Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KOMPONEN MINYAK ATSIRI MENTHA PIPERITA L.

Amalia Damayanti, Nita Supriyati, Awal Prichatin KD Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional JL. Raya Lawu, Tawangmangu, Surakarta 57792 E-mail : b2p2to2t@gmail.com Abstrak Telah dilakukan penelitian pascapanen tanaman Mentha piperita L. dengan cara dikeringkan dengan angin-angin dan pemanasan dalam oven pada suhu yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kromatogram minyak atsiri tanaman M. piperita (minyak permen) pada berbagai suhu pengeringan. Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama melakukan pengeringan dengan variasi metode dan tahap kedua penyulingan dan analisis komponen minyak atsiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri pada daun segar adalah 0,4% 0, pada pengeringan angin-angin sama dengan pada pengeringan dengan oven suhu 45 oC yaitu 1,6% 2,72.10-17, sedangkan pada pengeringan dengan oven suhu 60 oC adalah 0,93% 0,231 dan pada pengeringan dengan oven suhu 75 oC adalah 0,8% 1,36. 10-17. Adapun profil kromatogram minyak atsiri M. piperita tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dari berbagai jenis pengeringan. Kata kunci : Mentha piperita, profil kromatogram minyak atsiri, suhu pengeringan Abstract A post harvest research of Mentha piperita L. has been conducted. It used drying methods with air and heating in oven with various temperatures. This research was conducted to find chromatogram of M. piperita essential oil (peppermint oil) at different drying temperature. The research was conducted in two steps. First, we dried M. piperita leaves at various temperatures, then distilled and analyzed the essential oil components. The result showed that the essential oil content in fresh, air dried, 45 oC, 60 oC and 75 oC temperature dried leaves, respectively are 0,4% 0; 1,6% 2,72.10-17; 1,6% 2,72.10-17; 0,93% 0,231 and 0,8% 1,36. 10-17. While, the chromatogram of M. piperita essential oil does not show any significant differences at various temperatures. Keywords : Mentha piperita, chromatogram of essential oil, drying temperature

PENDAHULUAN Indonesia di samping merupakan negara pengekspor minyak atsiri yang besar ternyata juga merupakan pengimpor besar minyak atsiri yang lain,yaitu minyak permen dan mentol sebagai olahannya. Kegunaan minyak permen dan mentol, antara lain sebagai bahan obatobatan, pasta gigi, makanan dan sebagainya (Hardjono, 2004). Salah satu tanaman penghasil minyak permen adalah Mentha piperita L.

M. piperita, biasa disebut dengan tanaman menta, merupakan tanaman berbentuk semak dengan tinggi 10 40 cm dan tepi daunnya bergerigi. Kandungan kimia tanaman ini,antara lain minyak atsiri (konstituen utamanya adalah mentol dan menton), flavonoida, asam fenolat dan triterpen. Bagian tanaman yang didestilasi untuk mendapatkan minyak permen adalah bagian ujung (batang dan daun), terutama bagian daun yang mengandung minyak atsiri yang cukup tinggi (Mnimh, 1996). Pengambilan minyak atsiri dari tanaman menta dalam penelitian ini dilakukan dengan cara destilasi (penyulingan) dengan uap air. Penyulingan uap air merupakan suatu proses pemisahan komponen komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan titik didihnya. Minyak atsiri yang terdapat di dalam bahan yang disuling akan terikut keluar oleh uap air dan campuran yang dihasilkan akan membentuk dua lapisan, sehingga minyak atsiri dapat dipisahkan dengan mudah (Hardjono, 2004). Selain dari bahan segar, minyak atsiri juga dapat diperoleh dari bagian tanaman yang telah dikeringkan (simplisia). Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan simplisia tidak rusak dan dapat disimpan, menghentikan reaksi enzimatis dan mencegah pertumbuhan kapang, jamur dan jasad renik lain. Dengan matinya sel tanaman, maka proses metabolisme terhenti sehingga senyawa aktif yang terbentuk tidak diubah secara enzimatis (Anonim, 1989). Proses pengeringan ada 2 macam, yaitu pengeringan secara alamiah (dengan sinar matahari, kering angin angin) dan pengeringan buatan (menggunakan alat pengering, misal : oven, uap panas). Hal hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, lama pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu pengeringan yang digunakan tergantung pada bahan simplisia dan cara pengeringan. Pada umumnya bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 60 oC, sedangkan untuk bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap dan tidak tahan panas (termolabil) sebaiknya dikeringkan pada suhu rendah, yaitu antara 30 40 oC selama waktu tertentu (Anonim, 1989). Tanaman menta termasuk salah satu bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif, sehingga suhu pengeringan merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas simplisia. Pada penelitian ini digunakan beberapa suhu pengeringan yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu pengeringan terhadap minyak atsiri tanaman menta, sehingga diperoleh suhu pengeringan optimum, yang ke depannya dapat digunakan sebagai standar suhu pengeringan tanaman menta.

BAHAN DAN METODA Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu - Jawa Tengah, dari bulan Pebruari 2009 hingga April 2009. Tanaman M. piperita diambil dari kebun B2P2TO-OT di Tlogodlingo, Tawangmangu. Tanaman menta dicuci bersih dan ditiriskan kemudian diambil daunnya. Bagian daun ini kemudian dikeringkan dengan empat cara, yaitu : dengan angin angin (dalam ruang terbuka dengan suhu 25 oC), dengan pengovenan suhu 45 oC, 60 oC, 75 oC dan satu bagian tanpa pengeringan (daun segar). Pengambilan minyak atsiri dilakukan dengan cara penyulingan uap air, yang dilakukan dengan menggunakan heating mantel dan alat destilasi Stahl. Daun segar yang digunakan untuk proses penyulingan adalah sebanyak 100 gram, sedangkan untuk simplisia (daun menta yang sudah dikeringkan) masing masing sebanyak 25 gram. Proses penyulingan dilakukan selama 1 1,5 jam. Minyak atsiri (minyak permen) yang diperoleh dianalisis dengan metoda KLT (Kromatografi Lapis Tipis) untuk mengetahui profilnya. Metoda KLT dilakukan dengan menggunakan Plat Aluminium Silika Gel 60 F. Larutan standar yang digunakan sebagai pembanding adalah larutan mentol 10.000 ppm sebanyak 25 L. Sedangkan untuk membandingkan perbedaan kadar komponen minyak permen secara kualitatif, digunakan volume minyak permen masing masing sebanyak 0,5 L. Cairan eluasi yang digunakan adalah toluena etil asetat (93 : 7) dengan pereaksi penampak vanilin asam sulfat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Minyak atsiri yang diperoleh dari hasil penyulingan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perlakuan pasca panen, yang salah satunya adalah proses pengeringan. Berikut ini adalah hasil dari proses penyulingan yang telah dilakukan : Tabel 1. Hasil Penyulingan Minyak Atsiri Tanaman M. piperita (minyak permen) No 1. 2. 3. 4. 5. Kadar Air (%) Tanpa pengeringan 75,39 0,977 Angin angin 19,00 0,673 Oven suhu 45 oC 9,97 0,209 o Oven suhu 60 C 9,88 0,381 Oven suhu 75 oC 9,74 0,379 Jenis Pengeringan Volume Destilat (mL) 0,40 0 0,40 6,8.10-17 0,40 6,8.10-17 0,23 0,058 0,20 3,4.10-17 Rendemen (%) 0,40 0 1,60 2,72.10-17 1,60 2,72.10-17 0,93 0,231 0,80 1,36.10-17

Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume destilat dari daun segar hanya 0,4 mL dan merupakan volume destilat terkecil dibandingkan dengan volume destilat yang didapatkan dari simplisia (daun yang telah dikeringkan). Hal ini disebabkan karena tanaman menta segar memiliki kandungan air embun yang tinggi, sehingga minyak yang terkandung di dalamnya tidak dapat dilepaskan secara sempurna dengan cara penyulingan (Hardjono, 2004). Sedangkan volume destilat tertinggi didapatkan dari simplisia yang dikeringkan dengan angin angin dan pengovenan pada suhu 45 oC. Hal ini sesuai dengan Cara Pembuatan Simplisia (Anonim, 1989) yang menyebutkan bahwa bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap dan tidak tahan panas, sebaiknya dikeringkan pada suhu rendah, yaitu 30 40 oC. Jadi jika bahan dikeringkan pada suhu di atas suhu optimum tersebut, maka sebagian dari minyak atsirinya akan ikut menguap. Minyak atsiri yang dihasilkan dianalisis dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), untuk mengetahui profilnya. Cairan eluasi yang digunakan adalah toluena etil asetat (93 : 7) dengan pereaksi penampak vanilin asam sulfat (Wagner dkk, 1984).

(a)

(b)

Gambar 1. (a) Kromatogram Minyak Atsiri M. piperita dengan Larutan Pembanding Mentol (b) Kromatogram Minyak Atsiri M. piperita pada Berbagai Suhu Pengeringan Keterangan gambar : No. 1 : minyak atsiri dari daun segar No. 2 : minyak atsiri dari simplisia pengeringan angin angin std : larutan standar mentol (10.000 ppm) No. 3 : minyak atsiri dari simplisia pengeringan oven (45 oC) No. 4 : minyak atsiri dari simplisia pengeringan oven (60 oC) No. 5 : minyak atsiri dari simplisia pengeringan oven (75 oC)

Gambar 1.a menunjukkan bahwa minyak permen mengandung senyawa mentol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bercak berwarna biru pada Rf yang sama dengan larutan standar mentol (Rf = 0,45). Senyawa mentol terbentuk dari geranil pirofosfat (Vickery dan Vickery, 1981) yang merupakan prekursor dari terpen. Geranil pirofosfat akan menjadi senyawa monoterpen seperti terpinolen, piperitenon, pulegon yang selanjutnya menjadi menton, isomenton dan mentol (Tyler dkk, 1988). Biosintesis mentol secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.

OPP

Geranil pirofosfat

Piperitenon

Pulegon

Isomenton

OH

Menton

Mentol

Gambar 2. Biosintesis Senyawa Mentol dari M. piperita (Rios-Estepa dkk, 2008) Dari Gambar 2 dapat diketahui adanya kemungkinan bahwa minyak permen tidak hanya mengandung mentol, tetapi juga senyawa senyawa pembentuknya. Menurut Wagner dkk (1984), senyawa yang dapat teridentifikasi menggunakan pereaksi penampak VS dengan Rf berurutan adalah mentol (biru), piperiton (jingga), sineol (biru), isomenton (hijau kebiruan), menton (hijau kebiruan), mentil asetat (biru). Sehingga dari Gambar 1.b dapat diduga bahwa bercak biru keunguan (II) di atas mentol adalah sineol, bercak tipis berwarna jingga (III) adalah piperiton dan bercak hijau (IV) adalah isomenton atau menton. Sedangkan bercak tebal berwarna merah merupakan senyawa lain. Gambar 1 menunjukkan bahwa kromatogram minyak atsiri dari berbagai suhu pengeringan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Masing masing kromatogram minyak permen (No.1 hingga No.5) memiliki bercak yang sama pada Rf yang sama pula. Akan tetapi, jika dilihat dari ketebalan bercaknya (Gambar 1.b), terdapat kemungkinan bahwa komponen komponen tersebut memiliki kadar yang berbeda untuk setiap suhu pengeringan.

Secara kualitatif, minyak permen dari daun segar memiliki komponen dengan kadar yang lebih besar dibandingkan dengan daun yang telah dikeringkan (simplisia).

KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak permen tertinggi didapatkan pada pengeringan dengan angin angin dan pengeringan menggunakan oven suhu 45 oC. Secara kualitatif, hasil analisis KLT menunjukkan bahwa suhu pengeringan tidak banyak mempengaruhi komponen minyak permen. Hasil kromatogram minyak permen menunjukkan adanya sedikit perbedaan kadar dari komponen komponen yang terdapat di dalamnya, sehingga perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar dari masing masing komponen minyak permen secara kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA Anonim (1989), Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Hardjono Sastrohamidjojo (2004), Kimia Minyak Atsiri, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Mnimh, A.C. (1996), The Encyclopedia of Medicinal Plants, Dorling Kindersley Ltd., London Rios-Estepa, R. dkk (2008), A Systems Biology Approach Identifies the Biochemical Mechanisms Regulating Monoterpenoid Essential Oil Composition in Peppermint, The National Academy of Science of The USA Tyler, V.E dkk (1988), Pharmacognosy, Lea & Febiger, Philadelphia Vickery, O.P dan Vickery, B. (1981), Secondary Plant Metabolism, The Mac Millan Press, London Wagner, H. dkk (1984), Plant Drug Analysis, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman

Anda mungkin juga menyukai