Anda di halaman 1dari 23

LESI PREGANAS BAB I PENDAHULUAN

Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker atau malignant cell.1 Kanker serviks uteri masih merupakan kanker pada wanita nomor 2 tersering diseluruh dunia, dimana didapatkan angka 15% dari semua kanker pada wanita. Ini merupakan kanker yang paling banyak pada wanita di negara berkembang, vaitu 20-30% dari semua kanker wanita. Di negara maju frekuensinya berkisar hanya 4-6%. Perbedaan yang besar ini mencerminkan pengaruh dari skrining masal secara luas yang menggunakan metode sitologi serviks.1 Umur penderita antara 30-60 tahun dan terbanyak pada umur 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif sekitar 10 tahun, hanya 9% dari perempuan berumur kurang dari 35 tahun yang menunjukkan keganasan serviks uteri yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma in situ terdapat pada wanita dibawah umur 35 tahun.1 Perjalanan penyakit karsinoma sel skuamosa serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari proses karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga tumbuh menjadi invasif.1 Diagnosis kanker serviks uteri tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks. Ini dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini lesi prakanker serviks, disertai dengan kemampuan untuk menatalaksanainya yang tepat, akan dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks.1 Dalam upaya menurunkan angka kejadian kanker serviks, perlu disadari akan pentingnya pencegahan dan deteksi dini. Pemeriksaan Tes Pap merupakan salah satu sarana untuk deteksi dini kanker serviks.1 Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara-negara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang.2 Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko terjadinya kanker serviks meliputi hubungan seksual pada usia dini (<20 tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok, trauma kronis pada serviks uteri dan higiene genitalia. Lebih dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang memerlukan fasilitas khusus untuk pengobatan seperti peralatan radioterapi yang hanya tersedia di beberapa kota besar saja. Di samping mahal, pengobatan terhadap kanker stadium lanjut memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah. Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari segi harapan hidup, lamanya penderitaan, serta tingginya biaya pengobatan, sudah sepatutnya apabila kita

memberikan perhatian yang lebih besar mengenai latar belakang dari penyakit yang sudah terlalu banyak meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut serta upayaupaya preventif yang dapat dilakukan.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi LESI PRAKANKER (NEOPLASIA INTRAEPITEL SERVIKS) Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker atau malignant cell.1 Secara histopatologi karsinoma serviks terdiri dari 2 jenis, yaitu: jenis karsinoma epidermoid (95%) dan jenis adenokarsinoma (5%). Proses perubahan sel kolumner endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologik pada setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia fisiologis ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Adanya proses displasia inilah yang dinamakan sebagai lesi prakanker atau disebut sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS).3 Lesi prakanker serviks tersebut di atas dibagi menjadi : 1. CIN I sesuai dengan displasia ringan. 2. CIN II sesuai dengan displasia sedang. 3. CIN III sesuai dengan displasia berat. Sehingga perkembangan kanker leher rahim dapat digambarkan sebagai berikut : CIN I --> CIN II --> CIN III --> CIS --> Ca invasif. CIS = Carcinoma Insitu. Lamanya waktu yang diperlukan untuk perkembangan dari CIN I atau displasia ringan sampai menjadi karsinoma insitu dapat dilihat pada tabel 1.3 Tingkat displasia Waktu dalam bulan Sangat ringan Ringan Sedang Berat 82 ( 7 tahun) 58 ( 5 tahun) 38 ( 3 tahun) 12 ( 1 tahun)

Tabel 1. Perkembangan kanker seviks Dikutip dari: Kepustakaan nomor 3

II.2. Epidemiologi Kanker serviks uteri masih merupakan kanker pada wanita nomor 2 tersering diseluruh dunia, dimana didapatkan angka 15% dari semua kanker pada wanita. Ini merupakan kanker yang paling banyak pada wanita di negara berkembang, vaitu 20-30% dari semua kanker wanita. Di negara maju frekuensinya berkisar hanya 4-6%. Perbedaan yang besar ini mencerminkan pengaruh dari skrining masal secara luas yang menggunakan metode sitologi serviks.1 Umur penderita antara 30-60 tahun dan terbanyak pada umur 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif sekitar 10 tahun, hanya 9% dari perempuan berumur kurang dari 35 tahun yang menunjukkan keganasan serviks uteri yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma in situ terdapat pada wanita dibawah umur 35 tahun.1 Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara-negara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang.2 Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko terjadinya kanker serviks meliputi hubungan seksual pada usia dini (<20 tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok, trauma kronis pada serviks uteri dan higiene genitalia. Lebih dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang memerlukan fasilitas khusus untuk pengobatan seperti peralatan radioterapi yang hanya tersedia di beberapa kota besar saja.2 Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara maju kanker ini menduduki urutan ke-10dan bila digabung maka ia menduduki urutan ke-5 (tabel 2). Sebagaimana kanker umumnya maka kanker serviks akan menimbulkan masalah-masalah berupa kesakitan (morbiditas), penderitaan, kematian, finansial/ekonomi maupun lingkungan bahkan pemerintah. Dengan demikian penanggulangan kanker umumnya dan kanker serviks khususnya harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi.5 INSIDENS DAN FREKUENSI Berapa banyakkah insidens kanker serviks di Indonesia? Departemen Kesehatan RI memperkirakan insidensnya adalah 100 per 100.000 penduduk pertahun. Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi-anatomi di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi kanker serviks tertinggi di antara kanker yang ada di Indonesia maupun di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo (tabel 3). Jika dilihat penyebarannya di Indonesia terlihat bahwa 92,44% terakumulasi di Jawa-Bali (tabel 4).5 USIA Insidens kanker serviks meningkat sejak usia 25-34 tahun dan menunjukkan puncaknya pada usia 35-44

tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo, dan 45- 54 tahun di Indonesia (tabel 5). Laporan FIGO pada tahun 1998 menunjukkan kelompok usia 30-39 tahun dan 60-69 tahun terbagi sama banyaknya. Secara keseluruhan, stadium Ia lebih sering ditemukan pada kelompok usia 3039 tahun, sedang untuk stadium IB dan II lebih sering ditemukan pada kelompok usia 40-49 tahun. Kelompok usia 60-69 tahun merupakan proporsi tertinggi pada stadium III dan IV(3). Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto mangunkusumo stadium Ib, IIa, IIb sering terdapat pada kelompok usia 35-44 tahun, stadium IIIb sering pada kelompok usia 45-54 (tabel 6).5 PENDIDIKAN Umumnya penderita berpendidikan rendah dengan rata-rata 6,71 +/- SD 3,94 tahun, baik secara keseluruhan stadium ataupun kalau dilihat pada stadium tertentu saja. Pendidikan penderita minimum 0 tahun dan maksimum 19 tahun. Karenakeadaan sosial ekonomi sukar dinilai maka dengan mengetahui tingkat pendidikan penderita keadaan sosial ekonominya dapat diperkirakan (tabel 7).5 PARITAS Paritas tersebar rata baik pada stadium awal maupun stadium lanjut dengan rata-rata 4,74 +/- 2,47. Minimum paritas 0 dan maksimum 13 (tabel 7).5 STADIUM Kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. Penderita dengan stadium IIb-IVb sebanyak 66,4%. Kebanyakan dengan stadium IIIb yaitu sebanyak 37,3% atau lebih dari 1/3 kasus, dan stadium awal yaitu Ia-IIa hanya sebanyak 28,6% (tabel 8). Data ini menunjukkan bahwa banyak penderita datang sangat terlambat dan mencari pertolongan hanya setelah terjadi perdarahan. Hal ini berlawanan dengan laporan FIGO yang menyatakan bahwa kebanyakan pasien datang pada stadium II atau kurang. Hal ini dapat dipahami karena pendidikan yang kurang, sosial ekonomi rendah dan tidak terjangkaunya/ter sedianya skrining oleh penderita.5

II.3. Faktor resiko Sampai saat ini penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti. Namun sudah ditemukan beberapa faktor risiko yang ada pads wanita yang memudahkan terserangnya kanker leher rahim.3 Di samping itu juga karena akhir-akhir ini kejadian kanker leher rahim banyak dikaitkan dengan infeksi dari Human Papilloma Virus (HPV),yang penularannyamelalui hubungan seksual (Sexually transmitted diseases), maka timbul istilah adanya pria risiko tinggi untuk menimbulkan kanker leher rahim pada isterinya.3 Yang tergolong wanita risiko tinggi adalah :3 1. Kawin/bersenggama pertama kali pads usia di bawah 20 tahun, terutama jika di bawah 16 tahun. 2. Sosial ekonomi yang rendah. 3. Higiene seksual yang tidak baik.

4. Sering ganti pasangan seksual. 5. Sering melahirkan dengan jarak yang pendek. Yang tergolong pria risiko tinggi adalah :3 1. Riwayat adanya kanker penis (alat kelamin). 2. Riwayat kanker leher rahim pada isteri. 3. Sosial ekonomi rendah. 4. Menderita penyakit hubungan seksual, terutama kondiloma penis. Perilaku seksual Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Tinjauan kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan bahwa faktor risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi. Karsinogen ini bekerja di daerah transformasi, menghasilkan suatu gradasi kelainan permulaan keganasan, dan paling berbahaya bila terpapar dalam waktu 10 tahun setelah menarche. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep Pria Berisiko Tinggi sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks.2 Kontrasepsi Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.2 Merokok Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.2 Nutrisi Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat.2 Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folicacid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta

karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.2 II.4. Faktor Etiologi HPV merupakan agen yang berperan besar dalam proses terjadinya kanker serviks. DNA HPV dapat ditemukan pada 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia, karena itu penyebab kanker serviks diduga sebagai akibat infeksi menetap dari virus HPV. Pada proses karsinogenesis, asam nukleat virus dapat bersatu ke dalam gen dan DNA manusia sehingga menyebabkan mutasi sel. HPV memproduksi protein yaitu protein E6 pada HPV tipe 18 dan protein E7 pada HPV tipe 16 yang masing-masing mensupresi gen P53 dan gen Rb yang merupakan gen penghambat perkembangan tumor.6

Gambar1. HPV Dikutip dari KANKER SERVIKS dan PENYAKIT HPV. http://duniapustaka.com/kanker-serviks-dan-penyakithpv/4 Virus papiloma pertama kali berhasil diisolasi dari kelinci cottontails pada tahun 1933. Pada tahun 1935 ditemukan bahwa kondiloma yang diinduksi virus papiloma memiliki potensi untuk menjadi suatu keganasan.17 HPV adalah virus DNA sirkuler dengan untaian ganda yang tidak berselubungkan virion.14,15,17 Virus tersebut adalah anggota famili Papoviridae, genus papillomavirus.3,17,18 HPV memiliki kapsul isohedral dengan ukuran 72 kapsomer dan berdiameter 55 mikrometer. Berat molekul HPV adalah 5 x 106 Dalton.6 Saat ini telah diidentifikasi lebih dari 100 tipe HPV dan mungkin akan lebih banyak lagi di masa mendatang. Dari 100 tipe tersebut, hanya kurang dari setengahnya yang dapat menginfeksi saluran kelamin. Masing-masing tipe mempunyai sifat tertentu pada kerusakan epitel dan perubahan morfologi lesi yang ditimbulkan. Tipe yang dapat menyebabkan keganasan adalah HPV tipe 16, 18, 26, 27, 30, 31, 33-35, 39, 40, 42-45, 51-59, 61, 62, 64, 66-69 dan 71-74. Infeksi HPV meningkat sejak tahun 1960 karena meningkatnya penggunaan kontrasepsi oral.6 Keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa faktor yaitu:6 1. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papilloma 2. Perkembangan kondiloma akuminata menjadi karsinoma 3. Angka kejadian kanker serviks meningkat pada infeksi HPV 4. DNA HPV sering ditemukan pada lesi intraepitel serviks Walaupun terdapat hubungan erat antara HPV dan kanker serviks, belum ada bukti yang mendukung bahwa HPV adalah penyebab tunggal HPV tipe 6 dan 11 ditemukan pada 35% kondiloma akuminata dan NIS 1, 10 % pada NIS 2- 3, serta hanya 1% ditemukan pada kondiloma invasif. HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada 10% kondiloma akuminata dan NIS 1, 51% pada NIS 2-3, serta pada 63% karsinoma invasif.6 Tentang Human Papilloma Virus HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda dapat menyebabkan kutil atau

pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) dalam atau di sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan kanker leher rahim atau dubur. Kutil-kutil ini pada umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab dan di daerah sekitar alat kelamin sehingga disebut kutil kulit dan kutil kelamin. Infeksi HPV pada alat kelamin dapat disebarkan melalui hubungan seks, sedangkan penularan kutil kulit pada tangan atau kaki dapat terjadi tanpa hubungan seks (penularannya dapat melalui sentuhan atau penggunaan barang secara bersama).7 Untuk mencegah penyebarannya dapat dilakukan dilakukan tes Pap untuk mendeteksi pertumbuhan tidak normal dari sel pada leher rahim sejak awal atau pun dengan melakukan sekret vagina. Tes ini dapat memeriksa dubur laki-laki dan perempuan. Walaupun tes Pap tampaknya merupakan cara terbaik untuk menemukan kanker leher rahim secara dini, pemeriksaan fisik dengan hati-hati mungkin merupakan cara terbaik untuk menemukan kanker dubur. Sedangkan untuk mencegah penularannya, sebaiknya menjaga kebersihan diri dan jangan melakukan seks dengan lebih dari satu orang. Tanda infeksi HPV (kutil atau displisia) sebaiknya diobati sesegera mungkin setelah dideteksi sebelum masalah manjadi lebih besar dan mungkin kambuh setelah diobati.7 Klasifikasi HPV merupakan virus DNA dengan klasifikasi Familia : Papovaviridae Genus : Papillomavirus Spesies : Human Papillomavirus

Gambar2. bentuk Human Papilloma Virus4 http://duniapustaka.com/kanker-serviks-dan-penyakit-hpv/4

Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel menyebabkan infeksi laten dan kronis pada pejamu alamiahnya dan dapat menyebabkan tumor pada beberapa binatang (Contoh : Virus Papilloma manusia (kutil), Virus BK (diasingkan dari air kemih penderita yang mendapat obat-obat imunosupresif)).7 Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel dan mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-garis) berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama denagn polaritas virus maka, dapat dikatakan bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus menginfeksikan materi genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga menyebabkan kanker.7 Papova berasal dari tiga nama yang sering dipelajari ( Papilloma, Polyoma, Vacoulating ). Yang akan dibahas termasuk virus Papilloma yaitu yang menyebabkan tumor jinak dan ganas pada banyak tipe mamalia. Virus ini merupakan salah satu dari virus DNA yang diketahui menyebabkan tumor alamiah

pada tuan rumah aslinya. Virus Papilloma menyebabkan beberapa jenis kutil yang berbeda pada manusia, meliputi kutil kulit, kondiloma genital/ kondiloma akuminata(KA) atau kutil kelamin/ atau genital wart (di masyarakat dikenal sebagai jengger ayam dengan masa inkubasi :1-6 bulan rata-rata 3 bulan, tampak benjolan seperti jengger ayam di sekitar kemaluan dan anus serta kebanyakan tanpa keluhan ), dan papilloma larings.7 Papillomavirus sangat tropik terhadap sel-sel epitel kulit dan membran mukosa. Tahap-tahap dalam siklus replikasi virus tergantung pada faktor-faktor spesifik yang terdapat dalam status diferensiasi berikutnya dari sel epitel. Ketergantungan kuat replikasi virus pada status diferensiasi sel inang ini, meyebabkan sulitnya perkembangbiakan Papillomavirus in vitro.7 Dengan mikroskop elektron virus, HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid, yaitu L1 dan L2. Virus DNA ini dapat bersifat mutagen. Infeksi HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminatum, dan kanker. Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual.7 Ada lebih dari seratus virus yang dikenal sebagai virus papilloma manusia (human papilloma virus/HPV). HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim karena dapat membuat pertumbuhan sel menjadi tidak normal (dengan cara virus masuk ke dalam inti sel di leher rahim dan mengubah bentuk sel sehingga sel menjadi mudah rapuh dan pertumbuhannya menjadi tidak beraturan).7 Satu penelitian menemukan 11.000 perempuan terdeteksi HPV-positif di AS dan sekitar 4000 orang meninggal karenanya. HPV menular dengan mudah melalui hubungan seks. Diperkirakan 75 persen orang yang aktif secara seksual terutama berusia 15-49 tahun di AS mengalami sedikitnya satu jenis infeksi HPV. Virus ini terdiri dari puluhan genotype, dan dapat menyerang berbagai bagian tubuh seperti jari dan tangan, telapak kaki, wajah, genital. Tipe Human papillomavirus cukup beragam. Dari 100 tipe HPV, hanya 30 di antaranya yang berisiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45. Sedangkan tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 merupakan tipe berisiko sedang. Dan yang berisiko rendah adalah tipe 6,11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab 70% kanker rahim yang terjadi, sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab 90% kandiloma akuminata jinak dan Papilloma laring pada anak-anak. Infeksi HPV memiliki keterkaitan dengan lebih dari 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia.7 Penyakit Yang Ditimbulkan Berbagai jenis HPV menyebabkan kutil umum pada tangan atau kaki. HPV juga dapat mengakibatkan masalah pada mulut atau pada lidah dan bibir. Beberapa jenis HPV dapat menyebabkan kutil kelamin pada penis, vagina dan dubur. Jenis HPV lain dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Displasia dapat berkembang menjadi kanker dubur pada laki-laki dan perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer), atau kanker penis. Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia intraepitelial anal (anal intraepithelial neoplasia/AIN). Epitel adalah lapisan sel yang meliputi organ atau menutupi permukaan tubuh yang terbuka. Neoplasia berarti perkembangan baru sel yang tidak normal. AIN adalah perkembangan sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah leher rahim disebut neoplasia intraepitelial serviks (cervical intraepithelial neoplasia/CIN).7 Kondiloma genital dapat ditularkan melalui sentuhan dan hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, namun ada sebagian orang yang berisiko untuk terjangkit penyakit ini antara lain: orang yang sering kontak dengan air/bekerja di tempat basah (seperti tukang ikan, tukang daging, pemotong hewan), orang yang hiperhidrosis/ telapak tangan atau kakinya selalu basah, anak-anak.

Penyakit ini menular baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung seperti pemakaian handuk dan baju yang bersamaan. Pada orang-orang yang berisiko terjangkit penyakit ini dapat terjadi kekambuhan karena virus ini mudah hidup dan berkembang pada kulit yang sering terkena trauma dan selalu basah. Pada orang yang imunnocompromise atau daya tahan tubuh kurang baik atau buruk virus ini dapat berkembang cepat pada seluruh badan atau bekembang menjadi keganasan kulit seperi kanker skuamosa.7 Kanker serviks merupakan penyebab kematian akibat kanker yang terbesar setelah kanker payudara pada wanita di negara-negara berkembang, bahkan tiap tahunnya sekitar seperempat juta wanita meninggal karena penyakit ini. Tidak hanya itu, kanker serviks juga berdampak pada sekitar setengah juta wanita tiap tahunnya dan 80% penderita kanker serviks hidup di negara-negara dengan pendapatan penduduk yang rendah atau sedang. Menurut penelitian yang dikemukakan oleh yayasan kanker Indonesia menyatakan bahwa tiap 1 jam, seorang wanita di Indonesia meninggal akibat kanker serviks.7 Peristiwa kanker serviks diawali dari normal serviks yang terinfeksi HPV dan menyebabkan timbulnya displasia sehingga menimbulkan kanker. Kanker Serviks cenderung muncul pada wanita usia 35-55 tahun (pada saat usia produktif). Namun dapat pula muncul pada perempuan berusia lebih muda. Penyebab dari kanker ini adalah Human Papilloma Virus yaitu sejenis virus yang menyerang manusia dan berpotensi menyebabkan terjadinya komplikasi dan kemandulan. Serviks normal bentuknya lurus, sedangkan serviks yang terinfeksi bentuknya membesar, keluar karena berkutil. Inilah yang menyebabkan rasa sakit pada penderita kanker serviks saat melakukan hubungan seks.7 Beberapa faktor yang dapat mempermudah terinveksi virus HPV yaitu menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 18 tahun), berganti-ganti pasangan seks (pasangan wanita tersebut maupun pasangan suaminya), wanita melahirkan banyak anak (sering melahirkan), sering menderita infeksi di daerah rahim, dan wanita perokok yang mempunyai resiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.7 Perlu diingat bahwa setiap perempuan beresiko untuk terinfeksi HPV walaupun setia pada satu pasangan. Pasangan yang terinfeksi akan menjadi sumber infeksi HPV bagi wanita lainnya. Ternyata walaupun kanker leher rahim adalah penyakit perempuan tetapi lelaki memiliki peran penting di dalam penyebarannya. Lelaki yang pernah menikah dengan perempuan penderita kanker leher rahim otomatis bisa menularkan penyakit tersebut kepada perempuan lain melalui hubungan seksual. Maka disarankan pada kaum lelaki yang suka jajan agar berhati-hati, sebab bukan tidak mungkin ia menjadi media perantara penyakit kanker leher rahim ke istrinya sendiri.7 Komplikasi yang mungkin terjadi adalah lesi (kutil) dapat membesar dan tumbuh bersama. Tetapi resiko terbesar dari HPV adalah kanker leher rahim atau bahkan kematian. Kanker leher rahim dapat dideteksi dengan menggunakan tes Pap sehingga pertumbuhan sel yang abnormal pada leher rahim tersebut terdeteksi lebih awal dan dapat dilakukan konisasi (mengambil bagian sel yang berubah) sebelum ia berkembang menjadi kanker.7 II.5. Patofisiologi Proses terjadinya kanker serviks uteri sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia Masuknya bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik atau mutagen pada saat fase aktif

metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan biasanya terjadi pada daerah SSK atau daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa Human Papilloma Virus (HPV) memegang peranan penting.1

Gambar 3. Progresifitas serviks pada infeksi HPV Dikutip dari: http://img.medscape.com/fullsize/migrated/553/264/nrc553264.fig1.gif Gambar 4. Cervical Squamos Junction Dikutip dari: Figure Courstesy of Merck & Co, Inc Gambar 5. Diagram perjalanan kanker serviks Dikutip dari Williams Gynecology Sel-sel yang mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, karsinoma in situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in situ dikenal juga sebagai tingkat prakanker.1 Derajat kelainan epitel didasarkan pada kelainan polaritas dan atipia yang ditemukan pada sel-sel epitel. Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in situ. NIS terdiri dari :1 1. NIS 1 disebut displasia ringan, bila polaritas sel sudah tidak baik sampai kira-kira 1/3 tebal epitel dan atipia sel masih ringan. 2. NIS 2 atau displasia sedang, bila perubahan mencakup - tebal dan atipia derajat sedang. 3. NIS 3 atau displasia berat dan karsinoma insitu, bila perubahan tersebut atau seluruh tebal dan polaritas tidak teratur, atipia sel berat serta ditemukan mitosis sel.

Gambar 6. Lesi Prakanker dan Kanker Serviks Di kutip dari: http://www.hopkinsmedicine.org/cervicaldysplasia/treatment_1.htm

Untuk berlanjut menjadi karsinoma in situ umumnya diperlukan waktu 5 tahun dari displasia ringan, 3 tahun dari displasia sedang dan 1 tahun dari displasia berat. Namun tidak semua displasia akan menjadi karsinoma. Displasia dapat mengalami regresi, menetap bertahun-tahun atau memburuk tergantung pada daya tahan penderita.1 Pada penelitian Dexeus, dkk. mendapatkan bahwa 15% displasia ringan akan berkembang menjadi displasia sedang, 30% displasia sedang akan berkembang menjadi displasia berat dan 40% mengalami regresi menjadi displasia ringan. Empat puluh lima persen displasia berat akan berkembang menjadi karsinoma insitu.1 Serviks mempunyai 2 jenis epitel yaitu kolumner dan skuamosa yang dihubungkan satu sama lain oleh sambungan skuamosa kolumner. Epitel kolumner akan diganti oleh epitel skuamosa yang baru pada proses metaplasia.1

Gambar 7. HPV Infection Di kutip dari: Expert Review in Molecular Medicine Proses metaplasia terjadi dalam 2 periode yakni masa dinamik yang merupakan pergantian bertahap epitel kolumner dari skuamosa dan masa maturasi yang merupakan proses diferensiasi dan pematangan dari sel-sel yang sudah mengalami masa dinamis.6 Pada masa dinamik dengan pengaruh faktor-faktor pencetus dapat terjadi perubahan atipik yang secara klinis disebut NIS. Displasia berawal dari fokus tunggal di zona transformasi serviks. Bibir anterior serviks kemungkinan dikenai 2 kali lebih banyak dari bibir posterior dan jarang sekali dysplasia berawal dari sudut lateral. Virus HPV memiliki selubung protein yang dikenal dengan kapsid mayor L1 dan kapsid minor L2 serta memproduksi protein E1,E2,E5,E6,E7 yang bersifat onkogen. Oknoprotein E6 dan E7 ini merupakan penyebabnya terjadinya degenerasi keganasan pada sel serviks. Oknoprotein E6 dan E7 tersebut akan mengikat tumor subpressor gene P53 (TSG T53) dan TSG. Ikatan tersebut akan melepaskan E2F yang bersifat sebagai faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol yang menyebabkan terjadinya suatu siklus yang bersifat mutagenesis. Adanya infeksi HPV beresiko tinggi ini yang tak bisa diatasi oleh tubuh akan menjadi pemicu terjadinya perubahan sel abnormal atau mutagenesis sel. NIS bila tidak ditanggulangi dengan baik akan berlanjut menjadi karsinoma invasif dengan perjalanan waktu.6 Hubungan antara epitel skuamosa pada vagina dan daerah ektoserviks, dengan epitel kolumna pada daerah kanalis endoserviks disebut hubungan skuamokolumnar original. Posisi sambungan skuamokolumnar original menentukan daerah perluasan metaplasia skuamosa seviks. Metaplasia skuamosa adalah proses yang penting dalam terjadinya kanker pada serviks.6 Keadaan Prekanker Pada Serviks Gambar 8. Normal-Carcinoma in Situ Di kutip dari: www.medicalinfo.com Sel-sel pada permukaan serviks kadang tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.6 Saat ini telah digunakan istilah yang berbeda untuk perubahan abnormal pada sel-sel di permukaan serviks, salah satu diantaranya adalah lesi skuamosa intraepitel (lesi artinya kelainan jaringan, intraepitel artinya sel-sel yang abnormal hanya ditemukan di lapisan permukaan).6 Perubahan pada sel-sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok: 1. Lesi tingkat rendah : merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel yang membentuk permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang dengan sendirinya. Tetapi yang lainnya tumbuh menjadi lebih besar dan lebih abnormal, membentuk lesi tingkat tinggi. Lesi tingkat rendah juga disebut displasia ringan atau neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1). Lesi tingkat rendah paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun, tetapi juga bisa terjadi pada semua kelompok umur.6 2. Lesi tingkat tinggi : ditemukan sejumlah besar sel prekanker yang tampak sangat berbeda dari sel yang normal. Perubahan prekanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan serviks. Selama berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun, sel-sel tersebut tidak akan menjadi ganas dan tidak akan menyusup ke lapisan serviks yang lebih dalam. Lesi tingkat tinggi juga disebut displasia menengah atau displasia berat, NIS 2 atau 3, atau karsinoma in situ. Lesi tingkat tinggi paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 3040 tahun.6 Jika sel-sel abnormal menyebar lebih dalam ke dalam serviks atau ke jaringan maupun organ lainnya, mada keadaannya disebut kanker serviks atau kanker serviks invasif. Kanker serviks paling sering ditemukan pada usia diatas 40 tahun.6 Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid/ silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik.6 Serviks yang normal secara alami mengalami proses metaplasi (erosion) akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula faali/ fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastikdiskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III, dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.6 Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian concept dari richart. Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang ialah sarcoma.6

II.6. Gejala dan Tanda Lesi prakanker dan lesi kanker stadium awal sering tidak menampakkan gejala yang menyolok. Sering mengalami keputihan yang biasanya dianggap sebagai hal yang normal. Dapat mengalami perdarahan pasca senggama (contact bleeding), kadang-kadang keluar cairan berbau busuk dari vagina. Path keadaan lanjut dapat terjadi menometrorhagia, nyeri panggul/ lumbosakral, badan pucat dan kurus, edema tungkai, hematuri atau melena, gejala-gejala metastasis di tempat lain. Biasanya kematian disebabkan oleh karena gagal ginjal yang disebabkan obstruksi ureter bagian distal oleh massa tumor.6 Stadium klinik Stadium 0 : Karsinoma insitu. Stadium I : Proses terbatas path uterus, ekstensi ke korpus uteri tidak diperhitungkan. Ia : Proses belum terdeteksi secara klinis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi. Ia.1.:Minimal stromal invasion.

Ia.2 : Invasi proses dengan kedalaman 5 mm atau kurang, dari membrana basalis, dan penjalaran secara horizontal 7 mm atau kurang. Ib : Proses lebih besar dari Ia.2. Stadium II : Proses telah menginvasi keluar uterus, tapi belum mencapai dinding panggul dan sepertiga distal vagina. IIa : Tanpa invasi ke parametrium. IIb : Dengan invasi ke parametrium. Stadium III : Proses menyebar ke dinding panggul, dan/atau melibatkan sepertiga distal vagina, dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal. IIIa : Proses melibatkan sepertiga distal vagina, tanpa ekstensi ke dinding panggul. IIIb : Proses sampai ke dinding panggul, dan/atau menyebabkan hidronefrosis, atau gangguan fungsi ginjal. Stadium IVa : Proses menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rektum, dan/atau ekstensi keluar pelvis minor. Stadium IVb : Metastasis jauh Perubahan pre-kanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear. Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya.6 Pada saat ini akan timbul gejala berikut:6 Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan setelah menopause Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak) Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut:6 Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan Nyeri panggul, punggung atau tungkai Dari vagina keluar air kemih atau tinja Patah tulang (fraktur). II.7. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut: 1.Pap smear. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker servikspun menurun sampai lebih dari 50%.8 Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2 3tahun.8 Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:8 - Normal.

- Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas). - Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas). - Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar). - Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya). Gambar 9. Biopsi Di kutip dari: Medical Education & Research 2. Biopsi. Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.8 3. Kolposkopi. Kolposkopi adalah suatu prosedur pemeriksaan vagina dan leher rahims oleh seorang dokter yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Dengan memeriksa permukaan leher rahims, dokter akan menentukan penyebab abnormalitas dari sel-sel leher rahims seperti yang dinyatakan dalam pemeriksaan 'Pap Smear'. Cara pemeriksaan kolposkopi adalah sebagai berikut: dokter akan memasukkan suatu cairan kedalam vagina dan memberi warna saluran leher rahims dengan suatu cairan yang membuat permukaan leher rahims yang mengandung sel-sel yang abnormal terwarnai.. Kemudian dokter akan melihat kedalam saluran leher rahims melalui sebuah alat yang disebut kolposkop. Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi.8 Jika area yang abnormal sudah terlokalisasi, dokter akan mengambil sampel pada jaringan tersebut (melakukan biopsi) untuk kemudian dikirim ke lab guna pemeriksaan yang mendetail dan akurat. Pengobatan akan sangat tergantung sekali pada hasil pemeriksaan kolposkopi anda.8 4.Tes Schiller. Serviks diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.8 Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:8 - Sistoskopi. - Rontgen dada. - Urografi intravena. - Sigmoidoskopi. - Skening tulang dan hati. - Barium enema. Hasil 'Pap Smear' dikatakan abnormal jika sel-sel yang berasal dari leher rahim ketika diperiksa di bawah mikroskop akan memberikan penampakan yang berbeda dengan sel normal. Kejadian ini biasanya terjadi 1 dari 10 pemeriksaan 'Pap Smear'. Beberapa faktor yang dapat memberikan indikasi diketemukannya penampakan 'Pap Smear' yang abnormal adalah:8 1. Unsatisfactory 'Pap Smear'. Pada kasus ini, berarti pegawai di Lab tersebut tidak bisa melihat sel-sel leher rahim anda dengan detail sehingga gagal untuk membuat suatu laporan yang komprehensive

kepada dokter anda. Jika kasus ini menimpa anda sebaiknya anda datang lagi untuk pemeriksaan 'Pap Smear' pada waktu yang akan ditentukan oleh dokter.8 2. Jika ada infeksi atau inflamasi. Kadang-kadang pada pemeriksaan 'Pap Smear' memberikan penampakan terjadinya inflamasi. Ini berarti bahwa sel-sel di dalam leher rahims mengalami suatu iritasi yang ringan sifatnya. Memang kadang-kadang inflamasi dapat kita deteksi melalui pemeriksaan 'Pap Smear', biarpun kita tidak merasakan keluhan-keluhan karena tidak terasanya gejala klinis yang ditimbulkannya. Sebabnya bermacam-macam. Mungkin telah terjadi infeksi yang dikarenakan oleh bakteri, atau karena jamur'. Konsultasikan dengan dokter anda mengenai masalah ini beserta pengobatannya jika diperlukan. Tanyakan kapan anda harus menjalani 'Pap Smear' lagi.8 3. Atypia atau Minor Atypia. Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah jika pada pemeriksaan 'Pap Smear' terdeteksi perubahan-perubahan sel-sel leher rahim, tetapi sangat minor dan penyebabnya tidak jelas. Pada kasus ini, biasanya hasilnya dilaporkan sebagai 'atypia'. Biasanya terjadinya perubahan penampakan sel-sel tersebut dikarenakan adanya peradangan, tetapi tidak jarang pula karena infeksi virus. Karena untuk membuat suatu diagnosa yang definitif tidak memungkinkan pada tahap ini, mungkin akan menjalani pemeriksaan lagi dalam waktu enam bulan. Pada umumnya, sel-sel tersebut akan kembali menjadi normal lagi. Jadi, adalah sangat penting bagi anda untuk melakukan 'Pap Smear' lagi untuk memastikan bahwa kelainan-kelainan yang tampak pada pemeriksaan pertama tersebut adalah gangguan yang tidak serius. Jika hasil pemeriksaan menghasilkan hasil yang sama maka anda mungkin disarankan untuk menjalani kolposkopi.8 Skrining dan Biopsi Kanker Serviks Perubahan dini pada serviks, khususnya CIN, bisa dideteksi sebelum berkembang menjadi kasus karsinoma invasif dengan cara skrining dengan menggunakan Pap smear, tes HPV, dan skrining visual dengan menggunakan asam asetat atau larutan Lugol iodin12. WHO menganjurkan penggunaan tes Papanicolauo (Pap smear) sebagai skrining awal yang efektif untuk mendeteksi lesi pada serviks atau vagina13. Hasil sediaan Pap smear yang representatif untuk skrining adalah yang mengandung sel yang mewakili squamocolumnair junction.8 Penafsiran hasil Pap smear dilakukan berdasar kriteria Bethesda tahun 200114. Untuk mendapatkan diagnosis pasti keganasan dilakukan biopsi serviks. Biopsi jaringan pada keganasan serviks dapat dipandu baik oleh suatu lesi yang jelas terlihat atau dengan kolposkopi. Indikasi dilakukannya kolposkopi adalah temuan HGSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) pada Pap smear. Termasuk di dalamnya displasia sedang, berat, dan karsinoma in situ. Indikasi lain untuk melakukan kolposkopi adalah adanya LGSIL (Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion) yang persisten. Macam biopsi yang dapat dilakukan antara lain punch biopsy, incisional biopsy, LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure), cold knife biopsy, dan laser cone biopsy15. Konisasi dapat digunakan juga untuk mengobati lesi pra-invasif serviks seperti displasia berat (CIN 3), terutama jika fungsi reproduksi masih dibutuhkan. Jenis histologik yang sering ditemukan (80%) pada sediaan biopsi adalah karsinoma sel squamosa dan sekitar 10-15 persennya adalah jenis adenokarsinoma.8 Grading Kanker Serviks Grading diartikan sebagai penilaian terhadap morfologi sel yang dicurigai sebagai bagian dari jaringan tumor. Dalam penelitian ini, jenis histopatologi yang akan diteliti adalah squamous cell carcinoma (SCC). Penilaian ini dilakukan oleh ahli patologi anatomi dengan didasarkan pada (1) ukuran dari sel-sel tumor dimanasemakin peomorfik sel-sel tersebut berarti derajatnya makin jelek, (2) pembentukan keratinisasi

per sel, (3) pembentukan mutiara tanduk, semakin banyak sel yang mengalami keratinisasi dan membentuk mutiara tanduk semakin baik differensiasinya, (4) jumlah sel yang mengalami mitosis, (5) invasi ke pembuluh darah maupun pembuluh limfe, dan (6) batas tumor, semakin jelas batasan sel-sel ganasnya memiliki derajat differensiasi yang lebih baik 8,9. Poin utama dari penilaian ini adalah jumlah mitosis dan kemiripannya dengan sel asal. Dua kategori ini akan memperjelas keagresifan dan prognosis dari tumor tersebut. Semakin banyak mitosisnya menunjukan bahwa pertumbuhan sel-sel tersebut semakin tidak terkendali. Sementara, kemiripan dengan sel asal dapat dilihat dari bentuk sel itu sendiri dan untuk jenis skuamosa, dilihat juga dari ada tidaknya pembentukan mutiara tanduk maupun sel yang mengalami keratinisasi. Nomenklatur yang digunakan untuk kanker serviks jenis SCC ini sama seperti SCC pada lokasi anatomi lainnya, yakni dengan penomoran sesuai kriteria American Joint Comission on Cancer16. Grade I untuk kanker dengan diferensiasi baik (well differentiated) di mana sel kanker masih mirip dengan sel asalnya; Grade II untuk kanker dengan differensiasi moderat (moderately/intermediate differentiated); Grade III untuk kanker dengan differensiasi jelek (poorly differentiated); dan Grade IV untuk kanker anaplastik atau undifferentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung menjadi satu dan dikategorikan sebagai high grade.8 Gambar 10. SCC Differensiasi Baik8 Gambar 11. SCC Differensiasi Moderat8 Gambar 12. SCC Diferensiasi Jelek8 Manfaat lain dari penentuan derajat differensiasi adalah untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Pada derajat differensiasi jelek, di mana pertumbuhan dan penyebaran sel dianggap lebih cepat atau agresif, dibutuhkan terapi tambahan selain definitif, yakni dengan pemberian kemoradiasi.8 II.8. Klasifikasi Kanker Leher Rahim Menurut Wiknyosastro (1997), pembagian stadium kanker leher rahim adalah sebagai berikut :6 1. Stadium I : Kanker hanya terbatas pada daerah mulut dan leher rahim (serviks). Pada stadium ini dibagi dua. Pada stadium I-A baru didapati karsinoma mikro invasive di mulut rahim. Pada stadium I-B kanker sudah mengenai leher rahim. 2. Stadium II : Kanker sudah mencapai badan rahim (korpus) dan sepertiga vagina. Pada stadium II-A, kanker belum mengenai jaringanjaringan di seputar rahim (parametrium). Stadium II-B mengenai parametrium. 3. Stadium III : Pada stadium III-A, kanker sudah mencapai dinding panggul. Stadium III-B kanker mencapai ginjal. 4. Stadium IV : Pada stadium IV-A, kanker menyebar ke organ organ terdekat seperti anus, kandung kemih, ginjal, dan lain-lain. Pada stadium IV-B, kanker sudah menyebar ke organ-organ jauh seperti hati, paru-paru, hingga otak.

II.9. Pengobatan

Pengobatan lesi prekanker Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor berikut:9 - Tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi). - Rencana penderita untuk hamil lagi. - Usia dan keadaan umum penderita. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap smear dan pemeriksaan panggul secara rutin.9 Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa:9 Kriosurgeri (pembekuan). Kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi). Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya. LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. .Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram atau nyeri lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari vagina. Pada beberapa kasus, mungkin perlu dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim), terutama jika sel-sel abnormal ditemukan di dalam lubang serviks. Histerektomi dilakukan jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi.9

Gambar 13. Cryo Di kutip dari: A.D.A.M

Pengobatan untuk kanker serviks Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi.9 1. Pembedahan. Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan.9 Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.9 Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat. 2. Terapi penyinaran. Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi:9 - Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit,

penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. - Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah: - iritasi rektum dan vagina - kerusakan kandung kemih dan rektum - ovarium berhenti berfungsi. 3. Kemoterapi. Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.9 Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.9 4. Terapi biologis. Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah Interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.9 Gambar 14. Leep Di kutip dari: Medical Photo Gallery II.10. Prognosis Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah :3 1. Umur penderita. 2. Keadaan umum. 3. Tingkat klinik keganasan. 4. Ciri-ciri histologik sel tumor. 5. Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani. 6. Sarana pengobatan yang ada. Tabel 9. Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional:3 Tingkat AKH-5 tahun T1S Hampir 100% T1 70 85% T2 40 60% T3 30 40% T4 < 10%

II.11. Pencegahan dan Deteksi Dini Tidak seperti Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya yang menyebar melalui cairan tubuh, HPV merupakan virus yang menyebar melalui kontak dari kulit ke kulit, karena itu penggunaan kondom tidak sepenuhnya efektif karena kondom tidak meliputi seluruh area kulit dimana HPV dapat ditemukan. Deteksi dini terutama adalah melakukan pemeriksaan skrining secara teratur 1 tahun sekali untuk mengetahui lesi prekanker. Pencegahan yang dilakukan adalah menghindari faktor risiko diatas.3

Vaksin HPV Vaksin HPV saat ini sudah digunakan untuk mencegah kanker leher rahim dan kutil kelamin karena HPV. Vaksin tersebut bekerja dengan cara melindungi dari 4 tipe HPV yang paling sering menyebabkan penyakit, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18, tipe yang menyebabkan 70% kanker leher rahim dan 90% kutil kelamin. Vaksin tersebut dikeluarkan oleh U.S.Foods and Drugs Administration (FDA) pada tahun 2006 dan sudah dinyatakan aman untuk wanita berusia 9 26 tahun. Vaksin diberikan dalam 3 dosis dalam periode 6 bulan yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum diketahui keefektifannya pada wanita yang hanya menerima 1 atau 2 dosis saja. Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para wanita. Keefektifan vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan selama 5 tahun, seberapa lama vaksin ini dapat memberikan efek perlindungan masih belum jelas. Sebaiknya vaksin diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum wanita terekspos dengan HPV. Hal ini disebabkan karena vaksin mencegah penyakit pada wanita yang belum terkena satu atau beberapa tipe HPV yang dapat dilindungi oleh vaksin. Vaksin ini tidak bekerja terlalu efektif pada wanita yang sudah memiliki virus HPV di dalam tubuhnya sebelum menerima vaksin. Efek samping paling umum adanya nyeri ketika disuntikkan. Vaksin ini belum direkomendasikan pada wanita hamil karena masih sedikit informasi mengenai keamananya pada wanita hamil. Vaksin HPV ini hanya bersifat melindungi dari paparan yang belum terjadi, dan bukan untuk mengobati. Skrining tetap diperlukan setelah memperoleh vaksin HPV karena vaksin melindungi untuk semua tipe HPV.3

BAB III LAPORAN KASUS I. Identitas Pasien: Nama : Ny. BM Umur : 39 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Sukorejo Buduran Pendidikan : SMA Menikah : 11 tahun II. Autoanamnesa: Keluhan utama: Keluar darah setelah melakukan hubungan dan terasa sakit. Pasien datang sendiri ke poli kandungan dengan keluhan setiap habis melakukan hubungan seksual dengan suaminya keluar darah dan terasa nyeri 3 hari, dan nyeri perut kiri atas selama 2 bulan. Pasien mengatakan sudah minum obat asam mefenamat dari puskesmas tetapi kalau obatnya habis

nyeri kembali muncul. Riwayat menstruasi: a. Menarche : umur 12 tahun b. Siklus : teratur, 28 hari sekali c. Banyaknya : normal (2-3 pembalut/hari) d. Lamanya : 7 hari e. HPHT : 04-02-2011 Memakai KB suntik tiap 3 bulan. (Sejak anak kedua berumur 9 tahun). Riwayat Persalinan normal: I. 9 bulan/SptB/BPS/2900 gram/10 tahun Riwayat penggunaan KB : Pasien menggunakan KB suntik tiap 3 bulan, dan teratur sampai sekarang. Riwayat pernikahan : suami ke I, menikah 1 kali selama 11 tahun. Jumlah anak : 1 orang, hidup 1 orang. Usia anak terkecil : 10 tahun. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, mioma, dan kejiwaan. Riwayat keganasan pada keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keganasan. Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca. III. Pemeriksaan Fisik: Pada tanggal 10 Maret 2011 Status Umum: Keadaan Umum : Cukup Kesadaran : Composmentis Tensi : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit Respiratory rate : 20 kali/menit Temperature : 36,5 celcius Tinggi badan : 155 cm Berat badan : 50 kg Kepala : Normochepali Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-) Thorak : Cor S1,S2 tunggal reguler, murmur (-) Pulmo Rhonki (-/-), wheezing (-/-) Abdomen : bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-) Ekstremitas : edema (-/-) Status ginekologi : Vulva vagina : fluxus (+), fluor (+) Portio : tertutup, licin, nyeri goyang (-), berdungkul (-) Corpus uteri : AF ~ biasa normal Adnexa kiri : massa (-), nyeri tekan (-)

Adnexa kanan : massa (-), nyeri tekan (-) Cavum Douglas : Tidak ada kelainan Inspeculo : Erotio portio (+) IV. Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan Pap Smear (10 Maret 2011) Hasil Pemeriksaan: -Nampak sel abnormal tapi tidak tersangka keganasan Bethesda system: Specimen Adecuency: Satisfactory for evaluation General Categuritations: Epitelial Cell Abnormality/ CIN1 mild displasia Diagnosa Kerja: Radang non-specific purulent V. Terapi: Tanggal 10 Maret 2011 - KIE Pap Smear PA Tanggal 12 Maret 2011 - Menyerahkan hasil Pap Smear dengan diagnosa erotio portio-radang non spesifik purulent - Terapi Albothyl 0-0-1 - Kontrol Poli Kandungan 1 minggu lagi BAB IV PEMBAHASAN Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker atau malignant cell. Pada laporan kasus berikut didapatkan kasus seorang wanita berusia 39 tahun dengan keluhan nyeri saat berhubungan dengan suaminya dan mengeluarkan darah setiap selesai berhubungan. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan hasil-hasil yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa didapatkan nyeri saat berhubungan dan mengeluarkan darah Pada pemeriksaan fisik didapatkan status umum dalam batas normal, status ginekologi didapatkan : vulva/vagina: fluor (+), portio: tertutup, licin, berdungkul (-) dan nyeri goyang (-), Corpus uteri : anteroflexi tidak membesar, adnexa parametrium dextra dan sinistra: massa (-), nyeri tekan (-), Cavum Douglas: tidak menonjol, pada pemeriksaan inspeculo didapatkan: Portio multipara, tertutup, didapatkan erotio portio. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil: pemeriksaan Laboratorium dalam batas normal, pada hasil Pap Smear tanggal 10 maret 2011 didapatkan kesimpulan: Radang Non Spesifik Purulent. Pada pasien ini terdapat lesi prakanker dengan diagnosa CIN1 atau Mild Dysplasia.

Pada pasien ini, terapi yang dilakukan adalah dengan pemberian Albothyl yang diberikan di dalam vagina dengan pemberian 0-0-1 diberikan selama 1 minggu kemudian dianjurkan kembali kontol ke poli kandungan seminggu kemudian untuk dievaluasi. BAB V KESIMPULAN 1. Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker atau malignant cell. 2. Perjalanan penyakit karsinoma sel skuamosa serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari proses karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga tumbuh menjadi invasif. Secara histopatologi karsinoma serviks terdiri dari 2 jenis, yaitu: jenis karsinoma epidermoid (95%) dan jenis adenokarsinoma (5%). Proses perubahan sel kolumner endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologik pada setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia fisiologis ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Adanya proses displasia inilah yang dinamakan sebagai lesi prakanker atau disebut sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Lesi prakanker serviks tersebut di atas dibagi menjadi : 1. CIN I sesuai dengan displasia ringan. 2. CIN II sesuai dengan displasia sedang. 3. CIN III sesuai dengan displasia berat. Sehingga perkembangan kanker leher rahim dapat digambarkan sebagai berikut : CIN I --> CIN II --> CIN III --> CIS --> Ca invasif. CIS = Carcinoma Insitu 3. Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor berikut: - Tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi). - Rencana penderita untuk hamil lagi. - Usia dan keadaan umum penderita. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap smear dan pemeriksaan panggul secara rutin. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa: Kriosurgeri (pembekuan). Kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi). Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya. LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. .Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram atau nyeri lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari

vagina. 3. Pada beberapa kasus, mungkin perlu dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim), terutama jika sel-sel abnormal ditemukan di dalam lubang serviks. Histerektomi dilakukan jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi.

DAFTAR PUSTAKA 1. ASCUS (Atypical squamous cells of undetermined significance). Diunduh dari: http://digilib.unsri.ac.id/download/ASCUS.pdf 2. Sjahrul Sjamsuddin,2001, Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_PencegahandanDeteksiDini.pdf/06_PencegahandanDeteksiDi ni.html 3. M. Fauzie Sahli, Nugroho Kampono,1995, Karsinoma Serviks Uteri Deteksi Dini dan Penanggulangannya. Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04_KankerServiksUterus.pdf/04_KankerServiksUterus.html 4. KANKER SERVIKS dan PENYAKIT HPV. Diunduh dari: http://duniapustaka.com/kanker-serviks-dan-penyakit-hpv/ 5. M. Farid Aziz, Nugroho Kampono,1995,Kanker Serviks Uterus. Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04_KankerServiksUterus.pdf/04_KankerServiksUterus.html 6. Bram Pradipta,dkk.2001. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Diunduh dari: http://www.mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=MTgxLTIz penggunaan vaksin human papilloma virus dalam pencegahan kanker serviks.html 7. Arnita, 2008, Lindungi Leher Rahim dari Kanker. Diunduh dari: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=327 8. Greg Agung,h,Sp.Og.2007.Pap Smear. Diunduh dari: http://greg-spog.com/pelayanan/pap-smear/ 9. TEUKU MIRZA ISKANDAR.2009.Pengelolaan Lesi Prakanker Serviks. Diunduh dari:http://indonesianjournalofcancer.org/2009/2009-no3-jul-sep/102-pengelolaan-lesi-prakankerserviks?catid=48%3Aliterature-study

Anda mungkin juga menyukai