kg dalam tunggal
sumbu satu beban
Angka ekivalen sumbu tunggal =
4
8160
086 , 0
kg dalam ganda
Tabel 3.1.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu
Tunggal
Sumbu
Ganda
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
8160
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
16000
2205
4409
6614
8818
11023
13228
15432
17637
18000
19841
22046
24251
26455
28660
30864
33069
35276
0,0002
0,0036
0,0183
0,0577
0,1410
0, 2923
0, 5415
0,9238
1,0000
1,4798
2,2555
3,3022
4,6770
6,4419
8,6647
11,4148
14,7815
-
0,0003
0,0016
0,0050
0,0121
0,0251
0,0466
0,0794
0,0860
0,1273
0,1940
0,2840
0,4022
0,5540
0,7542
0,9820
1,2712
3.1.6.3. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen.
a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan
pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan
tanpa median atau masing-masing arah dengan median.
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 9
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
j j
n
j
j
E x C x LHR LEP
=
=
1
Catatan : j = jenis kendaraan
c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus :
( )
j j
n
j
UR
j
E x C x i LHR LEA
=
+ =
1
1
Catatan : i = perkembangan lalu lintas
j = jenis kendaraan
d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus :
+
=
2
LEA LEP
LET
e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus :
FP x LET LER =
Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus :
10
UR
FP =
3.1.7. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi (gambar
3.1.2). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau
CBR laboratorium.
Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan
dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya.
Dapat juga diukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan
biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay).
Test CBR dapat dilakukan menurut Pengujian Kepadatan Ringan (SKBI
3.3.30.1987/UDC. 624.131.43 (02) atau Pengujian Kepadatan Berat (SKBI
3.3.30.1987/UDC. 624.131.53 (02) sesuai dengan kebutuhan.
CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru.
Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya
kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai
data-data yang dapat dipertanggung jawabkan.
Cara-cara lain tersebut dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau R-
value.
Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan
sebagai berikut :
a. Tentukan harga CBR terendah.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 10
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing-
masing nilai CBR.
c. Angka jumlah terbanyak ditentukan sebagai 100 %. Jumlah lainnya merupakan
persentase dari 100 %.
d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90 %.
Gambar 3.1.2. Korelasi DDT dan CBR
Catatan : Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar
kesebelah kiri diperoleh nilai DDT.
3.1.8. Faktor Regional (FR).
Keadaan lapangan termasuk mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase,
bentuk alignment serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan
yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun.
Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya edisi terakhir, maka pengaruh keadaan lapangan yang
menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama.
Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya
dipengaruhi oleh bentuk alignemen (kelandaian dan tikungan), persentase
kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut :
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 11
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.1.4. Faktor Regional (FR)
Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan
0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.
3.1.9. Indeks Permukaan (IP).
Indeks Permukaan ini menyatakan nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini :
IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat menggangu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yg masih mungkin (jalan tidak
terputus).
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaa jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan indeks permukaan atau IP pada akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER), menurut data dibawah ini :
Tabel 3.1.5. Indeks Permukaan Pada Akhir, Umur Rencana (IP)
LER =
Lintas
Ekivalen
Rencana*)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10
10 100
100 1000
>1000
1,0 1,5
1,5
1,5 2,0
-
1,5
1,5 2,0
2,0
2,0 2,5
1,5 2,0
2,0
2,0 2,5
2,5
-
-
-
2,5
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah atau jalan
darurat maka IP dapat diambil 1,0
Kelandaian I
( < 65% )
Kelandaian II
( 6 10 % )
Kelandaian III
( > 10 % )
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan
berat
30% 30% > 30% 30% > 30%
Iklim I
< 900 mm/th
0,5 1,0 1,5 1,0 1,5 2,0 1,5 2,0 2,5
Iklim II
> 900 mm/th
1,5 2,0 2,5 2,0 2,5 3,0 2,5 3,0 3,5
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 12
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana menurut daftar dibawah ini :
Tabel 5.1.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)
Jenis Lapis Perkerasan IPo
Roughness *)
(mm/km)
LASTON
LASBUTAG
HRA
BURDA
BURTU
LAPEN
LATASBUM
BURAS
LATASIR
JALAN TANAH
KERIKIL
4
3,9 3,5
3,9 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 3,0
3,4 3,0
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,4
2,4
1000
> 1000
2000
> 2000
2000
> 2000
< 2000
< 2000
3000
> 3000
*) Alat pengukur Roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang
dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 stasiun wagon, dengan kecepatan
kendaraan 32 km/jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat
roughometer melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang
kendaraan, yang selanjutnya dipindahakan kepada counter melalui Flexible
drive.
Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara
sumbu belakang dan body kendaraan.
Alat pengukur Roughness tipe lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan
hasil yang diperoleh terhadap roughometer NAASRA.
3.1.10. Koefisien Kekuatan Relatif ( a )
Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai
lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai
Marshall Test (untukbahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang
distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi
bawah).
Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilisasi) bahan beraspal
bias diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field dan Smith Triaxial.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 13
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.1.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisie Kekuatan Relatif Koefisien Kekuatan Bahan
Jenis Bahan a1 a2 a3 MS
(kg)
Kt
(kg/cm)
CBR
(%)
0,40
0,35
0,32
0,30
0,35
0,31
0,28
0,26
0,30
0,26
0,25
0,020
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,28
0,26
0,24
0,23
0,19
0,15
0,13
0,15
0,13
0,14
0,13
0,12
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,13
0,12
0,11
0,10
744
590
454
340
744
590
454
340
340
340
-
-
590
454
340
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22
18
22
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100
80
60
70
50
30
20
Laston
Lasbutag
HRA
Aspal Macadam
Lapen (mekanis)
Lapen (manual)
Laston Atas
Lapen (mekanis)
Lapen (manual)
Stab. Tanah dgn
semen
Stab. Tanah dgn
kapur
Batu pecah (kelas A)
Batu pecah (kelas B)
Batu pecah (kelas C)
Sirtu/pitrun (kelas A)
Sirtu/pitrun (kelas B)
Sirtu/pitrun (kelas C)
Tanah/lempung
kepasiran
Catatan : Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen; diperiksa pada hari ke 7.
Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 14
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.1.11. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan.
Tabel 3.1.8. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
1. Lapis Permukaan :
ITP Tebal
Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00
3,00 6,70
6,71 7,49
7,50 9 99
10,00
5
5
7,5
7,5
5
Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
Lasbutag
Laston
2. Lapis Pondasi :
ITP Tebal
Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00
3,00 7,49
7,50 9,99
10 12,14
12,25
15
20*)
10
20
15
20
25
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur
Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi
macadam
Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi
macadam, Lapen, Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi
macadam, Lapen, Laston Atas.
*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi
bawah digunakan material berbutir kasar.
3. Lapis Pondasi Bawah.
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah
10 cm
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 15
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.1.12. Pelapisan Tambahan.
Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama
(existing pavement) dinilai sesuai daftar dibawah ini :
Tabel 5.1.9. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
1. Lapis Permukaan :
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada
jalur roda 90 - 100 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda
Namun masih tetap stabil... 70 - 90 %
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda,
Pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan.. 50 - 70 %
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
Menunjukkan gejala ketidak stabilan... 30 - 50 %
2. Lapis Pondasi :
a. Pondasi Aspal beton atau Penetrasi Macadam
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada
jalur roda . 90 - 100 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda
Namun masih tetap stabil. 70 - 90 %
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda,
Pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 - 70 %
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
Menunjukkan gejala ketidak stabilan... 30 - 50 %
b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) 10 .. 70 - 100 %
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) 6 80 100 %
3. Lapis Pondasi Bawah :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) 6 90 100 %
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 70 100 %
3.1.13. Konstruksi Bertahap.
Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain :
1. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai rencana (misalnya
: 20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap, misalnya tahap
pertama untuk 5 tahun, dan tahap berikutnya untuk 15 tahun.
2. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk jangka
panjang (misalnya : 20 sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan, perkiraan
lalu lintas diharapkan tidak jauh meleset.
3. Kerusakan setempat (weak spot) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan
direncanakan sesuai data lalu lintas yang ada.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 16
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.1.14. Pertimbangan Drainase
Air adalah musuh jalan yang paling kuat. Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak
cepat kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air dibiarkan merintangi
permukaan jalan. Jalan menjadi rusak apabila air dibiarkan mengalir ditengah jalan.
Jalan menjadi bergelombang apabila pondasi jalan tidak kering.
Perbaikan masalah di atas cukup mahal dan sulit, tetapi masalah seperti ini dapat
dihindari apabila masalah drainase dipertimbangkan pada waktu pra survey. Di
tempat tertentu, tidak akan ada masalah drainase. Ditempat lain, jalan hamper pasti
mengalami masalah berat. Pertimbangan yang paling sederhana adalah sebagai
berikut :
Jalan yang dapat mengikuti punggung bukit
tidak akan mengalami drainase, karena air
tidak perlu melintang jalan.
Jalan yang dibuat pada lereng bukit, terpaksa
harus ada galian dan timbunan tanah, selokan
pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan
sebagainya, dengan biaya konstruksi yang
lebih besar. Kemungkinan terkena erosi dan
longsor yang lebih besar.
Keadaan seperti ini harus dihindari
karena masalah drainase (pembuangan)
air. Kemungkinannya jalan tidak bisa
dikeringkan.
3.1.15. Geometri Jalan
Jalan direncanakan untuk kecepatan 15 s/d 20 Km/jam. Pandangan bebas harus
diperhatikan demi keselamatan pemakai jalan, baik kendaraan maupun pejalan
kaki.
Tikungan vertical dengan pandangan bebas 30 meter.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 17
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tikungan horizontal dibuat dengan pandangan bebas 30 meter.
Jari jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan pelebaran
perkerasan dan kemiringan melintang miring ke dalam.
3.1.16. Tempat Persimpangan
Perkerasan yang hanya selebar tiga meter kurang lebar untuk dua kendaraan saling
melewati, maka harus disediakan tempat sebuah kendaraan dapat menunggu
kendaraan berjalan dari lain arah. Setiap tempat ini harus kelihatan dari tempat
yang sebelumnya.
3.1.17. Tanjakan Jalan
Tanjakan membatasi muatan yang dapat diangkut pada suatu jalan, serta membuat
jalan lebih berbahaya. Jalan yang sangat curam juga lebih sulit untuk dipadatkan
dengan mesin gilas, dan permukaan jalan dan saluran air lebih sering harus
dipelihara dan diperbaiki.
BUKIT
10 Meter
BUKIT
Tempat 1
Dapat dilihat
Dapat dilihat
Tempat 2
3,00 m
1,50
minimal
J ALAN
6
3
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 18
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
100
7
Panjang tidak dibatasi
100
20
Panjang maksimal 150 meter
Pengukuran tanjakan adalah dengan rumus jumlah meter naik per setiap seratus
meter horizontal (10 meter naik per 100 meter horizontal sama dengan tanjakan
10 %).
Untuk meningkatkan penggunaan jalan serta keselamatan, pilih trase jalan
supaya tanjakkan tidak terlalu curam. Jika jalan menanjak terus, tanjakan
maksimal dibatasi 7 %.
Pada bagian pendek, tanjakkan dibatasi 20 %. Setelah 150 meter, harus
disediakan bagian datar atau bagian menurun.
Apabila trase jalan belum memenuhi persyaratan ini, seharusnya dipindahkan
supaya trasenya lebih ringan.
3.1.18. Tikungan pada Tanjakan Curam
Di daerah perbukitan sering dijumpai jalan yang menanjak dengan kemiringan yang
cukup berat diatas 10%. Apabila terdapat tikungan tajam di daerah tersebut, jalan
harus dibuat seperti tercantum dalam gambar di bawah ini:
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 19
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Pembuangan air dari saluran pinggir jalan dimaksudkan supaya air tidak melintangi
jalan dan mengganggu kendaraan :
Saluran dari atas diteruskan lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari jalan.
Saluran pada jalan bagian bawah dimulai di luar bagian datar (sesudah
tikungan).
3.1.19. Bentuk Badan Jalan
Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa, bentuk jalan
dibuat seperti gambar yang ada di bawah ini. Pada daerah yang relative datar,
badan jalan dibuat dengan bentuk punggung sapi.
Perkerasan dengan lebar 3 meter adalah perkerasan standar pada proyek ini. Tetapi
dapat dibuat perkerasan yang lebih sempit (2,50 m) jika kebutuhan tersebut hanya
untuk melewatkan kendaraan-kendaraan kecil, sedangkan kebutuhan panjang
jalannya lebih diutamakan.
Jika situasi mengijinkan, jalan dibuat dengan ukuran lebih besar daripada ukuran
minimal. Perkerasan dipasang selebar 4,00 meter untuk memudahkan arus lalu
lintas dua arah. Bahu jalan dibuat selebar 1,00 meter kiri kanan jalan, maka lebar
badan jalan menjadi 6,00 meter.
Permukaan jalan dan bahu dibuat miring ke saluran pingir jalan. Di daerah yang
relatif datar, dibentuk seperti punggung sapi (lebih tinggi 6-8 cm di tengah; jika
punggung sapi kelihatan dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk
drainase). Pada tikungan, jalan dibuat miring ke dalam demi kenyamanan dan
keselamatan. Pada jurang, permukaan dibuat miring ke arah bukit dan saluran, demi
keselamatan dan drainase.
Ukuran saluran dan perlindungan saluran akan dibahas pada Sub bab 3.2. Ukuran
minimal adalah 50 (dalam) x 30 (lebar dasar) dengan bentuk trapezium atau persegi
panjang. Saluran tidak diperlukan apabila terdapat kemiringan asli lebih dari 1%
yang membawa air ke arah luar dari jalan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 20
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Disarankan kemiringan tebing 1:1 karena semakin landai tanah semakin stabil dan
tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik pada tebing yang hampir vertikal. Tebing
gundul perlu dilindungi dengan salah satu cara efektif dan efesien, antara lain :
pembuatan teras, saluran diversi, penanaman rumput atau perdu, lapisan batu
kosong, pemasangan batu dan bronjong kawat.
3.1.20. Bentuk Badan Jalan di Daerah Curam
Konstruksi jalan di daerah perbukitan perlu perhatian khusus untuk menjamin
stabilitas, untuk mengurangi longsor dan erosi, dan demi keselamatan.
Ukuran saluran minimal 50 cm dalam x 30 cm lebar dasar, bentuk trapezium.
Badan jalan di daerah curam miring ke arah bukit dan saluran pinggir jalan.
Kemiringan tebing maksimal 2:1, dan dilindungi dengan cara yang efektif. Galian
atau keprasan maksimal disarankan 4,00 meter. Tanah yang digali harus dibuang
secara aman untuk mencegah erosi dan longsor.
Karena timbunan sulit dipadatkan secara padat karya, disarankan perkerasan tidak
dibuat di atas timbunan baru. Karena masalah stabilitas, timbunan maksimal
dibatasi 1,50 meter. Timbunan tinggi sering mangalami longsor dan erosi berat.
Lereng asli dengan kemiringan lebih dari 1:1,5 (33,7, atau 67%) tidak dapat dibuat
sesuai dua standar yang terakhir (seperti yang digambar di atas: lebar badan jalan 3
meter, dua bahu, satu saluran, galian maksimal 4 meter dengan tebing 1: 1 dan
timbunan 1,5 meter dengan tebing 2 : 1).
3.1.21. Permukaan Jalan
Tebalnya lapisan batu belah ditentukan sesuai dengan kebutuhan setempat
(tergantung jenis dan frekuensi lalu lintas) dan kesediaan batu. Biasanya batu belah
dipasang dengan ukuran 8/15 cm untuk lapisan 15 cm atau ukuran 15/20 untuk
lapisan 20 cm.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 21
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tanah+pasir
Batu kunci
Batu belah
Pasir
Kemiringan 4-5%
Batu pinggir ditanam
Tanah asli dipadatkan belah
0,50 1,50
0,015 minimal
0,05
minimal
Rumput
As J alan
Lapisan batu dapat diganti dengan lapisan sirtu (pasir campur batu, tebal 20 cm),
terutama di daerah yang kesulitan batu dan mempunyai tanah dasar yang tidak
stabil.
Lapis pondasi dibuat dari batu belah/pecah hitam atau batu belah/pecah putih yang
bersifat keras serta mempunyai minimal tiga bidang pecah.
Tanah asli di bawah permukaan (pondasi) dipadatkan oleh mesin gilas, stemper,
atau timbres dengan kemiringan yang direncanakan untuk permukaan.
Lapisan paling bawah adalah lapisan pasir yang menjadi alas batu, untuk
memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rata dan rapi.
Batu harus dipasang dan ditanam dengan teliti supaya permukaan rata dan rapi.
Batu harus berdiri tegak lurus dengan as jalan (melintang), ujung yang lebih
runcing ke atas (kalau runcing kebawah, batu yang dibebani akan tembus lapisan
pasir dasar ).Disisipkan batu kecil sebagai pengunci pada permukaan.
Lapisan paling atas terdiri dari campuran pasir dengan tanah yang terpilih. Tanah
liat tidak boleh dipergunakan. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai pasir urug.
Sebagai alternatif, lapisan atas dapat dibuat dari sirtu atau krosok dengan tebalnya 2
cm.
Sebagai langkah terakhir, dipadatkan dengan mesin gilas roda besi sambil
permukaan disempurnakan.
Khusus untuk tikungan tajam, permukan dibuat miring ke dalam, dengan
kemiringan maksimal 10 %. Hal ini untuk membuat tingkat pelayanan jalan selalu
sama baik di jalan lurus maupun di tikungan. Perkerasan diperlebar 50 cm pada
bagian dalam tikungan.
3.1.22. Bahu Jalan
Bahu jalan berfungsi sebagai pelindung permukaan jalan dan sebagai perantara
aliran air hujan yang ada dipermukaan jalan menuju saluran pinggir dengan lancar.
Bahu jalan juga berfungsi sebagai tempat pemberhentian sementara bagian
kendaraan. Bahu jalan tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan jalan desa.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 22
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Adapun persyaratan teknis untuk bahu jalan adalah sebagai berikut :
Bahu jalan dibuat di sebelah kiri dan sebelah kanan sepanjang jalan, dengan
lebar minimal 50 cm.
Bahu harus dibuat dengan kemiringan sedikit lebih miring dari pada kemiringan
permukaan jalan, biasanya 6 8 % (sama dengan turun 3-4 cm persetiap 50 cm
lari), demi kelancaran pembuangan air hujan.
Bahan untuk bahu sebaiknya terdiri dari tanah yang dapat ditembusi air,
sehingga pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses rembesan.
Tanah pada bahu harus dipadatkan (lihat penjelasannya dalam sub bab
pemadatan tanah)
Ada baiknya kalau rumput ditanam disebelah luar bahu, dimulai sekitar 20 cm
dari pinggir. Rumput tersebut akan membantu stabilisasi pinggir jalan, tetapi
harus dipangkas secara rutin supaya tidak terlalu tinggi.
Penanaman perdu atau pohon diharapkan diluar bahu (dan saluran, bila ada).
Tanaman tersebut akan membantu stabilitas timbunan baru, tetapi tidak boleh
terlalu dekat dengan jalan.
3.1.23. Pemadatan Tanah
Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami
gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat. Sebelum kegiatan
pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan dengan
mesin gilas, stemper, atau timbrisan.
Pemadatan ini sangat membantu menjaga stabilitas dan daya tahan badan jalan.
Jalan yang tidak dipadatkan juga lebih mudah terkikis oleh pengaliran air, dan
mudah terkena air dan longsor.
Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal adalah sedikit basah,
tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar. Tanah biasa yang terlalu
basah tidak dapat dipadatkan. Tanah yang terlalu kering memerlukan tenaga jauh
lebih banyak untuk dipadatkan. Pemadatan harus secara lapis demi lapis, dengan
setiap lapis maksimal 20 cm. Bila dipadatkan dengan lapisan yang lebih tebal,
bagian dalam kurang padat.
Pemadatan secara mesin dapat dilaksanakan dengan stemper atau dengan mesin
gilas yang berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 2 ton bergetaran dianggap sama dengan
mesin biasa berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 6-8 ton dapat digunakan apabila dapat
masuk lokasi. Pemadatan secara padat karya dilaksanakan dengan timbris.
Untuk daerah dimana tempat tanah dasarnya jelek, maka badan jalan harus
diadakan perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilizer.
3.1.24. Perlindungan Tebing
Tebing jalan merupakan bagian jalan yang sering menjadi masalah karena
longsoran atau erosi tanah. Ada beberapa jalan yang sering menjadi masalah karena
longsoran atau erosi tanah.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 23
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan demi stabilitas tebing. Cara tersebut dapat
digunakan secara tunggal atau misalnya dibuat saluran diversi, diteras dan ditanami
rumput.
Dibawah ini dibahas jenis-jenis perlindungan yang dapat diterapkan pada tebing
jalan.
1. Saluran diversi digunakan untuk menangkap air yang mengalir dari lereng di
atas menuju tebing, supaya air tidak terbuang melalui tebing. Isi saluran diversi
harus dibuang ke tempat yang lebih aman. Apabila air mengalir dengan cepat,
saluran diversi harus dilindungi dengan pasangan batu, batu kosong, rumput
atau terjunan seperti saluran-saluran yang lain. Saluran diversi digunakan
terutama untuk tebing tempat puncak lereng masih jauh di atas tebing jalan.
2. Teras bangku sangat layak untuk tebing, asal lahan dapat dikorbankan untuk
membentuk teras dan jenis tanah dapat dibentuk dengan stabil. Teras dibuat
sejajar dengan kontur ( hampir datar, dengan kemiringan maksimal 2 % ).
Setiap 10 meter lari, air diterjunkan dari saluran teras ke bawah, dan penerjunan
harus diperkuat seperti bangunan terjun yamg lain. Teras dibuat dengan lebar
minimal 50 cm dan tinggi maksimal 1,00 meter.
3. Talud pasangan batu relative kuat, tetapi relatif mahal. Pasangan batu harus
diberikan suling untuk membuang air tanah dari belakang tembok. Ujung suling
haruis diberi saringan kecil dari ijuk. Pasangan batu harus dibuat dengan
pondasi yang tidak akan bergerak, karena pasangan batu tidak fleksibel sama
sekali. Ukuran bawah pasangan batu harus disesuaikan dengan Standar Bina
Marga, maka perlu nasehat teknis.
4. Bronjong adalah cara yang kuat dan cukup fleksibel, tetapi relative mahal.
Supaya posisi bronjong stabil dan tidak lari, pancangan diberikan pada tingkat
bronjong yang paling bawah, dengan jarak setiap 1-1,5 m dan ukuran
pancangan 12-15 cm. Dipancang sampai lapisan tanah atau batu yang keras.
Bronjong dibuat lapis demi lapis dan disambung, tetapi setiap lapis (baris)
harus dibuat datar ( sama tingginya ).
SALURAN DRAINASE
IJ UK
SULING
J A L A N
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 24
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Bronjong digunakan untuk menahan timbunan baru atau melindungi tebing dari
arus air. Ukuran bronjong harus sesuai dengan Standar Bina Marga, jika
terdapat perbedaan, maka perlu nasehat teknis.
Gbr. Pengaman tebing dari bronjong.
5. Saluran air yang ada di kaki perlakuan batu kosong, pemasangan batu, atau
bronjong sebaiknya dilindungi talud pasangan batu, terutama pada tanah yang
peka erosi.
6. Cara perlindungan yang relative efektif dan murah adalah cara vegetatif.
Dengan cara vegetatif, berbagai jenis tanaman digunakan untuk menambah
stabilisasi tebing dan untuk mencegah erosi.
3.1.25. Saluran Pinggir Jalan
Saluran pinggir jalan yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan di sebelah kiri
dan kanan jalan, kecuali :
a. Jalan yang dibuat di punggung bukit, tidak perlu saluran sama sekali.
b. Jalan yang dibuat di lereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah luarnya.
c. Badan jalan diurug lebih dari 50 cm
Pada keadaan biasa, setiap saluran harus berukuran 50 cm (dalam) x 30 cm (lebar
dasar) seperti yang diatas, dengan bentuk trapezium (lebar atas 50 cm). Saluran
dibuat lebih besar apabila diperkirakan debit air yang harus dibuang sangat besar.
Saluran dibuat sejajar dengan jalan, dan dasar saluran harus dibuat dengan
kemiringan sangat rendah untuk mengendalikan kecepatan aliran. Kecepatan tinggi
menyebabkan erosi tanah, maka perlu terjunan atau pasangan apabila kecepatan
aliran air terlalu cepat. Tidak benar jika dasar saluran datar, karena air tidak akan
mengalir sama sekali.
Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah daripada lapisan pasir yang ada di
bawah batu perkerasan, demi kelancaran proses perembesan dan pengeringan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 25
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Saluran yang peka erosi perlu dilindungi. Perlindungan terdiri dari penguatan talud
dan dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Tujuan perlindungan
saluran adalah untuk mengurangi erosi tanah pada saluran supaya saluran tetap
berfungsi dan jalan tidak terkikis. Jenis perlindungan terdiri dari rumput (gebalan),
turab, batu kosong, atau pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada
tikungan di tanah yang sangat peka erosi.
Jenis perlindungan dipilih setelah dipertimbangkan :
1. Kemiringan saluran dan kecepatan air
2. jenis tanah (harus yang peka erosi)
3. perubahan arah pengaliran pada belokan
4. debit air.
3.1.26. Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah jenis bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air yang
harus melewati di bawah permukaan jalan.
Gorong-gorong diperlukan jika :
o Terdapat sungai kecil atau saluran irigasi melewati jalan.
o Kapasitas saluran pinggir kurang mengalirkan volume air yang
diperkirakan, dan air harus melewati jalan untuk dibuang.
o Saluran pinggir jalan memotong jalan lain pada persimpangan.
o Di daerah perbukitan, setiap tempat terendah pada profil jalan. Kebutuhan
ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
X = Lokasi yang salah
O = Lokasi yang betul
Tiap gorong-gorong dilengkapi bak penampungan air dan bak pembuang di
ujungnya, demi kelancaran pengaliran air dan untuk mencegah erosi.
Untuk mengurangi erosi, aliran alamiah tidak digangu. Baik di denah maupun di
profil kedua ujung gorong-gorong mengikuti garis aliran yang alamiah. Jika garis
alamiah tidak diikuti, saluran dan bak harus dilindungi.
J ALAN
Gorong
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 26
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Jenis gorong-gorong yang layak untuk jalan desa adalah gorong-gorong :
1. Buis beton (bulat), dengan ukuran garis tengah 40 cm sampai dengan 100
cm.
2. Plat beton yang dibuat dengan pondasi dari pasangan batu dan lantai dari
beton bertulang, berukuran sisi layak di mana buis beton tidak ditanam
cukup dalam.
3. Boog duiker, yang dibuat dari batu belah dan berukuran 40 s.d 60 cm.
4. Gorong-gorong kayu, dengan dimensi lebar minimal 0,60 m, lebar
maksimal 1,00 m, dan tinggi minimal 0,60 m (untuk pemeliharaan).
Gorong-gorong buis beton, boog duiker, atau kayu harus ditanam supaya ada
lapisan tanah diatasnya minimal 30 cm atau setengah ukuran garis tengahnya,
seperti gambar di bawah ini :
Keterangan gambar :
- Lapisan batu permukaan jalan
- Lapisan pasir di bawah batu
- Jarak antara buis beton dan batu
minimal setengah ukuran buis beton
- Lapisan tanah yang dipadatkan lapis
demi lapis. Tanah ini tidak boleh
mengandung batu.
- Lapisan pasir di bawah buis beton.
- Lapisan batu sebagai pondasi
gorong-gorong buis beton.
Dasar gorong-gorong dibuat dengan kemiringan 2
% untuk memperlancar aliran air. Ukuran gorong-gorong tergantung debit air yang
akan mengalir.
a. Luas lahan yang dapat dikeringkan gorong-gorong buis beton dan plat beton
diperkirakan sebagai berikut :
J AL A N
Gorong gorong
Garis Aliran
Garis Aliran Badan J alan
BUIS BETON
ARUS LALU LINTAS
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 27
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah pegunungan
(kemiringan di atas 12 %) :
Buis beton :
40 cm - 0,5 ha
50 - 1,0
50 - 1,5
80 - 3,5
100 - 7,5
Plat beton :
60 X 60 cm - 2,5 ha
60 X 75 cm - 3,0 ha
75 X 75 cm - 4,5 ha
75 X 100 cm - 6,5 ha
100 X 100 cm - 7,5 ha
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah berbukit
(kemiringan 5 12 %):
Buis beton :
40 cm - 1,0 ha
50 - 2,5
60 - 4,0
80 - 9,5
100 - 17
Plat beton :
60 X 60 cm - 6 ha
60 X 75 cm - 8 ha
75 X 75 cm - 11 ha
75 X 100 cm - 16 ha
100 X 100 cm - 23 ha
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah datar
(kemiringan dibawah 5 %):
Buis beton :
40 cm - 5,0 ha
50 - 9,5
60 - 15
80 - 33
100 - 60
Plat beton :
60 X 60 cm - 21 ha
60 X 75 cm - 28 ha
75 X 75 cm - 38 ha
75 X 100 cm - 56 ha
100 X 100 cm - 82 ha
b. Luas lahan yang dapat dikeringkan gorong-gorong boog duiker dan kayu
diperkirakan sebagai berikut :
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah pegunungan
(kemiringan diatas 12 %):
Boog duiker
40 cm - 0,5 ha
50 cm - 2,0 ha
60 cm - 3,5 ha
Kayu
60 X 60 cm - 2,5 ha
60 X 75 cm - 3,0 ha
75 X 75 cm - 4,5 ha
75 X 100 cm - 6,5 ha
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah berbukit
(kemiringan 5 12 %):
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 28
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Boog duiker
40 cm - 0,5 ha
50 cm - 5,5 ha
60 cm - 9,5 ha
Kayu
60 X 60 cm - 6 ha
60 X 75 cm - 8 ha
75 X 75 cm - 11 ha
75 X 100 cm - 16 ha
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah datar
(kemiringan dibawah 5 %):
Boog duiker
40 cm - 7,0 ha
50 cm - 20 ha
60 cm 32 ha
Kayu
60 X 60 cm - 21 ha
60 X 75 cm - 28 ha
75 X 75 cm - 38 ha
75 X 100 cm - 56 ha
3.1.27. Pembuangan dari Saluran dan Gorong-Gorong
Pembuangan dari saluran dan gorong-gorong harus diperkirakan untuk mencegah
kerusakan akibat pengaliran air yang tidak terkendali. Pembuangan air dengan
aman tetap menjadi tanggung jawab perencana jalan.
Pembuangan yang aman adalah pembuangan yang mengantarkan aliran air ke
sungai atau ke saluran yang mampu mengalirkan volume air tanpa merusak
lingkungannya, terutama lahan petani atau rumah penduduk. Pembuangan tersebut
dapat melalui sebuah saluran baru khusus pembuangan.
Saluran pembuangan dimulai dari gorong-gorong, saluran pinggir jalan yang sudah
melebihi kapasitasnya, atau saluran pinggir jalan yang tidak dapat diteruskan.
Saluran tersebut berhenti pada sungai atau saluran besar yang sudah ada. Tidak
dibatasi panjang saluran pembuangan; panjangnya menurut kebutuhan setempat.
Ukuran saluran pembuangan disesuaikan dengan debit air yang terbesar, dengan
ukuran minimal sama dengan ukuran saluran pinggir jalan yang standar (50 x 30
cm). Saluran pembuangan harus dilindungi seperti saluran-saluran yang lain,
dengan diberi pasangan batu, rumput, terjunan, dan sebagainya untuk mencegah
erosi dasar dan talud saluran.
3.1.28. Stabilization
Dalam hal penggunaan tanah asli di lapangan, konsultan menghadapi tiga pilihan,
yaitu:
1. Manfaatkan tanah yang ada di tempat.
2. Membuang tanah asli dan menggantinya dengan tanah daru dari luar.
3. Memperbaiki tanah yang ada, barangkali dengan perlakuan mekanis
(pemadatan) atau perlakuan stabilisasi.
Ternyata dengan menambah sedikit bahan tertentu pada tanah asli, sifat tanah
tersebut dapat diperbaiki. Perlakuan tersebut sudah lama dipakai, dengan nama
stabilisasi.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 29
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Teknik stabilisasi dengan semen atau kapur (hidrasi) dapat digunakan bila dinilai
alternative tersebut merupakan yang terbaik. Hal ini dapat dipertimbangkan
terutama untuk lokasi yang tidak mempunyai bahan yang layak untuk subgrade.
Tiap jenis tanah dapat diperbaiki dengan bahan tambahan seperti semen, kapur,
bahan kimia (polymer) atau bitumen, dan masing-masing mempunyai zona
efesiensi yang berbeda :
Stabilisasi tidak berlaku untuk tanah dengan kadar organik tinggi. Untuk
menentukan jumlah semen atau kapur yang dibutuhkan untuk memperbaiki struktur
tanah, perlu diadakan ujian tanah di laboratorium. Kadar air di lapangan juga harus
dikendalikan dengan ketat, berdasarkan kadar air optimal menurut hasil
loboratorium. Hasil stabilisasi ditutup plastik untuk menjaga tingkat kelembaban
dan ditutup untuk lalu lintas selama satu minggu.
Untuk mendapatkan peningkatan struktur yang baik, hasil stabilisasi harus segera
dipadatkan dengan mesin. Batas waktu adalah 2 jam untuk semen, 1 hari untuk
kapur (tetapi lebih baik 6 jam). Tebal lapisan stabilisasi adalah antara 15 s.d. 25 cm.
3.1.29. Pembangunan Jalan di Daerah Rawa
Jalan sulit dibangun secara padat karya di daerah rawa, tetapi terdapat beberapa
teknologi yang dapat diterapkan untuk jalan setapak dan jalan lokal. Terdapat pula
tempat yang memerlukan teknologi pembangunan jalan di daerah tanah lembek
untuk bagian pendek, misalnya hanya 100 meter dari jalan 2.500 meter.
Standar teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan di daerah rawa dari dua
buku manual, yaitu manual pembangunan jalan dari Integrated Swamp
Development Project dan buku Teknologi Tepat Guna untuk Pembukaan Lahan
Rawa di Kalimantan Tengah, hasil produksi Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pekerjaan Umum.
Cara membangun jalan di daerah rawa biasanya menyangkut penggantian material
dengan volume yang cukup besar, kemudian dipasang perlakuan untuk
meningkatkan daya tahan tanah dasar.
PASIR
KASAR
PASIR
HALUS
LANAU
HALUS
LANAU
KASAR
LEMPUNG
HALUS
LEMPUNG
KASAR
SEMEN
BITUMEN
POLYMER
KAPUR
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 30
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Untuk rawa harus dibatasi pilihan teknologi, karena sebagian dari teknologi yang
diusulkan terlalu mahal untuk diterapkan dengan biaya porsi padat karya sangat
minimal. Misalnya, penggunaan Geotextile yang sangat baik untuk daerah rawa
ternyata terlalu mahal dan relative sulit dicari.
Teknologi yang dianjurkan termasuk penggantian dari lapisan atas agar tanah yang
sangat lembek diganti dengan yang lebih baik sebagai subbase. Kemudian dipasang
matras galar kayu, terucuk kayu, terucuk dengan papan atas (jamur kayu), atau
yang lain, dengan memperhatikan ketinggian air minimum agar kayu selalu dalam
keadaan terendam. Kemudian untuk lapisan atas dan perkerasan dibuat seperti
biasa, dengan memperhatikan ketinggian air maksimum agar base tidak terkena air
tanah.
Timbunan di daerah rawa boleh terdiri atas timbunan tanah biasa atau timbunan
terpilih. Timbunan biasa tidak termasuk tanah lempung dengan plastisasi tinggi,
tidak termasuk bahan organic, dan mempunyai CBR di atas 6%. Tanah terpilih
CBR di atas 10% dan PI di atas 6%, dan dapat dipadatkan dengan baik.
Pekerjaan jalan di daerah rawa ini juga termasuk kegiatan drainase sementara di
tempat kerja, serta pembuatan saluran diversi. Teknologi lain yang dapat
dimanfaatkan yaitu Tiang Turap Kayu, atau Stabilisasi dengan terucuk.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 31
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.2. PERENCANAAN DRAINASE
3.2.1. Maksud dan Tujuan
3.2..1. Maksud
Tata cara perhitungan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan
dalam merencanakan struktur drainase permukaan jalan. Adapun yang
dimaksud dengan saluran drainase disini adalah :
a. Saluran samping jalan
Yaitu saluran drainase yang terletak di sebelah kiri dan kanan jalan,
karena saluran juga difungsikan sebagai penampung limbah rumah
tangga yang biasanya menghadap ke arah jalan.
b. Saluran drainase yang berdiri sendiri.
Kedua jenis saluran tersebut merupakan satu sistim pembuangan
yang saling terkait.
3.2..2. Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam cara
merencanakan drainase permukaan jalan yang sesuai dengan
persyaratan teknis.
3.2.2. Ruang Lingkup
Tata cara ini meliputi persyaratan-persyaratan, kemiringan melintang perkerasan
dan bahu jalan serta dimensi, kemiringan, jenis bahan, tipe saluran samping jalan
dan gorong-gorong.
3.2.3. Pengertian
Yang dimaksud dengan :
1) Drainase permukaan adalah sistim drainase yang berkaitan dengan
pengendalian air permukaan;
2) Intensitas hujan ( I ) adalah besarnya curah hujan maksimum yamg akan
diperhitungkan dalam desain drainase;
3) Waktu konsentrasi ( Tc ) adalah waktu yang diperlukan oleh butiran air
untuk bergerak dari titik terjauh pada daerah pengaliran sampai ke titik
pembuangan;
4) Debit ( Q ) adalah volume air yang mengalir melewati suatu penampang
melintang saluran atau jalur air persatuan waktu;
5) Koefisien pengaliran ( C ) adalah suatu koefisien yang menunjukkan
perbandingan antara besarnya jumlah air yang dialirkan oleh suatu jenis
permukaan terhadap jumlah air yamg ada;
6) Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang berfungsi mengalirkan air, dan
biasanya melintang jalan;
7) Saluran samping jalan adalah saluran yang dibuat di sisi kiri dan kanan
badan jalan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 32
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.2.4. Pesyaratan-persyaratan
Hal yang disyaratkan dalam perencanaan sistem drainase adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya
berdaya guna;
2) Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan faktor
ekonomi dan faktor keamanan;
3) Perencanaan drainase harus mempertimbangkan pula segi kemudahan dan
nilai ekonomis terhadap pemeliharaan sistem drainase tersebut;
4) Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai-sungai
pengumpul drainase;
5) Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistem drainase areal, tetapi
harus diperhatikan dalam perencanaan terutama untuk air keluar.
3.2.5. Ketentuan-Ketentuan
3.2.5.1. Umum
Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari : kemiringan melintang
perkerasan dan bahu jalan, saluran samping, gorong-gorong dan saluran
penangkap (lihat gambar).
Gambar 3.2.1. Sistem Drainase Permukaan
3.2.5.2. Saluran samping jalan
Hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan saluran adalah sebagai
berikut :
1) Bahan bangunan saluran samping jalan ditentukan oleh besarnya
kecepatan rencana aliran air yang akan melewati saluran samping
jalan ( lihat tabel 3.2.1.)
Bahu Jalan
Perkerasan Jalan
Bahu Jalan
Saluran Penangkap
i b %
i b %
i %
i %
Gorong - gorong
i = Kemiringan Perkerasan Jalan
ib = Kemiringan Bahu Jalan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 33
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.2.1. Kecepatan aliran air yang diijinkan
berdasarkan jenis material
Jenis Bahan
Kecepatan AliranAir
Yang diizinkan
(m/detik)
Pasir Halus
Lempung kepasiran
Lanau aluvial
Kerikil halus
Lempung kokoh
Lempung padat
Kerikil kasar
Batu-batu besar
Pasangan batu
Beton
Beton bertulang
0.45
0.50
0.60
0.75
0.75
1.10
1.20
1.50
1.50
1.50
1.50
2) Kemiringan saluran samping ditentukan berdasarkan bahan yang
digunakan; hubungan antara bahan yang digunakan dengan
kemiringan saluran samping arah memanjang yang dikaitkan dengan
erosi aliran dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2.2. Hubungan kemiringan saluran samping jalan ( i )
dan jenis material
3) Pematah arus untuk mengurangi kecepatan aliran diperlukan bagi
saluran samping jalan yang panjang dan mempunyai kemiringan
cukup besar. ( lihat gambar pematah arus ).
Jenis material
Kemiringan saluran samping
i ( % )
Tanah Asli 0 5
Kerikil 5 7.5
Pasangan 7.5
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 34
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Gambar 3.2.2. Pematah Arus
Tabel 3.2.3. Hubungan kemiringan saluran samping jalan ( i )
dan jarak pematah arus ( L )
i ( % ) 6 % 6 % 7 % 9 % 10 %
L ( m ) 16 m 10 m 8 m 7 m 6 m
4) Tipe dan jenis bahan saluran samping didasarkan kondisi tanah dasar,
kedudukan muka air tanah dan kecepatan abrasi air.
5) Penampang minimum saluran samping 0.5 m
2
.
3.2.6. Gorong-gorong Pembuang Air
Gorong-gorong pembuang air meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Ditempatkan melintang jalan yang berfungsi untuk menampung air dari
saluran samping dan membuangnya.
2) Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah
pengaliran secara efisien.
3) Harus dibuat dengan tipe yang permanen ( lihat gambar bagian gorong-
gorong ).
Bagian gorong-gorong terdiri dari tiga bagian konstruksi utama, yaitu :
- Pipa kanal air utama yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian
hulu ke bagian hilir secara langsung.
- Tembok kepala yang menopang ujung dan lereng jalan ; tembok
penahan yang dipasang bersudut dengan tembok kepala, untuk
menahan bahu dan kemiringan jalan.
- Apron ( dasar ) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya
erosi dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat lumpur ; bentuk
gorong-gorong tergantung pada tempat yang ada dan tingginya
timbunan.
- Bak penampung diperlukan pada kondisi :
Pertemuan antara gorong-gorong dan saluran tepi.
Pertemuan lebih dari dua arah aliran.
i %
L
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 35
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
4) Kemiringan gorong-gorong 0.5 2 %.
Gambar 3.2.3. Bagian gorong-gorong.
5) Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 meter, di daerah
pegunungan dua kali lebih banyak.
6) Kemiringan gorong-gorong antara 0.5 2 % dengan pertimbangan faktor-
faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan erosi di tempat
air masuk dan pada bagian pengeluaran.
7) Tipe dan bahan gorong-gorong yang permanen ( lihat gambar tipe ) dengan
desain umur rencana :
- Jalan tol : 25 tahun
- Jalan arteri : 10 tahun
- Jalan lokal : 5 tahun
8) Untuk daerah-daerah yang berpasir, bak pengontrol dibuat / direncanakan
sesuai kondisi setempat.
9) Dimensi gorong gorong minimum dengan diameter 80 cm, kedalaman
gorong gorong yang aman terhadap permukaan jalan, tergantung tipe :
No Tipe gorong-gorong Potongan melintang
Material yang
dipakai
1
Pipa tunggal atau
lebih
Metal gelombang,
beton bertulang
atau beton tumbuk,
besi cor dll.
2
Pipa lengkung
tunggal atau lebih
Metal gelombang
3
Gorong gorong
persegi
( Box culvert )
Beton bertulang
Gambar 3.2.4. Tipe Penampang Gorong Gorong.
0.5- 2%
Pipakanal airutama
TembokKepala
Apron( dasar)
Bakpenampung
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 36
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.2.7. Menentukan Debit Aliran
Faktor faktor untuk menentukan debit aliran, yaitu :
1) Intensitas curah hujan (I) dihitung berdasarkan data data sebagai berikut :
a) Data curah hujan :
Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun yang
dinyatakan dalam mm/ hari, data curah hujan ini diperoleh dari Lembaga
Meteorologi dan Geofisika, untuk stasiun curah hujan yang terdekat
dengan lokasi sistem drainase, jumlah data curah hujan paling sedikit
dalam jangka waktu 10 tahun.
b) Periode ulang :
Karekteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu, periode ulang rencana untuk saluran
samping ditentukan 5 tahun.
c) Lamanya waktu curah hujan :
Ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan Van Breen, bahwa hujan
harian terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah hujan sebesar 90 % dari
jumlah hujan 24 jam.
d) Rumus menghitung intensitas curah hujan ( I ) menggunakan analisa
distribusi frekuensi menurut rumus sebagai berikut :
X
T
= x + ) (
n T
n
X
Y Y
S
S
)
I =
4
%. 90
T
X
Keterangan :
T
X = besarnya curah hujan untuk periode ulang T tahun ( mm ) / 24
jam.
X = nilai rata rata aritmatik, hujan komulatif.
X
S = standart deviasi
T
Y = variasi yang merupakan fungsi periode ulang
n
Y = nilai yang tergantung pada n (jumlah data)
n
S = standart deviasi merupakan fungsi dari n.
I = intensitas curah hujan mm/jam.
Tabel 3.2.4. Variasi Fungsi Periode Ulang (Yt)
T (thn) Yt
2 0.3665
5 1.4999
10 2.2502
25 3.1985
50 3.9019
100 4.6001
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 37
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.2.5. Nilai Yang Tergantung Pada n (
n
Y )
n Yn n Yn n Yn n Yn
10 0.4592 33 0.5388 56 0.5508 79 0.5567
11 0.4996 34 0.5396 57 0.5511 80 0.5569
12 0.5053 35 0.5402 58 0.5518 81 0.5570
13 0.5070 36 0.5410 59 0.5518 82 0.5572
14 0.5100 37 0.5418 60 0.5521 83 0.5574
15 0.5128 38 0.5424 61 0.5524 84 0.5576
16 0.5157 39 0.5430 62 0.5527 85 0.5578
17 0.5181 40 0.5436 63 0.5530 86 0.5580
18 0.5202 41 0.5442 64 0.5533 87 0.5581
19 0.5220 42 0.5448 65 0.5535 88 0.5583
20 0.5236 43 0.5453 66 0.5538 89 0.5585
21 0.5252 44 0.5458 67 0.5540 90 0.5586
22 0.5268 45 0.5463 68 0.5543 91 0.5587
23 0.5283 46 0.5468 69 0.5545 92 0.5589
24 0.5296 47 0.5473 70 0.5548 93 0.5591
25 0.5309 48 0.5477 71 0.5550 94 0.5592
26 0.5320 49 0.5481 72 0.5552 95 0.5593
27 0.5332 50 0.5485 73 0.5555 96 0.5595
28 0.5343 51 0.5489 74 0.5557 97 0.5596
29 0.5353 52 0.5493 75 0.5559 98 0.5598
30 0.5362 53 0.5497 76 0.5561 99 0.5599
31 0.5371 54 0.5501 77 0.5563 100 0.5600
32 0.5380 55 0.5504 78 0.5565
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 38
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.2.6. Hubungan Deviasi Standar (Sn) dengan Jumlah Data (n)
n Sn n Sn n Sn n Sn
10 0.9496 33 1.1226 56 1.1696 79 1.1930
11 0.9676 34 1.1255 57 1.1708 80 1.1938
12 0.9933 35 1.1285 58 1.1721 81 1.1945
13 0.9971 36 1.1313 59 1.1734 82 1.1953
14 1.0095 37 1.1339 60 1.1747 83 1.1959
15 1.0206 38 1.1363 61 1.1759 84 1.1967
16 1.0316 39 1.1388 62 1.1770 85 1.1973
17 1.0411 40 1.1413 63 1.1782 86 1.1980
18 1.0493 41 1.1436 64 1.1793 87 1.1987
19 1.0565 42 1.1458 65 1.1803 88 1.1994
20 1.0628 43 1.1480 66 1.1814 89 1.2001
21 1.0696 44 1.1499 67 1.1824 90 1.2007
22 1.0754 45 1.1519 68 1.1834 91 1.2013
23 1.0811 46 1.1538 69 1.1844 92 1.2020
24 1.0864 47 1.1557 70 1.1854 93 1.2026
25 1.0915 48 1.1574 71 1.1863 94 1.2032
26 1.1961 49 1.1590 72 1.1873 95 1.2038
27 1.1004 50 1.1607 73 1.1881 96 1.2044
28 1.1047 51 1.1623 74 1.1890 97 1.2049
29 1.1086 52 1.1638 75 1.1898 98 1.2055
30 1.1124 53 1.1658 76 1.1906 99 1.2060
31 1.1159 54 1.1667 77 1.1915 100 1.2065
32 1.1193 55 1.1681 78 1.1923
e) Kurva basis.
Kurva Basis digunakan untuk menentukan kurva lamanya intensitas
hujan, yang dapat diturunkan dari kurva basis ( lengkung intensitas
standart ) seperti contoh pada gambar berikut.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 39
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 0
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
140
150
160
170
180
190
waktu konsentrasi ( menit )
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s
h
u
j
a
n
(
m
m
/
j
a
m
)
KURVA BASIS
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 0
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
140
150
160
170
180
190
waktu konsentrasi ( menit )
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s
h
u
j
a
n
(
m
m
/
j
a
m
)
KURVA BASIS
I rencana
Lengkung basis
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 40
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
L3(m)
L2(m)
L1(m)
C
L
f) Waktu konsentrasi ( T
C
) , dihitung dengan rumus :
T
C
= t1 + t
2
t1 = ( 2 / 3 x 3.28 x Lo.
s
nd
)
0,167
t
2
=
V
L
60
Keterangan :
C
T = waktu kosentrasi ( menit )
1
t = waktu inlet ( menit )
1
t = waktu aliran ( menit )
O
L = jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase ( m )
L = panjang saluran ( m )
nd = koefisien hambatan ( tabel 8 )
s = kemiringan daerah pengaliran
v = kecepatan air rata - rata disaluran ( m / dt )
Tabel 3.2.7. Hubungan kondisi permukaan dengan koefisien hambatan
Kondisi Lapis Permukaan
nd
1. Lapisan semen dan aspal beton
2. Permukaan licin dan kedap air
3. Permukaan licin dan kotor
4. Tanah dengan rumput tipis dan gundul
dengan permukaan sedikit kasar
5. Padang rumput dan rerumputan
6. Hutan gundul
7. Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan
hamparan rumput jarang sampai rapat
0.013
0.020
0.10
0.20
0.40
0.60
0.80
2) Luas daerah pengaliran batas batasnya tergantung dari daerah pembebasan
dan daerah sekelilingnya yang ditetapkan seperti pada gambar berikut.
L = Batas daerah pengaliran yang diperhitungkan = ( L
1
+ L
2
+ L
3
)
Keterangan :
L
1 =
ditetapkan dari as jalan sampai bagian tepi perkerasan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 41
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
L
2 =
ditetapkan dari tepi perkerasan yang ada sampai tepi bahu jalan
L
3 =
tergantung dari keadaan daerah setempat dan panjang maksimum 100
meter
3) Harga Koefisien pengaliran ( C ) untuk berbagai kondisi ditentukan
berdasarkan Tabel di bawah ini :
Tabel 3.2.8 Hubungan kondisi permukaan tanah dan koefisien pengaliran (C)
Kondisi Permukaan Tanah
Koefisien
Pengaliran ( C )*
1. Jalan beton dan jalan aspal
2. Jalan kerikil dan jalan tanah
3. Bahu jalan :
- Tanah berbutir halus
- Tanah berbutir Kasar
- Batuan masif keras
- Batuan masif lunak
4. Daerah perkotaan
5. Daerah Pinggir Kota
6. Daerah industri
7. Pemukiman padat
8. Pemukiman tidak padat
9. Taman dan kebun
10. Persawahan
11. Perbukitan
12. Pegunungan
0.70 - 0.95
0.40 - 0.70
0.40 - 0.65
0.10 - 0.20
0.70 - 0.85
0.60 - 0.75
0.70 - 0.95
0.60 - 0.70
0.60 - 0.90
0.40 - 0.60
0.40 - 0.60
0.20 - 0.40
0.45 - 0.60
0.70 - 0.80
0.75 - 0.90
Keterangan :
*) Untuk daerah datar diambil nilai C yang terkecil dan untuk daerah
lereng diambil nilai C yang besar.
Bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang
mempunyai nilai C yang berbeda, harga C rata rata ditentukan dengan
persamaan:
C =
....
.... . .
3 2 1
3 . 3 2 2 1 1
+ + +
+ + +
A A A
A C A C A C
Keterangan :
C
1
,C
2
, C
3
= koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi
permukaan.
A
1
,A
2
, A
3
= luas daerah pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi
permukaan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 42
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
4) Untuk menghitung debit air ( Q ) menggunakan rumus yaitu :
Q = A I xC . .
6 . 3
1
Keterangan :
Q = debit air ( m
3
/ detik )
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan ( mm / jam )
A = luas daerah pengaliran ( km
2
)
5) Debit Air Kotor
Debit air kotor secara umum diperoleh dari hasil perkalian antara luas daerah
pelayanan (ha) dikalikan dengan angka kepadatan penduduk (orang/ha). Dan
dari jumlah penduduk tersebut dapat dihitung berapa besar penggunaan air
bersih, sedangkan banyaknya air kotor yang dibuang sama dengan jumlah air
bersih yang digunakan dikalikan dengan faktor tertentu.
Besarnya kebutuhan air bersih yang dikonsumsi oleh masing-masing orang
menurut WHO adalah 170 lt/orang/hari. Dan menurut Linsley, 1986 jumlah
air limbah rumah tangga adalah sebesar 65 75 % dari jumlah air yang
disalurkan atau ditetapkan dengan faktor pengali sebesar 0.7 kali kebutuhan
air bersih.
Rumus yang diberikan oleh Linsley untuk menghitung besarnya air limbah
adalah :
Qrt = p x Qab x 0.7 x (24 x 60 x 60/1000) m3/det
Dengan :
Qrt = debit air buangan rata-rata (m3/dt)
p = jumlah penduduk daerah layanan (orang)
Qab = kebutuhan air bersih (lt/hari/orang)
Qp = f x Qrt m3/det
Dengan :
Qp = debit puncak pembuangan pada jam-jam maksimum
f = faktor puncak ditentukan = 3
Bahwa berdasarkan perhitungan dan pengalaman ternyata debit air kotor hasil
buangan dari rumah tangga nilainya relatif kecil dibandingkan dengan debit
air yang dihasilkan dari air hujan. Sehingga dalam perencanaan saluran
drainase ini debit air dari rumah tangga diabaikan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 43
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.2.8. Penampang Basah Saluran Drainase dan Gorong - gorong
Luas Penampang Basah Saluran drainase dan Gorong gorong dihitung
berdasarkan :
1) Penampang basah yang paling ekonomis untuk menampung debit maksimum
(A
e
) yaitu :
a) Saluran bentuk trapesium :
A
e
= (b + m.h) h
P = b + 2h ) 1 (
2
m +
P
A
R
e
=
Tabel 3.2.9. Hubungan Kemiringan talud dan besarnya debit.
Debit air Q ( m
3
/ detik ) Kemiringan Talud
0.00 - 0.75
0.75 - 15.00
15.00 - 80.00
1 : 1
1 : 1.5
1 : 2
Keterangan :
b = lebar saluran ( m )
h = dalamnya saluran yang tergenang air ( m )
m = perbandingan kemiringan talud
R = jari jari hidrolis ( m )
P = Keliling basah saluran (m)
A
e
= Luas Penampang basah (m2)
b) Saluran bentuk segi empat
h
b
h
b
m
1
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 44
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
A
e
= b h
P
A
R
e
=
h b P 2 + =
Keterangan :
b = lebar saluran ( m )
h = dalamnya saluran yang tergenang air ( m )
R = jari jari hidrolis ( m )
P = Keliling basah saluran (m)
A
e
= Luas Penampang basah (m2)
2) Penampang basah berdasarkan debit air dan kecepatan (V) rumus :
V
Q
A
d
=
keterangan :
A
d
= Luas penampang ( m
2
)
Q = Debit air ( m
3
/dtk )
V = Kecepatan aliran ( m/dtk )
3) Selanjutnya dimensi saluran ditentukan atas dasar :
A
e
= A
d
Keterangan :
A
e
= Luas penampang ekonomis ( m
2
)
A
d
= Luas penampang berdasarkan debit air yang ada ( m
2
)
4) Untuk gorong-gorong yang berbentuk metal gelombang, hanya
diperhitungkan debit air dan penentuan penampang basah disesuaikan dengan
spesifikasi yang telah ditentukan.
3.2.9. Tinggi Jagaan Saluran Samping
Tinggi jagaan ( w ) untuk saluran samping bentuk trapesium dan segi empat
ditentukan berdasarkan rumus :
w = h 5 . 0
Keterangan : h = tinggi saluran yang terendam air
h
b
m
1
w
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III - 45
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.2.10. Kemiringan Saluran Samping dan Gorong-gorong Pembuang Air
Untuk menghitung kemiringan saluran samping dan gorong-gorong pembuang air
digunakan rumus :
( ) ( )
2 / 1
3 / 2 1
i R
n
V =
i =
2
3 / 2
.
R
n V
Keterangan :
V = Kecepatan aliran ( m/dtk )
n = Koefisien kekasaran manning
R = A/P = jari-jari hidrolis
A = Luas penampang basah ( m
2
)
P = Keliling basah ( m )
i = Kemiringan saluran yang diijinkan
3.2.11. Kemiringan Tanah
Kemiringan tanah di tempat dibuatnya fasilitas saluran gorong-gorong ditentukan
dari hasil pengukuran di lapangan, dihitung dengan rumus :
Gambar 3.2.6 Kemiringan tanah
Keterangan :
t
1
= tinggi tanah di bagian tertinggi ( m )
t
2
= tinggi tanah di bagian terendah ( m )
% 100
2 1
x
L
t t
i
=
i %
t
L ( m ) sta 1
2
( m )
t
1
( m )
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-46
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.3. PERENCANAAN SISTEM AIR BERSIH
Secara umum pembangunan sarana air bersih bertujuan untuk menjamin
tersedianya air bersih yang layak di masyarakat ( baik dalam segi jumlah maupun
kuantitasnya ) dan mendorong penggunaan sarana air bersih yang sesuai dengan
standar kesehatan di Indonesia. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dengan melalui program
pembangunan sarana air bersih dan sarana lain, seperti sanitasi ( air limbah ),
persampahan dan sarana-sarana yang lain.
Untuk proyek sarana air bersih, sanitasi dan pelayanan kesehatan harus
direncanakan untuk meningkatkan kepedulian / kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan disekitarnya, sehingga sumber air tetap terpelihara dengan baik dan
limbah domestik dikelola dengan baik.
3.3.1. Ruang Lingkup
Standar ini memuat tentang ketentuan yang berlaku dalam pemasangan pipa
distribusi, pemasangan alat ukur dan peralatan pelengkap yang digunakan pada
pemasangan pipa.
3.3.2. Pengertian
Yang Dimaksud dengan :
1. Pekerjaan galian adalah pekerjaan yang meliputi semua pemindahan bahan-
bahan dari dalam tanah, ataupun yang dijumpai termasuk rintangan alam yang
terdapat dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan tersebut.
2. Pekerjaan pengurugan adalah pekerjaan perbaikan lapisan tanah galian yang
didapatkan setelah selesai pekerjaan pemasangan pipa.
3. Bahan pilihan adalah merupakan tanah hasil penggalian yang tidak
mengandung batuan atau bahan padat lainnya yang berukuran lebih besar dari 5
mm, mempunyai gradasi yang baik dan tidak mengandung bahan organic
seperti rumput, akar tanaman atau bagian tumbuh-tumbuhan lainnya yang
bersifat mengembang.
4. Pipa baja adalah pipa yang terbuat dari bahan baja.
5. Pipa PVC adalah pipa yang terbuat dari bahan polyvinyl chloride.
6. Pipa DCIP adalah pipa yang terbuat dari ductile cast iron.
7. Pipa GSP adalah pipa yang terbuat dari besi galvanis.
8. Pekerjaan Perbaikan adalah pekerjaan perbaikan kembali sarana yang dirusak
ketika dilakukan pekerjaan galian menjadi keadaan semula.
9. Jalan aspal adalah jalan yang lapisan atasnya adalah kerikil yang dipadatkan.
10. Jalan gravel adalah jalan yang lapisan atasnya adalah kerikil yang dipadatkan.
11. Jalan beton adalah jalan yang lapisan permukaan jalannya terbuat dari beton.
12. Trotoar adalah lokasi disisi jalan raya yang diperuntukkan bagi pejalan kaki.
13. Pengangkatan adalah pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke
dalam kendaraan pengangkut, maupun dari kendaraan pengangkut ke lokasi
pemasangan pipa.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-47
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
14. Sambungan push-on adalah proses penyambungan pipa pada pipa dengan
tekanan air yang tinggi.
15. Test radiographic adalah tes yang dilakukan terhadap pipa yang penyambu-
ngannya dengan pengelasan.
16. Defleksi adalah besar sudut pembelokan yang diizinkan pada pipa.
17. Sambungan mechanical joint adalah proses penyambungan pipa pada pipa
yang tidak mendapatkan tekanan tinggi.
18. Testing pekerjaan pipa adalah uji coba yang dilakukan pada pipa, setelah pipa
yang terpasang.
19. Pekerjaan penggelontoran adalah pekerjaan pembersihan pipa yang telah
dipasang.
20. Pipa existing adalah pipa yang telah terpasang dan telah digunakan untuk
distribusi air minum.
21. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampur pasir, kerikil, air dan
semen Portland atau bahan penguat hidrolis lain yang sejenis, dengan atau tanpa
bahan tambahan lainnya.
22. Bahan tambahan adalah bahan lain yang ditambahkan ke dalam pembuatan
beton, selain semen, pasir, kerikil dan air yang tidak memberi pengaruh yang
kurang baik pada beton.
23. Pengujian beton adalah proses yang dilakukan terhadap beton untuk
mengetahui kekuatan karakteristik beton.
24. Bekisting adalah cetakan beton.
25. Lantai kerja adalah lantai yang terbuat dari beton dan terletak paling bawah
dari lapisan struktur pondasi.
26. Pengelasan adalah merupakan proses penyambungan pipa dengan dilakukan
pemanasan dan penambahan bahan penyambungan.
3.3.3. Ketentuan-ketentuan
3.3.3.1. Fungsi
Standar ini berfungsi sebagai acuan dalam pelaksanaan dan pengawasan
pekerjaan pemasangan pipa distribusi, alat ukur dan peralatan
perlengkapan yang digunakan dalam pemasangan pipa air minum.
3.3.3.2. Pemasangan pipa distribusi
Pemasangan pipa distribusi ini dapat bervariasi karena bahan pipa yang
digunakan juga beragam yaitu : pipa PVC, Steel, DIP dan GIP.
3.3.4. Pekerjaan Galian
Galian untuk jalur pipa harus merupakan galian terbuka dengan lebar galian
sedemikian rupa agar pipa dapat diletakkan dan dapat disambung dengan baik,
lebar galian yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 3.3.1.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-48
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.3.1. Lebar Galian Yang Dianjurkan
Diameter
(mm)
W = Lebar Galian
(mm)
80 680
100 700
150 750
200 800
250 850
300 900
350 950
400 1050
450 1100
600 1200
700 1300
800 1400
900 1500
1000 1600
1200 1800
1400 2000
1500 2100
1600 2200
2000 2600
Minimum kedalaman pipa yang dianjurkan adalah :
1200 mm untuk pipa yang tertanam di sisi jalan dan di bawah
permukaan jalan;
900 mm untuk pipa yang tertanam jauh dari jalan;
Pada tanah yang lembek kedalaman galian harus 75 cm di bawah
elevasi dasar pipa;
Panjang maksimum jalur penggalian yang diijinkan pada suatu lokasi
pengalian adalah 100 m.
3.3.5. Pekerjaan Pengurugan.
1. Material yang diperlukan dalam pekerjaan pengurugan ini adalah :
Bahan pilihan;
Pasir alam yang tersusun dari butiran halus sampai kasar, tidak
menggumpal, bebas dari kotoran, sampah, abu dan bahan-bahan organik
serta tidak boleh mengandung tanah liat dan lempung lebih dari 5% berat
seluruhnya dan tidak boleh ada butir-butir yang lebih besar dari 2 mm;
Kerikil alam mulai dari yang berbutiran halus sampai yang berbutiran kasar
dengan ukuran tidak lebih dari 3 cm, mempunyai kekerasan yang cukup dan
bergradasi kompak untuk memperoleh kepadatan yang cukup.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-49
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
2. Urugan di bawah pipa
Urugan dibawah pipa mulai dari pasir atas sampai dengan baris tengah pipa dan
diletakkan secara berlapis dengan ketebalan lebih dari 15 cm, dan dipadatkan
hingga mencapai kepadatan 95 % standar proctor dan mempunyai nilai indeks
plastisitas sebesar 6 sampai 50 persen.
3. Urugan di atas pipa
Pipa baja :
Ketebalan pengurugan kurang dari 20 cm dan dipadatkan dengan kepadatan
kering maksimum 95 persen.
Pipa-pipa PVC :
Pengurugan pada kedalaman 30 cm di atas puncak pipa PVC.
4. Urugan sampai ke permukaan
Pipa Baja :
Dari kedalaman 10 cm di atas pipa sampai permukaan dengan ketebalan
tidak melebihi 20 cm.
Pipa PVC
Diuruk dengan kedalamn 30 cm di atas pipa sampai ke permukaan;
5. Perbaikan bekas galian
a. Jalan beraspal
Lapisan tanah dasar harus mencapai kepadatan 90 persen modified
proctor;
Lapisan sub pasir harus mencapai kepadatan 95 persen kepadatan
modified proctor;
Ketebalan minimum lapisan macadam adalah 60 mm, dan dipadatkan;
Lapisan penetrasi dari tipe RC-2 bitumen disebabkan setelah lapisan
macadam dipadatkan;
b. Jalan gravel
Perbaikannya adalah 100 mm subgrade dan 100 mm bahan gravel dengan
gradasi lebih besar dari 10 dipadatkan sampai 95 persen modified proctor;
c. Jalan beton
Beton yang digunakan harus kelas K-225;
Agregat kasar dengan ukuran 20 mm dan 38 mm boleh digunakan;
Lalu lintas diijinkan untuk lewat di atas cor-coran 7 hari dengan
menggunakan semen yang cepat mengering dan 10 hari jika digunakan
semen biasa;
6. Trotoar beton
Ketebalan lapisan beton minimum 60 mm;
Beton harus sekelas K-125
7. Perbaikan kembali saluran dan pinggir jalan
Pekerjaan perbaikan kembali harus termasuk beton dasar, bekisting
pemasangannya pada posisi lurus atau berbelok;
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-50
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
8. Perbaikan jalan umum
Untuk lebih jelasnya perbaikan lapisan kembali dapat dilihat pada gambar
rencana.
3.3.6. Pekerjaan Pemasangan Pipa.
1. Pengangkatan
Peralatan pengangkatan ini harus mmpunyai kemampuan minimum satu ton
atau berat satu batang pipa dengan diameter terbesar yang diperlukan.
2. Pengangkutan
Peralatan ini harus dapat mengangkut pipa sesuai dengan diameter terbesar
yang dipasang dan peralatan yang dianjurkan adalah crane.
3. Perletakkan
Pipa yang akan dipasang harus diberi dasar material padat.
4. Penyambungan pipa
a. Semua diameter luar pipa eksisting harus sesuai dengan diameter dalam;
b. Pipa PVC
Untuk penyambungan pipa PVC tidak boleh dipanaskan dan tidak boleh di
cor di dalam dinding beton;
c. Pipa DCIP, GIP dan steele
Penyambungan dengan tipe flens dan mur diputar dengan ukuran kunci
putar sesuai dengan table berikut.
Tabel 3.3.2. Standar Untir Mur Pada Sambungan Pipa Flens
Ukuran
Baut
(mm)
Diameter Nominal
Pipa
(mm)
Standar ulir
(
kg
/m)
16 75 200 6
20 250 300 9
22 350 400 12
24 450 600 18
30 700 1200 33
36 1350 1800 50
42 2000 2400 58
48 2600 70
Penyambungan dengan las
- Setelah penyambungan harus dilakukan tes radiographic;
- Tukang las harus memiliki pengalaman dan kualifikasi yang cukup
dan harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang.
- Batang las tidak boleh menyerap air dan rata-rata kelembaban tidak
boleh lebih dari 2,5 persen untuk iliminated rod dan 0,5 persen
untuk flow hydrogenious rod;
- Mesin las harus dari jenis AC arc welding machine atau DC arc
welding machine.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-51
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
5. Pemotongan ujung pipa untuk jembatan pipa harus dibuat miring dan
kemiringan ujung pipa tersebut harus dipotong dengan sudut 30 derajat diukur
dari garis yang sejajar dengan sumbu pipa dengan toleransi 50 100 dengan
lebar permukaannya lebih luring 1/16 inch 1/32 inch;
6. Perlindungan terhadap karat sambungan flens, kopling dan flens adaptor diluar
bak kontriol dengan menggunakan pita, mastic pasta tanpa harus dipanaskan;
7. Pada proses penyambungan pada pipa, besarnya defleksi yang diperbolehkan
dapat dilihat pada tabel berikut.
8. Sambungan dengan angkur tidak diperbolehkan ada defleksi;
Tabel 3.3.3. Defleksi pada Tanah yang Lembek
Diameter Push on joint Mechanical Joint
Nominal sudut
defleksi
Defleksi yang
diijinkan perpanjang
pipa (cm)
sudut
defleksi
Defleksi yang
diijinkan perpanjang
pipa (cm)
(mm)
yang
diijinkan
4
m 5 m
6
m 9 m
yang
diijinkan
4
m
5
m
6
m 9 m
80 5
o
00 35 - - - 5
o
00 35 - - -
100 5
o
00 35 44 52 - 5
o
00 35 44 52 -
150 5
o
00 - 44 52 - 5
o
00 - 44 52 -
200 5
o
00 - 44 52 - 5
o
00 - 44 52 -
250 4
o
00 - 35 41 - 5
o
00 - 44 52 -
300 4
o
00 - - 41 - 5
o
00 - - 52 -
350 4
o
00 - - 41 - 4
o
50 - - 51 -
400 3
o
30 - - 37 - 4
o
10 - - 44 -
450 3
o
30 - - 31 - 3
o
50 - - 40 -
500 3
o
30 - - 31 - 3
o
20 - - 35 -
600 3
o
30 - - 31 47 2
o
50 - - 30 45
700 2
o
30 - - 26 39 2
o
30 - - 25 39
800 2
o
30 - - 26 39 2
o
10 - - 23 34
900 2
o
30 - - 21 31 2
o
00 - - 21 31
1000 2
o
00 - - 21 31 1
o
50 - - 19 29
1100 2
o
00 - - 21 31 1
o
40 - - 17 24
1200 2
o
00 - - 21 31 1
o
30 - - 16 21
1400 2
o
00 - - 21 31 1
o
20 - - 14 10
1500 2
o
00 - - 21 31 1
o
10 - - 12 24
1600 2
o
00 - - 21 31 1
o
30 - - 16 -
1800 2
o
00 - 17 21 - 1
o
30 - 13 16 -
2000 2
o
00 - 17 21 - 1
o
30 - 13 16 -
2100 - - - - - 1
o
30 10 13 - -
2200 - - - - - 1
o
30 10 13 - -
2400 - - - - - 1
o
30 10 - - -
2600 - - - - - 1
o
30 10 - - -
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-52
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.3.4. Besar Sudut Defleksi Yang Diijinkan Untuk
Sambungan Push Joint Pada Tanah Keras
Diameter Nominal Besar sudut defleksi yang diizinkan
(derajat)
80 - 300 5
250 - 350 4
400 3 30
450 - 600 3
700 - 900 2 30
1000 - 2000 2
Tabel 3.3.5. Besar Sudut Defleksi Yang Diijinkan Untuk
Sambungan Mechanical Joint Pada Tanah Keras
Diameter Nominal Besar sudut defleksi yang diizinkan
(derajat)
80 300 5
350 4 - 50
400 4 - 10
450 3 - 50
500 3 - 2
600 2 - 30
700 2 - 30
800 2 - 10
900 2 - 10
1000 1 - 50
1100 1 - 40
1200 1 - 30
1400 1 - 20
1500 1 - 10
1600 - 2600 1 - 30
Testing Pekerjaan Pipa
1. Uji coba secara hidrolis harus dilakukan selama pelaksanaan pembangunan
jalur-jalur pipa.
Peralatan pembantu yang digunakan adalah pompa, alat ukur dongkrak dan
strust;
2. Pengujian pipa harus sesuai dengan tata cara pengujian pipa;
3. Kebocoran yang dapat diterima saat pengujian pipa;
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-53
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.3.6.
Kebocoran Yang Diijinkan/km saat Pengujian Pipa
Diameter
(mm)
Jumlah
Kebocoran
(l / jam)
Diameter
(mm)
Jumlah
Kebocoran
(l/jam)
75 2.55 300 9.12
100 3.04 350 10.64
125 3.80 400 12.16
150 4.56 450 13.68
200 6.08 500 15.20
250 7.60 600 18.24
3.3.7. Pekerjaan Penggelontoran atau Flushing
1. Dilaksanakan dengan menggunakan air bersih dari pipa eksisting;
2. Sumber air dari pipa eksisting hanya dari satu sumber saja;
3. Waktu penggelontoran adalah 3 menit untuk 100 m panjang pipa;
4. Jaringan pipa dapat diterima bila air hasil penggelontoran setelah melewati
waktu yang ditetapkan dalam keadaan bersih dengan membuktikan parameter
warna, kekeruhan dan pH.
3.3.8. Lapisan perlindungan pipa
1. Lapisan pelindung bagian luar :
Pipa baja yang terekspos, lapisan pipa harus terdiri dari :
Tabel 3.3.7. Bahan Pelapisan Pipa Baja dan Fitting
No Lapisan Bahan Ketebalan
1. Pertama Meni besi Min dalam keadaan
kering = 50 mikron
2. Kedua Cat dasar Dalam keadaan kering
= 50 mikron
3. Ketiga Dua lapis cat
terakhir
Dalam keadaan kering
= 25 mikron
Pipa baja yang terpendam dilapis dengan menggunakan epoxy;
2. Lapisan pelindung bagian dalam adalah cement mortar lining dan diberi
semprotan furnace cement;
3. Sleeving yang terbuat dari bahan polyethylene yang berbentuk lembaran film
yang berwarna hitam.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-54
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.3.9. Trust block
1. Trust block diberikan pada semua percabangan pipa, bend, reducer dan tee,
serta harus diletakkan sedemikian rupa untuk memudahkan pemindahannya;
2. Bahan harus dari beton kelas D = 200 kg / cm2 diletakkan pada tanah dengan
pondasi agregat stabil minimum 20 cm.
3.3.10. Pipa driving
1. Yang termasuk dalam pekerjaan ini adalah pekerjaan driving sleeve dari beton
bertulang, concrete dan diikuti dengan pemasukan pipa
2. Dalam bagian atas pipa sleeve yang di pancang minimal 200 m;
3. Pada permukaan dasar ruang yang menembus di pasang pondasi bantuan
dengan ketebalan 15 cm pada seluruh permukaannya;
4. Pada pondasi batuan diberi lantai kerja dengan mutu beton kelas E dan
ketebalan 15 cm;
Untuk lebih jelasnya pipa driving dengan metode pipa jacking dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3.3.8.
Spesifikasi Lebar Jacking Pit dan Lubang Penerima
Diameter
Nominal
(DN mm)
Ukuran lubang
(meter)
A1 A2 B
700 8.00 3.00 3.00
800 8.00 3.00 3.00
900 8.00 3.00 3.00
1000 8.00 3.00 3.00
1100 8.00 3.00 3.10
1200 8.00 3.50 3.20
1350 8.00 3.50 3.40
1500 8.00 3.50 3.50
1600 8.00 3.50 3.60
1800 8.00 4.00 3.80
2000 8.00 4.00 4.00
2200 8.00 4.00 4.20
2400 8.00 4.00 4.40
2600 8.00 4.00 4.60
5. Untuk pipa tembus dengan diameter 800 mm atau lebih dengan bahan dari pipa
baja, pipa tembus digunakan sebagai selubung untuk pipa jalur utama
6. Rongga-rongga yang terbentuk antara pipa selubung dengan pipa yang
dimasukkan kedalamnya harus diisi dengan beton tumbuk kelas B0 dengan
menggunakan pompa beton.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-55
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.3.11. Jembatan pipa
Batas kontruksi jembatan pipa adalah kedua ujung sambungan flexible.
1. Konstruksi bangunan bawah :
a. Pembuatan lantai kerja dengan beton K-100;
b. Tanah yang tidak sesuai untuk lapisan pondasi harus diganti;
c. Untuk pondasi pancang harus disiapkan ke dalam bangunan bawah sedalam
10 cm;
2. Perpipaan:
Cincin pendukung harus terbuat dari besi baja dengan baja tahan karat;
3. Pengelasan:
Pengelasan harus diuji test radiographic;
3.3.12. Alat Ukur
Alat ukur yang biasa digunakan di dalam system distribusi air bersih adalah meter
air dengan ketentuan yang berlaku untuk meter air.
1. Mempunyai kesalahan pengukuran maksimum adalah 5 persen dalam plus dan
minus;
2. Harus mampu menahan tekanan 1600 kPa 16 bar selama 5 menit tidak bocor
atau basah;
3. Pada rumah meter air, bagian aliran masuk harus dilengkapi saringan yang
mudah dibuka dan dipasang;
4. Harus dilengkapi dengan alat penyetel untuk memperbaiki hubungan antara
debit yang ditujukan dan debit yang sebenarnya
5. Dimensi rumah meter air dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.3.9. Dimensi Rumah Meter Air
No. Uraian Ukuran Rumah Meter air
13 20 25 30 40
1 Panjang (L) 170 190 260 260 300
2 Lebar 90.0 90.0 105 105 130
3 Tinggi tanpa katup 85.0 85.0 100 100 115
4 Diameter luar ulir 80.0 80.0 95.0 95.0 125
5 Diameter dalam ulir 26.5 33.2 41.9 47.8 59.6
Pemasangan meter air :
1. Sebelum meter air dipasang, pipa harus dilakukan penggelontoran;
2. Pada pipa yang akan dipasang meter air harus diberi pengganjal yang dapat
berupa pipa pada tempat dimana akan dipasang meter air;
3. Meter air harus dipasang pada posisi horizontal dan dilindungi dari udara
dingin, kerusakan dan benturan;
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-56
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
4. Sisi inlet dan outlet dari meter, harus dipasang persis pada suhu memanjang
pipa pelayanan;
5. Jalur pipa antara katup inlet , outlet dan perlengkapan lainnya harus cukup luas
untuk memungkinkan pemasangan meter, coupling gasket, strainer bila
diperlukan dan pemasangan pipa;
6. Meter air tidak boleh dipasang pada pipa yang bengkok karena akan
menyebabkan kerusakan pada meter air, terutama pada meter air dengan gelang
plastik dan dipasang terbuka;
7. Pada system ulir dari plastic, rubber gasket-gasket harus dari bahan karet dan
jangan menggunakan bahan dari fiber atau kulit.
3.3.13. Pekerjaan Pemasangan Alat Pelengkap;
1. Katup udara
Harus dipasang di semua titik tinggi
2. Katup
Pemasangan pipa, katup dan accesoriesnya dilakukan setelah pengecoran beton
lantai bak kontrol dan sebagian pipa tertanam dalam dinding bak control;
3. Washout
a. Harus dipasang pada semua titik rendah atau ujung pipa.
b. Tidak boleh dihubungkan kesuatu roil atau saluran benam yang
menyebabkan aliran kembali ke system distribusi;
4. Bend
Digunakan untuk perubahan arah vertical dan horizontal yang mendadak dan
tidak dapat dihindari;
5. Penutup ujung pipa;
a. Harus menggunakan fitting yang sesuai dengan jenis pipa yang digunakan
misal :
Pipa DCIP, menggunakan balank flange untuk flange socket, untuk
rubbering joint atau bind flange dengan konstruksi penguat sementara;
Pipa PVC menggunakan cap flange socket, untuk rubbering joint atau
blind flange dengan konstruksi penguat sementara;
b. Jika pekerjaan tidak diteruskan harus bersih konstruksi penguat yang
permanent atau trust block dengan adukan 1 : 2 : 3
c. Material yang digunakan, harus bersih dan bebas dari minyak, oli, ter, aspal
atau bahan minyak pelumas lainnya;
d. jika air masuk ke dalam parit galian, sebelum pemasangan pipa dilanjutkan
maka tutup kedua ujung pipa jangan dibuka sebelum parit galian dipompa
sampai kering;
6. Bak Katup
1. Konstruksi dari beton bertulang;
2. Dinding luar di cat dengan aspal cair;
3. Untuk dibawah trotoar, tutup manhole harus terbuat dari beton pra cetak;
4. Pemutar katup harus dapat dioperasikan melalui satr pot yang dicor dalam
beton;
5. Untuk lokasi dibawah jalan digunakan tutup manhole dari ductile cast iron;
6. Tutup manhole harus dapat menahan beban test di atas 40 ton;
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-57
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
7. Tutup manhole harus dipasang dengan menggunakan baut dan mur
stainless;
8. Jika tutup manhole tidak dari bahan ductile cast iron, maka dapat digunakan
bahan pengganti berupa beton bertulang pra cetak dengan mutu beton K-
500;
7. Surface box
Body harus dari cast iron dan dapat menahan beban test 40 ton;
3.3.14. Kriteria Perencanaan.
Dalam membangun suatu penyediaan air bersih sistem perpipaan diper1ukan suatu
kriteria perencanaan untuk mempermudah menghitung besaran sistem jaringan
transmisi, jaringan distribusi maupun bangunan penunjang.
Kriteria perencanaan untuk sistem perpipaan adalah sebagai berikut :
Sistem pelayanan : Kran Umum/Hydran Umum dan
Sambungan rumah.
Cakupan pelayanan : 60 - 100 % daerah pelayanan
Jarak minimum
antara kran umum/hydran umum : 200 meter
Kebutuhan air : 30-120 t/orang/hari
Kebutuhan non domestik : 1000 1500 l/sambungan
Faktor kehilangan air : 20 % dan total kebutuhan.
Faktor hari maksimum : 1,1.
Faktor jam puncak : 15-20 %.
Kapasitas reservoir : 2 x hari maksimum.
Periode Design : 10 Tahun
Koefisien kekasaran
pipa GI 110 dan PVC : 130
Komponen yang harus diperhatikan dalam perencanaan adalah :
1. Bak Pelepas Tekanan ( BPT )
a. Fungsi dari bak pelepas tekanan ini adalah untuk menurunkan tekanan
hidrostatis menjadi nol pada lokasi dimana bak ini dipasang pada jalur
pelayanan. Bak ini diperlukan bilamana beda tinggi antara sumber air
dengan daerah pelayanan lebih besar dari 80 m.
b. Jumlah bak ini pada suatu sistem perpipaan bisa lebih dari satu, yang mana
jumlah tersebut tergantung pada beda tinggi seperti yang disebutkan diatas.
Sebagai standar dari bak ini, dipakai ukuran sebagai berikut :
- Panjang bersih 1,6 m
- Lebar bersih 1 m
- Kedalaman 1 rn
c. Bak pelepas tekanan harus dilengkapi dengan pipa penguras, pipa masuk,
pipa keluar dan pipa peluap.
d. Konstruksi dari bak pelepas tekanan ini adalah sebagaimana yang
diperlihatkan pada gambar.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-58
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
2. Valve
Valve berfungsi menghentikan aliran dan mengatur aliran. Valve harus
ditempatkan pada tempat-tempat tertentu sehingga jika terjadi kebocoran pipa,
tidak semua sistem terganggu tetapi dengan menutup satu atau beberapa valve,
daerah yang terganggu akibat kebocoran tersebut dapat diperkecil.
Jika terdapat perbedaan ketinggian yang cukup besar antara jalur-jalur
pipa/perbedaan sisa tekanan yang cukup besar, valve perlu ditempatkan pada
persimpangan jalur pipa tersebut.
3. Air Release Valve.
Air release valve berfungsi untuk mengeluarkan udara yang terperangkap dalam
pipa sehingga aliran air tidak terganggu. Air valve harus ditempatkan pada
tempat-tempat tertinggi dari jalur pipa.
Pada jaringan distribusi tidak perlu digunakan air release valve karena kran
umum sudah berfungsi sebagai air release valve setiap saat kran dibuka.
4. Wash out.
Wash out berfungsi untuk mengeluarkan kotoran-kotoran endapan yang ada di
dalam pipa. Pada umumuya endapan akan terkumpul pada tempat-tempat
terendah dan jalur-jalur pipa sehingga wash out harus ditempatkan pada tempat-
tempat terendah dari jalur pipa yang ada.
5. Reservoir (Bak Penampung)
a. Bak penampung berfungsi sebagai penampung / penyimpanan air untuk
mengatasi problem naik turunnya kebutuhan air dan kecilnya sumber, juga
dapat memperbaiki mutu air melalui pengendapan. Bak ini dapat pula
berfungsi sebagai pelepas tekanan.
b. Semua sudut dinding harus dibuat lengkung untuk memudahkan
pembersihan.
c. Pipa keluar harus dipasang kira-kira 5 - 20 cm di atas bak.
d. Pipa lubang peluap harus dipasang sedikit lebih tinggi dari pada pipa
masukan. Pipa peluap sekaligus bisa berfungsi sebagai lubang hawa.
e. Pipa peluap harus berdiameter cukup besar untuk melayani aliran
maksimum yang sudah diperhitungkan.
f. Pipa peluap dan pipa keluar ke jaringan distribusi harus memakai saringan.
g. Pada bak penampung harus ada lubang (manhole) yang besarnya cukup
untuk dilewati orang masuk ke dalam bak.
h. Atap/plafon bak penampung harus mempunyai kemiringan yang cukup
sehingga air hujan tidak tergenang di atasnya.
6. Sambungan Rurnah.
Pelayanan dengan cara ini hanya mungkin dilakukan apabila debit air dapat
mencukupi kebutuhan seluruh penduduk yang dilayani, serta tingkat
penghasilan masyarakat yang sudah cukup tinggi bagi pembayaran reslribusi
sambungan rumah. Dalam merencanakan penggunaan sambungan langsung
sebagai sistem pelayanan hal utama yang perlu diperhitungkan selain masalah
tingkat pendapatan penduduk adalah kapasitas debit sumber diproyeksikan
terhadap jumlah penduduk yang dilayani.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-59
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
7. Hydran Umum/Kran Umum.
Kran umum / Hidran umum terdiri dari suatu peralatan yang dilengkapi dengan
saluran drainase. Sebuah bangunan dibuat sebagai penyangga untuk pipa dan
kran dimana biasanya bangunan ini dilengkapi pula dengan stop kran sebagai
pengatur aliran atau penggunaan air. Bangunan penyangga dapat dibuat dari
pasangan bata, batu kali bahkan apabila keadaan memaksa, dapat menggunakan
balok kayu. Umurnnya kran umum/hidran umum ditempatkan pada lokasi yang
dekat dengan sebanyak mungkin rumah, mudah dicapai oleh pemakai, namun
aman dari lalu lintas kendaraan.
Jarak dari rumah pemakai yang terjauh tidak lebih dari 200 meter. Jarak yang
paling baik adalah 100 meter dari pemakai terjauh.
8. Menghitung Kebutuhan Air dan Proyeksi Penduduk
Kebutuhan air dihitung berdasarkan jumlah pemakai air yang telah
diproyeksikan untuk sepuluh tahun yang akan datang dan kebutuhan rata-rata
setiap pemakai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut.
9. Menentukan Jenis Pipa
Untuk sistem penyediaan air bersih pedesaan, jenis pipa yang digunakan adalah
pipa PVC dan GI. Pada prinsipnya pada semua sistem perpipaan, pipa PVC
harus digunakan, Pipa GI hanya bisa digunakan apabila pipa tidak bisa ditanam
karena dipasang pada daerah berbatu keras, pada jembatan pipa dan kran
umum.
10. Menentukan Diameter Pipa dan perhitungan Hydraulik
a. Prinsip Kontinuitas
Yang dimaksud dengan prinsip kontinuitas adalah :
Jumlah air yang masuk dalam sistem perpipaan adalah sama dengan
jumlah air yang keluar dari sistem perpipaan tersebut
Atau dengan kata lain:
Salah satu contoh prinsip kontinuitas pada aliran air dalam pipa dapat
dilihat seperti dalam gambar berikut ini :
Q
masuk
= Q
keluar
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-60
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-61
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
b. Hukum Kekekalan Energi
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-62
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-63
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
c. Nomogram Hazen William
Nomogram (Tabel) Hazen William
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-64
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Untuk memudahkan perhitungan dan pemeriksaan desain, harus dibuat gambar
skema distribusi dan skema hydraulis, kemudian ditentukan node pada jalur
pipa dan diberi nomor. Gambar skema distribusi menggambarkan seluruh
jaringan pipa dengan semua node, elevasi node, panjang pipa dan kran umum
yang akan dipasang dalam daerah tersebut. Untuk lebih mempercepat
perhitungan maka dapat menggunakan Program Epanet.
11. Menghitung kecepatan aliran dalarn pipa.
V = Q / A
Dimana: V = Kecepatan aliran dalam pipa.
Q = Debit air yang mengalir
A = Luas penampang pipa
12. Hitung kehilangan tekanan per 1000 m (hf/1000) dengan menggunakan rumus
Hazen William atau tabel Hazen William.
Rumus Hazen William:
Q = 0,282 x C x
D 2,63
x S
0,54
Dimana :
Q = Debit dalam m/s
C = Koefisien kekasaran pipa ( 130 )
D = Diameter pipa dalam m.
S = Slope
13. Detail Sambungan
Dalam membuat detail sambungan antara jalur-jalur pipa diperlukan aksesoris /
kelengkapan pipa. Jenis dan ukuran aksesoris yang disediakan dapat dilihat
dalam lampiran Standar sambungan dan kebutuhan aksesoris untuk
bronkaptering, pelepas tekanan, dan taping untuk kran umum.
14. Jembatan Pipa
a. Merupakan bagian dari pipa distribusi yang menyeberang sungai/saluran
atau sejenis, di atas permukaan tanah/sungai.
b. Pipa yang digunakan untuk jembatan pipa disarankan menggunakan pipa L.
c. Jika diijinkan oleh instansi yang berwenang, jembatan pipa dapat
ditempatkan pada jembatan yang ada sesuai dengan ketentuan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-65
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3.4. PERENCANAAN SANITASI / SISTEM AIR KOTOR
3.4.1. Umum
Air limbah yang berasal dari rumah tangga harus diolah atau dialirkan ke tempat
pengolahan agar tidak menimbulkan pencemaran yang membahayakan kehidupan
manusia dan lingkungan permukiman. Untuk itu harus ditangani dengan benar dan
tuntas.
Air limbah yang dibuang sembarangan akan mengakibatkan :
Penyebaran penyakit, seperti diare, gatal-gatal, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian berupa :
- Pengotoran terhadap sumber air bersih
- Timbulnya bau yang tidak sedap
- Keadaan lingkungan yang tidak nyaman/kotor.
Untuk menanggulangi air limbah diperlukan kesadaran tinggi dari masyarakat
tentang arti kebersihan dan kesehatan sehingga diperlukan sarana dan prasarana
yang memadai, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi
menjadi kewajiban bersama oleh masyarakat.
Untuk menangani pembuangan air limbah terdapat beberapa sistem yaitu :
Sistim pembuangan setempat, yang biasa dikerjakan sendiri oleh masyarakat,
yaitu dengan membuat cubluk atau tangki septic di halaman rumah sesuai
dengan persayarat teknis yang berlaku.
Sistem pembuangan terpusat yaitu dengan membangun jaringan saluran air
limbah yang akan mengalirkan limbahnya ke suatu tempat pengolahan.
Sedangkan dengan kondisi dan master plan desa, maka untuk penanganan sarana
sanitasi yaitu dengan system sanitasi setempat. Adapun sarana yang akan dibangun
yaitu Bangunan atas dan bangunan bawah yaitu untuk bangunan atas berupa
jamban dan bangunan bawah berupa septic tank beserta bidang resapan.
3.4.2. Bangunan Atas ( Jamban )
1. Lokasi
a. Dapat ditempatkan di luar rumah atau di dalam rumah
b. Dapat merupakan bangunan ynag berdiri sendiri atau bagian dari rumah
induk.
c. Jamban harus mudah dicapai dengan aman dan mudah bila hari hujan atau
malam hari.
d. Dapat dibangun dekat sumur gali (sumber air) dengan memperhatikan jarak
bangunan bawah terhadap sumur (10-15) meter.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-66
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
2. Penyediaan Air Bersih
a. Sumber Air
Sumber air yang akan dipergunakan untuk keperluan jamban keluarga
(JAGA) atau jamban sekolah (JAMLAH) diambil dari sumber air yang
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (mandi, cuci,
masak)
b. Kuantitas Air
Kuantitas air bersih yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 10 l/org/hr yang
akan digunakan untuk membilas
c. Kualitas Air
Kualitas air bersih yang dipergunakan disarankan memenuhi persyaratan air
minum /air bersih.
3. Bahan Bangunan
a. Kriteria Bahan Bangunan
i. Kemudahan penyediaan
ii. Kemudahan pelaksanaan
iii. Kekuatan dan keandalan konstruksi
iv. Dapat diterima oleh masyarakat pemakai.
b. Persyaratan Bahan Bangunan
Bahan bangunan yang digunakan harus memenuhi persyaratan seperti
tercantum dalam buku SK SNI.
4. Teknis
a. Standard Bangunan Atas (Rumah Jamban)
Rumah jamban dapat dibuat dari beberapa bentuk sesuai jenis bahan yang
dapat di pakai, untuk itu secara umum rumah jamban di bagi 3 kategori,
yaitu:
1) Sederhana, yaitu dibuat dari bahan yang sangat sederhana dan paling
murah, alang - alang, daun pohon kelapa, gedeg dan lain - lain.
2) Semi permanent, yang dibuat dari bahan bambu (gedeg) untuk dinding
atau kayu dan atap dari seng gelombang.
3) Permanen, yaitu dibuat dari pasangan bata dengan atap seng gelombang.
Untuk jamban sekolah juga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Memerlukan pemisahan kelompok ruangan bagi wanita dan pria.
2) Memerlukan urinoir / tempat pembuangan air kecil yang terpisah dari
jamban pria.
3) Jumlah / ukuran jamban dan urinoir tergantung pada kapasitas
pelayanaan yang telah ditentukan berdasarkan jumlah pelajar dan
pengurus sekolah
b. Tata cara pembuatan.
1) Membuat Pondasi
i. Buatlah patok batas pondasi dan buat parit pondasi dengan lebar
20-30 cm dan dalam 40 cm.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-67
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
ii. Dasar pondasi harus rata.
iii. Temboklah barisan batu kali bata pertama dengan lebar
sambungan sekitar 1-5 cm
iv. Penembokan harus rata, uji dengan waterpass dan gunakan alat
siku untuk menyiku sudut-sudut.
v. Pasangan bata / batu kali menggunakan adukan semen : pasir = 1 :
4 atau kapur : pasir = 1 : 3
vi. Pasangan harus rapi dan baik, sediakan lubang pipa masuk dari
jamban atau bak kontrol dan juga lubang pembuangan air basuhan.
vii. Pasangan batu kali / bata yang paling atas sekurang-kurangnya
terletak 15 cm di atas permukaan tanah.
2) Memasang Plat Jongkok dan Leher Angsa
i. Sambungan plat jongkok ke leher angsa (bersifat sementara),
sambungan agak longgar dan permukaan plat jongkok rata dengan
pondasi.
ii. Uji kelandaian pipa dan kelancaran aliran air dengan menuang air
ke dalam plat jongkok, kemudian lepaskan lagi plat jongkok.
iii. Urug tanah setebal 10 cm, padatkan.
iv. Tuangkan lapisan beton pertama setebal 7,5 cm, semen : pasir :
kerikil = 1 : 6 : 12.
v. Tuangkan lapisan beton kedua setebal 2 cm, semen : pasir : kerikil
= 1 : 6 : 12.
vi. Lapisi bagian dalam leher angsa dengan adukan semen : pasir = 1 :
1 dan pasang plat jongkok ditempatnya dengan kokoh dan rata
dengan lantai
Pastikan permukaan pelat jongkok rata dengan lantai jamban. Pulas
lantai dengan papan atau sikat sehingga permukaan agar kasar.
3) Menyiapkan Kusen
i. Buatlah kusen dengan ukuran 65 cm 70 cm (lebar) dan 1,80 cm
(tinggi).
ii. Pasang kusen (harus tegak lurus) dengan memasang penyokong
pada sisi-sisinya.
iii. Pasang angker pada kusen sehingga pertemuan dengan dinding
menjadi kokoh.
4) Mendirikan Dinding
i. Dinding Bawah
ii. Pasang tiang-tiang penyongkong agar pasangan bata tetap tegak
lurus.
a. Pasanglah lapisan pertama, mulai dari sudut-sudut dan
berakhir di tengah-tengah.
b. Tancap batang pengukur di sudut pertemuan bata, rentangkan
tali pengikat datar pada setiap pemasangan lapisan bata.
c. Pasang dinding bata
d. Plesterlah dengan adukan semen : pasir = 1 : 2 setebal 0,5 cm
dengan rata bagian-bagian :
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-68
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Dinding luar, agar terlindung percikan air hujan;
Lantai jamban dibuat miring agar air mudah mengalir;
Dinding dalam, supaya mudah dibersihkan.
e. Ratakan permukaan plesteran sampai rata dan halus.
iii. Dinding Atas
a. Dapat dibuat dari batako, batu merah, kayu, bambu dengan
dinding papan kayu atau anyaman bambu.
b. Tiga sisi dinding dibuat setinggi 1,80 2, 0 meter dari lantai
dinding yang ke empat 20 cm hingga 40 cm lebih tinggi agar
diperoleh atap yang landai (miring)
c. Dinding dapat pula dibuat setinggi 1,5 meter (dari lantai),
bagian atas dibiarkan terbuka atau dinding setinggi 1 meter di
atasnya rangka kayu atau bambu dan dinding papan atau
anyaman bambu.
5) Membuat Bak
i. Bak air diperlukan untuk menyimpan air penggelontoran, yang dapat
menampung air sebanyak 100 liter. Ukuran minimum tinggi dan
lebar 40 cm dan panjang 60 cm, dengan bahan menggunakan batako
atau bata.
ii. Lantai bak harus cukup miring ke arah lubang penguras bak.
6) Memasang Atap
i. Bahan yang dapat digunakan : seng gelombang, atap plastik, daun
kelapa, daun bambu, ijuk
ii. Atap sebaiknya menurun 20 cm (atau lebih) melebihi dinding untuk
mencegah air hujan masuk melalui lubang angin.
iii. Atap genting.
a. Menggunakan gording 6/10, dengan, jarak antara gording 1,5 2
m.
b. Di atas gording dipasang kaso 5/7, jarak antara kaso 40 cm
c. Di atas kaso dipasang reng 2/3, jarak antara 25 cm dipaku
dengan kuat
d. Setelah selesai genting dapat dipasang dengan rapi dan baik agar
tidak terdapat celah-celah atau bocoran
iv. Atap plastik atau seng gelombang tidak membutuhkan reng.
7) Menyelesaikan Dinding
i. Dinding Dalam
Dinding terbuat dari batako atau batu bata
a. Plester dinding dengan adukan semen : pasir = 1 : 4 setebal 0,5
cm,
b. Ratakan permukaan sampai rata dan halus
c. Bila sudah kering labur dengan cat tembok atau kapur
ii Dinding Luar
Pengerjaannya sama dengan dinding dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-69
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
8) Menyelesaikan Pintu
i. Ukuran pintu tinggi 1,8 cm lebar 0,65 0,7 m
ii. Rangka pintu dapat dibuat dari kayu dan dilapisi seng atau
alumunium.
9) Membenahi Sekitar Jamban
i. Jagalah kebersihan sekitar jamban
ii. Pasang lampu agar jamban tidak gelap di malam hari
iii. Tempatkan keset di depan pintu agar sepatu atau sandal yang kotor
dapat di bersihkan sebelum masuk jamban dan sewaktu keluar dari
jamban.
3.4.3. Septic Tank ( Tangki septik )
1. Umum
Rencana pembangunan tangki septik baru dapat dilakukan setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan.
a. Bahan Bangunan
1) Persyaratan Bahan Bangunan
Pemakaian bahan bangunan untuk tangki septik harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a). Bahan bangunan harus terhadap gaya yang mungkin timbul dan
memenuhi ketentuan SK-SNI mengenai spesifikasi bahan bangunan;
b). Bahan bangunan harus lebih tahan terhadap keasaman dan kedap air.
2) Alternatif Pemakaian Bahan Bangunan
Bahan bangunan yang dapat digunakan untuk tangki septik dapat dipilih
dari daftar bahan bangunan seperti tercantum dalam table 3.4.1 sesuai
dengan komponen bangunan tangki septik.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-70
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Tabel 3.4.1 Alternatif Pemakaian Bahan Bangunan Untuk Tanki Septic
Komponen
Bahan Bangunan
Dasar
Bangunan
Penutup
Pipa Penyaluran
Air Limbah
Batu kali
Bata merah
Batako
Beton biasa
Beton bertulang
Asbes Semen
PVC
Keramik
Plat besi
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
Catatan : * dianjurkan
b. Bentuk dan Ukuran
Bentuk dan ukuran tanki septik adalah sebagai berikut:
1). Tangki septik empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan
lebar 2 : 1 sampai 3 : 1. lebar tangki sekurang-kurangnya 0,75 m dan
panjang tangki sekurang-kurangnya 1,50 m.
Tinggi air dalam tangki sekurang-kurangnya 1,00 meter dan kedalaman
maksimum 2,10 m. tinggi septik adalah tinggi air dalam tangki,
ditambah dengan ruang bebas air sebesar (0,20 0,40)m dan ruang
penyimpanan Lumpur. Dasar tangki dapat dibuat horizontal atau dengan
kemiringan tertentu untuk memudahkan pengurasan Lumpur. Dinding
tangki septik harus dibuat tegak;
2). Tangki septik ukuran kecil yang hanya melayani satu keluarga dapat
berbentuk bulat dengan diameter sekurang-kurangnya 1,20 m dan tinggi
sekurang-kurangnya 1,00m;
3). Penutup tangki septik maksimum terbenam ke dalam tanah 0,40 m
Bentuk tangki septik ditentukan seperti dalam gambar rencana
sedangkan ukuran tangki septik berdasarkan jumlah pemakai dapat
dilihat pada berikut.
2. Lokasi
a. Dapat ditempatkan di luar atau di dalam rumah
b. Dapat merupakan bangunan yang berdiri sendiri atau bagian dari rumah
induk
c. Jamban harus mudah dicapai dengan aman dan mudah bila hari hujan atau
malam hari
d. Dapat dibangun dekat dengan sumur gali (sumber air) dengan
memperhatikan jarak minimalnya.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-71
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
3. Penyediaan Air Bersih
a. Sumber Air
Sumber air yang akan dipergunakan untuk keperluan jamban keluarga
(JAGA) diambil dari sumber air yang akan dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga (mandi, cuci, masak)
b. Kuantitas Air
Kuantitas air bersih yang dibutuhkan untuk JAGA sekurang-kurangnya 10
l/org/hari yang akan digunakan untuk membilas.
c. Kualitas Air
Kualitas air bersih yang akan dipergunakan disarankan memenuhi
persyaratan air minum / air bersih
4. Sistem Pembuangan Air Kotor
a. Pipa Air Kotor
Ketentuan pipa air kotor :
1. Diameter minimum 15 cm untuk pipa yang terbuat dari tanah liat atau
beton dan minimal 10 cm untuk pipa PVC.
2. Kemiringan minimum 2% - 3%
3. Di setiap belokan melebihi 45
o
dan perubahan kemiringan 22,5
o
harus
dipasang Clean Out untuk pembersihan pipa/pengontrol.
b. Drainase (system pengeringan)
Perlengkapan drainase dimaksudkan untuk menyalurkan air hujan atau air
bekas siraman yang tersisa kesaluran pengeringan umum (parit jalan)
diameter minimal 10 cm
3.4.4. Kriteria Perencanaan Rumah Jamban
1. Standard dan Kriteria Teknis Bangunan Atas (Rumah Jamban)
Dapat dilihat pada tata cara pembuatan bangunan atas.
Type Rumah jamban ditentukan oleh luas lantai yang akan dibangun:
Type A : Luas lantai 1,20 m
2
Type B : Luas lantai 1,30 m
2
=
1
Dimana :
T
c
= Suhu kontinu yang diperbolehkan (
0
C )
T
g
= Suhu dasar tanah dimana kabel diletakan (
0
C )
n = Jumlah inti kabel.
r = Tahanan efektif penghantar ( )
R
th
= Tahanan thermis keseluruhan (
0
cm/W )
Wd = Rugi dielektrik
2. Penurunan tegangan
Penurunan tegangan pada saluran distribusi adalah selisih antara tegangan
pada pangkal pengiriman dan pada ujung penerima tenaga listrik.
Penurunan pada saluran distribusi dapat dirumuskan :
% 100
=
Vr
Vr Vs
Vd
Dimana :
Vd = Penurunan tegangan (%)
Vs = Tegangan sisi kirim (watt)
Vr = Tegangan sisi terima (watt)
Bila beban pada saluran rendah, maka tenaga listrik dioperasikan pada
pengaturan tetap karena pengaruh arus pemuatan besar. Untuk
memungkinkan regulasi tegangan yang kecil saluran distribusi dioperasikan
pada tegangan konstan pada ujung sisi terima dan ujung sisi kirim tanpa
dipengaruhi oleh beban. Bila tegangan sisi penerima turun akibat karena
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-103
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
naiknya beban, maka dipakai pengatur tegangan berbeban (On load voltage
regulator) guna mendapatkan tegangan sisi penerima konstan, meskipun
tegangan pada sisi kirim berubah.
3. Efisiensi saluran distribusi
Efisiensi saluran distribusi adalah perbandingan antara daya yang diterima
dengan daya yang dikirim.
% 100
Pr
Pr
+
=
loss
P
Dimana :
Pr = Daya pada sisi penerima (KW)
P
loss
= Rugi-rugi daya total (KW)
= Efisiensi
4. Rugi daya pada saluran distribusi
Rugi daya yang disalurkan pada saluran distribusi terdiri dari :
a. Rugi daya yang dipengaruhi beban.
Rugi daya yang dipengaruhi oleh beban adalah rugi daya pada penghantar
yang dihasilkan oleh tahanan efektif konduktor dan arus beban, besar rugi
daya yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Wc = I
2
. Reff ( Watt )
Dimana :
Wc = Rugi-rugi tahanan ( Watt )
I = Arus yang mengalir ( A )
R
eff
= Tahanan efektif konduktor ( Ohm/m )
b. Rugi daya yang tidak dipengaruhi beban
Pada saat saluran distribusi diberikan tegangan/saat distribusi memikul
beban maka akan terdapat rugi-rugi yaitu rugi dielektrik. (wd) dan rugi
arus permuatan (pic) kedua rugi-rugi ini konstan dan dipengaruhi oleh
tegangan sistem.
Dengan demikian rugi daya yang terdapat pada saluran distribusi bawah
tanah dapat ditentukan dengan persamaan :
P
loss
= Wc + Wd + Pic ( Watt )
Dimana :
P
loss
= Rugi daya total
Wc = Rugi-rugi tahanan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-104
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Wd = Rugi-rugi dielektrik
Pic = Rugi-rugi arus pemuat
2.6.2.7. Persyaratan Umum
1. Pada pemasangan kabel tanah harus diperhatikan konstruksi dan karakteristik
kabel yang bersangkutan seperti yang tercantum pada tabel 7.1-5 dan 7.1-6
(pada buku Standar Nasional Indonesia, SNI 04-0225-2000).
2. Pemasangan kabel di dalam tanah harus dilakukan dengan cara sedemikian
rupa, sehingga kabel itu cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan
kimiawi yang mungkin timbul di tempat kabel tanah tersebut dipasang.
Letak kabel tanah tersebut harus ditandai dengan patok tanda kabel yang kuat,
jelas dan tidak mudah hilang.
Catatan : Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada umumnya
dianggap mencukupi bila kabel tanah itu ditanam :
a) Minimum 0.8 m di bawah permukaan tanah pada jalan yang
dilewati kendaraan.
b) Minimum 0.6 m di bawah permukaan tanah yang tidak
dilewati kendaraan.
3. Bahaya kebakaran, meluasnya dan akibatnya harus sejauh mungkin dikurangi
dengan cara pemasangan kabel tanah yang tepat. Selubung luar harus dibuang
jika hal ini disyaratkan untuk mencegah meluasnya bahaya api, kecuali bila
selubung luar tersebut dari bahan yang sukar terbakar.
4. Kabel tanah harus diletakkan di dalam pasir atau tanah halus, bebas dari batu
batuan, di atas galian tanah yang stabil, kuat, rata dan bebas dari batu-batuan
dengan ketentuan tebal lapisan pasir atau tanah halus tersebut tidak kurang
dari 5 cm di sekeliling kabel tanah tersebut.
Catatan : sebagai tambahan perlindungan, maka di atas urugan pasir dapat
dipasang beton, batu, atau bata pelindung.
5. Pada umumnya kabel tanah untuk tegangan yang lebih tinggi harus dipasang
dibawah kabel tanah untuk tegangan yang lebih rendah, kabel tanah listrik
arus kuat dibawah kabel tanah telekomunikasi.
6. Pada persilangan antara bekas kabel tanah, haruslah diambil salah satu
tindakan proteksi seperti diuraikan dalam butir a) dan b) dibawah ini, kecuali
jika salah satu dari berkas kabel tanah yang bersilang itu terletak dalam
saluran pasangan batu, beton, atau bahan semacam itu yang mempunyai tebal
dinding sekurang-kurangnya 6 cm.
a) Di atas berkas kabel tanah yang terletak di bawah harus dipasang tutup
pelindung dari lempengan, atau pipa belah dari beton atau sekurang-
kurangnya dari bahan tahan api yang sederajat. Tutup pelindung ini pada
kedua ujungnya harus menjorok keluar sekurang-kurangnya 0.5 m dari
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-105
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
berkas kabel yang terletak diatas, diukur dari kabel sisi luar, sedangkan
tutup pelindung ini harus sekurang-kurangnya 5 cm lebih lebar dari berkas
kabel yang terletak dibawah.
b) Di atas berkas kabel tanah yang terletak diatas, dipasang pipa belah dari
beton atau dari bahan lain yang cukup kuat, tahan lama dan tahan api.
Pipa belah ini harus dipasang menjorok keluar sekurang-kurangnya 0.5
dari berkas yang terletak dibawah, diukur dari kabel sisi luar.
2.6.2.8. Persilangan dan pendekatan kabel tanah
dengan kabel tanah instalasi telekomunikasi.
1. Pada tempat persilangan dengan kabel tanah telekomunikasi, kabel tanah
dilindungi pada bagian atasnya dengan pipa belah, plat atau pipa dari bahan
bangunan yang tidak mudah terbakar. Kabel tanah tegangan menengah
ataupun tegangan rendah harus dipasang di bawah kabel tanah
telekomunikasi.
2. Jika kabel tanah menyilang diatas kabel tanah telekomunikasi dengan jarak
lebih kecil dari 0.3 m untuk kabel tanah tegangan rendah dan 0.5 m untuk
kabel tanah tegangan menengah, maka perlu tambahan perlindungan pada sisi
kabel tanah yang menghadap kabel telekomunikasi dengan memasang plat
atau pipa dari bahan bangunan yang tidak dapat terbakar. Perlindungan
menjorok keluar paling sedikit 0.5 m dari kedua sisi persilangan itu.
3. Kabel tanah telekomunikasi dan kabel tanah yang dipasang sejajar, harus
dipasang dengan jarak sejauh mungkin, misalnya dengan menempatkannya
pada sisi-sisi jalan yang berlainan. Kabel tanah yang letaknya berdekatan
dengan kabel tanah telekomunikasi dengan jarak kurang dari 0.3 m untuk
kabel tanah tegangan rendah dan kurang dari 0.5 m untuk kabel-kabel tanah
tegangan menengah, harus diselubungi sepanjang pendekatan tersebut dengan
pipa belah, plat atau pipa yang terbuat dari bahan bangunan yang tidak dapat
terbakar dan diberi tanda khusus.
4. Pelindung kabel tersebut pada 7.15.2.1, 7.15.2.2 dan 7.15.2.3 (pada buku
Standar Nasional Indonesia, SNI 04-0225-2000), baik pada kabel tanah, arus
kuat maupun pada kabel tanah telekomunikasi, harus menjorok keluar paling
sedikit 0.5 m dari kedua ujung tempat persilangan pada pendekatan itu.
5. Kabel tanah di dalam tanah harus dipasang pada jarak paling sedikit 0.3 m
dari bagian instalasi telekomunikasi yang terletak dalam tanah, bila jarak
tersebut sama atau lebih dari 0.3 m, akan tetapi lebih kecil dari 0.8 m, maka
kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa belah, plat atau pipa, yang
menjorok keluar sepanjang minimal 0.5 m dari kedua ujung tempat
persilangan dan pendekatan itu.
6. Kalau kabel tanah arus kuat di dalam tanah berada diantara bagian-bagian
tiang, angker, atau bagian penunjang yang terletak didalam tanah dari
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-106
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
instalasi telekomunikasi, maka kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa
belah, plat atau pipa. Kestabilan tiang tidak boleh terganggu olehnya.
7. Kabel tanah telekomunikasi yang diletakkan di dalam jalur kabel dianggap
telah terlindung.
2.6.2.9. Persilangan dan pendekatan kabel tanah
dengan jalan kereta api dan jalan raya.
1. Kabel tanah lazimnya tidak boleh mendekati rel kereta dalam jarak 2 m
diukur secara proyeksi mendatar, kecuali pada persilangan.
2. Kabel tanah yang dipasang berdekatan atau menyilang dengan jarak lebih
kecil dari 0.3 m dari kabel instalasi listrik Perusahaan Kereta Api atau
Perusahaan lain harus diletakkan dalam jalur kabel atau pipa yang terdiri dari
bahan bangunan yang tidak dapat terbakar atau pipa PVC. Pelindung tersebut
harus menjorok keluar paling sedikit 0.5 m pada kedua ujung tempat
pendekatan atau persilangan tersebut.
3. Kabel tanah dalam tanah harus mempunyai jarak minimum 0.3 m akan tetapi
lebih kecil dari 0.8 m, kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa, plat atau
pipa, yang panjangnya keluar paling sedikit 0.5 m pada kedua ujung tempat
pendekatan.
4. Pada persilangan dengan jalan kendaraan bermotor yang dikeraskan dan jalan
kereta rel, kabel tanah harus dipasang didalam pipa atau selubung baja atau
bahan yang cukup kuat, tahan lama dan tahan api. Panjang dan garis tengah
dalam dari pipa atau selubung ini, harus dipilih sehingga kabel tanah itu dapat
dikeluarkan tanpa membongkar jalan tersebut.
5. Pipa pelindung atau jalur kabel harus menjorok keluar, paling sedikit 0.5 m
dari kedua sisi rel terluar atau tepi pinggir dari jalan kendaraan bermotor.
6. Di bawah pekarangan dan bangunan dari perusahaan kereta api atau
perusahaan lain yang dipakai untuk tempat bekerja, pemasangan semua kabel
tanah harus memenuhi persyaratan yang sama dengan untuk dibawah rel.
2.6.2.10. Persilangan dan pendekatan kabel tanah
dengan saluran air dan bangunan pengairan.
1. Pada persilangan dengan saluran air, kabel tanah harus diletakkan paling
sedikit 1 m dibawah dasar saluran air yang direncanakan, dan harus ditanam
dalam lapisan pasir.
2. Pada persilangan dengan saluran air laut, kabel tanah harus diletakkan sedapat
mungkin 2 m dibawah dasar saluran air laut yang direncanakan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-107
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
3. Pada persilangan kabel tanah harus diletakkan paling sesikit 0.3 m di bawah
atau di atas kabel listrik pengairan dan kabel tanah itu harus dilindungi
dengan pipa yang terbuat dari bahan bangunan yang tidak dapat terbakar,
perlindungan tersebut harus menjorok keluar paling sedikit 0.5 m dari sisi
kabel yang disilangnya.
4. Kabel tanah yang dipasang berdekatan dengan kabel listrik pengairan dengan
jarak lebih kecil dari 0.3 m harus diletakkan dalam jalur atau pipa dari bahan
yang tidak dapat terbakar.
5. Kabel tanah tidak boleh terletak lebih dekat dari 0.3 m dari bagian bangunan
pengairan yang terletak didalam tanah. Bila jarak tersebut sama atau lebih
dari 0.3 m akan tetapi kurang dari 0.8 m, maka kabel tanah tersebut harus
dilindungi dengan pipa belah, plat atau pipa yang panjangnya menjorok
keluar paling sedikit 0.5 m dari kedua tempat pendekatan.
6. Kabel tanah di bawah bangunan pengairan harus mempunyai perisai dan
harus ditutupi dengan pipa belah atau plat, kecuali hal itu tidak dibenarkan
dengan alasan elektris. Kabel tanah yang tidak mempunyai perisai mekanis
harus dimasukkan kedalam pipa atau jalur kabel.
7. Di bawah jalan pengairan kabel tanah harus ditanam sedalam paling sedikit
0.8 m.
8. Letak dari kabel tanah yang dipasang melintas di bawah saluran air harus
ditandai pada kedua tepinya sehingga dapat dilihat oleh pengemudi kapal.
2.6.2.11. Pendekatan kabel tanah dengan instalasi listrik diatas tanah.
1. Jarak kabel tanah harus dipertahankan sekurang-kurangnya 0.3 m, diukur
secara proyeksi mendatar dari bagian konstruksi pengantar listrik di atas
tanah.
2. Bila jarak tersebut lebih dari 0.3 m tetapi kurang dari 0.8 m, kabel tanah itu
harus dilindungi dengan pipa dari baja atau bahan yang kuat, tahan lama dan
tahan api, atau dengan perlindungan yang sekurang-kurangnya sederajat.
Perlindungan ini harus menjorok sekurang-kurangnya 0.5 m dari kedua ujung
tempat yang jaraknya kurang dari 0.8 m.
2.6.2.12. Kabel tanah yang keluar dari tanah
Kabel tanah yang dipasang keluar dari tanah pada tempat di luar bangunan harus
dipasang di dalam pipa atau selubung dari baja atau dari bahan lain yang cukup
kuat sampai diluar jangkauan tangan, kecuali jika telah terdapat perlindungan lain
yang sekurang-kurangnya sederajat.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-108
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
2.6.2.13. Kebutuhan daya terpasang
Kebutuhan energi listrik suatu wilayah merupakan jumlah total kebutuhan listrik
untuk setiap utilitas perumahan, fasilitas umum (masjid, pasar, sekolah dan balai
desa) dan lampu jalan.
2.6.2.14. Luas penampang konduktor
Besar penampang konduktor yang digunakan dalam suatu jaringan listrik dapat
ditentukan berdasarkan jumlah arus listrik yang mengalir melewati penghantar
tersebut. Secara matematis besar penampang konduktor dapat ditentukan sebagai
berikut :
=
) (
.
V V
I
A
l
Dimana :
A = Luas penampang konduktor (mm
2
)
I = Arus listrik (A)
= Panjang penghantar (m)
V = Tegangan sistem (Volt)
V = Drop tegangan (Volt)
Dengan =
1
= Koefisien bahan konduktor
2.6.2.15. Kapasitas trafo
Kapasitas minimal trafo yang dipasang pada jaringan distribusi harus dapat
memenuhi kebutuhan seluruh beban, kapasitas trafo adalah 125 % dari total
beban.
2.6.2.16. Peramalan beban
Pertumbuhan beban atau melonjaknya kebutuhan tenaga listrik adalah merupakan
masalah penting bagi perencanaan pengembangan sistem tenaga listrik. Ada
beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan mendorong melonjaknya
kebutuhan tenaga listrik.
Misalnya dengan adanya perdagangan dan industri yang tumbuh dengan pesat
setelah terjadi bencana gempa dan tsunami dan juga semakin bertambahnya
penduduk yang semakin meningkat dan lain sebagainya.
Memang dengan sendirinya jika tingkat penghidupan masyarakat lebih baik dan
standard hidup lebih tinggi, kebutuhan perkapita yang lebih tinggi sehingga
memerlukan pemakaian kebutuhan listrik yang lebih banyak.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-109
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Masalah-masalah yang timbul disini adalah untuk perencanaan tahunan untuk
untuk memperbesar kapasitas penjualan tenaga listrik, untuk menanggulangi
pertumbuhan tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kita harus tahu besar pertumbuhan puncak
tiap-tiap tahun mendatang.untuk meramalkan kebutuhan tahunan, kebutuhan
tenaga listrik tahun sebelumnya harus telah diketahui.
Ada beberapa macam cara meramalkan pertumbuhan beban, tetapi secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Secara grafis
Dengan menggunakan data-data grafis dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu
dari kurva tahunan dan besarnya daya (KW), maka dapat diramalkan
pertumbuhan beban untuk tahun-tahun mendatang dengan metode
extarapolasi. Metode ini dengan menarik garis pertumbuhan beban untuk
tahun-tahun berikutnya. Dengan sendirinya hasil yang diperoleh dari
penganalisaan secara grafis dan agak kasar. Oleh karena itu cara ini hanya
digunakan sebagai pembanding.
2. Secara analistis
Dalam metode ini peramalan kebutuhan tenaga listrik digolongkan dalam 4
(empat) group konsumen, yaitu :
a. konsumen perumahan
b. konsumen komersil
c. konsumen industri
d. konsumen fasilitas umum.
Dengan membuat ramalan kebutuhan dari masing-masing group dan
menjumlahkannya, maka akan diperoleh kebutuhan total untuk seluruh macam
konsumen
Peramalan beban listrik per tahun dapat ditentukan dengan metode Exponensial
dengan persamaan :
B = Bo (1 x 0.08)
Dimana :
B = Peningkatan beban per tahun
Bo = Beban saat ini
0.08 = Koefisien
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-110
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
3.7. PERENCANAAN TELEPON
Telepon sebagai salah satu alat telekomunikasi merupakan bentuk dari perwujudan
suatu kemajuan teknologi. Perencanaan jaringan telepon direncanakan
menggunakan kabel bawah tanah yang diletakkan dalam boks beton dimana
didalamnya terdapat casing/pipa. Penempatan kabel telepon bersama-sama dengan
kabel atau instalasi lain yaitu kabel listrik dan pipa air bersih dimaksudkan sebagai
penghematan lahan yang terbatas.
Karena pekerjaan instalasi telepon bersifat khusus yang dilaksanakan oleh PT
Telkom, maka spesifikasi dan teknis pengadaan dan pemasangannya mengacu pada
standart dan spesifikasi yang dikeluarkan oleh PT. Telkom.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pemasangan boks terutama
menyangkut kedalaman penanaman boks dan bilamana terjadi pertemuan/
persimpangan dengan jalan atau gorong-gorong dari instalasi lain.
3.7.1 Jaringan Lokal
Jaringan lokal sangat penting dalam jaringan telepon nasional. Hubungan lokal
tidak menyumbang revenue yang besar dibanding interlokal. Tetapi tanpa jaringan
lokal tidak ada interlokal.
Jaringan lokal terdiri dari saluran pelanggan, sentral lokal-primary, junction antar
saluran lokal tandem primary sekunder.
Dalam investasi maka pertimbangan yang perlu diambil adalah faktor Quality of
Service (QOS), politik dan ratio revenue/investasi. Disamping itu beberapa hal
berikut perlu dipertimbangkan pula:
Kondisi geography suatu lokasi
Jumlah calon pelanggan dan kepadatannya
Kebudayaan bertelepon
Persentasi telepon bisnis
Lokasi sentral terdekat yang sudah ada.
Skema jaringan nasional ( Trunk )
Sistem signaling dan transmisi-nya.
Tiap-tiap faktor di atas harus ditangani secara terpisah karena permasalahannya
berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Semua pelanggan dihubungkan ke sentral via pasangan kabel dengan panjang
terbatas. Pembatasan ini mempertimbangkan faktor kepuasan pelanggan dan
kemampuan sistem signaling.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-111
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Dengan kata lain pelanggan harus dapat mendengar pembicaraan dengan suara
yang enak ( kepuasan pelanggan ) artinya tidak terlalu keras dan tidak terlalu
lemah. Disamping itu sistem signaling harus dapat jalan melalui pasangan kabel
tersebut.
Saluran dari sentral telepon ke pelanggan (saluran lokal ) Saluran / Jaringan Lokal
adalah saluran yang menghubungkan pesawat pelanggan dengan MDP di sentral
telepon.
Ada beberapa macam saluran lokal, yaitu :
Saluran lokal kabel tembaga.
Saluran lokal radio
Saluran lokal kabel fiber optik.
3.7.2 Saluran Lokal Kabel Tembaga
Saluran pelanggan (subcriber loop) berupa pasangan kabel yang ditarik dari sentral
hingga ke tempat pelanggan. Saluran pelanggan menyalurkan arus listrik searah
(dc-loop). Saluran pelanggan harus dapat memberikan pelayanan untuk:
Catuan tegangan / arus pada pesawat pelanggan ( batery ) catuan DC di
sentral sebesar kurang lebih 48 Volt.
Tegangan pada bel di pesawat pelanggan .
Pendekteksian apakah pesawat telepon diangkat (Off hook ) atau terletak ( on
Hook ) untuk mengakses sentral telepon.
Penyaluran pulsa dial dari pelanggan ke sentral.
Panjang saluran pelanggan tidak tak terbatas. Keterbatasan itu terutama
mempertimbangkan faktor redaman pembicaraan ( keras/lemah menyangkut
rancangan transmisi ) dan signaling ( rancangan tahanan jerat/ loop
resistance).
Saluran pelanggan yang digelar dari sentral ke rumah terdiri dari :
Saluran primer atau saluran catu langsung
Saluran sekunder
Saluran penanggal
Saluran dalam rumah.
Rangkaian instalasi telepon adalah sebagai berikut :
1. Saluran primer menghubungkan sentral dengan rumah kabel ( RK ). Rumah
kabel merupakan suatu kotak di pinggir jalan dan berfungsi untuk mengarahkan
saluran ke banyak tujuan yang berbeda.
2. Rumah kabel merupakan terminasi saluran primer, dan disambungkan dengan
kotak pembagi (DP = distribution point ) dengan kabel sekundair.
3. Kapasitas DP biasanya antara 10 dan 20 pelanggan tergantung pada kepadatan
daerah yang dilayani.
4. Dari DP, 20 saluran diteruskan ke rumah-rumah menggunakan saluran/ Kabel
penanggal. Panjang maksimum saluran penanggal adalah 250 m.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-112
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
5. Akhirnya di dalam rumah digelar saluran dalam rumah.
6. Biasanya kabel tembaga yang dipakai berdiameter 0,6 mm. Penggunaan kabel
dengan diameter tertentu akan menentukan jarak jangkau sentral ke pelanggan.
7. CTL adalah Catuan Langsung. CTL adalah sebuah RK yang letaknya dekat
dengan sentral atau berada dalam satu gedung perkantoran (dengan pelanggan
banyak). Dari CTL, tanpa lewat Sekunder dan DP, langsung ditarik
kepelanggan masing masing.
8. Saluran primer biasanya terdiri dari banyak pasangan (multi pair ) dan ditanam
di dalam tanah. Kapasitasnya dari 100 pasang sampai 1600 pasang.
Gambar 3.7.1. Hirarki jaringan telepon
3.7.3 Redaman Saluran Lokal
Faktor redaman pada saluran lokal harus diperhitungkan berkaitan dengan
kenyamanan pelanggan. Dalam penentuan besar redaman ini mau tidak mau harus
ditentukan secara subyektif dan statistik.
Umumnya frekwensi suara manusia terbesar ( 90 % ) ada pada daerah 300 Hz
1500 Hz. Jika diperhitungkan dengan harmonik yang berarti maka suara manusia
berada pada frekwensi 300 Hz 2500 Hz. Jika perusahaan telekomunikasi
membatasi frekwensi tersebut pada 300 3400 KHz maka pelanggan akan cukup
mendapat service yang memuaskan.
( Ingat : pesawat telepon tidak digunakan untuk mendengar musik ). Bandwidth
300 3400 sering disebut VBW ( voice bandwidth ).
Sentral Telepon
RK
CTL
DP
Perkantoran
DP
RK
DP DP
Pelanggan Pelanggan
Saluran Primer Saluran Primer
Saluran Sekunder Saluran Sekunder
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-113
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Suara yang disalurkan pada kabel telepon mempunyai frekwensi 0,3 - 3,4 KHz.
Kabel menimbulkan redaman baik untuk komponen DC ( arus searah ) dan AC
(arus bolak balik).
Semakin panjang rentang kabel, maka redaman semakin besar. Disamping itu
diameter kabel juga menentukan besarnya redaman. Di bawah ini diberikan cara
menghitung redaman kabel tersebut :
Redaman arus DC ditentukan oleh tahanan DC kabel ( )
Dimana : d = diameter kawat dalam mm
Redaman arus AC ditentukan dalam satuan dB dan dinyatakan dengan parameter
( dB/km)
Besarnya tahanan DC yang dibolehkan antara sentral dan pesawat pelanggan
ditentukan sebesar 2.000 , termasuk didalamnya besar tahanan untuk drop
tegangan di pesawat telepon sebesar 300 .
Redaman suara yang diperbolehkan kurang lebih 7.5 dB. Angka 7.5 dB bersifat
subyektif. Jika kita dapat menerima level suara yang lebih kecil maka angka 7.5
dapat ditambah. Tetapi saat ini PT TELKOM menetapkan redaman sebesar 7.5 dB.
3.7.4 Sistem Jaringan Mesh Dengan Jala-jala
Setiap titik, dalam jaringan mesh, saling berhubungan langsung dan terikat dalam
jaringan mesh. Pada jenis hubungan ini maka setiap titik dapat berhubungan
langsung dengan titik lain. Signaling yang terjadi tidak lewat satu operator pusat
tetapi langsung dari titik itu sendiri ke titik tujuannya.
Biasanya hubungan antara operator berbentuk mesh seperti ini. Titik mesh disebut
operator (sentral ) lokal. Antara sentral lokal dengan sentral lokal lainnya dapat
berhubungan secara langsung, sedangkan pelanggan dihubungkan secara bintang
dengan sentral lokal. Dengan cara ini maka kebutuhan kabel menjadi lebih efisien.
R
dc
=(0,4/d)
2
. 280 /km
=1.4 d
2
3.6 d + 2.8 dB/km
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-114
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Gambar 3.7.2. Sistem Jaringan Mesh
3.7.5 Sistem Jaringan Mesh-Bintang
Hubungan yang lebih luas adalah hubungan gabungan antara mesh dan bintang.
Hubungan bintang terjadi pada salah satu titik Mesh.
Jaring-jaring seperti ini dapat diperluas karena jarak antara sentral lokal dapat jauh
dengan menggunakan saluran khusus.
Saluran kabel yang dibutuhkan dapat dikurangi/dibanding langsung karena
konsentrasi hubungan dapat dilakukan pada hubungan antara sentral lokal.
Kerapihan administrasi kabel dan jaringan yang jauh lebih baik, pada akhirnya akan
memudahkan pemeliharaan.
Gambar 3.7.3. Sistem Jaringan Mesh-Bintang
3.7.6 Methoda Routing
Jika pada satu saat, saluran antara kedua sentral habis terpakai semua karena
permintaan hubungan yang banyak maka permintaan hubungan baru dapat
dilewatkan melalui sentral lokal lain.
Kadang kala disatu kota yang cukup besar, dimana ada beberapa sentral lokal,
sentral lokal di dalam kota itu dihubungkan dengan satu sentral tandem untuk
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-115
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
menampung over flow. Dengan demikian pada proses penyambungan dikenal
Route Langsung dan Route Alternate untuk overflow.
Saluran pada sentral lokal disebut saluran lokal. Tiap-tiap pelanggan dihubungkan
dengan sepasang kawat dari sentral lokal ke tempat pelanggan.
Secara umum penyambungan sebuah hubungan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu Sambungan Langsung dan Sambungan Tidak langsung.
Penentuan penyambungan ini disebut routing. Routing ini dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu :
1. Penyambungan tetap
2. Routing oleh sentral (manual)
3. Routing melalui pengendalian komputer.
Dalam penyambungan tetap, maka tidak ada routing dan tidak ada pilihan. Pada
routing dengan manual, maka kepada sentral sudah ditetapkan routingnya secara
tetap. Untuk routing yang diatur oleh pengendalian komputer, maka routing itu bisa
dinamis, tergantung kepada software yang ada di komputer.
Gambar 3.7.4. Methoda Routing
Route Langsung
Alternate Route
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-116
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
3.8. PERENCANAAN LANSEKAP DESA
Perencanaan lansekap desa yang dimaksudkan disini adalah penanaman pohon
secara berlapis yang terdiri dari :
a. Penanaman pohon di sepanjang jaringan jalan utama desa dan jalan lingkungan
b. Penanaman pohon di kavling rumah dan kavling fasilitas umum dan sosial desa.
Pemilihan jenis vegetasi yang direncanakan sebagai ruan hijau kawasan antara lain
memenuhi kriteria :
a. Mudah tumbuh
b. Kuat menahan arus gelombang tsunami
c. Meningkatkan kualitas lingkungan
d. Mempunyai nilai ekonomi bagi penduduk desa
3.8.1. Relasi antara Desain Tapak dengan Alam
Korelasi tapak dan bangunan dinilai melalui substansi perancangan Ruang
Kawasan, Ruang Hijau dan Biru Kawasan, Tata Guna Ruang/Space Use, GSB,
KDB dan KLB dan Ketinggian Bangunan, TSM dan Parkir kawasan. Berdasarkan
kegiatan analisis dibawah ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa diperlukan
redesain pada Ruang Hijau dan Biru Kawasan.
3.8.2. Ruang Kawasan.
Komposisi perletakan masa/bangunan secara figuratif dan variatif dalam
membentuk morfologi ruang desa yang berkarakter amorf, linier dan square
dipertahankan.
Urban space yang berupa ruang terbuka dan jalan setapak yang dimanfaatkan
untuk mewadahi suatu pergerakan dan pemberhentian (duduk-duduk/istirahat)
bagi pedestrian dari bangunan satu ke bangunan yang lain perlu dirancang
ulang dengan mempertimbangkan faktor-faktor :
1. Antrophometrik pejalan kaki pada saat berjalan (kemampuan jarak tempuh,
resting point, pola street furniture di daerah resting point)
2. Kenyamanan lingkungan (material jalan pedestrian, penerangan alam dan
buatan, pohon sebagai pengarah, peneduh dan estetis, tata bangunan dan
tata lingkungan sekeliling pergerakannya, habitat, penyediaan street
furniture)
3. Keamanan lingkungan (penerangan alami & buatan cukup, tata hijau tidak
terlalu rimbun, relling pada ketinggian tertentu atau pada jembatan)
3.8.3. Pohon/Tanaman Setempat dan Lokal
Beberapa jenis pohon yang ada di desa dapat digunakan untuk perencanaan
lansekap desa. Dari hasil survey dan analisis di lapangan, terdapat beberapa
tanaman yang cocok dipergunakan sebagai lansekap jalan desa.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan III-117
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Beberapa jenis tanaman tersebut antara lain :
1. Akasia
2. Angsana
3. Asem Jawa
4. Bambu
5. Beringin
6. Cemara Laut
7. Cengkih
8. Durian
9. Jambu Air
10. Jambu Monyet
11. Jati
12. Kamboja
13. Kedondong
14. Kelapa
15. Mahoni
16. Mangga
17. Mangrove/Bakau
18. Nipah
19. Palem Raja
20. Pinang
21. Rumput Gajah
22. Waru
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-1
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Bab IV
Analisa Perhitungan
4.1. ANALISA PERHITUNGAN JALAN
4.1.1. Data yang diperlukan :
a. Data tanah dasar : CBR.
b. Lalu-lintas : Volume/ADT, komposisi, konfigurasi as/sumbu dan
beban, angka pertumbuhan.
c. Material yang tersedia : Sifat-sifatnya.
d. Ketentuan-ketentuan lain : Umur rencana, keadaan umum di daerah sekitarnya,
alignment (faktor regional) dan lain-lain.
4.1.2. Standar Perencanaan.
Perencanaan jalan Desa ini mengacu pada Pedoman perhitungan tebal perkerasan lentur
pada SKBI No. 2.3.26.1987 dan SK Menteri Pekerjaan Umum No. 378/KPTS/1987 tentang
Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, serta SNI No. 1732-1989-F, yaitu
tentang penggunaan nomogram sebagai berikut :
a. Nomogram yang ada dibuat berdasarkan analisa lalu lintas 10 tahun.
Untuk keadaan lalu lintas (umur rencana) tidak selama 10 tahun; nomogram tersebut
masih dapat digunakan dengan menggunakan faktor penyesuaian (FP).
10
UR
FP =
b. Cara Indonesia/Bina Marga ini hanya berlaku untuk material berbutir kasar (granular
material) dan tidak berlaku untuk batu-batu besar (telford).
Hal ini disebabkan karena cara Bina Marga ini didasari oleh teori yang menganggap
bahwa bahan perkerasan harus elastis isotropis (sifat sama untuk segala arah).
Dan juga mensyaratkan adanya pemeliharaan perkerasan yang terus menerus
(kontinyu).
c. Besaran-besaran yang dipergunakan.
- Daya Dukung Tanah (DDT) : yaitu sekedar bilangan skala untuk menyatakan daya
dukung tanah dasar dan mempunyai korelasi khusus terhadap CBR, Group Index,
Kuat Tekan atau besaran lain yamg menyatakan kekuatan tanah dasar.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-2
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
- Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) : adalah jumlah kendaraan yang lewat pada
jalan yang direncanakan perhari rata-rata untuk dua jurusan/arah.
- Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) : J umlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun
permulaan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton (18.000 lbs =18
kips) atau (18 Kips Single Axle Road).
- Lintas Ekivalen Akhit (LEA) : J umlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun
akhir dan masa pelayanan pada jalur rencana dengan as tunggal 8,16 ton.
- Lintas Ekivalen Tengah (LET) : J umlah lintasan kendaraan rata-rata selama masa
pelayanan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton.
- J alur Rencana : adalah suatu jalur dari jalan yang paling banyak (padat) dilewati
kendaraan.
Pada jalan dua jalur biasanya salah satu jalur; sedang pada jalan berjalur banyak
terpisah (multi lane divided) adalah pada jalur terluar.
- Faktor Regional (FR) : Faktor koreksi sebagai akibat adanya perbedaan antara
kondisi lapangan yang dihadapi dengan kondisi AASHO Road Test yang antara
lain dapat meliputi : iklim, curah hujan, kondisi alignment/topografi, lalu lintas,
fasilitas drainase dan lain sebagainya.
- Indeks Permukaan (IP) : disebut juga serviceability adalah besaran yang
menyatakan nilai dari kerataan/kehalusan dan kekokohan perkerasan di tinjau dari
kepentingan pelayanan lalu-lintas.
Nilai/harga IP tergantung pada jenis dan kondisi perkerasan (kondisi : rut dept,
roughness, patch, crack dll; tanpa dipengaruhi geometrik dari jalan yang
bersangkutan .
- IPo dan IPt : IPo adalah nilai IP pada awal tahun permulaan, sedangkan IPt adalah
IP pada akhir masa pelayanan. Pemilihan harga IPo dan IPt tergantung pada jenis
perkerasan dan klas jalan.
Pemilihan IPt menunjukkan tingkat kerusakan yang diijinkan/direncanakan pada
akhir masa pelayanan.
- Faktor penyesuaian (FP) : adalah faktor koreksi sehubungan rencana yang kita
perhitungkan tidak sama dengan 10 tahun.
10
UR
FP =
- Angka Ekivalen Beban (AE) : adalah besaran yang menyatakan jumlah lintasan as
tunggal 8,16 ton atau 18.000 lbs yang menyebabkan derajat kerusakan yang sama
dengan beban as yang mempunyai AE tersebut, bilamana lewat (lintasan) satu kali.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-3
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Rumus AE :
- As tunggal :
4
160 . 8
=
kg
Tunggal BebanSumbu
AEtg
- As Tandem : 086 . 0
160 . 8
4
x
kg
Tunggal BebanSumbu
AEtg
=
- Koefisien Distribusi Kendaraan (C) : adalah koefisien yang menyatakan prosentase
atau bagian dari kendaraan yang lewat dari jalur rencana dari keseluruhan
kendaraan yang lewat pada jalan yang dimaksud.
- Indeks Tebal Perkerasan (ITP) : adalah besaran yang menyatakan nilai konstruksi
perkerasan yang besarnya tergantung pada tebal masing-masing lapisan serta
kekuatan relatif dari lapisan-lapisan tersebut.
- Koefisien Kekuatan Relatif (a) : adalah koefisien yang menyatakan kekuatan
relative daripada lapisan perkerasan, yang besarnya tergantung pada CBR,
stability, kuat tekan dan lain sebagainya.
- Rumus ITP :
( ) ( ) ( ) 3 3 2 2 1 1 xD a xD a xD a ITP + + =
1 =Lapis permukaan/surface course.
2 =Lapis pondasi/base course.
3 =Lapis pondasi bawah/sub base course.
4.1.3. Penggunaan Nomogram.
a. Hitung ADT masing-masing jenis kendaraan untuk tahun ke 0 dan untuk tahun ke n
(n =umur rencana).
( )
n
i ADTo ADTn + = 1 . ( i =Pertumbuhan lalu-lintas).
b. Hitung ADT rata-rata selama masa pelayanan (ADTt).
2
ADTn ADTo
ADTt
+
=
c. Hitung angka ekivalen (AE) masing-masing jenis kendaraan.
d. Hitung lintas ekivalen tengah (LET).
Koefisien C harus dicari terlebih dahulu dari tabel yang sudah tersedia.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-4
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
e. Hitung faktor penyesuaian (FP).
10
UR
FP =
f. Hitung CBR rata-rata.
g. Cari daya dukung tanah dasar (DDT) melalui grafik yang tersedia.
h. Pilih nomogram yang sesuai ( kombinasi IPo dan IPt ).
J alan kelas tinggi IPo dan IPt perlu tinggi pula.
J alan kelas sedang IPo dan IPt perlu sedang pula.
J alan kelas rendah IPo dan IPt perlu rendah pula.
i. Tentukan faktor regional (FR).
Dengan menggunakan table yang sudah tersedia.
j. Dengan data DDT dan LER melalui nomogram yang sudah dipilih akan diperoleh ITP.
k. Selanjutnya dengan data ITP dan FR akan diperoleh ITP
rencana
.
l. Melalui tabel yang tersedia tentukan jenis tiap lapisan perkerasan serta tebal minimum
dari masing-masing lapisan.
m. Dengan rumus ITP
rencana
=a1D1 +a1D2 +a3D3 akan diperoleh tebal dari masing-
masing lapisan perkerasan.
4.1.4. Pelaksanaan
4.1.4.1. Analisa Komponen Perkerasan.
Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan
perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP
(Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut :
3 3 2 2 1 1
D a D a D a ITP + + =
a
1
,a
2
,a
3
=Koefisien kekuatan bahan perkerasan (VII)
D
1
,D
2
,D
3
=Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Angka 1, 2 dan3 : masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi
bawah.
4.1.4.2. Metode Konstruksi Bertahap.
Metode perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep sisa umur. Perkerasan
berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai keseluruhan masa
fatique.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-5
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Untuk itu tahap kedua diterapkan bila jumlah kerusakan (cumulative Damage) pada tahap
pertama sudah mencapai k.1.60%. Dengan demikian sisa umur tahap pertama tinggal
k.1. 40%.
Untuk menetapkan ketentuan di atas maka perlu dipilih waktu tahap pertama antara 25% -
50% dari waktu keseluruhan. Misalnya : UR =20 tahun, maka tahapI antara 5 10 tahun
dan tahap II 5 10 tahun.
Perumusan konsep sisa umur ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. J ika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique, misalnya timbul
retak), maka tebal perkerasan tahap I didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar
LER
1.
b. J ika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur k.1.40% maka perkerasan tahap I
perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER
1
c. Dengan anggapan sisa umur linear dengan sisa lalu lintas, maka :
X LER
1
= LER
1
+40% x LER
1
(tahap I plus) (tahap I) (sisa tahap I)
Diperoleh y =2,5.
d. J ika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan tahap II didapat
dengan memasukkan lalu lintas sebesar LER
2
.
e. Tebal perkerasan tahap I +II didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar y LER
2
.
Karena 60% y LER
2
sudah dipakai pada tahap I maka:
Y LER
2
=60% y LER
2
+LER
2
(tahap I+II) =(tahap I) +(tahap II)
Diperoleh y =2,5.
f. Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal perkerasan tahap I +
II (lalu lintas y LER
2
) terhadap tebal perkerasan I (lalu lintas x LER
1
)
g. Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP2 dengan rumus :
ITP
2
=ITP ITP
1
ITP didapat dari nomogram dengan LER =2,5 LER
2
ITP1 didapat dari nomogram dengan LER =1,67 LER
1
.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-6
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.1.5. Bagan Alir Perencanaan
4.1.5.1. Bagan Alir Perencanaan Teknis J alan
BAGAN ALIR PERENCANAAN TEKNIS JALAN
`
Start
Beban lalu lintas
Benklement
Beam Test
CBR
Geometrik
Inventory
Parameter Perencanaan
Analisa Data
Lapangan
Menentukan
Unique Section
Tebal Perkerasan
Umur rencana &
Pertumbuhan lalu lintas
Analisa hasil desain &
Pemakaian Bahan
Selesai
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-7
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.1.5.2. FLOWCHART Perencanaan Perkerasan Jalan Baru
LHR = Lalu Lintas
Harian Rerata
Fe = Faktor
Ekivalensi
I (kend./hari)
II
Jumlah jalur
Tabel 2
Tabel 1
LEP = Lintas
Ekivalen
j j
N
J
J
xE xC LHR LEP
=
=
1
C = koefisien
distribusi kend.
Tabel 3
E = angka ekivalensi
Diketahui :
- Konfigurasi beban
sumbu
- Sumbu tunggal / ganda
LEA = Lintas
Ekivalen Akhir UR
j j
UR
J
N
J
xE xC i LHR LEA ) 1 (
1
+ =
=
n = umur
rencana (tahun)
i = pertumbuhan
lalu lintas (%)
LEA = Lintas
Ekivalen Tengah UR
2
LEA LEP
LET
+
=
LER = Lintas Ekivalen
Rencana
LETxFP LER=
10
n
FP=
FP = faktor
penyesuaian
ITP = Indeks Tebal
Perkerasan
IPo = Indeks
Permukaan awal
FR = faktor
regional
Tabel 4
Tabel 5
DDT CBR
Grafis
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-8
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
ITP = Indeks Tebal
Perkerasan
a
1
; a
2
; a
3
Tabel 6 & Tabel 7
Koefisien kekuatan relatif
Tabel 8 & Tabel 9
Lapis pondasi, lapis pondasi bawah
D
2
& D
3
D
1
Desain
Yes
selesai
No
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-9
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.1.6. Data-data Teknis Perencanaan
Data-data teknis jalan yang diperlukan dalam perencanaan ini mengacu pada :
1. Peraturan Perencanaan Geometrik J alan Raya No.13/1970, Dirjen Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
2. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur J alan Raya Dengan Metode Analisa
Komponen (SKBI-2.3.26. 1987), Departemen PU.
Adapun data-data tersebut adalah :
- Kondisi eksisting lapangan
- Lalu lintas harian rata-rata (LHR)
- Data daya dukung tanah (DDT/CBR)
- Faktor Regional (FR)
- Indeks Permukaan (IP)
- Lintas Ekivalen Rencana (LER)
- Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)
- Koefisien Kekuatan Relatif (a)
- Index Tebal Perkerasan (ITP)
4.1.7. Analisa Perhitungan Perencanaan Jalan Baru
Perhitungan perkerasan jalan ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Menghitung LHR rencana
2. Menghitung Daya Dukung Tanah (DDT), dengan membuat korelasi/ hubungan
dengan CBR di lapangan.
3. Menghitung LEP 2006
4. Menghitung LEA 2016
5. Menghitung LET 2011
6. Menghitung LER 2016
7. Mencari ITP rencana, ditentukan berdasarkan tabel kekuatan relative dan batas-batas
minimum tebal lapis perkerasan
8. Menetapkan tebal perkerasan.
Tahapan perhitungan tebal perkerasan di atas dapat dilihat pada halaman berikut.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-10
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.2. ANALISA PERHITUNGAN DRAINASE
4.2.1. Bagan Alir Analisa Perhitungan Drainase
Konsep/Analisa Perhitungan drainase dibagi menjadi 4 (empat) tahapan proses seperti
dijelaskan dalam bagan alir Analisa Desain Drainase dibawah ini :
DRAINAGE DESIGN ANALYS
DATA
Data Teknis :
1. Peta Topografi / Situasi
2. Data Hidrometri
3. Rencana Jalan
4 Kondisi Existing
Data Pendukung :
1. Data SosEk
2. Informasi Penduduk
3. Renc. Tata Guna Lahan
Start
Analisa Curah Hujan Max
Memenuhi Syarat
Ya
Tidak
Parametrik Dasar Statistik Distribusi Frekuensi
1.DF. Normal
2.DF. Log Normal
3.DF. Log Pearson III
4 DF G b l
Analisa DF terpilih
Curah Hujan Rancangan
Berbagai Kala Ulang
Pengeplotan Probabilitas
- Metode Weibull
- Metode California
- Metode Hazen
Uji Kecocokan Statistik
- Uji Chi Square& Uji Smirnov - Kolmogorov
Diterima
Tidak
Intensitas Hujan
1. Metode Kurva Basis
2 M t d M b
Peta Jaringan Drainase
& Penentuan Plat Duiker
Analisa Debit Banjir Rencana
A
TAHAP I
TAHAP II
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-11
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Keterangan :
Tahap I :
Tahap ini merupakan tahap persiapan mencakup pemahaman tentang konsep drainase
yang meliputi : Hidrologi, Parameter-parameter perencanaan dan Hidrolikanya. Proses
perhitungannya dapat dilihat dalam flowchart.
Tahap ini juga diikuti dengan pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam
perencanaan atau desain drainase
Tahap II :
Pada tahap ini dilakukan perhitungan hidrologi yang meliputi Analisa curah hujan
maksimum, Analisa distribusi frekuensi data dan Uji Statistik.
Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan curah hujan rancangan dan intensitas hujan
berbagai periode ulang serta debit banjir rencana.
A
Analisa Debit Tampungan
Analisa Dimensi Saluran
Q tamp. > Q renc. Tidak
Ya
Volume Saluran
RAB
Tidak
Elevasi Dasar Saluran
Elv. MAB < Elv. Dasar < Elv. Bahu
Plotting Gambar
End
Ya
TAHAP III
TAHAP IV
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-12
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Tahap III :
Pada tahap ini dilakukan perhitungan hidrolika yang meliputi Analisa dimensi saluran,
Volume pekerjaan, dan Penentuan elevasi dasar saluran.
Tahap ini bertujuan untuk menegaskan bahwa debit banjir rencana lebih kecil
dibandingkan dengan debit yang dapat ditampung saluran. Sehingga volume pekerjaan
dan penentuan elevasi dasar saluran bisa dianalisa lebih lanjut.
Tahap IV :
Tahap Keluaran akhir ini meliputi gambar desain berupa potongan memanjang dan
melintang drainase serta bangunan pelengkap lainnya. Selanjutnya dilakukan
perhitungan Volume pekerjaan dan Rencana Anggaran Biayanya.
4.2.2. Tahapan Analisa Perhitungan
4.2.2.1. Analisa Perhitugan Hidrologi
1) Analisa Data Hidrometri
Data hidrometri yang diperlukan meliputi data hujan, data debit, koordinat/posisi
stasiun hujan, Peta Isohyet (jika ada), dan pembagian daerah/wilayah pengaruh
stasiun hujan yang dapat dicari di lembaga meteorologi dan geofisika atau instansi
terkait. Data harus memenuhi syarat secara kuantitas dan kualitas. Data secara
kualitatif yaitu minimal 20 tahun terakhir dari Stasiun Hidrometri terdekat dan
yang mempunyai Daerah Pengaruh Hujan pada lokasi tersebut. Metode paling
sederhana adalah metode analisa hujan titik atau tunggal.
2) Analisa Distribusi Frekuensi
Tujuan analisa Distribusi Frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran
peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui
penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan
tidak tergantung (independent) dan terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik.
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi. Terdapat empat
jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu :
o Distribusi Normal
o Distribusi Log Normal
o Distribusi Log Pearson III
o Distribusi Gumbel
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-13
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Parameter analisis data meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan
koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).
3) Curah Hujan Rancangan
Besarnya curah hujan rancangan berbagai kala ulang dapat diketahui dari analisa
distribusi frekuensi yang sesuai dengan sebaran data hidrologi.
4) Pengeplotan Probabilitas
Tujuan dari pengeplotan probabilitas yaitu untuk mengetahui peluang terjadinya
periode ulang suatu data hidrologi. Metode yang paling sering digunakan yaitu
Weibull, California dan Hazen.
5) Tentukan periode ulang rencana.
Periode ulang dalam perencanaan saluran drainase ini ditentukan 5 tahun untuk
curah hujan rancangan atau debit banjirnya.
6) Tentukan waktu konsentrasi hujan.
Lamanya waktu hujan yang terkonsentrasi ditentukan selama 4 jam dengan hujan
efektif sebesar 90% dari jumlah hujan selama 24 jam.
7) Hitung intensitas curah hujan dengan rumus :
( ) ) (mm Y Y
Sn
Sx
X X
n T T
+ =
= I
4
%. 90 Xt
( mm/jam )
8) Buat garis lengkung intensitas hujan rencana.
Garis lengkung intensitas hujan rencana dibuat dengan cara memplotkan harga
intensitas hujan (mm/jam), pada waktu konsentrasi 240 menit (4 jam) dan
kemudian tarik garis lengkung yang searah dengan garis lengkung basis.
9) Tentukan panjang daerah pengaliran L
1
, L
2
dan L
3
, kemudian tentukan kondisi
permukaan saluran berikut koefisien hambatan (nd).
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-14
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
10) Tentukan kecepatan aliran V, serta panjang saluran ( L )
Kecepatan aliran diperoleh dari dimensi yang direncanakan dalam bentuk variable
(b, h dan m).
11) Hitung waktu konsentrasi ( T
c
) dengan rumus :
t
1
= ( 2/3. 3,28 .
0
L .
s
nd
)
0,167
t
2
=
V
L
60
T
c
= t
1
+ t
2
12) Tentukan intensitas hujan rencana (I ).
Intensitas hujan rencana ditentukan dengan cara memplotkan harga T
c
pada waktu
konsentrasi di kurva basis kemudian tarik garis lurus ke atas sampai memotong
garis lengkung intensitas hujan rencana, dan tarik garis lurus sampai memotong
garis intensitas hujan ( mm / jam ).
13) Identifikasi jenis bahan permukaan daerah aliran.
14) Tentukan luas daerah pengaliran (A).
15) Tentukan koefisien pengaliran ( C ) sesuai dengan kondisi permukaan.
16) Hitung koefisien pengaliran rata rata dengan rumus :
C =
. .......... .......... . . .
....... . . . .
3 2 1
3 3 2 2 1 1
+ + +
+ + +
A A A
A C A C A C
17) Hitung debit air ( Q ) dengan menggunakan rumus :
Q =
6 , 3
1
.C . I . A ( m
3
/ detik )
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-15
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.2.2.2. Analisa Perhitungan Hidrolika
Perhitungan dimensi saluran dan bangunan pelengkap (gorong-gorong) dilakukan dengan
langkah sebagai berikut (Lihat bagan alir) :
1) Tentukan kecepatan aliran air ( V ) yang akan melewati saluran/gorong-gorong
berdasarkan jenis bahan saluran.
2) Hitung luas penampang basah saluran /gorong-gorong ( Fd ) berdasarkan debit
aliran yang akan ditampung dengan menggunakan rumus :
Fd =
V
Q
( m
2
)
3) Hitung luas penampang basah yang paling ekonomis yang dapat menampung
debit yang dapat menampung debit maksimum disesuaikan dengan bentuk
selokan/gorong-gorong.
4) Hitung dimensi saluran dengan menggunakan rumus :
Fe = Fd
Sehingga mendapatkan tinggi selokan/gorong-gorong = d ( m )
Lebar dasar saluran/gorong-gorong = b ( m )
5) Hitung tinggi jagaan ( w ) saluran samping dengan rumus :
w = 5 . 0 d ( m ).
6) Hitung kemiringan tanah pada lokasi yang akan dibuat saluran dengan rumus :
i = (
3 / 2
.
R
n V
) 2
7) Periksa kemiringan tanah pada lokasi yang akan dibuat saluran dengan rumus :
i =
L
t t
2 1
x 100 %
8) Bandingkan kemiringan saluran samping hasil perhitungan ( i perhitungan )
dengan kemiringan tanah yang diukur di lapangan ( i lapangan ).
- Jika ( i lapangan ) < ( i perhitungan ), maka kemiringan saluran direncanakan
sesuai dengan i perhitungan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-16
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
- Jika ( i lapangan ) > ( i perhitungan ), maka saluran harus dibuatkan pematah
arus.
9) Bandingkan kemiringan gorong-gorong dengan kemiringan gorong-gorong dengan
kemiringan gorong-gorong yang diijinkan.
10) Menentukan elevasi dasar saluran yaitu dengan batasan : lebih tinggi dari Muka
Air Banjir dan lebih rendah dari elevasi bahu jalan.
4.2.2.3. Perhitungan Volume pekerjaan dan RAB
Tahap selanjutnya setelah dilakukan perhitungan hidrolika /dimensi saluran adalah :
1) Plotting saluran drainase dalam gambar desain berupa peta rencana jaringan
drainase, potongan memanjang dan melintang.
2) Analisa volume saluran drainase dan bangunan pelengkap
Perhitungan volume saluran dilakukan secara menyeluruh yang meliputi hal-hal
sebagai berikut :
- Galian tanah manual
- Pasangan batu kali 1 pc : 4 ps
- Beton K.250 (saluran)
- Beton bertulang (penutup saluran)
- Urugan pasir bawah saluran
- Plesteran 1 pc : 4 ps
- Suling-suling pipa PVC 2 ( tiap 2 m
2
diberi 1 bh )
- Gorong-gorong, dihitung berdasarkan ROWnya
- Paving blok t = 6 cm termasuk lapisan pasir dibawahnya (trotoar jalan)
- Kerb kanan kiri saluran
3) Analisa Bill of Quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya.
Hasil perhitungan volume pekerjaan untuk masing-masing ruas jalan dapat dilihat
pada Laporan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-17
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.2.3. Bagan Alir Perhitungan
4.2.3.1. Perhitungan Debit Aliran Air
Tentukan
Xrt, Sx
dg Rumus Statistik
Q = C.I.A
1
3,6
Data Curah Hujan
Harian Max per Tahun
Minimum 10 th
Rumus Gumbel
X T = x +
Sx
Sn
XT
I =
90% XT
4
Waktu
Konsentrasi ( T C ) Kurva
basis
I
Rencana
A1; A2; A3
A = A1; A2; A3
C1; C2; C3
R =
A1.C1+A2.C2+A3.C
A
Tetapkan Banjir
Rencana 5 Th
Table . 5
Table . 6
Table . 7
S
n
Y
n
Y
t
Tentukan Panjang
Daerah Pengaliran
Panjang
Daerah
Pengaliran
L.1 L.2 L.3
Jenis bahan
Permukaan Daerah
Aliran
YT - Yn
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-18
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Perhitungan Debit Aliran (Q)
Jenis Tanah Selokan
Q V
F
d
= Q / V Rumus Penampang
Ekonomis
Luas Penampang
Ekonomis (F
e
)
F
d
= F
e
Tinggi = h
Lebar = b
W = (0 5 d)
Rumus manning
i = (V . n / R
2/3
)
2
( i ) perhitungan
( i ) lap ( i ) perh.
( i ) lap. = ( i ) perh.
Selokan dengan
pematah arus
Kemiringan Selokan
tanpa pematah arus
R = F / P
( i ) Lapangan
Tabel 4.
( i ) lap. = ( i ) perh.
4.2.3.2. Perhitungan Dimensi Saluran
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-19
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.2.4. Perhitungan Hidrologi dan Hidrolika
Data curah hujan harian maksimum tahunan untuk wilayah perencanaan diambil di
stasiun hujan/klimatologi yang relevan dan secara kewilayahan mempunyai topografi
yang sama.
Secara kronologis tahapan perhitungan debit rencana adalah sebagai berikut :
1. Menentukan stasiun hujan yang akan dipakai (Tabel 4.2.1)
2. Melakukan perhitungan parameter dasar statistik data hujan (Tabel 4.2.2)
3. Membandingkan hasil perhitungan statistik data hujan dengan parameter sebaran
standar (Tabel 4.2.3)
4. Setelah diketahui analisa sebaran datanya kemudian tentukan metode analisis
distribusi frekuensi hidrologi yang sesuai (Tabel 4.2.4)
5. Melakukan perhitungan peringkat peluang periode ulang hujan rancangan (Tabel
4.2.5)
6. Melakukan uji kesesuaian distribusi frekuensi stasiun hidrometri dengan metode
Smirnov Kolmogorov (Tabel 4.2.6)
7. Menentukan debit rencana tiap saluran (Tabel 4.2.7)
8. Menentukan debit rencana komulatif saluran (Tabel 4.2.8)
9. Melakukan perhitungan dimensi saluran (Tabel 4.2.9)
Tidak
Analisa
Curah
Hujan
Max
Data
Pendukung
:
1. Data
SosEk
2 I f i
FLOW
CHART
KONSE
P
DRAI
NAGE
DESIG
N
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan IV-40
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.7. ANALISA PERHITUNGAN TELEPON
Untuk memenuhi kebutuhan telepon, jaringan yang melalui kawasan perencanaan akan
ditingkatkan baik jumlah maupun penyebarannya sehingga dapat lebih merata dan
menjangkau seluruh kawasan.
Kebutuhan akan prasarana telepon berdasarkan perkiraan kebutuhan fasilitas telepon
digunakan asumsi sebagai berikut :
- 1 sambungan telepon dengan penduduk pendukung 10 jiwa
- 1 sambungan pelayanan umum dengan penduduk pendukung 100 jiwa
Sambungan telepon didasarkan pada standar yang berlaku. Penyediaan sambungan telepon
melalui jaringan dari PT. TELKOM.
Tabel 4.7.1. Standar Kebutuhan Fasilitas Telekomunikasi
No Prasarana Telekomunikasi Standar
1 Perdagangan dengan jasa, fasum, fasos,
Pemerintahan dan Perumahan
17 SST/100 Penduduk
2 Industri, pariwisata, Pergudangan 1 SST/kapling (0,5 Ha)
3 Wartel
Kios Phone
Telepon Umum
Coin
Kartu
30.000 penduduk
Sub/pusat kegiatan
1000 penduduk
1000 penduduk
Rencana Penanganan dan pengembangan jaringan telepon :
a. Tingkat pelayanan disesuaikan dengan ketersediaan satuan sambungan telepon PT.
Telkom yang tersedia.
b. J aringan kabel telepon menggunakan jaringan kabel bawah tanah mengikuti rute sisi
jalan guna mencapai pelanggan.
c. J aringan kabel telepon bawah tanah direncanakan melalui penyediaan pipa PVC dia. 3
sebagai tempat kabel telepon dan listrik, dan penempatan manhole tiap jarak 20 m
untuk pemasangan, operasi dan pemeliharaan.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan V-41
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
4.8. ANALISA PERENCANAAN LANSEKAP DESA
Analisa Perencanan Lansekap dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kwalitas fungsi
jalan terhadap aktivitas dan kebutuhan pengguna jalan dan masyarakat sekitar pada
umumnya.
Perencanaan lansekap ini mengacu pada spesifikasi teknis jalan dimana lansekap itu
nantinya berada dengan tujuan adanya fungsi yang saling mendukung antara jalan dan
lansekap sesuai dengan standar yang berlaku. ( Data Arsitek dan Time Severs Standard for
Landscape).
Perencanaan dan Penataan Lansekap dilakukan berdasarkan aspek sebagai berikut :
a. Kondisi Jalan dan lingkungan.
Penataan pohon direncanakan sedemikian rupa supaya teratur, aman dan tidak
mengganggu pengguna jalan. Terutama di jalan yang sempit dan padat dapat
mengoptimalkan fungsi jalan. Pohon yang ditanam dalam pot supaya dapat diletakkan
di atas saluran drainase, hal ini dilakukan untuk jalan dengan ROW kecil (<3 m).
b. Kondisi Pohon.
Penataan jenis pohon direncanakan sedemikian rupa supaya besar batang pohon, lebar
cabang pohon, daun pohon, hasil pohon dan akar pohon tidak mengganggu pengguna
jalan ataupun merusak kondisi jalan yang sudah baik.
c. Fungsi Pohon.
Penataan jenis pohon direncanakan juga berdasarkan karakter pohon yang sesuai
dengan fungsi masing-masing pohon sebagai pengarah sirkulasi, peneduh pengguna
jalan, scrub dan ground cover, ataupun fungsi lainnya seperti pemecah ombak,
penghasil buah/kayu dan penahan abrasi.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan V - 1
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Bab V
Penutup
5.1. Kesimpulan
1. Pertimbangan Perencanaan Pengembangan J alan Antar dan Inter Desa di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini didasarkan atas pengembangan tata
ruang jalan antar desa atau mukim dengan desa di sekitarnya dengan beberapa
alasan berikut:
a. Usaha pemenuhan tuntutan warga atas pelayanan sosial ekonomi dan
kualitas lingkungan yang memadai serta dalam menunjang pemasaran dan
perdagangan komoditi wilayah hinterland.
b. Kebijakan pengembangan untuk menentukan arah perkembangan desa
beserta arahan lokasi bagi kegiatan-kegiatan penting yang direncanakan.
c. Mempromosikan ruang-ruang desa yang kurang menguntungkan untuk
kegiatan berusaha (bagi para investor).
d. Sebagai antisipasi terhadap pengembangan dan pembangunan di tingkat
desa maupun yang lebih luas, dimana dibutuhkan keterpaduan dan
ketersediaan fasilitas jalan yang mampu menampung lalu lintas secara
memadai.
e. Aspek lalu lintas dan struktur jaringan jalan, yaitu berkaitan dengan
pengembangan transportasi regional dan nasional untuk mendukung
mobilitas dan efektifitas pergerakan moda lalu lintas.
f. Aspek Tata Guna Lahan
- Didasarkan pada kebutuhan untuk memberi aksesibilitas terhadap
pengembangan wilayah kota (mencakup perbaikan dan peningkatan
kualitas serta fungsi jalan raya yang ada)
- Untuk membuka pengembangan kawasan baru di sekitarnya.
2. Setelah dilakukan perencanaan maka diperoleh besarnya biaya konstruksi untuk
masing-masing jenis pekerjaan infrastruktur.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan V - 2
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
3. Perhitungan Biaya (Engineer Estimate) ini mengacu pada harga satuan bahan
dan upah yang dikeluarkan oleh Bappeda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
tahun 2006. Selanjutnya dibuat analisa harga satuan untuk setiap item pekerjaan
yang akan dilaksanakan. Secara lengkap perhitungan Biaya dapat dilihat pada
Laporan Rencana Anggaran Biaya.
4. Pelaksanaan pekerjaan masing-masing infrastruktur dapat dilaksanakan secara
bertahap disesuaikan dengan kebutuhan dan teknis di lapangan.
5.2. Saran
1. Untuk mendapatkan mutu bangunan sesuai dengan yang direncanakan,
kontraktor harus cermat dalam membaca gambar dan pemilihan material.
2. Untuk infrastruktur jalan sistim pelaksanaan timbunan dipadatkan lapis demi
lapis dengan ketebalan maksimal 20 cm menggunakan alat pemadat.
3. Untuk jalan di daerah rawa sebelum ditimbun dilakukan pembersihan terhadap
kotoran yang ada pada dasar tanah.
4. Pekerjaan pembentukan jalan di daerah rawa dilakukan sampai lapis pondasi
atas (Agregat A), sambil menunggu proses konsolidasi selama 3 bulan.
5. Bahwa pada saat perencanaan dilakukan berdasarkan data eksisting, tetapi
sebelum pelaksanaan kemungkinan telah dilaksanakan pekerjaan
infrastrukturnya oleh berbagai pihak atau atas inisiatif warga masyarakat. Untuk
mengantisipasi ini Kontraktor dan Konsultan Supervisi harus mengadakan
setting ulang terutama atas elevasi jalan atau drainase agar mendapatkan hasil
yang optimal. Ketidaksamaan kondisi di lapangan dengan gambar rencana perlu
disikapi sebagai sesuatu yang tetap harus dilaksanakan. Sehingga harus segera
diambil keputusan, mengingat program ini sangat mendesak dan dinantikan
oleh masyarakat desa.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Daftar Pustaka
1. J alan
- Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur J alan Raya Dengan Metode Analisa
Komponen, SKBI 2.3.26. 1987, UDC : 625.73 (02), Departemen Pekerjaan Umum.
- Peraturan Perencanaan Geometrik J alan Raya, No.13 /1970, Direktorat J enderal Bina
Marga, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Spesifikasi dan Standard J embatan Pelat Beton untuk J embatan J alan Raya, No.02/1969,
Direktorat J enderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
2. Struktur
- Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, NI 2, Direktorat J enderal Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Perhitungan Lentur dengan cara n, UDC : 624.012.45:620.178, Direktorat J enderal Cipta
Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Vademekum Lengkap Teknik Sipil, Imam Subarkah Ir, Idea Dharma, 1984.
3. Drainase
- Perencanaan dan Pelaksanaan Drainase, Modul P.6.4., Pusat Pendidikan dan Pelatihan,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Ir. Enus Yunus, April 2000.
- Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Imam Subarkah, Ir, 1980
- Hidrologi Terapan, Sri Harto Dipl.H Ir, 1983
4. Air Bersih
- Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Proyek Pemasangan Pipa Air Baku
Pejompongan, Laporan Akhir, April 1996, PT. Nusuno Karya Consultant.
5. Persampahan
- Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbunan dan Komposisi sampah
perkotaan, SK SNI M-36-1991 03, Departemen Pekerjaan Umum.
- Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, SK SNI T-13-1990-F, Departemen
Pekerjaan Umum.
- Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia, SK SNI S-
04-1993-03, Departemen Pekerjaan Umum.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
6. Listrik
- Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000), SNI 04-0225-2000.
- Pengantar Teknik Tenaga Listrik, Abdul Kadir. Ir. Prof, 1978
- Distribusi Tenaga Listrik, Soemarwanto Ir.
- Power Cables And Their Aplication Part 1, Lothar Heinhold, 1990
- Spesifikasi Desain Untuk J aringan Tegangan Menengah Dan J aringan Tegangan Rendah
(Standart Listrik Indonesia SLI 117 1988).
- Buku Ajar Proyek Instalasi Listrik, Epiwardi,Drs. Ruwahjoto,ST. Soekamdi,ST. 2005.
7. Lansekap
- Data Arsitek Neufert J ilid 1, 2, 3. Penerbit Erlangga.
- Time Severs Standard for Land Scape, De Chara, 1968.
- Penetapan Harga Satuan Pekerjaan penanaman pohon dari hasil survey harga tanaman di
sekitar lokasi.
8. Lain-lain
- Penetapan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050.205/414/2005, Tahun 2006, Biro Perlengkapan
Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Penyesuaian Standar Barang dan Harga Satuan Barang Kebutuhan Pemerintah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050/023/2006, Biro
Perlengkapan Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Penyesuaian Standar Barang dan Harga Satuan Barang Kebutuhan Pemerintah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050/024/2006, Biro
Perlengkapan Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Rencana dan Estimate Real Cost, Bachtiar Ibrahim H, Bumi Aksara, 1978.
- Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, J .A.Mukomoko Ir, Kurnia Esa, 1977