Anda di halaman 1dari 3

TPM dan Lean Manufacturing Improvement Process

Pilar

Penting

Continuous

Kita sudah maklum bahwa kompetisi di dunia industri sudah demikian gile pesatnyedan siapa yang masihbengong niscaya akan tergerus arus persaingan yang tak terelakkan. Dahulu kala persaingan berada pada ranah resources base competitiveness namun kini mulai bergeser dengan pede-nya ke area knowledge base competitiveness. Jadi pada era kini, pengetahuanlah yang menjadi panglima, bukan yang lain. Sebelumnya kita akrab dengan production management, kemudian kenal human resources management, kini knowledge management. Sejatinya, beragam konsep tersebut diabdikan dalam rangka meningkatkan performance perusahaan hingga pada misi puncaknya. Maka tak heran jika Terry Brookshaw dari Dow Chemical Australia, yang dituturkan oleh vibiznews, mengungkapkan bahwa mengimplementasikan jargon-jargon manajemen yang berwarna-warni itu hanya akan membingungkan semua orang di perusahaan. Miturut pengalaman di perusahaannya, yang terpenting adalah menciptakan sustainable performance improvement. Banyak pakar memberikan catatan bahwa TPM dan Lean Manufacturing merupakan pilar penting continuous improvement process. Mengapa demikian? Tak lain karena TPM telah fokus pada optimalisasi mesin dan process productivity sedangkan Lean Manufacturing mendedikasikan pada elimination of waste. Bahkan Ames (2003) dengan yakin menyatakan bahwa lean berawal dari kondisi mesin malahan dalam automated manufacturing process, mesin merupakan hati dan jiwa proses operasi. Willmott (1994) mengungkapkan bahwa Just-in-Time (JIT) tidak bisa bekerja tanpa adanya kesiapan dan efektifitas mesin produksi, dimana telah terjalin hubungan harmonis antara manusia dan mesin. Sementara itu, Shirose (1996) memastikan bahwa JIT hanya dapat diterapkan jika TPM diimplementasikan untuk menghilangkan breakdown, minor stoppages, menghindari defect pada proses produksi dan meningkatkan efisiensi aktivitas maintenance. So, memang sangat beralasan jika Productivity, Inc. mencatat: lean and TPM cannot be separated (Productivity, 2000). Daftar Pustaka: Ames, V. A. (2003). TPM Interview. T. Pomorski. Austin. Tx Productivity, Inc. (2000). The Lean-TPM Connection. TPM Report 2 (2): 7-10 Shirose, K., Ed. (1996). TPM-Total Productive Maintenance: New Implementation Program in Fabrication and Assembly Industries. Tokyo, Japan Institute of Plant Maintenance.

Willmott, P. (1994). Total Productive Maintenance: The Western Way. Oxford, England, Butterworrth-Heinemann, Ltd.

Belajar dari Breakdown Mesin


Nampaknya dunia sudah maklum bahwa tatkala mesin produksi tewas dengan sukses, yang diuber adalah bagaimana teammaintenance bisa menyelesaikan masalah secepat lari kuda sembraniyang digantungi kaleng berisi kerikil di ekornya,hi..hi.. kasian banged tuch kuda. Menariknya, masih ada paradigma yang ngendon di benak operator produksi bahwa kerusakan mesinnya tidak ada hubungan dengan dirinya, putus hubungan dengan mesin So, jangan harap mau tau apa yang terjadi dan mengapa mesinnya ko-it. Mentalitas operator produksi di atas merupakan mentalitas jadul yang kudusegera dibuang jauh-jauh ke tempat biasanya jin buang anak Mengapa demikian? Pasalnya, gaya kuno tersebut tidak akan menolong operator produksi untuk belajar dan wellcare pada mesin yang diangonnya. Jadi, untuk mengurangi bahkan menghilangkan kejadian breakdown, kita butuh belajar dari setiap kejadian, bagaimana mencegah kerusakan yang sama terulang kembali di waktu yang akan datang. Pertanyaan operator jadul adalah Apa yang aus? atau Apa yang rusak?musti segera direvisi menjadi Mengapa sparepart ini rusak? atau Mengapa kami tidak bisa mendeteksi kerusakan lebih awal?. So, kita memerlukan banyak pertanyaan Mengapa guna mencegah kerusakan berulang. Pada banyak kasus, kerusakan mesin tidak terjadi dengan sendirinya, tapi cenderung disebabkan oleh keteledoran manusia, baik operator maupun crewbagian maintenance. Sumbangsih dari operator biasanya karena lalai memberi pelumas, abai melakukan pengencangan baut, menihilkan inspeksi ringan, dst. Sedangkan teknisi maintenance menyumbang terjadinya breakdown karena ketidakcermatan kala pemasangan mesin, tidak presisi, misalignment, dst. Jadi, Pelajarannya adalah :

equipment doesnt breakdown itself, but people break it.

Anda mungkin juga menyukai