Anda di halaman 1dari 48

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS MENGENAI KEBIJAKAN KENAIKAN TARIF PADA PAJAK REKLAME DI KOTA BEKASI

PROPOSAL SKRIPSI

BATARA TUA PARULIAN 0906533423

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI FISKAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Kota Bekasi merupakan daerah otonomi dan daerah penyanggah dari kota Jakarta yang berposisi dibawah provinsi Jawa Barat. Penyanggahan tersebut dikarenakan adanya aktivitas pada ibukota Indonesia yang cukup besar dan menjadi salah satu pusat dari kegiatan ekonomi Indonesia. aktivitas ekonomi yan besar dan membutuhkan banyaknya faktor faktor yang memicu perkembangan dan pelaksanaan rotasi kegiatan ekonomi tersebut mendorong perkembangan yang juga memicu adanya perkembangan kota disekitar Jakarta. Perkembangan ini dikarenakan Bekasi memiliki peranan yang juga membantu pelaksanaan kegiatan ekonomi di Jakarta, salah satu contohnya merupakan kependudukan dari kota Bekasi yang memiliki pekerjaan di Jakarta. Kerjasama ini memberikan manfaat pada kota Bekasi seperti adanya peningkatan penduduk yang tinggal ataupun perluasan usaha dari Jakarta yang mendirikan cabang atau menempatkan salah satu divisinya di Kota Bekasi. Peningkatan penduduk merupakan salah satu manfaat yang diperoleh

Kota Bekasi dari pemekaran tersebut. Peningkatan penduduk menunjukkan adanya ketertarikan masyarakat untuk tinggal di Kota Bekasi. Peningkatan ini banyak dipengaruhi oleh letak Bekasi yang dekat dengan Jakarta. Akses antara Jakarta dan Bekasi menjadi tawaran menarik bagi penduduk yang ingin tinggal di Kota Bekasi. Dan tak hanya segi akses yang dekat, adanya layanan komuter yang cukup mendukung penduduk Kota Bekasi dalam melaksanakan kegiatan sehari harinya yang terkadang berhubungan dengan Jakarta. Selain segi transportasi, Kota Bekasi juga memiliki beberapa perkembangan pada kawasan industri dan kawasan perbelanjaan. Dengan adanya perkembangan yang terjadi Kota Bekasi, diharapkan akan mendorong tingkat pertumbuhan penduduk Kota Bekasi dan juga meningkatkan kualitas hidup penduduk kota tersebut. Berikut adalah data mengenai pertumbuhan penduduk kota Bekasi;

Universitas Indonesia

Tabel 1.1 Pertumbuhan Penduduk Kota Bekasi tahun 2005 - 2011 Jumlah Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Penduduk 2.001.899 2.071.444 2.143.804 2.238.717 2.319.518 2.334.871 2.422.922 Pertumbuhan Penduduk (%) 3,47% 3,49% 4,43% 3,61% 0,66% 3,77%

Sumber:Pusat Data Statistik Kota Bekasi

Pada Tabel 1.1 dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk kota Bekasi terus menerus bertambah pada kisaran 3-4%, namun pada 2010 pertumbuhan penduduk hanya sebesar 0,66%, pertumbuhan penduduk ini tergolong kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk sebelumnya. Dengan posisi yang bersebelahan dengan kota Jakarta,Bekasi memperoleh nilai strategis reklame yang cukup besar. Hal ini disebabkan dikarenakan letak kota bekasi yang menjadi salah satu sasaran utama bagi pemasaran produk produk produsen barang atau jasa berskala nasional ataupun internasional yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Alasan lain mengapa kota Bekasi dijadikan salah satu target pemasaran dari media pemasaran reklame dikarenakan jumlah penduduk yang cukup tinggi yang pada akhir januari 2012 menurut bekasikota.go.id sebesar 2,5 juta jiwa. Jumlah tersebut juga disertai tingkat kepadatan penduduk Bekasi pada akhir Januari 2012 mencapai angka 11.877 jiwa per Km. dengan wilayang yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Bekasi Utara yang angka kepadatannya mencapai 19.387 jiwa per Km. Perkembangan ekonomi dan peningkatan penduduk menyebabkan pesatnya usaha penyelenggaraan reklame ini. Pemasaran melalui reklame

memang tergolong efektif pada marketing yang dilaksanakan oleh penjual pada

Universitas Indonesia

konsumen dan seiring berkembangnya kegiatan ekonomi yang terjadi, Penyelenggaraan reklame menjadi semakin banyak dan menggunakan berbagai macam media, seperti reklame billboard, megatron ataupun sticker. Keberadaan reklame itu pun bisa dimana, seperti di pinggir jalan, di persimpangan atau bahkan ditempelkan pada kendaraan. Dengan penempatan reklame yang strategis dan juga tersebar di daerah yang cukup luas, reklame menjadi salah satu sumber informasi produk yang ditawarkan produsen pada banyak konsumen yang melihat reklame tersebut.Dengan tingginya pertumbuhan akan jumlah penyelenggaraan reklame mendorong Pemerintah Daerah untuk menggali potensi pembiayaan sebagai bentuk pelaksanaan akan kewajiban mereka memenuhi kebutuhan rumah tangga Pemerintah Daerah sehari hari. Untuk memperdalam mengenai apa itu pajak reklame, diperlukan pengertian akan objek pajak dari pajak reklame tersebut. menurut Perda Bekasi nomor 14 tahun 2012 yang dimaksud reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, promosi atau menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Dari pengertian yang tertera dalam peraturan tersebutlah beberapa media promosi dapat digolongkan sebagai objek pajak reklame. Dan dalam Perda Bekasi nomor 14 tahun 2012, yang termasuk objek pajak dari pajak reklame tersebut adalah : a. Reklame papan/ billboard/ videotron/ megatron/ dan sejenisnya; b. Reklame kain; c. Reklame melekat, stiker; d. Reklame Selebaran; e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; f. Reklame udara; g. Reklame apung; h. Reklame suara; i. Reklame film/ slide; dan j. Reklame peragaan.

Universitas Indonesia

Dengan semakin banyaknya reklame yang tersebar pemerintah daerah pun menggunakan potensi ini sebagai salah satu sumber pemasukan daerah. Melalui pajak reklame pemerintah dapat menarik adanya pembiayaan dari anggaran pemerintah daerah melalui penyelengaraan dari reklame tersebut. potensi

pendapatan ini cukup besar untuk menjadi salah satu pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Dapat kita lihat contohnya pada kota bekasi, tabel 1.2 yang menjelaskann mengenai beberapa jenis realisasi pemasukan daerah kota bekasi dari sektor pajak. Tabel 1.2 Realisasi Penerimaan Beberapa Pajak di Kota Bekasi tahun anggaran 20092012 (Dalam Rupiah)
jenis pajak Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Parkir Pajak Air Tanah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 176.437.726.551 266.775.741.000 1.723.347.943 2.355.282.822 47.183.166.954 88.323.935.080 117.979.596.235 130.887.027.632 2.877.880.800 3.775.396.045 6.051.487.394 6.108.187.680 13.261.397.470 13.875.969.916 16.317.201.997 16.187.872.619 4.378.328.433 5.940.680.537 8.610.847.387 12.749.787.164 29.072.724.403 35.993.072.300 2009 2.212.566.114 2010 2.711.074.812 2011 3.348.011.541 45.324.573.725 2012 4.062.680.578

58.706.451.527

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi (data diolah oleh Peneliti)

Universitas Indonesia

Pada tabel 1.2 mengatakan bahwa dari tahun ke tahun pajak reklame memberikan masukan yang cukup besar bagi pemerintah daerah bekasi. Penerimaan pajak reklame kota bekasi dari tahun 2009 sebesar Rp13.261.397.470, ditahun berikutnya ada sedikit peningkatan sebesar 4,63%. lalu ada peningkatan pada tahun 2011 sebesar 17,59% dan kemudian ada penurunan sedikit pada tahun 2012 sebesar 0,79%. Tak hanya sebatas dari pemasukan keuangan daerah, ternyata reklame juga memberi cukup beberapa masalah pada tata kota terkait. Banyaknya reklame pada Kota Bekasi membuat rusaknya nilai estetika dari kota tersebut. dan perlu adanya pengetatan aturan pada penyelenggaraan reklame menurut Kepala Bidang Pertamanan dan Dekorasi Pemkot Bekasi, Mardani (Bekasiraya.com). Oleh sebab itu pemda Bekasi menaikan tarif dari pajak reklame kota bekasi dengan harapan fungsi regulerend pada pajak dapat membantu menekan adanya perkembangan reklame yang cenderung dikatakan telah melewati batas dan mulai merusak nilai estetika dalam kota tersebut. seperti yang dikatakan dalam republika.com bahwa Sebelumnya, Perda Nomor 14 Tahun 2012 mengatur soal kenaikan tarif Pajak Reklame. Sebenarnya Perda ini dibuat untuk mencegah munculnya anggapan Kota Bekasi sebagai 'Kota Reklame' disebabkan hampir di setiap sudut jalan penuh dengan reklame. Namun di sisi lain, kenaikan itu justru berpengaruh kepada minat pengusaha untuk memasang reklame (republika.com). Dan juga anggota Komisi C DPRD Kota Bekasi, Heli Mulyaningsih mengatakan bahwa persoalan reklame di Kota Bekasi segera harus dibenahi, baik dalam segi

pendapatan maupun segi esetetika. Menurut Heli, secara estetika, titik reklame yang ada di Kota Bekasi perlu dibenahi sebab masih sangat semrawut. Dari kenyataan tersebut, Komisi C DPRD Kota Bekasi memahami betul ketika Pemkot mematok nilai pajak reklame tinggi yang tujuan awalnya guna membatasi jumlah reklame agar tidak menimbulkan kesemrawutan. Dengan alasan demikian lah pemda meningkatkan tarif pajak reklame dengan harapan menekan dari peningkatan (BekasiRaya.com)

Universitas Indonesia

Gambar 1.1 Peletakan Reklame di Kota Bekasi


Sumber: Bekasiraya.com

Peningkatan tarif ini menimbulkan masalah bagi pengusahan reklame yang ada di kota tersebut seperti menurunnya jumlah pengguna jasa penyelenggaraan reklame karena adanya kenaikan tarif yang menurut pihak pengusaha tidak sesuai. Seperti yang dikatakan oleh salah satu pengusaha Harti Muntako dalam dakta.com, Salah satu kebijakan yang cukup memberatkan pengusaha di kota bekasi menurutnya, yakni pajak reklame yang cukup besar, yakni 320 persen. Dengan kisaran nilai yang cukup besar ini banyak kliennya yang tidak lagi bekerja sama dengannya dan beralih ke Jakarta untuk pemasangan iklannya , dikarenakan tarif yang lebih murah ketimbang tarif di kota bekasi. Mahalnya pajak reklame inilah, yang membuat dirinya mengalami kerugian, dan tentunya juga dirasakan pemborong.(dakta.com) Kenaikan tarif sebesar 320% ini memberikan dampak penurunan signifikan pada pada jumlah reklame yang beredar, ini menunjukkan adanya keberhasilan kebijakan tersebut dalam fungsi regulerend, tetapi harga ini kemudian direvisi lagi oleh pemda setempat yang memberikan keringannan

Universitas Indonesia

sebesar 50% dikarenakan pada keluhan dari pengusaha biro iklan seperti yang dikatakan Kepala Seksi Reklame Dinas Pertamanan, Pemakaman, dan Penerangan Jalan Umum Kota Bekasi. Ini dapat berdampak menurunnya fungsi pajak regulerend dalam mengontrol penyebaran reklame tersebut. Padahal dengan penurunan signifikan tersebut pemerintah kota dapat mentata kembali penyelenggaraan reklame tersebut. (Kabar4.com) Keberadaaan reklame akan terus ada seiring berjalannya kegiatan pemasaran yang terjadi dilakukan produsen demi menarik konsumen dalam menggunakan atau mengkonsumsi barang atau jasa yang mereka produksi. Tingkat penawaran ini akan terus bertambah seiring bertambahnya jumlah konsumen yang terus bertambah dan persaingan pasar yang semakin ketat. Kenaikan tarif sebesar 320% ini memberikan adanya keluhan dari pengusaha yang bahwa kenaikan tersebut tidaklah wajar dan membuat para pengusaha lebih memilih Jakarta sebagai tempat investasi usaha reklamenya dikarenakan harga yang menurut mereka tidak sesuai (dakta.com). Tabel 1.3 Realisasi dan target pajak reklame pada periode 2009 2012 Tahun 2009 2010 2011 2012 Target 13.636.870.000 17.829.247.000 17.946.682.000 19.842.799.800 Realisasi 13.261.397.470 13.875.969.916 16.317.201.997 16.187.872.619 Persentase 97,25% 77,83% 90,92% 81,58%

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi (data diolah oleh Peneliti) Dapat dilihat juga pada tabel 1.3 bahwa pajak reklame terus mengalami peningkatan dalam realisasinya dalam 4 tahun terakhir. Namun pajak reklame juga masih belum memenuhi target yang telah ditentukan dalam periode tersebut.

Universitas Indonesia

Tabel 1.4 Jenis Pajak Reklame beserta target dan realisasinya


jenis reklame reklame papan/ billboard/megatron/videotron reklame kain reklame berjalan reklame udara reklame alat bersinar total 2009 target realisasi 11.940.000.000 12.483.036.070 357.500.000 136.566.300 155.370.000 127.692.200 34.000.000 4.781.400 1.150.000.000 509.321.500 13.636.870.000 13.261.397.470 2010 persentase target realisasi 104,55% 14.604.692.000 13.570.783.675 38,20% 616.420.000 304.436.041 82,19% 180.977.000 750.200 14,06% 39.603.000 44,29% 2.387.555.000 97,25% 17.829.247.000 13.875.969.916

persentase 92,92% 49,39% 0,41%

77,83%

jenis reklame reklame papan/ billboard/megatron/videotron reklame kain reklame berjalan reklame udara reklame alat bersinar total

2011 target realisasi 16.000.000.000 16.009.126.350 946.682.000 308.075.647 1.000.000.000 17.946.682.000 16.317.201.997

2012 persentase target realisasi 100,06% 17.293.509.900 15.794.745.490 32,54% 1.469.289.900 393.127.129 1.080.000.000 90,92% 19.842.799.800 16.187.872.619

persentase 91,33% 26,76%

81,58%

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi (data diolah oleh Peneliti)

Berdasarkan dari tabel 1.4 mengenai realisasi berbagai jenis reklame yang dipungut pajak kota bekasi realisasi yang dilaksanakan masih dibawah target yang ditentukan. Hal ini perlu menjadi salah satu faktor yang diperhatikan dikarenekan kota Bekasi sendiri membentuk kebijakan kenaikan tarif untuk mengurangi reklame yang ada. Kenaikan ini berhasil membuat jumlah reklame pada kota Bekasi yang sekaligus berdampak pada penyusutan drastis jumlah pengusaha reklame serta pungutan yang diperoleh dari pajak reklame kota Bekasi namun mengurangi potensi pendapatan dikarenkan cukup rendahnya pendapatan yang diperoleh dari pajak reklame yang pendapatan pada tahun sebelumnya sebesar

Rp16.187.872.619 yang merupakan jumlah yang tidak kecil untuk pendapatan daerah. Kenaikan tarif demi fungsi regulerend berarti pemerintah daerah membuat pemerintah daerah harus siap penurunan potensi pajak demi penataan kota yang lebih baik dan reklame yang teratur. Namun pelarian pengusaha ini membuat pihak pembuat kebijakan yaitu DPRD mendesak revisi pada perda kenaikan reklame tersebut. Revisi tersebut mengeluarkan keputusan baru yang menjadikan

Universitas Indonesia

kenaikan hanya sebesar 50%. Namun hal ini membuat melemahnya fungsi regulerend dari pajak reklame tersebut yang pada dasarnya. Pelemahan fungsi rregulerend ini membuat pajak reklame akan lebih sulit membantu Bekasi dalam melepaskan slogan Kota Reklame yang umum di kalangan masyarakat umum. 1.2 Pokok Permasalahan Kebijakan perubahan Perda Nomor 14 Tahun 2012 ini merupakan salah satu kunci dalam penataan awal dari reklame tersebut. kebijakan ini dapat diharapkan dapat mengurangi jumlah reklame yang penyelenggaraannya cenderung berantakan pada Kota Bekasi. Namun tarif kebijakan ini diturunkan lagi membuat adanya dilemma arahan fungsi dari pajak reklame tersebut. Oleh karena itu, diperlukan analisis dalam mengetahui upaya

pemerintahan kota Bekasi dalam mendukung fungsi regulerend pajak reklame melalui kenaikan tarif pajak reklame yang dilakukan pemerintah kota bekasi dimana kenaikan dilakukan pada dasar penghitungan pajak reklame yang diharapkan dapat mengatur persebaran reklame dan memperbaiki nilai nilai keindahan dalam tata kota Bekasi. Berdasarkan masalah tersebut peneliti dapat menentukan permasalahan penelitian dalam beberapa pertanyaan berikut ini: 1. Apa faktor penghambat dan faktor pendukung dalam formulasi kebijakan kenaikan tarif pajak reklame kota? 2. Bagaimana proses formulasi kebijakan kenaikan tarif pajak reklame kota Bekasi dapat mendukung upaya fungsi regulerend pajak reklame?

1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang dan masalah yang terkait, tujuan skripsi ini adalah untuk menganalisis kebijakan kenaikan tarif pajak reklame yang dilakukan pemerintah kota Bekasi dalam mendukung upaya fungsi regulerend pajak reklame kota tersebut.

Universitas Indonesia

10

1.3.2

Signifikansi Penelitian 1. Signifikansi Akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dan pendalaman teori di perpajakan pada bidang Pajak Daerah terutama mengenai pajak reklame . Penelitian ini diharapan dapat dijadikan acuan untuk kegiatan penelitian selanjutnya yang lebih luas dan lebih dalam di masa yang akan datang. 2. Signifikansi Praktis, Hasil penelitan ini diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat untuk pemerintah Kota Bekasi dalam melaksanakan keputusan untuk kebijakan di masa mendatang kelak.

1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, batasan masalah, tujuan penelitian,

signifikansi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN Pada bagian bab ini akan menjelaskan sumber penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka oleh peneliti, kerangka pemikiran yang digunakan dalam melaksanakan

penelitian serta kajian literature yang berisi teori teori pendukung penelitian seperti, teori pajak daerah, teori pajak reklame dan formulasi kebijakan publik. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas tentang metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti, serta akan menjelaskan mengenai pendekatan dan tipe penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian

Universitas Indonesia

11

BAB IV

GAMBARAN UMUM KOTA BEKASI Bab ini akan menjelaskan informasi mengenai kota bekasi yaitu keadaan geografis, tata kota, dan keadaan kota. Bab ini juga berisikan mengenai dinas yang terkait pada pelaksanaan kebijakan pajak reklame.

BAB V

ANALISIS REKLAME

KEBIJAKAN DALAM

KENAIKAN

TARIF

PAJAK PAJAK

UPAYA

MENDUKUNG

REGULEREND PAJAK REKLAME Bab ini berisikan seluruh uraian mengenai informasi dan data yang tersedia dan dikaitkan dengan pemikiran peneliti, mengenai adanya kenaikan tarif dasar harga air dan berlandaskan teori yang tersedia dikaitkan dengan pendapat pejabat, praktisi dan juga pihak pengusaha yang terkait pada kebijakan kenaikan tarif reklame tersebut. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Bab ini memberikan hasil akhir penelitian berupa kesimpulan dan saran mengenai permasalahan pokok yang ada. Hasil tersebut diharpkan menjadi salah satu rekomendasi pemerintah terkait dengan solusi alternatif untuk penyusunan Peraturan Daerah dan kebijakan publik yang selanjutnya.

Universitas Indonesia

BAB 2 KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka Bagian ini akan menjelaskan mengenai eberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta beberapa konsep yang akan digunakan pada penelitian ini. Penelitian yang ditinjau pertama kali oleh peneliti adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Yayan Suryana di tahun 2008, berjudul Kebijakan Kenaikan Tarif Harga Dasar Air Dalam Mendukung Fungsi Regulerend Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah tanah (Studi Kasus: Formulasi Kebijakam dam Pemanfaatan Air Bawah Tanahdi DKI Jakarta). Rendahnya tarif harga dasar air dibandingkan dengan tarif PDAM membuat masyarakat memilih alternatif penggunaan air bawah tanah untuk konsumsi sehari hari sehingga mengakibatkan berkurangnaya volume air bawah tanah DKI Jakarta dan menyebabkan dampak negatif. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kebijakan kenaikan tarif harga dasar air sebagai dasar penghitungan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dalam upaya mendukung fungsi regulerend Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. Metode yang digunakan pada penelitian tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis penelitian berdasarkan tujuan adalah penelitian deskriptif dengan dimensi waktu cross sectional dan pada tehnik pengumpulan data menggunakan penelitian pustaka dan wawancara mendalam. Pada teori yang digunakan pada skripsi tersebut adalah fungsi pajak, eksternalitas negatif, dan kebijakan. Hipotesa awal pada penelitian yang dilakukan Suryana adalah dengan adanya peningkatan terif harga dasar pada Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah maka akan mendukung fungsi regulerend dari Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah yang mendorong masyarakat

12

Universitas Indonesia

13

untuk menggunakan PDAM dikarenakan penggunaan air tanah lebih mahal dari PDAM. Dengan kembalinya ke PDAM diharapkan volume air bawah tanah di DKI tidak mengalami penurunan terus menerus. Setelah pengambilan data dan analisis data, hasil yang diperoleh oleh peneliti adalah tarif harga dasar air di DKI Jakarta memang tidak sesuai dengan keadaan yang ada secara khusus untuk mengatasi pengaruh lingkungan. Hipotesa terbukti bahwa kenaikan tarif harga dasar air diatas PDAM yang baru telah sesuai untuk fungsi regulerend dari Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. Fungsi regulerend dalam Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah ditujukan untuk mendorong masyarakat menggunakan air PDAM. Karya ilmiah yang selanjutnya ditinjau adalah skripsi yang berjudul Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Nilai Sewa Reklame pada Pajak Reklame di Kota Bandar Lampung tahun 2011 yang ditulis oleh Jenny Anita Lingga. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses formulasi kebijakan kenaikan Nilai Sewa Reklame pada Pajak Reklame di Kota Bandar Lampung tahun 2011. Pendekatan kualitatif merupakan instrument yang digunakan pada penlitian ini. Peneliti juga menggunakan beberapa konsep teori yang digunakan dalam analisis yaitu konsep Kebijakan Publik, formulasi kebijakan, kebijakan pajak, pajak daerah, pajak reklame, dan tarif. Hasil penelitian terdahulu ini yaitu proses formulasi kebijakan kenaikan nilai sewa reklame pada Pajak Reklame di Kota Bandar Lampung beberapa proses yaitu draf awal yang kemudian dibahas oleh Tim Penentuan Nilai Sewa Reklame yang kemudian di revisi pertama dan dilaksanakan studi banding. Hasil tersebut akan di bahas dan di revisi lg oleh tim, setelah siap diajukan pada biro hukum dan di ACC oleh walikota. Hasil dari penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kenaikan dari tarif NSR tersebut merupakan proses penyesuaian dari keadaan penyelenggaraan reklame yang membuat estetika kota tidak indah lagi dan penyelengaraaan reklame ini tidak sejalan dengan penerimaan Pajak Reklame yang seharusnya Berpotensi Besar. Penelitian ditinjau selanjutnya adalah karya ilmiah yang dibuat oleh Stevie Thomas (Program Sarjana Studi Ilmu Administrasi FISIP UI) tahun 2005 dengan

Universitas Indonesia

14

judul Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Pajak Hiburan atas Klub malam. Dalam penelitian tersebut, peneliti menggambarkan dan menganalisis hal hal yang menjadi latar belakang kenaikan tarif atas Pajak hiburan pada klub malam. Serta memberikan penjelasan mengenai proses formulasi kebijakan tersebut serta dampak yang muncul dari diterapkannya kebijakan tersebut. Dalam penelitian tersebut, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kualitatif yang membuat peneliti dapat mengetahui dan menganalisis tentang rangkaian penyusunan kebijakan ini, masalah publik yang melatarbelakangi formulasi, proses formulasi kebijakan dan dampak dari berbagai sudut akan penerapan kebijakan kenaikan tarif pajak hiburan atas klab malam dalam UU no.28 Tahun 2009. Selanjutnya penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian yang dibuat oleh Medha Andika Prabowo yang berjudul Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Rawan Macet di Kota Bogor yang merupakan skripsi FISIP Universitas Indonesia tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis latar belakang kebijakan kenaikan tarif retribusi parker di tepi jalam umum rawan macet dan mendeskripsikan proses formulasi kebijakan kenaikan tarif retribussi tersebut dalam peraturan daerah nomor 4 tahun 2012 tentang retribusi jasa umum. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode dan pengumpulan data secara studi lapangan dan studi literature dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian tersebut adalah kebijakan kenaikan tarif retribusi parker di tepi jalan umum dilator belakangi agar mengurangi jumlah kendaraan yang parkir di tepi jalan umum rawan macet, mengubah penggunaan kendaraan pribadi menjadi penggunaan transportasi umum, dan mengalihkan parker kendaraan yang semula di tepi jalan umum rawan macet ke tepi jalan yang tidak macet. Proses formulasi Peraturan Daerah nomor 4 Tahun 2012 melalui 6 tahap yaitu: perencanaan, penyusunan, pembahasan, evaluasi, penetapan/pengesahan, serta tahap pengundangan dan penyebarluasan.

Universitas Indonesia

Tabel 2.1 Tinjauan Pustaka

Yayan Suryana Judul Kebijakan Kenaikan Tarif Harga Dasar Air Dalam Mendukung Fungsi Regulerend Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah tanah (Studi Kasus: Formulasi Kebijakam dam Pemanfaatan Air Bawah Tanahdi DKI Jakarta) Skripsi

Jenny AnitaLingga Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Nilai Sewa Reklame Pada Pajak Reklame di Kota Bandar Lampung Tahun 2011

Stevie Thomas Ramos Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Pajak Hiburan Atas Klab Malam (Suatu Kajian Tentang UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah No. 28 Tahun 2009)

Medha Andika Prabowo Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Rawan Macet di Kota Bogor.

Batara Tua Parulian Analisis Mengenai Kebijakan Kenaikan Tarif Pada Pajak Reklame Di Kota Bekasi

Bentuk Peneliti an

Skripsi

Skripsi

Skripsi

Skripsi

12

Universitas Indonesia

13

Tahun Pendek atan peneliti an Manfaa t peneliti an Teknik pengum pulan data

2010 Kuantitatif

2012 Kualitatif

2010 Kualitatif

2013 Kualitatif

2013 Kualitatif

Murni

Murni

Murni

Murni

Murni

Wawancara dan Wawancara Wawancara dan studi Wawancara Wawancara studi kepustakaan mendalam dan kepustakaan mendalam dan studi mendalam dan Studi studi kepustakaan kepustakaan Kepustakaan

Tujuan 1. Untuk 1. Menganalisis 2. Menganalisis latar 1. Untuk 1. menganalisis Peneliti mengetahui dan proses formulasi belakang menganalisis halkebijakan kenaikan menganalisis kebijakan hal yang tarif pajak reklame an pemerintah bagaimana kenaikan Nilai melatarbelakangi yang dilakukan melakukan kebijakan formulasi Sewa Reklame pemerintah kota formulasi kenaikan tarif (NSR) pada pajak kebijakan kenaikan Bekasi dalam kebijakan kenaikan harga dasar air reklame di Kota tarif pajak hiburan tarif parkir di tepi mendukung upaya sebagai dasar Bandar Lampung atas klab malam. jalan umum rawan fungsi regulerend penghitungan tahun 2011 macet pajak reklame kota 3. Menjelaskan Pajak tersebut. proses formulasi 2. Untuk menjelaskan Pengambilan kebijakan kenaikan proses formulasi dan tarif pajak hiburan kebijakan kenaikan Pemanfaatan atas klab malam tarif parkir di tepi

Universitas Indonesia

14

Air Bawah Tanah dalam upaya mendukung fungsi regulerend Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

yang dilakukan tim perumus UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009. 4. Menganalisis potensi dampak yang mungkin terjadi dari penerapan kebijakan kenaikan tarif pajak hiburan atas klab malam.

jalan umum rawan macet

Hasil 1. adanya peneliti peningkatan an terif harga dasar pada Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah maka akan mendukung fungsi regulerend dari Pajak Pengambilan

Masalah dalam 3. Latar belakang 1. Latar belakang penyelenggaraan dalam kenaikan formulasi yang diidentifikasi tarif pajak hiburan kebijakan ini oleh Tim atas klab malam adalah untuk Penentuan Nilai adalah kontribusi meminimalisir Sewa Reklame Pendapat Asli jumlah kendaraan adalah semakin Daerah (PAD) dari yang parkir di tepi sektor pajak daerah banyaknya jalan umum rawan penyelenggaraan terhadap APBD macet, mendorong reklame di Kota belum signifikan masyarakat untuk Bandar Lampung sehingga masih menggunakan yang membuat banyak daerah transportasi umum, estetika kota tidak yang bergantung untuk menarik indah lagi dan pada Dana investor parkir penyelenggaraan Perimbangan sehingga lokasi

Universitas Indonesia

15

dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah yang mendorong masyarakat untuk menggunakan PDAM dikarenakan penggunaan air tanah lebih mahal dari PDAM. Dengan kembalinya ke PDAM diharapkan volume air bawah tanah di DKI tidak mengalami penurunan terus menerus. 2. Dampak yang mungkin timbul dari diterapkannya kebijakan kenaikan tarif harga dasar air

reklame yang banyak ini ternyata tidak sejalan dengan penerimaan pajak reklame yang seharusnya berpotensi besar. Hal ini dikarenakan tarif NSR sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan penyempurnaan tarif dengan menaikkan NSR. Proses formulasi ini terjadi dinamika antara pihak pemkot dengan Asosiasi Pengusaha Reklame yaitu dalam masalah penentuan seberapa tinggi kenaikan NSR yang akhirnya diputuskan NSR dinaikkan sebesar 200% dari tarif sebelumnya. Keputusan ini kurang tepat karena

Pemerintah Pusat parkir off street dan pada bertambah, mengantisipasi prinsipnya ini tidak sesuai dengan terjadi perpindahan kebijaka otonomi parkir ketepi jalan daerah. Selain itu, umum dengan cost eksternalitas diberlakukannya negatif yang kenaikan pajak ditimbulkan dari parkir pada keberadaan klab Peraturan Daerah malam di tengah Nomor 10 Tahun masyarakat dinilai 2011 tentang pajak tinggi karena parkir. hiburan pada klab atas malam tidak sesuai 2. Kebijakan kenaikan tarif dengan nilai dan retibusi parkir di norma sosial tepi jalan umum sehingga sebelumnya diatur membutuhkan dalam Peraturan peran pemerintah Daerah Nomor 6 dalam memelihara tahun 2008 tentang keamanan dan retribusi di bidang ketertiban dalam lalu lintas dan rangka mencegah angkutan jalan terjadinya konflik. yang kemudian Tingginya dirubah dan kunjungan ke klub disatukan menjadi malam juga objek retribusi jasa menjadi salah satu umum. masalah dalam Berdasarkan hal formulasi

Universitas Indonesia

16

diatas PDAM yang baru telah sesuai untuk fungsi regulerend dari Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. Fungsi regulerend dalam Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah ditujukan untuk mendorong masyarakat menggunakan air PDAM.

kenaikan tarif yang kebijakan ini dan tersebut maka tinggi ini tidak hiburan ini adalah peraturan daerah didasari oleh datahiburan yang tidak Kota Bogor yang data yang akurat sesuai dengan termasuk dalam dan kenaikan ini budaya bangsa jenis retribusi jasa berpotensi Indonesia sehingga umum harus tidak memerlukan disesuaikan dengan memberikan dampak merugikan tanggung jawab UU Nomor 28 baik bagi pemkot pemerintah untuk Tahun 2009, yaitu menurunnya melestarikannya. sehingga perlu penerimaan dari diganti dan pajak reklame, 4. Proses formulasi ditetapkan kembali. kebijakan ini telah pemasang reklame melewati proses 3. Proses formulasi yaitu mengurangi perumusan Kebijakan lahan untuk kebijakan publik Kenaikan Tarif mempromosikan dengan melihat dan Retribusi Parkir di barang / jasa dan mengidentifikasi Tepi Jalan Umum biro reklame yaitu permasalahan yang yang tertuang menurunnya omset berdampak pada dalam Peraturan penyewaan masyarakat, dan Daerah Kota Bogor pemasangan Nomor 4 tahun masalah tersebut reklame. Di sisi dirumuskan untuk 2012 melalui 6 lain, waktu yang mendapatkan tahap yaitu: cukup lama untuk solusi dari formulasi kebijakan pemerintah sebagai - Tahap perencanaan menunjukkan yang dilakukan di policy maker yaitu bahwa Pemkot lingkungan berupa kebijakan ingin berbagai pemerintah daerah yang dirancang pihak berpartisipasi Kota Bogor dengan pendekatan aktif supaya sehingga terbentuk dari berbagai lini kebijakan yang

Universitas Indonesia

17

dihasilkan lebih representatif bagi semua pihak dan mengurangi konflik setelah kebijakan diputuskan.

agar kebijakan prolegda tahun yang ada bersifat sidang 2012 yang disahkan Balegda; comprehensive dalam rangka - Tahap penyusunan menjawab yang meliputi permasalahanproses penyusunan permasalahan yang rancangan ada. Tahapan ini peraturan daerah dimulai dari yang dilakukan identifikasi oleh Tim Penyusun permasalahan yang dan Tim Asistensi ada, agenda setting, Pembahasan formulasi hingga mendapat kebijakan berupa surat rekomendasi diskresi tarif dan dari walikota; policy design untuk memastikan kebijakan ini telah - Tahap pembahasan dimulai dari disusun dan penyampaian dirancang untuk raperda yang menjawab disampaikan oleh permasalahan yang Walikota melalui dengan benar Rapat Paripurna kebijakan yang Penyampaian sesuai dan aktifitas hingga peramalan dengan pembahasan yang kriteria untuk dilakukan oleh menjamin Panitia Khusus rancangan Retribusi Jasa kebijakan ini telah Umum dan

Universitas Indonesia

18

tepat.

5. Dampak yang mungkin timbul dari diterapkannya kebijakan ini adalah bahwa kenaikan tarif - Tahap evaluasi, pajak hiburan atas rancangan klab malam tidak peraturan daerah akan berpengaruh yang telah disusun pada tingkat dan disetujui kunjungan bersama antara terutama klab-klab pemerintah kota malam menengah bogor dan DPRD ke atas karena Kota Bogor hiburan pada klab dievaluasi oleh malam ini adalah Gubernur Jawa jenis hiburan yang Barat dikonsumsi - Tahap penetapan / masyarakat pengesahan, menengah ke atas raperda yang telah (bersifat inelastis). dievaluasi Tetapi ini akan kemudian berpengaruh pada ditetapkan dan klab-klab malam disahkan menjadi menengah ke Perda No.4 Tahun bawah yaitu 2012 Tentang menurunnya Retribusi Jasa konsumen yang Umum pada datang. Dampak

Pemerintah Kota Bogor sehingga tercipta kesepahaman persetujuan bersama.

Universitas Indonesia

19

yang mungkin tanggal 2 Juli 2012 muncul ini bisa diantisipasi dengan - Tahap pengundangan dan penetapan tarif penyebarluasan. yang tepat dengan Perda yang telah melihat dan disahkan menyesuaikan diundangkan dalam dengan Lembaran Daerah kemampuan Kota Bogor Tahun masyarakat 2012 Nomor 1Seri setempat. C.

Sumber: Data Diolah Peneliti

Universitas Indonesia

Pada Penelitian ini, peneliti melakukan penelitian yang berbeda dari penelitian yang telah dilaksanakan sebelunya. Peneliti menganalisis mengenai kebijakan kenaikan tarif pada Pajak Reklame di Kota Bekasi. Peneliti menganalisis mengenai formulasi kebijakan kenaikan tarif pada Pajak Reklame dengan mengutamakan tujuan fungsi regulerend di Kota Bekasi. peneliti ini meneliti mengenai sejauh mana fungsi regulerend dalam Pajak Reklame menjadi pertimbangan dalam formulasi kebijakan kenaikan tarif pada Pajak Reklame di Kota Bekasi tersebut. perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ada pada perbedaan kebijakan yang diambil pemerintah dan juga perbedaan jenis pajak daerah yang di ubah serta adanya dampak akibat kebijakan yang berbeda beda pada setiap daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan penelitiannya yang bersifat deskriptif. 2.2. Kerangka Teori 2.2.1 Konsep Pajak Daerah Pengelompokan pengenaan pajak di Indonesia bedasarkan tingkat pemerintahan dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu Pajak Negara dan Pajak Daerah. Pengelompokan ini didasarkan pada criteria siapa atau instansi mana yang melakukan pemungutan pajak ( Nurjaman, 1992, h. 15). Perbedaan Pajak Pusat dan Pajak Daerah yang lain adalah sumber bagi pemungutan pajak pusat relative tidak terbadas, sedangkan objek objek yang dapat dikenakan pajak pada tingkat daerah. Lapangan Pajak Daerah ialah lapangan yang belum digali oleh Negara. Ketentuan seperti ini dimaksudkan untuk mencegah pemungutan pajak ganda yang mengakibatkan sangat memberatkan bagi wajib pajak (Sidik, 1996, h 30). Semua azas pengertian, norma hukum serta teknik yang berlaku bagi pajak pusat, berlaku pula penyusunan pelaksanaan di daerah. Apabil suatu sasaran telah dijadikan objek pemungutan pajak pusat, makan daerah tidak dapat meakukan pemungutan terhadap objek tersebut. Pajak daerah merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang

12

Universitas Indonesia

13

memungut pajak daerah yang dibayarkannya ( Samudra, 2005, h.31) Pajak daerah ini diatur dalam peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah dan disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat serta dipungut oleh lembaga yang berada dalam struktur pemerintah daerah yang bersangkutan. Daerah otonom yang memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menarik pajak daerah seringkali melakukan pungutan beragam jenis pajak daerah. Namun seringkali pajak pajak daerah yang dipungut terkadang kurang cocok untuk diterapkan sebagai penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah. Bird mengatakan beberapa cirri pajak daerah ( sub national tax) yaitu ; (Bird, 2000, h.7): A truly local tax might be defined as of that is: a. Assessed by a local government. b. At rates dedicated by that local government. c. Collected by that government; and d. Whose proceeds accrue to that government. dari ciri ciri yang disebutkan Bird tersebut, jelas terlihat bahwa peran pemerintah daerah yang signifikan dalam penetapan dan pemungutan pajak daerah. Namun demikian, pada prakteknya banyak pajak yang hanya memiliki satuatau dua karakteristiktersebut seperti diatas,karena kepemilikankewenangan memungut terkadang masih belum jela. Sebab ada kalanya, pajak daerah itu dipungut oleh pemerintah pusat, tingkatan pemerintah yang lebih tinggi, namun hasilnyadiberikan atau dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan potensi pajakdaerah yang dimiliki daerah tersebut. Antara pajak umum dan pajak daerah (terutama mengenai azas hukumnya), dapat dikatakan tidak ada perbedaan secara prinsip. Lapangan pajak daerah adalah lapanganan yang belum digali oleh Negara. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mencegah pemungutan pajak ganda yang sangant membebani wajib pajak. Dalam hal pemungutan pajak daerah merupakan suatu pajak ganda, maka daerah hanya berhak memungut tambahan saja atas pajak yang dipungut oleh negara itu (Brotodiharjo,2003, h 104).

Universitas Indonesia

14

Syarat suatu objek dapat dikategorikan sebagai pajak daerah harus berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat 2. Sederhana 3. Jenisnya tidak terlalu banyak 4. Lapangan pajaknya tidak melampaui atau mencampuri pajak pusat 5. Berkembang sejalan dengan perkembangan kemakmuran di daerah tersebut. 6. Biaya administrasi rendah 7. Beban pajak relative seimbang 8. Dasar pengenaan yang sama diterapkan secara nasional. (Samudra, 2005, h.43) Sektor pajak daerah yang sumber penerimaan yang penting bagi daerah. Adapun usaha usaha yang mungkin dilakukan guna meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak menurut Sumitro (1983) adalah: 1. Perluasan pajak, apabila pajak yang sudah dikenaka wajib pajak tertentu maka wajib pajak yang belum dikenai pajak supaya diusahakan dikenai pajak yang bersangkutan, atau sebagai penertiban wajib pajak. 2. Perluasan jenis dan besarnya penghasilan yang dikenai pajak baik pajak atas pendapatan, pajak atas konsumsi ataupun pajak kekayaan, dengan mengusahakan macam macam pajak baru yang belum dipungut oleh daerah akan dapat meningkatkan pajak daerah. 3. Penyempurnaan tarif pajak, di dalam penyempurnaan tarif pajak perlu diperhatikan kondisi dan kemampun kebanyakan wajib pajak. Bila tingkat pendapatan rata rata wajib pajak telah tinggi dan dinilai kemampuan membayar tinggi, maka selayaknya bila tarif pajak diadakanpenyesuaian. 4. Penyempurnaan administrasi pemungutan pajak akan mempunya pengaruh yang besar pada ketertiban dalam pengelolaan pajak daerah.

Universitas Indonesia

15

Antara pajak umum dan daerah (Terutama tentang asas asas dan hukumnya) dapat dikatakan tidak ada perbedaan secara prinsip, kecuali dalam hal (Brotodiharjo, 2003, h107): Fungsi mengatur dalam pajak umum mengatakan bahwa Pajak Daerah punya asas bahwa pungutannya tidak boleh merupakan rintangan keluar masuk atau pengangkutan barang ( dan juga orang) dari atau ke dalam wilayah daerah. Pemungutan dan pengenaan pajak daerah dipungut oleh

pemerintah daerah sedangkan pajak pusat oleh pemerintah pusat. Pajak Daerah hanya dikenakan kepada masyarakat yang mendiami yurisdiksi wilayah daerah sedangkan pajak pusat dikenakan secara nasional. Sedangkan dalam bukunya, kaho mengatakan Pajak Daerah adalah pajak Negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundang undangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik (Kaho, 1997, h.129). Suandi (2002) juga memberkan definisi Pajak Daerah yang tidak berbeda jauh dengan Kabo, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaan

pemungutannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (h. 39). Menurut Davey (1988) perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut: 1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan dari derah sendiri; 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarif ditentukan pemerintah daerah. 3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah; 4. Pajak yang dipungut dan diadmistrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutantambahan (opsen) oleh pemerintah daerah. (h.39)

Universitas Indonesia

16

Dari definisi definisi pajak daerah di atas, dapat dikatakan bahwa pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. 2.2.2 Formulasi Kebijakan Publik Formulasi kebijakan publik adalah tapan yang penting dalam proses kebijakan publik. Widodo (2007,43) mengatakan hal demikian karena jika tidak diformulaskan dengan baik secara tepat dan komprehensif maka hasil kebijakan tidak dapat atau sulit diimplementasikan sehingga tujuan dan sasaran kebijakan yang diformulasikan tidak menjadi solusi untuk permasalahan pada masyarakat. Tahapan formulasi kebijakan publik sendiri banyak dirumuskan dalam beberapa literatur, beberapa diantaranya seperti yang dikatakan oleh Widodo, Islamy, Winarno, dan Anderson. Masing masing dari mereka memiliki pendapat yang berbeda mengenai formulasi kebijakan publik. Widodo (2007, h.44-77) membagi formulasi kebijakan menjadi empat tahap, yaitu: (1.) Identifikasi dan pemahaman masalah (problem identification), (2.) Penyusunan agenda (Agenda Setting), (3.) Formulasi masalah kebijakan (public policy formulation), (4.) Mendesain kebijakan (policy design). Sedangkan menurut Islamy (2007,h.78-115) tahapan formulasi kebijakan publik dibagi menjadi enam tahap yaitu; (1) Perumusuan masalah kebijakan Negara, (2) Penyusunan agenda pemerintah, (3) Perumusan usulan kebijakan Negara, (4) Pengesahan kebijakan Negara, (5) Pelaksanaan kebijakan Negara, (6) Penilaian kebijakan Negara. Dan menurut Winarni (2002, h.82-84) mencoba mengelompokkan tahapan formulasi kebijakan menjadi empat yaitu: (1) Perumusan masalah (defining problem), (2) Agenda kebijakan, (3) Pemilihan alternative kebijakan untuk memecahkan masalah, dan (4) Penetapan kebijakan. Dan salah satu pendapat mengenai kebijakan Publik berasal dari Anderson (1984, h.44.54) yang merumuskan pembuatan kebijakan menjadi 3 tahap yaitu: 1. Menemukan masalah kebijakan (policy problem)

Universitas Indonesia

17

2. Menetapkan agenda kebijakan (policy agenda) 3. Memformulasikan proposal kebijakan (policy proposal) Namun dapat dilihat bahawa tahapan tahapan tersebut hanya memiliki sedikit perbedaan yaitu ada pada pengistilahan. penelitian akan tahapan formulasi kebijakan akan menggunakan perumusan yang dibuat oleh Anderson yaitu Menemukan masalah kebijakan (policy problem), Menetapkan agenda kebijakan (policy agenda), Memformulasikan proposal kebijakan (policy proposal). 2.2.2.1 Menemukan Masalah Kebijakan (policy problem) suatu kebijakan utuk dimplementasika oleh pemerintah biasanya berawal dari adanya permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Masalah masalah dalam kebijakan publik memiliki pengertian suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang menginginkan pertolongan atau perbaikan (Winarno, 2002, h.49). Dan dapat dikatakan masalah ini bukan pada indvidu saja melainkan pada banyak orang yang ada dalam masyarakat tersebut. Menurut Dye (2002, h.32) proses pengidentifikasi masalah publik diawali dari adanya pihak pihal dari masyarakat yang mengatakan bahwa ada masalah yang harus ditangani oleh pemerintah. Hal ini dilihat dari kesimpulan Dye yaitu bahwa partisipan yang biasanya terlibat di Amerika serikat dalam identifikasi masalah adalah media massa, kelompok berkepentingan, inisiatif dari masyarakat, dan opini ublik. Aktivitas yang biasa terjadi dalam identifikasi masalah ada dua yaitu publikasi akan masalah dalam masrakat dan partisipan meminta pemerintah melakukan tindakan yang bisa menyelesaikan masalah. Pendapat serupa mengenai tahapan untuk perumusan masalah kebijakan oleh Dunn sebagaimana yang dikutip oleh Nugroho (2011, h.278-279) yaitu (1)pemecahan masalah, (2) pendefinisian masalah, (3) spesifikasi masalah, dan (4) pengenalan masalah. Dunn (2003, h.70-71) sendiri juga merumuskan beberapa masalah kebijakan yaitu:

Universitas Indonesia

18

1. Adanya kebergantungan antar masalah kebijakan. Masalah publik yang satu berkaitan erat dengan masalah yang lain. Contohnya pada Penyelenggaraan reklame berhubungan dengan nilai estetika kota dan ketenagakerjaan yang ada pada biro reklame. 2. Mempunyai Subjektivitas. Menurut Dunn, Subjektif berarti Kondisi eksternalyang menimbulkan masalah didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif. 3. Buatan (artificial) manusia karena merupakan produk penilaian subjektif dari manusia, dan 4. Bersifat dinamis karena masalah dan pemecahannya berada dalam suasana perubahan yang terus menerus sehingga tidak dipecahkan secara tuntas. 2.2.2.2 Penyusunan Agenda Kebijakan Dari banyakanya masalah publik yang ada pemerintah perlu memilih masalah publik mana yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. Sebelum pembuatan kebijakan melangkah lebih lanjut dalam pembuatan kebijakan, diperlukan akan kepekaan akan perbedaan masalah privat dan masalah publik. Menurut Anderson (1984, h.46) adalah masalah yang bersifat terbatas untuk seseorang atau sekelompok orang, sedangkan masalah publik adalah masalah yang mempunyai dampak luas pada masyarakat. Berikut urutan penyusunan Agenda setting menurut Anderson (1984, h.48)

Masalah Privat

Masalah Publik

Isu

Agenda Institusional

Agenda Sistemik

Gambar 2.1 Proses Penyusunan Agenda Setting Menurut Anderson Sumber: James Anderson 1984, h.48 (diolah Peneliti)

Universitas Indonesia

19

Proses pemilihan mana masalah publik yang akan diselesaikan oleh pemerintah disebut policy agenda. Untuk mencapai tahapan ini, sebuah masalah publik harus diubah menjadi isu. Isu timbul apabila masyarakat meminta pemerintah melakukan sesuatu tentang isu tersebut dan didalam nya terdaoat oertebtabgab mengenai cara terbaik mengenai isu tersebut (Anderson,1984, h.47) Ada dua jenis agenda menurut Cobb dan Elder yang dikutip Anderson (1984, h.47) yaitu agenda sistemik dan agenda institusional atau pemerintah. Agenda sistemik terdiri atas consists of all issues that are commonly perceived by members of political community as meriting public attention and as involving matterswithin the legitimate urisdiction of existing governmental authority. Semua isu yag menurut pandangan masyarakat politik layak mendapat perhatian publik dan mencakup masalah dalam yuridiksi wewenang pemerintah secara sah adalah agenda sistemik, sedangkan agenda institusional adalah an action agenda and will be more specific and concrete than a systemic agenda atau masalah publik yang mendapat perhatian sesungguhnya dari pejabat pemerintah (Anderson,1984,h.48). agenda sistemik adalah agenda diskusi untuk para pembuat kebijakan dalam membicarakan masalah yang dihadapi dan tindakan apa yang akan dilakukan dalam menghadapi masalah tersebut. setelah dibicarakan maka agenda institusional akan dilakukan selanjutnya sehingga tindakan yang benar benar spesifik dan konkrit (bisa diimplementasikan). 2.2.2.3 Formulasi Proposal Kebijakan Formulasi kebijakan melibatkan usul dan saran yang diajukan dalam menghadapi masalah publik (Andersi, 1984, h.53). Perumusan proposal kebiakan melibatkan pihak pihak yang biasanya ada dalam perumusan proposal kebijakan. Aktor aktor ini mungkin tidak selalu hadir dalam suatu perumusan kebijakan namun biasanya lebih dari satu aktor yang terlibat dalam pembuatan sebuah proposal kebijakan. Aktor aktor tersebut adalah pejabat pemerintah yang bersangkutan, komite penasihat atau di Indonesia dikenal dengan tenaga ahli yang memiliki keahlian dalam membantu perumusan kebijakan. Aktor selanjutnya adalah

Universitas Indonesia

20

anggota legislatif terutama pada kebijakan yang berkaitan dengan pembuatan undang undang dan masalah yang bersifat global. Aktor terakhir yang biasa dilibatkan dalam pembuatan kebijakan adalah Interest group atau kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan ini memegang peranan penting dalam perumusan kebijakan terutama mengenai hal yang bersifat teknis dan fakta yang ada dilapangan biasanya lebih rumit karena pejabat kekurangan waktu dan sumberdaya manusia yang bisa memahami permasalahan keseluruhan. (Anderson, 1984, h.54-55) Formulasi kebijakan dapat dilakukan dengan dua aktivitas penting. Pertama adalah aktor perumus kebijakan menentukan secara umum apa yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan publik yang ada. Kedua adalah menulis rancangan peraturan yang akan diterapkan pada masyarakat. Penulisan rancangan peraturan merupakan tahap yang penting karena proses penulisan peraturan sangat berpengaruh pada proses pengadministrasiannya kelak dan isi dari kebijakan publik yang akan diterapkan (Andersom, 1984, h.56) 2.2.3 Pajak Reklame Pajak Reklame dikenakan pada setiap penyelenggaraan reklame yang dilakukan pada dalam suatu daerah. Dengan adanya reklame sebagai objek pajak pada Pajak Reklame, perlu adnya penjelasan mengenai arti dan karakteristik dari reklame itu sendiri. Menurut Van Baarle dan Hollander dalam Winardi mengartikan reklame sebagai sesuatu kekuatan menarik yang ditujuan kepada sekelompok pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan oleh produsen atau pedagang agar supaya dengan demikian dapat dipengaruhi penjualan barang barang atau jasa jasa dengan cara yang menguntungkan baginya (Winardi,1984 h.1). ada lima karakteristik reklame dengan media luar ruang seperti yang dikatakan Jefkins (1996, h.128-129). Pertama adalah ukuran yang besar sehingga dapat mendominasi pemandangan dan mudah menarik perhatian. Kedua, reklame dengan media ini biasanya berwarna sehingga mudah diingat oleh konsumen yang melihat, selain itu, pesan dalam reklame adalah pesan singkat sehingga dapat

Universitas Indonesia

21

dilihat dengan jelas dari kejauhan. Selanjutnya adalah zoning atau kampanye iklan biasanya diorganisir dalam suatu daerah atau kota tertentu yang sesuai dengan target market yang ditentukan perusahaan. Terakhir adalah efeknya yang mencolok sehingga meninggalkan kesan. Karakteristik reklame luar ruang memang memiliki kelebihan untuk diingat orang lebih banyak dan lebih lama karena ukurannya yang besar (reklame papan) dan kuantitas besar (stiker, spanduk, dll) maka perlu adanya pengaturan dalam penyelenggaraannyaagar tidak mengganggu nilai estetika dari kota. Jenis reklame pada prasarana kota, penempatan dan pemasangannya yang terletak atau menggunakan prasarana kota seperti jalan, taman taman, saluran bangunan milik pemerintah ataupun perorangan. Reklame kelompok ini harus memenuhi prasyarat sebagai berikut (Samudra, 2005, h.159-160): 1. Pemasangannya tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan serta tidak menyimpang dari norma norma sosial dan budaya, tidak mengganggu keindahan kota, tidak mengganggu lalu lintas pejalan kaki maupun peraturan lalu lintas. 2. Tidak mengganggu fungsi prasarana kota dan merusak konstruksi prasarana jota, dan yang lebih penting lagi adalah dari segi bahan reklame itu sendiri, bahwa bahwa bahannya tidak boleh mengganggu keberishan kota. Jenis reklame di luar Prasarana kota, penempatan dan pemasangannya tidak menggunakan prasarana kota dan bangunan. Pemasangan reklame ini paling tidak harus memperhatikan hal sebagai berikut, yaitu pemasangan reklame ini paling tidak harus memperhatikan hal sebagai berikut, yaitu pemasangannya tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan serta tidak menyimpang dari norma norma sosial dan budaya, tidak mengganggu keindahan kota, tidak mengganggu lalu lintas pejalan kaki ataupun pengaturan lalu lintas. Pajak dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatur penyelenggaraan reklame di daerah. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengenaan pajak atats reklame. Nurmantu menyebutkan bahwa Pajak Reklame

Universitas Indonesia

22

atau advertising tax adalah pungutan atas reklame, iklan atau bentuk promosi lainya yang biasanya ditempatkan di luar ruangan (Nurmantu,2003, h.68). Pajak reklame dipungut berdasarkan suatu asas pemungutan yaitu bahwa pajak reklame menitik beratkan pada pengaturan kebersihan, keindahan, dan ketertiban kota, maka kemajuan tehnik promosi dalam bidang perdagangan serta kondisi jalan, pertokoan, dan bangunan di suatu kota. (Samudra,2005, h.158)

2.2.4 Fungsi Pajak Pajak adalah iuran yang dipungut oleh pemerintah yang mempnyai fungsi di dalam pemungutannya. Pajak dipungut sesuai dengan fungsi apa yang akan ditargetkan pemerintah. Dengan mengenakan pajak, pemerintah dapat

menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Secara garis besar pajak mempunya dua fungsi, yaitu (Bohari,2006, h. 133): a. Fungsi Budgetair, yaitu memasukkan uang sebanyak banyaknya dalam kas neragara b. Fungsi regulerend atau fungsi mengatur. Fungsi anggaran (budgeter) dari pajak adalah memasukkkan uang ke kas Negara sebanyak banyaknya untuk keperluan belanja negara. Dalam hal ini pajak lebih difungsikan sebagai alat untuk menarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas Negara.(Anshari,2006, h.12) Fungsi budgetair disebut sebagai fungsi pajak ntuk memasukkan uang sebanyak banyakya ke dalam kas negara. Yang dimaksud dengan pemasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang undang perpajakan yang berlaku adalah 1. Jangan sampai ada wajib pajak/ subjek pajak yang tidak mematuhi sepenuhnya kewajiban perpajakannya. 2. Jangan sampai ada objek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak kepada fiskus.

Universitas Indonesia

23

3. Jangan sampai ada objek pajak yang terlepas dari pengamatan atas perhitungan fiskus. Dengan demikian optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tidah hanya bergantung pada fiskus saja atau kepada wajib pajak saja namun pada kedua duanya berdasarkan pada undang undang perpajakan yang berlaku. (Nurmantu,2005, h.30) Pajak mempunyai tujuan untuk memasukkan uang sebanyak banyaknya dalam kas Negara, dengan maksud untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara. Dikatakan bahwa pajak dalam hal demikian mempunyai fungsi budgetair. Tetapi pajak disamping fungsinya budgetair, masih mempunyai fungsi mengatur (regulerend). Pajak disini bukan semata mata untuk memasukkan uang sebanyak banyaknya dalam kas negara, melainkan juga dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. (Rochmat,1992, h.2) Pajak yang dipungut untuk mengoreksi efek eksternalitas negative disebut dengan pajak Pivogian sesuai dengan nama penggagas pertamanya, Pigou (18771959). Dalam mengatasi eksternalitas negatif para ekonom umumnya

menganjurkan instrument pemungutan pajak karena dianggap lebih efisien untuk mengurangi polusi dibandingkan jika pemerintah membuat regulasi mengenai polusi. Dalam hal ini pajak mengatur untuk mengendalikan eksternalitas negatif. Dalam penyelenggaraan reklame pajak juga berperan dalam mengendalikan efek eksternalitas negatif karena penyelengaraan reklame dapat menimbulkan keindahan kota terganggu dan keamanan reklame itu sendiri. (Rosdiana,2012. h.44) Fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan yaitu suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Disebut sebagai tambahan karena biasanya fungsi ini hanya sebagai pelengkap fungsi pajak utama, yaitu fungsi budgetair. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan.

Universitas Indonesia

24

Fungsi pajak regulerend yang merupakan fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan tujuan tertentu diluar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan, seperti: a. Mengadakan perbuahan tarif dan b. Memberikan pengecualian, keringanan atau sebaliknya, yang ditujukan masalah tertentu, (Marsyahrul,2006, h.3) Didalam Pajak Reklame maka fungsi regulerend difokuskan kepada keindahan kota, ketertiban, dan keamanan dari reklame itu sendiri. Denan adanya pajak reklame maka diharapkan penyelenggaraan reklame tidak merusak keindahan kota dengan berdirinya reklame di mana mana dan dapat dikendalikan untuk keamanan dari reklame itu sendiri. Dengan adanya pajak reklame juga dapat menciptakan ketertiban dalam penyelenggaraan reklame bagi wajib pajak maupun aparat pemerintah. (Brotodihardjo, 2003 h.204) 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran adalah alur pemikiran yang dibuat dan digunakan peneliti dalam suatu penelitian untuk mendeskripsikan pemikiran peneliti mengenai latar belakang permasalan dan tujuan dari pelaksanaan penelitian. Kerangka pemikiran yang digunakan penelitian dalam penelitian ini tertera pada gambar sebagai berikut:

Universitas Indonesia

25

Kota Bekasi yang Semakin Berkembang

Besarnya Potensi Target Pemasaran Media Reklame

Maraknya Peredaran Reklame di Kota Bekasi

Kenaikan Tarif Pajak Reklame untuk menggunakan fungsi regulerend pada Pajak Reklame

Formulasi Kebijakan Kenaikan Pajak Reklame pada Kota Bekasi

Kebijakan Kenaikan Pajak Reklame pada Kota Bekasi (Perda no. 14 Tahun 2012)

Hilangnya Potensi Pendapatan Daerah

Keluhan Pengusaha Penyelenggaraan Reklame

Revisi Kebijakan Kenaikan Pajak Reklame pada Kota Bekasi (Perda no. 14 Tahun 2012)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Diolah oleh Peneliti

Universitas Indonesia

26

Kebijakan kenaikan tarif pajak reklame di Kota Bekasi merupakan salah satu contoh kebijakan pajak yang merupakan tergolong kebijakan publik. Oleh karena itu untuk melihat proses formulasi kenaikan Pajak Reklame di Kota Bekasi, peneliti akan menggunakan teori formulasi kebijakan publik. Pajak Reklame merupakan salah satu pajak daerah, oleh karena itu teori pajak daerah diperlukan untuk mendalami bagaimana peranan pajak reklame sebagai pajak daerah yang merupakan salah satu potensi pendapatan daerah dan adanya kesesuaian antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya

administratifnya. Tujuan dari suatu kebijakan cukup penting dalam menyelesaikan pokok permasalahan yang ada. Pajak reklame memiliki fungsi regulerend yang besar dalam mempertahankan nilai estetika dalam penyelenggaraan reklame. Karena itu teori fungsi pajak diperlukan dalam membahas kebijakan kenaikan dari Pajak Reklame di Kota Bekasi.

Universitas Indonesia

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Menurut Koentjaraningrat, metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan (1986, h.122). Metode penelitian akan digunakan dalam penelitian untuk mengolah data dan mendapatkan jawaban akan tujuan asil penelitian ini. Metode penelitian mengarahkan pelaksanaan dari penelitian memandu bagaimana penelitian dikakukan sehingga penelitian dapat dikerjakan secara teratur. Menurut Neumann, 2003, h.68) metode penelitian membuat ilmu social lebih ilmiah. Pada penjelasan berikut akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang akan digunakan oleh Peneliti dalam peneltian ini. 3.2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian terdapat dua jenis pendekatan yang dapat digunakan oleh peneliti yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif. Menurut Cresswell (1994, h.1-2) pendekatan penelitian kualitatif memiliki artian sebagai berikut : An inquiry process of understanding a social or human problem based on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting, detailed views of information and conducted in a natural setting.

Berdasarkan definisinya ini dapat dikatakan bahwa menurut Cresswell penelitian kualitatif memiliki pengertian sebagai penyelidikan untuk mengerti masalah sosial atau masalah manusia berdasarkanpenciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam latar alamiah.

37

Universitas Indonesia

38

3.3. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan ini akan dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang antara lain adalah jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian berdasarkan manfaat penelitian, dan jenis penelitian berdasarkan waktu pengumpulan data. 3.2.1. Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian Berdasarkan tujuan peelitian, penelitian ini termasuk dalam jenis tujuan deskritif. Penelitian deskriptif memberikan gambaran mengenai sebuah situasi secara spesifik dan terperinci. Penelitian ini menentukan satu subjek dan penelitian, dan jenis penelitian berdasarkan teknik

melakukan penelitian untuk mendeskripsi secara akurat. Hasil dari penelitian deskriptif adalah gambaran yang terperinci pada satu subek (Neuman, 2003, h.35). hasil yang diharapkan pada penelitian ini adalah adanya analisis terhadap kebijakan kenaikan tarif Pajak Reklame di Kota Bekasi, seperti faktor penghambat dan pendorong kebijakan ini dan bagaimana proses penentuan kebijakan ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bekasi. 3.2.2 Jenis Penelitan Berdasarkan Manfaat Penelitian Berdasarkan Manfaat Penelitan dibagi menjadi dua, yaitu penelitian murni dan terapan (Neuman, 2003, h.21). Maka berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini tergolong dalam penelitian murni, seperti yang diungkapkan Neuman (2003, h.21) Basic research advance fundamental knowledge abaut the social world. It focuses on refuting or supporting theories that explain how the social world operates, what make things happen, why social relation are a certain way, and why society changes. Penelitian murni menjelaskan pengetahuan mendasar mengenai dunia social. Penelitian ini mendukung teori yang menjelaskan bagaimana dunia social, penyebab dari suatu peristiwa dan penyebab perubahan suatu lingkungan. Penggunaan konseo yang spesifik dan abstrak pada penelitian murni ini membuat

Universitas Indonesia

39

manfaat penelitian ini tidak dapat langsung digunakan dalam pemecahan masalah, oleh sebab itu penelitian murni merupakan kebutuhan intelektual bagi penelitan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian murni karena penelitian ini berorentasi akademis dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peneliti dalam menganalisis kebijakan kenaikan Pajak Reklame di Kota Bekasi 3.2.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Waktu Berdasarka waktu yang digunakan adalah cross sectional research. Neuman (2003, h.31) mengatakan penelitian cross sectional research sebagai berikut: in cross sectional research, research observe at one point in time. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini bersifat cross sectional research karena penelitian dilakukan padasatu waktu tertentu dan hanya sekali 3.2.4 Jenis Penelitian Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan (Library research) Penggunaan studi kepustakaan, yaoiitu pengumpulan data dengan membaca literature yang berhubungan dengan masalah yang diambil, baik berbentuk buku, Undang Undang Perpajakan, Peraturan Daerah, Jurnal Ilmiah, World Wide Web(WWW) dan lainnya yang berhubungan dengan kebijakan kenaikan pajak reklame. Tujuan penggunaan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan adalah mengoptimalkan kerangka teori dalam menentukan arahan dan tujuan penelitian dan konsep dan bahan teoritis yang digunakan dalam permasalahan penelitian. Studi pustaka akan digunakan sebagai data sekunder sebagai penunjang dalam proses analisis masalah penelitian yang ada.

Universitas Indonesia

40

2. Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan dengan metode wawancara, yaitu sebuah cara yang digunakan untuk mendapatkan keterangan dan pendapat dari responden secara lisan. Informan yang dipilih merupakan orang yang memiliki posisi, pengetahuan, pengalaman khusus, dan kemampuan berkomunikasi (Alwasilah, 2002, h.194). Peneliti tidak membatasi pilihan jawaban narasumber, sehingga narasumber dalam penelitian ini dapat menjawab secara bebas dan lengkap sesuai dengan pendapatnya. Dari wawancara ini akan dihasilkan data kualitatif dalam bentuk tulisan deskriptif mengenai jawaban dan pertanyaan yang diajukan. 3.3 Tehnik Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengelolaan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisa data yang sudah ada (Prasetyo dan Jannah, 2006, h.182). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data kualitatif. Dalam teknik analisa data kualitatif, model yang akan digunakan adalah Miles and Huberman (1984) yang menyatakan bahwa aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Data yang diperoleh dari studi pustaka dan wawancara mendalam akan dikumpulkan untuk dianalisis. 3.4 Narasumber Pemilihan narasumber yang tepat sangatlah penting dalam keberhasilan suatu penelitian. Untuk itu diperlukan narasumber yang kompeten dalam bidang yang diteliti. Neuman (2003,h.394) menjelaskan kriteria pemilihan informan: a. The Informan is totally familiar with the culture and is position to witness significant events makes a good informant; b. The individual is currently involved in field c. The informant can spend time with the researcher d. Non analytic individual make better informant

Universitas Indonesia

41

Dengan memenuhi kriteria tersebut, maka informasi yang diperoleh akan memenuhi syarat yang diperlukan dikarenakan informan menguasai akan bidang yang sesuai dengan penelitian tersebut. pihak pihak yang terkait pada proses formulasi kebijakan kenaikan pajak reklame di kota bekasi adalah: 1. Kepala Seksi Perencanaan dan Ekstensifikasi Pendapatan termasuk dalam bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi, untuk memperoleh informasi perihal awal dari kebijakan ini dan proses formulasi kebijakan tersebut. 2. Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota di Instansi Dinas Tata Kota Bekasi. Dengan tujuan untuk mengentahui akan mekanisme dari pajak reklame dalam mendukung fungsi regulerend dari pajak tersebut. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kebijakan tersebut 3. Kepala Seksi pengendalian dan Pengawasan di Instansi Dinas Pekerjaan Umum Kota Bekasi, untuk mengetahui pelaksanaan dari pajak reklame setelah adanya ketentuan baru. 4. Tenaga Ahli Walikota, untuk mendapatkan informasi mengenai peranan peranan yang dilakukan pihak walikota dalam pelaksanan perubahan tarif Pajak Reklame. 5. Akademisi sebagai ahli dalam permasalahan kebijakan pajak daerah 6. Pengusaha Penyelenggaraan Reklame daerah setempat, untuk

mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan reklame dan dampak dari kebijakan tersebut berdasarkan sisi dari pengusaha. 3.5 Site Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Administrasi Kota Bekasi. Penelitian yang dilakukan adalah mengenai analisis kebijakan kenaikan Pajak Reklame di Kota Bekasi. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan oleh hal berikut ini: a. Bekasi merupakan kota penyokong dari Jakarta yang memberikan banyak dampak pada kependudukan dan kegiatan ekonomi dalam Kota Bekasi.

Universitas Indonesia

42

b. Banyaknya jumlah reklame pada Kota Bekasi sehingga munculnya julukan Kota Reklame untuk Kota Bekasi. c. Terdapat keluhan dari pihak pengusaha mengenai peningkatan tarif dari pajak reklame di media online. 3.6 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti terbatas hanya melakukan penelitian mengenai analisis kebijakan kenaikan Pajak Reklame di Kota Bekasi yang hanya difokuskan pada Pajak Reklame Kota Bekasi.

Universitas Indonesia

Daftar Pustaka
Buku

Alwasilah, Chaedar. 2002. Pokoknya Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya Anderson, James. 1984. Public Policy Making (3rd Edition). New York: Holt, Binehart, and Winston. Anshari, Tunggul. 2006. Pengantar Hukum Pajak. Malang: Bayumedia Publishing Bird, Richard M. 2000.Taxation in Developing Countries Fourth Edition. Baltimore and London: The John Hopkins University Press Bohari, H. 2006. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Brontodihardjo, R.Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak (edisi keempat). Bandung: PT. Refika Aditama. Cresswell, John, w. 1994.Research Design : Qualitative and Quantitative Approaches, Thousand Oaks, California, USA: Sage Publication Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek Praktek Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Jakarta: UI Pres,1988. Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Terj. Mansri Maris. Jakarta: Prenada Media Group. Islamy, M.Irfan. 2007. Prinsip prinsip perumusan kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Jefkins, Frank. 1996. Periklanan. Jakarta: Erlangga. Kaho, Josef Riwu. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia Identifikasi Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraanya. Jakarta: Raja Grafindo Persada Neuman, W.Lawrance. 2003. Social Research Method :Qualitative and Quantitative Approaches, Fifth Edition. USA:Pearson Inc. Nugroho, Riant. 2011. Public Policy (edisi ketiga). Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Nurjaman Arsjad, Bambang Kusmantoro, Yuwoto Prawito, Yuwoto Setato. 1992. Keuangan Negara. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Nurantu, Safri. 2003. Pengantar perpajakan. Jakarta: Granit.

Prasetyo, Bambang, dan Lina Mithahul Jannah. 2006. Metode Penelitian Teoiri dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafino Persada. Rochmat Soemitro. 1992. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi ketigam cetakan 18. Bandung: PT. Eresco. Rosdiana, Haula. 2012. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Marsyahrul, Tony. 2006. Pengantar Perpajakan, Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Grasindo. Samudra, Azhari A. 2005 Perpajakan di Indonesia: keuangan, pajak dan retribusi. Jakarta: PT Hecca Mitra Utama. Soemitro, Rochmat. 1983. Dasar Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pedapatan. Bandung: Eresco NV. Widodo,Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Malang:Bayumedia Publising. Winardi. 1984. Ilmu reklame. Bandung: Alumni Winarni, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Jurnal dan Karya Ilmiah

Publikasi Elektronik Kenaikan Tarif Pajak Reklame kota Bekasi, http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/13/02/02/mhlo19-wah-tarif-reklame-bekasi-bakal-naik-320persen Keluhan pengusaha pemasang reklame di Kota Bekasi, http://www.dakta.com/berita/lintas-megapolitan/42537/pajak-reklamenaik-320-pengusaha-teriak.html/ Revisi Tarif Pajak Reklame oleh Pemkot Bekasi, http://kabar4.com/read/2013/03/14/pemkot-bekasi-revisi-kenaikan-pajakreklame-2013/

Pedoman Wawancara

Kepala Seksi Perencanaan dan Ekstensifikasi Pendapatan yang termasuk dalam Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi 1. Peranan Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional dispenda dalam penyenggaraan reklame di Kota Bekasi. 2. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 2012 3. Peranan Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional Dispenda dalam perumusan Perda no.14 Tahun 2012 4. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012 (permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan) 5. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dari usulan awal hingga diundangkan). 6. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012 hingga diundangkan 7. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012 Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota di Instansi Dinas Tata Kota Bekasi 1. Peranan Dinas Tata Kota Bekasi dalam penyenggaraan reklame di Kota Bekasi. 2. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 2012 3. Peranan Dinas Tata Kota Bekasi dalam perumusan Perda no.14 Tahun 2012 4. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012 (permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan) 5. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dari usulan awal hingga diundangkan). 6. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012 hingga diundangkan 7. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012 Kepala Seksi Pengendalian dan Pengawasan di Instansi Dinas Pekerjaan umum Kota Bekasi 1. Peranan Dinas Pekerjaan Umum dalam penyenggaraan reklame di Kota Bekasi. 2. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 2012

3. Peranan Dinas Pekerjaan Umum dalam perumusan Perda no.14 Tahun 2012 4. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012 (permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan) 5. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dari usulan awal hingga diundangkan). 6. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012 hingga diundangkan 7. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012 Tenaga Ahli Walikota 1. Aktor perumusan kebijakan dalam Perda no.14 Tahun 2012 2. Peranan Tenaga Ahli dalam perumusan Perda no.14 Tahun 2012 3. Latar belakang pergantian peraturan menjadi Perda no.14 Tahun 2012 (permasalahan yang ada sehingga perlu terjadi perubahan peraturan) 4. Proses perumusuan Perda no.14 Tahun 2012 sampai diundangkan (dari usulan awal hingga diundangkan). 5. Waktu yang diperlukan untuk merumuskan Perda no.14 Tahun 2012 hingga diundangkan 6. Faktor penghambat dan pendukung dalam perumusan Perda no.14 atau permasalahan yang terjadi pada perumusan Perda no.14 Tahun 2012 Pengusaha Reklame 1. Tanggapan pengusaha reklame dengan kondisi reklame yang banyk di Kota Bekasi. 2. Latar Belakang naiknya tarif atas Pajak Reklame di Kota Bekasi 3. Tanggapan pengusaha reklame atas kenaikan tarif Pajak Reklame di Kota Bekasi 4. Dampak kenaikan tarif atas Pajak Reklame terhadapt perusahaan reklame. Akademisi 1. Apakah tahapan tahapan dalam formulasi kebijakan berlaku pada perumusan peraturan daerah? 2. Apakah kenaikan dari tarif Pajak reklame merupakan kebijakan yang tepat untuk mendukung fungsi regulerend dari fungsi reklame dan mengurangi jumlah penyelenggaraan Reklame. 3. Tanggapan pihak akademisi mengenai kenaikan Tarif Pajak reklame (kenaikan 320% yang kemudian direvisi menjadi 50%)

Anda mungkin juga menyukai