Anda di halaman 1dari 5

Longsr dan Perkembangannya Belum ada catatan yang akurat, sejak kapan sebenarnya Longsr menjadi bagian dari

kesenian di Tatar Sunda. Bahkan kata Longsr tidak menpunyai definisi yang jelas. Ada yang menggangap bahwa kata Longsr kependekan dari long (melihat, memandang) dan ser (kata untuk menunjukkan suatu hasrat atau gairah seksual). Namun anggapan tersebut bukanlah satu-satunya definisi yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Bentuk pergelaran Longsr, seperti halnya Lenong Betawi, dibangun dari beberapa bagian penting yang menjadi ciri khas kesenian tersebut. Sebuah pergelaran Longsr biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh musik), pemain, bodor (pelawak), dan ronggng (penari merangkap penyanyi) yang berfungsi daya tarik tersendiri bagi penonton. Pada saat pementasan, para pemain membangun cerita untuk disuguhkan kepada penonton. Pada mulanya, cerita dalam Longsr disusun sesaat sebelum permainan dimulai. Artinya, tanpa skenario yang jelas, sehingga kadang-kadang isi cerita menjadi kurang fokus dan lebih cenderung humoristik. Sebagai teater rakyat, Longsr dipentaskan di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal perkembangannya, Longsr hampir tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung yang ditata sedemikan rupa. Di mana terdapat penonton, di sana Longsr digelar; apakah tempat ini alun-alun, terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan. Menelusuri sejarah Longsr, tidak akan terlepas dari nama Bang Tilil (nama aslinya Akil), yang dikenal sebagai tokoh Longsr. Dalam kurun waktu 1920-1960, Longsr Bang Tilil mencapai puncak kejayaannya. Longsr Bang Tilil hadir sebagai media hiburan rakyat yang komunikatif. Ketenaran Longsr Bang Tilil, telah memicu seniman lainnya untuk mendirikan grup tersendiri; di antaranya Longsr Bang Soang, Bang Timbel, Bang Cineur, Bang Kayu, dan sebagainya. Selain Longsr Bang Tilil, salah satu kelompok Longsr yang cukup terkenal adalah Longsr Pancawarna yang dipimpin oleh Atng Japar (pernah berguru kepada Bang Tilil). Pancawarna didirikan tahun 1939, dan masih eksis sampai sekarang walaupun produktifitasnya menurun. Terdapat pembagian wilayah pertunjukan antara Bang Tilil dengan Ateng Japar. Bang Tilil menguasai wilayah pertunjukan kota Bandung (Stasiun, Alun-alun, Tegal Lega, Cicadas, Andir, Cikawao dan wilayah lain di kota Bandung). Sementara Longsr Ateng japar menguasai wilayah luar kota Bandung (Pangalengan, Cililin, Banjaran, Soreang, dan lain-lain). Akibat penjajahan Jepang, banyak seniman Longsr mengungsi. Praktis kegiatan berkesenian mereka surut sejak itu. Baru pada tahun 1952, ketika Ateng Japar kembali ke Bandung dari pengungsiannya di Garut, Longsr kembali mengisi ruang hiburan bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Kesulitan kesenian Longsr untuk bertahan pun masih terus dialaminya. Ini disebabkan oleh kebijakan penataan tata ruang kota Bandung, termasuk pemekarannya. Akibatnya, beberapa genre seni pertunjukan rakyat yang pada saat itu menjadi bagian dari masyarakatnya juga mengalami kesulitan untuk hidup. Perlahan-lahan wilayah pertunjukan Longsr Bang Tilil pun menciut dan akhirnya surut. Apalagi setelah Bang Tilil meninggal, punahlah Longsr yang dipimpinnya. Sementara itu, Longsr Ateng Japar tetap eksis berkeliling di wilayah pertunjukannya, walaupun tidak lagi seperti pada masa kejayaannya dahulu. Dewasa ini, Longsr Ateng japar tidak lagi memiliki

wilayah pertunjukan yang pasti. Bahkan dari hari ke hari semakin surut, walaupun belum dapat dikatakan punah sama sekali. Longsr Ateng japar tidak lagi melakukan pertunjukan keliling, dan hanya memenuhi panggilan untuk menumbuhkan apresiasi para mahasiswa kesenian atau untuk hiburan bagi instansi yang menganggap Longsr masih layak dijadikan materi hiburan. Belakangan Longsr Ateng Japar mempreteli keutuhan pertunjukan dan bersedia memenuhi panggilan untuk hajatan. Longser itu hanya memiliki tarian jenis ketuk tilu dan jaipongan, dimainkan di sebuah panggung dengan perlengkapan bodor alakadarnya. Padahal, umumnya Longsr dimainkan di arna terbuka, menyatu jeung penonton. Memang belakangan ini, Longsr sering dimainkan di sebuah panggung, baik di luar bangunan maupun di dalam gedung kesenian. Namun menurut Wa Kabul, pemimpin Longsr Ringkang Gumiwang, persoalan tempat tergantung pada kondisi. Sah-sah saja Longsr dimainkan di atas panggung, seperti seni teater lainnya. Awalnya Longsr memiliki waktu pertunjukkan tertentu, yaitu pada malam hari, antara pukul 20.00 sampai dan 22.00. Namun saat ini banyak juga seni Longsr yang dimainkan pada siang hari. Longsr yang Komunikatif Malam itu, pada bulan September 2001, arena lapangan parkir Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung disesaki penduduk. Masyarakat di sekitar kampus tersebut berbondong-bondong menyaksikan pertunjukkan yang jarang sekali digelar. Dengan tajuk Revitalisai Seni Tradisi, acara tersebut menampilkan seni Longsr setiap malam selama 9 hari, 10-18 Sepetember 2001. Para penonton cukup antusias menyaksikan acara tersebut. Pemainnya sebagian besar generasi muda. Mereka datang dari bebagai grup Longsr yang ada di Bandung dan sekitarnya. Berbeda dengan Longsr Bang Tilil atau Atng Japar, seni Longsr yang ditampilkan di STSI Bandung mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut, merupakan perkembangan dari Longsr itu sendiri, dan pada dasarnya masih berpijak pada tradisi terdahulu. Bahkan salahsatu grup Longsr sudah berani memodifikasi keutuhan Longsr, menggabungkannya dengan musik dan teater modern. Kostum dan tema cerita memang berbeda, merupakan penyesuaian dengan keadaan sekarang. Menurut Wa Kabul, cerita dan bahasa yang digunakan pada Longsr hanyalah sebuah fungsi untuk disampaikan kepada penonton. Saat ini para pemain Longsr masih menggunakan bahasa Sunda yang komunikatif, walaupun pada beberapa pementasan ada juga yang menggunakan bahasa Indonesia. Longsr dibangun oleh para pemain yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan pada Longsr Bang Tilil, para pemain Longsr banyak yang mempunyai peran ganda. Suatu saat ia harus menjadi nayaga (penabuh musik), tapi tiba-tiba ia bergabung dengan pemain lainnya dan ikut berakting. Selain mengiringi jalannya pementasan, para nayaga pun bertugas untuk tatalu (menabuh gamelan) agar mengundang perhatian penonton. Sebelum acara dimulai, gamelan sudah ditabuh sambil menunggu para pemain mempersiapkan cerita yang akan disajikan.

Ronggng Ronggng dikenal sebagai penari merangkap penyanyi pada seni Longsr. Banyak yang beranggapan miring pada tokoh yang satu ini, bahwa ronggng adalah wanita perayu dengan tarian rotis sebagai pemikatnya. Anggapan tersebut membuat beberapa penari Longsr saat ini enggan disebut ronggng. Padahal ronggng mempunyai peran yang sangat penting dalam seni Longsr. Ia mempunyai daya tarik tersendiri, dan akan terasa hambar jika Longsr tidak dilengkapi oleh ronggng. Setelah nayaga menabuh gamelan, dan penonton mulai datang, permainan pun dimulai. Ronggng bertugas membuka pementasan dengan sebuah tarian. Dilengkapi Kostum dan tata rias yang cukup mencolok, ronggng menari di tengah-tengah penonton dengan berbagai jenis nuansa gamelan. Beberapa gerakan tari, seperti plok cndol (tarian dengan gerakan goyang pinggul yang cukup erotis), cukup membuat penonton terkesima. Nah, daya tarik inilah yang kemudian membuat para penonton enggan beranjak. Selain ronggng muda, dengan penampilan cantik dan menarik, juga ada ronggng yang sudah berumur. Ronggng yang satu ini biasanya menampilkan tarian kocak yang membuat penonton terbahak-bahak. Dalam sebuah pementasan Longsr, ronggng hadir beberapa kali. Apalagi banyak ronggng yang ikut berakting dengan pemain lainnya. Beberapa grup Longsr mempunyai lebih dari satu rongng. Mereka menari dan menyanyikan lagu-lagu Sunda silih berganti. Ronggng pun berperan pada saat ngarayuda (meminta sumbangan alakadarnya kepada penonton sebagai imbalan pementasan). Ronggng yang cukup terkenal adalah Si Kucrit dari grup Longsng Bang Tilil. Bodor Salahsatu ciri khas seni Longsr adalah dengan adanya bodor atau pelawak. Bodor hadir setelah ronggng menampilkan tarian pembuka. Ia kemudian menari meniru ronggng, dengan gerakan yang kocak dan mimik yang humoris. Bodor bertugas memperkenalkan grup Longsr yang sedang pentas, menggunakan bahasa yang komunikatif dan seringkali dibumbui dengan canda. Jika pementasan diadakan dalam sebuah kariaan, maka bodor pun mengungkapan maksud dan tujuan penyelenggara kariaan. Setelah itu, bodor meminta menari bersama ronggng. Nah, ketika itu, munculah bodor lain dan ikut menari. Kemudian secara katikatural mereka berebut ronggng. Ronggng kemudian meminta bayaran, dan karena bodor (pura-pura) tidak mempunyai uang, maka mereka ngarayuda, meminta sumbangan kepada penonton. Namun ada juga penonton yang spontan melemparkan uang ke arena pentas dengan menggunakan saputangan atawa kain karmbong. Setelah itu bodor pun mulai berdialog dengan mengangkat sebuah tma yang telah dipersiapkan. Umumnya, tema yang diangkat adalah kehidupan sederhana masyarakat Sunda. Beberapa pemain (selain bodor) menampilkan berbagai peran, dari ketua RT sampai orang kaya yang kikir.

Dialog Cerita dalam Longsr umumnya spontanitas, dan naskah, atau bahkan merupakan pengulangan cerita lain yang pernah dipentaskan. Tema cerita pun bagian dari kehidupan sehari-hari, umpamanya tentang bobogohan (kisah cinta) antara orang miskin dengan orang kaya. Kisah sederhana ini, sering dilengkapi oleh konflik yang lucu, dan selalu diakhiri dengan happy ending. Kadang-kadang, cerita pun tidak selesai dipentaskan berhubung keadaan alam, misalnya turun hujan, atau karena sudah tidak ada penonton. Belakangan ini, cerita pada Longsr dipersiapkan dengan naskah skenario. Tetapi unsur spontanitas serta komunikasi dengan penonton masih dipertahankan. Longsr dan Peralatan SederhanaLongsr adalah jenis kesenian yang sangat merakyat. Berbagai unsur seni bergabung dalam Longsr, mulai dari seni akting, seni musik, dan seni tari. Peralatan yang digunakan untuk pementasan pun cukup sederhana. Kostum misalnya, tidak menggunakan kostum husus, namun menggunakan pakaian sehar-hari. Dari mulai datang hingga pementasan, tidak pernah berganti pakaian (kecuali ronggng). Tidak seperti sekarang, kostum Longsr telah dipersiapkan, sesuai dengan tokoh yang akan diperankan. Ronggng misalnya, hanya mengenakan kebaya dan samping dengan motif batik. Tata riasnya pun sederhana, walaupun cukup menor (mencolok). Pada perkembangan selanjutnya, busana ronggng diseragamkan. Sedangkan busana bodor dan pemain lainnya berupa baju kampret, celana sontog, kain sarung, kopiah atau ikat kepala. Begitu juga peralatan lainnya, menggunakan barang-barang yang ada di sekitar pementasan. Ketika sebuah cerita memerlukan peralatan kursi misalnya, maka gendang pun dapat difungsikan sebagai kursi. Ketika Longsr dipentaskan di arna terbuka, penataan panggung dilaksanakan sesaat sebelum acara dimulain. Artinya tidak ada persiapan yang panjang seperti layaknya sebuah pementasan teater. Mengacu pada Longsr Bang Tilil, yang dipentaskan pada tahun 1950-an, para pemain dan nayaga datang pada sor hari, sekitar pukul empat. Mereka datang dengan menggunakan bca sebagai sarana pengangkut peralatan. Ada juga grup Longsr yang tidak dilengkapi dengan kendaraan. Mereka datang sambil memikul peralatan, dan disimpan di mana longsr akan digelar, misalnya di stasiun. Hal ini untuk mengundang perhatian penonton, sebagai pertanda bahwa pada malam itu akan dilaksanakan pertunjukan Longsr. Adapun jenis peralatannya adalah gamelan (musik pengiring); gendang, rebab, saron, bonang, panerus, goong dan kecrek. Peralatan lainnya adalah lampu penerang, bisa berupa patromak atau oncor/obor (sejenis). Sampai saat ini, beberapa grup Longsr masih menggunakan obor, walaupun hanya sebagai simbol karena penerangan sudah memakai listrik. Sebagai pengeras suara, mereka menggunakan spiker dan accu.

Perbatasan antara pemain dan penonton hanyalah menggunakan sebuah garis putih, berupa serbuk kapur yang ditaburkan membentuk lingkaran. Longsr dan Masa Depannya Sesuai dengan perkembangannya, saat ini Longsr telah mengalami perubahan. Hal ini merupakan bentuk kreatifitas untuk mengolah seni tradisi agar sesuai dengan kekinian. Tempat pertunjukan, misalnya, saat ini sudah jarang menggunakan arena terbuka, tetapi lebih cenderung di gedung kesenian. Kalaupun di arena terbuka, maka dibangun sebuah panggung dan dipersiapkan beberapa hari segelumnya. Tema cerita pun mengalami modifikasi, bahkan sudah difokuskan pada suatu kisah yang mengalir dari awal sampai akhir. Modifikasi seni Longsr, seperti seni-seni lainnya, merupakan bentuk perkembangan seni itu sendiri. Hal yang terpenting adalah tidak menghilang bagian yang menjadi ciri seni tersebut. Seperti seni tradisi lainnya, Longsr pun mengalami pasang-surut. Saat ini, sebagaimana perkembangan sosial di masyarakat yang mengarah kepada kehidupan modern, orang-orang sudah banyak enggan untuk menonton pertunjukan Longsr. Bahkan jenis kesenian Longsr pun banyak yang tidak mengetahuinya, apalagi generasi muda. Fenomena ini ditandai dengan matinya beberapa grup Longsr karena sudah memiliki penonton. Kalaupun Longsr dipertunjukkan, hanya pada acara husus, bukan berdasarkan tuntutan masyarakat untuk mendapat sarana hiburan. Padahal Longsr mempunyai fungsi sosial yang mengetengahkan gambaran kehidupan masyarakat di setiap jaman. Upaya pelestarian pun terus dilakukan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Barat yang berkewajiban melestarikan seni tradisi telah melakukan pembenahan, agar warisan leluhur ini tidak sampai punah. Misalnya, dengan menampilkan Longsr di gedung-gedung kesenian, atau bahkan di layar kaca seperti TVRI Bandung. Disbudpar pun telah memprioritaskan seni ini sebagai salah satu aset pariwisata di Jawa Barat. Regenerasi pun merupakan bagian terpenting dalam upaya pelestarian. Ada kecenderungan bahwa surutnya Longsr karena materinya tidak dapat menarik perhatian generasi muda. Sekolah seni pun, seperti STSI, mempunyai tugas yang sama. Bahkan beberapa mahasiswa STSI membentuk grup Longsr Antar Pulau yang tumbuh dan berkembang sebagai teater rakyat kota. Generasi muda lainnya, seperti Dhipa Galuh Purba, membentuk grup Longsr Damar Citraloka yang anggotanya didominan para remaja. Namun grup-grup tersebut belum dapat memotifasi generasi muda lainnya untuk ikut mengembangkan seni Longsr. Keadaannya kini cukup memprihatikan, karena pertujukan Longsr tidak lagi menjadi kegiatan yang rutin, hanya pada acara-acara tertentu. Memandang masa depan, mengarah pada perkembangan yang lebih baik, memerlukan peran serta dari berbagai pihak. Apalagi, di Jawa Barat, bukan hanya Longsr yang memerlukan perhatian untuk diselamatkan dari kepunahan.

Anda mungkin juga menyukai