Anda di halaman 1dari 7

Pengujian Konsistensi Tanah

Abstrak
Pada awal tahun 1900, seorang ilmuan asal Swedia yang bernama Atterberg mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan
sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasai. Bila kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi lembek seperti cairan. Oleh karena itu, berdasarkan kadar air yang terkandung di dalam tanah, Atterberg membagi tanah
menjadi empat keadaan dasar yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair. Batas perubahan wujud dari satu kondisi ke kendisi yang
lain sering disebut dengan batas Atterberg. Batas Atterberg ini banyak digunakan dalam rekayasa mekanika tanah.

Latar Belakang

Tanah kohesif adalah tanah yang memiliki ikatan antar butiran yang kuat. Hal ini terjadi
karena ikatan antar muatan yang terdapat disisi butiran sangat kuat. Gaya yang bekerja
antar butiran disebut juga gaya Van Der Waals, yaitu gaya tarik menarik atau tolak
menolak karena perbedaan muatan yang dikandungnya. Salah satu jenis tanah yang
termasuk tanah kohesi adalah tanah lempung. Secara visual tanah lempung memang
memiliki ikatan antar butiran (sifat kohesi) yang besar. Hal ini dapat dibuktikan secara
sederhana, yaitu apabila kita injak tanah lempung, pada umumya sebagian tanah yang
kita injak akan menempel dialas kaki kita.
Apabila tanah yang berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah
tersebut dapat diremas-remas (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini
disebabkan adanya air yang terserap (adsorbed water) di sekeliling partikel lempung.




Tinjauan Pustaka dan Metode

Dalam hal ini hanya dikhususkan untuk penentuan batas cair, maka untuk penentuannya menggunakan
alat mangkok kuningan. Alat tersebut bertumpu pada dasar karet yang keras. Mangkok kuningan dapat
diangkat dan dijatuhkan di atas dasar karet keras tersebut dengan sebuah pengungkit eksentris (cam)
dijalankan oleh suatu alat pemutar. Untuk mengatur kadar air dari tanah yang bersangkutan agar
dipenuhi persyaratannya , mungkin akan sangat sulit. Oleh karena itu akan lebih baik dalam melakukan
uji batas cair paling sedikit empat kali pada tanah yang sama tetapi pada kadar air yang berbeda-beda
sehingga jumlah pukulan N , yang dibutuhkan untuk menutup goresan bervariasi antara 15 dan 35. Kadar
air dari tanah, dalam persen, dan jumlah pukulan untuk masing-masing uji digambarkan di atas kertas
garfik semi-log. Hubungan antara kadar air dan log N dapat dianggap sebagai suatu garis lurus. Garis
lurus tersebut dinamakan sebagai kurva aliran (flow curve). Kadar air yang bersesuaian dengan N = 25,
yang ditentukan dari kurva aliran, adalah batas cair dari tanah yang bersangkutan. Kemiringan dari garis
aliran (flow line) didefinisikan sebagai indeks aliran (flow index). (Braja M. Das, 1988).

1
(%)
2
(%)
F = ------------------------
Log N
2
- Log N
1


Dimana :
F = indeks aliran

1
= kadar air , dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N
1

2
= kadar air, dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N
2

Jadi , persamaan garis aliran dapat dituliskan dalam bentuk yang umum sebagai berikut :
= - F log N + C
Atas dasar hasil analisis dari beberapa uji batas cair , secara teorotis US Army Waterways Experiment
Station (1949), memberikan suatupersamaan untuk mencari harga LL (Liquid Limit), sebagai berikut :
LL=Wn(N/25)^0,121
Dimana : n = kadar air
N = jumlah pukulan pada kadar air tersebut.
Maka harga LL adalah merupakan harga rata-rata LL setiap kadar air tersebut. Dibawah ini diberikan
harga antara LL pada tanah lempung.
Persamaan diatas pada umumnya akan memberikan hasil yang cukup baik apabila jumlah pukulan
adalah antara 20 dan 30. Untuk uji laboratorium yang dilakukan secara rutin, persamaan tersebut
mungkin dapat digunakan untuk menentukan harga batas cair bilamana hanya dilakukan satu pengujian
untuk tiap-tiap tanah. Cara ini dikenal sebagai metode satu titik (one point method). Metode ini telah
dimasukkan dalam ASTM standar keterangan no. D-423. Sebagai alasan mengapa metode satu titik ini
dapat memberikan hasil yang cukup baik adalah bahwa rentang (range) harga kadar air yang terlibat
hanya kecil, yaitu N = 20 sampai dengan N = 30. Tabel dibawah menunjukkan harga-harga dari
(N/25)
0,121
yang diperlukan oleh persamaan di atas, untuk N = 20 sampai dengan N = 30. (Braja M. Das,
1988).
Casagrande (1932) telah menyimpulkan bahwa tiap-tiap pukulan dari alat uji batas cair adalah
bersesuaian dengan tegangan geser tanah sebesar kira-kira 1 g/cm
2
(~0,1 kN/m
2
). Oleh karena itu, batas
cair dari tanah berbutir halus adalah kadar air dimana tegangan tanahnya adalah kira-kira 25 g/cm
2

(~2,5kN/m
2
).
Tabel 1.1 Harga-harga (N/25)
0,121 *

N (N/25)
0,121
N (N/25)
0,121

20 0,973 26 1,005
21 0,979 27 1,009
22 0,985 28 1,014
23 0,990 29 1,018
24 0,995 30 1,022
25 1,000

* Braja M Das

Tabel 1.2 Harga-harga batas Atterberg untuk Mineral Lempung*
Mineral Batas cair Batas Plastis
Montmorillonite 100 - 900 50 100
Illite 60 - 120 35 - 60
Nontronite 37 - 72 19 - 27
Kolinite 30 - 110 25 - 40
*Menurut Mitchel (1976)
Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air yang dinyatakan dalam persen, dimana tanah apabila di
gulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2 mm) akan menjadi retak-retak. Batas plastis merupakan
batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah. Cara pengujiannya adalah sangat sederhana, yaitu
dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipssoida dengan telapak tangan di atas kaca datar.
Dengan mengetahui data batas plastis dan batas cair dapat diketahui indeks plastisitasnya, yaitu :
PI (%) = LL (%) PL (%)
Indeks plastisitas (PI) merupakan selisih antara batas cair dan batas plastis. Batas plastis dan batas cair
dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung didalamnya. Pada tahun 1953 Skempton berhasil
menyimpulkan suatu kemiringan garis yang menyatakan hubungan antara indeks plastisitas dengan
persen butiran yang lolos ayakan 2. Kemiringan ini dinamakan aktivitas (activity) yang dapat dinyatakan
dengan :

A = PI / % berat fraksi berukuran lempung

di mana :
A = Aktivitas / activity
Aktivitas biasa digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu
tanah lempung.



Hasil Percobaan

Dengan menyiapkan sampel tanah agak kering kira-kira 250 gram untuk tes batas cair dan menyiaapkan
contoh tanah agak kering secukupnya (sekitar 50 gram) yang lolos ayakan No. 40 untuk tes batas plastis.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan sesuai dengan petunjuk, maka didapat yaitu berat can (W1),
berat tanah basah dan can (W2),berat sampel tanah setelah di oven ,can (W3) dan jumlah pukulan (N)
pada tiap-tiap kondisi. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 2.1 Data hasil tes batas cair
No.
Can
Berat
Can
(gram)
Berat tanah
Basah +
can
(gram)
Berat tanah
kering
+ can (gram)
Jumlah
Pukulan
12 5 18.2 14.5 27
15 5.3 17.3 13.8 23
17 5 20.2 15.9 33

Tabel 2.2 Data hasil tes batas plastis
No.
Can
Berat Can
(gram)
Berat tanah
basah
+ can (gram)
Berat tanah kering
+ can (gram)
2 4.6 5.3 5.2
7 4.6 5.2 5.1
10 5 6.3 6.1


Untuk memperoleh batas cair dan batas plastis dari data yang ada maka, perlu dicari lebih dahulu kadar
airnya. Kadar air dicari dengan menggunakan persamaan :


n
= Berat air / Berat tanah kering =( W2 W3 / W3 W1) x 100%


Dimana : W1 = Berat can
W2 = Berat tanah basah dan can
W3 = Berat tanah kering dan can

n
= Kadar air sample tanah tertentu
Berikut adalah contoh penerapan rumus untuk tanah dari nomor can 2 kadar airnya ialah :

2 = (5.3 5.2 / 5.2 4.6) x 100% = 16.6 %

Dengan cara yang sama akan diperoleh kadar air tiap-tiap cantoh tanah sesuai nomor cannya, yaitu
:
1. 7 = 20 %
2. 10 = 18.1 %
3. 12 = 38.9 %


4. 15 = 41.1 %
5. 17 = 39.4 %

Sample tanah yang digunakan selama praktikum untuk mencari batas cair ialah No.12,15, dan 17
sedangkan sample tanah No.2,7, dan 10 digunakan untuk mencari batas plastis. Untuk mendapatkan
harga Batas Cair/Liquid Limit (LL) tiap-tiap sample tanah kita gunakan persamaan yang dikeluarkan oleh
US Army Waterways Experiment Station (1949)yaitu : (Joseph E.Bowles, 1978)
LL = n (%) (N/25)
0.121

Dimana : n = kadar air
N = Jumlah pukulan pada kadar air tersebut
Untuk tanah nomor 12 diperoleh batas cair :
LL
12
= 38.9 % x (15/25)
0.121

= 36.56 %
Harga batas cair untuk sample tanah yang lainnya adalah :
1. LL 15 = 35.80 %
2. LL 17 = 37.32 %

Dari variasi batas cair yang telah didapatkan diperoleh batas cair rata-rata (LLr), yaitu : 36.56 %. Secara
lengkap data yang telah diolah dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Data lengkap hasil pengolahan tas batas cair
No.
Can
Berat
Can
(gram)
Berat
tanah
Basah +
can
(gram)
Berat tanah
Kering +
can
(gram)
Kadar
Air
(%)
Jumlah
Pukulan
Harga
LL
(%)
12 5 18.2 14.5 38.9 27 36.56
15 5.3 17.3 13.8 41.1 23 35.80
17 5 20.2 15.9 39.4 33 37.32
Batas cair
rata-rata
36.56

Untuk mendapatkan batas cair (liquid limit), dimana kondisi kadar air (%) pada jumlah ketukan sebanyak
25 kali/pukulan, dengan data yang ada maka kita gunakan grafik skala log antara kadar air (%) dengan
banyaknya jumlah pukulan (N). Dari grafik tersebut kita dapatkan harga batas cair yang sebenarnya.
Selain dengan rumus kita juga dapat mencari harga LL dari grafik data, dengan cara menarik garis
horizontal dari kurva aliran yang telah diregresi pada pukulan 25 maka akan didapatkan harga batas cair.
Dengan perbandingan jarak maka akan diperoleh harga batas cairnya.

Berdasarkan definisi batas plastis (PL), maka kadar air dari sample tanah yang digunakan selama
praktikum batas plastis adalah batas plastis itu sendiri. Dari data kadar air diperoleh batas plastis :
1. 2 = PL = 16.6 %
2. 7 = PL = 20 %


3. 10 = PL = 18.1 %

Batas plastis rata-rata (PLr) sample tanah yang digunakan selama praktikum ialah 18.23 %.
Dengan mengetahui harga batas cair dan batas plastis maka dapat dicari harga indeks plastisnya (PI).
Indeks plastis pada umumnya dinyatakan dalam persen. Pada praktikum ini batas cair dan palstis yang
digunkan untuk mencari harga indeks plastis sample tanah yang digunakan selama praktikum , ialah
: ( Joseph E.Bowles, 1978)

PI (%) = LL(%) PL (%)
dimana : LL(%) = 36.56 %
PL(%) = 18.23 %
maka : PI (%) = 36.56 % - 18.23 %
= 18.33 %

Untuk menentukan korelasi dari beberapa parameter tanah fisis dan juga untuk
mengidentifikasi tanah maka dapat dibuat bagan palstisitas, yaitu dengan
menghubungkan indeks plastisitas (PI) dengan liquid limit (LL). Dimana dalam bagan
tersebut terdapat dua garis, garis A dengan persamaan PI = 0.73 (LL 20) dan garis B
dengan persamaan PI = 0.9(LL 8). (Braja M.Dass, 1988)


Pembahasan

Dari Dari data grafik antara jumlah pukulan (N) dengan kadar air (%) pada sampel
tanah dapat diketahui bahwa bentuk kurva aliran (flow curve) adalah membentuk garis
lurus dimana kurva semakin cenderung menurun seiring dengan bertambahnya jumlah
pukulan (N) pada mangkok Casagrande. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
bertambah jumlah pukulan, maka kandungan kadar air () pada sampel tanah semakin
menurun. Hal ini sesuai dengan literatur (I.S Dunn, L.R. Anderson, and F.W. Kiefer,
1980).Hasil pengamatan pada praktikum batas cair ini memang terdapat beberapa
kendala dalam pelaksanaanya. Mulai sulitnya untuk memberi kadar air agar pukulan
yang akan terjadi tidak lebih kurang dari 15 pukulan dan tidak lebih dari 35 pukulan
sampai pada membuat gulungan tanah dengan diameter yang tepat, yang memerlukan
ketelitian yang baik.

Namun demikian dari hasil yang didapatkan telah diperoleh harga batas cair (liquit limit) dan juga nilai
indeks aliran masing-masing bernilai 36.56 % dan 18.33 %. Berbagai macam kekurangan terjadi saat
praktikum sehingga tidak mendapat hasil yang sesuai. Diantaranya ialah penggunaan sample tanah yang
tidak tepat. Dalam modul praktikum sample tanah yang digunakan ialah tanah yang lolos ayakan No.40
tetapi saat praktikum sample tanah yang digunakan ialah sisa sample tanah dari uji batas cair. Pada
kondasi seperti ini ada keuntungannya yaitu praktikan dapat mengetahui hubungan batas plastis dan
batas cair dari sample tanah yang sama.

Saat pelaksanaan tes batas plastis sangat sulit untuk mendapatkan diameter yang tepat sesuai dengan
definisi, sehingga diameter yang digunakn ialah diameter pendekatan.Dalam melakukan percobaan batas
plastis yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menggulung sampel tanah sebasar 3,18 mm dapat
dilakukan dengan baik. Hal ini penting karena berhubungan dengan hasil batas plastis yang akan kita
dapatkan. Melihat hubungan antara batas plastis dan berat tanah kering (setelah di oven), terjadi
hubungan yang berbanding terbalik, yaitu semakin basar batas plastis yang dihasilkan maka nilai berat
kering tanah akan semakin kecil.

Dari hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa batas platis dari sampel tanah yang digunakan dalam
percobaan bernilai 18.23 %, dan indeks plastisnya sebesar 18.33 %. Dari data ini maka sample tanah
percobaan tergolong miniral lempung kaolinite. Mineral lempung kaolinite terdiri dari tumpukan lapisan-
lapisan dasar lembaran-lembaran kombinasi silika-gibbsite yang diikat oleh ikatan hidrogen. Mineral
kaolinite berujud seperti lempengan-lempengan tipis, masing-masing dengan diameter kira-kira 1000
sampai 20.000 dan ketebalan kira-kira 15 m/gram.

Kesimpulan

Indeks plastisitas suatu tanah (IP) menggambarkan sifat plastis tanah ketika diberi beban dan batas cair
menjelaskan kondisi batas kadar air yang terkandung di tanah. Makin tinggi indeks plastisitas maka
makin baik tanah dalam menahan beban.Dengan mengetahui batas cair maka perekayasa dapat
memutuskan keputusan yang tepat, misalnya pondasi apa yang sesuai dengan kondisi tanah tersebut.
Batas cair dan indeks plstisitas digunakan dalam sistem klasifikasi tanah menurut AASHTO. Penggunaan
parameter batas cair dan indeks plastisitas dalam sistem AASHTO didasarkan atas aplikasinya yang
berkaitan dengan pembangunan jalan raya dimana diperhitungkan dengan tepat kekuatan/sifat plastis
tanah dan kondisi kadar air dari tanah yang akan digunakan sebagai jalan raya atau untuk pembangunan
suatu jalan tol selain itu untuk memulai pembangunan kita juga harus tahu mengenai hal ini karena akan
sangat berpengaruh pada kekuatan pondasi dari bangunan tersebut.




Daftar Pustaka

Bowles, Joseph E.1978. Rekayasa Mekanika Tanah. Jakarta. Erlangga
Das, Braja M .1988. Mekaniaka Tanah. Surabaya . Erlangga.
Dunn, I. S. Dkk. 1980. Aplikasi Mekanika Tanah. Jakarta. Pustaka Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai