Anda di halaman 1dari 22

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM
REVITALISASI FUNGSI HALTE DENGAN MODEL DESAIN
ARSITEKTUR UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN
MASYARAKAT


BIDANG KEGIATAN :
PKM-GT



Diusulkan oleh :
Ana Ramdani (1100578) Angkatan 2011
Meldha Dwita Sari (1104587) Angkatan 2011
Naviorini Hafsarie (1106115) Angkatan 2011
Tresna Indianasari (1100045) Angkatan 2011







UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014





1. Judul Kegiatan : Revitalisasi Fungsi Halte dengan Model
Desain Arsitektur untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( v ) PKM-GT
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Ana Ramdani Sari
b. NIM : 1100578
c. Jurusan : Pendidikan Teknik Arsitektur
d. Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Pendidikan Indonesia
e. Alamat Rumah dan No Tel/HP : Komplek Marga Cipta kav. AT,
Ciwastra, Bandung, Jawa Barat/022-
7533561
f. Alamat email : anaramdanis@gmail.co.id

4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 4 orang

5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Lilis Widaningsih, M.T.
b. NIP : 197110221998022001
c. Alamat Rumah dan No Tel/HP : jalan babakan baru no 61 RT 01 RW 08
Bandung 40125


Bandung, 25 Maret 2014

Menyetujui,
Ketua Jurusan Ketua Pelaksana Kegiatan
Pendidikan Teknik Arsitektur UPI



(Dra. Tjahyani Busono, M.T.) (Ana Ramdani Sari)
NIP. 19621231 198803 2 005 NIM. 1100578



Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Dosen Pendamping
dan Kemitraan




( Prof. Dr. H. Dadang Sunendar, M. Hum. ) ( Lilis Widaningsih, M.T.)
NIP. 19631024 1988031 003 NIP. 197110221998022001


KATA PENGANTAR


Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
berkah dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal PKM
Gagasan Tertulis yang berjudul RevitalisasiFungsi Halte Dengan Model Desain
Arsitektur Untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat, sebagai suatu gagasan
yang menjadi salah satu bentuk kepekaan terhadap isu dan permasalahan aktual
yang berkembang di masyarakat.
Gagasan ini muncul dari pengamatan kami mengenai kondisi halte di
Jalan-jalan protokol Bandung yang kondisinya buruk diakibatkan pengawasan dan
desain yang kurang memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun fasilitas
halte,banyak yang tidak dilengkapi dengan elemen halte yang semestinya. Melihat
permasalahan itulah kami berpikir perlu adanya solusi desain yang tepat untuk
mengatasi masalah tersebut.
Kami berharap karya tulis ini dapat diimplementasikan dan semoga
manfaat utama dari pengimplementasian karya tulis ini yaitu mendidik
masyarakat untuk taat aturan, dan terciptanya wajah kota yang tertata dengan
rapih, sehingga Kota Bandung menjadi Kota Juara.
Pada kesempatan ini perkenankan kami untuk menyampaikan ucapan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam menyelesaikan karya tulis ini yaitu :
1. Allah SWT yang memberikan kesehatan serta kesempatan untuk membuat
karya tulis ini.
2. Orangtua yang sangat membantu pemberian motivasi serta nasehat yang
bermanfaat dalam proses penulisan yang cukup banyak menyita waktu.
3. Dra. Tjahyani Busono, M.T., sebagai ketua jurusan.
4. Lilis Widaningsih, M.T., sebagai pembimbing.
5. Teman-teman lain yang telah memberi motivasi bagi penulisan karya tulis ini.

Kami menyadari proposal karya tulis yang kami lakukan masih terdapat
kekurangan yang disebabkan kamampuan penulis. Untuk itu kami mengaharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat menyempurnakan
penelitian dan karya tulis ini.







Bandung, 27 Maret 2014



Penulis
DAFTAR ISI




Halaman Judul..................................................................................................... i
Halaman Pengesahan........................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iv
Ringkasan............................................................................................................. vii

PENDAHULUAN............................................................................................... 1
GAGASAN.......................................................................................................... 2
KESIMPULAN.................................................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 5

LAMPIRAN LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota........................................................... 8
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas........... 9
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Tim................................................. 10





























RINGKASAN
Transportasi merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan
manusia khususnya di kota-kota besar seperti Kota Bandung. Dengan
pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang berkembang dengan pesat dan sulit
dikendalikan, kebutuhan masyarakat akan transportasi publik pun semakin
meningkat. Sebenarnya, dengan adanya transportasi publik, kemacetan lalu lintas
yang menjadi permasalahan kota pun akan sedikit demi sedikit terpecahkan.
Walaupun begitu, pada kenyataannya transportasi publik seperti angkutan kota
(angkot) dan bus justru malah menjadi sumber kemacetan karena perilaku
masyarakat pengguna transportasi masal dan pengendara angkutan umum tidak
tertib.
Karena itulah, keberadaan transportasi massal ini harus didukung dengan
infrastruktur yang baik sehingga perilaku masyarakat yang tidak tertib akan dapat
teratasi. Salah satu infrastruktur yang sangat penting dalam mendukung
keberadaan transportasi publik adalah halte dan tempat pemberhentian bus
(TMB). Bagaimananapun telah tersedianya halte dan TMB saat ini belum bisa
memberikan pendidikan bagi masyarakat untuk sadar akan pentingnya menjaga
fungsi halte dan TMB
Pada dasarnya, ada beberapa alasan mengapa masyarakat memilih untuk
memberhentikan angkutan umum selain di halte yang kemudian menyebabkan
angkutan umum pun menurunkan dan menaikkan penumpangnya di sembarang
tempat. Hal ini pula yang menjadi kondisi objektif halte-halte di Kota Bandung.
Dari jumlah 144 halte yang ada dan 89 halte memiliki bangunan pelindung,
fungsinya dapat dikatakan belum optimal karena masyarakat masih banyak yang
enggan menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain tidak berfungsinya halte, keadaan halte yang rusak,
halte yang kotor dan kumuh, pedagang kaki lima yang menjadikan halte sebagai
lapak dagang, tunawisma yang menjadikan halte sebagai rumah untuk
beristirahat, vandalisme, dan kriminalitas.
Timbulnya alasan-alasan mengapa tidak berfungsi dengan baiknya halte
menyebabkan perencanaaan pembuatan halte selanjutnya diharapkan pemerintah
membangun halte sesuai kebutuhan dan potensi penumpang suatu daerah. Hal
kedua yang menjadi penyebabnya adalah material yang tidak tahan lama dan
perencanaan yang tidak matang yang menyebabkan pembuatan halte menjadi
tidak efektif. Ketiga, ketidak tersediaannya fasilitas-fasilitas penunjang seperti
tempat sampah yang menyebabkan kebiasaan buruk muncul kepada si pengguna
halte. Keempat, terdapatnya ruang-ruang negatif yang memunculkan kembali
beberapa permasalahan seperti sampah, kriminalitas, maupun alih fungsi halte.
Dan kelima tidak lengkapnya elemen seperti lampu, rute trayek kendaraan umum,
papan pengumuman dan lain-lain.
Pada dasarnya tanggungjawab dalam menjaga dan mewujudkan halte yang
baik tidak hanya milik pemerintah semata, masyarakatpun memiliki peran yang
besar dalam mewujudkan hal ini. Jika telah ada desain yang baik maka
masyarakat haruslah membantu mengawasi, misalnya dengan bentuk citizen
report pada media internet, dan perilaku yang baik untuk menjaga keberadaan dan
kelayakan halte di Kota Bandung.



viii

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Transportasi umum merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat
khususnya bagi masyarakat di kota besar, misalnya Kota Bandung. Dengan transportasi
umum, kehidupan masyarakat dapat terus berjalan dengan berbagai kegiatan seperti
kegiatan ekonomi, pendidikan, sosial, dan sebagainya dapat berjalan dengan lancar. Salah
satu transportasi yang sering digunakan masyarakat kota khususnya Kota Bandung adalah
bus dan angkutan kota (angkot).
Bus merupakan alternatif transportasi umum yang dapat dikatakan sangat efektif,
karena dapat memuat banyak penumpang dengan ongkos yang relatif murah dan dapat
dijangkau seluruh kalangan. Bus di Kota Bandung pun merupakan salah satu cara untuk
mengatasi masalah kemacetan dengan begitu banyaknya kendaraan yang semakin
bertambah dan pertimbuhan penduduk khususnya kaum urban yang tak terkendali. Di
Bandung ada dua jenis bus yang dapat digunakan sebagai altenatif trasportasi publik yaitu
DAMRI dan Trans Metro Bandung (TMB) yang sudah mulai beroperasi tahun 2008.
Sedangkan angkot merupakan alternative trasportasi umum yang mudah ditemui dan
memiliki trayek angkutan, hingga ke daerah yang sulit diakses kendaraan umum seperti
bus.
Pada kenyataannya, keberadaan bus dan angkot ini haruslah didukung dengan
berbagai infrastruktur yang baik, agar pengoprasiannya pun dapat berjalan dengan
maksimal. Salah satunya adalah tempat halte perhentian bus (TPB). Menurut data base
SIAK Provinsi Jawa Barat penduduk Kota Bandung Tahun 2011 adalah 8.670.501 jiwa,
dan pengguna kendaraan umum dapat mencapai lebih dari 50% dari jumlah seluruhnya,
namun keadaan infrstruktur transportasi seperti halte dan TPB sangat tidak memadai
untuk digunakan. Hampir seluruh halte dan TPB di Bandung mengalami alih fungsi dan
mempunyai keadaan yang tidak layak.
Seperti yang dilansir dalam PRFM News, Idwan Santoso (2013) mengatakan
keadaan tak layaknya kondisi halte dan shelter angkutan umum dikarenakan halte dan
shelter banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan transportasi
massal, salah satunya adalah halte menjadi lapak bagi PKL (pedangan kaki lima).

ix

Selain PKL, ada beberapa permasalahan yang sering ditemui TPB di Kota
Bandung, yaitu, pengalihfungsian sebagai tempat tidur bagi tunawisma, vandalisme, tak
berfungsinya halte secara optimal dan sampah. Namun pemecahan permasalah tersebut
bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Untuk menciptakan kondisi halte dan TPB
yang baik dan kondusif, haruslah ada tanggung jawab masyarakat dalam
mewujudkannya. Bukan hanya itu saja, dengan adanya program Bandung Juara,
pemerintah Kota Bandung pun sedang merencanakan untuk melaksanakan perbaikan
halte dan TPB di Kota Bandung (Republika.co.id , 2014)
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka kiranya dirasa perlu ada pemecahan
masalah yang baik dan kreatif. Bukan hanya dari halte dan TPB yang representatif saja,
tapi dari desain dan berbagai sarana edukasi yang membentuk perilaku masyarakat agar
ikut memelihara keberadaan halte dan TPB.

B. TUJUAN
Berdasarkan uraian pada latar belakang, tujuan dari gagasan ini adalah sebagai berikut:
a. Mendidik dan membentuk sikap masyarakat terhadap pemeliharaan halte melalui
desain halte yang sesuai standar dan baik
b. Menciptakan prototipe desain halte yang baik dan memenuhi kebutuhan calon
penumpang angkutan umum
c. Mendidik masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi halte melalui berbagai media
grafis, media internet, dll.

C. MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari diciptakannya prototipe halte adalah:
a. Masyarakat dapat menunggu di halte dengan nyaman sehingga tidak ada perilaku
ngetem dari supir angkutan umum maupun perilaku tidak disiplin dari penumpang
b. Halte-halte di Kota Bandung dapat berfungsi dengan baik dengan adanya desain yang
baik dan kelengkapan halte

D. IDENTIFIKASI MASALAH

x

Berdasarkan hasil pengamatan dan studi kasus, didapatkan beberapa kondisi objektif
yang sering terjadi di halte-halte kota Bandung sebagai berikut:
1. Halte yang tidak berfungsi

Gambar 1.1 Halte yang tidak digunakan di Dago
Sumber : inilah.com
Dalam Materi Teknis RTRW kota Bandung (2011,1-31), disebutkan bahwa Kota
Bandung memiliki 144 halte dengan 89 halte dengan bangunan dan 55 halte tanpa
bangunan, namun dari jumlah tersebut tidak seluruh halte berfungsi dengan baik,
beberapa halte sama sekali tidak beroperasi dan bahkan tidak dijadikan tempat
pemberhentian bagi transportasi massal seperti angkot maupun bus. Salah satu
contohnya adalah halte bus di Jl. Soekarno-Hatta yang merupakan salah satu halte bus
Trans Metro Bandung (TMB) yang kini sama sakali tak digunakan dalam keadaan tidak
terawatt.
2. Kerusakan Halte

Gambar 1.2 Halte yang rusak di Jl. Cihampelas
Sumber : liputan6.com

xi

Seperti yang dilansir radar-indo.com (28/2), bahwa hampir seluruh kondisi halte dan
shelter bus di Bandung memprihatinkan, terdapat banyak sekali kerusakan yang
menyebabkan ketidaknyamanan masyarakat dalam menggunakan fasilitas tersebut.
Contohnya saja di Halte Jl. Soekarno-Hatta di depan Perumahan Riung Bandung, halte
tidak memiliki atap dan hanya terlihat rangkanya saja sehingga fungsi halte sebagai
pelindung iklim bagi para pengguna angkutan umum pun tidak dapat terpenuhi.
Bukan hanya halte di depan Perumahan Riung Bandung saja, ada beberapa halte
yang dapat dikatakan jauh dari layak padahal letaknya ada di Jalan Protokol Kota
Bandung. Contoh yang lainnya adalah halte yang ada di Jl. Cikutra yang dinilai tidak
layak karena lantai keramik dan papan informasi yang rusak.
3. Kotor dan kumuh

Gambar 1.3 Halte kotor di Jl. Dago
Sumber : biegim.blogspot.com
Bukan suatu yang mengagetkan bahwa permasalahan besar yang dihadapi oleh Kota
Bandung adalah masalah kebersihan khususnya di halte angkutan umum. Hampir
seluruh halte yang ada di Kota Bandung dalam keadaan kotor dan beberapa bahkan
penuh dengan sampah yang berserakan, seperti di bawah bangku tunggu halte maupun
di celah-celah sempit pada halte.
Bukan hanya sampah, banyaknya iklan dalam bentuk pamphlet dan selebaran
lainnya pun terpasang secara sembarangan bahkan memenuhi tiang halte sehingga
tampak berantakan dan tidak enak dilihat.
4. PKL

xii


Gambar 1.4 Halte BKR yang digunakan sebagai lapak dagang
Selain permasalahan dan perawatan, alih fungsi halte pun sering terjadi sehingga
fungsi awal halte bagi masyarakat pengguna transportasi publik agar dapat menunggu
dengan nyaman dan terlindung dari iklim tidak dapat terpenuhi secara optimal. Dalam
Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaran Penumpang Umum
(Departemen Perhubungan, 1996), jumlah kapasitas yang ideal dalam perancangan halte
adalah dua puluh orang, dimana terdapat bangku yang memuat sepuluh orang dan
sisanya berdiri.
Beberapa halte banyak yang digunakan sebagai lapak dagang sehingga fungsi
aslinya pun terseger. Jika sudah digunakan oleh PKL untuk lapak dagang, maka tak
dipungkiri berbagai masalah pun akan mengikuti, seperti sampah bekas berjualan dan
lain-lain.
5. Tunawisma

Gambar 1.5 Tunawisma di Shelter Jl. Djuanda
Sumber : pikiran-rakyat.com
Selain digunakan oleh PKL sebagai lahan dagang, beberapa halte di Bandung pun
tak jarang digunakan sebagai tempat beristirahat pada tunawisma atau lebih dikenal
dengan anak jalanan (ajal) dan gelandangan pengemis (gepeng). Terkadang hal ini

xiii

bukan hanya terjadi di malam hari saja, di siang hari pun ajal dan gepeng tak jarang
memakai halte sebagai rumah mereka sehingga pengguna kendaraan umum pun
enggan menunggu di halte.
Jika sudah digunakan tunawisma, maka tak heran akan timbul permasalahan seperti
kotor dan kumuh, sampah dan tidak berfungsinya halte.
6. Vandalisme

Gambar 1.6 Vandalisme di Shelter Cipaganti
Sumber : www.behance.net
Kota Bandung cukup terkenal dengan aktivitas geng yang banyak merusak fasilitas
publik, salah atu yang tak luput dari banyak hal yang dilakukan kelompok yang tidak
bertanggung jawab ini adalah vandalisme. Bukan hanya terjadi di kawasan pertokoan
seperti Jl. Tamblong saja, vandalism juga terjadi di beberapa halte kota Bandung
sehingga kesan kumuh dan tak terawat pun tampak.
Masalah lain yang ditimbulkan dari vandalisme di halte bus adalah
ketidaknyamanan visual para pengguna kendaraan umum karena tak jarang ditemukan
tuisan-tulisan kasar yang mengganggu pada sisi-sisi halte.
7. Kriminalitas
Seperti yang dilansir inilah.com (19/2) pada tahun 2013, banyak halte-halte yang
digunakan sebagai tempat nongkrong anak punk, dan hal ini banyak meresahkan
pengguna angkutan umum. Bukan hanya itu saja, sering terjadinya kejadian pencurian,
penodongan, dan pelecehan di halte pun menjadi penyebab mengapa halte di Kota
Bandung tak dapat berfungsi secara optimal.

xiv

Dari penyebab permasalahan kriminalitas inilah terkadang banyak pengguna
transportasi masal yang enggan menunggu di halte dan memilih untuk menunggu di
tempat yang menurut mereka lebih aman dan nyaman, seperti di bawah pohon dan di
pinggir jalan yang agak ramai.
Setelah melihat kondisi objektif yang ada, terdapat beberapa analisis mengapa hal tersebut
dapat terjadi yaitu sebagai berikut :
1. Penempatan halte yang tidak tepat
Beberapa halte yang tidak berfungsi terkadang dikarenakan ketidaksesuaian
penempatan hingga akhirnya halte yang telah dibangun tidak berfungsi. Misalnya saja
pada halte bus yang ada di Jl. Soekarno-Hatta. Halte tersebut merupakan halte TMB,
namun karena hingga saat ini jarang sekali bus TMB beroperasi melewati daerah
tersebut, maka pada akhirnya halte berubah fungsi menjadi tempat tidur tunawisma.
Selain itu penempatan halte bus juga terkadang tidak merata, pada trayek Cibiru-
Cibeureun untuk TMB saja, hanya ada satu tempat pemberhentian untuk jarak
sepanjang enam belas kilometer hingga penggunaan halte pun tidak optimal.
2. Material yang tidak tahan lama dan perencanaan yang tidak matang
Halte di kota Bandung rata-rata memiliki desain yang sama, namun perencanaan
yang kurang matang pun menjadi penyebab mengapa halte di Bandung tidak
sustainable. Material yang digunakan banyak yang tidak tahan lama, seperti keramik
sehingga mudah pecah, juga material penutup atap yang buruk kualitasnya, hingga
dalam waktu beberapa bulan pun terjadi kebocoran ataupun kerusakan lainnya hingga
fungsi untuk melindungi pengguna transportasi masal pun tidak terpenuhi.
Bukan saja memberikan kesan tidak nyaman, namun material yang buruk pun
dapat mengancam keselamatan para pengguna halte, seperti tajamnya pecahan
keramik maupun saat material atap jatuh menimpa pengguna jalan maupun pengguna
halte itu sendiri. Jika sudah demikian, maka yang terjadi hanyalah pemborosan biaya
semata karena fungsi yang tidak optimal. Pada akhirnya pemerintah tetap dituntut
untuk melakukan perbaikan hingga biaya yang semula ingin ditekan malah menjadi
berlipat dua kalinya.
Untuk masalah vandalisme, sebenarnya dalam Bus Stop Specification Guidelines
(Intercity Transit, 2010), telah disebutkan bahwa salah satu syarat dalam

xv

pembangunan halte adalah cat yang tahan terhadap serangan iklim dan resisten
terhadap cat graffiti atau cat yang dapat digunakan dalam berbagai bentuk
vandalisme.
3. Tidak tersedianya tempat sampah
Kebiasaan buruk warga Indonesia adalah mengenai kebiasaan membuang
sampah. Ketidaktegasan dalam penegakan aturan untuk menjaga kebersihan dan
edukasi yang tidak memadai sejak kecil pun menjadi penyebab mengapa budaya
membuang sampah sembarangan ini dapat terjadi. Dalam riset kecil yang pernah
dilakukan penulis, rata-rata orang mengaku membuang sampah sembarangan karena
tidak tersedianya tempat sampah atau jauhnya jarak tempat sampah hingga mereka
memilih untuk membuang sampah dimana saja.
Menjaga kebersihan halte bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan
juga tanggung jawab pengguna halte, hingga kenyamanan pun dapat dirasakan. Jika
banyak orang yang mengaku membuang sampah karena tidak tersedianya tempat
sampah, maka solusi yang baik adalah menyedian tempat sampah.
Dalam pengamatan yang dilakukan penulis pun, beberapa halte tidak dilengkapi
dengan fasilitas untuk membuang sampah sehingga sifat orang Indonesia yang rata-
rata enggan mempersulit diri mencari tempat sampah pun akhirnya muncul untuk
membuang sampah dimana saja.
4. Banyak ruang negatif
Bukan hanya tidak tersedianya tempat sampah yang menjadikan beberapa halte di
Kota Bandung kotor dan penuh sampah, banyaknya ruang negatif pun menjadi alasan
mengapa pengguna halte membuang sampah di area yang jelas bukan tempat sampah.
Ruang negatif dapat terbentuk karena desain yang salah, misalnya saja dengan
adanya ruang sempit yang tersembunyi atau kolong bangku yang tidak terlihat hingga
orang-orang mempunyai kecenderungan untuk membuang sampah di daerah-daerah
tersebut. Bukan hanya sampah, ruang negatif pun dapat menimbulkan permasalahan
lain seperti alih fungsi halte menjadi tempat tidur tunawisma, lapak PKL atau bahkan
sarang kriminalitas.
Mardanus Pasaribu, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Sub Dinas Perhubungan
Jakarta Selatan, seperti yang dilansir Berita Jakarta pada tahun 2008 (31/11)

xvi

mengatakan bahwa desain yang terlalu luas pun dapat menjadi penyebab terjadinya
kriminalitas di halte. Oleh sebab itu, sebaiknya desain halte disesuaikan dengan
daerah dan kepadatan pengguna angkutan sehingga desain akan lebih efisien dan
meminimalisir adanya ruang negatif.
5. Tidak adanya elemen pelengkap halte
Dalam standardisasi pembangunan halte, elemen pelengkap halte merupakan
syarat mutlak yang harus dipenuhi. Misalnya saja tidak adanya informasi trayek
ataupun papan informasi yang sangat dibutuhkan para pengguna angkutan umum,
khususnya bagi wisatawan. Rambu-rambu yang tidak layak guna pun terkadang
menjadi permasalahan mengapa halte tidak berfungsi dengan baik, misalnya pudarnya
tulisan pemberhentian bus yang tertutup karat maupun yang tertutup iklan yang
dipasang di sembarang tempat.
Dalam beberapa kasus kriminal, kejadian terjadi pada malam hari dimana halte
tidak dilengkapi dengan lampu penerangan hingga akan sangat memudahkan para
perilaku kriminalitas untuk menjalankan aksinya.
6. Penempelan iklan yang seenaknya
Gangguan visual yang sering terjadi di halte bus diakibatkan dengan banyaknya
iklan dalam bentuk selebaran yang ditempatan sembarangan dan saling tumpuk,
terutama pada musim pemilu seperti sekarang ini.
Hal ini disebebkan tak lain karena tak adanya papan untuk menempelkan berbagai
iklan, hingga orang-orang lebih memilih untuk menempelkan pengumuman di
manapun sesuai keinginan mereka asalkan terlihat oleh orang banyak, namun
terkadang jika sudah ada papan untuk menempel iklan pun, iklan-iklan liar tetap
terpasang di berbagai permukaan halte. Jika iklan-iklan tersebut dapat dibersihkan
secara berkala, maka mungkin hal ini tidak akan terjadi. Papan pengumuman yang
disediakan pun seharusnya mudah ditangkap oleh mata dan tentu saja tidak
mengganggu pandangan dan perlu ada keterangan atau tanda penanda agar
masyarakat tahu bahwa papan tersebut merupakan papan untuk menempelkan
berbagai iklan.



xvii

GAGASAN

Transportasi merupakan sebuah kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat khususnya di kota-kota besar seperti kota Bandung. Transportasi massal yang dalam
hal ini adalah angkutan umum merupakan salah satu jawaban untuk masalah kemacetan yang
semakin hari semakin sulit untuk dipecahkan, tapi pada kenyataannya angkutan umum menjadi
salah satu penyebab utama kemacetan di ruas-ruas jalan di kota Bandung karena adanya perilaku
yang tidak disiplin dari supir dan pengguna angkutan umum. Salah satu penyebab mengapa hal
ini terjadi adalah karena ketidaktersediaan halte yang layak dan fungsional sehingga penumpang
tidak mau menunggu di halte.
Pada dasarnya desain dan perilaku manusia saling mempengaruhi, perilaku manusia
menjadi dasar bagaimana suatu desain terbentuk, dan desain yang baik membentuk perilaku
penggunanya agar menjadi lebih baik. Prototipe halte yang akan diusulkan ini akan menjawab
permasalahan tersebut sehingga dengan perencanaan yang baik dan penempatan yang tepat akan
dapat mendidik masyarakat untuk berperilaku yang baik pula.
Prototipe yang diusulkan meminimalikan ruang-ruang tak terpakai yang dapat menjadi
tempat-tempat pembuangan sampah dan meminimalisasi kemungkinan halte dapat digunakan
sebagai tempat berjualan PKL maupun tempat tinggal tunawisma. Selain itu halte juga akan
dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap seperti lampu, papan informasi trayek, papan
pengumuman, dan papan iklan sehingga calon penumpang akan merasa nyaman menunggu di
halte.
Adapun pihak pihak yang dipertimbangkan dapat membantu mengimplementasikan
gagasan:
1. Developer, pihak yang mengembangkan pembangunan halte-halte di kota Bandung
sehingga pembangunan prototipe halte ini dapat terlaksana dengan baik dan sesuai
rencana
2. Pemerintah kota Bandung, dinas perhubungan, dinas perijinan, Jasa Marga, dan pihak-
pihak terkait dalam melaksanakan dan mengawasi ketersediaan halte.
3. Masyarakat Bandung sebagai pengguna halte dan pengawas secara langsung
penggunaannya. Dengan perilaku pengguna yang baik, maka halte di kota Bandung akan
lebih terawat dan terjaga fungsinya.

xviii

Setelah ditentukan pihak pihak yang berkaitan tersebut diatas, selanjutnya dapat ditentukan
langkah langkah strategis yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan gagasan, sebagai
berikut:
1. Mengamati keadaan objektif halte-halte di Kota Bandung
2. Mengetahui alasan apa yang menyebabkan halte-halte di Kota Bandung tidak berfungsi
secara optimal
3. Merancang prototipe halte yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan standardisasi
4. Melakukan pendidikan masyarakat melalui berbagai media untuk mengedukasi
masyarakat tentang pemeliharaan halte























xix

KESIMPULAN

A. GAGASAN YANG DIAJUKAN
Melihat keadaan halte yang ada di Kota Bandung, banyak fungsi-fungsi yang seharusnya
dipenuhi oleh sebuah halte yang tidak tersedia di halte-halte yang ada sehingga masyarakat
sering berperilaku tidak disiplin dan enggan menggunakan halte yang ada. Dengan adanya
prototipe desain dan sosialisasi penggunaan halte yang baik diharapkan akan meningkatkan
kesadaran masyarkat akan pentingnya menjaga halte dengan perilaku yang baik sehingga fungsi
halte akan berjalan secara optimal.

B. TEKNIK IMPLEMENTASI
a. Perencanaan dan konsep awal
Perencanaan dan konsep awal dilakukan dengan mengamati penggunaan halte-halte yang
ada di Kota Bandung dan menganalisis alasan mengapa hal-hal tersebut dapat terjadi.
b. Studi Literatur
Studi literatur pada proses perencanaan konsep awal dilakukan dengan membandingkan
berbagai pedoman pembuatan halte di Indonesia juga di beberapa negara lain dan beberapa studi
kasus yang terjadi di halte-halte kota Bandung
c. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data data yang sesuai
mengenai halte juga perbandingan dengan halte-halte yang ada kota Bandung dengan halte-halte
lain yang ada di Indonesia
d. Pelaksanaan
1. Analisa kebutuhan pengguna halte sesuai dengan hasil pengamatan dan studi kasus
2. Proses perencanaan prototipe halte
3. Proses asistensi dan perbaikan desain halte






xx










C. PREDIKSI HASIL YANG AKAN DIPEROLEH
Barang : : Prototipe halte yang memiliki fungsi optimal
Jasa : Pendidikan masyarakat dengan desain dan berbagai sosialisai melalui media
mengenai penggunaan halte yang baik







Identitas halte Rambu pemberhentian
Papan trayek
Tempat sampah
Papan iklan
Keterbukaan untuk
mempermudah pengawasan

xxi

KEGUNAAN
1. Pengguna angkutan umum akan lebih nyaman dan lebih senang menunggu di halte
sehingga fungsi halte dapat berjalan optimal
2. Mengurangi kemacetan lalu lintas karena adanya pemberhentian penumpang yang
terencana dan teratur
3. Pendidikan untuk masyarakat agar ikut menjaga fungsi dan keberadaan halte




































xxii

DAFTAR PUSTAKA

Direktur Jenderal Perhubungan Darat. 1996. Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian
Kendaran Penumpang Umum, Departemen Perhubungan, Jakarta
Anonim. 2011. Penduduk,. diakses tanggal 23 Maret 2014 di http://jabarprov.go.id/
Nugraha. Dani R, 2013, Gerombolan Punk di Kab Bandung Resahkan Warga (artikel),
diakses tanggal 23 Maret 2014 di http://m.inilah.com/

Pemerintah Kota Bandung, 2011, Materi Teknis RTRW 2011-2031, diakses pada 23 Maret 2014
di http://bandung.go.id/
Suryo, Taufiq, 2010, Merancang Transportasi Publik Kota Bandung Upaya Estimasi
Pergerakan Dan Pemilihan Moda Optimum, diakses pada 23 Maret 2014 di
http://taufiqsuryo.wordpress.com/
Diputra. Render Bakti. --, Studi Kinerja Operasi Damri di Kota Bandung, diakses pada 23 Maret
2014 di http://repository.maranatha.edu/
Anonym, 2013, Akibat Alih Fungsi, Kondisi Halte dan Shelter di Bandung Memprihatinkan
(artikel). Diakses pada 23 Maret 2014 di http://www.prfmnews.com/
Redaksi Radar Indonesia. 2014. Shelter di Kota Bandung Memprihatinkan, diakses pada 23
Maret 2014 di http://www.radar-indo.com/
Anonim, --, Angkutan Publik Di Bandung Belum Layak, diakses pada 23 Maret 2014 di
http://news.mnctv.com/
Darniell and Associates, 2006, Bus Stop Design Guidelines.Omitrans. San Diego
Ontario Ministry of Transportation,2011, Transit Supportive Guidelines, diakses pada 23 Maret
2014 di http://www.mto.gov.on.ca/
Intercity Transit. 2010. Bus Stop Specification Guidelines. Diakses tanggal 23 Maret 2014 di
http://www.intercitytransit.com/

xxiii

Anonim. 2009. 128 Halte di Jaksel Jadi Halte Betawi, diakses pada 23 Maret 2014 di
http://www.beritajakarta.com/

Anda mungkin juga menyukai