Anda di halaman 1dari 41

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU BEDAH RUMAH SAKIT HUSADA

Nama Mahasiswa NIM Dr. Pembimbing : M. SHAZNI AFANDI RUSLI : 11-2012-270 : Dr. Yulius Fajar M. SpU Tanda Tangan:

I.

IDENTITAS PASIEN Jenis Kelamin : Laki-Laki Suku Bangsa Agama Pendidikan : Betawi : Katholik : Sarjana

Nama Lengkap : Tn. R Umur : 30 tahun

Status Pekerjaan : Belum Kawin Pekerjaan Alamat : Swasta : Cideng, Jakarta Pusat

Tanggal Masuk : 15 Juli 2013 Jam : 07.41 WIB

II.

ANAMNESIS

Diambil secara autoanamnesis pada tanggal 15 Juli 2013, jam 10.00 WIB. Keluhan Utama: Nyeri saat BAK (Disuria) sejak 4 bulan SMRS. Keluhan Tambahan: Nyeri kolik, mual, muntah, kembung, sulit BAB. Riwayat Penyakit Sekarang: 4 bulan SMRS, pasien pertama kali mulai merasa nyeri sedikit saat BAK. Namun nyeri tersebut hanya terjadi sebentar dan hanya pada saat pasien mengedan. Oleh karena itu pasien tidak terlalu memperdulikan sakitnya tersebut. Skala nyeri yang dirasakan pasien adalah 3 (0-10). Urin berwarna kuning. Pasien mempunyai kebiasaan menahan dan sering telat BAK. Pasien sering tidak mahu BAK pada waktu malam. 2 bulan SMRS, pasien mengeluh pernah BAK keluar batu kecil dan rasa nyeri saat BAK bertambah. Namun pasien belum pasti akan penyebabnya dan disebabkan kesibukan kerja, pasien tidak memutuskan untuk berobat.
M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270 1

1 minggu SMRS, nyeri saat BAK semakin bertambah parah sehingga menggangu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien mengeluh sulit untuk BAK. 2 hari SMRS, pasien membeli obat Ponstan dan Ciprofloxacin. Pasien merasa berdebar-debar dan tidak ada perbaikan. 1 hari SMRS, pasien sudah tidak dapat menahan kesakitan setiap kali BAK dan pasien memutuskan untuk berobat jalan ke poliklinik RS Husada. Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan Urografi serta dipreskripsikan minum obat Harnal. Pasien mengeluh rasa pusing dan rasa mual. Tidak ada muntah dan suhu pasien normal. Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu: DM (-) Jantung (-) Hipertensi (-) Asma (-)

Riwayat Hidup: Riwayat kelahiran ( ) Di rumah ( + ) Rumah Sakit ( + ) Bidan ( ) Rumah Bersalin ( ) Dukun ( ) lainnya..

Ditolong oleh ( ) Dokter Penyakit Dahulu (- ) Wasir ( - ) Batu Ginjal/sal kemih ( - ) Hernia ( - ) Typhoid ( - ) Batu empedu ( - ) Tifus abdominalis ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Tuberculosis ( - ) Invaginasi ( - ) Penyakit degeneratif Lain-lain :

( - ) Appendisitis ( - ) Tumor

( - ) Struma Tiroid ( - ) Penyakit jantung bawaan

( - ) Penyakit Prostat ( - ) Perdarahan Otak ( - ) Diare kronis ( - ) DM ( - ) Gastritis ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh darah

( - ) Kelainan kongenital ( - ) Colitis ( - ) Tetanus ( - ) Hepatitis ( - ) Fistel ( - ) Operasi

( - ) ISK ( - ) Volvulus ( - ) Abses hati ( - ) Patah tulang ( - ) Kecelakaan

Riwayat Makanan: Frekuensi/hari Variasi/hari : 3x/hari : Bervariasi (Nasi, Lauk, Sayur)

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

Jumlah/hari Nafsu Makan Riwayat Imunisasi: ( + ) BCG

: Cukup : Baik

( + ) DPT

( + ) Polio

( + ) Hepatitis ( + ) Campak ( + ) Tetanus Pendidikan: ( + ) SD ( + ) SLTP ( + ) SLTA ( - ) Sekolah Kejuruan Kesulitan: Keuangan: Pekerjaan: Keluarga: Tidak ada Tidak ada Tidak ada ( - ) Akademi ( + ) Universitas ( - ) Kursus ( - ) Tidak Sekolah

Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak didapatkan riwayat penyakit dahulu. Riwayat Keluarga Hubungan Umur (tahun) Kakek Nenek Ayah Ibu 61 60 Pria wanita Jenis kelamin Tidak tahu Tidak tahu Sehat Sehat Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal

Adakah keluarga/kerabat yang menderita: Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis Hipertensi Diabetes Jantung Ginjal ANAMNESIS SISTEM (Review of System) Ya Tidak Hubungan

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

Kulit ( - ) Bisul ( - ) Kuku Kepala ( - ) Trauma Mata ( - ) Merah ( - ) Sekret ( - ) Trauma Telinga ( - ) Nyeri ( - ) Sekret Hidung ( - ) Rhinnorhea ( - ) nyeri ( - ) Sekret ( - ) trauma Mulut ( - ) Bibir ( - ) Gusi Tenggorokan ( - ) Nyeri tenggorokan Leher ( - ) Benjolan ( -) Nyeri leher ( - ) Perubahan Suara ( - ) lidah ( - ) Mukosa ( - ) Tersumbat ( - ) Gangguan Penciuman ( - ) Epistaksis ( - ) Benda asing / foreign body ( - ) Gangguan Pendengaran ( - ) Tinnitus ( - ) Nyeri ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Ketajaman Penglihatan ( - ) Sakit Kepala ( - ) Nyeri pada sinus ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam ( - ) turgor

( - ) Kuning / ikterus ( - ) Sianosis

Thorax ( jantung dan paru-paru) ( - ) Sesak napas ( - ) Batuk ( - ) Nyeri dada ( - ) Mengi ( - ) Batuk darah ( - ) Berdebar-debar

Abdomen ( Lambung / Usus) ( - ) Mual ( - ) Diare ( - ) Muntah ( - ) Konstipasi

( - ) Nyeri epigastrium( - ) Nyeri kolik ( - ) Tinja berdarah ( - ) Benjolan


M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270 4

( - ) Tinja berwarna dempul

Saluran kemih / alat kelamin ( + ) Disuria ( - ) Hesistancy ( + ) Kencing batu Saraf dan otot ( - ) Riwayat Trauma Ekstremitas ( - ) Bengkak ( - ) Nyeri Berat Badan Berat badan rata-rata Berat badan tertinggi Berat badan sekarang III. : 86.5 kg : 88kg, 3 tahun yang lalu : 85kg ( ) tetap ( + ) naik 3 kg ( ) turun ... kg ( - ) Deformitas ( - ) Sianosis ( - ) Nyeri ( - ) Bengkak ( - ) Hematuria ( - ) Nokturia ( - ) Urgency ( + ) kolik ( - ) Retensio Urin

STATUS GENERALIS

Tanda- tanda Vital Tekanan Darah Nadi Pernafasan Suhu Pemeriksaan Umum Keadaan Gizi Keadaan Umum Kesadaran Sianosis Udema Umum Habitus Cara Berjalan : : : : : : : Lebih (BMI= 31,25) Tampak Sakit Ringan Compos Mentis Tidak ada Tidak ada Piknikus Baik Aktif : : : : 120/80 mmHg 70 x/menit 20 x/menit 36,5 C

Mobilitas (Aktif/Pasif): Aspek Kejiwaan Tingkah Laku Alam Perasaan Proses Pikir Kulit : : :

Wajar Biasa Wajar

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

Warna Jaringan Parut

: Sawo Matang : Tidak Ditemukan

Effloresensi Pigmentasi Pembuluh Darah Lembab / Kering Turgor Ikterus Edema

: Tidak Ditemukan : Tidak Ditemukan : Tidak Tampak : Lembab : Baik : Tidak Ditemukan : Tidak Ditemukan

Pertumbuhan Rambut : Merata Suhu Raba Keringat : Dingin : Umum:+ : Setempat: Lapisan Lemak Lain Lain : Tebal : Tidak Ditemukan

Kelenjar Getah Bening Submandibula Supraklavikula Lipat Paha Kepala Ekspresi Wajah Rambut Mata Exophthalmus Kelopak Konjungtiva Sklera : Tidak Ditemukan : Normal : Tidak Anemis : Tidak Ikterik Endophthalmus Lensa Visus Gerakan Mata Tekanan Bola Mata Nystagmus : Tidak Ditemukan : Tidak Dilakukan : Tidak Dilakukan : Normal : Tidak Dilakukan : Tidak Ada : Tenang : Hitam Simetri Muka P. Darah Temporal : Simetris : Teraba Pulsasi : Tidak Membesar : Tidak Membesar : Tidak Membesar Leher Ketiak : Tidak Membesar : Tidak Membesar

Lapangan Penglihatan : Tidak Dilakukan Deviatio Konjungtivae: Tidak Ditemukan Telinga Tuli Lubang Serumen Cairan Mulut Bibir Langit Langit Gigi Geligi Faring Lidah Leher
M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

: Tidak Ditemukan : Normal : Normal : Tidak Ditemukan

Selaput Pendengaran : Utuh Penyumbatan Perdarahan : Tidak Ditemukan : Tidak Ditemukan

: Kering&Stomatitis Tonsil : Tidak Hiperemis : Caries ( + ) : Tidak Hiperemis : Normal Bau Pernafasan Trismus Selaput Lendir

: T1-T1, Tenang : Tidak Berbau : Tidak Ditemukan : Normal

Tekanan Vena Jugularis (JVP) Tekanan Tiroid Kelenjar Limfe Dada Bentuk Pembuluh Darah

: Normal (5-1 cmH2O) : Tidak Membesar : Tidak Membesar

: Pectus Pektinatum : Tidak Terlihat Dilatasi

Paru-Paru (pemeriksaan dari bagian anterior, posterios, dextra dan sinistra) Inspeksi Perkusi Palpasi Sela iga normal Tidak melebar maupun mengecil Gerakan simetris Taktil fremitus normal. Sonor di seluruh lapang paru Batas paru hati normal Peranjakan hati 2 jari. Gerakan dada simetris statis dan dinamis Bentuk normal Sela iga tidak melebar Tidak terjadi retraksi Jenis pernapasan thoracoabdominal Tidak ada bekas luka

Auskultasi Vesikuler Tidak ada wheezing Tidak ada ronki.

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral linea midclavicula kiri sela iga ke-5 Tidak tampak pulsasi ictus cordis

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

Batas Atas

: Sela iga ke-3 linea parasternalis kiri

Batas Kanan : Sela iga ke-5 lineas sternalis kanan Batas Kiri : 2 jari lateral sela iga ke-5 linea midclavicula kiri

Auskultasi BJ I & BJ II murni reguler Murmur ( - ) Gallop ( - )

Pembuluh Darah Arteri Temporalis Arteri Karotis Arteri Brachialis Arteri Radialis Arteri Femoralis Arteri Poplitea Arteri Tibialis Posterior Arteri Dorsalis Pedis Abdomen Inspeksi Palpasi Dinding abdomen : Supel : Nyeri tekan suprapubik ( + ) Hati Limpa Ginjal : Tidak Teraba Membesar : Tidak Teraba : Tidak Teraba, : Ballotement ( - ) : Nyeri ketok CVA ( + ) Perkusi : Redup : Shifting Dullness ( - ) Auskultasi : Bising usus menurun Buncit : Teraba Pulsasi : Teraba Pulsasi : Teraba Pulsasi : Teraba Pulsasi : Teraba Pulsasi : Teraba Pulsasi : Teraba Pulsasi : Teraba Pulsasi

Refleks Dinding Perut : Normal

Alat Kelamin (Atas Indikasi) Tidak dilakukan pemeriksaan

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

Ekstremitas (Lengan &Tungkai Kanan & Kiri) Tonus Massa Sendi : Normotonus : Normotrofi : Gerakan baik ke segala arah : Tidak nyeri Kekuatan Sensori Edema Cyanosis Status Pulsasi Lain Lain : +5 : +5 : Tidak Ditemukan : Tidak Ditemukan : Reguler : Kuat Angkat. : Tidak Ditemukan

Tulang Belakang Lordosis Kifosis Scoliosis : Tidak ada : Tidak Ada : Tidak Ada

Refleks Kanan Refleks Tendon Bisep Trisep Patela Achiles Kremaster Refleks kulit Refleks patologis IV. Nyeri Nyeri hilang timbul (Kolik) + + + + + + + Kiri + + + + + + + -

STATUS UROLOGI

Keluhan miksi Disuri ( + ) Urgensi (-) Hesistensi (-)


9

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

V.

Pancaran urine ( Lemah ) Terminal dribbling ( - ) Intermitensi ( - ) Residual urine ( - ) Retensi urine ( - ) Polakisuri ( - ) Enuresis ( - ) Inkontinensia urine ( - ) Nokturi ( - ) Hematuri ( - ) Pneumaturi ( - )

Palpasi ginjal Tidak teraba

Palpasi buli (Vesica Urinaria) Tidak ada massa

Scrotum Nyeri (-) Pembesaran (-) STATUS LOKALIS

Regio Abdomen: Inspeksi Palpasi Nyeri Tekan ( - ) Nyeri Ketok CVA ( + ) Defense Muscular ( - ) Blumberg Sign ( - ) Abdomen Simetris Tanda Radang ( - ) Bekas luka operasi ( - ) Sikatrik ( - )

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

10

Hepar Tidak Teraba Limpa Tidak Teraba

Perkusi Bunyi timpani di seluruh lapang abdomen

Auskultasi VI. Bising usus meningkat PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Ureum Kreatinin Asam Urat Gula darah sewaktu Natrium Kalium Chlor : 15,1 g/dL : 59000/uL : 43% : 230.000/uL : 19 mg/dL :1.4 mg/dL : 6,0 mg/dl : 77 mg/dL : 140 mmol/L : 4.40 mmol/L : 107 mmol.L

2. Radiologi Thorax Photo Kedua diafragma dan sinus costofrenicus baik, tidak tampak efusi pleura. Cor dan mediastinum tidak tampak kelainan Kesan : Cor dan pulmo tidak tampak kelainan : Trakea ditengah, tidak tampak deviasi : Tulang-tulang iga intak, tidak tampak kelainan CT Urografi (CTU) Whole Abdomen Polos Potongan dari diafragma sampai buli-buli, tanpa kontras iodium injeksi Ginjal: Bentuk kedus ginjal normal, kontur kortex licin.

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

11

Parenkim tidak mencurigakan solid mass. Tampak batu opak ukuran 4,9 x 7,9 x 9,1 mm di 1/3 distal ureter kiri yang menyebabkan pelebaran pelvicocalyces bentuk blunting dan ureter proksimal kiri. Tidak tampak batu opak di kedua-dua ginjal dan sepanjang ureter kanan , tidak tampak bendungan traktus urinarius kanan. Pelvicocalyces dan ureter kanan tidak meleabar. Perirenal space bersih. Kelenjar adrenal baik. Hepar : Normal, permukaan licin, parenkim homogen. Tidak mencurigakan HCC /s.o.i./metastasis. Lien: Normal, parenkim baik. V. Lienalis tidak melebar Pancreas: Parenkim Normal. Duktus pankreatikus tidak melebar Kelenjar Praaortal: tidak membeasr, tidak tampak ascites Lambung dan usus: Periksa tanpa oral kontras, pada usus tidak tampak ileus Pelvis: Kelenjar Prostat tidak membesar. Buli-buli dalam batas normal Kesan : Hydroureteronefrosis kiri Grade II ec batu opak ukuran 4,9 x 7,9 x 9,1 mm di 1/3 distal ureter kiri. : Ginjal dan ureter kanan tidak terbendung. Tidak tampak batu opak di kanan : Hepar Tidak mencurigakan s.o.I/HCC : KGB tidak membesar, tidak tampak ascites : Organ-organ abdomen lain dalam batas normal.

VII.

RINGKASAN (RESUME / SILENT FEATURES)

4 bulan SMRS, pasien mengeluh sedikit sakit saat BAK. Timbul nyeri di pinggang yang menjalar sampai ke penis. Disuria kelamaan bertambah parah. Nyeri yang dirasakan sering hilang timbul (nyeri kolik). Keadaan umum : Sakit ringan dan kesadaran compoc mentis. Tanda vital lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan radiologi menunjukkan batu opak, urolitiasis. VIII. DIAGNOSIS KERJA : Urolithiasis
12

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

Dasar diagnosis : Anamnesis : Disuria ( + ), Nyeri kolik ( + ), pancaran urin melemah Pemeriksaan fisik : Nyeri Ketok CVA ( + ) Pemeriksaan penunjang : CT Urografi (CTU) = Batu Kalsium Oxalate (Opak)

IX.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL 1. Benign Prostat Hyperplasia 2. Carcinoma prostat Dasar diagnosis deferensial 1. Persamaan : Disuria, pancaran miksi lemah. Perbedaan : Anamnesis : Hesistansi (susah memulia miksi), terminal dribbling ( menetes setelah miksi), nokturia. Pemeriksaan p

2. Persamaan : Pancaran urin melemah Perbedaan : Anamnesis : berat badan menurun Pemeriksaan penunjang : PSA meningkat > 10 ng/ml, biopsi menunjukkan sel ganas.

X.

PENATALAKSANAAN MEDIKA MENTOSA Ciprofloxacin 2 x 250 mg Tramadol 2 x 50 mg Panadol 3 x 500 mg

NON MEDIKA MENTOSA Infus ringer laktat 20 tetes per menit iv Kateter Rencana operasi URS Litotripsi + pemasangan DJ Stent Kiri

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

13

EDUKASI 1. Jangan minum banyak air, terutama pada malam hari 2. Menghindari obat-obatan dekongestan (parasimpatolitik) 3. Mengurangi minum kopi dan alkohol untuk menghindari sering miksi.

RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN

XI.

PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam

XII.

FOLLOW UP

Hari pertama, 17 Juli 2013 S : terasa ngilu pada alat kelamin, tidak dapat berkemih setelah kateter dilepas, oleh karena itu, kateter kembali dipasang. Terdapat darah yang menetes. O : status generalis KU : baik Kesadaran : compos mentis TD : 120/80 mmHg T : 36,5 C HR : 70 x/menit RR : 20 x/ menit Status urologis Costovertebrae angle : -/Nyeri tekan -, nyeri ketok Ostium uretra eksternum : terpasang kateter, volume 100 ml. A : Urolitiasis operasi hari pertama P : infus ringer laktat 20 tetes/ menit Ciprofloxacin 2 x 250 mg po Pelepasan kateter

M. SHAZNI AFANDI 11-1012-270

14

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna . Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka). Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun daerah. Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan

15

keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease. B. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan batu saluran kemih serta penanggulangan dan pencegahannya. Pembaca diharapkan dapat memahami dan mengetahui penatalaksanaan batu saluran kemih, serta penanggulangan dan pencegahannya sehingga diharapkan dapat melakukan usaha-usaha promosi, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang bedah.

BAB II ANATOMI FISIOLOGI

A.

Anatomi a. Ginjal Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah

16

ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.

Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,

17

lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta. Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior. Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.

18

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus. Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior. c. Vesica urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf. Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian

19

posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik. d. Uretra Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter). Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.

Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.

Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).

20

Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

21

B.

Fisiologi

Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin adalah : 1. Proses Filtrasi Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus. 2. Proses Reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. 3. Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar

22

BAB III BATU SALURAN KEMIH

A. Definisi Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut urolithiasis

B.

Etiologi Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

23

1.

Herediter (keturunan) Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2.

Umur Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3.

Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah: 1. Geografi Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 2. 3. Iklim dan temperatur Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. 5. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

C.

Epidemiologi Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak. Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian

24

atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan. Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.

D.

Patogenesis Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

25

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari : 1. 75 % kalsium. 2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat). 3. 6 % batu asam urat. 4. 1-2 % sistin (cystine).

Faktor- faktor yang mempengaruhi batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah 1. Hiperkalsiuria Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium. 2. Hipositraturia Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi. 3. Hiperurikosuria Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih. 4. Penurunan jumlah air kemih Dikarenakan masukan cairan yang sedikit. 5. Jenis cairan yang diminum Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.

26

6. Hiperoksalouria Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu. 7. Ginjal Spongiosa Medula Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik). 8. Batu Asam Urat Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder). 9. Batu Struvit Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2. Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.

27

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kumankuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.

E.

Manifestasi Klinis Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.

28

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil. F. Diagnosis Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu. Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.

29

G.

Diagnosis Banding Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis. Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz

H.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain: 1. CT UROGRAFI

2.

Foto Polos Abdomen Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1. Jenis Batu Kalsium MAP Urat/Sistin Opak Semiopak Non opak Radioopasitas

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih 3. Pielografi Intra Vena (PIV) Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak

30

dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd. 4. Ultrasonografi USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal. 5. 6. 7. 8. 9. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum. I. Penatalaksanaan Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain : 1. Terapi Konservatif Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :

31

b. c. d.

Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari - blocker NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasienpasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

32

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah

33

akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang. Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masingmasing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh. ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan

menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anakanak, serta berat badan berlebih (obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.

34

Beberapa tindakan endourologi antara lain: a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli), c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut. d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).

35

4.

Bedah Terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.

5.

Pemasangan Stent

36

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted). Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. J. Pencegahan Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa : 1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter per hari. 2. 3. 4. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu. Aktivitas harian yang cukup. Pemberian medikamentosa. Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah: 1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam. 2. 3. 4. Rendah oksalat. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri. Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri tipe II. K. Komplikasi Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ

37

pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent. Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi. Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini. Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL. Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%. Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan

38

viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak. Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka. L. Prognosis Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.

39

BAB IV KESIMPULAN

1.

Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

2.

Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu. Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

3.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV), Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultur urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.

4.

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.

5.

Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.

6.

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi.

40

DAFTAR PUSTAKA 1. Smiths General Urology. 17th ed. US:McGraw Hill; 2011 2. http://www.uroweb.org/gls/pockets/english/22_Urolithiasis.pdf 3. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2010. 4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2009. 5. Guyton dan Hall. 20010. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi III. EGC: Jakarta 6. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses tanggal 28 Agustusr 2012. 7. Purnomo, Basuki 2009. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto: Jakarta 8. Soeparman, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid V. Hlmn 378. Balai Penerbit FKUI : Jakarta 9. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC : Jakarta. 10. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses tanggal 28 Agustus 2012. 11. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-589 12. http://www.aku.edu/akuh/health_awarness/pdf/Stones-in-the-Urinary-Tract.pdf. akses tanggal 28 Agustus 2012.

41

Anda mungkin juga menyukai