Anda di halaman 1dari 31

INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGANNYA

A. Tujuan 1. Mengetahui hubungan antara ikan dengan lingkungan perairan 2. Mengetahui adanya perubahan oksigen, suhu, derajat keasaman dalam akuarium 3. Mengetahui frekuensi respirasi ikan dan posisi ikan dalam lingkungan akuarium 4. Mengetahui pengaruh suhu, pH, DO, terhadap frekuensi operculum ikan B. Dasar Teori Setiap mahluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya menerima dan menanggapi rangsang. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan, maka mahluk hidup akan melakukan penyesuaian diri atau adaptasi untuk merasa lebih nyaman dan bisa beraktivitas dengan normal. Ketika mahluk hidup tersebut tak mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau terkana seleksi alam (Amdah, 2011). Ekosistem adalah suatu sistem di alam dimana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme yang lainnya, serta kondisi lingkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung kepada ukuran, tetapi lebih ditekankan kepada kelengkapan komponennya. Ekosistem lengkap terdiri atas komponen abiotik dan biotik. Komponen biotik dan abiotik tersebut antara lain: 1. Komponen Biotik Biotik adalah mahluk hidup. Lingkungan biotic suatu mahluk hidup adalah seluruh mahluk hidup, baik dari spesiesnya sendiri maupun dari spesies berbeda yang hidup di tempat yang sama. Dengan demikian, dalam suatu tempat , setiap mahluk hidup merupakan lingkungan hidup bagi mahluk hidup lain. Komponenkomponen biotic terdiri dari berbagai jenis mikroorganisme, hidrila, dan lain-lain. 2. Komponen Abiotik Abiotik adalah bukan mahluk hidup atau komponen tak hidup. Komponen abiotik merupakan komponen fisik dan kimia tempat hidup mahluk hidup. Contoj

komponen abiotik antara lain suhu, cahaya, air, kelembapan,udara, garam-garam mineral, dan tanah. Keadaan lingkungan suatu organisme umumnya selalu berubah. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi suatu habitaat adalah perubahan suhu udara, kelembapan, intensitas cahaya matahari, air, tanah, dan makanan. Bila keadaan lingkungan berubah maka sifat habitat akan berubah pula. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi organisme dalam melakukan aktivitasnya contohnya

pengaruh dari luar seperti lingkungan dan pengaruh dalam yang berasal dari organisme itu sendiri. Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Tunas, 2005). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta, 2004). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 290C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Sukiya, 2005) Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie, 1990). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Kanisius, 1992). Menurut Soetjipta (1993), Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi aktivitas organisme adalah DO (Dissolved Oxygen) dan pH. Tingginya suhu air akan mengurangi kadar oksigen terlarut. Keadaan suhu air dan DO akan mempengaruhi aktivitas ikan. Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air . Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat

yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang larut di perairan bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003). Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kadar kelarutan oksigen menentukan kualitas suatu perairan, semakin tinggi kualitas air semakin baik kehidupan ikan dan organisme air lain di dalamnya. Proses metabolisme ikan membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis tumbuhan yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara, kadar garam (salinitas), luas daerah permukaan perairan yang terbuka, tekanan atmosfer, dan prosentase oksigen di sekelilingnya. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air, selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air termasuk di dalamnya ikan dan tumbuhan air. C. Alat dan Bahan ~ 5 buah ikan ~ 4 buah aquarium ~ Air ~ Counter ~ Penggaris ~ Hidrila ~ Stopwatch ~ pH meter dan DO meter ~ Termometer ~ Batu

D. Prosedur 1. Mencuci Aquarium hingga bersih 2. Mengisi ketiga Aquarium dengan volume air yang sama 3. Memasukkan ikan, dan hidrila dengan ketentuan berikut ini : Aquarium pertama diisi dengan hidrila Aquarium kedua diisi dengan ikan Aquarium ketiga diisi dengan hidrila dan 1 ikan Aquarium keempat diisi dengan hidrila dan 3 ikan

4. Aquarium diletakkan didekat jendela 5. Mengukur ketinggian air, pH, DO, , dan frekuensi membuka menutupnya operculum ikan selama 1 temperature menit 6. Pengukuran dilakukan secara berkala selama 10 hari dan dilaksanakan tiap pukul 12.00 WIB. E. Data 1. Aquarium 1 Komponen ekosistem aquariumnya adalah Hidrilla, dan air.

Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pH
7,4

6.89
7,49

7.65 6.96 7.2 7.3 7.3 7.3 7.3

Suhu (C) 26 25.1 24.4 24 24 25.3 24 24.3 24.7 25

DO (mg/L) 7.5 6.63 7.0 7.63 7.16 7.33 7.23 7.28 7.33 7.4

Volume (L) 10.0485 10.0485 10.0485 10.0485 9.77445 9.6831 9.5004 9.454725 9.40905 9.40905

2. Aquarium 2 Komponen ekosistem aquariumnya adalah air dan ikan . Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pH 7.5 6.88 7.31 7.6 7.1 7 7.3 7.4 7.4 7.4 Suhu (C) 26 24.6 24.3 25.2 25.5 25.3 24.9 25 25 25 DO (mg/L) 7.57 6.83 7.1 7.67 6.4 7.2 6.6 6.9 7.1 7.3 f operkulum ( ../ menit) 49 84 70 55 61 61 12 25 38 46 Volume (L) 9.77445 9.77445 9.6831 9.59175 9.135 8.86095 8.7696 8.5869 8.5869 8.5869

Catatan :
1. Hari 1 : Jumat, 24 Januari 2014 Posisi ikan di bawah dan tidak naik ke permukaan

2. Hari 2 : Sabtu, 25 Januari 2014 Posisi ikan di pojok bawah

3. Hari 3 : Minggu, 26 Januari 2014 Posisi ikan di pojok kiri bawah

4. Hari 4 : Senin, 27 Januari 2014 Posisi ikan di pojok kiri bawah

5. Hari 5 : Selasa, 28 Januari 2014 Posisi ikan di pojok kiri bawah

6. Hari 6 : Rabu, 29 Januari 2014 Posisi ikan di pojok kiri bawah

7. Hari 7 : Kamis, 30 Januari 2014 Posisi ikan yakni berenang dari ujung satu ke ujung yang lain dengan lincah 8. Hari 10 : Minggu, 2 Februari 2014 Posisi ikan berada di pojok kanan bawah dan pergerakan operkulum lemah

9. Pengamatan pada hari ke- 8 dan hari ke- 9 tidak dilakukan dan perhitungan data secara statistik 3. Aquarium 3 Komponen ekosistem aquariumnya adalah Hidrilla, air, dan 1 ikan.

Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pH 7,5 6,97 7,42 7,2 6,7 7,1 7,4 7,3 7,1 6,9

Suhu (C) 26 24,4 24,3 25 25,6 25,9 25,2 25,2 25,2 25,1

DO (mg/L) 7,5 6,9 7,1 5,6 6,5 7,4 7,5 7,4 7,4 7,3

f operkulum ( ../ menit) 69 86 51 52 71 52 64 61 59 57

Volume air ( L) 10,715 10,604 10,604 10,604 10,408 10,212 10,212 10.212 10.212 10.212

Keterangan: 1. Hari 1 : Jumat, 24 Januari 2014 Posisi ikan di dasar aquarium

2. Hari 2 : Sabtu, 25 Januari 2014 Posisi ikan di dasar aquarium

3. Hari 3 : Minggu, 26 Januari 2014 Posisi ikan di dasar aquarium

4. Hari 4 : Senin, 27 Januari 2014 Posisi ikan di dasar aquarium

5. Hari 5 : Selasa, 28 Januari 2014 Posisi ikan di dasar aquarium

6. Hari 6 : Rabu, 29 Januari 2014 Posisi ikan di dasar aquarium

7. Hari 7 : Kamis, 30 Januari 2014 Posisi ikan di dasar 8. Hari 10 : Minggu, 2 Februari 2014 Posisi ikan berada di pojok dasar aquarium.

4. Aquarium 4 Komponen ekosistem aquariumnya adalah Hidrilla, air, dan 3 ikan Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan : 1. Hari Ke-4 ( Senin, 27 Januari 2014) Keadaan ikan Keadaan ikan Keadaan Ikan : Ikan lebih sering berada dibawah pH 7.36 6.89 7.21 6.9 7.13 6.9 7.2 7.2 7.25 7.4 Suhu (C) 26 24.13 24.2 25.9 25.2 27.4 25.8 25.1 25 24.7 DO (mg/L) 7.5 7.03 6.97 7.1 5.5 6.7 7.3 7.4 7.5 7.6 f operkulum ( ../ menit) 63 82 65 54 53 57 46 50 52 54 Volume (L) 9.77445 9.77445 9.6831 9.59175 9.135 8.86095 8.7696 8.5869 8.5869 8.5869

2. Hari Ke-5 ( Selasa, 28 Januari 2014) : Ikan cenderung diam, tidak aktif berenang

3. Hari Ke-6 (Rabu, 29 Januari 2014) : Ikan lebih sering berada di bawah, dan didekat hidrilla 4. Hari Ke-7 (Kamis, 30 Januari) Keadaan Ikan : Ikan lebih sering berada di tengah, kurang aktif

berenang, dan berada didekat hidrilla

5. Hari Ke-10 (Ahad, 2 Februari 2014)

Keadaan ikan disekitar hidrilla. E. Analisi data

: Ikan aktif berenang dan lebih sering berada

Percobaan mengetahui pengaruh ikan terhadap lingkungannya diawali dengan tahap persiapan dimana praktikan mencuci k Aquarium hingga bersih, kemudian mengisi keempat Aquarium dengan volume air yang sama, setelah itu memasukkan ikan, dan hidrila dengan ketentuan berikut ini ke dalam akuarium: akuarium pertama diisi dengan hidrila akuarium kedua diisi dengan ikan akuarium ketiga diisi dengan hidrila dan 1 ikan akuarium keempat diisi dengan hidrila dan 3 ikan Setelah siap, akuarium diletakkan di dekat jendela gunanya untuk mendapatkan lingkungan hidup ikan yang seolah-olah sesuai dengan habitat aslinya, mendapatkan sinar matahari dan pada malam hari mengalami malam karena tidak ada lampu penerangan. Pengukuran pertama mulai dilakukan setelah tahap persiapan selesai dilakukan, dilakukan pengukuran terhadap ketinggian air (untuk mengetahui

volumenya), pH, DO, temperature, dan frekuensi membuka menutupnya operculum ikan selama 1 menit, serta kondisi ikan apakah ikan berada pada dasar atau permukaan air. Pengukuran dilakukan secara berkala selama 10 hari dan dilaksanakan tiap pukul 12.00 WIB. Berdasarkan table di atas, akuarium 1 hanya terdiri dari tanaman hidrila, akuarium 2 hanya berisi ikan, akuarium 3 berisi tanaman hidrila dan 1 ikan, dan akuarium 4 berisi tanaman hidrila dan 3 ikan menunjukkan perbedaan pada masing-masing indikator yang akan diukur dan nantinya antar indicator ada yang dapat saling mempengaruhi misalnya suhu terhadap DO. Selain itu perbedaan indicator tampak pada pengamatan masing-masing harinya. Baik suhu, pH, DO pada tiap-tiap akuarium berbed, serta pada operculum ikan pada akuarium yang berisikan ikan pun frekuensinya berbeda. Pengambilan data pada hari ke 8 dan ke 9 tidak dilakukan secara langsung, hal tersebut dikarenakan situasi dan kondisi yang kurang memungkinkan untuk melakukan praktikum karena bertepatan dengan hari libur nasional sehingga

dalam memperoleh data dilakukan perhitungan statistic. Caranya adalah sebagi berikut : 1) Data pada pengamatan hari ke-7 ditambahkan dengan data pada pengamatan pada hari ke-10 kemudian dibagi 2. Dan hasil perhitungan tersebut untuk sementara dimasukkan dalam data pada hari ke-8. 2) Data pada hari ke-8 ditambahkan dengan data pada hari ke-10, kemudian dibagi 2. Dan hasil perhitungan tersebut diletakkan pada data ke-9. 3) Untuk mencari data yang digunakan pada hari ke-8, maka dengan cara menambahkan data pada hari ke-9 dengan data pada hari ke-7 kemudian dibagi menjadi 2. F. Pembahasan 1. pH dan Hubungan pH dengan Respirasi Ikan pH (singkatan dari puisance negatif de H ), yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu perairan. Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air, selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air termasuk di dalamnya ikan dan tumbuhan air. Derajat keasaman atau pH dalam air menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = log (H+). Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 9,0 (Kordi, 2004). Dampak perubahan pH : a. Terganggunya proses metabolisme ikan b. Ikan mudah terserang penyakit

c. Pertumbuhan menurun, karena ikan mengalami stress d. pH tinggi dapat meningkatkan kandungan ammonia sehingga kualitas air terganggu. Pengaruh pH pada biota terletak pada aktivitas enzim. Kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa membahayakan ikan karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Nilai pH rendah dapat menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat semakin tinggi dan

enzim akan mengalami protonasi . Keasaman juga berpengaruh pada tingkat kelarutan suatu nutrien dalam perairan, yang menentukan keberadaan suatu organisme. sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak akan terganggu sehingga dapat menyebabkan meningkatkan konsentrasi amoniak yang bersifat toksik bagi organisme (Barus, 2001). Klasifikasi nilai pH air dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Netral : pH air = 7 Alkalis (basa) : 7 < pH air < 14 Asam : 0 < pH air < 7 (Efendi, 2003)

Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tinggi atau rendahnya pH air dipengaruhi oleh senyawa / kandungan dalam air tersebut. Faktor yang mempengaruhi kadar pH air yaitu sisa-sisa pakan dan kotoran yang mengendap di dasar Aquarium. Faktor tersebut juga lah yang mengakibatkan perbedaan kadar pH pada tiap Aquarium. Perbedaan jumlah rata-rata kadar pH pada tiap aquarium dapat dilihat pada table dibawah ini: Tabel Kadar Rata-Rata Tiap Aquarium Aquarium 1 7.252 Keterangan: Aquarium 1 diisi dengan hidrila Aquarium 2 diisi dengan ikan Aquarium 3 diisi dengan hidrila dan 1 ikan Aquarium 4 diisi dengan hidrila dan 3 ikan Aquarium 2 7.289 Aquarium 3 7.159 Aquarium 4 7.144

Pada table diatas dapat diketahui bahwa aquarium yang didalamnya tidak terdapat ikan, dan hanya terdapat hidrilla saja kadar pHnya lebih tinggi dibandingkan dengan aquarium yang memiliki ikan didalamnya. Faktor- faktor yang mempengaruhi Perubahan pH di aquarium yaitu (1.) Aktivitas fotosintesis, (2 Aktivitas respirasi (Ayubi, 2011). Hidrilla dalam Aquarium meningkatkan kadar oksigen terlarut (DO) dan jumlah ikan yang melakukan respirasi dan menghasilkan CO2, sehingga terdapat saling keterkaitan antara 2 faktor tersebut. Hidrilla membutuhkan ikan yang mampu menghasilkan CO2 dalam respirasi untuk fotosintesis dan ikan membutuhkan O2 yang dihasilkan oleh fotosintesis hidrilla. Semakin tinggi kadar oksigen terlarut maka makin tinggi pula pH pada aquarium, dimana kedua faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas (respirasi) pada ikan. Semakin rendah kadar pH pada suatu perairan maka semakin rendah pula kadar oksigen terlarut pada suatu perairan yang menyebabkan semakin cepat kegiatan ventilasi pernapasan ikan per menit sehingga menyebabkan pergerakan ikan menjadi sangat agresif dan selalu muncul di permukaan untuk bernafas. Meningkatnya kadar CO2 di perairan akan menurunkan kadar pH di aquarium dan meningkatnya kadar oksigen terlarut di perairan akan meningkatkan kadar pH air. Peningkatan kadar CO2 dapat diatasi oleh adanya Hidrilla yang mampu melakukan fotosintesis yang memanfaatkan hasil

respirasi ikan, yakni CO2 sebagai salah satu sumber fotosintesis selain cahaya, sehingga kadar antara O2 dan CO2 cukup stabil. Pada praktikum Hubungan antara Ikan dengan Lingkungan, dapat diketahui bahwa respirasi ikan berbanding terbalik dengan nilai pH. Semakin rendah nilai pH di perairan maka menyebabkan kegiatan respirasi ikan semakin cepat, sebaliknya jika nilai pH diperairan tinggi maka akan menyebabkan respirasi ikan semakin lambat. Hubungan antara pH dengan frekuensi respirasi (membuka dan menutupnya operculum) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel hubungan antara pH rata-rata dengan frekuensi ratarata operkulum Aquarium 2 pH rata-rata F Operkulum rata-rata Keterangan: Aquarium 1 diisi dengan hidrila Aquarium 2 diisi dengan ikan Aquarium 3 diisi dengan hidrila dan 1 ikan Aquarium 4 diisi dengan hidrila dan 3 ikan 7.289 50 Aquarium 3 7.159 62 Aquarium 4 7.144 58

Pada table diatas, dapat diketahui bahwa terdapat ketidak konsistenan data. Jika menurut teori seharusnya aquarium yang memiliki kadar pH rendah, maka respirasi ikan akan semakin cepat namun hasil data pada aquarium 4 tidaklah sesuai dengan teori tersebut jika dibandingkan dengan aquarium 2 dan 3. Ketidak konsistenan tersebut dapat diakibatkan karena beberapa factor, antara lain : (1) kurang telitinya praktikan dalam menghitung frekuensi respirasi ikan, (2) posisi ikan yang selalu berubah-ubah, jika ikan berada pada dasar dan menjauh dari hidrilla maka respirasinya cepat, namun jika ikan berada di atas permukaan dan atau didekat hidrilla maka frekuensi ikan akan semakin lambat, karena kadar oksigen disekitar hidrilla, dan diatas permukaan lebih tinggi dibandingkan kadar oksigen didasar aquarium. 2. Hubungan Antara DO dengan Respirasi Ikan Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer atau udara. DO di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti DO. Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen), maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi

anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi (Salmin, 2000). Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/lt. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%. Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal, yakni (1) Proses oksidasi

(pembongkaran) bahan-bahan organic, (2) Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan, (3) Proses pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari. Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil Pada akuarium pertama, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari kedua oksigen terlarutnya turun dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya bertambah dengan menurunnya suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya bertambah dengan bertambahnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang ketujuh oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh oksigen terlarutnya meningkat dengan menurunnya suhu lingkungan. Jika dibandingkan hampir keseluruhan oksigen terlarut meningkat jika suhu lingkungannya bertambah. Seharusnya hubungan antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik, sehingga jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan menurun. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah satunya adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada alat pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah sangat cepat. Pada akuarium kedua, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari kedua oksigen terlarutnya turun dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya bertambah dengan

meningkatnya suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya bertambah dengan menurunnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang ketujuh oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh oksigen terlarutnya meningkat dengan suhu lingkungan yang tetap. Jika dibandingkan hampir keseluruhan oksigen terlarut berkurang sedangkan suhu lingkungannya menurun. Seharusnya hubungan antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik, sehingga jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan menurun. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah satunya adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada alat pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah sangat cepat. Pada akuarium ketiga, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari kedua oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya berkurang dengan meningkatnya suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya bertambah dengan bertambahnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang ketujuh oksigen terlarutnya bertambah dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari kedelapan sampai hari kesembilan oksigen terlarut dengan suhu lingkungannya sama. Hari kesembilan sampai hari kesepuluh oksigen terlarutnya berkurang dengan suhu lingkungannya menurun . Jika dibandingkan masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya hubungan antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik, sehingga jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan menurun. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah satunya adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada alat pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah sangat cepat. Pada akuarium keempat, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari kedua oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya bertambah dengan meningkatnya suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya

bertambah dengan meningkatnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang ketujuh oksigen terlarutnya bertambah dengan meningkatnya suhu lingkungan. Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh oksigen terlarutnya meningkat dengan menurunnya suhu lingkungan. Jika dibandingkan hampir keseluruhan oksigen terlarut meningkat jika suhu lingkungannya bertambah. Seharusnya hubungan antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik, sehingga jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan menurun. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah satunya adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada alat pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah sangat cepat. Berdasarkan oksigen terlarut yang diperoleh dalam percobaan ini, masih banyak hasil yang tidak sesuai dengan oksigen terlarut yang diinginkan, seharusnya oksigen terlarut dalam akuarium sangat dipengaruhi dengan suhu yang berada disekitarnya, namun hal ini tidak terjadi dikarenakan oleh kondisi cuaca pada saat pelaksanaan praktikum, dimana pada saat melakukan praktikum cuaca disekitar tidak terlalu panas dan cenderung dingin, hal ini menyebabkan perubahan suhu yang terjadi tidak terlalu besar. Disamping itu faktor kurang telitinya para praktikan dalam mengamati termometer dan alat engukur oksigen terlarut juga berpengaruh besar pada hasil praktikum yang didapat. 3. Hubungan Antara Volume dengan Respirasi Ikan Pada percobaan yang dilakukan, data yang diambil salah satunya adalah mengukur ketinggian air pada akuarium untuk menghitung volume air yang ada di dalamnya. Pengukuran volume air ini dilakukan pada semua akuarium (akuarium1-4). Berdasarkan perhitungan dan pengukuran pada akuarium pertama, volume air pada hari pertama sampai keempat tetap sama, yaitu 10.0485 liter. pada hari kelima, volume air berkurang menjadi 9.77445 liter, hari keenam 9.681 liter, hari ketujuh 9.5004 liter, serta hari kedelapan sampai 10 volume air sama yaitu 9.40905 liter. Pada akuarium kedua tidak diukur volume airnya (tidak ada data). Pada akuarium ketiga hanya mengukur volume air sampai hari ketujuh. Pada hari pertama, volume air adalah 10,715

liter, hari kedua sampai keempat 10,604 liter, hari kelima 10,408, hari keenam dan ketujuh 10,212 liter. Pada akuarium keempat Rata-rata, volume air yang ada di dalam akuarium ini semakin berkurang setiap harinya, walaupun hanya sedikit. Berkurangnya volume air ini disebabkan karena ada beberapa air yang menguap. Menguapnya air ini dapat dipengaruhi oleh suhu dan cahaya yang mengenai akuarium tersebut.selain itu, berkurangnya air dalam akuarium ini juga disebabkan oleh tanaman hydrilla yang ada di dalam akuarium. Tumbuhan tersebut menyerap air untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh ikan untuk respirasi. Selain itu diakibatkan karena aktivitas metabolisme ikan yang menggunakan air untuk hidupnya baik untuk pencernaan maupun sirkulasi. 4. Frekuensi Membuka dan Menutupnya Operkulum (Respirasi) Pada percobaan yang dilakukan, data yang diambil salah satunya adalah frekuensi membuka dan menutupnya operculum. Operculum adalah tutup insang. Insang adalah alat yang digunakan untuk bernafas. Pada insang terjadi perukaran gas O2 dan gas CO2 . mekanismenya adalah tutup insang menutup, mulut ikan terbuka, air masuk melalui mulut, lalu air melewati insang, kemudian terjadi pertukaran gas O2 dengan gas CO2 , lalu mulut ikan menutup dan tutup insang terbuka dan akhirnya air keluar dari insang. Frekuensi operculum yang diamati hanya pada akuarim 2, 3, dan 4 sedangkan akuarium 1 tidak karena hanya mengamati hydrila saja. Pada akuarium pertama berisi satu ikan. Pada akuarium ketiga juga berisio satu ikan. Sedangkan pada akuarium keempat berisi 4 ikan. Karena pada akuarium keempat berisi tiga ikan maka frekuensi operkulumnya dirata-rata karena yang diminta hanya satu data saja. Pada akuarium kedua, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari kedua frekuensi operculum naik dengan menurunnya oksigen terlarut, ketika oksigen yang terlarut dalam air sedikit maka ikan akan terus membuka dan menutup mulutnya lebih cepat untuk mencari oksigen yang terlarut dalam air untuk kebutuhan respirasinya. Pada hari ketiga sampai hari keempat frekuensi operculum menurun dengan bertambahnya jumlah oksigen terlarut dalam air,

ketika oksigen yang terlarut banyak maka ikan akan lebih tenang dalam mencari oksigen terlarut untuk respirasinya. Hari kelima dan keenam frekuensi operkulumnya sama tetapi jumlah oksigen yang terlarut dalam air meningkat dari hari keenam ke hari yang ketujuh. Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh ferkuensi operculum meningkat dengan bertambahnya oksigen terlarut, seharusnya semakin tinggi oksigen terlarut maka akan semakin rendah frekuensi operkulumnya. Akan tetapi jika dibandingkan antara hari ketiga dengan hari kesepuluh frekuensi respirasi menurun dengan meningkatnya oksigen terlarut. Dan jika dibandingkan antara hari ketiga dengan hari ke Sembilan, oksigen terlarutnya sama tetapi frekuensi operkulumnya sangat jauh berbeda. Perbandingan antara hari ketujuh dengan hari kedelapan, seharusnya dengan meningkatnya oksigen terlarut sebanding dengan menurunnya frekuensi operculum. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah satunya adalah praktikan tidak jeli dalam melihat membuka dan menutupnya operculum. Pada akuarium ketiga, dari hari pertama ke hari yang kedua frekuensi operculum mengalami kenaikan dikarenakan jumlah oksigen terlarut dalam mengalami penunuran sehingga ikan bernafas lebih cepat agar memperoleh oksigen yang cukup untuk respirasi. Pada hari ketiga frekuensi operculum turun dengan naiknya jumlah oksigen terlarut dalam air. Hari keempat dan hari kelima frekuensi operculum mengalami kenaikan dengan menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air dibanding dengan hari ketiga, tetapi perbandingan jumlah oksigen terlarut dalam air lebih banyak pada hari kelima di dimungkinkan terjadi jika praktikan kurang jeli dalam menghitung frekuensi operculum. Hari keenam frekuensi operculum turun dengan naiknya jumlah oksigen terlarut. Hari ketujuh frekuensi operculum naik dengan naiknya

jumlah oksigen terlarut, dibanding hari pertama dengan jumlah oksigen yang terlarut sama frekuensi operculum masih lebih sedikit pada hari ketujuh jadi pada hari ketujuh masih dalam keadaan normal, hal ini juga ditandai dengan ikan masih berenang di dasar aquarium tidak di atas akuarium. Jika ikan lebih sering berenang diatas menandakan bahwa jumlah oksigen terlarut sedikit. Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh frekuensi operculum mengalami

penurunan dengan menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air disbanding dengan hari ketujuh. Jika dibandingkan antara hari kedelapan hingga hari ke kesepuluh dengan hari ketiga masih dalam keadaan normal. Pada aquarium keempat. Mulai hari pertama sampai hari kedua

frekuensi operculum naik dengan berkurangnya jumlah oksigen terlarut. Pada hari ketiga jumlah oksigen terlarut turun tetapi jumlah frekuensi operculum juga menurun jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Hari keempat frekuensi operculum turun dengan naiknya jumlah oksigen terlarut dalam air. Pada hari kelima sama seperti pada hari ketiga, jumlah oksigen terlarut menurun tetapi frekuensi operculum juga menurun jika dibandingkan dengan hari berikutnya. Sedangkan pada hari keenam jumlah oksigen terlaruk naik tetapi frekuensi operculum juga ikut naik jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Pada hari ketujuh hingga hari ke kesepuluh frekuensi operculum turun dengan naiknya jumlah oksigen terlarut. Pada hari ketiga, kelima dan keenam terjadi seperti itu dapat dikarenakan frekuensi operculumnya merupakan rata-rata dari tiga ikan pada akuarium keempat karena praktikan tidak bisa mengkontrol jumlah frekuensi operculum pada setiap ikan agar sama. Perbandingan rata rata frekuensi operculum pada akuarium kedua, ketiga dan keempat, frekuensi terbanyak pada akuarium ke tiga kemudian keempat dan yang terakhir yang kedua. Dengan jumlah oksigen terlarut paling banyak pada akuarium ketiga dan kemudian akuarium keempat dan kedua sama. Seharusnya jika dibandingkan dengan sumber rujukan jumlah oksigen terlarut banyak maka frekuensi operkulumnya akan semakin sedikit. Tetapi tidak pada praktikum ini. Banyak hal yang menjadi sebab hal ini terjadi, yang pertama adalah besar ikan pada tiap akuarim dan pada akuarium yang sama tidak sama semuanya, yang kedua dimungkinkan kesalahan praktikan dalam melihat terbuka dan tertutupnya operculum. Tetapi hal ini masih dalam keadaan normal dikarenakan sampai hari terakhir tidak ada ikan yang mati. Dan sesuai dengan pengamatan tambahan bahwa ikan masih sering berenang di bawah akuarium tidak diatas merupakan indicator lain bahwa jumlah oksigen terlarut dalam air masih dapat menunjang kehidupan ikan.

5. Hubungan Antara Suhu, DO dan pH terhadap Respirasi Ikan Air sebagai lingkungan hidup organisme, air relatif tidak begitu banyak mengalami fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi dari pada udara. Artinya untuk naik 1 C, setiap satuan volume air memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan dangkal akan menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam. Sedangkan organisme memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan

berkembangbiakan. Kenaikan suhu air pada aquarium akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa. Selain itu suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut didalam air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen dibanding dengan suhunya rendah. Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya. Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga dengan perubahan suhu pada suatu perairan akan mengakibatkan berubahnya semua proses didalam perairan. Hal ini dilihat dari peningkatan suhu air maka kelarutan oksigen akan berkurang. Dalam perairan, khususnya perairan tawar memiliki kadar oksigen (O2) terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0oC dan 8 mg/l pada suhu 25oC. Kadar oksigen (O2) terlarut dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Efendi, 2003). Jika suhu air dapat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia sehingga suhu juga mempengaruhi pH air sebab pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2

terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Kadar pH di perairan dan meningkatnya kadar oksigen terlarut di perairan akan meningkatkan kadar pH air. Kadar oksigen rendah dan pH yang rendah akan berpengaruh terhadap aktivitas respirasi ikan. Hubungan DO dan pH dengan respirasi ikan adalah berbanding lurus, semakin tinggi kadar DO di perairan maka semakin tinggi pula kadar pH di perairan, sedangkan kegiatan ventilasi pernapasan ikan berbanding terbalik dengan nilai DO dan pH, semakin rendah nilai DO dan nilai pH di perairan maka menyebabkan kegiatan ventilasi ikan semakin cepat. Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan-ikan pada perairan tropis dapat berlangsung berkisar antara 25 0C - 32 0C. Kisaran suhu tersebut biasanya berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis sehingga sangat menguntungkan untuk melakukan kegiatan budidaya ikan. Hasil pengamatan kami pada aquarium 1 yang hanya berisi hydrilla dan air didapatkan data pada hari ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 1 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses fotosintesis oleh tumbuhan hydrilla, dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,5 mg/L dan pH sebesar 7,4 pada volume air 10,4085 L. Pada hari ke dua terjadi penuruanan suhu dari sehingga menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO), hal ini di sebabkan karena penurunan suhu sehingga tumbuhan hydrilla tidak dapat melakukan fotosintesis secara maksimal. Serta terjadi penurunan pH hal ini dikarenakan hydrilla tidak dapat melakukan fotosintesis secara maksimal menyebabkan karbon dioksida dalam air tidak dipakai seluruhnya pada proses fotosintesis. Pada hari ke tiga dan ke empat terjadi penurunan suhu, namun oksigen terlarut dan pH pada air meningkat.Hal ini memang agak ganjal dan aneh sebab jika suhu turun kemungkinan aktifitas hidrilla untuk melakukan fotosintesis juga menurun sehingga kadar oksigen terlarut juga rendah serta menyebabkan pH air juga menurun. Namun jika di tinjau dari sudut pandang yang lain hal tersebut bisa terjadi karena pada aquarium 1 hanya terdapat satu organisme yaitu hidrilla

sehingga tidak terlalu banyak pencemaran air oleh hasil ekskresinya pada saat respirasi sehingga pH air meningkat dan kadar oksigen terlarut dapat meningkat karena adanya proses difusi antara air degann udara bebas dan fotosintesis. Pada saat hari ke lima suhu air tetap namun DO menurun, begitu pula dengan pH air dan terjadi penurunan volume air. Seharusnya jika suhu tetap maka DO dan juga pH juga tetap, namun hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan aktifitas hidrilla untuk melakukan fotosintesis juga menurun sehingga kadar oksigen terlarut juga rendah serta menyebabkan pH air juga menurun penurunan volume dapat disebabkan karena cahaya yang terus menerus mengenai aquarium sehingga terjadi penguapan air di aquarim dan bisa juga karena proses fotosintesis pada hidrilla. Pada hari ke enam suhu meningkat begitu pula DO dan pH di karenakan pada suhu ini terjadi fotosintesis yang maksimal sehingga menghasilkn hasil yang sangat baik. Pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh terjadi peningkatan suhu, pH konstan dan kadar oksigen terlarut mengalami peningkatan. Hal tersebut terjadi karena pada setiap perubahan terjadi peningkatan suhu sehingga fotosintesis berlangsung dengan maksimal setiap peningkatan suhu menyebabkan terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut setiap hari sehingga pH air pun konstan sebab proses fotosintesis selalu berlangsung maksimal. Pada aquarium 2 yang hanya berisi ikan dan air didapatkan data pada hari ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 2 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,57 mg/L, pH sebesar 7,7 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 49/menit hal ini dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium pada volume air 9.77445 L. Pada hari ke dua suhu air menurunan sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dan pH seingga terjadi peningkatan frekuensi operculum. Hal ini dikarenakan terjadi penggunaan oksigen oleh ikan sedangkan sumber oksigen juga hasil

hanya dari difusi air dengan udara bebas dan hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sehngga terjadi penurunan pH serta peningkatan frekuensi operkulum karenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit. Pada hari ke tiga terjadi penurunan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut dan pH sehingga terjadi penurunan frekuensi operculum. Hal tersebut dapat terjadi karena tekanan udara pada saat itu tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal sehingga pH air juga meningkat dan frekuensi operculum turun karean kadar oksigen meningkat. Namun terjadi penurunan volume hal ini disebabkan karena cahaya terus menerus mengenai akuarium sehingga air mengalami penguapan dan terjadi proses metabolisme oleh ikan. Pada hari ke empat terjadi kenaikan suhu air namun terjadi kenaikan kadar oksigen terlarut dan pH sehingga terjadi penurunan frekuensi

operculum.seharusnya jika terjadi kenaikan suhu maka kadar oksigen terlarut menjadi rendah namun pada kondisi ini kadar oksigen terlarut meningkat hal tersebut dapat dikarenakan pada waktu itu tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal sehingga terjadi peningkatan pH dan terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan karena kadar oksigen terlarut meningkat. Namun terjadi penurunan volume hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalam aquarium dan terjadi proses metabolisme oleh ikan. Pada hari ke lima terjadi kenaikan suhu air di ikuti dengan penurunan kadar oksigen terlarut dan pH sehingga frekuensi operculum meningkat. Hal tersebut terjadi karena pada saat itu proses difusi udara dengan air tidak berjalan maksimal dan juga terjadi prosesmetabolisme oleh ikan secarah berlebih sehingga menyebabkan kadar oksigen terlarut dan pH menurun sehingga frekuensi operculum meningkat karena kadar oksigen terlarut juga menurun. Terjadi penurunan volume hal ini di karenakan akuarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalam aquarium dan juga terjadi proses metabolisme oleh ikan. Pada hari ke enam terjadi penurunan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut dan pH namun frekuensi operculum konstan. Hal ini

dikarenakan tekanan udara pada saat itu tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan ikan tidak melakukan proses metabolisme secara berlebihan sehingga frekuensi operculum konstan. Sedangkan volumenya mengalami penurunan hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalam aquarium dan proses metabolisme yang dilakukan oleh ikan. Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu namun terjadi penurunan kadar oksigen terlarut hal tersebut terjadi karena terjadi penggunaan oksigen oleh ikan sedangkan sumber oksigen haya dari difusi air dengan udara bebas dan hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi serta terjadi proses respirasi oleh ikan yang menghasilkan karbon dioksida. Namun pH air malah meningkat dimungkinkan terdapat kesalahan oleh pengamat saat membaca skala pada alat. Karena kadar oksigen terlarut menurun namun frekuensi operkulum ikan menurun seharusnya frekuensi operculum meningkat hal tersebut dapat terjadi karena pada saatmenghitung frekuensi operculum ikan pengamat kurang teliti memperhatikan ikan yang diamati. Sedangkan volumenya mengalami penurunan hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalam aquarium dan terjadi proses metabolisme oleh ikan. Pada hari ke delapan terjadi peningkatan suhu menjadi 25 sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6,9 hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas walaupun tidak maksimal. Sehingga terjadi kenaikan kadar pH air menjadi 7,4 karena kadar oksigen terlarut lebih besar dibandingkan karn dioksida dalam air. Sehingga terjadi kenaikan frekuensi operkulum ikan menjadi 25/menit karena kadar oksigen terlarut dalam air dapatmencukupi kebutuhan ikan. Sedangkan volume airnya senantiasa mengalami penurunan sebab aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhunya tidak mengalami perubahan namun mengalami peningkatang kadar oksigen pada hari ke sembilan dan ke sepuluh namun pH airnya konstan, namun frekuensi operkulumnya juga meningkat. Hal tersebut di sebabkan oleh kadar oksigen terlarut yang semakin

meningkat dan kekonstanan pH serta pembacaan angka pada alat yang tidak akurat sebab pada alatpengukur DO dan pH angka mengalami perubahan cepat sekali. Namun volume airnya tidak mengalami perubahan malah tetap konstan dari hari ke delapan sampai ke sepuluh. Pada aquarium 3 yang hanya berisi satu ikan, hidra dan air didapatkan data pada hari ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 3 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,5 mg/L, pH sebesar 7,5 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 69/menit hal ini dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium. Pada aquarium telah di isi air dengan volume air 10,715 L. Pada hari ke dua suhu air berubah menjadi 24,4 terjadi penurunan suhu sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dari 7,5 mg/L menjadi 6,9 mg/L hal ini dikarenakan terjadi proses foosintesis yang kurang maksimal oleh hidrilla atau difusi air dengan udara bebas kurang maksimal sebab hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Serta terjadi penurunan pH menjadi 6,97 sebab kadar oksigen terlarut lebih sedikit daripada kadar karbon dioksida dan frekuensi operkulum meningkat menjadi 86 dikarenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit. Terjadi penurunan suhu menjadi 10,604 dikarenakan aquarium selalu mendapatkan pencahayaan oleh matahari baik pagi maupun siang hari dan aktivitasikan serta hidrilla. Pada hari ke tiga terjadi perbahan menjadi 24,3 terjadi penurunan suhu namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7.1 mg/L hal tersebut dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan proses fotosintesis oleh hidrilla juga berjalan maksimal. Terjadi kenaikan pH menjadi 7.42 hal ini terjadi karena kadar oksigen terlarut di dalam air lebih banyak dari pada kadar karbon dioksida dalam air sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 51/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi. Volume air dalam akuarium konstan yaitu sebesar 10,604.

Pada hari ke empat terjadi perubahan menjadi 25 terjadi kenaikan suhu air disertai dengan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 5,6 hal tersebut dikarenakan tekanan terlalu pekat sehingga proses difusi tidak terjadi dengan maksimal sehingga terjadi penurunan pH menjadi 7,2 hal ini terjadi karena kadar oksigen terlarut di dalam air lebih sedikit dari pada kadar karbon dioksida dalam air sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 52/menit karena kadar oksigen terlarut tidak tercukupi namun terjadi penurunan volume menjadi 9.59175 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Volume air dalam akuarium konstan yaitu sebesar 10,604. Pada hari ke lima terjadi perubahan suhu menjadi 25,9 terjadi kenaikan suhu air di ikuti dengan peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6.5 hal tersebut terjadi karena terjadi hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi, terjadi penurunan pH menjadi 6,7 mungkin terjadi kesalahan saat membaca skala pada alat sehingga frekuensi operkulum ikan meningkat menjadi 71/menit karena kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan tidak tersedia sesuai dengan kebutuhannya dan terjadi penurunan volume menjadi 10.408 hal ini di karenakan aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air. Pada hari ke enam terjadi perubahan suhu menjadi 25,9 terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7.4 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla.terjadi peningkatan pH 7,1, hal ini terjadi karena metabolisme ikan dan hidrilla meningjat. Namun frekuensi operkulum meningkat menjadi 52/menit hal tersebut terjadikarena kadar oksigen terlarut dalam air meningkat. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 10,212 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu menjadi 25,5 namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,5 hal ini dikarenakan tekanan udara

tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla. Sehingga terjadi peningkatan pH air menjadi 7,4 karena kadar oksigen terlarut lebih banyak dibandingkan dengan kadar karbon dioksida. Namun frekuensi operkulum ikan meningkat menjadi 64/menit karena oksigen terlarut yang tersedia tidak mencukupi kebutuhannya. Sedangkan volumenya konstan yakni sebesar 10,212. Pada hari ke delapan terjadi penurunan suhu menjadi 25,2 namun terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 7,4 hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas tidak maksimal dan proses fotosintesis tumbuhan hidrilla juga berlangsung tidak maksimal. Sehingga terjadi penurunan kadar pH air menjadi 7,3 karena kadar oksigen terlarut lebih sedikit dibandingkan karbon dioksida dalam air. Namun terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 61/menit. Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhu mengalami perubahan yakni 25,5 pada hari ke sembilan dan 25,1 pada hari ke sepuluh terjadi penurunan, namun mengalami penurunan juga pada kadar oksigen terlarutnya di hari ke sembilan sebesar7,4 dan di hari ke sepuluh sebesar7,3 sehingga pH airnya juga mengalami penurunan dari 7,1 menjadi 6,9. Namun frekuensi operkulumnya menurun pada hari ke sembilan 59/menit dan pada hari ke sepuluh 57/menit. Pada aquarium 4 yang hanya berisi tiga ikan, hidrilla dan air didapatkan data pada hari ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 3 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,5 mg/L, pH sebesar 7,36 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 63/menit hal ini dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium. Pada aquarium telah di isi air dengan volume air 9,77445L. Pada hari ke dua suhu air berubah menjadi 24,13 terjadi penurunan suhu sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dari 7,5 mg/L menjadi 7,03 mg/L hal ini dikarenakan terjadi proses foosintesis yang kurang maksimal oleh hidrilla atau difusi air dengan udara bebas kurang maksimal sebab hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Serta

terjadi penurunan pH menjadi 6,89 sebab kadar oksigen terlarut lebih sedikit daripada kadar karbon dioksida dan frekuensi operkulum meningkat menjadi 82 dikarenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit. Terjadi kekonstanan volume yaitu 9,77445. Pada hari ke tiga terjadi perbahan menjadi 24,2 terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 6,97 mg/L hal tersebut dikarenakan tekanan udara terlalu pekat sehingga proses difusi tidak dapat terjadi dengan maksimal dan proses fotosintesis oleh hidrilla juga berjalan tidak maksimal. Namun terjadi kenaikan pH menjadi 7.24 hal ini terjadi karenena dimungkinkan saat mengukur pH peneliti tidak akurat dalm melihat angka dan terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 65/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi n karena ikan sudah ber adaptasi terhadap lingkungan. Volume air dalam akuarium menurun menjadi 9,6831 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air. Pada hari ke empat terjadi perubahan menjadi 25,9 terjadi kenaikan suhu air disertai dengan terjadi kenaikan kadar oksigen terlarut menjadi 7,1 hal tersebut dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan juga fotosintesis oleh hidrilla berjalan dengan maksimal. Namun terjadi penurunan pH menjadi 6,9 . sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 54/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi namun terjadi penurunan volume menjadi 9.59175 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke lima terjadi perubahan suhu menjadi 25,2 terjadi penurunan suhu air di ikuti dengan penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 5.5 hal tersebut terjadi karena difusi udara dengan air tidak selalu dapat terjadi sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi, terjadi kenaikan pH menjadi 7,13 mungkin terjadi kesalahan saat membaca skala pada alat sehingga frekuensi operkulum ikan menurun menjadi 53/menit karena kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan tidak tersedia sesuai dengan kebutuhannya dan terjadi penurunan volume menjadi 9,135 hal ini di karenakan aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun

siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air. Pada hari ke enam terjadi perubahan suhu menjadi 27,4 terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6,7 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla. Namun terjadi penurunan pH menjadi 6,9 hal ini terjadi karena metabolisme ikan dan hidrilla meningkat. Namun frekuensi operkulum meningkat menjadi 57/menit hal tersebut terjadi karena kadar oksigen terlarut dalam air meningkat. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8,86095 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu menjadi 25,8 namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,3 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla. Sehingga terjadi peningkatan pH air menjadi 7,2 karena kadar oksigen terlarut lebih banyak dibandingkan dengan kadar karbon dioksida. Namun frekuensi operkulum ikan menurun menjadi 46/menit. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8,7696 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke delapan terjadi penurunan suhu menjadi 25,1 sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,4 hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas berjalan maksimal dan proses fotosintesis tumbuhan hidrilla juga berlangsung maksimal, sehingga terjadi kekonstanan kadar pH air sebesar 7,2. Namun terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 50/menit hal ini terjadi karena oksigen terlarut tidak dapat mencukupi kebutuhan 3 ikan sehingga rata-ratanya terus menurun. Sedangkan volumenya mengalami

penurunan menjadi 8,5869 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhu mengalami perubahan yakni 25 pada hari ke sembilan dan 24,7 pada hari ke sepuluh terjadi penurunan, sehingga

terjadi peningkatan pada kadar oksigen terlarutnya di hari ke sembilan sebesar7,5 dan di hari ke sepuluh sebesar7,6 sehingga pH airnya juga mengalami peningkatan dari 7,25 menjadi 7,4. Namun frekuensi operkulumnya meningkat pada hari ke sembilan 52/menit dan pada hari ke sepuluh 54/menit.

G. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah kadar pH pada suatu perairan maka semakin rendah pula kadar oksigen terlarut pada suatu perairan yang menyebabkan semakin cepat kegiatan ventilasi pernapasan ikan per menit sehingga menyebabkan pergerakan ikan menjadi sangat agresif dan selalu muncul di permukaan untuk bernafas. Meningkatnya kadar CO2 di perairan akan menurunkan kadar pH di perairan dan meningkatnya kadar oksigen terlarut di perairan akan meningkatkan kadar pH air. Hubungan DO dan pH dengan respirasi ikan adalah berbanding lurus, semakin tinggi kadar DO di perairan maka semakin tinggi pula kadar pH di perairan, sedangkan kegiatan ventilasi pernapasan ikan berbanding terbalik dengan nilai DO dan pH, semakin rendah nilai DO dan nilai pH di perairan maka menyebabkan kegiatan ventilasi ikan semakin cepat Kenaikan suhu air pada aquarium akan menimbulkan beberapa akibat antara lain: (1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun, (2) Kecepatan reaksi kimia meningkat, dan 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Sedangkan dampak perubahan pH adalah : (1) Terganggunya proses metabolisme ika, (3) Ikan mudah terserang penyakit, (3) Pertumbuhan

menurun, karena ikan mengalami stress, (4) pH tinggi dapat meningkatkan kandungan ammonia sehingga kualitas air terganggu. Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal, yakni (1) Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organic, (2) Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan, dan (3) Proses pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari. Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil

DAFTAR PUSTAKA

Amdah, Misdar. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme, (online), (http://blognaghgeo.blogspot.com/2011/02/pengaruh-suhu-terhadapaktifitas.html) diakses 31 Januari 2014 Ayubi, Aludin Al. 2011. pH (Derajat Keasaman Perairan), (online) (http://aludinkedang.blogspot.com/2011/06/ph-derajat-keasamanperairan.html), diakses 31 Januari 2014. Barus, T. A. 2001. Metode Ekologis untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik. Medan: Fakultas MIPA USU Medan. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: KANISIUS. Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Jogjakarta: Kanisius. Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta: P.T Rineka Cipta. Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta: Kanisius. Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT Bina Aksara.Jakarta. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 - 26 ISSN 02161877,(online),(http://images.atoxsmd.multiply.multiplycontent.com/attac hment/0/), diakses 02 Februari 2014. Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri. Yogjakarta: Departemen

Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang. Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta: Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai