Anda di halaman 1dari 8

BAHAN LBM 3 BLOK 20 ISTIANAH

KLASIFIKASI FRAKTUR :
1. Gigi anterior oleh karena trauma menurut ELLIS (FINN):
Ada 9 klas.
a. Fraktur simpel : fraktur hanya email atau hanya melibatkan sedikit dentin.
b. Fraktur klas II : fraktur mengenai jaringan dentin tetapi pulpa belum terkena.
c. Fraktur kias III : fraktur gigi yang mengenai dentin dan pulpa sudah terkena.
d. Fraktur kias IV : fraktur karena trauma sehingga gigi menjadi non vital, dapat atau tanpa disertai hilangnya
struktur mahkota gigi.
e. Fraktur kias V : fraktur karena trauma yang menyebabkan terlepasnya gigi tersebut.
f. Fraktur kias VI : fraktur akar gigi tanpa atua diserta hilangnya struktur mahkota gigi.
g. Fraktur klas VII : pindahnya tempat gigi tanpa disertai fraktur akar maupun mahkota.
h. Fraktur KIas VIII : fraktur mahkota disertai dengan perubahan tempat gigi ybs.
i. Fraktur klas IX : khusus untuk gigi decidui, di mana trauma akan menyebabkan kerusakan gigi tsb.
2. Klasifikasi fraktur menurut ELLIS (GROSSMAN DKK 1988)
6 kelompok dasar :
a. Fraktur kias I : fraktur email.
b. Fraktur kias II : fraktur dentin, pulpa belum terbuka.
c. Fraktur klas III : fraktur mahkota disertai pulpa terbuka.
d. Fraktur klas IV : fraktur akar.
e. Fraktur kias V : gigi Iuksasi.
f. Fraktur klas VI : gigi intrusi.
3. Klasilkasi fraktur menurut HEITHERSAY & MORILE
Klasifikasi fraktur subgingival faktur gigi hubungannya fraktur horizontal dengan tingkatannya periodoantiourn
KIas I : garis fraktur tidak dibawah attached gingiva.
KIas II: garis faktur dibawah attached gingiva, tetapi tidak di bawah alveolar crest.
Kias III : garis fraktur di bawah alveolar crest.
Kias IV: garis frakturdi bawah dengan fraktur aka 1/3 coronal.
4. Klasifikasi fraktur menurut WHO (1978) nomor sesuai klasifikasi penyakit Internasional.
873.60. fraktur email
873.61. fraktur mahkota melibatkan email dan dentin, pulpa belum terbuka.
87362. fraktur mahkota dengan pulpa terbuka.
873.63. fraktur akar.
873.64. fraktur mahkota-akar.
873.66. Iuksasi gigi.
873.67. gigi instrusi/ekstrusi.
873.68. gigi avulasi (gigi yang as-nya berubah).
873.69. luka yang lain disertai sobeknya jaringan lunak dimodifikasi
oleh ANDREASEN
5. Modifikasi klas fraktur menurut WHO (ANDREASEN)
873.64 : - fraktur mahkota-akar tidak komplit dan pulpa belum terbuka
- fraktur mahkota-akar komplit dengan pulpa terbuka.
873.66 : - gigi gegar/remuk. Luka jaringan pendukung gigi tanpa goyahnya/perpindahan gigi abnormal sensitif
terhadap perkusi.
- gigi subluksasi disertai gigi goyah abnormal tetap tanpa perpindahan gigi.
- Luksasi-lateral/aksial dan poket.
6. Klasifikasi fraktur menurut ANGLE : 7 kelas.
a. Gigi yang terkena trauma dengan mahkota dan akar masih utuh.
b. Fraktur mahkota gigi, pulpa belum terbuka
c. Fraktur mahkota gigi disertai terbukanya pulpa gigi.
d. Fraktur mahkota gigi yang telah meluas ke daerah subgingival.
e. Fraktur akar gigi dengan atau tanpa ilangnya struktur mahkota gigi.
Ada 2 divisi : I. Fraktur Horizontal
II. Fraktur Vertikal = CHISEL FRAKTUR.
f. Perpindahannya letak gigi dengan atau tanpa fraktur.
Ada 2 divisi : I. Letak gigi tersebut hanya sebagian saja yang pindah (tilting), misal ke arah
labial, lingual, extruksi, intrusi.
Il. Keseluruhan gigi pindah (BODILY).
g. Kerusakan gigi karena trauma, pada gigi decidui.

7. Klasifikasi fraktur menurut SOMMER.
Di sini tidak merupakan klas tetapi TIPE.
Type 1: Fraktur pada gigi anterior yang berbentuk miring atau obhqua (mahkota gigi).
Tipe 2 : Fraktur pada mahkota gigi anterior bentuk horizonta.
Tipe 3 : Fraktur pada mahkota gigi yang berbentuk vertikal.
Tipe 4 : Fraktur pada dinding lingual molar R3.
Tipe 5 : Fraktur pada dinding bukal gigi P & M RA.

KLASIFIKASI GIGI YANG MENGALAMI FRAKTUR
1. Klasifikasi fraktur menurut Ellis.
3,4,5

Klasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar:
a. Fraktur email.
Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit mengenai dentin.
b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa.
Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.
c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.
Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.
d. Fraktur akar.
e. Luksasi gigi.
f. Intrusi gigi
2. Klasifikasi menurut Ellis dan Davey.
1,3,5,6

Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi
yang terlibat, yaitu :
Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa.
Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur
mahkota.
Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar
tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.
3. Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai klasifikasi dengan
nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases),
sebagai berikut:
5,2,7

873.60: Fraktur email.
Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak pada email.
873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpa.
Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka.
873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.
Fraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka.
873.63: Fraktur akar.
Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar horizontal.
873.64: Fraktur mahkota-akar.
Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa.
873.66: Luksasi.
Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi
intrusi.
873.67: Intrusi atau ekstrusi.
873.68: Avulsi.
Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya.
873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.
Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut:
2,5

873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa.
873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit dengan terbukanya pulpa.
873.64 (Fraktur mahkota-akar komplit atau tidak komplit)
873.66: Konkusi (concussion), injuri pada struktur pendukung gigi yang bereaksi terhadap perkusi.
873.66: Subluksasi, suatu injuri pada struktur pendukung gigi dengan kegoyahan abnormal tetapi tanpa
pemindahan gigi.
873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi pada arah lain daripada ke aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolar.
873.66 (Konkusi, subluksasi, lateral luksasi)
Klasifikasi fraktur mahkota gigi menurut World Health Organization (WHO) dengan nomor kode yang
sesuai dengan klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases) tahun 1995, sebagai
berikut:
1

(S 02.50): Infraksi enamel. Sebuah fraktur tidak utuh atau retaknya enamel tanpa kehilangan substansi giginya.
(S 02.50): Fraktur enamel. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang mengenai enamel.
(S 02.51): Fraktur enamel-dentin. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang melibatkan enamel dan
dentin tanpa terbukanya pulpa.
(S 02.52): Fraktur mahkota yang mengenai enamel dan dentin, dengan terbukanya pulpa.
(S 02.53): Fraktur akar. Sebuah fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa.
(S 02.54): Fraktur mahkota-akar. Sebuah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum dengan atau
tanpa terbukanya pulpa.
Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of
International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap,
yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut
:
1,5



I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa.
1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa
kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang hanya
mengenai lapisan email saja.
3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya
mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai email,
dentin, dan pulpa.
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar.
1. Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin, dan sementum. Fraktur
mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-
root fracture (N 502.54)) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur
mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture (N 502.54)).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual,
dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan
soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan
prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal.
1. Concusion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih
sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada
jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya.
Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun
lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang
menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.
5. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan
kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau
atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan
terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda,
sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.
4. Klasifikasi menurut Andreasen.
Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa mulut. Menurut
Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi
digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:
1

a)Fraktur Spontan
Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen
enamel gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa
menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah.
b)Fraktur Traumatik
Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba-tiba. Fraktur traumatik biasanya
tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur
yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami
fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian enamel hingga ke bagian tulang gigi
dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis
fraktur Ellis 1 dan Ellis 2.
Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:
a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak membentuk suatu patahan,
namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai dentin hingga pulpa.
b. Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian email, dan dentin.
Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya
jenis fraktur ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa
sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena perubahan suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah
juga bisa terjadi karena jaringan periodontal juga mengalami kerusakan.
c. Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota dan tulang gigi patah
sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan
jika terjadi perubahan suhu. Sekitar 4% penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini.
Fraktur Akar
Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
foto rontgen untuk mnegetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur.
a. Fraktur Mahkota Akar
Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan gingival pada elemen
pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol
vestibular sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh
serabut periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien
seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika digunakan untuk menggigit.
b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari alveolus apabila terjadi benturan,
sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah.
Andreasen (1981) juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada gambaran klinis,
seperti:
10

1. Perubahan warna enamel menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.
2. Perubahan warna enamel yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning hingga
kecokelatan.
3. Dilaserasi mahkota.
4. Malformasi gigi.
5. Dilaserasi akar.
6. Gangguan pada erupsi.
5. Klasifikasi menurut Heithersay dan Morile.
5,2

Heithersay dan Morile (1982) menganjurkan suatu klasifikasi fraktur subgingival berdasarkan pada tinggi
fraktur gigi dalam hubungannya terhadap berbagai bidang horizontal periodonsium, sebagai berikut:
Kelas 1 : Dengan garis fraktur tidak meluas di bawah tinggi ginggiva cekat.
Kelas 2 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi gingiva cekat, tetapi tidak di bawah tinggi krista alveolar.
Kelas 3 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi krista alveolar.
Kelas 4 : Dengan garis frakturnya terdapat di dalam sepertiga koronal akar, di bawah tinggi krista alveolar.
6. Klasifikasi menurut Garcia-Godoy.
11

Klasifikasi fraktur gigi akibat trauma menurut Garcia-Godoy adalah sebagai berikut:
1. Retak pada email.
2. Fraktur pada email
3. Fraktur email-dentin tanpa terbukanya pulpa.
4. Fraktur email-dentin dengan terbukanya pulpa.
5. Fraktur email-dentin-sementum tanpa terbukanya pulpa.
6. Fraktur email-dentin-sementum dengan terbukanya pulpa.
7. Fraktur akar.
8. Konkusi.
9. Luksasi.
10. Perpindahan gigi ke lateral.
11. Intrusi.
12. Ekstrusi.
13. Avulsi.

7. Klasifikasi menurut Hargreaves dan Craig.
Hargreaves dan Craig (1970) memperkenalkan klasifikasi hanya untuk fraktur mahkota gigi sulung, yaitu
kelas I, II, III dan IV. Klasifikasi tersebut hampir sama dengan klasifikasi Ellis. Perbedaannya terletak pada kelas
IV yaitu fraktur akar disertai atau tanpa mahkota gigi sulung:
5

Klas I: Tidak adanya fraktur atau fraktur hanya pada email dengan atau tidaknya perubahan posisi pada
gigi.
Klas II: Fraktur pada mahkota pada email dan dentin tanpa terbukanya pulpa dan tanpa perubahan posisi
pada gigi.
Klas III: Fraktur pada mahkota dan terbukanya pulpa dengan atau tanpa perubahan posisi pada gigi.
Klas IV: Fraktur pada akar dengan atau tanpa fraktur koronal, dengan atau tanpa perubahan posisi pada
gigi.
Klas IV: Perubahan posisi total pada gigi.
Menurut terlibatnya jaringan periodontal
Concusion injury pada gigi dan ligamen tanpa perpindahan dan mobility, menyebabkan gigi lebih
sensitif terhadap tekanan dan perkusi
Luxation perubahan tempat dari gigi pada tempat alveolar
Subluxation mobility gigi tanpa disertai perpindahan tempat, trauma di jaringan sekitar gigi disertai
dengan adanya kehilangan jaringan yang abnormal namun tdk ada peristiwa lepasnya gigi
Intrusi gigi masuk sebagian atau seluruhnya, lepas gigi pada tulang alveolar dan disertai dengan
fraktur gigi
Ekstrusi gigi yang mengalami keluar sebagian dari soket

Menurut jaringan gingiva
Laserasi luka terbuka paad jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam berupa robeknya
jaringan epitel dan subepitel
Kontusio luka memar yang disebabkan oleh pukulan benda tumpul yang menyebabkan pendarahan
pada daerah sub mukosa tanpa disertai sobeknya mukosa
Luka abrasi luka pada daerah superfisial yang disebabkan krn gesekan suatu benda sehingga terdapat
permukaan yang berdarah atau lecet
Penyembuhan Jaringan Tulang Trauma Dentoalveolar

Penyembuhan fraktur yang memuaskan bergantung pada reduksi (mengembalikan fragmen-fragmen) yang
adekuat, dan immobilisasi. (Pedersen, 1996). Penyembuhan fraktur tulang prinsipnya hampir sama dengan proses
penyembuhan luka pada umumnya, bisa dapat secara primer maupun sekunder tergantung dari banyak faktor
yang berpengaruh dalam penyembuhan tersebut. Perbedaannya justru pada hasil akhir penyembuhan tulang itu
sendiri.
Penyembuhan tulang terbagi menjadi dua, Penyembuhan fraktur tulang secara primer, yaitu penyembuhan yang
relative secara cepat tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu. Penyembuhan secara primer dapat terjadi bila
dilakukan excellent anatomic reduction, yaitu pengembalian posisi tulang fraktur secara anatomis sangat
sempurna. Kedua, Penyembuhan tulang secara sekunder. Diartikan penyembuhan ini melalui tahapan
pembentukan kalus yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi mobilitas antar fragmen tulang selama
proses penyembuhan berlangsung. Penyembuhan ini terjadi bila perawatan dilakukan dengan metode tertutup
tanpa intervensi bedah dan dilakukan fiksasi dengan semirigid.
Secara rinci disebutkan Weinmann dan Sicher proses penyembuhan dalam 6 tahap penting:
1) Tahap Pembekuan darah atau clotting, maka akan terjadi kerusakan jaringan pembuluh darah, bone marrow,
cortex, periosteum, otot-otot dan jaringan lunak di sekitar fraktur. Proses ini terjadi 6-8 jam. Pertama setelah
fraktur.
2) Tahap organisasi bekuan darah. Pada daerah perdarahan terdapat fragmen-fragmen dari periosteum, otot,
fascia, tulang dan bone marrow sebagian akan mengalami resorbsi dan pengeluaran dari daerah ini. Selanjutnya
terjadi invasi kapiler ke dalam bekuan darah yang diikuti sel-sel fibroblaspada sekitar 24-48 jam. tahapan ini
secara klinis terlihat hematom pada daerah sekitar trauma.(Berman, 2007) Hematom adalah perdarahan setempat
yang membeku dan membentuk massa yang padat.(Pedersen, 1996) Hematom dapat meluas sepanjang atau
periosteum, biasanya bermula sebagai pembengkakan rongga mulut, fasial atau keduanya yang sering berwarna
merah atau ekhimotik. Keadaan ini terjadi selama 24-48 jam awal dari trauma yang terjadi pada jaringan tersebut
menghasilkan proses aktif fagositosis dan lisis monosit dan pembentukan osteoklas yang membentuk jaringan
granulasi. (Berman, 2007). Bentukan dasar kapiler pada bekuan darah akan mengecil dan berubah menjadi arteri
untuk mensuplai daerah dimana terjadi fraktur. Proliferasi kapiler terus berlanjut hingga diluar daerah hematoma.
Terlihat peningkatan Ca dan resorbsi tulang pada akhir fase ini, banyak disebabkan besarrnya aliran darah.
Tahapan kedua yaitu reparative phase, keadan ini terjadi sekitar 4-40 hari yaitu proses proliferasi jaringan
pembuluh darah sehingga terbentuk vaskularisasi untuk menghasilkan sel-sel fibroblast (Pedersen, 1996) untuk
mendukung pembentukan fibrous callus , hal terjadi pada kurun waktu selama fase reparatif dengan
menghasilkan sejumlah banyak fiber kolagen. Dilanjutkan dengan pembentukan sel tulang keras dan tulang
rawan atau callus, sepanjang bagian dalam dan luar tulang yang fraktur. Callus menjadi keras dengan proses
endochondral ossification dan mineralisasi dari tulang muda. (Berman, 2007) pada fase awal terbentuk callus ini
secara struktural dibandingkan dengan tulang normal dapat dibedakan karena kandungan kalsium yang sangat
minimal sehingga secara fisik sangat rentan, bahkan tidak tampak melalui foto radiografik. Callus terbentuk baik
bagian luar mauoun dalam dari tulang fraktur. Bagian luar callus dibatasi septum fibrous. Dengan meningkatnya
pembuluh darah didalam septa, keadaan hipoksemia menjadi berbalik dan terjadi perubahan segera secara
simultan yaitu, Kalsifikasi tulang cartilage yang terbentuk dan terjadi perubahan chondroblas menjadi chondrosit.
Dan meningkatnya osteoblast, sedangkan osteoclast menjadi lebih terlihat proses fisiologisnya. Pada saat
terbentuknya eksternal callus, Internal callus juga bersamaan diantara dua fragmen tulang juga terjadi. Yaitu
dengan pembentukan bony callus tanpa terjadi intermediate fibrocartilage, yaitu dimana osteoblas yang berperan
langsung berasal dari endosteum. Fungsi callus adalah sebagai stabilizer pada daerah terjadinya fraktur, callus
juga berpengaruh pada peningkatan kelembaban jaringan yang berimplikasi dengan meningkatkan kekuatan dan
kekakuan tulang.
Pembentukan secondary callus, merupakan struktur tulang dewasa yang menggantikan struktur tulang
muda yang terbentuk pada kalus primer. Callus ini mengandung lebih banyak kalsium sehingga gambarannya
dapat terlihat pada rontgenogram. Pembentukan kalus sekunder ini terlihat mirip seperti pembentukan
endochondral yang terjadi pada saat pertumbuhan dan perkembangan dimana callus cartilaginous callus
mengalami kalsifikasi menjadi tulang dewasa. Proses ini terjadi selama 30-60 hari.
Tahapan ketiga yaitu, remodeling phase, keadaan ini terjadi sekitar 40-140 hari setelah trauma. Tulang
menyatu kembali dengan terbentuknya tulang lamellar hingga pada akhir tahapan ini didapat bentukan tulang
yang menyatu kembali yang kuat. Penyembuhan tulang primer dapat terjadi dengan reduksi yang terbentuk dari
segmen-segmen yang yang menyatu, dengan kondisi yang mobilitas minimal atau sama sekali tanpa mobilitas.
Keadaan ini dapat dicapai dengan reduksi terbuka dan fiksasi rigid antar gigi. pada penyembuhan tulang
sekunder, terdapat jaringan fibrokartilago diantara celah fraktur. Yang kemudian menjadi tulang. (Berman, 2007)
Proses remodeling dapat terpacu dengan apabila tulang yang yang fraktur digunakan untuk aktivitas kembali
(Pedersen, 1996)
Penyembuhan dari fraktur tulang alveolar dapat terganggu dengan kondisi, asupan nutrisi yang buruk,
kondisi kelainan pada pasien, kelainan endokrin seperti diabetes mellitus, trauma oklusi, fiksasi yang tidak
adekuat pada sgmen yang fraktur. Reduksi yang tidak adekuat dapat memungkinkan terjadinya infeksi pada
jaringan lunak yang terletak diantara teoian tulang pada fraktur.(Berman, 2007)

Daftar Pustaka:
Berman, Blanco, Cohen. A Clinical Dental Traumatology. 1
st
ed. Mosby co. Missouri 2007; p:137, 142
Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa Purwanto, drg., Basoeseno, MS., drg.
EGC. Jakarta. 1996; h.94, 234.
Roberto M S, Buku Ajar Proses Penyembuhan Fraktur Tulang. Seksi Trauma Bagian Bedah Mulut. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 2003
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur:
Imobilisasi yang tidak cukup
Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan persendian proksimal
dan distal dari patah tulang turut di imobilisasi.
Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan di dalam lingkaran kulit dalam
gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan
dapat merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku nutuk atah tulang yang ditangani gips maupun
traksi.
Infeksi
Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat
Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat menyebabkan osteomyelitis
di kedua ujung patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.
Interposisi
Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat menjadi halangan
perkembangan kalus antara ujung patahan tulang
Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau karena tonus
dan tarikan otot.
Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru merupakan syarat mutlak
penyatuan fraktur.
Trauma local ekstensif
Kehilangan tulang
Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
Keganasan local
Penyakit tulang metabolic (mis; penyalit paget)
Radiasi (nekrosis radiasi
Nekrosis avaskuler
fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan
memperlambat pembentukan jendala
Usia (lansia sembuh lebih lama)
Kortikosteroid (menghambat kecepata perbaikan)
b.Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
Imobilisasi fragmen tulang
Kontak fragmen tulang maksimal
Asupan darah yang memadai
Nutrisi yang baik
Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang
Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic
Potensial listrik pada patahan tulang


Dental management pada fraktur gigi
Reposisi
Pembersihan
Jika ada laserasi di suturing
Lakukan splinting
Medikasi

Pada fraktur obliqua atau simple dapat dilakukan rencana perawatan yaitu :
1. Mahkota Jaket.
2. Restorasi Inlei, di mana reparasi pada bagian palatinal tanpa Dove Tail (TAFEL INLAY) = PIN
INLAY.
3. Restorasi kLas IV Inlay + incisal lock + labial window
4. Tumpatan Resin komposit T. ETSA

Anda mungkin juga menyukai