Pendahuluan
Meliputi bermacam-macam barang dan jasa,
baik hasil produksi maupun sumber2 untuk keg. Produksi. Memerlukan pengukuran serta peramalan data secara tepat, padahal data itu sendiri umumnya tidak pasti dan tidak tepat. Bagi seorang penilai proyek, analisis tersebut menghabiskan banyak waktu pemborosan
Definisi
Shadow price dari suatu produk atau
faktor produksi merupakan social opportunity cost nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif terbaik. Output dibagi barang atau jasa tradeable dan nontradeable, dimana digunakan suatu kombinasi input baik tradeable maupun nontradeable
harga paritas (border price), yaitu harga c.i.f untuk produk yang menjadi sasaran impor dan harga f.o.b untuk produk yang dapat diekspor shadow price adalah modifikasi dari border price tersebut. Nontradeable output shadow price-nya berdasarkan interaksi permintaan dan penawaran di pasar, dikurangi pajak tidak langsung dan ditambah subsidi.
barang tradabel harga internasional (harga dunia) untuk barang sejenis (comparable) yang merupakan ukuran social opportunity cost terbaik bagi barang-barang tersebut. Untuk sebuah barang yang diimpor, harga impor barang tersebut opportunity cost untuk menghasilkan tambahan satu unit produk untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Untuk sebuah barang yang diekspor, harga ekspor barang tersebut opportunity cost satu unit tambahan produksi domestik untuk diekspor, bukan untuk konsumsi dalam negeri.
amat dipengaruhi oleh kebijakan harga, terutama di negara-negara industri (Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat). Pasar dunia untuk komoditas-komoditas tersebut dengan sendirinya tidak berjalan secara efisien dilihat dari sudut alokasi sumberdaya dunia. Proteksi dan subsidi komoditas pertanian di negara-negara kaya telah membuat excess supply dan menekan harga dunia komoditaskomoditas pada tingkat yang lebih rendah dari harga yang seharusnya, seandainya tidak ada kebijakan-kebijakan tersebut.
namun tetap merupakan approximasi yang baik untuk mengukur social opportunity cost, baik importabel maupun exportabel, bagi negara berkembang seperti Indonesia. Bila kebijakan negara lain diduga tidak akan berubah dalam waktu dekat, maka harga dunia yang telah terdistorsi inipun tetap dapat digunakan untuk mengukur opportunity cost bagi substitusi impor maupun promosi ekspor Indonesia. Dalam perspektif ini, efisiensi bagi Indonesia merupakan sebuah konsep nasional, bukan global, karena kebijakan perekonomian Indonesia hanya mempengaruhi pasar domestik dan tidak mempengaruhi pasar Internasional pada hampir seluruh komoditas tradabel.
substitusi impor dan harga paritas ekspor untuk barang-barang yang memasuki pasar ekspor. Untuk harga paritas impor, biaya transportasi dan handling di dalam negeri harus ditambahkan kepada harga impor di tingkat pelabuhan karena barang impor tersebut harus dibawa ke pasar pedagang besar terdekat untuk berkompetisi dengan produk dalam negeri. Sebaliknya, untuk harga paritas ekspor, biaya transportasi dan handling domestik harus dikurangkan dari harga di pelabuhan karena produk dalam negeri harus dibawa ke pelabuhan dari pasar pedagang besar terdekat untuk bisa diekspor.
Contoh perhitungan harga sosial atau harga paritas impor untuk padi.
Dimulai dengan harga fob (free on board) yaitu
harga ekspor di negara pengekspor (misal, $150 per ton untuk kualitas beras dengan kadar pecah 25 persen di Bangkok, Thailand). Untuk mendapatkan harga cif (cost, insurance, freight) atau harga impor di pelabuhan dalam negeri ditambahkan biaya pengapalan dan asuransi kepada harga fob tersebut (misal $15 per ton beras dari Bangkok ke Jakarta). Harga cif Jakarta tersebut di nilai dalam Rupiah dengan mengalikannya dengan nilai tukar (misal, Rp. 9.000/US$).
dilakukan dengan satuan unit per kilogam maka konversikan nilai tersebut kedalam Rupiah per kilogram. Kemudian tambahkan biaya transportasi dan handling dari pelabukan ke pasar pedagang besar terdekat. Karena harga di tingkat petani adalah harga dalam bentuk yang berbeda yaitu padi, bukan beras, maka faktor konversi (padi ke beras) harus digunakan untuk mengkonversikan harga Rupiah per kilogram beras menjadi harga Rupiah per kilogram padi (misal 1 kg padi = 0.64 kg beras). Faktor koreksi juga harus dimasukkan untuk biaya penggilingan, susut dan kadar air. Langkah terakhir dalam menghitung harga paritas impor padi ini adalah memasukkan biaya transportasi dari petani ke penggilingan.
150.00 20.00 170.00 9.000 0% 9.000 1.530.000 1000 1530.0 133 1663.0 0.64 50
1014.3
50 964.3
non tradabel berbeda dengan barang tradabel. Harga sosial untuk barang non tradabel diestimasi dengan mengurangkan divergensi yang terjadi (baik karena distorsi kebijakan maupun kegagalan pasar) dari nilai privatnya.
dengan input tradabel karena tidak ada harga internasional untuk faktor domestik, yang seharusnya digunakan sebagai nilai sosial opportunity cost nya. Pemecahan yang mungkin dilakukan dengan mendekomposisikannya, yaitu dengan membagi biaya input non tradable (faktor domestik) ke dalam unsur-unsur tenaga kerja terampil dan tidak terampil, modal, serta lahan.
seberapa jauh fragmentasi di pasar faktor domestik telah terjadi dan apa penyebabnya alamiah (yang bersifat immutable), kegagalan pasar (berhubungan dengan ketersediaan kelembagaan), dan distorsi kebijakan (policy induced). Fragmentasi terjadi apabila harga salah satu faktor domestik berbeda dengan harga faktor domestik yang sama di seluruh sub-pasar. Untuk melihat berapa besar fragmentasi yang terjadi, harus dibandingkan harga untuk faktor domestik dengan jenis dan kualitas yang sama diantara pasar-pasar yang berbeda.
apakah kegagalan pasar telah terjadi atau tidak, dilakukan dengan melakukan pengecekan tingkat kebebasan untuk masuk atau keluar dari pasar (barriers to entry). Jika pelaku pasar bisa dengan bebas untuk masuk atau keluar dari pasar tersebut maka monopoli atupun monopsoni bukanlah penyebab terjadinya perbedaan harga faktor tersebut. Bila kegagalan pasar bukan merupakan penyebab fragmentasi pasar, maka divergensi tentulah disebabkan oleh distorsi kebijakan. Maka berarti kebijakan yang bisa menyebabkan terjadinya fragmentasi pasar tersebut
beberapa kategori, misalnya menurut jenis kelamin (wanita atau pria), golongan umur (anak-anak atau dewasa), tingkat keterampilan (tenaga tidak terampil, setengah terampil, terampil, atau tingkat menejer). Isu utamanya adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan produktivitas antar kategori, yang bisa menyebabkan tingkat upah yang berbeda.
mempengaruhi sub-pasar tenaga kerja pedesaan di negara berkembang, yaitu monopsoni atau oligopsoni (dimana satu atau beberapa pengguna tenaga kerja (perusahaan) berkolusi untuk menekan upah) dan kekuatan serikat buruh (ketika kelompok serikat buruh memberikan tekanan yang menyebabkan naiknya upah). Apabila buruh mudah untuk masuk dan keluar dari pasar tenaga kerja pada masing-masing sub-pasar, maka hal itu merupakan bukti tidak efektifnya kekuatan yang mempengaruhi pasar, baik yang dimiliki oleh perusahaan maupun serikat buruh pasar efisien
mempengaruhi sub-pasar tenaga kerja pedesaan di negara berkembang adalah peraturan upah minimum serta tunjangan (pajak) pensiun dan kesehatan (dimana pemerintah mengharuskan perusahaan atau pengguna tenaga kerja untuk berkontribusi dan program kesehatan dan pensiun yang dengan sendirinya akan meningkatkan biaya upah buruh). Kebijakan semacam ini berkembang baik di negara berkembang maupun negara maju, namun umumnya tidak bisa diterapkan di pasar tenaga kerja pertanian kecuali di perkebunan besar dan pabrik pengolahan hasil pertanian.
prinsip-prinsip social opportunity cost. Dilihat dari sudut pandang perekonomian nasional, nilai sosial dari sewa lahan adalah sama dengan keuntungan sosial (H) lahan yang diperoleh dari komoditas alternatif terbaik sebelum dikurangi nilai sewa lahan. Sebagai contoh, biaya sosial penggunaan lahan untuk menanam padi pada suatu musim adalah sama dengan keuntungan sosial yang hilang karena tidak menanami lahan tersebut dengan komoditas yang akan memberikan keuntungan terbaik setelah padi (misalnya, tebu atau kedele).
Karena kompleksitas dari kemungkinan terjadinya kegagalan pasar dan distorsi kebijakan yang mempengaruhi pasar kredit keuangan, hampir-hampir tidak mungkin mengukur tingkat divergensinya.
Pada prinsipnya, pendapatan sosial untuk modal (social return to capital) adalah pendapatan atas investasi publik atau privat yang akan dilakukan seandainya ada dana untuk melakukan investasi tersebut. Pada prakteknya, untuk mengestimasi tingkat bunga sosial modal kerja dan modal investasi, digunakan cara yang bersifat kira kira (arbitrary rule of thumb) pengalaman dari negara berkembang atau negara maju lainnya pada saat negara-negara tersebut berada pada tingkat pembangunan yang sama dengan negara yang sedang menjadi fokus penelitian.