Anda di halaman 1dari 10

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

PENATALAKSANAAN RASA TAKUT ANAK MENGGUNAKAN TEKNIK MODELING DAN REINFORCEMENT FEAR MANAGEMENT FOR CHILDREN USING MODELING AND REINFORCEMENT TECHNIQUES Cynthia Anggraini Putri Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Sumatera Utara Jl. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155 E-mail : cynthia.philosopher@yahoo.com PENDAHULUAN Rasa takut dan cemas terhadap berbagai jenis perawatan gigi banyak ditemukan pada anak. Adanya rasa takut dan cemas ini akan mempengaruhi usaha program perawatan gigi yang optimal. Rasa takut dan cemas dipengaruhi oleh asumsi pribadi yang disebabkan adanya ketidaktahuan akan kesehatan gigi dan perawatan yang dilakukan. Selain itu rasa takut dan cemas dipengaruhi pula oleh tumbuh kembang anak serta faktor pelayanan yang didapat saat pertama kali berobat. Untuk mendapatkan kerja sama yang baik dengan pasien anak, dokter gigi tidak hanya harus mengadakan hubungan baik dengan anak tetapi juga harus mengetahui bagaimana teknik teknik penatalaksanaan rasa takut yang paling efektif.1 Banyak penelitian menunjukkan anak anak mengalami ketakutan dan kecemasan selama menjalani pengobatan. Kadangkala dokter gigi tidak mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi penanggulangan rasa takut pada anak. Penanganan tingkah laku anak merupakan keterampilan paling penting yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi. Secara umum kita ketahui seorang pasien yang menunjukkan rasa cemas atau takut akan perawatan gigi akan menghadapi sikap tidak kooperatif selama pengobatan.
2

Dalam

tulisan

ini

penulis

mencoba

menjelaskan

mengenai

penanggulangan rasa takut anak menggunakan teknik modeling dan


1

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

reinforcement. Selain itu penulis akan membahas secara sederhana tentang berbagai macam penanggulangan yang bisa dilakukan sehingga keberhasilan perawatan gigi dapat tercapai. TINGKAH LAKU Sebagai seorang dokter gigi yang profesional tidak realistis jika kita mengharapkan setiap pasien yang datang akan memberikan respon positif, banyak pasien yang menunjukkan bermacam-macam tingkah laku yang tidak kooperatif. Walaupun demikian sebagai dokter gigi, kita harus merencanakan perawatan sedemikian rupa sehingga tingkah laku anak yang tidak kooperatif perlahan lahan meningkat menjadi kooperatif, Sehingga tujuan yang mendasar dari kedokteran gigi untuk anak dapat terpenuhi.1 RASA TAKUT Perasaan takut merupakan suatu perasaan yang bisa dialami oleh setiap orang dalam kehidupannya setiap hari. Setiap orang akan mengalaminya pada waktu yang berbeda-beda. Rasa takut merupakan respon terhadap sesuatu yang dianggap bahaya dan efeknya kita rasakan pada saat ini dimana muncul rasa tidak tenang dan cemas. Rasa takut dapat bersifat ringan hingga parah.3 Takut dan cemas terhadap perawatan gigi merupakan masalah bagi pasien anak dan dokter gigi karena menyebabkan pasien anak seringkali menunda nunda perawatan giginya sehingga melalaikan kesehatan giginya. Rasa takut anak terhadap perawatan yang diberikan hambatan bagi dokter gigi apalagi bila rasa takut pasien itu berlebihan.1,2 Ada beberapa skala yang bisa digunakan untuk mengukur rasa takut. Maaike ten Berge ( 1999 ) dalam penelitiannya mengenai rasa takut pada anak memperoleh skala untuk mengukur rasa takut yang disebut Venhams clinical ratings, yaitu sebagai berikut.4 0 = relaks, tersenyum, patuh, mudah berkomunikasi, mudah diajak bekerja sama, sering bertanya.

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

1 = kurang memperhatikan, sedikit memprotes ketika menjalani prosedur dalam waktu yang agak lama. 2 = Tegang, terjadi perubahan intonasi suara, pertanyaan dan jawaban yang disampaikan menunjukkan rasa cemas. 3 = Enggan melakukan perintah yang diberikan, intonasi suara menunjukkan sikap protes, menangis serta menggunakan tangannya untuk menghentikan perawatan.

4 = cemas akan kemampuan untuk menilai situasi, menangis tanpa ada alasan yang jelas yang tidak berhubungan dengan proses pengobatan serta ikut campur dalam pengobatan.

5 = hilang kontrol, menangis keras, berteriak serta tidak mau mendengarkan perintah yang diberikan. JENIS RASA TAKUT Rasa takut anak terhadap kunjungan ke dokter gigi terbagi dalam 2 kategori, yakni : 1. Rasa takut obyektif : Rasa takut yang timbul karena rangsangan fisik langsung pada alat indra dan merupakan jawaban terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan yang pernah dialami baik dari indra pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan. Contoh : Seorang anak yang mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan pada saat kunjungan pertamanya ke dokter gigi akan merasa takut pada kunjungan yang kedua kalinya. Anak tersebut juga akan merasa takut terhadap orang yang berpakaian putih-putih yang biasanya dikenakan oleh petugas kesehatan yang bekerja di klinik atau rumah sakit.5 2. Rasa takut subyektif : Rasa takut yang timbul karena mendengar kejadian yang dialami oleh orang lain. Anak akan merasa takut pada sesuatu yang tidak di kenal dan pada sesuatu hal yang baru. Hal ini biasanya didapatkan dari pengalaman orang lain yang dekat dengan dirinya terutama ibunya.
3

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

Rasa takut subjektif biasanya lebih sulit dihilangkan daripada rasa takut objektif karena anak tidak merasakannya sendiri pengalaman tersebut. Rasa takut akan hilang jika anak dapat membuktikan tidak ada hal yang perlu ditakuti.5 Ada beberapa sikap orangtua yang membuat anak menjadi takut, gelisah dan cemas pergi ke dokter gigi yaitu: 1. Sikap orangtua yang sangat memanjakan anak serta semua keinginan anaknya dikabulkan, hal ini berakibat anak akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Jika tuntutan anak tidak dipenuhi, maka anak akan menunjukkan sikap yang tidak senang atau marah.5 2. Orangtua yang terlalu dominan terhadap anak. Hal ini seringkali terjadi pada keluarga yang pernah mengalami musibah atau anak tersebut mengalami penyakit berat. Akibatnya anak biasanya akan menunjukkan sikap pemalu, penakut dan mudah cemas, anak ini juga akan sangat bergantung pada orang tua sehingga semua gerak gerik anak akan dikendalikan orang tua.5 3. Kekhawatiran orangtua dalam menghadapi pengobatan gigi yang akan dihadapi anak. Hal inilah yang akan mempengaruhi sikap anak dalam menjalani perawatan giginya. Pada umumnya kaum ibu yang mempunyai peranan cukup besar, ibu yang mempunyai rasa khawatir yang berlebihan mempunyai pengaruh negatif terhadap sang anak. Contohnya saja ada kalanya anak tidak mempunyai ketakutan untuk ke dokter gigi, namun karena melihat rasa khawatir ibu yang sangat besar membuat anak terpengaruh sehingga persepsi anak tentang dokter gigi berubah menjadi hal yang menakutkan.5 4. Pada umum orangtua yang tingkat ekonominya tinggi yaitu dari golongan menengah ke atas cenderung lebih siap dan mau bekerja sama dalam menghadapi masalahmasalah perawatan gigi, karena menganggap perawatan gigi adalah suatu hal yang lumrah dan biasa terjadi.5

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

PENDEKATAN ANAK PADA PERAWATAN GIGI Pada pasien anak kita memerlukan pendekatan khusus untuk melakukan perawatan gigi, dokter gigi harus mengetahui hal yang berhubungan dengan perkembangan psikologis anak. Untuk anak yang kurang kooperatif diperlukan waktu yang agak lama untuk melakukan perawatan gigi. Hal yang paling utama untuk penanggulangan anak yang kurang kooperatif adalah dengan komunikasi sehingga dengan demikian akan muncul rasa percaya diri dari anak untuk melakukan perawatan gigi.1 Untuk mendapatkan kerja sama dari pasien anak, dokter gigi tidak hanya harus mempunyai hubungan baik dengan pasien anak tetapi juga menggunakan pengelolaan tingkah laku yang efektif. Ada beberapa cara untuk melakukan pendekatan anak pada perawatan gigi, salah satunya adalah modeling dan reinforcement.1,6-10. 1.Modeling Modeling adalah salah satu teknik pengelolaan tingkah laku yang dilakukan oleh psikologi untuk menghilangkan rasa takut pada anak. Anak mempunyai sifat ingin tau yang sangat besar, menirukan hal hal baru yang menarik perhatiannya serta mempunyai sifat ingin bersaing yang tinggi sehingga modeling merupakan hal yang paling efektif untuk digunakan. Modeling mempunyai pengaruh besar terhadap anak. Teknik sederhana ini dapat diterapkan pada berbagai situasi perawatan gigi, tetapi penggunaannya yang paling sering terjadi adalah saat anak yang takut terhadap pemeeriksaan mulut pada kursi perawatan gigi.1,6-10. Cara modeling dilakukan untuk mengatasi dan merubah tingkah laku anak yang tidak kooperatif. Cara modeling sangat berpengaruh dalam mengatasi rasa takut anak. Orang tua atau mungkin anak lain dapat menjadi model untuk pemeriksaan sehingga diharapkan tingkah laku yang kooperatif dari model, kemudian akan ditiru oleh anak. Misalnya seorang anak takut terhadap pencabutan gigi yang akan dilakukan terhadapnya,

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

untuk menghilangkan rasa takut anak maka dapat ditolong dengan anak lain yang tidak takut terhadap pencabutan gigi yang dilakukan padanya. Anak yang tidak takut tadi merupakan model yang kemudian akan ditiru oleh anak. Seorang dokter gigi juga dapat bertindak sebagai model yang akan ditiru oleh anak dengan syarat harus bersikap tenang dan santai.1,6-10. Modeling biasanya dilakukan pada kunjungan pertama. Modeling juga dapat dilakukan dengan film atau video tape dari anak yang sedang melakukan perawatan. Strategi ini tidak hanya mengajarkan anak yang belum pernah menerima perawatan sehingga anak mengerti tentang prosedur perawatan, tetapi yang lebih penting mendemonstrasikan apa yang diharapkan dari anak. 1,6-10. Menurut Albert Bandura belajar melalui modeling dapat mempengaruhi tingkah laku suatu individu. Albert Bandura mengatakan harus ada empat persyaratan untuk dapat menirukan model dengan baik yaitu : 1. Perhatian (attention process) Suatu pengamatan. 2. Retensi atau disimpan dalam ingatan (representation process) Tingkah laku yang akan ditiru harus disimbolisasikan dalam ingatan, baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran atau imajinasi. Tingkah laku yang diamati harus dapat diingat kembali untuk bisa ditirukan bila modelnya tidak ada lagi. 3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process) Hasil melalui belajar melalui peniruan tidak dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan dari dilakukannya modeling. Untuk dapat menirukannya dengan baik, seseorang harus memiliki kemampuan motoriknya. 4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process) model tidak akan bisa ditiru bila tidak diadakannya
8,11

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

Belajar melalui modeling menjadi efektif jika anak memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan apa yang dilakukan modelnya. Adapun beberapa macam modeling:11 - Modeling tingkah laku baru : Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku yang baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif anak. Stimulus tingkah laku model ditransformasikan menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasikan menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Modeling Mengubah Tingkah laku lama : Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, dengan adanya modeling yang mengubah tingkah laku lama dapat mengubah tingkah laku anak yang tidak kooperatif menjadi kooperatif. Modeling Simbolik : Sebagian besar tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Modeling Kondisioning: Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius. Modeling semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional. 2. Reinforcement Reinforcement atau yang dikenal dengan penguatan merupakan konsekuensi dari suatu tingkah laku yang membuat tindakan tersebut cenderung akan diulangi lagi. Pada umumnya anak akan senang jika apa yang telah anak itu lakukan dihargai dan diberi hadiah. Hal ini dapat meningkatkan keberanian anak dan dapat dipertahankan dikemudian hari. Dengan adanya reinforcement , dokter gigi secara langsung dapat mengontrol pemberian hadiah yang diberikan kepada anak jika anak

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

tersebut berhasil melakukan perawatan dan menunjukkan tingkah laku yang kooperatif.1,6,8,9. Motivasi mempengaruhi dapat didefinisikan kita sebagai suatu pola pikir yang kesediaan untuk mengambil keputusan. Motivasi

merupakan hasil interaksi antara kebutuhan, intensif dan persepsi individu, ketika semuanya seimbang maka akan terbentuklah motivasi positif.12 Dokter gigi seharusnya memberikan penghargaan jika anak sudah mampu bersikap kooperatif karena dengan adanya penghargaan diharapkan dapat memperkuat tingkah laku yang baik sehingga tingkah laku yang kooperatif tersebut kemungkinan besar akan dilakukan pada perawatan berikutnya. Karena dengan adanya reinforcement maka tingkah laku tersebut akan menjadi kebiasaan yang diterapkan pada kondisi yang sama.1,6,8,9. Penghargaan dokter gigi kepada anak harus diperlihatkan sesering mungkin apabila anak tersebut bereaksi positif pada perawatan. Penguatan ini dapat dilakukan melalui kata-kata yang tepat, senyuman dan anggukan. Hal yang paling penting dari reinforcement ini adalah tingkah laku anak yang baik harus diberikan penguatan sesering mungkin. Penghargaan yang diberikan ketika
1,6,8,9.

anak

tersebut

berhasil

melakukan suatu tindakan harus saling berhubungan erat. Misalnya saja ketika anak diminta untuk membuka mulutnya, maka pada saat itulah diberikan penghargaan. Apabila pada akhir perawatan baru diberikan penghargaan maka hal itu tidak menjadi efektif lagi. Sebagai dokter gigi jangan sampai mengabaikan kerja sama yang telah dilakukan anak selama perawatan karena hal ini sama saja artinya menyia-nyiakan kesempatan baik untuk mengukuhkan tingkah laku tersebut dan hal itu juga berarti akan berdampak tingkah laku baik tersebut akan berkurang.1 Ada beberapa bentuk dari penghargaan atas tingkah laku anak: 1. Reinforcement Positif

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

Penghargaan yang diberikan yang akan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut akan diulangi kembali. Namun harus diingat hadiah diberikan bukan untuk menyogok anak namun memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukan anak.1 2. Reinforcement negatif Stimulus yang akan mengurangi peluang perilaku akan terjadi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dokter gigi untuk tingkah laku yang buruk yaitu tidak memberikan pengakuan atau penghargaan. Dokter gigi tidak boleh menunjukkan kemarahan hanya boleh memperlihatkan kekecewaan dan bujukan hanya akan memperkuat tingkah laku buruk tersebut.1 PEMBAHASAN Rasa takut anak merupakan masalah bagi dokter gigi, sehingga anak menjadi enggan ke dokter gigi atau akan menunjukkan masalah tingkah laku. Teknik modeling dan reinforcement sering digunakan untuk mengurangi rasa takut anak, denagn berkurangnya rasa takut anak maka kemungkinan anak menjadi kooperatif sangat besar sehingga perawatan dapat terjamin. Modeling dan reinforcement merupakan alternatif penatalaksanaan perilaku anak yang dianggap cukup efektif . Anak anak mempunyai sikap ego-sentris karena itu anak tidak mau kalah dengan anak lainnya. Modeling adalah modifikasi perilaku untuk pasien anak dimana anak dapat belajar tentang perawatan gigi dengan melihat anak anak lainnya yang menerima perawatan yang sama. Sedangkan reinforcement adalah pengukuhan pola tingkah laku yang akan meningkatkan kemungkinan tingkah laku tersebut terjadi lagi dikemudian hari. Teknik modeling harus diiringi dengan reinforcement sehingga perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan ketika melakukan perawan gigi.1,6,8, DAFTAR PUSTAKA

BAHAN LBM 1 BLOK 16

ISTIANAH

1. Andlaw RJ, Rock WP. A Manual of paedodontics. 2nd ed. London: Churcill Livingstone, 1987: 15-8. 2. Shinohara S, Nomura Y, Shingyouchi K et al. Structural relationship of child behavior and its evaluation during dental treatment. J Oral science ; 47 ( 2 ) : 91 3. 3. Sikone S. Rasa takut dan cemas. 5 Oktober 2010. http://id.shvoong.com/social- sciences/psychology/1669724-rasa-takut-dancemas/. 1 November 2010. 4. Berge MT. Dental fear in children: prevalence, etiology and risk factors . Dissertation. Netherlands : University of Amsterdam, 2001: 139 140. 5. Astuti M. Mengapa anak takut ke dokter gigi. 4 Januari 2008. http://arsip.kotasantri.com/bilik.php?aksi=Cetak&sid=852. 1 November 2010. 6. Wright GZ, Starkey PE, Gardner DE. Child management in dentistry. 2nd ed. Bristol: Wright, 1987: 30-9, 100-15, 140-1, 168-9. 7. Wong DL et al . Buku ajar keperawatan pediatrik wong . Alih Bahasa. Agus Sutarna, Neti Juniati, Kuncara .Jakarta: EGC, 2002: 503 4. 8. Bandura A. Social learning Theory. New Jersey : Prentice Hall, 1977: 20 55. 9. Ingersoll BD. Behavioral aspects in dentistry. New Jersey : Appletoncentury-crofts , 1982: 119 30. 10. Wright GZ, Behavior management in dentistry for children. Toronto : W.B . Sounders company, 1975: 96,249,237,240. 11. Fitri A. Rancangan pelatihan menurut teori Albert Bandura. 17 Desember 2008. http://arumpsi06um.blogspot.com/2008/12/rancangan-pelatihanmenurut-teori.html. 1 November 2010. 12. Bridges G. Dental reception and practise management. Oxford : Blacksgaard, 2006: 172.

10

Anda mungkin juga menyukai