Anda di halaman 1dari 29

FORMULASI DAN UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SALBUTAMOL

SULFAT MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPOL 940P DAN


HIDROKSIPROPIL SELULOSA
ARTIKEL
Oleh :
Deni Anggraini
0921213010
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
FORMULASI DAN UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SALBUTAMOL
SULFAT MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPOL 940P DAN
HIDROKSIPROPIL SELULOSA
ARTIKEL
Oleh :
Deni Anggraini
0921213010
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
FORMULASI DAN UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SALBUTAMOL
SULFAT MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPOL 940P DAN
HIDROKSIPROPIL SELULOSA
ARTIKEL
Oleh :
Deni Anggraini
0921213010
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
ABSTRAK
Sistem penghantaran obat mukoadesif memperpanjang waktu tinggal sediaan di
lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat
antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan atau
meningkatkan kinerja terapi obat.
Telah dilakukan formulasi dan uji in vitro granul mukoadesif salbutamol sulfat
menggunakan kombinasi polimer carbopol dan hidroksipropil selulosa. Granul mukoadesif
dibuat dalam berbagai jumlah kombinasi polimer Carbopol dan hidroksipropil selulosa
dengan metoda granulasi basah menggunakan PVP K-30 3% dalam etanol.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kombinasi polimer terhadap
kemampuan mukoadesif dan profil pelepasan salbutamol sulfat dalam granul. Profil
pelepasan salbutamol sulfat dalam granul mukoadesif ditentukan dengan uji disolusi
menggunakan metoda basket dan aquadest sebagai medium disolusi. Kemampuan
mukoadesif di uji dengan uji wash off dan uji mukoadesif in vitro yang di modifikasi.
Granul salbutamol sulfat yang dibuat dengan kombinasi hidroksipropil selulosa dan
carbopol 940P dengan berbagai perbandingan memiliki sifat mukoadesif yang baik. Granul
dengan perbandingan HPC dan Carbopol yang paling baik sifat mukoadesifnya yaitu
granul F2 & F3 dengan perbandingan Carbopol yang lebih tinggi ( 1; 3 ; 1: 4 ).
Granul salbutamol sulfat yang di buat dengan kombinasi polimer HPC dan
karbopol 940P dapat mengendalikan pelepasan zat aktif salbutamol sulfat dibandingkan
granul yang tidak mengandung polimer.
Formula yang paling ideal yang dapat mengurangi laju disolusi yaitu F2 dengan
perbandingan HPC dan Carbopol 940P 1 : 3 melepaskan 39,9 % salbutamol sulfat dalam
medium aquadest dalam waktu 8 jam. Kinetika laju pelepasan formula F2 mengikuti
persamaaan Higuchi dengan mekanisme pelepasan secara difusi.
PENDAHULUAN
Pada awal tahun 1980-an, konsep adesif mukosal atau mukoadesif mulai
dikenalkan dalam sistim penghantaran obat terkendali. Mukoadesif adalah polimer
sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan mukus yang menutupi permukaan
epithelial-permukaan dan molekul mucin yang merupakan konstituen utama dari mukus
(Agoes, 2008)
Sistem penghantaran obat mukoadesif memperpanjang waktu tinggal sediaan di
lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat
antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan atau
meningkatkan kinerja terapi obat. Dalam beberapa tahun terakhir banyak sistem
penghantaran obat mukoadesif telah dikembangkan untuk penggunaan oral, bukal, nasal,
rektal, dan rute vagina untuk efek sistemik dan lokal (Agoes, 2008)
Bioadesif didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana dua material yang salah
satunya bersifat biologis menjadi bersatu untuk periode waktu yang cukup lama karena
adanya forsa antar muka. Dapat juga berarti kemampuan suatu bahan (sintetis atau
biologis) untuk melekat pada suatu jaringan biologi untuk periode waktu yang lama (
Ahuja et. al, 1997)
Daerah di dalam tubuh yang memiliki lapisan mukus adalah saluran pencernaan,
saluran urogenital, pernafasan, telinga, hidung, dan mata. Daerah tersebut merupakan
lokasi potensial untuk penghantaran obat dengan menggunakan sisitem bioadesif. Dalam
penghantaran obat secara oral, absorbsi obat dibatasi oleh waktu tinggal obat pada saluran
pencernaan. Karena beberapa obat hanya di serap pada bagian atas usus halus, maka
mengalokasikan obat tersebut dengan sistem penghantaran oral di lambung atau usus
halus akan meningkatkan penyerapannya secara bermakna dan akan meningkatkan
ketersediaan hayati obat (Kamath & Park, 1992, ; Ahuja et. al, 1997)
Material mukoadesif kebanyakan adalah dalam bentuk sintetis, hidrofilik alami,
atau polimer yang tidak larut air dan mampu membentuk sejumlah ikatan hidrogen karena
adanya gugus karboksil, sulfat atau gugus hidroksi. Polimer sintetis misalnya karbomer,
hidroksi propil selulosa (HPC), hidroksi propil metil selulosa (HPMC), hidroksi etil
selulosa, natrium karbolsimetil selulosa, polimer metakrilat dan polikarbonil. Polimer
alami misalnya xantan gum, natrium alginat, gelatin, akasia, dan tragakan. Polimer
bioadesif bukan saja mampu memberikan efek adesif tetapi juga dapat mengkontrol laju
pelepasan obat (Lenaerts et. al, 1990)
Salbutamol sulfat adalah agonis beta-2 adrenergik yang secara luas digunakan
dalam pengobatan asma dan penyakit paru obstruktif. salbutamol sulfat memiliki t
elimininasi yang pendek (2,7 jam s/d 5,5 jam) dan penyerapannya tidak sempurna di
saluran cerna. Bila diberikan secara oral biovailabilitas sistemik hanya 50% (Martindale,
2005).
Hidroksi propil selulosa (HPC) adalah polimer dengan berat molekul tinggi (50.000
1.250.000) yang larut dalam air dan pelarut organik, praktis tidak larut dalam
hidrokarbon alifatis dan hidrokarbon aromatis, karbon tetrakoorida, petroleum, gliserin
dan minyak. HPC banyak digunakan sebagai bahan penyalut dan bahan pengikat tablet
(Wade & Waller, 1986).
Carbopol 940P adalah polimer dari asam akrilat dengan berat molekul tinggi (7 x
10
5
4 x 10
9
) yang larut dalam air, etanol 95% dan gliserin. Banyak digunakan untuk zat
bioadesif, pengemulsi, suspending agent, dan sebagai bahan pengikat tablet (Wade,
Waller,1986). Karbopol 940P memiliki sifat bioadesif yang paling baik tetapi bersifat
mengiritasi saluran cerna. Sifat iritasi dari Carbopol 940P dapat dikurangi dengan
mengkombinasikannya menggunakan polimer lain seperti polimer derivat selulosa (
Ahuja, et. al, 1990)
Berdasarkan latar belakang diatas maka di rancang sediaan granul bioadesif
salbutamol sulfat menggunakan variasi polimer mukoadesif Carbopol 940P, dan
hidroksi propil selulosa (HPC).
METODE PENELITIAN
1. Pemeriksaan Kemurnian Salbutamol Sulfat
Pemeriksaan kemurnian salbutamol sulfat meliputi : pemeriksaan organoleptis,
kelarutan, titik lebur, susut pengeringan, sisa pemijaran, dilakukan dengan cara yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV.
2. Pemeriksaan Kemurnian Bahan Pembantu
Pemeriksaan dilakukan menurut persyaratan yang tertera dalam Handbook of\
Pharmaceutical Excipient.
3. Studi Ketercampuran Salbutamol Sulfat dengan Eksipien
Studi ketercampuran salbutamol sulfat dilakukan terhadap salbutamol sulfat murni,
Carbopol 940P, hidroksipropil selulosa, laktosa, dan granul salbutamol sulfat dengan
menggunakan FTIR dan DTA.
a. Pemeriksaan Spektrum IR
Granul salbutamol sulfat, eksipien, campuran eksipien serta salbutamol sulfat
murni dibuat dalam bentuk pellet KBr. Caranya kira-kira 1 -2 mg dicampur dengan 10 mg
Kbr didalam lumpang kemudian digerus hingga homogen. Campuran tersebut dikempa
dengan tekanan hidrolik sebesar 10 ton sehingga cakram yang transparan diperoleh.
Spektrum diukur dengan menggunakan spektroskopi IR pada bilangan gelombang 400
4000 cm
-1
b. Analisis Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA)
Analisis dilakukan dengan menggunakan alat DTA. Sampel serbuk lebih kurang 2-
6 mg dimasukkan dalam panci aluminium yang ditutup. Alat dioperasikan dengan
kecepatan pemanasan 10
O
C per menit dalam rentang temperatur 50-220
o
C.
4. Pembuatan Granul Mukoadesif Salbutamol Sulfat
Masing-masing formula granul mengandung 4 mg salbutamol sulfat untuk setiap
100 mg granul yang dibuat dengan cara granulasi basah menggunakan bahan pengikat
larutan PVP K-30 3% dalam etanol serta kombinasi polimer dengan jumlah yang
bervariasi. Komposisi dari masing-masing formula dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I. Komposisi Granul Mukoadesif
No
kode
Salbutamol
sulfat (4%)
Polimer
(50%)
HPC:CP
(%)
PVP
Dalam etanol
3%
Lactosa
(100%-50% -
4% - 0,3%)
(%)
F1 4 mg 25 : 25 0,3 g 45,7
F2 4 mg 12,5 : 37,5 0,3 g 45,7
F3 4 mg 10 : 40 0,3 g 45,7
F4 4 mg 20: 30 0,3 g 45,7
F5 4 mg 30 :20 0,3 g 45,7
F6 4 mg 40 : 10 0,3 g 45,7
F7 4 mg 37,5 : 12,5 0,3 g 45,7
F8 4 mg 0 0,3 g 95,7
Masukkan salbutamol sulfat, laktosa dan polimer satu persatu sedikit demi sedikit,
haluskan dengan menggunakan mortir dan stanfer. Tambahkan larutan pengikat PVP K-
30 3% dalam etanol secukupnya sampai terbentuk masa yang basah dan dapat dikepal.
Lewatkan massa yang basah pada ayakan ukuran 12 mesh. Keringkan granul yang basah
pada temperatur 50
o
C selama 45 menit. Ayak granul yang telah dikeringkan dengan
ayakan no 14 mesh
5. Penetapan kandungan salbutamol sulfat dalam granul
1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum salbutamol sulfat dalam
dapar pospat pH 6,8
Larutan induk salbutamol sulfat dibuat dengan cara melarutkan 10 mg salbutamol
sulfat dalam 100 ml dapar pospat pH 6,8. Pipet 4 ml larutan induk ini kedalam labu ukur
25 ml kemudian tambahkan dapar pospat sampai tanda batas sehingga diperoleh
konsentrasi 0,016 mg/ml. Ukur serapannya pada panjang gelombang 230-350 nm dengan
menggunakan spektofotometer UV. Tentukan panjang gelombang maksimal salbutamol
sulfat.
2. Pembuatan kurva kalibrasi salbutamol sulfat
Dibuat seri larutan kerja dengan konsentrasi 12, 14, 16, 18, dan 20 mcg/ml dalam
dapar pospat, kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum
salbutamol sulfat, tentukan persamaan regresi.
3. Penetapan kadar salbutamol sulfat (Anonim, 1999)
Granul ditimbang 100 mg dari masing-masing formula, kemudian masukkan
kedalam labu ukur 50 ml, larutkan dalam dapar pospat pH 6,8. Pipet 5 ml larutan ini
kedalam labu ukur 25 ml, encerkan dengan dapar pospat sampai tanda batas, isonikasi
selama 1 jam Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang serapan
maksimum dengan spektrofotometer UV. Konsentrasi zat aktif dalam granul dapat
ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi
6. Evaluasi Granul
a. Sudut Istirahat (Aulthon, 1988 ; Lachman, 1988)
Sudut istirahat ditentukan dengan tabung silinder berukuran tertentu, diletakkan pada
permukaan horizontal. Serbuk yang akan ditentukan dimasukkan kedalam tabung.
Permukaan serbuk diratakan. Tabung silinder perlahan diangkat sampai serbuk
meninggalkan tabung, kemudian tinggi puncak tumpukan serbuk dan diameternya di ukur.
Sudut istirahat dihitung dengan persamaan :
=
b. Bj Nyata ( Aulthon, 1988)
10 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan kedalam gelas ukur 25 ml, catat
volumenya (Vo).
=
c. Bj Mampat (Aulthon, 1988)
20 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml. Permukaan
serbuk diratakan, kemudian diketuk 1250 kali. Volume dicatat (V1), kemudian
pengetukan diulang 1250 (V2). Apabila selisih V2 dan V1 tidak lebih 2 ml maka yang
digunakan V1
=
d. Bj Benar (Aulthon, 1988)
Piknometer yang diketahui volumenya (a), ditimbang beratnya (b), kemudian diisi
dengan parafin cair dan ditimbang (c). Berat jenis parafin dihitung dengan persamaan :
Bj = ( )
2 gram serbuk dimasukkan kedalam piknometer, ditimbang beratnya (d). Parafin
cair ditambahkan kedalam piknometer sampai kira-kira setengahnya, ditutup dan
dibiarkan selama 5 menit sambil digoyang, kemudian ditambah parafin cair hingga pikno
penuh dan ditimbang kembali (e) :
Bj benar =
( )
( )
( )
Porositas =(1 ) x100%
% kompresibilitas = x 100%
Faktor Hausner =
e. Penentuan Daya Penyerapan Air
Masing-masing formula granul ditimbang 1 gram dan diletakkan diatas corong
Hirsch Enslin, kemudian dicatat jumlah air yang diserap tiap selang waktu 5 menit dengan
membaca skala pada alat. Pengujian dilakukan sampai 1 jam atau sampai jumlah air yang
diserap konstan. Dibuat kurva hubungan jumlah air yang di serap terhadap waktu (menit)
7. Laju Pelepasan Obat In vitro (uji disolusi)
1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Salbutamol Sulfat dalam Medium
Disolusi.
Larutan induk salbutamol sulfat dibuat dengan cara melarutkan 10 mg salbutamol
sulfat dalam 100 ml air suling . Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 ml,
kemudian tambahkan aquadest sampai tanda batas. Lakukan pengukuran pada panjang
gelombang serapan 230 nm 350 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV.
Tentukan panjang gelombang maksimal.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan kerja dengan konsentrasi 8, 10, 12, 14, dan 16 mcg/ml, kemudian
diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum dalam aqudest, tentukan
persamaan regresi.
3. Uji Disolusi
Pengujian disolusi dari granul salbutamol sulfat dilakukan dengan metoda basket
dengan kecepatan 50 rpm. Labu diisi dengan medium disolusi aquadest sebanyak 900 ml
dengan suhu diatur pada 37 0,5
o
C Setelah suhu tersebut tercapai , masukkan 600 mg
granul (setara dengan 24 mg salbutamol sulfat) ke dalam labu disolusi. . Larutan dalam
labu di pipet sebanyak 5 ml pada menit ke 5, 15, 30, 45 60, 120, 180, 240, 360, dan 480.
Pada setiap pemipetan, larutan dalam labu diganti dengan medium disolusi volume yang
sama dan dilakukan pada suhu yang sama pada waktu pemipetan. Cairan yang diambil
diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan spektroskopi UV,
ditentukan berapa persen obat yang dilepaskan pada waktu tertentu dengan menggunakan
kurva kalibrasi, lalu ditentukan kinetika laju pelepasannya.
8. Uji Mukoadesif
Pembuatan cairan lambung
Larutkan 2 gram NaCl dalam 7 ml HCl, kemudian campuran ini digenapkan
dengan air suling hingga 1 liter dan diperiksa pada pH 1,2 0,1.
Pembuatan cairan usus buatan
Campurkan 6,8 gram kalium hidrogen pospat dalam 250 ml air suling dengan 190
ml larutan NaOH 0,2 N yang telah diencerkan hingga 400 ml, selanjutnya pH campuran
diatur hingga 7,5 0,1 dengan penambahan NaOH 0,2 N dan digenapkan dengan air suling
hingga 1 liter.
Penyiapan membran mukosa lambung dan usus
Kelinci yang dipilih adalah kelinci yang sehat dengan bobot 1 kg. Sehari sebelum
pengujian kelinci dipuasakan terlebih dahulu. Kelinci dikorbankan dengan cara dislokasi
leher menggunakan kloroform. Lakukan pembedahan pada bagian abdominal, kemudian
organ lambung dan usus diambil, cuci dengan larutan NaCl fisiologis. Masing-masing
direndam dalam cairan lambung dan cairan usus buatan.
Uji mukoadesif in vitro (Erizal, 2002)
1. Jaringan lambung dibuka sepanjang lengkung kecil dan dicuci dalam 10 ml cairan
lambung buatan. Usus halus dipotong secara lateral dan di cuci dalam 10 ml cairan
usus buatan.
2. Jaringan lambung ukuran kira-kira 2 x 2 cm atau jaringan usus halus sepanjang 6
cm dilekatkan pada penyokong teflon kemudian ditempatkan pada sel silendris.
3. Sejumlah granul ditempatkan merata di atas mukosa lambung dan usus, granul
dibiarkan kontak dengan mukus selama 20 menit, kemudian sel silendris diatur
pada posisi kemiringan 45
o
.
4. Jaringan mukosa lambung dan usus dielusi dengan cairan lambung dan cairan usus
buatan selama 5 menit dengan kecepatan alir 22 ml/menit, dan jumlah granul yang
masih melekat pada jaringan lambung dihitung. Lakukan dua kali pengulangan.
5. Hitung jumlah adhesi dengan rumus sbb :
Na = (N / No) x 100
Keterangan : Na = jumlah adesi
No = jumlah total partikel yang digunakan
N = jumlah partikel yang lekat pada substrat
Uji Wash off
Jaringan lambung atau usus ditempelkan pada kaca objek dengan lem
sianoakrilat dan ujung jaringan dikunci dengan parafilm. Sejumlah granul ditempatkan
merata pada mukosa lambung dan usus kelinci, tempatkan pada tabung kaca dan
dimasukkan kedalam alat uji desintegrasi. Alat uji desintegrasi digerakkan naik turun
30 kali permenit. Jumlah granul yang melekat dihitung setiap 30 menit selama 2 jam.
Lakukan dua kali pengulangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Pemeriksaan zat aktif salbutamol sulfat memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia Edisi IV meliputi : pemerian, kelarutan dan sisa pijar (Lampiran 2 Tabel II).
Pemeriksaan bahan baku hidroksi propil selulosa, Carbopol 940P, dan laktosa memenuhi
persyaratan yang terdapat dalam Handbook of Pharmaceutical Excepient
Hasil evaluasi granul secara keseluruhan dapat di lihat pada Lampiran 6 Tabel VII
meliputi: sudut istirahat, bj nyata, bj mampat, bj benar, faktor Hausner, persen
kompresibilitas dan persen porositas.
Hasil perolehan kembali dan penetapan kadar dari masing-masing formula
menunjukkan masing-masing formula telah memenuhi keseragaman kadar yaitu nilai
kandungan salbutamol sulfat dalam granul berada di antara 98,5% - 101%.
Hasil uji disolusi masing-masing formula dalam medium aquadest menunjukkan
bahwa disolusi ke-tujuh formula yang menggunakan kombinasi polimer dapat diperlambat
dibandingkan formula 8 yang tidak menggunakan polimer.
Hasil uji daya mukoadesif dan uji wash off menunjukkan bahwa formula yang
mengandung polimer lebih mampu bertahan dilambung dan usus dalam waktu 5 menit
setelah dielusi dengan cairan lambung dan usus dibandingkan formula yang tidak
mengandung polimer.
PEMBAHASAN
Dalam merancang sediaan obat diperlukan pertimbangan karakterisasi biologi,
fisika, kimia dari semua bahan obat yang digunakan. Semua bahan harus tercampur
homogen satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan suatu obat yang aman dikonsumsi
(Ansel, 1989). Pemeriksaan dimulai dari pemeriksaan bahan baku kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan bahan tambahan, dimana dalam penelitian ini memberikan hasil yang
memenuhi syarat.
Dalam sistem penghantaran obat secara oral, penyerapan obat seringkali dibatasi
oleh waktu tinggal obat disaluran cerna atau usus (Kamath & Park, 1992 ; Ahuja et.al,
1997) . Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal
obat di saluran cerna, diantaranya adalah sistem penghantaran obat mukoadesif, sistem
mengapung, dan sistem mengembang (Fukuda et. al, 2006). Sistem penghantaran obat
mukoadesif merupakan suatu sistem yang menyebabkan sediaan dapat terikat pada
permukaan sel epitel lambung dan memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung
dengan peningkatan durasi kontak antara sediaan dan membran biologis sehingga dapat
memperbaiki ketersediaan hayati obat (Ahuja et.al, 1997 ; Lenaert & Gurry, 1990 ;
Duchene et.al, 1988). Untuk tujuan penghantaran obat, istilah mukoadesif digunakan
apabila sasaran adesif adalah suatu mukus yang melapisi jaringan. Mukoadesif
didefenisikan sebagai suatu interaksi antara mucin dengan polimer sintetis atau alami
(Ahuja et.al, 1997).
Pemilihan polimer mukoadesif yang digunakan untuk sistem penghantaran
mukoadesif adalah berdasarkan kekuatan mukoadesif dan sifat polimer tersebut terhadap
pelepasan zat aktif ( Llabot et. al, 2008). Polimer hidrofilik seperti Carbopol secara
signifikan dapat meningkatkan bioadesif tetapi menurunkan laju pelepasan obat (Anil et.al
2000 ; Agoes et. al, 2000). Carbopol merupakan bioadesif yang baik, tetapi bersifat
mengiritasi mukosa. Sifat iritasi ini dapat dikurangi dengan cara mengkombinasikannya
dengan polimer bioadesif lain yang tidak bersifat mengiritasi seperti derivat selulosa
(Ahuja et.al, 1997). Dalam penelitian ini digunakan kombinasi Carbopol 940P dengan
hidroksipropil selulosa dalam berbagai variasi jumlah dengan tujuan untuk mencari
kombinasi yang paling bagus sifat mukoadesifnya dan dapat mengendalikan laju pelepasan
zat aktif.
Metode yang digunakan dalam membuat granul mukoadesif salbutamol sulfat
adalah metode granulasi basah dengan menggunakan larutan pengikat PVP K-30 3%
dalam pelarut etanol. Metode ini cocok digunakan karena zat aktif salbutamol sulfat stabil
terhadap pemanasan (Lachman, 1994).
Hasil evaluasi granul menunjukkan bahwa semua formula granul telah memenuhi
persyaratan untuk sudut istirahat < 30
o
dan faktor Hausner < 1,25 (Aulthon, 1988). Nilai
sudut istirahat () yang tinggi mengindikasikan sifat aliran serbuk yang jelek dan biasanya
ukuran partikelnya lebih kecil. Nilai sudut istirahat () yang rendah memperlihatkan sifat
alir yang baik dan ukuran partikelnya biasanya lebih besar. (Voight, 1994). Faktor Hausner
dapat digunakan karakterisasi kemampuan mengalir serbuk. Jika faktor Hausner mendekati
satu dikatakan serbuk tersebut mempunyai sifat yang baik daya alirnya (Halim, 1990).
Persen kompresibilitas formula 5, 6, dan 7 tidak memenuhi persyaratan
kompresibilitas yaitu berturut-turut nilainya adalah 2,4 , 6,9, dan 6,9. Hal ini disebabkan
bentuk partikel formula 5, 6 dan 7 banyak mengandung fine dan serbuk halus.
Kompresibilitas menentukan apakah granul tersebut baik dicetak untuk tablet atau tidak.
Nilai yang terbaik adalah berkisar antara 10 -20 (Lachman, 1994).
Dari hasil uji distribusi ukuran partikel menggunakan ayakan vibrasi terlihat bahwa
rata-rata ukuran partikel berada pada ukuran 1000-2000 m. Pada penelitian ini uji
distribusi ukuran partikel terutama digunakan untuk pemilihan ukuran granul yang
seragam yang akan digunakan untuk uji mukoadesif in vitro dan uji wash off (Suryani et.
al, 2009).
Spektroskopi IR bekerja berdasarkan besarnya vibrasi yang dihasilkan oleh atom-
atom yang berinteraksi. Vibrasi dari atom-atom umunya adalah tarik ulur (streching) dan
naik turun (bending). Vibrasi dari atom-atom yang berinteraksi akan menghasilkan
frekwensi tertentu dan muncul pada bilangan gelombang tertentu pada spektrum
(Dachriyanus, 2004)
Spektrum inframerah seluruh formula granul salbutamol sulfat (Lampiran 3
Gambar 7 s/d 14) menunjukkan pergeseran pita absorbsi dan intensitas absorbsi yang
berkurang. Spektrum inframerah salbutamol sulfat menunjukkan pita absorbsi yang tajam
pada bilangan gelombang 3400 cm
-1
yang merupakan regang OH dan NH dan pada
bilangan gelombang 1100 cm
-1
yang merupakan regang CH3 dan gugus C terkonjugasi.
Spektrum serapan Carbopol menunjukkan pita yang tajam pada bilangan gelombang 1700
cm
-1
yang merupakan regang gugus karbonil. Spektrum serapan gugus karbonil ini menjadi
berkurang intensitasnya pada formula granul F1 s/d F7, hal ini karena F1 s/d F7 merupakan
gabungan antara 3 zat yaitu zat aktif dan dua macam zat tambahan. Intensitas yang
berkurang bukan merupakan indikasi terjadinya interaksi kimia. Tidak terjadi interaksi
secara kimia antara salbutamol sulfat dengan eksipien yang dapat menyebabkan
terbentuknya zat baru ditunjukkan dengan spektrum inframerah granul salbutamol sulfat
memberikan puncak pada bilangan yang hampir sama dengan salbutamol sulfat ( berkisar
1100 cm
-1
dan 3400 cm
-1
).
Studi DTA bermanfaat dalam karakterisasi interaksi keadaan padat antara dua atau
lebih material obat. Analisis DTA digunakan untuk mengevaluasi perubahan sifat
termodinamik yang terjadi pada saat materi diberi energi panas berupa kristalisasi,
peleburan, desolvasi dan transformasi fase padat yang ditunjukkan oleh puncak endoterm
dan eksoterm. Prinsip pengukuran dengan menggunkan DTA yaitu membandingkan suhu
sampel dengan suhu pembanding selama perubahan suhu terprogram. Suhu sampel dan
suhu pembanding akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya
beberapa peristiwa termal seperti pelelehan, dekomposisi, atau perubahan struktur Kristal
pada sampel, suhu dapat berada dibawah apabila perubahannya bersifat endotermik
ataupun diatas apabila perubahan bersifat eksotermik.
Termogram DTA salbutamol sulfat menunjukkan puncak endoterm pada 153
o
C,
Carbopol menunjukkan puncak endoterm 154,7
o
C, puncak endoterm HPC 206
o
C, dan
puncak endoterm lactosa 161
0
C. Terjadinya interaksi fisika berupa pergeseran titik lebur
setelah salbutamol sulfat di formula menjadi granul, ditunjukkan oleh spektrum formula
F1, F2, dan F7. Terjadi tiga puncak endoterm pada masing-masing formula tersebut yang
merupakan titik lebur semua komponen yang terdapat dalam F1, F2, F7. Formula F8
merupakan formula yang hanya berisikan salbutamol sulfat dan laktosa. Termogram F8
menunjukkan puncak endoterm yang sama dengan puncak endoterm salbutamol sulfat
(153
O
C). Hal ini mengindikasikan tidak terjadinya perubahan fisika pada F8.
Penetapan kadar salbutamol sulfat dalam granul dilakukan menurut prosedur yang
tertera pada USP untuk salbutamol tablet menggunakan spektrofotometer UV Vis dengan
prinsip bahwa salbutamol sulfat dilarutkan dalam dapar pospat pH 6,8 dan di ukur pada
panjang gelombang maksimum lebih kurang 224 nm. Dalam penelitian ini diperoleh
panjang gelombang maksimum salbutamol sulfat dalam dapar pospat pH 6,8 adalah 224,4
nm ( Lampiran 9 Gambar 25). Dari hasil penetapan kadar diperoleh kadar yang sesuai
persyaratan untuk masing-masing formula karena berada dalam rentang 98,5% - 101%.
Keseragaman kandungan menunjukkan homogenitas distribusi obat atau zat aktif dalam
formula granul.
Dari hasil uji daya penyerapan air dengan menggunakan alat Enslin terlihat bahwa
daya penyerapan air untuk masing-masing formula tidak berbeda secara signifikan, tetapi
daya penyerapan air ini berbeda secara nyata dengan F8 yang tidak mengandung polimer
sama sekali. Laju penyerapan air F1 s/d F7 pada menit pertama berlangsung cepat,
kemudian berangsur-angsur lambat pada menit terakhir, hal ini disebabkan karena jumlah
polimer yang digunakan untuk formula 1 s/d formula 7 cukup tinggi (50%), polimer yang
digunakan bersifat hidrofilik sehingga cepat menyerap air. Menit terakhir proses
penyerapan air berlangsung lambat dan akhirnya konstan, hal ini terjadi karena polimer
mengembang membentuk gel yang jenuh oleh air. Terjadinya penurunan laju disolusi pada
semua formula yang mengandung polimer disebabkan juga oleh lapisan gel yang
menghalangi air berdifusi. Terlihat bahwa F8 memiliki laju disolusi yang paling tinggi
dibandingkan seluruh formula yang mengandung polimer.
Penentuan uji disolusi dilakukan dengan menghitung kadar salbutamol sulfat yang
terdisolusi atau terlarut di dalam medium air pada satuan waktu dengan metoda basket.
Pada kurva profil disolusi dapat dilihat bahwa F1 dengan perbandingan HPC dan
Carbopol sama banyak (1:1) melepaskan salbutamol sulfat secara perlahan (15,8% ) pada
waktu 5 menit dan berangsur naik melepaskan sampai 64,48% setelah 8 jam. Formula 2
dan 3 yang mengandung Carbopol dengan perbandingan yang lebih tinggi mampu
memperlambat pelepasan salbutamol sulfat yaitu 40% setelah 8 jam. Formula 4 , 5, 6, dan
7 dengan perbandingan HPC dan Carbopol 2 : 3 ; 3 : 2 : 4 : 1 ; 3 : 1 , melepaskan
salbutamol sulfat lebih cepat setelah 8 jam yaitu berturut-turut 47,83%, 55,02%, 55,72%,
dan 53,54%, sedangkan F8 yang tidak mengandung polimer bioadesif melepaskan zat aktif
lebih cepat yaitu 83,11% setelah 8 jam.
Dari hasil studi pelepasan in vitro menunjukkan bahwa terjadi penurunan laju
pelepasan zat aktif dengan meningkatnya jumlah Carbopol 940P. Hal ini membuktikan
bahwa selain bersifat mukoadesif, polimer bioadesif yang digunakan (Carbopol 940P)
juga dapat mempengaruhi pelepasan zat aktif. Hasil penelitian Duranni et al menunjukkan
bahwa pelepasan obat dari Carbopol dapat terjadi dengan cara difusi melalui pori-pori
mikroviskositas (polimer hydrofusion) atau melalui mekanisme yang dikendalikan oleh
mengembangnya matrik polimer. Partikel Carbopol yang mengembang diduga menjadi
sawar tambahan bagi pelepasan zat aktif. Secara molekuler mekanisme pelepasan zat aktif
dari polimer yang mengembang terjadi dengan berbagai macam sifat fisika kimia dari
polimer tersebut. Pertama polimer akan menyerap air, membentuk lapisan gel, selanjutnya
rantai polimer akan berelaksasi yang secara primer mengatur pelepasan obat ( Llabot et al,
2008).
Kinetika laju pelepasan obat di olah dengan persamaan kinetika orde nol, orde satu,
Higuchi, Langenbucher dan Korsmeyer-peppas. Formula ideal yang dapat mengurangi laju
disolusi ditunjukkan oleh formula F2. Data untuk formula F2 jika diolah dengan
persamaan Higuchi, Kormeyer-peppas dan Langenbucher menunjukkan hubungan linier
dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut adalah 0,985, 0,982 dan 0,982.
Persamaaan Higuchi menjelaskan bahwa pelepasan obat dari suatu matrik atau
polimer berbanding langsung dengan akar waktu berdasarkan difusi Fickian (Abdou, 1989
; Peppas, 1985). Dengan menggunakan persamaan Kormeyer-peppas mekanisme pelepasan
obat dapat ditentukan. Jika nilai n = < 0,45 pelepasan obat mengikuti hukum difusi Fick.
jika nilai n = 0,45 0,89 maka mekanisme pelepasan obat tidak mengikuti hukum Fick,
dan jika nilai n besar dari 0,89 maka mekanisme pelepasan mengikuti kinetika orde 0.
Formula F2 dengan nilai n = 0,197 (< 0,45) mengindikasikan mekanisme pelepasannya
mengikuti hukum difusi Fick. Menurut Fick laju disolusi senyawa padat ditentukan oleh
laju disolusi suatu lapisan tipis dari larutan yang terbentuk disekeliling zat padat. Obat
yang terlarut dalam larutan jenuh berdifusi kedalam pelarut dari daerah konsentrasi tinggi
ke daerah dengan konsentrasi obat rendah (Abdou, 1989).
Daya lekat mukoadesif dari granul yang di formula di uji dengan menggunakan uji
wash off dan uji mukoadesif. Uji wash off bertujuan untuk melihat kemampuan granul
melekat pada ,mukosa lambung dan usus selama 2 jam, sedangkan uji mukoadesif
bertujuan untuk melihat seberapa cepat granul dapat melekat pada mukosa lambung dan
usus dalam waktu 5 menit (Ahuja et.al.,1997, Suryani et.al, 2009). Pengujian ini hanya
dilakukan selama 2 jam, karena setelah 2 jam viabilitas dari jaringan yang digunakan tidak
dapat dipertahankan.
Pada uji mukoadesif (Lampiran 11 Tabel XIV) granul dari semua formula melekat
100% pada mukosa lambung dan usus setelah 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan HPC dan Carbopol 940P dalam berbagai perbandingan dapat bersifat
bioadesif pada mukosa lambung dan usus. Gambar 39 dan gambar 40 menunjukkan granul
yang menempel sebelum di elusi dan sesudah di elusi dengan cairan lambung. Granul
terlihat mengembang dan menempel kuat pada mukosa jaringan lambung setelah dielusi.
Secara teoritis fenomena mukoadesif ini berlangsung melalui dua tahap. Tahap pertama
adanya kontak yang erat bahan bioadesif (HPC dan Carbopol 940P) dengan mukus
akibat pembasahan permukaan atau pengembangan bahan bioadesif. Tahap kedua yaitu
berpenetrasinya bahan bioadesif kedalam celah permukaan jaringan atau interpenetrasi
rantai polimer bioadesif dengan mukus. Selanjutnya akan terjadi ikatan kimia yang lemah
antara polimer dengan mucin (Lenaert, V. M. & R. Gurry.1990).
Hasil uji wash off di lambung dan usus menunjukkan formula yang dapat melekat
di usus 100% setelah 2 jam adalah F2 dan F3 dengan perbandingan konsentrasi Carbopol
yang lebih tinggi. Carbopol memiliki derajat pengembangan yang lebih besar dan daya
lekat yang lebih tinggi di bandingkan HPC sehingga granul mampu bertahan lebih lama di
usus ( Anil et.al 2000, Indrawati et. al, 2004). Material bioadesif yang mengandung gugus
karboksilat seperti Carbopol dalam suasana asam akan menjadi bentuk asamnya yang
akan membentuk ikatan hidrogen dengan asam sialat, rantai oligosakarida, atau pada
protein dari mucin. Pada suasana netral atau sedikit basa material bioadesif akan
terionisasi dan terjadi belitan-belitan gugus karboksilat dalam jumlah besar yang
disebabkan karena adanya gaya tolak menolak diantara muatan ion sejenis dari gugus
karboksilat. Oleh karena itu pada suasana netral atau sedikit basa seperti di usus sebagian
besar ikatan berlangsung melalui penetrasi atau interpenetrasi belitan-belitan tersebut pada
permukaan mukus serta ikatan sambung silang antara belitan dengan mucin (Anil et.al
2000 ; Ahuja et al., 1997 ; Lee et al., 2000 ; Longer et al., 1985).
Kekuatan mukoadesif akan meningkat dengan meningkatnya jumlah polimer,
karena sejumlah polimer tersebut akan menghasilkan gugus fungsi yang terdisosiasi
(COOH) yang akan terikat dengan asam sialat pada membran mukosa sehingga akan
meningkatkan daya mukoadesif polimer tersebut (Patel. J.K & Patel. M.M 2007).
Interaksi antara polimer mukoadesif dan membrane biologis adalah interaksi elektrostatik
diikuti dengan sambung silang rantai polimer, oleh karena itu muatan permukaan pada
polimer merupakan faktor penting selama proses adesi ((Mortazavi S.A., & Smart J.D.
1993).
KESIMPULAN
Granul salbutamol sulfat yang dibuat dengan kombinasi hidroksipropil selulosa
dan Carbopol 940P dengan berbagai perbandingan memiliki sifat mukoadesif yang
baik.
Granul dengan perbandingan HPC dan Carbopol yang paling baik sifat
mukoadesifnya yaitu granul F2 & F3 dengan perbandingan Carbopol yang lebih
tinggi ( 1; 3 ; 1: 4 )
Granul salbutamol sulfat yang di buat dengan kombinasi polimer HPC dan
Carbopol 940P dapat mengendalikan pelepasan zat aktif salbutamol sulfat
dibandingkan granul yang tidak mengandung polimer.
Formula yang paling ideal yang dapat mengurangi laju disolusi yaitu F2 dengan
perbandingan HPC dan Carbopol 940P 1 : 3 melepaskan 39,9 % salbutamol sulfat
dalam medium aquadest dalam waktu 8 jam.
SARAN
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mencoba membuat granul
mukoadesif salbutamol sulfat dengan jumlah kombinasi polimer yang lain sehingga di
peroleh granul yang mampu melepaskan 30% salbutamol sulfat dalam waktu 8 jam
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, HMJ. (1989), Dissolution Bioavailability and Bioequivalence. Pennsylvania :
Mach Publishing Company
Ansel, C. H. (1999), Pharmaceutical Dosage Form and Drugs Delivery System, 17
th
edition. USA : Lippincot William and Wilkins Inc
Anonim. (1999). The United States of Pharmacopeia (24
th
edition ). New York : United
States Pharmacopeia Inc
Agoes.G, (2001), Sistem Penghantaran Obat Mukoadesif. Desain Bentuk Sediaan Obat.
Teknologi Farmasi Program Pasca Sarjana ITB Bandung.
Agoes.G., Darijanto. S.T., Halim. (2000). Pengembangan Sediaan Bioadesif Saluran Cerna
Klorpeniramin Maleat. UBI Farmasi, Jurusan Farmasi FMIPA-ITB.
Ahuja, A., Khar, R.K., & Ali, J, (1997), Mucoadhesive Drug Delivery System, Drug Dev
Ind.Pharm 23 (5) : 489 -515
Anil K. Singla, Manish.C & Amarijit.S, (2000). Potential Application of Carbomer in Oral
Mucoadhesive Controled Drug Delivery System : A Review, Drug Development
and Industrial Pharmacy, 26 (9), 913 -924
Aulthon, M.E. (1988), Pharmaceutic The Science of Dossage Form Design. Churchil
Livingstone, Edin Burg, London, Maelbourne & New York
Banakar, U.V. (1991). Pharmaceutical Dissolution Testing, New York : Marcel Dekker
inc
Bhanja S.B, Ellaiah P, Martha SK, Kar RK, Panigrahi BB. (2009). Buccoadhesive Drug
Delivery System of Captopril Formulation and In Vitro Evaluation, J Pharmacy
Research 2010, 3 (2), 335-340
Dachriyanus, (2004), Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, Andalas
University Press, Padang
Duchene, D. , F Touchard & N. A. Peppas, (1988). Pharmaceutical and Medical Aspect of
Bioadhesive System for Drug Administration. Drug Dev Ind Pharm, 14 (2) ; 283 -
318
Durrani, M.J et al, (1994), Studies on Drug Release Kinetics from Carbomer Matrices,
Drug Dev. Ind. Phar., 20 (15), 2349-2447
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia (Edisi IV).
Jakarta : Depkes RI
Erizal, (2002). Pengembangan Sediaan Lepas Lambat Glibenklamid dengan Sistem
Mukoadesif, Tesis Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung
Fukuda, M., N.A Peppas, J.W. Mc Ginity. (2006). Floating Hot-Melt Extruded Tablets for
Gastroretentive Controlled Drug Release System. J. Controlled Release 115: 121
129.
J. M. Llabot, R.H. Manzo, D.A. Allemandi, (2008), Novel Mucoadhesive Extended
Release Tablets for Treatment of Oral Candidosis : In Vivo Evaluation of The
Biopharmaceutical Perfomance. J. Pharmaceutical Science Vol 98. No 5
Katzung, B.G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik (Edisi III). Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Kamath. K.R & K. Park, (1992), Mucosal Adhesive Preparation, in Encyclopedia of
Pharmaceutical Technology, Vol. X.Marcel Dekker Inc., New York, 133-159
Lenaert, V. M. & R. Gurry, (1999). Bioadhesive Drug Delivery System. Crc Pres. Bocca
Raton
Lee, J.W., Park, J.H., & Robinson, J.R. (2000), Bioadhesive-base Dosage Form : The next
Generation, J. Pharm Sci, 89 : 7 850-866 (2000)
Longer, M.A., Chng, H.S., & Robinson J.R,(1985) Bioadhesive Polymer as Platform for
Control Drug Delivery III : Oral Delivery Cholorotiazid Using Bioadhesive
Polimer., J. Pharm. Sci 74 : 4, 406-411
Lachman, L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri 2.
Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
hal: 643-736.
Mortazavi S.A., Smart. J,D., (1993), An investigation into the role of water movement and
mucus gel dehydration in muchoadhesion, J. Control Rel, 1993 ; 25 ; 197-203
N.K. Jain, (2000) Controlled and Novel Drug Delivery. Page No: 65-75; 371-377.
Nelly S, Farida S, Astri Fajriani, (2009). Kekuatan Gel Gelatin Tipe B Dalam Formulasi
Granul Terhadap Kemampuan Mukoadesif, Makara Kesehatan Vol 13 No 1, Hal
1-4
Patel Jk, Patel MM. (2007), Stomach Spesific anti-Helicobacter pylory therapy :
Preparation and evaluation of Amoxicilin loaded Chitosan Mucoadehesive
Microsphere. Cur Drug Delivery 4 : 41-50
Peppas, A,. N., Litlee, D.M., & Huang, Y. (2000) Bioadhesive Controled Release
System, dalam Handbook of Pharmaceutical Controled Release Technology,
Bab22, Wilse, L.D., Editor, Marcel Dekker, Inc, New York, 264
Reynold, J.E.F, (1982), Martindale Extra Pharmacopeia, 28
th
Ed, The Pharmaceutical
Press, London
Sanjay. S. Soni, Rawat, K.M., (2010), In Vitro and In Vivo Evaluation of Buccal
Bioadhesive Film Containing Salbutamol Sulphate, Chem. Pharm, Bull. 58 (03)
307 -311.
Shargel, L., Wu Pong, S., & Yu, A.B.C. (1999). Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics (5
th
Edition), 85-86, Mc. Singapore : Graw and Hill
Teti. I, Agoes. G., Yulinah. E., Cahyati. Y., (2005). Uji daya Lekat Mukoadesif In Vitro
beberapa Eksipient Polimer Tunggal dan Kombinasinya Pada Lambung dan Usus
Tikus. Jurnal Matematika dan Sains Vol 10 No 2, hal 45-51.
Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Edisi V), diterjemahkan oleh
Sundari Noerono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Visnu, M. Patel, Bhupendra. G, Prajapati, Harsa, V. Patel. (2007). Mucoadhesive Bilayer
Tablet of Propanolol Hydrochloride, AAPS PharmSciTech ; 8 (3)
Wade, A. & P.J. Weller. (1994). Handbook of Pharmaceutical Excipient. Second edition.
The Pharmaceutical Press, London.
BIODATA
Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1976 di Pekanbaru sebagai anak kedua
dari Ayah Dodi dan Ibu Ningsih. Penulis menamatkan SD pada tahun 1989 di SD Negeri
02 Bukittinggi , SMP tahun 1992 di SMPN 4 Pekanbaru dan SLTA tahun 1995 pada
Sekolah Menengah Farmasi SMF IKASARI Pekanbaru. Penulis memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada bulan Mei 2003 dan gelar Apoteker pada Universitas Andalas pada bulan
Oktober 2004.
Sejak tahun 2006 sampai sekarang penulis bertugas sebagai staf pengajar di
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR) Pekanbaru. Penulis telah menikah dan
mempunyai satu orang putra. Pada tahun 2009 memperoleh kesempatan meneruskan
pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

Anda mungkin juga menyukai