Anda di halaman 1dari 10

Makalah Play Therapy sebagai cara meningkatkan konsesntrasi pada anak ADHD Disusun untuk memenuhi salah satu

tugas Diagnosis kesulitan Belajar dan remedial

A. Hakikat Anak ADHD 1. Pengertian ADHD ADHD adalah istilah populer, kependekan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Secara terjemahan dapat diartikan bahwa; Attention=perhatian, Deficit=berkurang, Hyperactivity=hiperaktif, Disorder=gangguan. Dengan demikian, berarti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Hyperactivity berasal dari dua kata yaitu hyper dan activity. Hyper berarti banyak, diatas, tinggi. Activity berarti keadaan yang selalu bergerak, eksplorasi serta respon terhadap rangsangan dari luar. Dengan demikian berdasarkan pengertian tersebut hyperactivity / hiperaktif adalah gerakan atau aktifitas yang berlebih. (Konfrensi Nasional Neurodevelopmental II, 2006) mengemukakan bahwa: ADHD adalah adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatian. Perhatiannya sangat singkat dibandingkan anak lain yang seusia dengannya, juga disertai hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Menurut Supraktekyo (1995:6) hiperaktif adalah suatu gejala kelambatan sebagai anak yang sulit berkonsentrasi, perhatiannya sangat mudah beralih, motorik berlebihan dan sulit mengikuti perintah.

Istilah ADHD ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis. Belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, dimana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Jika hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang saling berkaitan. Jadi, jika didefinisikan secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.

Ciri-ciri utama ADHD adalah: a. Rentang perhatian yang kurang b. Impulsivitas yang berlebihan c. Adanya hiperaktivitas Gejala-gejala yang rentang perhatiannya kurang meliputi: 1) Gerakan yang kacau 2) Cepat lupa 3) Mudah bingung 4) Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain Gejala-gejala impulsivitas dan perilaku hiperaktif meliputi: 1) Emosi gelisah 2) Mengalami kesulitan bermain dengan tenang 3) Menggangu anak lain 4) Selalu bergerak Anak-anak lain pun ada yang menunjukan perilaku demikian dari waktu ke waktu. Teman-temannya mungkin ada yang berperilaku sama, tetapi perbedaan pada kebanyakan anak ADHD adalah tingkatan dan intensitas terhadap gejala yang ditampakannya. ADHD merupakan suatu gangguan kronis (menahun) yang dapat dimulai pada masa bayi dan dapat berlanjut sampai dengan dewasa. Gangguan kronis ADHD dapat mempunyai pengaruh negatif terhadap kehidupan anak di sekolah, di rumah, dan di dalam komunitasnya. Siswa dengan gangguan perhatian memberikan gejala gangguan belajar yang berat karena perhatiannya mudah teralihkan dan perhatian selektif ikut terganggu. 2. Klasifikasi Anak ADHD Untuk didiagnosis sebagai gangguan perhatian, seorang anak atau orang dewasa harus memenuhi kriteria yang terdaftar dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (Manual Diagnostik dan Statistik Kelainan Mental), edisi 4 atau DSM-IV, yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (1994). Manual ini berisikan kode-kode diagnostik yang saat ini telah dipakai di seluruh Amerika Serikat.

Klasifikasi dan gejala dari tiga tipe ADHD berikut diambil dari manual tersebut. a. Tipe kombinasi (yaitu termasuk gangguan perhatian, hiperaktivitas-impulsivitas, atau kedua-duanya). b. Tipe predominan kurang mampu memperhatikan (gangguan perhatian). c. Tipe predominan hiperaktivitas-impulsivitas. 3. Karakteristik Anak ADHD a. Karakteristik secara umum siswa yang memiliki gangguan perhatian adalah sebagai berikut: 1) Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal yang kecil, sering membuat kesalahan, tidak hati-hati (sembrono) pada pekerjaan sekolah, atau aktivitas lain. 2) Sering sukar mempertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain. 3) Sering tampak seperti tidak mendengarkan bila diajak bicara langsung. 4) Sering tidak mengikuti petunjuk atau gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, tugas atau kewajiban (tidak karena perilaku menentang atau kegagalan untuk memahami petunjuk). 5) Sering mengalami kesukaran dalam mengatur tugas dan aktivitas. 6) Sering menghindari, tidak suka atau enggan terikat pada tugas yang membutuhkan konsentrasi yang terus menerus (pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah). 7) Sering mudah terganggu oleh rangsangan dari luar. 8) Sering menghilangkan benda-benda yang dibutuhkan dalam tugas atau pekerjaan rumah. 9) Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari. b. Karakteristik secara umum siswa yang memiliki hiperaktivitas adalah sebagai berikut: 1) Tangan dan kaki sering tidak bisa diam atau duduk dengan resah. 2) Sering meninggalkan kursi di kelas atau dalam situasi lainnya ketika diharapkan tetap duduk manis. 3) Sering lari kesana kemari atau benyak memanjat-manjat dalam situasi ketika diharapkan tetap duduk manis. 4) Sering tidak bisa diam ketika bermain atau melakukan kegiatan waktu luang.

5) Sering bergerak terus atau sering bertindak seakan didorong sebuah motor. 6) Sering berbicara terus-menerus. c. Karakteristik secara umum siswa yang memiliki impulsivitas adalah sebagai berikut: 1) Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. 2) Sering tidak sabar menunggu giliran. 3) Sering menyela orang lain (misalnya menyela pembicaraan atau permainan). 4. Hambatan Anak ADHD ADHD merupakan gangguan perkembangan pada anak. Hambatan tersebut

menyebabkan dampak bagi dirinya sendiri, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada umumnya rentang konsentrasi anak ADHD sangat rendah sehingga anak ADHD mudah lupa, gagal dalam mengingat suatu obyek dan gagal dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Anak ADHD relatif sukar untuk memecahkan berbagai problem yang sifatnya kompleks. Kondisi tersebut mengakibatkan anak mengalami kesukaran di sekolah. Pada perkembangan emosi, anak ADHD mempunyai kelemahan pada sistem limbic patgway yang mempunyai tugas mengatur emosi dan perilaku. Akibatnya anak ADHD tidak dapat mengendalikan emosi dan tiangkah lakunya. (Suprapti, 1994). Bohlin (1994) menjelaskan bahwa: Anak ADHD memiliki problem-problem emosi. Emosinya meledak-ledak dan suka marah dengan tiba-tiba. Digambarkan bahwa emosi anak ADHD itu tidak masak, kematangan emosinya sangat sensitif, harga diri rendah, toleransi kurang, frustasi (tidak sabar), adanya gejala depresi dan cemas. Melihat kondisi tersebut maka perkembangan emosi anak ADDHD mengalami gangguan dan hambatan. Diakibatkan perkembangan emosi dan perilakunya yang terganggu perkembangan sosial anak ADHD pun mengalami hambatan. Bruno DAlonzo (1996) mengatakan bahwa: Anak ADHD mempunyai kemampuan bersosialisasi yang rendah, harga diri yang rendah, dan sering mengasingkan diri, anak ADHD sering tidak dapat bergaul dengan teman-temannya, mereka cenderung tidak disukai namun anak tidak tahu cara

memperbaikinya. Anak ADHD selalu ditolak oleh teman-temannya, karena anak ADHD menuntut perhatian, membosankan, sulit menunggu giliran dan sering mengulang-ngulang tugas. Dari terhambatnya perkembangan-perkembangan tersebut maka berpengaruh pada perilaku di kehidupan sehari-harinya. Gambaran dari masalah-masalah lain anak ADHD adalah: a. Aktifitas motorik yang berlebih Aktifitas motorik yang berlebih seperti berjalan-jalan di kelas atau bertindak berlebihan. Tindakan-tindakan tersebut cenderung mengarah pada perilaku negatif yang merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Masalah tersebut dikarenakan siswa kesulitan mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktifitas motoriknya sehingga tidak dapat membedakan gerakan yang penting ataupun tidak penting. b. Menjawab tanpa ditanya Ciri impulsif demikian sangat menghambat proses belajar anak, karena anak tidak dapat mengendalikan dirinya untuk merespon secara tepat. Dan sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang ditampilkan. Perilaku tersebut menghambat bagi dirinya sendiri atau pun orang lain. c. Menghindari tugas Anak mengalami hambatan dalam menyesuaikan diri terhadap kegiatan belajar yang diikutinya. Keadaan tersebut dapat menimbulkan frustasi. Akibatnya anak mengalami kehilangan motivasi untuk belajar. d. Kurang perhatian Kesulitan dalam mendengar, mengikuti arahan dan memberikan perhatian merupakan masalah umum anak ADHD. Kesulitan tersebut muncul karena perhatiannya yang mudah teralih. Sebagian anak mempunyai kesulitan dengan informasi yang disampaikan secara visual, sebagian kecil lagi mempunyai kesulitan dalam informasi yang disampaikan secara audiitif. Perhatian yang mudah teralih sangat menghambat dalam proses belajar. e. Tidak menyelesaikan tugas dengan tuntas Masalah ini berhubungan dengan pengabaian tugas. Jika anak mengabaikan tugas, akibatnya anak tidak menyelesaikan tugas. Sekali saja dia mengembangkan kebiasaan yang jelek ini disekolah atau dirumah, pola-pola tersebut akan terjadi di tempat-tempat lain pula. f. Bingung terhadap arahan

Masalah ini berpangkal pada penggunaan perhatian. Ketika perhatian anak pecah / terpencar maka terjadi perpecahan proses informasi yang mengakibatkan kebingungan sehingga informasi anak yang diperolah tidak utuh. g. Disorganisasi aktifitas Pada umumnya anak ADHD mengalami disorganisasi, impulsif, ceroboh, dan terburu-buru dalam melakukan tugas yang mengakibatkan pekerjaan acak-acakan, bingung. Seorang anak dapat gagal melakukan seluruh tugasnya karena ia lupa atau salah menginterpretasikan keperluan dalam menyelesaikan tugas. Atau jika ia dapat menyelesaikan tugas, kerap kali ia lupa membawa kembali tugas tersebut ke sekolah. h. Tulisan yang jelek Anak ADHD memiliki tulisan tangan yang jelek, masalah ini dapat dijumpai pada tingkat yang berat sampai yang ringan. Tulisan yang jelek ada hubungannya dengan masalah aktivitas motorik dan sikap impulsif yang terburu-buru. i. Masalah-masalah dalam sosial Meskipun masalah dalam hubngan teman sebaya tidak ditemukan pada semua anak, namun kecenderungan impulsif, kesulitan menguasai diri sendiri, serta toleransi yang rendah, dan rasa frustasi kerap kali dialami oleh anak-anak ini. Tidaklah mengherankan jika sebagian anak mempunyai masalah dalam kehidupan sosial. Kesulitan bermain dengan aturan dan aktifitas lainnya yang tidak hanya terbatas di sekolah, juga terjadi di lingkungan sosial lainya.

B. Terapi Bermain (Play Therapy) Bermain atau play merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanaya mungkin hilang. Arti yang tepat ialah setiap kegiatan yang dilakuka untuk kesenangan yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock, 2001). Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan dan disukai oleh banyak orang terutama pada anak-anak, berdasarkan penelitian yang pernah C. Terapi Bermain pada anak menderita ADHD

Terapi Bermain Macam-macam bentuk permainan yang dipakai diantaranya: a. Bermain Puzzle diyakini dapat meningkatkan konsentrasi dan memori anak. Kotak susu bekas dapat dibuat menjadi puzzle sederhana. b. Menyusun balok bisa juga dilakukan. Menyusun balok secara horisontal keatas maupun vertikal dalam bentuk barisan. c. Bermain peran. Pada prinsipnya terapi bermain digunakan untuk menjadi media bagi anak agar dapat melatih hal-hal berikut: a. mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan namun tidak bermanfaat b. melatih anak melakukan tugas satu persatu c. melatih anak menunggu giliran d. mengalihkan sasaran agresivitas. PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN TERAPI BERMAIN BAGI ANAK ADHD Berdasarkan luasnya batasan terapi bermain maka penerapannya bagi penyandang ADHD memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik, disesuaikan dengan karakteristik penyandang ADHD sendiri. Pada anak penyandang ADHD, terapi bermain dapat dilakukan untuk membantu mengendalikan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas), melatih kemampuan mempertahankan perhatian pada objek tertentu, mengembangkan ketrampilan menunggu giliran, dan mengendalikan tingkat agresivitas. Tentu saja pemberian terapi perilaku ini akan kurang efektif tanpa dibarengi dengan tritmen yang berupa obat-obatan yang membantu untuk mengendalikan agresivitas, memberikan ketenangan kepada anak, dan mengurangi kecemasan. Pada prinsipnya terapi bermain digunakan untuk menjadi media bagi anak untuk: 1. mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan namun tidak bermanfaat 2. melatih anak melakukan tugas satu persatu 3. melatih anak menunggu giliran 4. mengalihkan sasaran agresivitas. e. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi bermain bagi anak ADHD adalah: 1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktu,r dan konsistensi. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu, aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju. 2. Permainan yang digunakan harus dipecah-pecah menjadi komponen-komponen kecil yang diajarkan satu persatu dengan tahap dan cara yang sama. Mereka selalu sulit mengorganisasikan waktu sehingga kita harus membantu untuk memecah-mecah tugas

menjadi komponen-komponen kecil yang sederhana. Misalnya: acara menggambar di bagi dalam kegiatan mengambil kertas, mengambil pensil, mengambil crayon, dst. 3. Terapi diberikan dalam beberapa tahap, pertama dengan satu anak satu terapis dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan dilibatkan dalam permainan bersama anak lain (sebaiknya yang tidak ADHD), dan jika sudah memungkinkan maka anak dilibatkan dalam kelompok yang lebih besar. Permainan sosial ini harus dirancang terapis dan orang tua untuk membantu anak mengembangkan ketrampilan bersosialisasi. 4. Terapi bagi anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa gangguannya berkaitan dengan sirkuit di dalam otak, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, yaitu terapi farmakologi. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya. 5. Terapi bermain ini harus dilakukan oleh tenaga terapis yang sudah terlatih dan betul-betul mencintai dunia anak dan pekerjaannya. Hal ini terlebih pada penyandang ADHD karena menangani anak ADHD memerlukan kesabaran dan keteguhan hati yang tinggi. Jika pada anak non ADHD target perubahan perilaku yang dibuat mungkin dapat dicapai dengan cepat dan lebih mudah, maka bagi penyandang ADHD untuk mengendalikan perilaku mereka saja mungkin sulit. 6. Keberhasilan program terapi bermain sangat ditentukan oleh bagus tidaknya kerja sama terapis dengan orang tua dan orang-orang lain yang terlibat dalam pengasuhan anak seharihari. Hal ini berkaitan dengan proses transfer ketrampilan yang sudah diperoleh selama terapi yang harus terus dipelihara dan ditingkatkan dalam kehidupan di luar program terapi. 7. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru akan digunakan untuk memperkenalkan aturan-aturan dan mengendalikan perilaku 8. Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditujukan untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri sendiri, dan menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan. Mengenalkan anak pada permainan konstruktif seperti menyusun balok juga akan membantu anak mengenal urutan dan membantu mengembangkan ketrampilan motorik.
f. g. h. i. j. k. DAFTAR PUSTAKA APA. 1994. DSM-IV, 4th Ed. Washington DC: The American Psychiatric Association Barkley, R.A. 1998. Attention-deficit hyperactivity disorder. Scientific American, 279:3. Barkley, R.A. 1997. Behavioral inhibition, sustained attention, & executive functions: constructing a unifying theory of ADHD. Psychological Bulletin, 121:1, 65-94 Budiman, M., 1997. Tata Laksana Terpadu pada Autisme. Simposium Tata Laksana Autisme oleh Yayasan Autisme Indonesia. Jakarta: tidak diterbitkan Caldera, Y.M., et al., 1999. Children s Play Preferences, Construction Play with Blocks, and VisualSpatial Skills: Are They Related? International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 23. No. 4,855-872. l. Coplan, R.J, et al., 2004. Do You want to Play? Distinguishing Between Con flicted Shyness and Social Disinterest in Early Childhood. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 40. No. 2, 244-258.

m. Hartini, N., 2004. Pola Permainan Sosial: Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosi Anak, Anima, n. o. p. q. r. Vol. 19, No. 3, 271-285 Hoeksema, S.N., 2004. Abnormal Psychology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Companies. Inc. International Association for Play Therapy (APT), Play Therapy. Diakses dari www. A4pt.org Landreth, G.L., 2001, Innovations in Play Therapy: Issues, Process, and Special Populations, Philadelphia, Brounner-Routledge Lyytinen, P., Dikkens, A. M., dan Laakso, M.L. 1997. Language and Symbolic Play in Toddlers. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 21. No. 2, 289-302. McConnell, R.S., 2002. Interventions to Facilitate Social Interaction for Young Children with Autism: Review of Available Research and Recommendations for Educational Intervention and Future Research. Journal of Autism and Developmental Disorders. Vol. 32. No. 5, October 2002, 351-372 s. t. u. v. w. x. National Institute of Mental Health (NIMH), 1999. Questions and Answers. NIMH Multimodal Treatment Study of Children with ADHD. Bethesda, MD: NIMH Openheim, D. 1997. The Attachment Doll-Play Interview for Preschoolers. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 20. No. 4, 681-697. Schaefer,C.E., Gitlin, K, & Sandgrund., 1991, Play Diagnosis & Assessment, Canada: John Wiley & Sons Sugiarto, S, Prambahan, D.S., & Pratitis, N.T., 2004, Pengaruh Social Story terhadap Kemampuan Berinteraksi Sosial pada Anak Autis, Anima, Vol. 19, N0. 3, 250-270 Sukmaningrum, E., 2001, Terapi Bermain sebagai Salah Satu Alternatif Penanganan Pasca Trauma pada Anak, Jurnal Psikologi, Vol. 8, No. 2, 14-23 U.S. Department of Education. 2003. Identifying and Treating Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Resourse for School and Home. From:

Anda mungkin juga menyukai