dewasa atau tua yang menderita penyakit jantung dan paru-paru.

Gejala Tanda dan gejala infeksi RSV biasanya muncul sekitar empat hingga enam hari setelah terkena virus. Gejalanya antara lain: * Tersumbat atau pilek * Batuk kering * Demam * Sakit tenggorokan * Kepala ringan * Perasaan umum nyaman dan tidak nyaman (malaise) Perawatan Dokter akan meresepkan antibiotik jika ada komplikasi bakteri, seperti infeksi telinga tengah atau bakteri pneumonia. Kalau tidak, ia dapat merekomendasikan sasetaminofen (Tylenol) atau ibuprofen, tergantung pada usia anak. Obat-obat ini mengurangi demam tapi tidak akan menyembuhkan infeksi atau membuatnya RSV hilang lebih cepat. Sumber: medlineplus dan mayoclinic. (tbs/tbs)

http://health.detik.com/read/2009/12/07/103116/1255244/770/respiratory-syncytial-virus--rsv-

Human respiratory syncytial virus (RSV) adalah virus yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Ini adalah penyebab utama infeksi saluran pernafasan bawah dan banyak menyerang bayi dan anak kecil. Belum ada vaksin sampai saat ini. Perawatan suportif terbatas pada perawatan, termasuk oksigen. Di daerah beriklim sedang ada epidemi tahunan selama musim dingin. Dalam iklim tropis, infeksi yang paling umum terjadi selama musim hujan. Penjelasan Bagi kebanyakan orang, RSV hanya menghasilkan gejala-gejala ringan, sering tidak bisa dibedakan dari masuk angin dan penyakit ringan lainnya. Centers for Disease Control CDC-US) menganggap RSV sebagai penyebab paling umum bronchiolitis (peradangan saluran udara kecil di paru-paru) dan pneumonia pada anak-anak di bawah usia 1 tahun di Amerika Serikat. Bagi beberapa anak, RSV dapat menyebabkan bronchiolitis, yang menyebabkan penyakit pernafasan parah memerlukan rawat inap dan kadang ini bisa menyebabkan kematian. Ini lebih cenderung terjadi pada pasien yang immunocompromised (kekebalan rendah) atau bayi lahir prematur. Gejala umum RSV lain di kalangan bayi meliputi kelesuan, berkurangnya nafsu makan, dan kemungkinan demam. Gejala pneumonia pada pasien immunocompromised seperti dalam pasien transplantasi dan terutama pasien transplantasi sumsum tulang harus dievaluasi untuk menyingkirkan infeksi RSV. Ini dapat dilakukan dengan cara tes PCR.

Pemberian nasal cannula Penanganan Memperlakukan bronchiolitis RSV yang terbaik hanya dengan memberi oksigen tambahan. Pemberian Adrenalin, bronkodilator, steroid, dan ribavirin tidak begitu memberi manfaat yang nyata.

Perawatan lainnya hanya mendukung, dengan cairan dan oksigen, sampai penyakit pergi dengan sendirinya. Jika tersedia Albuterol, maka ini dapat digunakan dalam upaya untuk meringankan bronchospasm (kondisi kejang bronkial yaitu penyempitan tiba-tiba otot-otot di dinding bronchioles). Peningkatan aliran udara dan humidified (kelembapan) diberikan melalui nasal cannula (selang yang dimasukkan hidung). Sumber: Wikipedia Pic source: Photobhttp://pisangkipas.wordpress.com/2010/03/15/human-respiratory-syncytialvirus-rsv/ucket.com

BRONKIOLITIS Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada umumnya disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejalagejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai oleh batuk, pilek, panas, wheezing pada saat ekspirasi, takipnea, retraksi, dan air trapping/hiperaerasi paru pada foto dada EPIDEMIOLOGI. Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 6090% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%. Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI. RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80350nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi

awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus . Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktorfaktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total.Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV. Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari . Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk. MANIFESTASI KLINIS. Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis,

nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). Karakteristiknya: gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang berulang. Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis. Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. DIAGNOSIS. Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing. Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap. Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Kim dkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis dengan eosinofilia.17 Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar. Bayibayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama kalinya, berbeda dengan asma yang mengalami wheezing berulang. Asma bronkiale merupakan diagnosis banding yang tersering. Diagnosis banding bronkiolitis adalah: asma bronkiale, pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung, miokarditis . Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.

TATA LAKSANA. Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif: oksigenasi, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang adekuat. Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian antivirus. Penanganan bronkiolitis: 1. Cairan dan nutrisi: adekuat, tergantung kondisi penderita 2. Oksigenasi dengan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry dan bila perlu dilakukan analisa gas darah. Bila ada tanda gagal napas diberikan bantuan ventilasi mekanik. 3. Bronkodilator: nebulasi agonis beta2: salbutamol 0,1 mg/kg BB/dosis, diencerkan dengan cairan normal saline, diberikan 4 6 kali perhari 4. Steroid, pada bronkiolitis berat: deksametason 0,1-0,2 mg/kg/dosis, IV 5. Antibiotika: penyakit berat, keadaan umum kurang baik, curiga infeksi sekunder 6. Digitalisasi: bila ada tanda payah jantung Terapi OksigenOksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus-kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs (2 liter/menit) , masker (minimum 4 liter/menit) atau head box. Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO2) pada suhu ruangan stabil diatas 94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah sakit. Penderita bronkiolitis kadang-kadang membutuhkan ventilasi mekanik, yaitu pada kasus gagal napas, serta apnea berulang. Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan tidak dapat minum, panas, distres napas untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone). Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul. AntibiotikaApabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita, peningkatan lekosit atau pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis maka diperiksa kultur darah, urine, feses dan cairan serebrospinal, secepatnya diberikan antibiotika yang memiliki spektrum luas. Pemberian antibiotik secara rutin tidak menunjukkan pengaruh terhadap perjalanan bronkiolitis. Akan tetapi keterlambatan dalam mengetahui virus RSV atau virus lain sebagai penyebab bronkiolitis dan menyadari bahwa infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder dapat menjadi alasan untuk memberikan antibiotika.Antivirus (Ribavirin)Ribavirin adalah synthetic nucleoside analogue, menghambat aktivitas virus termasuk RSV. Ribavirin menghambat translasi messenger RNA (mRNA) virus kedalam protein virus dan menekan aktivitas polymerase RNA. Titer RSV meningkat dalam tiga hari setelah gejala timbul atau sepuluh hari setelah terkena virus. Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama fase replikasi aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi. Efektivitas ribavirin sampai saat ini masih kontroversi. Dapat terjadi perbaikan SaO2, penurunan penggunaan ventilasi mekanik, lama perawatan dirumah sakit lebih singkat, dan perbaikan fungsi paru. Tetapi pada penelitian lain penggunaan ribavirin tidak memberikan efek perbaikan. Perbedaan hasil tersebut kemungkinan karena desain, metode yang dipakai berbeda termasuk jumlah sampel yang terlibat, dan keterlambatan dalam memulai terapi.

Kekurangan dari terapi ribavirin harganya yang mahal, resiko terjadi toksisitas pada pekerja. Menurut American Academy of Pediatrics/AAP (1996), ribavirin hanya direkomendasikan pada bronkiolitis dengan kondisi spesifik.Bronkodilator Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama diperdebatkan selama hampir 40 tahun. Terapi farmakologis yang paling sering diberikan untuk pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortikosteroid. Obat-obat beta2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan saluran napas karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurangi pelepasan mediator dari sel mast, menurunkan tonus kolinergik, mengurangi sembab mukosa dan meningkatkan pergerakan silia saluran napas sehingga efektivitas dari mukosilier akan lebih baik. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien-pasien yang diberikan beta2 agonis secara nebulisasi menunjukkan perbaikan skor klinis dan saturasi oksigen, tetapi beberapa studi yang lain tidak. Sebuah penelitian meta-analisis oleh Kellner dkk (1996) mengenai efikasi bronkodilator pada penderita bronkiolitis mendapatkan bahwa bronkodilator menyebabkan perbaikan klinis yang singkat (short-term improvement) pada bronkiolitis ringan dan sedang. Uji efikasi salbutamol secara inhalasi terhadap penderita bronkiolitis pernah dilakukan di bagian anak RS Dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1999. Terjadi penurunan skor RDAI pada kelompok salbutamol terutama menit ke 60 dan rata-rata waktu lama inap menjadi lebih pendek. Walaupun pemakaian nebulisasi dengan beta2 agonis sampai saat ini masih kontroversi, tetapi masih bisa dianjurkan dengan alasan 1.Pada bronkiolitis selain terdapat proses inflamasi akibat infeksi virus juga ada bronkospasme dibagian perifer saluran napas (bronkioli) 2.Beta agonis dapat meningkatkan mukosilier 3.Sering tidak mudah membedakan antara bronkiolitis dengan serangan pertama asma 4.Efek samping nebulasi beta agonis yang minimal dibandingkan epinefrin. Kortikosteroid Banyak studi terdahulu yang telah dilakukan untuk mencari efektifitas kortikosteroid untuk pengobatan bronkiolitis. Penelitian pada 61 penderita bronkiolitis anak dengan menggunakan deksametason oral pada anak yang telah menggunakan nebulasi salbutamol tidak didapatkan perbedaan antara grup perlakuan dan plasebo pada saturasi oksigen, laju nafas, skor RDAI dan lamanya rawat inap. Hasil yang hampir sama juga didapatkan pada pemberian deksamateson intravena pada penderita bronkiolitis, dan ternyata tidak didapatkan perbedaan pada skor klinis, laju nafas, skor klinis, dan tes fungsi paru pada hari ke 3. Richter melakukan penelitian nebulasi budesonide pada penderita bronkiolitis saat rawat inap dan dilanjutkan sampai dengan 6 minggu dan ternyata mendapatkan hasil bahwa tidak mengurangi gejala bronkiolitis dan tidak mencegah wheezing pasca bronkiolitis. Tetapi Schuh dkk (2002) yang melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis yang rawat jalan mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian deksametason oral 1 mg/kg BB mengurangi angka rawat inap penderita bronkiolitis.Penelitian meta-analisis tentang penggunaan kortikosteroid sistemik pada bayi dengan bronkiolitis menunjukkan perbaikan dalam hal gejala klinis, lama perawatan dan lama timbulnya gejala. Sedangkan AAP tidak merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada bayi yang dirawat dirumah sakit dengan bronkiolitis. Pemberian kortikosteroid oral 1mg/kgbb pada bayi usia 8 mgg-23 bulan dengan bronkiolitis sedang-berat, terdapat perbaikan klinis pada 4 jam pertama dan penurunan jumlah pasien yang dirawat pada kelompok studi. Tetapi tidak ada perbedaan skor klinis setelah 7 hari terapi.Preparat steroid inhalasi dibuat untuk mendapatkan efek topikal yang maksimal dengan efek sistemik yang minimal. Beberapa preparat inhalasi yang tersedia diantaranya Beclomethason propionate, budesonide, flunisolide, fluticason

propionate, triamcinolone acetonide. Perbedaannya terletak pada afinitasnya terhadap reseptor glukokortikoid, lipofilitas dan bioavaibilitas sistemik. Preparat steroid inhalasi yang ideal bila memiliki efek topikal yang tinggi, bioavaibilitas sistemik rendah serta proses inaktivasi di hepar yang cepat dan sempurna, misalnya flutikason, budesonid, mometason. Mekanisme kerja kortikosteroid inhalasi , yaitu:- Didalam sel, kortikosteroid menembus membran sel dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid dalam sitoplasma, yang selanjutnya menembus nucleus dan berikatan dengan glucocorticoid respon elements (GRE) untuk meningkatkan transkripsi gen reseptor-2 dalam paru manusia dan tikus, membutuhkan waktu 6-12 jam. - Menghambat pembentukan sitokin tertentu, seperti IL-1, TNFa, GM-CSF, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-8. - Meningkatkan pembentukan reseptor-2 dan mencegah reaksi takifilaksis akibat pemakaian obat agonis 2 jangka panjang- Mempercepat regenerasi sel epitel- Mengurangi jumlah sel-sel inflamasiPENCEGAHANPencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA. Penggunaan imunoglobulin (RSV-IG) pada bayi berumur kurang dari 24 bulan dengan Bronchopulmonary dysplasia (BPD), bayi prematur (kurang dari 35 minggu) menunjukkan hasil penurunan signifikan: jumlah yang terinfeksi RSV, jumlah penderita masuk rumah sakit serta memperpendek waktu perawatan di rumah sakit dan ICU. RSV-IG dapat di toleransi dengan baik.Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti-F glycoprotein antibody, yang mencegah masuknya RSV kedalam sel host. Respigram adalah human polyclonal hyperimmune globulin , diberikan secara intra vena , juga bisa dipakai sebagai imunoprofilaksis pasif pada bronkiolitis. Tahun 1998, AAP merekomendasikan Palizumab sebagai profilaksis RSV pada anak kurang dari 2 tahun dengan penyakit paru menahun, anak yang mendapat terapi RSV dalam 6 bulan pertama dan bayi prematur (32-35 minggu). AAP tidak merekomendasikan pada pasien dengan penyakit jantung sianosis atau immunocompromised karena belum pernah dilakukan penelitian pada kelompok ini. Penelitian penggunaan vaksin RSV menggunakan virus hidup (live attenuated, subunit, live recombinant) dan synthetic peptide sampai saat ini tidak memberikan proteksi yang adekuat.

http://klinikblogger.blogspot.com/2009/03/bronkiolitis.html

Infeksi Virus Sinsisial Pernafasan


DEFINISI
Infeksi Virus Sinsisial Pernafasan (Infeksi RSV) adalah suatu infeksi virus menular yang menyerang paruparu.

Angka kejadian infeksi RSV tertinggi ditemukan pada bayi berumur 2-6 bulan. Biasanya penyakit ini berlangsung selama 7-14 hari, tetapi beberapa kasus ada yang berlangsung sampai 3 minggu. Pada akhir infeksi RSV, tubuh membentuk kekebalan terhadap virus, tetapi kekebalan tersebut tidak pernah lengkap. Infeksi kembali terjadi, tetapi biasanya tidak seberat infeksi sebelumnya.

PENYEBAB
Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). RSV adalah virus yang menyebabkan infeksi pada paru-paru dan saluran pernafasan. RSV mudah ditularkan melalui kontak fisik; menyentuh, mencium dan berjabatan tangan dengan penderita bisa menularkan infeksi RSV. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah atau benda-benda yang terkontaminasi oleh ludah penderita, dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui mata maupun hidung. Di tangan, RSV bisa hidup selama setengah jam atau lebih. Virus juga bisa hidup selama beberapa jam pada tisu bekas. Penularan tertinggi terjadi pada hari ke 2-4, tetapi partikel-partikel virusnya bisa terus menyebar sampai 2 minggu setelah hidung mulai mampet. Pada bayi dan anak-anak yang masih sangat muda, RSV bisa menyebabkan pneumonia, bronkiolitis dan trakeobronkitis. Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, RSV biasanya menyebabkan infeksi saluran pernafasan yang ringan. Resiko terjadinya infeksi Menderita Menderita Menderita Menghirup Tinggal di - Kakaknya sudah bersekolah. RSV ditemukan pada Lahir penyakit paru gangguan sistem penyakit jantung asap lingkungan yang bayi yang: prematur menahun kekebalan tertentu rokok sesak

GEJALA
Pada anak yang berumur kurang dari 3 tahun, RSV bisa menyebabkan infeksi saluran pernafasan bagian bawah seperti bronkiolitis atau pneumonia, dan pada kasus yang lebih berat bisa terjadi kegagalan pernafasan. Gejalanya mulai timbul dalam waktu 2-8 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:

wheezing

takipneu sianosis retraksi otot (kulit pada sela

hidung meler nyeri tenggorokan (bunyi nafas mengi) batuk berat demam tinggi (pernafasan yang cepat) sesak nafas tampak biru karena kekurangan oksigen) iga (karena anak berusaha keras untuk menarik nafas).

Pada anak-anak yang lebih besar dan pada orang dewasa, gejalanya cenderung lebih ringan, mungkin menyerupai influenza (hidung meler atau hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, sakit kepala ringan, batuk ringan, demam rendah dan merasa tidak enak badan) atau sama sekali tidak menimbulkan gejala. Pada anak yang sebelumnya pernah menderita infeksi RSV, gejalanya juga cenderung lebih ringan. RSV bisa menyebabkan infeksi ulang pada anak yang sama, biasanya berupa gejala flu sedang sampai berat.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan stetoskop, akan terdengar wheezing maupun bunyi abnormal paru-paru lainnya. Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Rontgen dada (bisa menunjukkan pneumonia atau bronkiolitis) Serologi RSV Analis gas darah arteri.

PENGOBATAN
Anak sebaiknya minum banyak cairan (baik air putih maupun jus buah) agar lendir hidung lebih encer dan mudah dikeluarkan. Untuk mengencerkan lendir hidung, jika perlu, bisa digunakan tetes hidung yang mengandung larutan garam. Untuk menurunkan demam sebaiknya gunakan asetaminofen, jangan memberikan aspirin kepada anakanak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye. Infeksi RSV tidak diobati dengan antibiotik, karena antibiotik tidak dapat melawan virus. Jika terjadi

pneumonia berat, kadang diberikan obat anti-virus ribavirin. Bayi yang menderita pneumonia berat mungkin perlu dirawat di rumah sakit guna mendapatkan terapi pernafasan khusus, seperti oksigen yang lembab dan obat-obatan untuk membuka saluran pernafasan.

PENCEGAHAN
Cara yang paling sederhana untuk membantu mencegah terjadinya infeksi RSV adalah mencuci tangan sesering mungkin, terutama sebelum merawat bayi. Beberapa tindakan berikut bisa membantu melindungi bayi dari infeksi RSV: Cuci tangan dengan sabun dan air hangat setiap kali sebelum merawat bayi Penderita pilek atau selesma sebaiknya tidak berada dekat bayi atau jika terpaksa, gunakan masker Mencium bayi dapat menularkan infeksi RSV Anak-anak sangat sering menderita infeksi RSV dan infeksi ini mudah menular diantara anak-anak, karena itu jauhkan mereka dari adiknya yang masih bayi Jangan merokok di dekat bayi karena asapnya menyebabkan meningkatnya resiko infeksi RSV. Tindakan pencegahan terhadap infeksi RSV, yaitu immunoglobulin RSV dan palvizumab. Kedua bahan tersebut terbukti dapat mencegah terjadinya infeksi RSV pada anak yang berumur kurang dari 24 bulan. Immunoglobulin RSV diberikan 1 kali/bulan melalui infus, palvizumab diberikan 1 kali/bulan melalui suntikan. http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/masalah-kesehatan-anak/infeksi-virus-sinsisialpernafasan.html

Search Documents Explore


Sign Up | Log In

/ 3 Download this Document for Free


Virus mernpunyai ciri-ciri vang tidak dimiliki oleh organisnre lain. Virus hanya dapat berkembang biak di sel-sel hidup lain (sifat virus parasit obligat) karenanva, Virus dapat dibiakkan pada telur ayam yang berisi embrio hidup. Untuk bereproduksi virus hanya

mernerlukan asam nukleat saja. Ciri lainnya, virus tidak dapat bergerak maupun melakukan aktivitas metabolisme sendiri. Selain itu virus tidak dapat membelah diri. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa, tetapi dapat dikristalkan. virus tidak digolongkan sebagai organisme, sebab virus tidak dapat berkembang biak maupun melakukan metabolisme secara independen. Meski memiliki enzim dan molekul yg menjadi ciri organisme hidup. Virus tidak bertahan hidup di luar sel inangnya, dan sebagian besar proses metabolisme virus membutuhkan inang beserta perlengkapan genetiknya. Ciri-ciri Virus tubuh virus belum dapat disebut sel , karena hanya tersusun atas materi genetika yang berupa DNA(Deoxiribose Nucleic Acid) atau RNA (Ribose Nucleic Acid), dengan selubung protein .. ~hanya dapat berkembang biak di sel-sel hidup ~sifat virus parasit obligas ~memerlukan asam nukleat untuk berproduksi ~tidak dapat bergerak maupun melakukan aktivitas metabolisme sendiri ~tidak dapat diendapkan sentrifugasi biasa , tetapi dapat dikristalkan ~virus bersifat asesuler(asesuler) Bentuk-bentuk Virus ada berbagai macam bentuk seperti : ~bola ~batang ~oval ~silindris ~kubus ~tidak beraturan ~huruf T Perkembangan Virus Proses reproduksi virus sering disebut replikasi .. Proses replikasi virus semenjak menempel pd sel inang hingga terbentuknya virus baru disebut siklus lisis .. Siklus lisis(litik) bakteri yang telah berhasii diteliti adalah siklus lisis virus T atau bakteriofage yang menyerang bakteri usus Esbierichia coli .. 1.. Siklus lisis(litik) melalui 5 fase : a.. Adsorpsi b.. Penetrasi sel inang c.. Eklifase d.. Pembentukan virus baru e.. Pemecahan sel inang atau lisis 2.. Siklus lisogenik (masii belon selese ,, capeK ngETikNyaah ..) ukuran tubuh sangat kecil,lebih kecil dari bakteri yang paling kecil 3.bentuk sangat sederhana,bagian dalam hanya mempunyai RNA/DNA Virus di dunia ini sangat banyak ragamnya, virus bervariasi dalam hal struktur, organ genom, ekspresi maupun strategi replikasi dan transmisinya. Demikian pula dengan inang untuk satu virus, bisa sangat luas atau juga bisa sangat terbatas. Virus diketahui bisa menginfeksi organisme bersel satu seperti mikoplasma, bakteri, alga, dan semua binatang atau tanaman tingkat tinggi. Istilah dan definisi di dalam virologi : (1) kapsid, mantel protein yang membungkus genom asam nukleat (2) Kapsomer, unit morfologi yang terlihat dengan mikroskop elektron, terletak di atas permukaan ikosahedral partikel virus. Kapsomer mewakili kluster-kluster polipeptida tetapi unit morfologik tersebut secara kimiawi bukan menjadi bagian penting batas dari unit struktur. (3) Virus lemah, senuah partikel virus yang secara fungsional mengalami kekeurangan dalam beberapa aspek replikasi.

(4) Amplop, sebuah membran lipid yang mengelilingi partikel virus. Ini diperoleh melalui proses pertunasan yang menembus membran sel selama pematangan virus. Glikoprotein yang dikodekan oleh virus ditunjukkan di atas permukaan amplop. Proyeksi ini disebut dengan peplomers. (5) Nukleokapsid, suatu kompleks protein asam nukleat yang meakili bentuk bungkus gen virus. Istilah ini biasanya digunakan dalam kasus dimana nukleokapsid adalah substruktur dari kompleks partikel virus yang lebih banyak. (6) Unit struktur, protein dasar yang membentuk dinding mantel. Struktur ini biasanya terdiri dari kumpulan lebih dari satu sub unit protein yang tidak sama (non identik). Unit struktur ini sering dianggap sebagai sebuah protomer. (7) Sub unit, sebuah rantai polipeptida virus yang terkumpul menjadi satu. (8) Virion, partikel virus lengkap Virus memiliki karekteristik (1) hanya memiliki satu jenis asam nukleat (RNA atau DNA), sedangkan sel memiliki kedua jenis asam nukleat, (2) tidak memiliki sistem sintesis sendiri (tidak memiliki ribosom), (3) tidak melakukan metabolisme makanan untuk menghasilkan ATP, (4) beberapa virus memiliki amplop (envelope) tetapi bahan yang digunakan untuk membuat amplop tersebut bersala dari membran inangnya, dan (4) tidak terpengaruh oleh antibiotik. Sejumlah virus hewan menyebabkan berbagai penyakit yang relatif ringan sampai penyakit ganas yang mengancam jiwa seperti kanker. Sifat-sifat berikut ini telah digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasikan virus. Sejumlah informasi yang tersedia di dalam setiap kategori tidak sama pada semua virus. Cara perincian virus berubah dengan cepat. Mengurutkan gen, sekarang ini sering dilakukan dalam identifikasi awal virus dan perbandingan dengan data dasar dapat menyingkirkan kebutuhan akan data klasik yang lain (berat jenis virion, dsb) : 1. Morfologi virion, meliputi ukuran, bentuk, jenis tangkup, ada tidaknya amplop. 2. Bagian-bagian gen virus, meliputi: jenis asam nukleat (RNA atau DNA), ukuran gen dalam kilobase (kb) atau kilobase pair (kbp), untaian (tunggal atau ganda), apakah linear atau sirkuler, sense (positif, negatif, ambisense), segmen (jumlah, ukuran), deretan nukleotid, isi G+C, adanya fitur khusus (elemen berulang, isomerisasi, cap terminal 5, terminal 5 protein yang terangkai secara kovalen, terminal 3 jalur poli A) 3. Bagian-bagian fotokimia virion, meliputi: banyaknya molekul, berat jenis, stabilitas pH, stabilitas suhu dan tingkat pengaruhnya terhadap agen fisik dan kimiawi, khususnya ether dan deterjen. 4. Bagian-bagian protein virus, meliputi: jumlah, ukuran, dan aktivitas fungsional dari protein struktural dan nonstruktural, deretan asam amino, modifikasi (glikosilasi, fosforilasi, miristilasi) dan aktivitas fungsional khusus (transkriptase,

neuramiridase, aktivitas penggabungan/fusi). 5. Bagian-bagian antigen 6. Organisasi dan replikasi gen, meliputi: jenis gen jumlah dan posisi kerangka pembacaan terbuka, strategi dari replikasi (pola transkripsi, translasi) dan tempat sel (akumulasi protein, kerapatan virion, pengeluaran virion). 7. Bagian-bagian biologi, termasuk: kisaran alami inang, cara penularan, hubungan dengan vektor, patogenitas tropisme jaringan, dan patologi. 1. Virus bersifat aseluler (tidak mempunyai sel) 2. Virus berukuran amat kecil , jauh lebih kecil dari bakteri, yakni berkisar antara 20 m 300m (1 mikron = 1000 milimikron). untuk mengamatinya diperlukan mikroskop elektron yang pembesarannya dapat mencapai 50.000 X. 3. Virus hanya memiliki salah satu macam asam nukleat (RNA atau DNA) 4. Virus umumnya berupa semacam hablur (kristal) dan bentuknya sangat bervariasi. Ada yang berbentuk oval , memanjang, silindris, kotak dan kebanyakan berbentuk seperti kecebong dengan "kepala" oval dan "ekor" silindris. 5. Tubuh virus terdiri atas: kepala , kulit (selubung atau kapsid), isi tubuh, dan serabut

ekor. 6. virus memiliki lapisan protein yang disebut kapsid 7. Virus hanya dapat berkembang biak di sel hidup lainnya. Seperti sel hidup pada

bakteri, hewan, tumbuhan, dan sel hidup pada manusia. 8. Virus tidak dapat membelah diri. 9. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa, tetapi dapat dikristalkan.

http://www.scribd.com/doc/21223982/Virus-Mernpunyai-Ciri

1. Virus yang merugikan Secara umum, virus merugikan karena jenis-jenis virus yang berbeda menginfeksi dan menyebabkan berbagai penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Virus dikenal sebagai penyebab wabah penyakit yang sekarang sering kita dengar seperti Savere

Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Aqcuired Immuno Deviciency Syndrome (AIDS). Penyakit lain pada manusia yang diakibatkan oleh virus adalah mata belek, influenza, polio, cacar, campak, hepatitis, rabies, herpes, gondong, kanker, ebola, flu burung, dan masih banyak lagi. Pada tumbuhan, umumnya virus ditularkan melalui serangga yang membawanya satu tumbuhan ke tumbuhan lainnya. Contoh virus yang sangat merugikan tumbuhan adalah penyakit mosaic yang menghasilkan bercak-bercak kuning pada tembakau, kentang, tomat, dan lain-lain. Pada hewan, virus adalah penyebab rabies pada anjing dan monyet serta penyakit kuku dan mulut pada ternak sapi (Koes Irianto, 2006:204).

1. Penyakit Tumbuhan yang Disebabkan oleh Virus a) Mosaik, penyakit yang menyebabakan bercak kuning pada tembakau, kacang, kedelai, tomat, kentang, dan beberapa jenis labu. Penyakit ini disebabkan oleh Tobacco Mosaic Virus (TMV). b) Penyakit kuning pada cabai dan tomat yang disebabkan oleh Begomovirus (Bean golden mosaic virus). c) Daun menggulung, terjadi pada tembakau, kapas, dan lobak yang diserang Turnip yellow mosaic virus (TYMV). Tanaman yang terinfeksi virus biasanya tidak dapat diobati dan harus dibakar untuk mencegah penyebaran penyakit (Pratiwi, dkk, 2007: 25)

2. Penyakit pada Manusia yang Disebabkan oleh Virus a) Influenza

Penyebab influenza adalah virus golongan orthomyxovirus yang bebbentuk seperti bola. Virus influenza ditularkan lewat udara dan masuk ke tubuh manusia melalui alat pernapasan. Berdasarkan komposisi proteinnya, virus influenza dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. tipe A dan C dapat menginfeksi mausia dan hewan, sedangkan tipe B hanya menginfeksi manusia. Diantara ketiga tipe tersebut tipe A merupakan virus influenza yang paling berbahaya. Virus ini merupakan penyebab wabah influenza pada tahun 1918, 1957, dan 1968 yang menimbulkan korban jiwa. Gejala influenza adalah demam, sakit tenggorokan, hidung bersin, dan kehilangan nafsu makan. Orang yang terkena influenza biasanya akan sembuh dalam 3 sampai 7 hari. Penyakit influenza dapat dicegah dengan menjaga daya tahan tubuh dan menghindari kontak langsung dengan penderita influenza. Usaha pencegahan lainnya adalah dengan memberikan vaksin influenza. Vaksin influenza merupakan virus yang dilemahkan atau dalam keadaan tidak aktif. Jika orang yang sehat diberikan vaksin ini, maka tubuhnya akan membentuk kekebalan terhadap penyakit influenza.

b) Flu burung Flu burung pertama kali dideteksi pertama kai di Hongkong pada tahun 1977, kemungkinan kembali merebak di akhir tahun 2003. Hingga akhir 2004, flu burung telah menyebar ke 10 negara Asia. Indonesi masuk diantaranya dan memiliki jumalh kasus terbanyak presentasi kematian yang masih tinggi.

Flu burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya menjangkiti unggas dan ammalia. Penyebab penyakit ini termasuk influenza tipe A, Strain H5N1. Sifat virus ini adalah : 1) Dapat bertahan hidup di air hingga 4 hari pada suhu 220C dan lebih 30 hari pada 00C. 2) Virus dapat bertahan lebih lama di dalam tubuh atau tinja unggas, tetapi mati pada pemanasan 600C selama 30 menit. Unggas yang sakit menularkan virus melalui ludah, lender, darah, dan tinja. Penyebaran flu burung terjadi pada polpulasi unggas di satu peternakan dan dapat meluas ke peternakan di sekitarnya. Penyebaran kepada manusia dapat terjadi melalui kontak langsung dengan unggas yang sakit atau dengan unggas yang sakit dengan permukaan yang terkontaminasi tinja atau secret unggas tersebut. Gejala yang dialami oleh manusia yang terinfeksi umumnya dalah demam, sakit tenggorokan, batuk, dan nyeri otot. Pada beberapa kasus terjadi pula gangguan pernapasan dan pneumonia. Hal ini tergantung pada sistem kekebalan tubuh penderita. Gejala lebih lanjut dari flu burung adalah kerusakan jaringna tubuh yang menyebabkan kematian. Tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah flu burung adalah: 1) Daging ayam yang dikonsumsi harus dimasak minimal pada suhu 800C selama 1 menit, sedangkan telur unggas perlu dipanaskan minimal pada suhu 640C selama 5 menit. 2) Menjaga kebersihan lingkungan 3) Menjaga kebersihan diri, misalnya mencuci tangan dengan sabun dan air bersih setelah kegiatan.

Orang-orang di sekitar peternakan unggas paling beresiko terkena flu burung. Usaha pencegahan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Menggunakan pelindung (masker dan kacamata khusus) ketika melakukan pekerjaan yang berdekatan dengan unggas. 2) Mencuci alat-alat yang dipergunakan dengan desinfektan. 3) Bahan dari saluran pencernaan unggas harus dikubur dan dibakar. 4) Tidask mengeluarkan kandang dan sisa-sisa unggas dari lokasi peternakan. c) Campak

Gambar: virus campak Campak disebabkan oleh virus paramyxovirus. Gejala campak adalah demam tinggi, batuk, dan rasa nyeri di seluruh tubuh.masa inkubasinya sekitar 10 hingga 12 hari. Di awal masa inkubasi virus berlipat ganda di saluran pernapasan atas yang menyebabkan gejala batuk kering dan radang tenggorokan. Di akhir masa inkubasi, virus menuju darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh, terutama kulit, sehingga terlihat bercak-bercak merah di kulit.

d) Cacar Air dan Herpes Zoster

Cacar air dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama, yaitu varicella zoster virus (VCV). Virus ini dapat langsung menyebabkan penyakit atau dapat menetap selama beberapa tahun, baru kemudian menimbulkan penyakit.

Gambar: virus cacar air / herpes zoster Masa inkubasi cacar airsekitar dua minggu. Gejala penyakit cacar air adalah demam, sesak napas, pegal linu, dan timbul gelembung-gelembung berair kulit yang terasa gatal. Herpes zoster merupakan penyakit lanjutan dari cacar air. Penderitanya adalah orangyang sebelumnya terkena cacar air. VCV yang menetap di ujung sraf selam bertahun-tahun dapat aktif kembali ketika daya tahan tubuh menurun dan menyebabkan herpes zoster. Herpeps zoster ditandai dengan timbulnya gelembung seperti cacar air. Penyakit cacar air dan herpes zoster dapat menular melalui udara jika udara mengandung partikel virus yang berasal dari penderita yang batuk atau bersin. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan pemberian vaksin VCV untuk mendorong kekebalan tubuh. e) Hepatitis

Hepatitis (pembegkakan hati) disebabkan oleh virus hepatitis. Beberapa virus hepatitis yang diekenali adalah virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Gejala umumnya adalah demam, mual, dan muantah, serta perubahan warna kulit dan selaput lender terlihat kuning. Virus hepatitis A biasanya menimbulkan hepatitis akut (timbul secara mendadak dan cepat memburuk). Virus hepatitis B dapat menimbulkan hepatitis akut maupun kronis (berlangsung secara mendadak dan cepat memburuk). Virus hepatitis B dan hepatitis C mempunyai resiko penderita kanker hati. Virus hepatits D hanya menginfeksi tubuh sudah terkena hepatitis B. virus hepatitis E biasanya menimbulkan peny6akit seeprti hepatitis A, tetapi mas ainkubasinya lebih lambat. Meskipun demikian, hepatitis E sangat berbahaya terutama jika menginfeksi ibi hamil. Penyakit hepatits dapat menular melalui mnuman yang terkontaminasi, transfuse darah, dan penggunaan jarum suntik yang steril. f) Polio Polio (poliomyelitis) disebabkan oleh virus polio. Serangan virus polio menyebabkan lumpuh jika virus menginfeksi selaput otak (meninges) dan sumsum tulang belakang.

Gambar: virus polio

Virus ini menyerang anak-anak berusia 1-5 tahun. Virus polio dapat hidup di air selama berbulan-bulan, sehingga dapat menginfeksi melalui air yang diminum. Dalam keadaan beku, virus ini dapat bertahan sangta lama. Penyakit ini mudah berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan, bahkan melalui ludah. g) Papilonia

Disebabkan oleh salah satu virus yang diduga dapat menimbulkan tumor di kulit, alat kelamin, tenggorokan, dan saluran utama pernapasan. Infeksi terjadi melalui kontak langsung dan hubungan seksual dengan penderita. h) Gondong

Penyakit gondong disebabkan oleh golongan paramyxovirus. Virus ini hanya memiliki RNA. Paramyxovirus dapat tumbuh di jaringan otak, selaput otak, pancreas, testis, galndula parotid, dan kadang di hati. Penaykit gondong ditandai dengan pembengkakan hati di belakang kelenjar parotid yang berdekatan dengan telinga karena peradangan akibat infeksi. Penularannya terjadi melalui kontak langsung dengan penderita, melalui ludah, urin, dan muntahan. Gejala lainnya adalaha suhu badan 39,50C, demam, sakit kepala, nyeri anggota gerak, dan nyeri otot. AIDS AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah penularan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (human immunodeficiency virus).

Gambar: virus AIDS HIV adalah virus golongan retrovirus yang mempunyai 2 molekul RNA. Virus tersebut diduga kuat dari virus kera Afrika yang telah mengalami mutasi. Penularan AIDS berbeda dengan penularan penyakit akibat virus lainnya. Hal ini disebabkan karena HIV langsung mati jika terdedah di udara terbuka. HIV tidak menular melalui udara, kontak biasa, ataupun melalui gigtan serangga. HIV menular melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril. HIV juga dapata ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya. Masa inkubasi HIV dapat berlangsung dalam hitungan bulan bahkan tahun. Tubuh yang terinfeksi HIV tidak langsung menunjukkan gejala sakit yang parah. Akan tetapi, HIV yang diam di dalam tubuh akan bereproduksi dan menyerang sistem kekebalan tubuh. Tubuh penderita akan semakin rentan terhadap penyakit, akibat kekebalan tubuh yang melemah. Penyakit yang umumnya diderita adalah pneumonia, diare, kanker, penurunan bert badan, dan gagal jantung. Pada penderita, HIV banyak terkonsentrasi di dalam cairan tubuh, seperti darah, seperti darah, cairan mani, cairan vagina, dan air susu. Sekali virus menginfeksi penderita, virus akan tetap ada sepanjang hidup penderita. j) Ebola

Virus ebola ditemukan pada tahun 1976 di Sudan dan Zaire. Habitatnya di alam belum diketahui. Demikian pula prosesnya menjai epidemic. Virus ebola dapat hidup di atmosfer selama beberapa menit, kemudian aka mati oleh sinar ultraviolet. Virus ebola merusak jaringan dan sel tubuh dan menyebabkan kematian dalam jangka kurang dari dua minggu.

Gambar: virus ebola Gejala awal yang ditimbulkan adalah demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, dan nafsu makan hilang. Gejala ini uncul setelah 3 hari terinfeksi. Setelah itu, virus ebola mulai bereplikasi. Virus ebola menyerang darah. Sel darah yang mati akan menyumbat kapiler darah dan menyebabkan kulit memar, mlepuh, bahkan larut seperti kertas basah. Pada hari ke-6, darah keluar dari mata, hidung, dan telinga. Selain itu penderita memuntahkan cairan hitam yang merupakan jaringan dalam tubuh yang hancur. Pada hari ke-9, biasanya penderita meninggal dunia. Ebola ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh penderita ebola, misalnya darah, feses, urin, ludah, dan keringat. k) Herpes Simpleks

Penyakit ini disebabkan oleh virus anggota famili Herpesviridae, yang menyerang kulit dan selaput lender. Virus herpes simpleks dapat menyerang bayi, anak-anak, dan orang dewasa. Penyakit ini biasanya mengenai mata, bibir, mulut, kulit, alat kelamin, dan kadang-kadang otak. Infeksi pertama biasanya bersifat setempat dan cenderung hilang timbul. Virus masuk ke dalam tubh melalui luka kecil. Pada bayi, virus sering virus sering ditularkan pada saat dilahirkan. Selain itu virus juga ditularkan melalui hubungan seksual. Gejala utama penyakit ini adalah timbulnya gelembung-gelembugn kecil, kecuali pad amata dan otak. Gelembung tersebut snagat mudah pecah. Infeksi pada alat kelamin diduga merupakan salah satu faktor penyebab tumor ganas di daerah genetalia tersebut. l) Rabies

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies. Rabies sebenarnya merupakan penyakit yang menyerang hewan, misalnya anjing, kucing, dan kelelawar penghisap darah. Hewan yang terkena rabies menunjukkan perilaku agresif atau kelumpuhan. Virus ditularkan kepada manusia melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Setelah masa inkubasi yang sangat bervariasi, dari 13 hari sampai 2 tahun (rata-rata 20-60 hari), timbul gejala kesemutan di sekitar luka gigitan, perasaan gelisah, dan otot tegang. Ganguanfungsi otak, seperti hilangnya kesadaran, terjadi kira-kira satu miggu kemudian. Rabies sering kali menyebabkan kematian. Sebagai panduan menghadapi penaykti rabies, dapat dipakai teori dari Vaughan sebagai berikut : 1) Jika hewan yang menggigit tidak menunjukkan gejala rabies dalam waktu 5-7 hari setelah menggigit, dapat dianggap bahw agigitan tidak mengandung virus rabies. 2) Tidak semua hewan berpenyakit rabies mengeluarkan virus rabies dalam ludahnya. 3) Gigitan kucing lebih berbahaya dari pada gigitan anjing, karena kemungkinan adanya virus pada ludah kucing yang terinfeksi rabies lebih besar (90%) dari pada ludah anjing (45%). 4) Pencegahan penyakit pada hewan dapat dilakukan dengan vaksinasi. m) SARS

SARS (severe acute respiratory syndrome) pertama kali muncul di Cina pada akhir tahun 2002. Di sepanjang tahun 2003 kasus SARS merebak diseluruh dunia dan menyebabkan sedikitnya 813 orang meninggal dunia. SARS disebabkan oleh coronavirus yang mengakibatkan penderita mengalami gejala seperti penderita pneumonia sehingga SARS disebut juga CVP (coronavirus pneumonia). Coronavirus diketahui merupakan golongan virus yang menyebabkan penyakit tidak berbahaya, seperti flu dan diare. Virus penyebab SARS diduga merupakan hasil muatsi dari virus yang terdapat pada mamalia seperti musang dan rakun. Gejala awal orang yang terserang SARS adalah demam tinggi lebih dari 38 0C yang disertai menggigil, sakit kepala, lesu, dan nyeri tubuh. Setelah itu, 3-7 hari kemudian penderita mengalami batuk kering dan gangguan pernapasan. Penularan SARS terjadi melalui kontak langsung dengan penderita melaui kontak percikan cairan, misalnya batuk dan bersin. Tindakan untuk mencegah tertular penyakit ini misalnya sering mencuci tanganmenggunakan sabun dan alcohol 70%. Sebaiknya tidak menyentuh mulut, mata, dan hidung dengan tangan kotor. Apabila sedang batuk atau pilek, sebaiknya menggunakan masker untuk mencegah penyebab virus (Pratiwi, dkk, 2007: 26-30).

3. Penyakit pada Hewan yang Disebabkan oleh Virus Jenis virus yang menyebabkan penyakit pada hewan, antara lain: a) Polyoma, penyebab penyakit tumor pada hewan. b) Adenovirus, penyebab tumor pada hewan tertentu. c) Rhabdovirus, penyebab rabies. d) Retrovirus, misalnya HIV. e) Avian Influenza A (H5N1), penyebab penyakit flu burung yang menyerang unggas dan mamlia (Pratiwi, dkk, 2007: 30). f) Flu babi Flu babi (Swine influenza) adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenzavirus A. Babi dapat menampung virus flu yang berasal dari manusia maupun burung, memungkinkan virus tersebut bertukar gen dan menciptakan galur pandemik. Flu babi menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada orangorang yang bersentuhan dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia. Gejala virus termasuk demam, disorientasi, kekakuan pada sendi, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran yang berakhir pada kematian. Flu babi diketahui disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, and H2N3.

2. Virus yang menguntugkan

Namun demikian, tidak berarti bahwa virus hanya memiliki peran yang merugikan. Dengan kemajuan bioteknologi dan rekayasa genetika, ilmuan telah dapat memanfaatkan virus untuk tujuan yang menguntungkan manusia. Misalnya, untuk penghasil vaksin. Virus juga dapat dimanipulasi agar membawa gen untuk suatu sifat yang menguntungkan (misalnya gen yang menghasilkan antitoksin) (ibit, 2006206). 1. Mempercantik warna dan corak bunga tulip Jenis-jenis tulip yang sudah dikenal sejak zaman dulu mempunyai motif garis-garis, "coretan kuas," atau "jilatan api" atau mempunyai warna lain pada bagian-bagian tertentu daun bunga, sedangkan jenis-jenis yang lebih baru mempunyai pola aneka warna pada daun bunga. Sentuhan warna lain pada warna dasar bunga tulip disebabkan perubahan pegmen di bagian atas dan bagian bawah bunga.

Gambar: Bunga tulip yang terinfeksi virus Infeksi virus mosaik yang dibawa serangga sejenis kutu menyebabkan terjadinya jenis tulip langka dengan motif indah seperti coretan kuas yang diburu orang Belanda sewaktu demam bunga Tulip mania. Virus mosaik menyebabkan tanaman tulip menderita dan mati perlahanlahan, walaupun bunga yang dihasilkan menjadi sangat indah. Sekarang ini, virus mosaik dapat

dikatakan sudah hampir musnah dari ladang-ladang bunga tulip

2. Membuat Antitoksin Salah satu fase daur hidup virus adalah fase penggabungan. Pada fase ini, DNA virus menyambungkan diri ke DNA bakteri, sehingga di dalam DNA bakteri terkandung profag (DNA virus). Dengan kata lain, di dalam bakteri terkandung materi genetic virus. Ketika profag aktif dan DNA bakteri hancur ada yang terbawa DNA virus. Misalnya di dalam DNA virus terkandung DNA bakteri pertama. Apa bila virus ini menginfeksi bakteri kedua, dan kemudian mengikuti daur lisogenik, maka di dalam DNA bakteri kedua ini terkandung DNA virus dan DNA bakteri pertama. DNA adalah materi genetic yang dapat menentukan sifat makluk hidup. Jika DNA berubah, maka sifat makluk hidup pun berubah. Berdasarkan prinsip ini jika di dalam bakteri kedua terdapat DNA virus dan DNA bakteri pertama maka sebagian sifat bakteri pertama dapat dimiliki oleh bakteri kedua. Jadi, bakteri kedua memiliki sebagian sifat bakteri pertama. Melihat kasusu lisogenik ini, para ilmuan berpikir, nbagaimana kalau di dalam DNA virus sebelumnya digabungkan DNA (gen) lain yang menguntungkan, sehingga sifat menguntungkan ini dimiliki oleh bakteri yang terinfeksi. Sebagai contoh, ke dalam DNA virus disambungkan DNA (gen) manusia yang mengontrol sintesis antitoksin(pelawan penyakit). Selanjutnya oleh virus lisogenik gen tadi disambungkan ke sel bakteri. Kemudian sel bakteri kini membuat gen manusia, yakni gen penghasil antitoksin dengan kata lain, balteri yang semula tidak dapat menghasilkan antitoksin manusia, sekarang mampu memproduksi antitoksin manusia. Apabila bakteri terus-menerus membelah diri, berarti setiap sel bakteri baru mengandung DNA manusia dan mampu memproduksi antitoksin. Antitoksin yang diproduksi dapat dipisahkan dan digunakan untuk pelawan penyakit pada manusia.

3. Melemahkan Bakteri Contoh lain tentang virus yang menguntungkan adalah virus yang menyerang bakteri patogen. Jika DNA virus lisogenik masuk ke dalam DNA bakteri pathogen, maka bakteri tersebut menjadi tidak berbahaya. Misalnya bakteri penyebab penyakit difteri dan bakteri penyebab demam scarlet yang berbahaya akan berubah sifat menjadi tidak berbahaya jika di dalam DNA-nya tersambung oleh profag.

4. Memproduksi Vaksin Selain itu, beberapa virus digunakan untuk memproduksi vaksin. Vaksi adalah pathogen yang telah dilemahkan, sehingga jika menyerang manusia, tidak berbahaya lagi. Karena diberi vaksin, tubuh manusia akan memproduksi antibody. Kelak jika pathogen yang sesungguhnya menyerang, tubuh telah kebal karena berhasil memproduksi anti bodi bagi pathogen terse

Anda mungkin juga menyukai