100%(8)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (8 suara)
5K tayangan68 halaman
Karya Tulis dengan judul Perbandingan Hasil Pemeriksaan Malaria Menggunakan Metode Mikroskopis dengan Metode Immunochromatography Test/ICT 2 produk
sangat berguna bagi peneliti maupun akademisi yang berhubungan dengan profesi analis kesehatan/kedokteran.
twitter.com/hendrijanuri
Judul Asli
Karya Tulis Ilmiah - Perbandingan Hasil Pemeriksaan Malaria Menggunakan Metode Mikroskopis dengan Metode Immunochromatography Test/ICT 2 produk
Karya Tulis dengan judul Perbandingan Hasil Pemeriksaan Malaria Menggunakan Metode Mikroskopis dengan Metode Immunochromatography Test/ICT 2 produk
sangat berguna bagi peneliti maupun akademisi yang berhubungan dengan profesi analis kesehatan/kedokteran.
twitter.com/hendrijanuri
Karya Tulis dengan judul Perbandingan Hasil Pemeriksaan Malaria Menggunakan Metode Mikroskopis dengan Metode Immunochromatography Test/ICT 2 produk
sangat berguna bagi peneliti maupun akademisi yang berhubungan dengan profesi analis kesehatan/kedokteran.
twitter.com/hendrijanuri
PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN MALARIA MENGGUNAKAN METODE MIKROSKOPIS DENGAN METODE I MMUNOCHROMATOGRAPHY TEST/ICT 2 PRODUK
Disusun Oleh : Muhammad Hendri Januri NIM : 11.0578.86.03
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA 2013 i KARYA TULIS ILMIAH
PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN MALARIA MENGGUNAKAN METODE MIKROSKOPIS DENGAN METODE I MMUNOCHROMATOGRAPHY TEST/ICT 2 PRODUK
Disusun Sebagai Persyaratan Mencapai Gelar Diploma III Program Studi Analis Kesehatan
Disusun Oleh : Muhammad Hendri Januri NIM : 11.0578.86.03
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA 2013 ii
HALAMAN PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN MALARIA MENGGUNAKAN METODE MIKROSKOPIS DENGAN METODE I MMUNOCHROMATOGRAPHY TEST/ICT 2 PRODUK Disusun oleh :
MUHAMMAD HENDRI JANURI NIM : 11.0578.86.03
Telah Di Pertahankan Didepan Dewan Penguji Pada Tanggal :
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Rikawati S.ST (.) NIP : 19710711
2. Kamil SKM (.) NIDN : 11.1508.75.01
3. Khoirul Anam M.Biomed (.) NIDN: 11.1410.84.01
Mengetahui
Ketua program studi DIII analis kesehatan STIKES Wiyata Husada Samarinda
Siti Raudah S,Si NIDN : 11.2112.85.01
Ketua STIKes Wiyata Husada Samarinda
Anik Puji Rahayu, S.Kp,M.Kep NIDN : 11.170472.01 iii
ABSTRAK
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan parasit plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pemeriksaan malaria menggunakan metode Mikroskopis dan metode Immunochromatography Test. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik menggunakan data hasil pemeriksaan malaria melalui pemeriksaan mikroskop dan RDT selama bulan Maret - April 2014 dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 15 sampel dengan pengerjaan duplo. Penelitian dilakukan di RSUD Abdul Rivai Berau. Hasil pemeriksaan malaria menggunakan metode Mikroskopis yaitu terdapat 5 sampel positif malaria dan 10 sampel negatif malaria. Hasil pemeriksaan malaria menggunakan metode ICT produk Abon terdapat 4 sampel positif malaria dan 11 sampel negatif malaria, sedangkan merk lainnya yaitu ICT produk Carestart terdapat 5 sampel positif malaria dan 10 sampel negatif malaria. Hasil uji hipotesis dengan uji Cochran ,dimana didapat nilai p Signifikansi 0,135 yang lebih besar (>) dari nilai batas kritis sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan pemeriksaan malaria menggunakan metode Mikroskopis dengan metode Immunochromatography Test. Kata kunci : Malaria, Mikroskopis, Immunochromatography Test
iv
RIWAYAT HIDUP Muhammad Hendri Januri, lahir pada tanggal 20 Januari 1993 di Tanjung Redeb, Kab. Berau, adalah anak kedua dari Bapak Witir dan Ibu Jamilah. Bertempat tinggal di Jl. Karang Mulyo, Gg. Januari RT.14 Kel. Karang Ambun, Kec. Tanjung Redeb, Kab. Berau. Menempuh pendidikan pertama di Sekolah Dasar Negeri 017 Tanjung Redeb pada tahun 1998, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 09 Berau pada tahun 2005. Pada tahun 2008 melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMAN 04 Berau. Memasuki jenjang pendidikan Diploma III Analis Kesehatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiyata Husada Samarinda pada tahun 2011. Selama perkuliahan pernah melakukan Praktek Belajar Klinik I (PBK I) di Puskesmas Temindung Samarinda dari bulan Februari Maret 2012, melakukan Praktek Belajar Klinik II (PBK II) di Rumah Sakit Ince Abdoel Moeis Samarinda dari bulan Agustus September 2013, kemudian pernah melakukan Praktek Belajar Klinik III (PBK III) di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Syahranie dari bulan Januari Maret 2014.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas penyusunan Karya Tulis ilmiah yang berjudul Perbandingan Hasil Pemeriksaan Malaria Menggunakan Metode Mikroskopis Dengan Metode Immunochromatography Test/ICT 2 Produk dapat terselesaikan. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Diploma III Analis kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiyata Husada Samarinda. Karya Tulis ilmiah ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari para pembimbing, yaitu Bapak Kamil SKM selaku pembimbing I, dan Bapak Khoirul Anam M.Biomed selaku pembimbing yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih juga kepada: 1. Ibu Anik Puji Rahayu, M.Kep selaku ketua STIKES Wiyata Husada Samarinda. 2. Ibu Siti Raudah S.Si selaku Ketua program studi DIII Analis Kesehatan STIKES Wiyata Husada Samarinda 3. Ibu Rikawati S.ST selaku Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Bapak Kamil SKM dan Bapak Khoirul Anam M.Biomed Selaku pembimbing I dan II yang sangat membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. 5. Seluruh staf dan Dosen STIKES Wiyata Husada Samarinda yang telah terlibat dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Tulis ilmiah ini. 6. Ibu dan ayah tercinta yang telah memberikan doa tulus, semangat, motivasi, maupun bantuan berupa materi. 7. Yang terakhir ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua teman-teman yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam proses penyusunan dan menyelesaikan Karya Tulis ilmiah ini. vi
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan kelanjutan karya tulis ilmiah kedepan. Semoga Karya Tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Samarinda, Juni 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii ABSTRAK ........................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4 1.3 Tujuan ................................................................................................ 4 1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 4 1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 4 1.4 Manfaat .............................................................................................. 5 1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat ......................................................... 5 1.4.2 Manfaat Bagi Akademik ........................................................... 5 1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti ............................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6 2.1 Definisi Malaria ................................................................................. 6 2.2 Plasmodium ........................................................................................ 8 2.2.1 Plasmodium Falciparum .......................................................... 9 2.2.2 Plasmodium Vivax .................................................................... 10 2.2.3 Plasmodium Ovale .................................................................... 11 2.2.4 Plasmodium Malariae .............................................................. 11 2.3 Patologi Malaria ................................................................................. 12 viii
2.3.1 Stadium Dingin ......................................................................... 12 2.3.2 Stadium Demam ....................................................................... 12 2.3.3 Stadium Berkeringat ................................................................. 13 2.4 Penularan Malaria .............................................................................. 13 2.5 Diagnosa Malaria ............................................................................... 14 2.5.1 Mikroskopis .............................................................................. 15 2.5.2 Rapid Test ................................................................................. 16 2.5.3 PCR (Polymerase Chain Reaction) .......................................... 16 2.5.4 Mikroskop Fluoresensi ............................................................. 17 2.5.5 Hemozoin.................................................................................. 17 2.6 Akurasi dan Presisi ............................................................................. 18 2.6.1 Akurasi...................................................................................... 18 2.6.2 Presisi........................................................................................ 18 2.6 Akurasi dan Presisi ............................................................................. 19 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 20 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 20 3.1.1 Waktu........................................................................................ 20 3.1.2 Tempat ...................................................................................... 20 3.2 Jenis Penelitian ................................................................................... 20 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 20 3.4 Alur Penelitian ................................................................................... 21 3.5 Variabel Penelitian ............................................................................. 21 3.6 Definisi Operasional........................................................................... 22 3.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 22 3.8 Teknik Pengambilan Data .................................................................. 23 3.8.1 Pengambilan Sampel ................................................................ 23 3.8.2 Prosedur Penelitian ................................................................... 23 3.9 Kerangka Konsep ................................................................................ 26 3.10 Teknik Analisa Data ........................................................................ . 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 27 4.1 Hasil ................................................................................................... 27 ix
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 34 BAB V PENUTUP ............................................................................................... 43 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 43 5.2 Saran .................................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori ..................................................................... 19 Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian ...................................................................... 21 Gambar 3.2 Interpretasi hasil Immunochromatography Test .............................. 25 Gambar 3.3 Kerangka Konsep ............................................................................. 26 Gambar 4.1 Grafik perbandingan hasil jenis plasmodium dari ketiga metode pemeriksaan malaria ......................................................................... 30
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................... 22 Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Malaria Metode Mikroskopis dan ICT ................. 27 Tabel 4.2 Hasil keseluruhan pemeriksaan duplo Malaria menggunakan metode Mikroskopis dan ICT .......................................................................... 28 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Malaria Jenis Plasmodium Metode Mikroskopis Dan ICT .............................................................................................. 28 Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Jenis Plasmodium Menggunakan Metode Mikroskopis dan ICT .......................................................................... 29 Tabel 4.5 Tabel Crosstabs yang Memaparkan Perbandingan antara Metode Mikroskopis dan Metode ICT ............................................................ 31 Tabel 4.6 Hasil Uji Analisa Cochran pada Data Penelitian ................................ 32 Tabel 4.7 Kesimpulan Uji Analisa Cochran pada Data Penelitian ..................... 32 Tabel 4.8 Hasil Uji Analisa Mcnemar antara Metode Mikroskopis dan ICT Merk Abon .......................................................................................... 33 Tabel 4.9 Hasil Uji Analisa Mcnemar antara Metode Mikroskopis dan ICT Merk Carestart .................................................................................... 33 Tabel 4.10 Hasil Uji Analisa Mcnemar antara Metode Ict Merk Abon dan ICT Merk Carestart .................................................................................... 33 Tabel 4.11 Distribusi Hasil Pemeriksaan antara Metode Mikroskopis dan Metode ICT Merk Abon.................................................................... 34 Tabel 4.12 Distribusi Hasil Pemeriksaan antara Metode Mikroskopis dan Metode ICT Merk Carestart .............................................................. 34
xii
DAFTAR SINGKATAN
RDT : Rapid Diagnostic test ICT : Immunochromatography Test HRP-2 : Histidine Rich Protein-2 LDH : Lactate Dehydrogenase KLB : Kejadian Luar Biasa PCR : Polymerase Chain Reaction DNA : Deoxyribo Nucleo Acid RNA : Ribo Nucleo Acid UV : Ultra Violet AO : Acridine Orange BCP : Benzothio Carboxypurine FBC : Full Blood Count P : Signifikansi
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Lembar Hasil Pemeriksaan .............................................................. 48 Lampiran 2 Lembar Tabel Crosstabulation ........................................................ 49 Lampiran 3 Lembar Hasil Analisa Uji Cochran ................................................. 50 Lampiran 4 Lembar Hasil Analisa post hoc ........................................................ 51 Lampiran 5 Lembar Surat Ijin Penelitian ............................................................ 52 Lampiran 6 Dokumentasi Kegiatan Penelitian ................................................... 53
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain (Harijanto, 2009). Menurut WHO, pada tahun 1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global (WHO, 1999). Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Kejadian luar biasa (KLB) malaria telah menyerang di 15 provinsi yang meliputi 84 desa endemis dengan jumlah penderita 27.000 dan 368 kematian (Depkes RI, 2003). Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Indonesia memiliki 484 Kabupaten/Kota, 338 diantaranya merupakan wilayah endemis malaria (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data yang bersumber dari Ditjen PP & PL Depkes RI pada tahun 2009, yang memberikan gambaran mengenai angka API (Annual Parasite Incidence) di Indonesia, disebutkan bahwa terdapat 12 Provinsi di Indonesia yang masih berada diatas angka API nasional (yang berada di kisaran 1,85 angka API per 1.000 penduduk pada tahun 2009). Provinsi Kaltim (Kalimantan Timur) termasuk kedalam salah satu dari ke-12 provinsi 2 yang memiliki angka API diatas angka API nasional, (angka API provinsi Kaltim berada di kisaran 2,04 per 1.000 penduduk) bahkan angka ini merupakan yang tertinggi di wilayah pulau Kalimantan dan satu satunya provinsi di pulau Kalimantan yang memiliki angka API diatas angka API nasional (Depkes, 2011). Di wilayah provinsi Kalimantan timur, berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010, penemuan dan pengobatan penderita positif malaria sebanyak 7.045 orang yang tersebar di 13 kabupaten/kota di Kalimantan timur (Dinkes Kaltim, 2010). Pada tahun 2010 di Samarinda terdapat 58 kasus positif malaria sedangkan pada tahun 2011 terdapat 84 kasus positif malaria (Dinkes Kaltim, 2011). Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah Indonesia. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesulitan mendiagnosis secara cepat dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan pada pemeriksaan mikroskopis malaria, yang dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan Mataram, dari 19 laboratorium di Nusa Tenggara Barat yang men gevaluasi menggunakan preparat positif malaria, hanya 79% peteknik laboratorium yang dapat membaca preparat dengan benar. Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis yang cepat pada penderita yang diduga menderita malaria merupakan tantangan untuk mendapatkan uji/metode laboratorik yang tepat, cepat, sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis (Arum, 2006). Diagnosis konvensional dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan malaria, darah tebal maupun tipis, untuk melihat parasit intraseluler dengan pengecatan Giemsa masih merupakan pilihan utama dan menjadi gold standard bagi tes diagnostik malaria lain. Dasar pemeriksaan ini adalah ditemukannya parasit Plasmodia dan karena itu merupakan cara untuk menegakkan diagnosis definitif malaria. Pemeriksaan sediaan malaria ini relatif murah, tetapi memerlukan tenaga mikrokopis yang terlatih khusus dan berpengalaman, serta waktu yang cukup lama untuk pengecatan maupun interpretasi hasilnya (Harijanto, 2009). 3 Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan hanya dapat dipercaya jika dilakukan oleh seorang yang berpengalaman. Selain untuk menegakan diagnosis, pemeriksaan mikroskopik dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat diterapkan dengan uji cepat malaria/ICT. Pemeriksaan mikroskopis masih merupakan standar baku (Gold Standard) untuk tes diagnostik malaria. Pemeriksaan Immuno Chromatographic (IC) dapat digunakan sebagai pemeriksaan alternatif. Sampai saat ini ada banyak sekali rapid malaria test yang beredar di pasaran, tetapi secara garis besar hanya ada 3 macam antigen malaria yang digunakan, yaitu HRP-2 (hystidine rich protein-2), lactate dehydrogenase (LDH), dan aldolase (Harijanto, 2009). Banyak sekali penelitian yang membandingkan antara metode mikroskopis dengan metode Immunochromatography Test, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Arum, dkk (2006) di Kabupaten Lombok Timur terhadap 604 responden menunjukkan bahwa RDT memiliki sensitivitas 100%, spesifitas 96,7%, nilai duga positif 83,2% dan nilai duga negatif 100%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa RDT memiliki validitas reliabilitas yang cukup baik untuk digunakan sebagai diagnosa malaria. Sedangkan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh mahasiswi STIKES Wiyata Husada Samarinda bernama Meri Rahmawati, diperoleh sensitifitas 100%, spesifisitas 91,3%, nilai prediksi positif 86,7%, dan nilai prediksi negatif 100 %. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa RDT/ICT cukup reliabel dalam penggunaannya untuk diagnosis malaria sehari hari (Arum, 2006). Salah satu alasan yang membedakan penelitian kali ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Meri Rahmawati adalah penelitian kali ini menggunakan 2 produk Rapid Diagnostic Test malaria yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang berbeda, sedangkan pada penelitian sebelumnya hanya menggunakan 1 produk Rapid Diagnostic Test. Selain itu pada penelitian sebelumnya, penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel yang berasal dari Rumah Sakit Pertamedika Tarakan, sedangkan penelitian kali ini 4 menggunakan sampel yang berasal dari Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Rivai Berau. Pada penelitian ini peneliti bermaksud untuk menggunakan 2 produk rapid test/ICT malaria yang berbeda dengan fakta kedua produk tersebut memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti kedua metode baik mikroskopis maupun Imunochromatography Test apakah terdapat perbedaan hasil diagnosa malaria disamping untuk mengetahui nilai sensitifitas dan spesifisitas. Melihat latar belakang diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul Perbandingan Hasil Pemeriksaan Malaria Menggunakan Metode Mikroskopis dengan Metode Imunochromatography Test/ICT 2 Produk
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan malaria menggunakan metode mikroskopis dengan metode Immunochromatography Test/ICT 2 produk?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan malaria dengan menggunakan metode mikroskopis dengan metode Immuno chromatography Test/ICT 2 produk. 1.3.2 Tujuan Khusus - Untuk mengetahui hasil pemeriksaan malaria menggunakan metode mikroskopis. - Untuk mengetahui hasil pemeriksaan malaria menggunakan metode Immunochromatography Test. - Untuk mengetahui produk Rapid Diagnostic Test yang lebih baik dalam diagnosa malaria .
5 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Masyarakat Hasil Penelitian ini bermanfat bagi masyarakat yang melakukan pemeriksaan malaria menggunakan alat yang telah terstandar, dimana hasil yang didapatkan sesuai dan dapat dipertanggung jawabkan, dan membantu memberikan informasi dan pemahaman serta pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit malaria, sehingga keluarga dapat memelihara dan meningkatkan status kesehatannya. 1.4.2 Bagi Akademik Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan parasitologi khususnya pada pemeriksaan malaria, dan dapat memberikan masukan bagi lembaga pendidikan untuk menjadikan suatu bahan acuan dengan masalah malaria. 1.4.3 Bagi Peneliti Hasil penelitian bermanfaat untuk menambah keterampilan dan kecakapan dalam bidang parasitologi khususnya tentang malaria, serta sebagai proses belajar baik dalam penulisan karya tulis ilmiah maupun dalam melakukan penelitian tentang malaria. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Malaria Malaria berasal dari bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara. Jadi secara harfiah malaria berarti penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat lingkungan yang buruk. Malaria adalah suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (Zulkoni, 2010). Malaria diduga disebabkan oleh hukuman dewa, karena pada waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah rawa yang mengeluarkan bau busuk ke sekitarnya, sehingga disebut malaria (malarea = udara buruk = bad air) (Gandahusada, 2008). Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium Falciparum (Depkes, 2003). Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani, gejala klinis penyakit malaria adalah khas, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil, maka pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Disamping itu terdapat kelainan pada limpa yaitu splenomegali (limpa membesar dan menjadi keras) sehingga dulu penyakit malaria disebut demam kura (Gandahusada, 2008). Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles 7
betina. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik serta dari ibu hamil kepada bayinya dengan karakteristik utama dari infeksi malaria ialah demam periodik, anemia dan splenomegali dengan manifestasi penyakit tergantung dari jenis Plasmodium yang menyebabkan infeksi, dan Plasmodium falciparum adalah yang paling berbahaya. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar diseluruh dunia. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun sekitar 300-500 juta penduduk dunia menderita penyakit ini dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika (WHO, 2011). Di Indonesia jumlah kabupaten/kota endemik tahun 2004 sebanyak 424 dari 579 kabupaten/kota, dengan perkiraan persentase penduduk yang beresiko penularan sebesar 42,42%. Masalah malaria di Indonesia terutama terpusat di wilayah Indonesia bagian Timur, yaitu, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT (Harijanto, 2009). Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas kerja. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama dikawasan timur Indonesia. Kejadian luar biasa malaria masih sering terjadi terutama di daerah yang terjadi perubahan lingkungan, misalnya tambak udang atau ikan yang tidak terpelihara, penebangan pohon bakau sebagai bahan bakar untuk memasak garam maupun arang, muara sungai yang tersumbat yang akan menjadi tempat perindukan nyamuk malaria (Zulkoni, 2010). Penderita malaria saat ini didominasi oleh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax dengan kisaran prosentase 80-95% dan sisanya disebabkan oleh Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale (Zulkoni, 2010). Malaria atau disebut pula paludisme, demam intermitens, panas dingin, demam rawa, demam pantai, demam tropik, dan ague. Disebabkan oleh 8
parasit yang disebut Plasmodium, yang merupakan suatu protozoa darah yang tergolong ke dalam kelas Sporozoa. Di Indonesia, ditemukan 4 spesies penyebab penyakit malaria pada manusia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Diantara ke empat macam parasit tersebut yang paling banyak ditemukan yaitu P. falciparum dan P. vivax, sedangkan yang paling berbahaya adalah P.falciparum. Terdapat pula jenis lain yaitu P. berghei yang merupakan parasit dari genus Plasmodium yang bersifat parasitik pada sel darah merah yang dapat menyebabkan penyakit malaria pada rodent (mencit). P. berghei mempunyai siklus hidup maupun morfologi sama seperti parasit malaria pada manusia, dalam hal ini yang berbeda hanya inangnya saja. Selain itu, penyakit malaria dapat ditemukan pada unggas yang disebabkan oleh berbagai jenis Plasmodium seperti Plasmodium gallinaceum, P. juxtanucleare, P. relicticum, P. durae, P. circumflexum, P. fallax, dan P. rouxi. Penyakit malaria ditularkan oleh vektor seperti nyamuk Anopheles (pada manusia dan rodent) serta nyamuk agas dan lalat (pada unggas) (Levine 1990).
2.2 Plasmodium Penyakit malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium), yang merupakan suatu protozoa darah yang klasifikasinya : Filum : Apicomplexa Klas : Sporozoa Sub klas : Cocidiidae Ordo : Eucoccidiidae Sub ordo : Haemosporidiidae Familia : Plasmodiidae Genus : Plasmodium Genus plasmodium secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) sub genus yaitu sub genus plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae, sub genus laverania dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah Plasmodium 9
falciparum dan sub genus vinckeia yang hanya menginfeksi kelelawar dan binatang pengerat lainnya (Depkes, 1999). P. falciparum dan P. malariae umumnya terdapat pada hampir semua Negara dengan malaria; P. falciparum terdapat di Afrika, Haiti, dan Papua Nugini. Sedangkan P. vivax banyak terdapat di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tengggara, Negara Oceania dan India umumnya P. falciparum dan P. vivax. Dan P. ovale biasanya hanya terdapat di Afrika. Di Indonesia timur: Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku, Papua, dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P. falciparum dan P. vivax (Krogstad, 2000) 2.2.1 Plasmodium Falcifarum Plasmodium falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang paling berbahaya dibandingkan dengan jenis Plasmodium lain yang menginfeksi manusia. Saat ini, P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti (Harijanto, 2009). Parasit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas) atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan demam setiap hari, menyebabkan malaria falsiparum dan Parasit ini ditemukan didaerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase pra-eritrosit saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang data menimbulkan relaps jangka panjang (Gandahusada, 2010). Pada malaria Falsiparum, eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar yang tampak jelas (titik Maurer) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit (Gandahusada, 2010). 10
Plasmodium Falciparum mempunyai trofozoit muda yang berbentuk cincin yang mempunyai inti dan tampak sebagian dari sitoplasma parasite berada di bagian tepi dari eritrosit. Trofozoit lanjut pada spesies ini mengandung bintik bintik Maurer (Maurer Dots). Bentuk skizon P. Falciparum berukuran sekitar 5 mikron mengandung merozoit yang tidak teratur susunannya dengan eritrosit yang terinfeksi plasmodium ini tidak membesar ukurannya. Gametosit P. Falciparum mempunyai bentuk khas seperti pisang dengan ukuran panjang gametosit lebih besar dari ukuran diameter eritrosit (Soedarto, 2011). 2.2.2 Plasmodium Vivax Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivaks, dapat juga disebut malaria tersiana. Spesies ini terdapat didaerah subtropik, dan juga ditemukan didaerah dingin (Rusia); didaerah trofik Afrika, terutama di Afrika Barat, spesies ini jarang ditemukan. Di Indonesia spesies tersebut tersebar di seluruh kepulauan dan pada umumnya di daerah endemik mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain (Gandahusada, 2010). Pada malaria vivax, mengigau bisa terjadi jika demamnya tinggi, sedangkan gejala otak lainnya tidak ada. Pada semua jenis malaria, jumlah sel darah putih total biasanya normal, tetapi jumlah limfosit dan monosit meningkat (zulkoni, 2010). Plasmodium mempunyai trofozoit yang berbeda bentuknya antara stadium muda dan lanjutan. Trofozoit muda Plasmodium Vivax mula mula berbentuk cincin yang mengandung bintik-bintik basophil, kemudian berkembang menjadi trofozoit yang berbentuk amuboid yang mengandung titik Schuffner (Schuffner Dots). Bentuk skizon Plasmodium Vivax mempunyai ukuran 9-10 mikron yang mengisi penuh eritrosit yang tampak membesar ukurannya, dengan susunan merozoit yang tampak tidak teratur. P. Vivax mempunyai bentuk gametosit yang lonjong atau bulat, dengan eritrosit yang membesar ukurannya dan mengandung bintik Schuffner (Soedarto, 2011). 11
2.2.3 Plasmodium Ovale Plasmodium ovale terutama terdapat didaerah tropik Afrika bagian barat, didaerah Pasifik Barat dan beberapa bagian lain didunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah Selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor (Gandahusada, 2010). Morforlogi P.ovale mempunyai persamaan dengan P.malariae tetapi perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip dengan P.vivax. Trofozoit muda berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik-titik Schuffner (disebut juga titik james) terbentuk sangat dini dan sangat jelas. Stadium trofozoit terbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar P.malariae. Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titik-titik Schuffner yang menjadi lebih banyak (Gandahusada, 2010). 2.2.4 Plasmodium Malariae Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana, karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria kuartana meluas meiputi daerah tropik maupun daerah subtropik, tetapi frekuensi penyakit ini beberapa daerah cenderung rendah. Penyakit ini, bila ada di suatu daerah di Indonesia frekuensinya sangat rendah hingga tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat (Gandahusada, 2010). Daur pra-eritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Inokolasi sporozoit P.malariae manusia pada simpanse dengan tusukan nyamuk Anopheles membuktikan adanya stadium pra-eritrosit P.malariae. Parasit ini dapat hidup pada simpanse yang merupakan hospes reservoir yang potensial. Plasmodium rodhaini yang hidup pada simpanse sinonim dengan P.malariae pada manusia (Gandahusada, 2010).
12
2.3 Patologi Malaria Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat ,yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik. Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu: (Harijanto, 2009) 2.3.1 Stadium Dingin Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. 2.3.2 Stadium Demam Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malariae, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang 13
lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita. 2.3.3 Stadium Berkeringat Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang- kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut (Harijanto, 2009).
2.4 Penularan Malaria Penularan malaria terjadi secara alami dan tidak alami. Penularan secara alami terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain (Harijanto, 2009). Proses penularan penyakit malaria dimulai pada saat nyamuk pembawa parasit malaria menggigit manusia sehat. Setelah itu, parasit mengalami perubahan bentuk dan masuk ke dalam saluran darah hingga masuk ke dalam jaringan hati. Parasit ini berkembang biak dengan cara melakukan pembelahan sel sehingga jumlah parasit dalam tubuh manusia akan berkembang dalam waktu yang cepat. Parasit tersebut selanjutnya akan tersebar dalam darah dan di luar darah (Harijanto, 2009). 14
Dalam tubuh manusia, parasit mengalami berbagai perkembangan hingga menjadi bentuk siap kawin dan seterusnya berubah lagi menjadi bentuk yang siap dihisap oleh nyamuk. Bentuk ini yang akan ditularkan ke manusia lain melalui perantaraan nyamuk. Di dalam tubuh nyamuk, parasit mengalami perkembangan dan menghasilkan bentuk parasit yang siap ditularkan ke tubuh manusia (Harijanto, 2009). Malaria ditularkan melalui vektor, yaitu nyamuk Anopheles. Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah sebagai berikut: i. Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti. ii. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis. iii. Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus. iv. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. Aconitus (Harijanto, 2009).
2.5 Diagnosa Malaria Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penatalaksanaan kasus malaria. Hal tersebut terutama berhubungan dengan infeksi P. Falcifarum yang dapat menyebabkan malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Untuk dokter yang bekerja di kota, anamnesis adanya riwayat bepergian ke daerah endemis malaria lebih kurang 15
2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, merupakan hal yang sangat penting. Gejala klinis berupa demam tinggi yang dapat disertai gangguan kesadaran atau gangguan lain. Setelah penderita dicurigai secara klinis menderita malaria, pemeriksaan laboratorium untuk menemukan parasit harus secepatnya dilakukan. Berbagai cara dapat dilakukan dari pemeriksaan konvensional dengan mikroskop cahaya, untuk mengevaluasi sediaan darah yang diwarnai dengan Giemsa sampai berbagai pemeriksaan yang lebih modern dengan menggunakan mikroskop fluoresensi, flow cytometri, automated blood cell analyzer, pemeriksaan serologi, berbagai metode molekular maupun dengan laser desorption mass spectrometry (Harijanto, 2009). Beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosa malaria sebagai berikut: 2.5.1 Mikroskopis Diagnosis konvensional dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan malaria,darah tebal maupun tipis, untuk melihat parasit intraseluler dengan pengecatan giemsa masih merupakan pilihan utama dan menjadi gold standard bagi tes diagnostik malaria lain. Dasar pemeriksaan ini adalah ditemukannya parasit Plasmodia dan karena itu merupakan cara untuk menegakkan diagnosis definitif malaria. Pemeriksaan sediaan malaria ini relatif murah, tetapi memerlukan tenaga mikrokopis yang terlatih khusus dan berpengalaman, serta waktu yang cukuplama untuk pengecatan maupun interpretasi hasilnya (Gasem, 2004). Membuat sediaan yang akan digunakan dalam pemeriksaan mikroskopis dibuat terlebih dahulu apusan darah tipis dan tebal. Sediaan tersebut kemudian difiksasi menggunakan larutan methanol. Sediaan darah apus yang sudah difiksasi kemudian ditetesi larutan giemsa yang sudah dilarutkan dengan larutan buffer pH 7,2 sampai larutan menutupi seluruh permukaan sediaan darah. Lama pemulasan adalah 25-30 menit. Kemudian darah dicuci dengan air keran yang mengalir sehingga larutan giemsa turut mengalir dengan air. Dengan demikian tidak ada sisa zat warna yang mengendap pada sediaan darah. Cara mencuci sediaan darah 16
ini penting demi memperoleh sediaan darah yang bersih tanpa ada kotoran dan endapan giemsa yang menganggu pemeriksaan (Hadidjaja, 1994). 2.5.2 Rapid Test Seringkali pada KLB, diperlukan tes yang cepat untuk menanggulangi malaria dilapangan dengan cepat. Metode ini mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah dengan cara imunokromatografi, dibandingkan uji mikroskopis, test ini mempunyai kelebihan yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi lemah dalam hal spesifisitas dan sensitifitasnya (Riyanto, 2000). Immunochromatographic Test (ICT) merupakan salah satu cara pemeriksaan rapid manual test. Uji ICT ini berdasarkan kepada deteksi antigen yang dikeluarkan oleh parasit malaria, yang spesifik terhadap Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein II (PfHRP II) dapat melisiskan darah dengan menggunakan metoda immuno chromatographic (WHO, 1999). Diagnosis malaria yng didasarkan pada deteksi antigen yang spesifik dalam darah penderita mulai diperkenalkan pada permulaan tahun 1990. Cara ini dapat dikerjakann secara sederhana, cepat (kurang dari 1 jam) dan hasilnya mudah diinterpretasikan (Harijanto, 2009). 2.5.3 PCR (Polymerase Chain Reaction) Diagnosis parasit berdasarkan asam nukleat menggunakan molekul DNA reporter untuk mendeteksi rangkaian DNA atau RNA spesifik yang dimiliki parasit tertentu. Spesimen parasit yang merupakan target diagnostik dilisiskan dengan merusak membran parasit dengan berbagai cara, seperti penggunaan larutan bersifat basa, deterjen, panas, urea, dan guanidine atau gelombang suara sehingga asam nukleat akan dikeluarkan dan kemudian didenaturasikan. Molekul yang digunakan sebagai reporter dapat berupa oligonukleotida, fragmen DNA, DNA rantai tunggal atau DNA plasmid (Harijanto, 2009).
17
2.5.4 Mikroskop Fluoresensi Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat fluoresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam nukleat dalam inti parasit akan berikatan dengan zat tersebut dan berfluoresensi jika disinari dengan sinar UV yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Mula mula digunakan acridine orange (AO) dan benzothio carboxypurine (BCP). Keduanya dieksitasi pada panjang gelombang 490 nm dan akan berfluoresensi dengan warna kehijauan atau kekuningan (Harijanto, 2009). Acridine Orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca objek atau dengan menggunakan capillary tubes, yang bagian dalamnya dilapisi dengan zat warna acridine orange. Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi darah pasien dan terdiri dari berbagai sel, yaitu leukosit, trombsosit, dan eritrosit akan berpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi di bawah berbagai lapisan sel, terutama di bagian atas lapisan eritrosit dan kadang kadang ditemukan dalam lapisan trombosit dan leukosit. parasit dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop fluoresensi (Harijanto, 2009). 2.5.5 Hemozoin Deteksi pigmen malaria, yaitu hemozoin merupakan salah satu cara otomatis yang dikembangkan dengan menggunakan alat FBC (Full Blood Count) analyzer dengan nama CellDyn 3500 atau CellDyn 4000.alat ini sebenarnya digunakan untuk melakukan analisis hematologi secara rutin seperti melakukan hitung jenis leukosit, eritrosit, dan hitung trombosit. Prinsip kerja sama dengan flow cytometry, yaitu dengan mengukur jumlah sinar laser yang dipantulkan suatu sel dari berbagai sudut. Pantlan sinar depolarisasi pada 90 memungkinkan identifikasi dan hitung eosinofil karena sel ini dapat mendepolarisasikan sinar melalui granula dalam sitoplasmanya. Leukosit penderita malaria mempunyai kemampuan untuk melakukan fagositosis pigmen hemozoin yang dihasilkan parasit dengan memetabolisme heme dari hemoglobin. 18
Pigmen ini dapat ditemukan pada berbagai spesies plasmodium dan berbagai stadium (Harijanto, 2009).
2.6 Akurasi dan Presisi 2.6.1 Akurasi Akurasi menyatakan seberapa dekat nilai hasil pengukuran dengan nilai hasil sebenarnya (true value atau nilai yang dianggap benar (accepted value). Jika tidak ada data sebenarnya atau nilai yang dianggap benar tersebut maka tidak mungkin untuk menentukan berapa akurasi tersebut. Pada suatu pemeriksaan umumnya dinyatakan ketidaktepatan (inakurasi) daripada ketepatan (akurasi). Inakurasi adalah suatu perbedaan nilai yang diperoleh dengan nilai yang sebenarnya (true value). Ketepatan pemeriksaan terutama dipengaruhi oleh spesifisitas metode pemeriksaan dan larutan standar. Agar pemeriksaan hasilnya tepat, maka harus dipilih metode pemeriksaan yang memiliki spesifisitas analisis yang tinggi. Pada uji ketepatan ini dipakai serum kontrol yang telah diketahui nilai rentang kontrolnya (assayed). Hasil pemeriksaan uji ketepatan ini dilihat apakah terletak didalam atau diluar nilai rentang kontrol menurut metode pemeriksaan yang sama. Bila terletak didalam rentang nilai kontrol, maka dianggap hasil pemeriksaan bahan kontrol masih tepat sehingga dianggap pemeriksaan terhadap spesimen juga tepat. Bila terletak diluar rentang nilai kontrol, maka dianggap hasil pemeriksaan bahan kontrol kurang tepat, sehingga dianggap pemeriksaan terhadap specimen juga kurang tepat (Riwidikdo, 2007). 2.6.2 Presisi Presisi menyatakan seberapa dekat nilai hasil dua kali atau lebih pengulangan pengukuran. Semakin nilai pengulangan pengukuran maka semakim presisi pengukuran tersebut. Suatu pemeriksaan umumnya lebih mudah dilihat ketidaktelitian (impresisi) daripada ketelitian (presisi). Impresisi dapat dinyatakan dengan besarnya SD (Standart 19
Deviasi) atau CV (Koefesiensi Variasi). Makin besar nilai SD dan CV maka tidak teliti. Faktor-faktor yang mempengaruhui ketelitian, yaitu: alat, metode pemeriksaan, volume atau kadar bahan yang diperiksa, waktu pengulangan dan tenaga pemeriksa. Hasil laboratorium digunakan untuk menentukan diagnosis, pemantauan pengobatan dan meramalkan prognosis, maka amatlah perlu untuk menjaga mutu hasil pemeriksaan, dalam arti mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tepat untuk dipertanggungjawabkan. Dalam melaksanakan uji ketelitian ini dapat digunakan bahan kontrol assayed dan unassayed (Riwidikdo, 2007).
2.7 Kerangka Teori
Keterangan : Dilakukan penelitian Tidak dilakukan penelitian Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori Gejala Klinis Malaria Stadium Dingin Stadium Demam Stadium Berkeringat Plasmodium Falciparum Plasmodium Vivax Plasmodium Ovale Plasmodium Malariae Malaria Jenis Plasmodium Pemeriksaan Malaria Mikroskopis PCR Hemozoin ICT/Rapid test Mikroskop fluoresensi Akurasi dan Presisi 20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Maret - April 2014. 3.1.2 Tempat Tempat penelitian pemeriksaan malaria yaitu di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Rivai Berau.
3.2 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat studi diagnostik. Maksud penelitian ini adalah untuk melakukan perbandingan pemeriksaan malaria metode mikroskopis dengan metode ICT, dimana peneliti pada penelitian ini tidak menambahkan perlakuan pada sampel yang diteliti.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan pemeriksaan malaria di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Rivai Berau. 3.3.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah 15 sampel darah pasien dengan pemeriksaan duplo, tanpa memperhatikan hasil positif maupun negatif.
21
3.4 Alur Penelitian
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
3.5 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil pemeriksaan malaria metode mikroskopis dan Immunochromatography Test/ICT.
Observasi awal Menentukan populasi dan sampel Pengambilan sampel darah Perlakuan pemeriksaan ICT/Rapid test merk B (Carestart) Bioline)
ICT/Rapid test merk A (Abon) Pemeriksaan Mikroskopis Hasil Analisa data menggunakan statistik uji Cochran 22
3.7 Hipotesis Penelitian H 0 : Tidak ada perbedaan hasil antara pemeriksaan malaria metode Mikroskopis dan metode Immunochromatography Test Ha : Ada perbedaan hasil antara pemeriksaan malaria metode Mikroskopis dan metode Immunochromatography Test
Variabel Definisi Operasional Metode Ukur Alat Ukur Hasil Skala Malaria
Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan Rapid Test/ICT Penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles Pemeriksaan diagnostik malaria dengan metode mikroskopis Pemeriksaan diagnostik malaria dengan metode ICT Mikroskopis Immunochro matography Test
Mikroskopis
Immunochro matography Test Mikroskop Rapid Test Device
Mikroskop
Rapid Test Device
Positif/ Negatif
Positif/ Negatif
Positif/ Negatif
Nominal
Nominal
Nominal 23
3.8 Teknik Pengambilan Data (alat, bahan, prosedur) 3.8.1 Pengambilan Sampel Sampel diperoleh dengan cara pengambilan darah dengan prosedur flebotomi. Peneliti memberikan pengarahan tentang pengumpulan sampel tersebut. Sampel diserahkan kepada peneliti untuk dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Rivai Berau. 3.8.2 Prosedur Penelitian 3.8.2.1 Metode Mikroskopis a. Prinsip Pemeriksaan dengan melakukan pembacaan langsung terhadap sediaan darah yang terlebih dahulu sudah diwarnai dengan larutan giemsa. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui adanya parasit plasmodium yang terdapat pada sediaan darah. b. Alat Alat yang digunakan yaitu, objek glass, mikroskop, cover glass, tabung reaksi, c. Bahan Larutan Giemsa dan Sampel darah d. Cara Kerja Dibuat apusan darah tipis sampel pada kaca objek Difiksasi dengan metanol selama 5 detik Diwarnai dengan larutan giemsa selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir, dikeringkan Dilihat dibawah mikroskop cahaya untuk identifikasi spesies plasmodium (Gasem, 2004). e. Interpretasi Hasil Interpretasi hasil merupakan data kualitatif yang dinyatakan dengan:
24
Positif : apabila ditemukan parasit plasmodium Negatif : apabila tidak ditemukan parasit plasmodium 3.8.2.1 Metode Immunochromatography Test a. Prinsip Prinsip kerjanya adalah imunokromatografi yang cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada beberapa titik di kertas nitroselulosa diletakkan antibodi monoklonal terhadap beberapa antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen-antibodi yang tervisualisasi dalam bentuk garis (Harijanto, 2009). b. Alat Alat yang digunakan diantaranya adalah Pipet tetes, Rapid Test Device c. Bahan Bahan yang digunakan diantaranya adalah sampel darah, reagen Buffer. d. Cara Kerja 1. Produk Abon Diletakkan alat rapid test diagnostic pada permukaan mendatar Dimasukkan 10 l sampel darah kedalam wadah W1 pada alat RDT Dimasukkan 3 tetes reagen Buffer kedalam wadah W2 pada alat RDT Setelah 5 menit, dimasukkan 1 tetes reagen buffer kedalam wadah W1 Dibaca hasilnya setelah 15 menit, jangan dibaca setelah 20 menit (Abon, 2011) 2. Produk Carestart Diletakkan alat rapid test diagnostic pada permukaan mendatar 25
Positif Positif Vivax Mixed Negatif Falciparum Infections Dimasukkan 5 l sampel darah kedalam wadah sampel (S) Dimasukkan 3 tetes reagen Buffer kedalam wadah buffer (A) Dibaca hasilnya setelah 20 menit (Carestart, 2011) e. Interpretasi hasil
Gambar 3.2 Interpretasi hasil Immunochromatography Test Keterangan: - [+] Falciparum : Terlihat 2 Garis, 1 garis kontrol (C) dan 1 garis T1 - [+] Vivax : Terlihat 2 Garis, 1 garis kontrol (C) dan 1 garis T2 - [+] Mixed Infections : Terlihat 3 Garis, 1 garis kontrol (C) dan 2 garis T1 dan T2 - [-] Negatif : Terlihat 1 garis kontrol (C) - Invalid : Tidak terlihat garis sama sekali (Moody, 2002)
S C T 1 T 2 A S C T 1 T 2 A S T 1 T 2 C A S C T 1 T 2 A
26
3.9 Kerangka Konsep
Gambar 3.3 Kerangka Konsep
3.10 Teknik Analisa Data Data yang telah didapat dari melakukan pemeriksaan malaria di RSUD. Abdul Rivai Berau, di analisis untuk menguji adanya perbandingan hasil pemeriksaan malaria antara metode Mikroskopis dan Metode Immunochromatography Test. Analisa data deskriptif yang digunakan dengan menggunakan tabel Crosstabulation antara hasil pemeriksaan dan metode pemeriksaan yang menunjukkan persentase dari ketiga metode yang digunakan. Sedangkan teknik analisa data dari ketiga metode yang digunakan menggunakan uji statistik Cochran menggunakan program SPSS Statistics 20 for Windows. Uji Cochran digunakan untuk menguji sebuah rancangan eksperimen dengan rancangan lebih dari dua. Uji Cochran digunakan untuk uji hipotesa dimana data yang digunakan bersifat kategorik (skala data nominal/ordinal) berpasangan dengan prinsip (>2) x 2. Untuk mengetahui perbandingan hasil antara dua dari ketiga metode pemeriksaan secara lebih rinci, dilakukanlah uji statistik McNemar menggunakan program SPSS Statistics 20 for Windows. Uji McNemar digunakan untuk uji hipotesa dimana data yang digunakan bersifat kategorik (skala data nominal/ordinal) berpasangan dengan prinsip 2 x 2 (Dahlan, 2013). Pemeriksaan Malaria Metode Mikroskopis Metode Immunochromatography Test Lihat Hasil Perbedaan Kesimpulan 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Data didapat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 12 Maret hingga 12 April 2014 dengan pengambilan sampel di RSUD Abdul Rivai Berau dan dianalisa di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Rivai Berau dengan menggunakan sampel darah vena. Sampel penelitian sebanyak 15 sampel darah pasien, dengan pengerjaan duplo. Pengerjaan sampel secara duplo untuk memastikan validasi hasil antara pengerjaan yang satu dan lainnya. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil keseluruhan pemeriksaan Malaria menggunakan metode Mikroskopis dan ICT No Kode Sampel Mikroskopis ICT A (Produk Abon) ICT B (Produk Carestart) 1 P300314A1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 2 R300314R1 (+) Falciparum (+) Vivax (+) Vivax 3 R010414S1 (+) Falciparum (-) Negatif (+) Falciparum 4 R010414R1 (+) Falciparum (+) Falciparum (+) Falciparum 5 R010414B1 (+) Falciparum (+) Falciparum (+) Falciparum 6 P040414K1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 7 R080414M1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 8 R080414D1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 9 R080414P1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 10 R080414S1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 11 R080414R1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 12 R100414I1 (+) Falciparum (+) Falciparum (+) Falciparum 13 R100414A1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 14 R100414S1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 15 R100414R1 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif
28
Tabel 4.2 Hasil keseluruhan pemeriksaan duplo Malaria menggunakan metode Mikroskopis dan ICT No Kode Sampel Mikroskopis ICT A (Produk Abon) ICT B (Produk Carestart) 1 P300314A2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 2 R300314R2 (+) Falciparum (+) Vivax (+) Vivax 3 R010414S2 (+) Falciparum (-) Negatif (+) Falciparum 4 R010414R2 (+) Falciparum (+) Falciparum (+) Falciparum 5 R010414B2 (+) Falciparum (+) Falciparum (+) Falciparum 6 P040414K2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 7 R080414M2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 8 R080414D2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 9 R080414P2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 10 R080414S2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 11 R080414R2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 12 R100414I2 (+) Falciparum (+) Falciparum (+) Falciparum 13 R100414A2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 14 R100414S2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif 15 R100414R2 (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif Berdasarkan hasil pemeriksaan antara metode mikroskopis dan ICT dengan pengerjaan duplo, yang dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan antara kedua pengerjaan secara duplo tersebut. Tabel 4.3 Hasil kualitatif pemeriksaan Malaria menggunakan metode Mikroskopis dan ICT Metode Hasil Total positif negatif Mikroskopis 5 10 15 ICT produk abon 4 11 15 ICT produk carestart 5 10 15 Total 14 31 45 29
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa hasil pemeriksaan Malaria menggunakan metode Mikroskopis dengan hasil sebanyak 5 sampel positif dan 15 sampel negatif, dan pada pemeriksaan malaria menggunakan metode ICT produk Abon didapat hasil sebanyak 4 sampel positif dan 11 sampel negatif. Sedangkan pada pemeriksaan malaria metode ICT produk Carestart didapat hasil sebanyak 5 sampel positif dan 10 sampel Negatif. Dari keseluruhan pemeriksaan terdapat 31 sampel Negatif dan 14 sampel Positif. Dari tabel 4.1 juga diketahui terdapat beberapa pemeriksaan Malaria yang mendeteksi parasit Malaria berdasarkan jenis plasmodium. Untuk mengetahui jenis Plasmodium yang menginfeksi penderita malaria dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan Jenis Plasmodium menggunakan metode Mikroskopis dan ICT No Hasil Pemeriksaan Metode pemeriksaan Mikroskopis ICT Abon ICT Carestart 1 P. Falciparum 5 3 4 2 P. Vivax 0 1 1 3 Mixed Infections 0 0 0 4 Negatif 10 11 10 Total 15 15 15 Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa hasil pemeriksaan malaria pada ketiga metode tersebut mempunyai hasil yang berbeda. Pada metode Mikroskopis didapatkan hasil yaitu didapat 5 infeksi P. Falciparum dari 5 sampel positif, pada metode ICT dengan produk Abon didapat 3 infeksi p. Falciparum dan 1 infeksi P. Vivax dari 4 sampel positif, sedangkan pada metode ICT dengan produk Carestart didapat 4 infeksi P. Falciparum dan 1 infeksi P. Vivax. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari gambar berikut:
30
Gambar 4.1 Grafik perbandingan hasil jenis plasmodium dari ketiga metode pemeriksaan malaria Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat jumlah pemeriksaan dari metode mikroskopis sebanyak 10 sampel pemeriksaan negatif yang ditandai dengan grafik warna merah dan 5 sampel pemeriksaan positif yang ditandai dengan grafik warna biru. Jumlah pemeriksaan dari metode ICT produk Abon sebanyak 11 sampel pemeriksaan negatif yang ditandai dengan grafik warna merah, 1 sampel pemeriksaan positif P. Vivax yang ditandai dengan grafik warna hijau dan 3 sampel pemeriksaan positif P. Falciparum yang ditandai dengan grafik warna biru. Sedangkan Jumlah pemeriksaan dari metode ICT produk Carestart sebanyak 10 sampel pemeriksaan negatif yang ditandai dengan grafik warna merah, 1 sampel pemeriksaan positif P. Vivax yang ditandai dengan grafik warna hijau dan 4 sampel pemeriksaan positif P. Falciparum yang ditandai dengan grafik warna biru. Data yang telah didapat selama penelitian dapat dilihat dari tabel berikut:
5 3 4 1 1 10 11 10 Metode Mikroskopis Metode ICT Merk Abon Metode ICT Merk Carestart P. Falciparum P. Vivax Mixed Infections Negatif 31
Tabel 4.5 Tabel Crosstabs yang memaparkan perbandingan antara metode mikroskopis dan metode ICT Metode * Hasil Crosstabulation Hasil Total negatif positif Metode Mikroskopis Count 10 5 15 Expected Count 10.35 4.65 15.0 % of Total 22.2% 11.1% 33.3% ICT Produk Abon Count 11 4 15 Expected Count 10.35 4.65 15.0 % of Total 24.4% 8.9% 33.3% ICT Produk Carestart Count 10 5 15 Expected Count 10.35 4.65 15.0 % of Total 22.2% 11.1% 33.3% Total Count 31 14 45 Expected Count 31.0 14.0 45.0 % of Total 68.9% 31.1% 100.0% Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat jumlah pemeriksaan dari masing masing metode yang digunakan sebanyak 15 pemeriksaan. Persentase hasil dari pemeriksaan metode mikroskopis sebesar 22,2% sampel negatif dan 11,1% sampel positif dari total keseluruhan 45 sampel dari 3 metode pemeriksaan. Dari pemeriksaan metode ICT produk Abon sebesar 24,4% sampel negatif dan 8,9% sampel positif dari total keseluruhan 45 sampel dari 3 metode pemeriksaan, sedangkan dari pemeriksaan metode ICT produk Carestart sebesar 22,2% sampel negatif dan 11,1% sampel positif dari total keseluruhan 45 sampel dari 3 metode pemeriksaan. Data yang telah didapat di analisa menggunakan uji statistik Cochran menggunakan Aplikasi SPSS, dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
32
Tabel 4.6 Hasil uji analisa Cochran pada data penelitian Cochran Test Statistics N 15 Cochran's Q 2.000 a
df 2 Asymp. Sig. .368 a. 2 is treated as a success. Berdasarkan dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0,368 Apabila taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% maka batas kritis = 0,05. Untuk menguji hipotesis, aturan yang berlaku adalah: Hipotesis nol (H 0 ) diterima apabila nilai signifikansi Uji Cochran lebih besar (>) dari batas kritis 0,05. Karena nilai signifikansi 0,368 lebih besar (>) dari 0,05 maka H 0 diterima (lihat tabel 4.7 untuk lebih jelasnya). Jadi dapat disimpulkan bahwa Tidak ada perbedaan hasil antara pemeriksaan malaria metode Mikroskopis dan metode Immunochromatography Test. Tabel 4.7 Kesimpulan uji analisa Cochran pada data penelitian Nilai Signifikansi Nilai Batas Kritis kondisi Kesimpulan 0,368 0,05 Nilai Signifikansi lebih besar (>) dari Nilai Batas Kritis H 0 Diterima Penjelasan diatas membuktikan bahwa antara pemeriksaan metode mikroskopis dan metode ICT tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Tabel 4.7 hanya menjelaskan tentang uji hipotesis secara keseluruhan antara metode mikroskopis dan metode Immunochromatography Test tanpa membandingkan masing masing alat RDT. Lalu, bagaimana cara untuk melihat perbandingan dari ketiga metode pemeriksaan? diperlukan analisis post hoc untuk mengetahui masing masing ketiga alat pemeriksaan tersebut, mana yang memiliki perbedaan yang lebih signifikan. Untuk itu dilakukan uji 33
McNemar untuk menguji perbedaan signifikan dari ketiga alat pemeriksaan tersebut. Hasil uji McNemar dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.8 Hasil uji analisa McNemar antara metode Mikroskopis dan ICT produk Abon Uji McNemar
ICT produk abon Total p positif negatif Mikroskop positif 4 1 5 1,000 negatif 0 10 10 Total 4 11 15 Tabel 4.9 Hasil uji analisa McNemar antara metode Mikroskopis dan ICT produk Carestart Uji McNemar
ICT produk Carestart Total p positif negatif Mikroskop positif 5 0 5 1,000 negatif 0 10 10 Total 5 10 15 Tabel 4.10 Hasil uji analisa McNemar antara metode ICT produk Abon dan ICT produk Carestart Uji McNemar
ICT produk Carestart Total p positif negatif ICT produk Abon positif 4 0 4 1,000 negatif 1 10 11 Total 5 10 15 Tabel 4.8, 4.9, dan 4.10 menunjukkan bahwa antara ketiga metode memiliki signifikansi yang sama sebesar 1,000. Dengan kata lain tidak ada perbedaan hasil antara ketiga metode tersebut, mengingat nilai signifikansi 1,000 masih lebih besar dari nilai batas kritis 0,05.. Dari ketiga tabel diatas juga dapat diketahui bahwa antara ketiga metode Mikroskopis, metode ICT produk Abon, dan metode ICT produk Carestart memiliki nilai uji signifikansi sebesar 1,000. Dengan kata lain menurut uji 34
statistik McNemar ketiga metode tersebut memiliki tingkat perbedaan hasil yang nihil (tingkat kesamaan hasil yang absolut) walaupun terdapat beberapa perbedaan hasil antara Metode ICT produk Abon dengan metode lainnya. Untuk mengetahui performa alat RDT tersebut, maka dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi positif. Tabel 4.11 Distribusi hasil pemeriksaan antara metode Mikroskopis dan metode ICT produk Abon abon Mikroskopis (+) Mikroskopis (-) total ICT (+) 4 0 4 ICT (-) 1 10 11 total 5 10 15 Berdasarkan tabel 4.10 diatas, dilakukan perhitungan ICT produk Abon terhadap nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif. Sehingga diperoleh hasil: Nilai sensitivitas sebesar 80%, nilai spesifisitas sebesar 100%, nilai prediksi positif sebesar 100%, dan nilai prediksi negatif sebesar 90,9%. Tabel 4.12 Distribusi hasil pemeriksaan antara metode Mikroskopis dan metode ICT produk Carestart carestart Mikroskopis (+) Mikroskopis (-) total ICT (+) 5 0 5 ICT (-) 0 10 10 total 5 10 15 Berdasarkan tabel 4.11 diatas, dilakukan perhitungan pada ICT produk Carestart terhadap nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi positif. Sehingga diperoleh hasil: Nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai spesifisitas sebesar 100%, nilai prediksi positif sebesar 100%, dan nilai prediksi negatif sebesar 100%. 4.2 Pembahasan Penelitian kali ini membandingkan hasil antara metode mikroskopis dan metode Immunochromatography Test dengan 2 produk RDT. Adapun penggunaan sampel penelitian kali ini yaitu sebanyak 15 sampel darah pasien dengan pengerjaan sampel duplo, tanpa memperhatikan hasil positif dan 35
negatif, dengan total seluruh pemeriksaan sebanyak 45 kali pemeriksaan dari ketiga metode yang dilakukan. Alasan dilakukannya pemeriksaan dengan pengerjaan duplo ialah terbatasnya waktu penelitian yang ada menyebabkan kurang tersedianya sampel pemeriksaan malaria yang bisa digunakan untuk dilakukan pemeriksaan, sehingga menuntut peneliti untuk melakukan pengerjaan sampel secara duplo. Selain itu pengerjaan sampel secara duplo juga bermaksud untuk melakukan pengecekan dan validasi hasil antara pemeriksaan dengan pengerjaan duplo. Berdasarkan hasil pemeriksaan malaria menggunakan metode Mikroskopis dan Immunochromatography Test dapat dilihat pada tabel 4.1 yang menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan kedua metode tersebut tidak jauh berbeda dari segi deteksi keberadaan parasit plasmodium. Perbedaan kecil terletak pada deteksi jenis plasmodium yang berbeda antara metode mikroskopis dan metode ICT. Pada pemeriksaan menggunakan metode mikroskopis tidak ditemukan satupun sampel positif P. Vivax, sedangkan pada pemeriksaan menggunakan metode ICT produk Abon dan Carestart, masing masing mendeteksi P. Vivax sebanyak 1 sampel. Pada tabel 4.1 dapat kita lihat pada sampel pemeriksaan nomor 2, memiliki perbedaan hasil antara metode mikroskopis dan metode Immunochromatography test. Pada metode ICT baik produk Abon maupun produk Carestrart, mendeteksi hasil [+] positif P. Vivax berbeda dengan pemeriksaan metode mikroskopis sebagai gold standard pemeriksaan malaria, hasil yang didapat menggunakan metode mikroskopis justru menunjukkan hasil [+] positif P. Falciparum. Ada kemungkinan terdapat hasil mixed infections, dari hasil pemeriksaan kedua metode tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan karena rusaknya beberapa alat RDT atau ada beberapa komponen RDT yang tidak bisa digunakan. Hal ini dapat dimaklumi karena penyimpanan alat RDT yang kurang tepat dan proses transpor yang kurang baik selama penelitian berlangsung. Analisa data menggunakan uji cochran yang dapat dilihat pada tabel 4.6 memperkuat hipotesis peneliti yang menduga tidak adanya perbedaan antara 36
metode mikroskopis dan metode Immunochromatography Test. walaupun terdapat beberapa pemeriksaan yang tidak sesuai antara metode mikroskopis dan ICT, tapi hal tersebut masih dalam batas taraf yang wajar dan kejanggalan tersebut juga disebabkan oleh terdapat kurang-baiknya performa alat RDT dalam mendeteksi parasit plasmodium yang spesifik. Hasil uji hipotesis yang telah dilakukan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arum dkk pada tahun 2005 dan Aulia dkk pada tahun 2012, dimana tidak terdapat perbedaan efektifitas pemeriksaan RDT dan mikroskopik pada penderita malaria klinis secara bermakna. Pada penelitian Arum dkk pada tahun 2005, yang dilakukan selama bulan Januari sampai Juli 2005, metode imunokromatografi dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis dan diperoleh nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai spesifisitas sebesar 96,99%. Nilai prediksi positif sebesar 83,2% dan nilai prediksi negatif sebesar 100%, sedangkan Pada penelitian Aulia dkk pada tahun 2012, yang dilakukan selama bulan Januari sampai Juni 2012 didapatkan nilai sensitivitas sebesar 98%, nilai spesifisitas sebesar 100%, nilai prediksi positif sebesar 100%, sebesar nilai prediksi negatif 98%. Dari kedua penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa uji diagnostik dengan metode ICT reliabel dan dapat dijadikan sebagai alat diagnostik alternatif pada penderita malaria. Pada tabel 4.8 hingga 4.10, Jika kita telaah lebih lanjut beberapa perbedaan tersebut kemungkinan terjadi karena beberapa alat RDT tersebut memiliki beberapa ketidaksesuaian hasil antara metode ICT terhadap metode Mikroskopis sebagai gold standard pemeriksaan malaria. Hal ini menunjukkan performa alat RDT yang kurang baik, sehingga mempengaruhi perbedaan hasil antara kedua metode tersebut. Ditemukannya beberapa hasil pemeriksaan yang berbeda antara produk RDT yang digunakan kemungkinan disebabkan oleh kandungan reagen yang berbeda antara kedua produk tersebut. Berdasarkan data yang didapat, ICT produk Abon mengandung reagen anti-HRP2 dan anti-aldolase. Sedangkan ICT produk carestart mengandung reagen anti-HRP2 dan anti-pLDH. Perbedaan kedua reagen tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan hasil 37
antara kedua produk ICT tersebut. Selain itu, kondisi alat RDT yang digunakan juga berpengaruh terhadap perbedaan hasil. Kondisi RDT yang buruk bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya penyimpanan alat RDT yang kurang tepat. Penyimpanan RDT yang baik ialah dengan menyimpannya pada lemari penyimpanan dengan suhu antara 2 30 C dalam kondisi kering. Selain itu, proses analitik yang kurang cermat pada tahap pra-analitik, analitik, dan pasca-analitik. Menurut Utami, dkk ada beberapa antigen malaria yang dapat digunakan sebagai sasaran (target) pemeriksaan RDT, yaitu: Histidine Rich Protein 2 (HRP-2), Parasite Lactate Dehydrogenase (p-LDH) , dan Plasmodium aldolase. HRP-2 adalah protein larut air yang dihasilkan pada tahap aseksual dan gametosit Plasmodium falciparum dan diekspresikan di membran sel eritrosit. HRP-2 banyak dihasilkan oleh Plasmodium falciparum, sehingga merupakan sasaran (target) antigen utama dalam membuat uji diagnostik cepat malaria. pLDH adalah enzim glikolitik di Plasmodium sp, yang dihasilkan pada tahap seksual dan aseksual parasit. Prinsip RDT adalah menangkap target antigen yang diproduksi oleh Plasmodium falciparum (HRP-2) dan Plasmodium vivax (pLDH) dalam darah penderita, dengan antibodi klon tunggal spesifik (anti-HRP-2, anti-pLDH dan kontrol), yang ditempelkan pada kertas nitrocellulose. Apabila darah penderita mengandung HRP-2 dan atau mengandung pLDH, antigen tersebut akan ditangkap oleh anti-HRP-2 atau anti-pLDH pada kertas nitrocellulose, sehingga pada hasil positif akan menimbulkan warna merah pada kertas nitrocellulose. Berdasarkan gambar 4.1, dapat dilihat jenis plasmodium yang sering menginfeksi manusia adalah dari jenis Plasmodium Falciparum. Hal ini berhubungan erat dengan kawasan daerah Kabupaten Berau yang dominan menyebabkan penyakit malaria berasal dari spesies P. Falciparum. Hal ini diperkuat dengan fakta dalam dua bulan terakhir, hampir semua pemeriksaan penyakit malaria di RSUD Abdul Rivai Berau yang ditemukan hanya spesies P. Falciparum. 38
Pada laporan WHO tentang New Perspective: Malaria Diagnosis 1999, tes diagnosa cepat (Rapid Diagnostic Test - RDT) dalam hal ini termasuk dengan metode ICT harus menyediakan hasil setidaknya seakurat hasil hasil yang diberikan oleh pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan oleh seorang teknisi menengah (rata rata) dalam kondisi-kondisi lapangan yang umum. Maka dari itu RDT diharuskan mencapai karakteristik teknis yang spesifik sebagai berikut: Sensitivitas adalah ukuran keakuratan tes, yaitu seberapa besar kemungkinan untuk mendeteksi positif orang-orang yang memiliki penyakit atau kondisi. ICT produk abon memiliki tingkat sensitivitas sebesar 80% sedangkan ICT produk Carestart memiliki tingkat sensitivitas 100%, artinya performa ICT produk Carestart lebih baik. Spesifisitas adalah ukuran mengenai akurasi tes, yaitu seberapa besar kemungkinan alat tes untuk mendeteksi negatif orang orang yang tidak memiliki penyakit atau kondisi. Baik produk Carestart maupun produk Abon memiliki nilai spesifisitas sebesar 100%. Nilai prediksi positif adalah kemungkinan bahwa orang dengan hasil tes positif akan benar benar memiliki kondisi yang diuji. Semakin tinggi nilai prediksi positif, semakin rendah tingkat deteksi positif palsu. Baik produk Carestart maupun produk Abon memiliki nilai prediksi positif sebesar 100%. Nilai prediksi negatif adalah kemungkinan bahwa orang dengan hasil tes negatif akan benar benar tidak memiliki kondisi yang diuji. Semakin tinggi nilai prediksi negatif, semakin rendah tingkat deteksi negatif palsu. ICT produk Abon memiliki nilai prediksi negatif sebesar 90,9% sedangkan ICT produk Carestart memiliki nilai prediksi negatif sebesar 100%, artinya performa ICT produk Carestart lebih baik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa antara kedua alat RDT tersebut berbeda secara kualitas. Salah satu produk RDT yang digunakan memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada produk yang lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dialami oleh peneliti pada saat 39
penelitian berlangsung, produk RDT yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah cenderung susah untuk dilakukan pembacaan karena tingkat warna pada garis yang dihasilkan tidak terlihat dengan jelas atau samar, terlebih pada sampel pemeriksaan yang memiliki tingkat kepadatan parasit yang rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan produk RDT yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada produk lainnya, alat RDT tersebut cenderung mudah untuk dibaca, karena garis yang terlihat lebih jelas. Namun nilai nilai tersebut tidak bersifat mutlak karena sifatnya tergantung dengan jumlah sampel dan memiliki keterbatasan waktu dan biaya dari penelitian ini. Hasil positif palsu dapat terjadi pada penderita dua minggu pasca pengobatan, yaitu ketika dalam peredaran darahnya masih megandung antigen, sehingga masih memberikan hasil positif pada hasil RDT meskipun secara mikroskopis sudah negatif, sehingga RDT tidak dianjurkan untuk dipakai dalam evaluasi uji efikasi obat. Hasil negatif palsu dapat terjadi apabila densitas dari parasitemia rendah, hal ini dapat memberikan dampak penularan yang berlanjut. Akan tetapi kedua kesalahan tersebut masih dalam batas-batas yag diterima. Pemantapan mutu pada pemeriksaan malaria meliputi segala aspek pemeriksaan mulai dari pengumpulan sampel, penyimpanan, penanganan, penggunaan dan perawatan alat, kualitas reagensia serta persiapannya hingga keterampilan dan pengetahuan analisis laboratorium klinik. Dalam pemeriksaan malaria perlu diperhatikan dari tahap pra analitik, analitik, dan pasca-analitik. Pada tahap pra analitik yang harus diperhatikan dalam proses pengumpulan bahan sampel adalah menggunakan wadah atau botol yang berisi antikoagulan. Antikoagulan yang dipakai tergantung dari kebutuhan masing masing. Jika sampel darah tidak segera diperiksa, maka sampel tersebut harus disimpan pada kulkas pada suhu 2 8 C. Selanjutnya bila sampel yang disimpan akan diperiksa, biarkan pada suhu kamar terlebih dahulu. Alat RDT yang akan digunakan harus disimpan dengan baik agar 40
tidak rusak. Cara penyimpanan alat RDT yang baik yaitu hindari alat RDT dari keadaan basah dan simpan pada suhu 2 30 C. Pada tahap analitik, hal yang perlu diperhatikan adalah cara pemeriksaan dengan menggunakan Alat RDT. Penggunaannya harus sesuai dengan yang dianjurkan oleh perusahaan pembuat alat tersebut. Terlalu cepat melakukan pembacaan akan menghasilkan negatif palsu, apabila terlalu lama menunda pembacaan akan menghasilkan positif palsu. Pada tahap pasca-analitik, dalam penelitian ini pelaporan dan pencatatan hasil disesuaikan berdasarkan hasil pembacaan pemeriksaan malaria menggunakan metode Mikroskopis. Meskipun alat tersebut memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, pemakaian alat tersebut hendaknya agar mengikuti petunjuk-petunjuk yang ditentukan oleh perusahaan pembuat alat tersebut. Jika tidak mengikuti dengan seksama, hasil pemeriksaan dapat menyimpang dari hasil sebenarnya. Kehadiran alat RDT sebagai alat deteksi secara cepat diketahui telah mempersingkat pemeriksaan malaria. Akan tetapi pemakaian alat tersebut harus selalu diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak terjadi perubahan warna yang tidak diinginkan. Cara pembacaan hasil pun harus dilakukan secara cermat dan harus dilakukan dibawah penerangan yang cukup untuk melihat hasil tersebut. Terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan penelitian ini. Diantaranya adalah waktu penelitian dan biaya. Dalam penelitian yang membandingkan alat RDT malaria, umumnya memakan waktu 3 sampai 6 bulan seperti yang dilakukan Arum, dkk. tergantung dari jumlah sampel yang didapat. Semakin banyak jumlah sampel yang diperiksa, semakin baik penilaian peneliti terhadap performa alat RDT yang diigunakan. Selain itu lokasi penelitian harus bisa menyediakan sampel yang memadai dan mencukupi untuk dilakukan penelitian. Sehingga tidak menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan sampel pemerikasaan yang diinginkan. Diagnosis malaria ditetapkan berdasarkan anamnesis, hasil tampilan klinis dan pemeriksaan laboratoriknya. Gold Standard pemeriksaan laboratorium 41
malaria dalam penelitian ini adalah temuan parasit pada pemeriksaan mikroskopis (hapusan darah tebal dan tipis). Pemeriksaan ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu memerlukan ketersediaan mikroskop yang memadai dan tenaga pemeriksa yang terampil. Kelebihan diagnosis malaria berdasarkan RDT dibandingkan pemeriksaan mikroskopis adalah; metode ICT dapat dilakukan dengan cepat rata-rata waktu yang digunakan sekitar 10 sampai 20 menit, dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis yang memerlukan rata-rata waktu sekitar 15 sampai 60 menit; tidak memerlukan analis yang terlatih; serta prosedur diagnosis sederhana dan mudah untuk disimpulkan. Kekurangan diagnosis malaria berdasarkan RDT dibandingkan diagnosis mikroskopis adalah RDT tidak dapat digunakan untuk mengetahui kapadatan parasit (densitas parasit) dalam darah. Pemeriksaan imunokromatografis dapat digunakan untuk mendiagnosis malaria secara praktis. Oleh karena pemeriksaan imunokromatografis yang positif tidak selalu menunjukkan adanya infeksi malaria yang aktif, maka perlu dilakukan penelitian atau tindak lanjut dari hasil ini dengan menggunakan metode PCR. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Walker dan Playford dengan menggunakan ICT p.f/p.v dan diperoleh sensitivitas dan spesifisitas masing masing 97% dan 90%; sedangkan yang menggunakan perangkat alat (kit) OptiMal, Walker mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 85% dan 96%. Humar dkk yang menguji Para sight F menemukan sensitivitas 88% dan spesifisitas 97%. Di Maesod Thailand, Chansuda Wongsrichanalai, Iraeema, Arevalo dkk menggunakan uji Now ICT pf/pv dan menemukan sensitivitas dan spesifisitas untuk Plasmodium falciparum masing-masing 100% dan 96,2%; sensitivitas dan spesifisitas untuk Plasmodium vivax adalah 87,3% dan 97,7%. Farces, Zhong dkk menguji Binax Now ICT dibandingkan dengan PCR dan menemukan sensitivitas 94% untuk Plasmodium falciparum dan 84% untuk panmalaria; sedangkan spesifisitas 99% ditemukan untuk Plasmodium falciparum maupun panmalaria. Penelitian 42
Tjitra dkk, dengan menggunakan ICT pf dan pv didapatkan sensitivitas 95%, spesifisitas 89,6%, nilai prediksi positif 96,2% dan nilai prediksi negatif 88,1%. Agustini dan Widayanti pada penelitian yang menggunakan NOW ICT pf/pv diperoleh sensitivitas 97%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100% dan nilai prediksi negatif 88,6%. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa pemeriksaan RDT dapat digunakan sebagai metode diagnostik alternatif pada penderita malaria klinis tetapi masih belum dapat dijadikan sebagai pengganti pemeriksaan mikroskopis sebagai Gold Standard pemeriksaan malaria karena masih terdapat kemungkinan hasil negatif palsu pada pemeriksaan RDT.
43
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Statistik Uji Cochran menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan metode Mikroskopis dan metode Immunochromatography Test/ICT 2 produk. 2. Dari 15 pemeriksaan malaria yang menggunakan metode mikroskopis, terdapat 10 sampel malaria negatif, 5 sampel malaria P. Falciparum tanpa ada sampel malaria P. Vivax maupun Mixed Infections. 3. Pada pemeriksaan malaria menggunakan metode Immunochromatography Test (ICT) dengan produk Abon, diperoleh 11 sampel malaria negatif, 3 sampel malaria P. Falciparum dan 1 sampel malaria P. Vivax tanpa ada sampel malaria Mixed Infections. Sedangkan Pada pemeriksaan malaria menggunakan metode Immunochromatography Test (ICT) dengan produk Carestart, diperoleh 10 sampel malaria negatif, 4 sampel malaria P. Falciparum dan 1 sampel malaria P. Vivax tanpa ada sampel malaria Mixed Infections. 4. Berdasarkan perbandingan hasil dengan metode mikroskopis, RDT produk Abon memiliki nilai sensitivitas sebesar 80%, nilai spesifisitas sebesar 100%, nilai prediksi positif sebesar 100%, dan nilai prediksi negatif sebesar 90,9%. Sedangkan RDT produk Carestart memiliki nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai spesifisitas sebesar 100%, nilai prediksi positif sebesar 100%, dan nilai prediksi negatif sebesar 100%. Hal ini menunjukkan produk yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi memiliki performa yang lebih baik.
44
5.2 Saran Salah satu kendala yang dihadapi peneliti dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah masalah waktu dan biaya. Umumnya dalam suatu penelitian yang membandingkan alat Rapid Diagnostic Test rata rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang benar benar valid butuh waktu yang cukup lama dan jumlah sampel yang banyak. Sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ditambah lagi tempat penelitian yang harus menyediakan sampel yang memadai. Untuk itu, sangat disarankan kepada peneliti yang ingin melakukan follow up atau melanjutkan penelitian mengenai perbandingan alat RDT supaya benar benar mempersiapkan dengan matang, agar terhindar dari kendala tersebut. Pemeriksaan malaria menggunakan alat RDT merupakan pemeriksaan yang menuntut sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga kesalahan sekecil apapun entah dari tahap pra analitik, analitik, maupun pasca analitik sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan. Untuk itu disarankan untuk selalu berpedoman pada standar operasional prosedur ketika melakukan pemeriksaan.
45
DAFTAR PUSTAKA Abon, Biopharm Co. 2011. Abon Plus Malaria P.f/Pan Rapid Test Device (Whole Blood) Package Insert. Abon Biopharm Co.: Hangzhou Arum, Ima, Purwanto AP, Arfi S, dkk. 2006. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan Metode Imunokromatografi Diperbandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory: Jakarta Aulia, Rakhman., Istiana, dan Nelly Al Audhah. 2012. Perbandingan Efektifitas Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan Pemeriksaan Mikroskop pada Penderita Malaria Klinis Di Kecamatan Jaro. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat: Banjarmasin Carestart. 2011. Carestart Malaria HRP2/pLDH (Pf/PAN) Combo Test, One Step Malaria Antigen Rapid Test Procedure. Access Bio Inc.: New Jersey Dahlan, M. Sopiyudin. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi dengan Aplikasi Menggunakan SPSS Edisi 5. Salemba Medika: Jakarta Depkes RI. 1999. Epidemiologi Penyakit Malaria. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI: Jakarta Depkes RI. 2008. Indonesia Masih Berisiko Malaria. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI: Jakarta Depkes RI. 2011. Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Epidemiologi Malaria di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta 46
Dinkes Kaltim. 2010. Laporan Bulanan Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur: Samarinda Dinkes Kaltim. 2011. Laporan Bulanan Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur: Samarinda Gandahusada, S. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI: Jakarta Gasem, MH. 2004. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Malaria. Simposium AIDS, Tuberculosis, dan Malaria Universitas Dipenogoro: Semarang Hadidjaja. 1994. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. EGC: Jakarta Harijanto, P.N. 2009. Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran EGC: Jakarta Krogstad, DJ. 2000. Plasmodium Spesies (Malaria) Dalam: Principles and Practice of Infectious Disease. Livingston Churchill: New York Levine, N.D. 1990. Parasitologi Veteriner. UGM Press: Yogyakarta Moody, A. 2002. Rapid Diagnosis Test for Malaria Parasites. Clinical Microbiology Reviews. Pharm, D GHE, Asfar A dan Mohsenni G. 1999. Rapid Immunochromatographic Test ICT Malaria Pf in Diagnostic of Plasmodium Falciparum and Its Application in the Vivo Drug Suspectibility Test Riwidikdo, Handoko. 2007. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Bina Pustaka: Jakarta Riwidikdo, Handoko. 2012. Statistik Kesehatan. Mitra Cendikia Press: Yogyakarta Riyanto, PN. 2000. Cermin dunia kedokteran. Fakultas Kedokteran: Jakarta 47
Soedarto, DTM. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Sagung Seto: Jakarta Utami BS, Estiana L, Tuti S. Penggunaan Rapid Diagnostik Test (RDT) oleh Kader sebagai Alat Bantu dalam Penemuan Kasus Malaria di Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Jurnal Ekologi Kesehatan: Jakarta WHO. 1999. New Perspective Malaria Diagnosis. Reports of a Joint WHO/US Aid Informal Consultation: Geneva Zulkoni, Akhsan. 2010. Parasitologi. Maha Medika: Yogyakarta 48
Lampiran 1 Lembar Hasil Pemeriksaan
49
Lampiran 2 Lembar Tabel Crosstabulation
Metode * Hasil Crosstabulation Hasil Total negatif positif Metode Mikroskopis Count 10 5 15 Expected Count 10.35 4.65 15.0 % of Total 22.2% 11.1% 33.3% ICT Produk Abon Count 11 4 15 Expected Count 10.35 4.65 15.0 % of Total 24.4% 8.9% 33.3% ICT Produk Carestart Count 10 5 15 Expected Count 10.35 4.65 15.0 % of Total 22.2% 11.1% 33.3% Total Count 31 14 45 Expected Count 31.0 14.0 45.0 % of Total 68.9% 31.1% 100.0%
50
Lampiran 3 Lembar Hasil Analisa Uji Cochran
Test Statistics N 15 Cochran's Q 2.000 a
df 2 Asymp. Sig. .368 a. 2 is treated as a success.
Nilai Signifikansi Nilai Batas Kritis kondisi Kesimpulan 0,368 0,05 Nilai Signifikansi lebih besar (>) dari Nilai Batas Kritis H 0 Diterima