Jabodetabekjur
Perkembangan perkotaan di Indonesia mempunyai ciri khas yakni pergerakan
penduduk yang sangat dominan pada daerah pinggiran atau sub-urban menuju pusat kota atau
CBD. Jakarta menjadi salah satu dari kota-kota yang ada di Indonesia yang memiliki
mobilitas penduduk yang tinggi yaitu daya tarik yang menuju ke dalam (pull factors)
dikarenakan memiliki pelayanan lebih memadai dan penawaran yang cukup tinggi dalam
aspek ekonomi. Mobilitas ini terjadi karena adanya daerah hinterland yang menjadi pusatpusat pertumbuhan penduduk dan kebanyakan dari penduduk ini memilih untuk
menggunakan transportasi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan dalam bidang ekonomi,
dalam hal ini transportasi menjadi private goods, karena kebutuhan akan barang atau jasa ini
sangat tinggi dan adanya kompetisi untuk mendapatkan barang atau jasa transportasi.
Pemerintah dan perannya dalam bidang transportasi adalah untuk memenuhi
kebutuhan transportasi yang bersifat publik, artinya dalam hal ini pemerintah mempunyai
kontrol terhadap pergerakan penduduk. Kontrol ini dimaksud agar pergerakan penduduk
dengan transportasi pribadi yang bersifat private, dapat diganti menjadi transportasi publik
(club goods) untuk menekan laju pertumbuhan kendaraan pribadi yang akan menimbulkan
kerugian ekonomi, sosial, maupun psikologi. Kerugian yang disebabkan hal diatas karena
tingginya tansportasi pribadi di Jabodetabekjur sebesar 93,31%, sedangkan untuk transportasi
publik sebesar 2,67% saja. Kerugian ekonomi yang dimaksud adalah masyarakat pengguna
transportasi akan kehilangan waktu untuk mengembangkan potensi ekonomi, kerugian sosial
seperti kemacetan akan menimbulkan dampak pada orang lain dan psikologi secara mental
orang yang sering terjebak kemacetan akan mengalami stress dan sakit kepala. Pemerintah
baik kota maupun daerah yang meliputi Jabodetabekjur memiliki kesepakatan dalam kontrol
ini agar permintaan pada transportasi publik ini dapat di tekan sehingga penggunaan
mengikat perjanjian tersebut agar tidak menimbulkan efek pada daerah seperti pembangunan
investasi asing yang tidak terkontrol. Dalam hal ini terdapat hubungan antara bacwards dan
forwards lingkage, yakni fokus utama adalah kegiatan ekonomi. Backwards lingkage meliputi
hubungan antara transportasi umum dan kegiatan ekonomi yang ada di Jabodetabekjur, dan
hubungan forwards lingkage meliputi transportasi umum dan pemerintah daerah, yang
nantinya akan membentuk hierarki ruang yang dapat ditunjukkan dalam peta lampiran
(sebagai pusat kegiatan nasional, wilayah, lokal, dan sebagainya). Masalah yang ada adalah
ketika hierarki ruang terbentuk maka seharusnya ada aksesibilitas yang memadai, namun
dengan pertumbuhan kota yang mengikuti alur transportasi sebagai akibat dari pertumbuhan
ekonomi maka pertumbuhan kota semakin tidak terarah dan melebar memunculkan perkotaan
baru. Pemerintah DKI sepakat untuk menekan pertumbuhan perkotaan baru ini dengan
adanya TOD, yakni pertumbuhan real estate hanya terjadi pada daerah yang menjadi pusat
tujuan transportasi. Hal ini dapat dilihat dari peta KDB dan KLB dimana konsentrasi kegiatan
hanya pada area tertentu dan mempertimbangan aspek lokasi. Disisi lain dari TOD ini,
perkembangan real estate ini akan memunculkan harga permintaan tanah yang ada pada
daerah TOD ini menjadi naik sedangkan persediaan lahan tetap memnyebabkan harga jual
tanah yang tinggi, sehingga pemerintah DKI perlu menekan terhadap permintaan harga tanah
ini dengan perencanaan yang bersifat kompeherensif, artinya menyeluruh dan sesuai dengan
permintaan masyarakat. Kerjasama transportasi antar daerah ini juga menekan tingginya
urbanisasi ke kota, namun di sisi lain juga agar terjadi multiplier effect antara daerah yang
dilalui oleh jalur transportasi ini, yakni Bekasi, Tangerang, Bekasi dan Cianjur dalam
pertumbuhan penduduk.
Kerjasama dalam bidang transportasi DKI seperti yang telah dijelaskan akan
menarik investasi masuk sehingga menimbulkan inovasi yang disebut dengan investasi padat
modal, yang berimbas pada flow to household dan flow to local bussiness. Namun
permasalahan yang terjadi adalah mereka yang kurang inovasi dan kurang kompetitif akan
tergeser dan menyebabkan ketimpangan apabila hal ini terjadi melihat DKI Jakarta
merupakan salah satu dari kota yang paling berpengaruh. Secara investasi hal ini akan
menguntungkan pihak-pihak yang ada di household karena investasi ini akan memberikan
pendapatan yang lebih besar daripada yang mengandalkan padat karya.
Permasalahan lain dalam kerjasama bidang transportasi adalah pembentukan ruang
jalan untuk mempermudah jalur, karena setiap daerah terdapat otonomi yang mengatur
kebijakan tentang pembangunan ruas jalan, sehingga apabila tidak disamakan maka akan
terjadi ketimpangan pembangunan, seperti daerah Bekasi dan Jakarta, yang terdapat
ketimpangan kualitas jalan yang semula baik namun ketika memasuki daerah Bekasi menjadi
tidak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan proyek ini kepada pihak DKI
Jakarta dengan penerapan sebagai jasa yang bersifat toll goods, yang nantinya akan
memberikan pendapatan kepada pihak DKI Jakarta dan pihak daerah Bekasi memberikan
retribusi berupa pajak dan peraturan yang memuat pembangunan jalan tersebut.
DKI Jakarta dan daerah sekitar yang tergabung dalam lingkup perkotaan
Jabodetabekjur mengadakan kerjasama dalam peningkatan ekonomi dan menekan laju
mobilitas yang dilakukan dengan kendaraan pribadi serta memberikan pemerataan fasilitas
yang mudah diakses. Kerjasama ini terdapat pembagian yang didasarkan pada prinsip
wilayah administratif yang digunakan untuk melayani wilayah yang bersifat aglomerasi tanpa
mengenal adanya batas administratif. Permasalahan yang ada ditangani melalui peraturan dan
penataan kembali ruang yang dilakukan pihak DKI Jakarta.
Appendix
Data-data ini merupakan lampiran dan sesuai seperti yang tercantum dalam:
File BPS DKI Jakarta tentang Statistik Kendaraan Bermotor
Rencana Induk Transportasi Jabodetabek yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Perhubungan
Gambar 1.1 Kepemilikan Kendaraan Motor
di Jakarta
Bus
Terminal
Gambar 1.10 TOD Di Dukuh Atas