Anda di halaman 1dari 31

Jalan Setapak Menuju Nusantara Jaya

bedah telisik spiritual wasiat nenek moyang


Sasmita Negeri PRABOWO vs JOKOWI
Oleh : Tri Budi Marhaen Darmawan
Selama kurun waktu 500 tahun semenjak kehancuran Majapahit dari bumi Nusantara yang sempat berjaya
selama kurang lebih setengah abad dari 200 tahun perjalanannya, kini sosok mahluk Nusantara yang terlahir
dari prakarsa Maha Patih Gajah Mada tengah menggeliat memasuki alam kesadarannya. Diibaratkan seperti
baru saja terbangun dari tidurnya yang panjang terbuai frekuensi Alpha di alam ketidaksadaran. Satu
dasawarsa berjalan dari titik dimulainya Pemilu Presiden secara terbuka oleh rakyat di tahun 2004, Nusantara
mulai memasuki ranah frekuensi Beta dimana secara berangsur masuk dalam alam kesadaran awal walau
belum sepenuhnya sadar. Di dalam periode itulah kita semua menyaksikan dan mengalami berbagai bencana
alam dan kecelakaan berskala besar, yaitu diawali dengan bencana Tsunami Aceh, meletusnya gunung Merapi
yang kemudian disusul dengan gempa Jogja, dan berikutnya muncul bencana semburan lumpur Lapindo di
Sidoarjo yang masih terus berjalan dan masih menyisakan penderitaan bagi para korban hingga saat ini.
Bencana-bencana lainpun terus menyusul seperti gempa Padang dan tsunami Mentawai, meletusnya kembali
gunung Merapi yang banyak membawa korban termasuk mbah Marijan, tenggelamnya pesawat Adam air dan
juga Kapal penumpang Senopati Nusantara yang hingga kini tak dapat diketemukan, jatuhnya pesawat Sukhoi
di gunung Salak, serta serangkaian bencana lain hingga yang terakhir kemarin adalah meletusnya gunung
Sinabung dan juga Kelud.
Semestinya kita semua tidak boleh melupakan segala kejadian itu. Karena secara metafisis ada rangkaian
pesan dan hakekat di balik semua kejadian tersebut. Sejatinya kejadian alam itulah yang berulang-ulang
membangunkan kesadaran kita dengan segala kejutannya. Tapi nampaknya kita semua masih dianggap belum
sepenuhnya menyadari berbagai pesan yang tersirat di balik kejadian-kejadian itu. Tak ada hikmah apapun
yang mampu dipetik, bahkan seringkali terlupakan setelah kejadian berlalu. Maka dengan adanya fenomena
semua gunung-gunung dalam kondisi aktif di tataran nusantara ini mengisyarahkan bahwa alam akan masih
terus mengingatkan kita semua, terutama para elite pemimpin. Karena pemimpin adalah representasi dari
seluruh rakyatnya.
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
1 of 31 27/06/2014 1:18
Meletusnya gunung Sinabung di Sumatra Utara sejatinya
merupakan rangkaian aksara dewa yaitu Sing Nang Bang Ung. Dalam tatanan Dewata Nawa Sanga, SING
=Dewa Sangkara (barat laut), NANG =Dewa Maheswara (tenggara), BANG =Brahma (selatan), dan UNG
=Wisnu (utara). Sehingga merupakan isyarah akan datangnya daya kesadaran yang membangunkan kekuatan
jiwa raga yang akan membawa kemakmuran. Kekuatan kesadaran setelah mengingati kembali akan
penciptaan awal termasuk menghormati kembali para leluhur nusantara (SING). Diiring dengan daya kasih
sayang dengan wujud adanya prabawa yang mengembalikan kepada spirit yang murni yaitu kembali kepada
jati diri (NANG). Daya yang akan menyucikan atau membersihkan untuk kemudian menciptakan suasana
baru yang lebih bersih (BANG). Sehingga segala sesuatunya menjadi tertata dengan baik dan serasa
mendapati hidup baru (UNG). Dan Sumatra Utara mengisyarahkan SOMA awaTaRA ring UTtARA yang
merujuk kepada WISNU sebagai simbol Wahyu yang turun.
Maka ketika gunung Sinabung di titik barat laut nusantara meletus (lambang SING) yang arah laharnya
seringkali mengarah ke arah tenggara, kemudian disusul gunung Kelud di Kediri Jawa Timur meletus (titik
tenggara dari lokasi Sinabung). Hal ini merupakan isyarah sebagai hakekat NANG yaitu menyapu atau
membersihkan diri untuk kembali kepada jati diri, kembali kepada asal muasal (wiwitaning/wetan/timur) Jawa
sebagai hakekat penciptaan awal yaitu ingsun (Jiwa Jawi Jawa). Maka saat gunung Kelud meletus, yang
paling parah terkena dampak hujan debu vulkaniknya adalah wilayah Jogja Solo. Hal itu memberikan pesan
berkaitan dengan gunung Merbabu Merapi sebagai lambang hidupnya Api Brahma (BANG), yaitu daya
penyucian dan penciptaan atau wilayah kidul (selatan) sebagai lambang Sirrullah. Di sinilah terdapat sandi
Tampak Siring, yaitu Utara Selatan. Utara adalah lambang Wujudullah (tampak) dan Selatan adalah
lambang Sirullah (siring) yang bermakna bahwa yang Sirr (rahasia) akan mewujud (nampak). Di Selatan
adalah posisi gunung Merbabu Merapi, sedangkan di Utaranya adalah gunung Ungaran (wilayah Semarang).
Semar adalah ANG (aksara Wisnu). Maka ketika Wisnu turun aksaranya adalah UNG. UNG arane
(namanya). Sehingga sejatinya semua perlambang itu mengisyarahkan turunnya Semar atau Sang Sabdo Palon
itu sebagai hakekat Wahyu Keprabon (Wahyu Cakraningrat). Hal itu melambangkan bahwa seorang
pemimpin yang hak dan amanah haruslah yang memiliki wahyu itu sehingga mampu mewujudkan
Keselamatan dan Kesejahteraan bagi seluruh rakyat dan negara. Maka di malam Super Semar 11 Maret 2014
yang lalu gunung Selamet meletus memberikan tanda sebagai isyarah tentang itu. Karena Semar sejatinya
adalah Guru Raja yang dilambangkan dengan para Ksatria Pandawa sebagai muridnya. Di dalam proses
kenyataannya kita semua hanya akan bisa merasakan daya-dayanya yang muncul dalam kejadian-kejadian
nyata berkaitan dengan situasi kepemimpinan nusantara dan kondisi negeri.
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
2 of 31 27/06/2014 1:18
Pasca pungkasan Pemilu Legislatif 9 April 2014 yang lalu, di saat ini kita baru saja menyaksikan ephoria para
elite partai yang sibuk bermanuver menjajagi dalam pembentukan koalisi menjelang hajat Pemilu Presiden 9
Juli 2014 yang akan datang. Dari dimensi spirit hakekat, fenomena ini begitu sarat dengan perlambang
berupa simbol dan asma yang juga menyiratkan isyarah sebagai rambu pergerakan daya yang mengandung
hakekat. Tentu saja penulis memandang berdasarkan persepsi yang selaras dengan alur segala apa dan
bagaimana yang telah penulis ungkapkan di dalam blog ini di dalam Menyibak Tabir Misteri Nusantara.
Memandang kenyataan yang bersifat sunyata (kasunyatan) sebagai upaya memfisiskan dari yang bersifat
metafisis dengan berpijak pada hakekat kawruh / ajaran / suluk / gama ketauhidan leluhur nusantara dan juga
kenabian dalam perjalanan spiritual penulis. Sangat menarik bagi penulis untuk menyoroti fenomena yang
begitu sarat dengan simbol yang ada di seputaran sosok capres Prabowo Subiyanto dan juga Jokowi dalam
pergerakan langkah politiknya hingga telah dideklarasikannya pencalonan pasangan masing-masing bersama
koalisi partai masing-masing. Pasangan capres / cawapres Prabowo Hatta Rajasa yang diusung oleh partai
Gerindra, PPP, PKS, PAN, PBB, dan Golkar, sementara di sisi lain pasangan Jokowi Jusuf Kalla diusung
oleh PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura.
Sementara itu penulis telah mengungkapkan tentang isyarah hilangnya pesawat Adam Air dan juga Kapal
penumpang Senopati Nusantara dalam Kontemplasi Nusantara yang menyiratkan bahwa kita harus
kembali kepada Kesejatian Diri (Adam). Karena bangsa ini telah meninggalkan kesejatian diri maka jiwa-jiwa
Senopati Nusantara (ksatria) pun telah sirna. Maknanya bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin yang
Adam, yang Sejati, atau dengan kata lain sebagai isyarah akan munculnya pemimpin yang sejati yang akan
mampu memberikan teladan dan mengembalikan jiwa-jiwa Senopati Nusantara. Ibarat hakekat perjalanan
Miraj yang dilakukan oleh Muhammad Rasulullah dimana sebagai lambang kesadaran untuk menuju kepada
Allah awalnya melewati langit pertama yang dijaga Nabi Adam. Adam tanpa Hawa, bermakna kembali
kepada genesis (awal mula penciptaan) yaitu kembali kepada kesejatian tanpa hawa nafsu yang seringkali
mudah terbujuk oleh bujuk rayu setan iblis. Perlambang inilah yang pada kenyataannya sedang kita hadapi
saat ini yaitu dengan munculnya sosok capres yang bernama Joko Widodo atau dikenal dengan Jokowi. Kalau
menurut plesetan orang jawa dikatakan : Yo sing Joko kuwi... Joko berarti sejati, atau sama maknanya
dengan Jejaka / Perjaka yang mengandung arti masih lajang belum memiliki pendamping sosok hawa. Namun
di sisi lain sosok capres lainnya yang bernama Prabowo Subiyanto dalam kenyataannya memang benar-benar
sendiri (single) sebagai lambang Adam tanpa Hawa. Maka seseorang yang telah mencapai kesejatian (Adam)
dipastikan bersifat ksatria (berani, jujur, tegas, dan bijaksana). Ksatria dalam arti karena terdedikasi memiliki
keberanian dalam berperang melawan dirinya sendiri yaitu melawan hawa-hawa nafsunya. Sekarang tinggal
manakah yang Sejati diantara dua sosok capres tersebut ? Tentu masing-masing pembaca memiliki
penilaiannya sendiri.
Setelah Jokowi dideklarasikan sebagai capres oleh PDIP, partai yang pertama kali merapat sebagai mitra
koalisi adalah Nasdem dengan ketua umumnya adalah Surya Paloh. Penulis melihat nama Surya Paloh adalah
melambangkan pusaka SURYA PANULUH (SP) milik Gajah Mada yang dihunus ketika mengucap Sumpah
Amukti Palapa. Hanya saja persoalannya di tangan Jokowi pusaka ini berdaya paNAS aDEM atau membuat
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
3 of 31 27/06/2014 1:18
suasana menjadi panas dingin. Maka jika sebuah pusaka itu hak dan sesuai dengan pemegangnya, biasanya
akan menciptakan suasana adem atau tenang bagi si pemegang pusaka. Namun jika tidak sesuai maka suasana
panas yang akan muncul dan sangat berpengaruh bagi pemegangnya dan juga lingkungannya. Selanjutnya
setelah PKB bergabung dalam koalisi, kemudian akhirnya disusul oleh HANURA dengan ketua umumnya
adalah Wiranto. Sehingga bagi Jokowi dengan simbol dan perlambang itu digambarkan sebagai Satria Wirang.
Purna sudah pada fase ini setelah ditetapkan pasangannya sebagai cawapres yaitu Jusuf Kala.
Seperti apa yang telah diungkapkan di dalam tulisan Menuju Jaman Baru, bahwa saat ini ke depan dalam
hal kepemimpinan nusantara masih berada di wilayah Satria Boyong Pambukaning Gapura. Berikut
kutipannya : Seperti telah diurai dalam blog ini mengenai ramalan 7 (tujuh) Satria Piningit yang bakal
memimpin NKRI, saat ini kita berada pada masa Satria Piningit ke 6 (enam) yaitu Satria Boyong
Pambukaning Gapura. Dalam Serat Musarar Jayabaya, kita sekarang berada pada masa Tan kober apepaes
tan tinolih sinjang kemben yakni lambang pemimpin yang tak sempat mengatur negara karena direpotkan
dengan berbagai masalah. Hingga digambarkan banyak terjadi bencana dan musibah, negara dikatakan rusak
dan hukum tidak karu-karuan, dan sebagainya. Segala situasi yang terjadi disebabkan karena bangsa ini
tengah berada di puncak degradasi moral yang sangat parah. Nampaknya sejauh ini Presiden RI Susilo
Bambang Yudhoyono/SBY sebagai Satria BoYong tidak mampu membuka Gapura sebagai prasyarat bagi
Kejayaan Nusantara. Sehingga dari dimensi spiritual misteri Nusantara, fase ini harus digenapi.
Hal lain lagi diungkapkan : Isyarah tentang Kebangkitan Majapahit di balik fenomena Semburan Lumpur
Lapindo di Sidoarjo bukanlah berarti bahwa kita akan kembali ke era kerajaan seperti dahulu kala. Namun
dari kacamata hakekat mengandung makna bahwa negeri ini akan menjadi sejahtera (Sidoarjo), untuk itu
semua kekotoran yang terpendam selama ini karena sengaja ditutupi, akan ditumpas habis. Dan daya semesta
akan berjalan selaras dengan itu, sehingga tak ada seorang manusiapun yang mampu menghalangi. Daya
Kebangkitan Majapahit sebagai perlambang yang akan mampu merubah segala carut marut yang terjadi kurun
waktu ini. Hal ini mengandung makna bahwa jika kita ingin kembali mengobarkan semangat MAJAPAHIT,
tentu kita semua harus MAu JAlan PAHIT. Dan untuk bisa MAju dan JAya maka harus berani PAHIT.
Merajut kembali Nusantara, berarti harus kembali merajut Majapahit, yaitu menghubungkan kembali secara
hakekat mata rantai yang terputus (missing link). Keberadaan Majapahit terakhir adalah Majapahit di Daha di
bawah pemerintahan Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) tahun 1486 1527 yang memiliki ayah bernama
Suraprabawa (Singhawikramawardhana), memerintah tahun 1466 1474. Inilah isyarah di balik fenomena
Semburan Lumpur Lapindo yang ada di wilayah Daha di masa lalu, jika kita kaitkan dengan masalah
kepemimpinan nasional. Kata sandinya adalah GIRINDRAwardhana yang memiliki bapak SuraPRABAWA.
Girindra berarti Raja Gunung atau bermakna sangat kokoh dan kuat, sedangkan Wardhana bermakna
anugerah dari Sang Pencipta atau yang menyebabkan berlebih. Sura berarti orang yang kuat memahami yang
nyata dan tak nyata (fisik dan metafisik), sedangkan Prabawa bermakna pancaran kewibawaan atau
kharismatik. Jangan memandang ungkapan ini secara syariat atau lahiriah yang tertulis, namun hakekat
karakter pemimpin inilah yang dibutuhkan negeri ini yang akan mampu membersihkan kekotoran negeri ini.
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
4 of 31 27/06/2014 1:18
Mampu menjadi LAPINDO yang bermakna LAP adalah kain pembersih atau Alap-Alap (penyikat)
INDOnesia, sehingga mampu membersihkan dari segala yang kotor. Karakter pemimpin inilah yang
dibutuhkan negeri ini ke depan sehingga mampu membawa bangsa ini kembali memasuki Gapura Mas menuju
Kejayaan Nusantara seperti yang telah dirintis oleh Gajah Mada Maha Patih Majapahit ketika itu. Siapapun
sosok itu dan siapapun namanya.. Dari Majapahit kembali menuju Pajajaran, yang pada akhirnya terwujud
situasi yang sejajar diantara keberagaman yang ada. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tak ada
diskriminasi antara satu dengan yang lainnya dengan nafas saling menghormati, beradab dan berkeadilan.
Inisial Satria Boyong Pambukaning Gapura yaitu SBYPG sangatlah identik dengan nama SuBiYanto Prabowo
Gerindra. Banyak hakekat yang menarik dari munculnya simbol-simbol sepanjang proses koalisi partai-partai
yang mendukung pencapresan Prabowo Subiyanto yang diusung oleh Gerindra. Karena segala kejadian di
dalam sebuah proses adalah merupakan isyarah itu sendiri yang mengandung hikmah. Untuk pertama kalinya
PPP dengan ketua umumnya Surya Dharma Ali merapat berkoalisi mendukung Prabowo setelah harus melalui
perdebatan sengit di internal PPP. Keteguhan hati Seorang Surya Dharma Ali didalam mempertahankan
kebenarannya pada akhirnya diamini segenap organ internal PPP dan membuahkan legitimasi formal tetap
mendukung Prabowo. Gerindra dengan lambang Garuda bertemu dengan PPP berlambang Kabah. Penulis
melihat simbol ini sebagai isyarah istimewa tentang kepemimpinan masa depan yang akan muncul setelah
melalui era Satrio Boyong Pambukaning Gapuro dengan perlambang Tunjung Putih semune Pudhak
Kesungsang, yaitu pemimpin yang berhati bersih namun masih tersembunyi. Dikatakan bahwa pemimpin
tersebut Kadhatone pan kekalih, Ing Mekah ingkang satunggal, Tanah Jawi kang sawiji (Kedhatonnya ada
dua, di Mekah yang satu, dan satunya lagi Tanah Jawi). Tanah Jawi adalah Nusantara yang dilambangkan
dengan Garuda dan Mekah yang dilambangkan dengan Kabah. Sinergisitas hakekat kedua simbol tersebut
memiliki daya Prabawa Surya Dharma Ali, yang bermakna sebagai kekuatan cahaya penerang atau
pencerahan dalam pelaksanaan dharma (jalan kebenaran) seperti halnya yang diteladani oleh Sayiddina Ali
salah seorang sahabat Rasulullah Muhammad SAW. Kemudian bergabunglah PAN dengan ketua umumnya
Hatta Rajasa sebagai simbol datangnya Matahari itu yang memberikan cahaya terang atau sebagai simbol
turunnya Amanah Nasional kepada Prabowo. RA-jasa bermakna Matahari yang berjasa. RA =Matahari.
Atau Raja-SA, SA adalah aksara dewa dari Iswara atau Dewa Surya itu sendiri di titik Timur yang menjadi
Raja (pemimpin). Hakekatnya adalah pemimpin yang memiliki sifat seperti Matahari, mencerahkan karena
mengerti segala persoalan dengan terang benderang dan bersifat adil serta konsisten. Sehingga dengan
ditetapkannya Prabowo Hatta Rajasa sebagai capres dan cawapres, maka memiliki makna bahwa Prabowo
Hatta Rajasa adalah ibarat Matahari dan cahayanya bagi rakyat negeri ini ke depan. Berikutnya barulah
kemudian PKS bergabung sebagai simbol datangnya Keadilan dan Kesejahteraan setelah segala sesuatunya
terang benderang karena pencerahan. Ketiga partai berbasis Islam itu kemudian disahkan dan distempel oleh
PBB dengan simbolnya Bulan Bintang sebagai lambang Islam yang satu. Ibarat bulan dan bintang pun
mencari cahayanya yang bersumber dari Matahari. Sehingga lengkaplah segala sesuatunya dilambangkan
pertemuan Matahari, Bulan dan Bintang dengan adanya persatuan. Dan berikutnya pada detik-detik terakhir
menjelang deklarasi Prabowo Hatta Rajasa, Golkar yang bersimbol pohon beringin pun secara tidak
terduga-duga ikut bergabung dalam koalisi sebagai lambang pemberian legitimasi bahwa persatuan itulah
yang diharapkan sebagai prasyarat tercapainya keadilan dan kesejahteraan rakyat. Sebuah simbol yang luar
biasa hebatnya. Diibaratkan empat madzab Islam di Nusantara bersatu dalam naungan Garuda (Pancasila)
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
5 of 31 27/06/2014 1:18
sebagai ideologi NKRI. Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa =Berbeda-beda namun tetap satu,
tiada kebenaran yang mendua.
Bagi penulis yang selama kurun waktu 10 tahun ini menjalani perjalanan spiritual menembusi misteri
nusantara, menganggap sangat pentingnya simbol Matahari. Karena hakekat Matahari yang disebut dengan
RA itulah yang harusnya kita tuju. RA inilah yang diperlambangkan oleh leluhur kita dengan istilah Ratu
Adil yang sangat lekat ketika kita berbicara tentang Satria Piningit, pemimpin sejati yang dinanti-nanti.
Dalam konteks ini sesungguhnya semua presiden NKRI dari yang pertama hingga yang sekarang pun adalah
Satria Piningit. Karena sebelum mereka menjadi presiden, kita semua tidak mengetahuinya. Sama artinya
seperti yang akan menjadi Presiden NKRI 2014 2019 nantinya pun kita belum bisa mengetahuinya
walaupun saat sekarang ini sudah terlihat semakin mengerucut. Sehingga siapapun yang menjadi Presiden
nantinya dia adalah seorang mantan Satria Piningit. Karena sudah tidak Piningit (tersembunyi) lagi. Sudah
muncul dan di ketahui oleh banyak orang. Hanya saja kita akan selalu menanti yang terbaik yang benar-benar
bisa menyejahterakan seluruh rakyat, memakmurkan negeri ini dan memimpin bangsa dengan adil dan
bijaksana. Bagi yang meyakini dalam hal kehadiran Satria Piningit dengan pijakan wasiat leluhur nusantara
pun sesungguhnya hanya mampu meraba untuk mengenali situasi keadaan jaman dengan perlambang
kepemimpinannya, yang lebih dalam akan mengenali sandi-sandinya. Semua itu bagi yang memiliki kesadaran
spiritual dimaksudkan agar supaya tidak terjebak dalam tipu daya kehidupan, untuk senantiasa tetap Eling dan
Waspada. Apalagi yang umum terjadi banyak yang terjebak dengan mengaku-aku sebagai Satria Piningit
ataupun Ratu Adil dengan segala versinya. Padahal sejatinya diri kita semua adalah Satria Piningit. Untuk
melakukan perjalanan menemukan jati diri kita yaitu jiwa yang piningit itu dibutuhkan sifat ksatria, karena
harus terus menerus berperang melawan nafsu-nafsu yang ada di dalam diri dan pantang khianat. Dan jiwa
itulah Matahari yang ada di dalam setiap diri manusia. RA itulah yang kita tuju. RA itu sejatinya adalah
Ridho Allah. Illahi anta maqsudi wa ridhoka mathlubi (tujuanku hanya Allah, dan yang kucari hanyalah
Ridho Allah semata). Dengan menggapai MATAHARI itulah kita akan memahami MArifat (mengenali)
TArekat (menjalani) HAkekat (kebenaran sejati) RIdho Allah (MA-TA-HA-RI). Dan kemudian akan
berjalan dengan kepatuhan mengikuti tuntunan cahaya MATAHARI, yang juga sejatinya adalah MAta HAti
dalam diRI. Tentu saja semua itu dilandasi dengan pondasi Syariat yang tak perlu diperdebatkan lagi.
Akhirnya Ridho Allah itulah yang ingin kita gapai dimana sebagai RATU ADIL pada diri kita yang
berkuasa, yaitu RAsa yang saTU dalam mengemban Amanah mengabDI secara Langgeng (istiqomah) kepada
Allah. Inilah perjalanan yang harus kita tempuh di dalam Jagad Cilik kita sebagai manusia untuk menggapai
RA itu. Sedangkan untuk Jagad Gede negeri kita pun sejatinya berorientasi sama akhir yang dituju adalah
RA (Ridho Allah), yaitu melalui simbol-simbol BendeRA NagaRA NusantaRA. Dimaksudkan bahwa
segala sesuatu yang diupayakan dan kemudian mendapatkan Ridho Allah akan selalu membuahkan
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
6 of 31 27/06/2014 1:18
kemanfaatan, keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan.
Nah saat ini, kembali kita dihadapkan kepada pilihan di dalam menentukan calon pemimpin negeri yang kita
cintai ini untuk masa 2014 2019. Manakah diantara kedua pasangan itu yang sejati secara HAKekat agar
tidak lagi terjebak tipu daya pencitraannya ? Tentu selain ungkapan di atas, penulis perlu mengungkapkan
isyarah ketika gunung Merapi meletus di bulan Nopember 2010, yaitu dengan adanya fenomena awan
berbentuk kepala Petruk. Itu hakekatnya adalah isyarah yang memberikan
gambaran bahwa kita semua akan dihadapkan dengan
kemungkinan munculnya fenomena PETRUK JADI RATU. Dan isyarah itu sejatinya berkaitan dengan
perlambang fenomena mbah Marijan dimana saat pertama kali gunung Merapi meletus di bulan Mei 2006
membuat namanya melambung bak pahlawan / selebritis. Namun pada letusan berikutnya di bulan Oktober
2010 pada akhirnya mengakibatkan mbah Marijan sendiri menjadi salah satu korban yang ditemukan tewas
mengenaskan di dalam rumahnya diantara banyak korban lainnya di desa Cangkringan utamanya. Di dalam
cerita pewayangan (carangan) Petruk Jadi Ratu, singkat cerita pada akhirnya yang mampu mengetahui dan
menghentikan penyamaran Petruk sebagai Prabu Bel Gedhuwel Beh adalah Semar. Maka ada istilah bahasa
jawa kasar dengan ungkapan : Wal keduwal kabeh, singgat kadal diuntal, yang maknanya sebagai umpatan
bahwa semuanya penipu/pembohong semua sampai-sampai belatung kadal pun dimakan. Silahkan bertanya
kepada Eyang Google bagaimana isi cerita Petruk Dadi Ratu atau Petruk Jadi Ratu untuk kemudian
menjadi perenungan bagi pembaca semua.
Isyarah lain yang mungkin lepas dari perhatian kita semua adalah fenomena dibersihkannya Tugu MONAS
pada tgl 5 Mei s/d 18 Mei 2014 di tengah ephoria aktivitas partai-partai mencari mitra koalisi. Sehingga ketika
MONAS selesai dibersihkan, barulah kedua pasangan capres/cawapres mendeklarasikan pencalonannya
masing-masing bersama partai koalisinya. Jadi daya-daya yang ada mengisyarahkan bahwa semuanya saja
harus menghormati MONAS dahulu hingga tuntas dibersihkan untuk menyongsong Kebangkitan Nasional 20
Mei 2014. Maka kalau kita melihat peristiwa pendeklarasian semua capres/cawapres beberapa waktu yang
lalu sangat sarat dengan nuansa aura Soekarno. Namun semua ini bukan kebetulan, karena dari dimensi
spiritual daya-daya beliau sudah mulai turun. Persoalannya sama saja, kita dihadapkan kepada pertanyaan
manakah diantaranya yang sejati ? Dalam konteks ini penulis hanya mampu mengungkapkan bahwa jika
seandainya mereka dan semua saja memahami Soekarno, tentu akan tahu bahwa MONAS bukan hanya
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
7 of 31 27/06/2014 1:18
sekedar monumen. Namun lebih dalam daripada itu sejatinya MONAS adalah sebuah Simbol/Sandi Utama
Nusantara (SUN) yang sarat dengan sandi rumit yang didirikan Soekarno dengan segala maksud dan
harapannya untuk negeri ini yang belum sempat beliau ungkapkan kepada siapapun. Hal ini sangat logis
karena ketika pembangunan Tugu MONAS belum selesai tanpa diduga muncullah peristiwa Gestapu tahun
1965. MONAS adalah sandi Tampak Siring bagi Nusantara. Jadi sesungguhnya bagi siapa saja yang merusak
atau mengganti simbol-simbol di seputaran MONAS termasuk bangunan bersejarah di seputarnya bahkan
nama jalannya sekalipun, bisa dipastikan bahwa mereka sangat tidak memahami maksud Soekarno. Apakah
kita semua tersadar bahwa saat ini ada pihak-pihak yang sedang ingin menghancurkan MONAS sebagai
sebuah simbol yang memiliki Hakekat sangat tinggi ? Buktinya di seputaran taman MONAS telah didirikan
banyak patung Bunga Bangkai. Hal itu adalah sebagai simbol bagi upaya pembangkaian dan pembusukan
MONAS. Dan apakah kita pernah berpikir dan merenung, begitu MONAS dibersihkan serta merta ramailah
pemberitaan merebaknya Virus MERS dari tanah Arab yang berasal dari Onta. Tentu ini adalah isyarah yang
sangat berkaitan erat dengan apa yang telah penulis ungkapkan di atas bila dijabarkan. Penulis tidak mampu
berkata lebih di dalam blog ini. Semoga apa yang penulis ungkapkan kali ini membawa manfaat dan menjadi
perenungan bagi kita semua di dalam upaya kita bersama menggapai Ridho Allah.
Salam MERAH PUTIH..
JAYALAH NEGERIKU, TEGAKLAH GARUDAKU,
JAYALAH NUSANTARAKU
QS 13 (Ar Rad) : 18 -25
18. Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik.
Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
8 of 31 27/06/2014 1:18
(kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya
mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab
yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat
kediaman.
19. Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat
mengambil pelajaran,
20. (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian,
21. dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.
22. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-
terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat
kesudahan (yang baik),
23. (yaitu) syurga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang
yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat
masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;
24. (sambil mengucapkan): Salamun alaikum bima shabartum. Maka alangkah baiknya
tempat kesudahan itu.
25. Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan
apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi,
orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk
(Jahannam).
Semarang, Jumat Pahing (Dungulan) 23 Mei 2014
Published in:
Uncategorized
on Mei 23, 2014 at 3:00 am Komentar Dimatikan
Menuju Jaman Baru Bagi Kejayaan Nusantara
Oleh : Tri Budi Marhaen Darmawan
Pasti kita semua masih ingat dimana saat meninggalnya Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
pada Rabu, 2 Mei 2012. Sejatinya kejadian itu adalah merupakan sasmita bagi negeri ini sebagai isyarah
berkaitan dengan perlambang sesaji jaman seperti yang tertulis di dalam Serat Musarar Jayabaya. Perlambang
sesaji yang ditunjukkan Ki Ajar kepada Prabu Jayabaya di gunung Padang, yang membuat pada akhirnya
Prabu Jayabaya membunuh Ki Ajar dan seorang Endang (perempuan) si pembawa ketujuh sesaji itu. Ternyata
ketujuh sesaji dan Endang nya (kedelapan) merupakan perlambang jaman-jaman yang akan muncul ketika itu,
yaitu :
KUNIR sarimpang sebagai lambang kerajaan PAJAJARAN, dengan lambang negaranya : Sumilir naga
kentir semune liman pepeka.
1.
JADAH setakir sebagai lambang kerajaan MAJAPAHIT, dengan lambang negaranya : Sima galak
semune curiga ketul.
2.
MELATI sebungkus sebagai lambang kerajaan DEMAK, dengan lambang negaranya : Kekesahan 3.
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
9 of 31 27/06/2014 1:18
durung kongsi kaselak kampuhe bedah.
Sebatang pohon KAJAR sebagai lambang kerajaan PAJANG, dengan lambang negaranya :
Cangkrama putung watange.
4.
BAWANG PUTIH satu talam sebagai lambang kerajaan MATARAM, dengan lambang negaranya :
Sura kalpa semune lintang sinipat.
5.
DARAH sepitrah sebagai lambang era SOEKARNO, dengan lambang : Lung gadung roro nglikasi,
dan lambang era SOEHARTO, dengan lambang : Gajah meta semune tengu lelaki.
6.
ENDANG seorang perempuan pembawa sesaji sebagai lambang era GUS DUR MEGAWATI,
dengan lambang : Panji loro semune Pajang Mataram, lambang era MEGAWATI, dengan lambang :
Roro ngangsu rondo loro nututi pijer tetukar, dan lambang era SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
(SBY), dengan lambang : Tan kober pepaes tan tinolih sinjang kemben.
7.
Kembang SERUNI sebagai lambang jaman baru yang akan datang, dengan lambang : Tunjung Putih
semune pudak kesungsang.
8.
ENDANG dalam hal ini dilambangkan sebagai Hawa (sifat perempuan). Maknanya di era dengan
perlambang Panji loro semune Pajang Mataram (Gus Dur Megawati) hingga Tan kober pepaes tan tinolih
sinjang kemben (SBY), bangsa ini terutama para pemimpinnya terjebak berorientasi pada hawa nafsu
(kadunyan/keduniawian). Sehingga lambang Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih memberikan
isyarah bahwa bangsa ini sedang sakit parah (tak ada kesehatan). Sudah tak ada lagi hawa (rasa) kesetiaan
kepada Tuhan Yang Maha Kasih sehingga tak ada rasa kasih lagi diantara sesama dan bahkan jauh
ditinggalkan oleh Rahayu (hidup selamat).
Beberapa waktu kemudian kita semua digemparkan oleh jatuhnya pesawat SUKHOI SJJ 100 buatan Rusia di
kaki Gunung Salak tepatnya di Kampung Batu Tapak, Cidahu, Bogor pada Rabu, 9 Mei 2012. SUKHOI yang
dalam bahasa Rusia berarti kering (dry) memberikan isyarah kepada kita semua bahwa segala sesuatu yang
datang dari Barat (dari luar Nusantara) yang membuat keringnya batin bangsa ini akan hancur jika kita
mampu kembali kepada leluhur (adat budaya dan ajarannya). Gunung sebagai lambang diri manusia dan Salak
(Salaka) mengingatkan kita kepada awal mula (wiwitan) keberadaan bangsa ini sebagai anak cucu leluhur
Nusantara yang mana kita semua diingatkan pada Salakanagara (jaman Aki Tirem/Aki Luhur Mulia sebelum
keberadaan kerajaan Tarumanagara). Kekeringan batin bangsa ini telah dilambangkan dengan kejadian
meletusnya gunung Merapi jauh sebelum ini yang membawa korban mbah Marijan yang bermakna MAtinya
Rasa dan Iman wong JAwaN (orang Jawa yang kehilangan atau melupakan Jawa nya). Kini sudah saatnya
kita semua harus kembali pada kesadaran untuk kembali kepada leluhur kita sendiri, kembali pada adat
budaya dan ajaran leluhur kita yang adiluhung.
Gunung Gamalama di Maluku pun telah memberikan isyarah bahwa agar bangsa ini bisa kembali memiliki
rasa malu maka harus kembali pada Gama (ajaran/sesuluk) Lama atau ajaran leluhur Nusantara. Ingatlah
bahwa Negara Kerta Gama yang bermakna bahwa Negara akan Berjaya (sejahtera sentosa) bila
berlandaskan Gama. Dari dimensi spiritual peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi ini memberikan arah tanda
panah untuk kita semua mengingati dan merenungkan tentang Siloka (Salak/Salaka) Batu Tapak Bogor
(Purnawarman). Ada maksud dan jawaban di balik Siloka tersebut yang tertulis : Vikkranta Syayani Pateh
Srimatah Purnawarmanah Tarumanagarendrasya Visnoriva Padadvayam (Ini (bekas) dua kaki yang seperti
kaki Dewa Wisnu ialah kaki yang mulia Sang Purnawarman raja di negeri Taruma yang gagah berani di
dunia). Beliau Maha Raja Tarumanegara itu bergelar : Sri Baginda Maha Raja Purnawarman Bima Prakarma
Sang Iswara Surya Maha Purusa Jagat Pati / Raja Resi Dewa Raja Putra Suraliman Sakti Alexandra Agung
(317 M). Menarik untuk menjadi perenungan kita semua tentang kebesaran dan keagungan beliau
Purnawarman dengan segala hakekatnya yang mengandung sandi-sandi spiritual untuk masa kini.
Rabu, tanggal 6 Juni 2012 merupakan moment yang istimewa karena bertepatan dengan hari kelahiran
Soekarno (Presiden RI pertama) yang ke 111, ditandai dengan gerhana Venus yang transit setiap 117 tahun.
Ini merupakan pertanda masa peralihan perubahan jaman, yaitu dari jaman Kalabendu (banyak
musibah/bencana) beralih memasuki jaman Kalasuba (kejayaan/keemasan). Masa transisi ini diisyarahkan
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
10 of 31 27/06/2014 1:18
dengan akan munculnya keadaan dan situasi negeri yang penuh kesulitan atau kesukaran (Sukar-ono). Bukan
kebetulan masa transisi ini ditandai pula dengan masa menjelang pergantian kepemimpinan NKRI (2012
2014). Isyarah hari kelahiran Soekarno, merupakan perlambang akan munculnya pemimpin kharismatik yang
akan mampu menjawab tantangan dari segala persoalan bangsa selama ini guna pada akhirnya akan
menghantarkan negeri ini menuju pada Kejayaan Nusantara.
Seperti telah diurai dalam blog ini mengenai ramalan 7 (tujuh) Satria Piningit yang bakal memimpin NKRI,
saat ini kita berada pada masa Satria Piningit ke 6 (enam) yaitu Satria Boyong Pambukaning Gapura. Dalam
Serat Musarar Jayabaya, kita sekarang berada pada masa Tan kober apepaes tan tinolih sinjang kemben
yakni lambang pemimpin yang tak sempat mengatur negara karena direpotkan dengan berbagai masalah.
Hingga digambarkan banyak terjadi bencana dan musibah, negara dikatakan rusak dan hukum tidak
karu-karuan, dan sebagainya. Segala situasi yang terjadi disebabkan karena bangsa ini tengah berada di
puncak degradasi moral yang sangat parah. Nampaknya sejauh ini Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono/SBY sebagai Satria BoYong tidak mampu membuka Gapura sebagai prasyarat bagi Kejayaan
Nusantara. Sehingga dari dimensi spiritual misteri Nusantara, fase ini harus digenapi. Tentu kita semua akan
bertanya apa yang dimaksud dengan membuka Gapura dalam konteks ini ? Pertanyaan ini hanya bisa
dijelaskan dengan uraian apa, bagaimana dan mengapa tentang maksud di balik Surat Terbuka kepada SBY di
awal Semburan Lumpur Lapindo di bulan Agustus tahun 2006 yang lalu.
Seperti yang tertulis di dalam Surat Terbuka kepada SBY, bahwa sejatinya Semburan Lumpur Lapindo adalah
merupakan perlambang atau isyarah munculnya daya Kebangkitan Majapahit. Fenomena ini memiliki
berbagai lapisan hakekat yang mengandung pesan bagi bangsa khususnya pemimpin negeri ini. Beberapa
hakekat diantaranya adalah bahwa fenomena tersebut merupakan peringatan yang memberikan pesan,
sebenarnya wilayah semburan lumpur adalah wilayah suci (kabuyutan) peninggalan leluhur. Dimana di
lokasi itu sebenarnya terdapat situs Candi Pradah yang telah hancur, yang dibuat oleh Mpu Baradah setelah
membagi wilayah Daha dan Jenggala di jaman Prabu Airlangga dengan tanda pemisahnya adalah sungai
Porong (diparo/diporo =dibagi). Wilayah semburan lumpur itu sendiri berada di wilayah Daha. Isyarah ini
melambangkan bahwa kurun waktu selama ini, bangsa ini yang dilambangkan para pemimpinnya telah
merusak kesuciannya sendiri. Sehingga fenomena semburan lumpur menyiratkan sudah saatnya kekotoran
hati yang selama ini ditutup-tutupi mau tidak mau harus terbuka dan ada saat tak ada lagi yang mampu
membendungnya.
Hal lain yang teramat penting adalah bahwa sejatinya di tempat itulah Maha Patih Gajah Mada melakukan
upaya ruwatan akibat kejadian Perang Bubat yang menimbulkan kutukan. Upaya meruwat tersebut
dimaksudkan untuk tetap mempertahankan wilayah Nusantara yang telah disatukannya walaupun kurun
waktu kemudian kerajaan Majapahit akhirnya harus hancur. Dengan mencuatnya semburan lumpur di wilayah
Sidoarjo itu adalah merupakan tanda pula yang mengandung amanah bahwa pemimpin negeri ini diharuskan
membangun dan menggelar 5 (lima) Candi di berbagai tempat yang telah ditentukan. Kelima Candi tersebut
sejatinya adalah wujud dari 5 (lima) Kedhaton Pajajaran, yaitu : Sri Bima (Pasundan) Punta (Sumatera)
Narayana (Jawa Pawatan) Madura (Madura) Suradipati (Nusa Paneda). Amanah ini mengandung spirit
Semangat Penyatuan Majapahit Pajajaran, karena sejatinya Pajajaran (Sunda Galuh) adalah leluhur tua
dari Majapahit. Upaya ini sebagai tindakan meruwat dan melukat tataran Nusantara seisinya sekaligus wujud
nyata bagi pemutihan Perang Bubat, dengan sandi spiritual : Kembang SERUNI. Persembahan Kembang
SERUNI inilah merupakan prasyarat memasuki jaman baru (Kalasuba) bagi terwujudnya Kejayaan
Nusantara.
Untuk kesekian kalinya agar bangsa ini tak keliru memandang keberadaan Candi yang telah menjadi stigma
leluhur Nusantara, maka sejatinya Candi adalah sebuah tetenger (simbol tanda) yang sarat dengan hakekat
nyata maupun tak nyata (kegaiban) yang diartikan dalam makna keterkinian adalah sebagai wawaCAN Diri
(bacaan diri). Lambang CanDi dari kacamata tassawuf bermakna : man arofa nafsahu faqad arofa robbahu
(mengenal diri (segala nafsu) maka mengenal Allah). Jadi Candi bukanlah tempat ibadah bagi golongan agama
atau kepercayaan tertentu, namun merupakan wahana universal bagi upaya penempuhan spiritualitas yang
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
11 of 31 27/06/2014 1:18
dimaksudkan guna pencapaian peningkatan kesadaran jiwa manusia. Candi adalah sama hakekatnya dengan
Piramid. Keberadaan Candi pada masanya masing-masing diperuntukkan bagi perlindungan, keselamatan dan
kesejahteraan kerajaan dan rakyatnya. Dibangunnya Candi pun berdasarkan petunjuk niskala (kadewatan)
yang diperoleh para Resi/pertapa yang diwujudkan oleh sang Raja/Ratu pada masa kerajaan masing-masing.
Sehingga hakekat kegaiban keberadaan bangunan Candi di lokasi tertentu sebenarnya memiliki energi yang
sangat tinggi atau daya prana luar biasa yang bersifat kekal. 500 tahun lebih bangsa ini sebagai anak cucu
leluhur Nusantara telah melupakan Candi. Semua ini adalah akibat masuknya pengaruh ajaran dan budaya
barat (datang dari luar Nusantara) yang sama sekali tak mengenal dan tak mau mengerti bahkan akhirnya
menghancurkan seluruh budaya yang semestinya tetap tumbuh di bumi pertiwi Nusantara ini. Sangat wajar
kiranya jika kini bangsa dan negeri ini mengalami carut marut akibat degradasi moral yang semakin parah
karena disebabkan telah kehilangan Jati Dirinya sendiri. Suku-suku etnis pada bangsa ini masing-masing
secara dominan telah meninggalkan dan bahkan tak mau mengenal lagi adat budayanya masing-masing
dengan segala tata kramanya yang berlandaskan pada budi pekerti. Sangat ironis memang, karena sadar atau
tidak sadar kita telah berubah karakter menjadi bangsa lain yang sejatinya kita telah menjadi kafir sendiri,
yaitu mengingkari ketetapan (ayat) Tuhan bahwa kita telah terlahir sebagai suku tertentu dengan adat
budayanya masing-masing dalam wadah kesatuan bangsa Indonesia, berbahasa Indonesia dan bertanah air
Indonesia.
Sejauh ini pada akhirnya memang Surat Terbuka kepada SBY sama sekali tidak
mendapatkan tanggapan, namun upaya di dalam menjalankan amanah atas segala isyarah yang muncul tetap
dijalani semaksimal mungkin dengan cara swadaya memenuhi amanah kegaiban leluhur atau petunjuk niskala.
Bersama masyarakat Bali di bulan April tahun 2010 telah berhasil mewujudkan amanah sehingga Candi
NARAYANA untuk pertama kalinya telah berdiri tegak di bumi Watukosek di kaki Gunung Penanggungan,
Jawa Timur (Jawa Pawatan). Kemudian di bulan Januari tahun 2011 bersama masyarakat Lombok telah dapat
mewujudkan candi kedua yaitu Candi SURADIPATI di bumi Lombok (Nusa Paneda). Candi yang ketiga
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
12 of 31 27/06/2014 1:18
adalah sangat khusus yaitu berupa Gapura/Gerbang batu setinggi 17 meter yang akan didirikan di bumi
Pasundan (Jawa Barat) di tahun 2012 ini. Wujud candi inilah yang disebut dengan Gapura Mas SRI BIMA
sebagai lambang Pasundan yang harus didirikan di wilayah Gunung Halimun. Mendirikan Gapura Mas SRI
BIMA inilah yang dimaksud dengan membuka Gapura (Pambukaning Gapura) sebagai pelaksanaan
syariatnya hakekat bagi upaya memasuki Gerbang Jaman Kalasuba (jaman kejayaan/keemasan Nusantara).
Baru berikutnya menyusul Candi PUNTA di Sumatera dan Candi MADURA di wilayah Madura.
Di masa peralihan jaman yang ditandai pula dengan menjelang masa pergantian kepemimpinan nasional, maka
di tahun 2012 ini menjadi titik krusial yang sangat strategis bagi mewujudnya Gapura Mas SRI BIMA di bumi
Pasundan. Sehingga beberapa peristiwa jatuhnya pesawat di bumi Pasundan memberikan isyarah yang sangat
kuat bagi lahirnya kembali Kedhaton SRI BIMA yang berwujud Gapura Mas ini. Pesawat Sukhoi yang jatuh
di wilayah Gunung Salak, di Kampung Batu Tapak, Cidahu, Bogor telah menjadi tanda panah yang teramat
mahal nilainya. Berbicara Gunung Salak tak bisa lepas dengan keberadaan Gunung Halimun. Maka bukan
kebetulan secara fisiknya disatukan sebagai sebuah wilayah yang kita kenal dengan Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Dari dimensi kegaiban wilayah ini merupakan wilayah kerajaan gaib yang sangat wingit
(angker). Belum lagi formasi Segitiga Bermuda Gunung Salak Gunung Halimun Gunung Gede Pangrango,
yang sangat erat hubungannya dengan wilayah laut selatan yang dilambangkan dengan Pelabuan Ratu
Karanghawu. Maka dari fenomena jatuhnya pesawat Sukhoi di lokasi itu memberikan arah tanda panah ke
Batu Tapak Purnawarman yang masih berada di wilayah Bogor. Dari nama beliau yaitu Sri Baginda Maha
Raja Purnawarman Bima Prakarma Sang Iswara Surya Maha Purusa Jagat Pati, maka terdapat lapis hakekat
bahwa beliau disebut juga SRI BIMA. Sebagai titisan Wishnu dan menyandang nama Sang Iswara Surya
(Dewa Matahari) maka beliau Purnawarman bisa juga disebut Kresna (Narayana; Nar =Cahaya api, Ra =
Matahari, Yana =Ajaran, atau yang mengajarkan ajaran Matahari). Fenomena ini sangat terhubung dengan
jatuhnya pesawat Cessna di wilayah Gunung Ciremai, Kuningan. Kata Cessna menunjuk pada istilah Kresna,
dan wilayah kaki Gunung Ciremai menunjuk keberadaan Kedhaton SRI BIMA di masa lalu yang merupakan
lambang wilayah Cakra Buana. Dan Kuningan merupakan tujuan dan harapan kita bersama yaitu
melambangkan masa keemasan. Namun perlu diingat bahwa sebelum mencapai Kuningan, kita semua harus
melalui Galungan Agung (Galunggung) yaitu proses dimana akan tercapai kemenangan Dharma
(kebenaran/kebaikan) atas Adharma (keburukan). Sedangkan jatuhnya pesawat Fokker di kompleks Rajawali,
Halim Perdanakusumah merupakan isyarah yang menunjuk ke Gunung Halim(un) sebagai tempat yang akan
mengawali merebaknya wewangian memasuki Jaman Kalasuba. Wewangian yang merebak dan datang dari
seorang Raja Wali (silahkan menjadi perenungan sendiri bagi pembaca siapakah beliau sejatinya ?).
Isyarah tentang Kebangkitan Majapahit di balik fenomena Semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo bukanlah
berarti bahwa kita akan kembali ke era kerajaan seperti dahulu kala. Namun dari kacamata hakekat
mengandung makna bahwa negeri ini akan menjadi sejahtera (Sidoarjo), untuk itu semua kekotoran yang
terpendam selama ini karena sengaja ditutupi, akan ditumpas habis. Dan daya semesta akan berjalan selaras
dengan itu, sehingga tak ada seorang manusiapun yang mampu menghalangi. Daya Kebangkitan Majapahit
sebagai perlambang yang akan mampu merubah segala carut marut yang terjadi kurun waktu ini. Hal ini
mengandung makna bahwa jika kita ingin kembali mengobarkan semangat MAJAPAHIT, tentu kita semua
harus MAu JAlan PAHIT. Dan untuk bisa MAju dan JAya maka harus berani PAHIT. Merajut kembali
Nusantara, berarti harus kembali merajut Majapahit, yaitu menghubungkan kembali secara hakekat mata
rantai yang terputus (missing link). Keberadaan Majapahit terakhir adalah Majapahit di Daha di bawah
pemerintahan Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) tahun 1486 1527 yang memiliki ayah bernama
Suraprabawa (Singhawikramawardhana), memerintah tahun 1466 1474. Inilah isyarah di balik fenomena
Semburan Lumpur Lapindo yang ada di wilayah Daha di masa lalu, jika kita kaitkan dengan masalah
kepemimpinan nasional. Kata sandinya adalah GIRINDRAwardhana yang memiliki bapak SuraPRABAWA.
Girindra berarti Raja Gunung atau bermakna sangat kokoh dan kuat, sedangkan Wardhana bermakna
anugerah dari Sang Pencipta atau yang menyebabkan berlebih. Sura berarti orang yang kuat memahami yang
nyata dan tak nyata (fisik dan metafisik), sedangkan Prabawa bermakna pancaran kewibawaan atau
kharismatik. Jangan memandang ungkapan ini secara syariat atau lahiriah yang tertulis, namun hakekat
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
13 of 31 27/06/2014 1:18
karakter pemimpin inilah yang dibutuhkan negeri ini yang akan mampu membersihkan kekotoran negeri ini.
Mampu menjadi LAPINDO yang bermakna LAP adalah kain pembersih atau Alap-Alap (penyikat)
INDOnesia, sehingga mampu membersihkan dari segala yang kotor. Karakter pemimpin inilah yang
dibutuhkan negeri ini ke depan sehingga mampu membawa bangsa ini kembali memasuki Gapura Mas menuju
Kejayaan Nusantara seperti yang telah dirintis oleh Gajah Mada Maha Patih Majapahit ketika itu. Siapapun
sosok itu dan siapapun namanya.. Dari Majapahit kembali menuju Pajajaran, yang pada akhirnya terwujud
situasi yang sejajar diantara keberagaman yang ada. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tak ada
diskriminasi antara satu dengan yang lainnya dengan nafas saling menghormati, beradab dan berkeadilan.
Ya.. Kata kuncinya adalah kembali (Sangkan paraning dumadi / Innalillahi wa inna illaihi rojiun), kembali
ke Jati Diri bangsa sejatinya, kembali kepada adat budaya dan ajaran leluhur yang berlandaskan budi pekerti
di tengah keberagaman dan keniscayaan yang ada. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang berani untuk
mengajak bangsanya kembali untuk mendapatkan rasa Percaya Diri yang kuat seperti yang telah dibuktikan
oleh para leluhur kita terutama Soekarno, Gajah Mada, dan Purnawarman. Sosok pemimpin yang terbukti
Gagah dan Berani di dunia yang di dalam dadanya terpatri MERAH PUTIH dan GARUDA PANCASILA. Di
balik apa yang telah diungkap di atas dengan segala hakekatnya, kata kunci yang paling utama adalah
melaksanakan syariatnya Hakekat untuk mempersembahkan Kembang SERUNI kepada Ibu Pertiwi.
Semut-semut Hitam sebagai lambang wong cilik yang sadar akan dharma bakti bagi negeri ini akan terus
berjalan berusaha mempersembahkan dan mewujudkan Gapura Mas SRI BIMA di Pasundan, Candi PUNTA
di Sumatera, dan Candi MADURA di Madura, sebagai ungkapan doa dengan harapan semoga apa yang
diharapkan oleh para Leluhur Nusantara dan yang terbaik bagi seluruh rakyat negeri ini bisa terwujud
berdasarkan PANCASILA.
Sekilas uraian di atas adalah merupakan upaya mengkemas dimensi fenomena misteri kegaiban Nusantara
yang sangat rumit dan pelik dengan berusaha membaca kasunyatan yang ada berupa peristiwa-peristiwa
nyata yang terjadi di seputaran Nusantara. Hal ini mengandung hikmah dan perenungan agar kita semua tidak
terjebak pada upaya penalaran atau logika semata. Ada hal yang lebih hak lagi daripada urusan lahiriah yang
dilambangkan dengan pikiran (otak), yaitu dimensi jiwa atau batiniah (gaib) berlandaskan Ke-Tuhan-an
(Tauhid) yang sejatinya menghidupi sisi lahiriah.
Cancut Tali Wondho.. Rawe-rawe Rantas, Malang-malang Putung.. Jangan tanya apa yang bisa
kita dapatkan dari negeri ini, tapi tanyalah apa yang bisa kita berikan untuk negeri ini.. Sampai
titik darah penghabisan kita persembahkan bagi IBU PERTIWI. (Soekarno)
Salam MERAH PUTIH
JAYALAH NEGERIKU, TEGAKLAH GARUDAKU,
JAYALAH NUSANTARAKU
Semarang, Sabtu Pahing (Ukir) 7 Juli 2012
Published in:
Uncategorized
on Juli 7, 2012 at 7:00 am Comments (1)
Candi SURADIPATI Muncul di Bumi Lombok
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
14 of 31 27/06/2014 1:18
Syukur alhamdulillah.. Berkat rahmat Allah SWT / Sang Hyang Widi Wasa / Sang Hyang Adi Budha / Tuhan
Yang Maha Esa, pada hari Rabu Wage (Buda Cemeng Merakih) 26 Januari 2011 telah dilaksanakan
Upacara Melaspas dan Nglenteg Linggih CANDI SAPTA RENGGA SURADIPATI di Tebango, Pemenang,
Lombok Utara. Mohon doa restu kepada para pinisepuh dan sedulur semeton se nusantara, semoga tetenger
wujud amanah Dang Hyang Nirartha ini membuat seluruh mahluk berbahagia. Jayalah Nusantara. Damai,
damai, damai.. Rahayu.. _/\_
Published in:
Uncategorized
on Februari 16, 2011 at 10:14 am Tinggalkan sebuah Komentar
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
15 of 31 27/06/2014 1:18
Candi NARAYANA Muncul di Watukosek
Syukur Alhamdulillah.. Berkat rahmat Allah SWT / Sang Hyang Widi Wasa / Bapa di dalam Surga / Gusti
Kang Akarya Jagad, telah rampung pembangunan Candi NARAYANA yang terletak di sisi selatan
berdampingan dengan Pura JAGAD SAHASRA PASOPATI Watukosek, Pasuruan, Jatim. Candi Majapahit
NARAYANA yang lahir di bumi Watukosek di kaki Gunung Penanggungan ini adalah merupakan wujud hasil
amanah/petunjuk gaib beliau Dang Hyang Nirartha/Dang Hyang Dwijendra/Pedanda Sakti Wawu
Rawuh/Tuan Semeru untuk menjadi tetenger menandai kehadiran kembali atau turunnya beliau kembali
ke Tanah Jawa sesuai dengan Sabdanya yang pernah diucapkan 500 tahun yang lalu. Semoga seluruh alam
dan seluruh mahluk berbahagia.. Damai, Damai, Damai.. Sejahteralah Nusantara.. Om Santi Santi Santi Om..
Rahayu.. Amin Ya Robbal Alamin..
( klik gambar untuk melihat album foto )
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
16 of 31 27/06/2014 1:18
Mohon Doa Restu dari seluruh sedulur sedayu saudara-saudaraku, para sesepuh dan pinisepuh se-Tanah Air
Nusantara atas rampungnya pembangunan CANDI NARAYANA di kaki Gunung Penanggungan, Watukosek,
Pasuruan, Jawa Timur. Peresmian akan dilaksanakan nanti pada hari Minggu/Radite Paing tanggal 4 April
2010 pukul 9.00 wib, berlokasi di Pura Jagad Sahasra Pasopati (Pusdiklat Brimob Watukosek, Pasuruan,
Jatim) dengan Upacara Ritual yang akan dipuput oleh IDA PEDANDA BANG BURUAN MANUABA (dari
Denpasar, Bali). Upacara peresmian ini terbuka bagi siapa saja anak cucu leluhur nusantara dari berbagai
agama dan kepercayaan. Semoga manifestasi amanah leluhur nusantara ini akan membawa Damai, Damai,
Damai.. Nusantara Sejahtera..
Hyang Budha tan pahi lawan Siwa rajadewa ; Rwaneka-dhatu winuwus wara Buddhawiswa ;
Bhineki rakwa rinapan kena parwanosen ; Mangka ng jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal ;
Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Salam MERAH PUTIH..
Published in:
Uncategorized
on Februari 25, 2010 at 1:32 am Tinggalkan sebuah Komentar
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
17 of 31 27/06/2014 1:18
Sasmita Nusantara : Gempa Padang
Oleh : Tri Budi Marhaen Darmawan
Rabu sore 30 September 2009 jam 17.16 wib Ranah Minangkabau (Padang sekitarnya) digoyang gempa bumi
yang menghancurkan dengan kekuatan 7,6 skala richter. Kejadian ini memakan begitu banyak korban jiwa
baik yang tewas maupun luka-luka, dan entah berapa lagi yang masih belum diketemukan karena tertimbun
puing-puing reruntuhan bangunan dan tanah longsor. Singkat kata, Padang luluh lantak dalam sekejap dan
hingga kini meninggalkan kepedihan yang sangat memilukan. Kembali kenyataan ada di hadapan kita sebuah
musibah tragis kembali terjadi dari sekian banyak rangkaian bencana yang melanda negeri ini sejak kejadian
Tsunami Aceh di penghujung tahun 2004. Ada hakekat apa di balik ini semua ? Dalam kurun waktu ini
apakah kita telah belajar dari segala musibah yang terjadi sebagai buah introspeksi diri ? Atau jangan-jangan
kita telah terbiasa dengan segala musibah yang ada. Rasa empati, duka dan kesedihan hanya berlangsung
selayang pandang untuk kemudian merasa biasa-biasa saja kembali tanpa ada hikmah bagi perubahan sikap
moral kita ?
Kembali perlu digarisbawahi sebagai pengingatan kembali kita semua di dalam memandang kejadian-kejadian
di hadapan kita. Sejatinya Tidak ada yang namanya Kebetulan. Semua kejadian di dalam kehidupan ini
sekecil apapun adalah merupakan Ketetapan yang Ditetapkan-Nya. Segala apa yang terjadi pada diri dan
juga di hadapan diri adalah merupakan Potret atau Citra diri, baik itu personal individu, keluarga, lingkungan
masyarakat, institusi, bangsa atau negara, dan bahkan jagad dunia. Dalam hal ini lebih menunjuk kepada
Potret atau Citra Batin yang merupakan Pancaran Batin. Karena yang bersifat lahir selalu dapat menipu daya,
sedangkan sifat batin selalu apa adanya. Baik akan terlihat baik dan buruk akan terlihat buruk. Sesuatu yang
lahir dapat didekati dengan yang lahir (tetapi nisbi). Namun batin tidak akan mampu didekati dengan yang
lahir. Sebaliknya batin akan mampu mendekati dan menembusi baik yang lahir maupun batin (bersifat
mutlak). Dan Batin inilah Sang Pemimpin Diri. Sehingga untuk tiap-tiap tingkatan lingkungan (jagad kecil
jagad besar) yang terpancar adalah Citra atau Potret Sang Pemimpin.
Gempa yang terjadi di Padang adalah Sasmita Nusantara. Padang dalam bahasa Jawa berarti Terang atau
Bercahaya. Jika saat ini Padang hancur, maknanya tidak ada Terang alias Gelap. Bahkan dari kejadian akibat
gempa itu merupakan gambaran Kegelapan yang memilukan dan menimbulkan berbagai kesulitan. Hari Rabu
30 September 2009 jam 17.16 wib dimana bencana itu datang, dalam perhitungan Jawa telah memasuki hari
Kamis (Respati) Pahing 1 Oktober 2009, lambang wukunya (Julungwangi) adalah Betara Kala (letaknya
Barat), Dasawaranya adalah Raja/pemimpin dengan lambang Sanghyang Rudra (menghancurkan),
Paarasannya Lakuning Bumi, dan Pancasudanya adalah Lebu Katiup Angin (hidup serba kekurangan dan
kesulitan, jauh dari keberuntungan). Dan ingatkah kita bahwa tanggal itu merupakan hari Kesaktian Pancasila
? Ini merupakan bukti gambaran bahwa Burung Garuda sebagai pusaka negeri ini telah murka karena
Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa tidak ditegakkan di negeri Nusantara ini, bahkan telah disia-
siakan dan disalahgunakan. Sehingga bangsa ini diibaratkan sudah tidak lagi memiliki pedoman hidup (bhs
Jawa : Pepadang) dan artinya ada di dalam kegelapan. Seseorang dalam kegelapan karena tidak memahami
hidupnya. Hidup sekedar hidup-hidupan (Jawa : Urip-uripan). Hidupnya hanya terjebak kepada rutinitas
hidup yang lebih berorientasi lahiriah. Begitu pula yang terjadi pada bangsa di negeri ini (baca : Sasmita
Narendra Nusantara Mbah Surip dan WS Rendra). Pada akhirnya yang terasa adalah sangat jauh dari Ridho
Allah Azza wa Jalla, karena telah ditinggalkan oleh Sang Maha Hidup.
Minang Kabau adalah melambangkan Tanduk Kerbau. Minang berarti taji yang tajam dan runcing. Dan
kerbau adalah merupakan kendaraan dari Dewa Rudra, yaitu dewa penghancur. Ini berarti sasmita budak
angon tengah menggiring 18 kerbau dari selatan ke utara mulai menjadi kenyataan. Selatan ke utara
merupakan lambang yang gaib atau sirr menjadi wujud atau menampak. Angka 18 merupakan lambang 8
penjuru mata angin dan 1 adalah pancernya. Namun yang terdengar hanya suara gentanya saja. Hal ini
bermakna seperti angin, dari mana dan kapan datang perginya kita semua tidak tahu. Setidaknya ada suatu
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
18 of 31 27/06/2014 1:18
gambaran dengan kehancuran yang terjadi di Ranah Minangkabau merupakan perlambang bahwa Kerbau-
kerbau telah mengamuk memainkan tanduknya yang mematikan. Waspadalah.. Dan ini bermakna bahwa
yang mampu mengendalikan kerbau-kerbau ini adalah Budak Angon (seperti yang tertulis di dalam Uga
Wangsit Siliwangi : orang sunda dipanggil-panggil.., orang sunda memberi ampunan..).
Di balik kejadian ini dari semua uraian di atas mengandung suatu makna pesan pada bangsa negeri ini sama
hakekatnya dengan kehadiran Nabi Isa di jamannya. Barangsiapa percaya kepada Allah, ia tidak akan
dihukum. Barangsiapa tidak percaya Allah, ia telah berada di bawah hukuman. Karena ia tidak percaya..
Inilah hukuman itu.. Terang telah datang ke dalam dunia. Tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada
terang. Sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang. Dan
tidak datang kepada terang itu. Supaya perbuatan-perbuatan-Nya yang jahat itu tidak nampak. Tapi
barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang. Supaya jadi nyata bahwa perbuatannya
dilakukan dalam Allah. Dan Gempa Padang merupakan lambang pesan yang menyiratkan bahwa Terang
(Pepadang atau Cahaya Ilahiah) itu telah turun di bumi Nusantara ini guna menuntun dan memberi petunjuk
bagi hamba yang sadar dan berada di jalan Kebenaran (wong kang eling lan waspada). Namun sebaliknya
Cahaya Kasih Terang itu akan menyilaukan bahkan menghancurkan hamba-hamba sombong (Sumbar) yang
berada di dalam Kegelapan.
Akhirnya dengan kejadian musibah Gempa Padang ada baiknya kita renungkan ayat-ayat yang menjelaskan
maksud pesan kejadian itu, yaitu QS 16. An Nahl : 90 s/d 100, dan QS 10. Yunus : 93 s/d 103. Semoga Allah
SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada para Pemimpin kita semua. Amin.
(Sang Raja Paksi Garuda telah turun ke bumi dari swargaloka menyusul sang majikan Sanghyang Ismoyo
yang terlebih dahulu datang di Alas Sunyaruri. Namun kepakan sayapnya yang kuat meleburkan segala
sesuatu yang dilalui. Saat ini Sanghyang Narayana telah berdiri tegak di tempatnya berpijak di tiga alam (tri
loka) dengan membawa Kitab Suci di tangan kanan dan senjata Trisula Gana Suci di tangan kiri. Itulah tanda
segala Pancer dari seluruh unsur telah menyatu dalam satu Kedhaton : Sri Bima Punta Narayana Mandura
Suradipati.)
Selasa (Anggara) Pahing, 6 Oktober 2009
Published in:
Uncategorized
on Oktober 6, 2009 at 9:37 am Tinggalkan sebuah Komentar
Sasmita Narendra Nusantara : Mbah Surip dan WS Rendra
Oleh : Tri Budi Marhaen Darmawan
Mbah Surip (Urip Ahmad Riyanto) dan WS Rendra (Wahyu Sulaeman Rendra) mrpkan bahasa alam (simbol)
dg hakekat yg amat sangat tinggi utk bangsa ini. Sastra Jendra Hayuningrat, wujud karya SENI (SENtuhan
rohaNI) yg dikumandangkan oleh kelompok SENIMAN Sejati negeri ini sbg manifestasi SENtuhan rohaNI
MANusia Sejati di abad ini. Bukti Tuhan Maha Pemurah dan Maha Kasih kpd semua hamba Nya. Tuhan
Maha Adil menggunakan media pesan Nya yg dpt diketahui dan dikenali oleh segenap bangsa ini tanpa
terkecuali. Bebas dari hijab atau sekat apapun. Sejatinya Sasmita Narendra ditujukan kpd para raja atau
pemimpin (ulama dan umaro) sbg kritik membangun guna pembenahan implementasi kebijakannya dlm
memimpin rakyat. Tp tdk ada salahnya di era skrg ini kita sbg rakyat biasa berupaya mengenalinya. Krn para
pemimpin di jaman ini sudah tdk lagi memiliki kearifan dlm kepedulian dan tanggap akan sasmita alam.
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
19 of 31 27/06/2014 1:18
Semua Petunjuk Tuhan berupa ayat-ayat suci yg tertulis di semua kitab suci dan ayat-ayat suci yg terbentang
di alam nyata maupun gaib diperuntukkan bagi hamba-hamba Nya yg sadar (eling dan waspada) dan mau
berpikir atau merenung.
Banyak hakekat yg bisa dibedah dr sosok seniman yg tengah besar namanya spt Mbah Surip dan raja
seniman sastra/teater WS Rendra yg tlh besar namanya sejak dulu hingga kini. Yg pasti mereka sbg sosok
seniman melambangkan Kebebasan Sejati. Orang-orang yg ingin Merdeka dlm hidupnya, tdk terikat oleh
apapun dan siapapun. Bahkan tdk ingin terjajah oleh segala penindasan dan bahkan hawa nafsunya sendiri.
Mereka adlh lambang orang-orang yg Apa Adanya dlm melakoni hidup. Yg mereka ekspresikan hanyalah
Keindahan semata, baik yg tengah dirasakan maupun ingin dirasakan menjadi sebuah pengharapan.
Jamillun min jamalullah. Inallaha wa yahibuj jamal. Segala keindahan adlh milik Tuhan, oleh krn Tuhan
Maha Indah. Sampai-sampai demi sebuah keindahan yg ingin diungkapkan dan digapai, seringkali mereka
melupakan dirinya. Ini nampak dr rambutnya yg dibiarkan panjang bahkan bergimbal. Kalau meminjam istilah
di dlm Tasawuf, semua yg melekat pd sosok seniman sejati adlh lambang Ketawadhuan (rendah hati),
Kezuhudan (tdk ingin diikat dan terikat dg dunia), Qonaah (menerima apa adanya), Jujur, Sabar dan Ikhlas,
serta Istiqomah (setia dan konsisten menjalani jalan hidupnya). Secara hakekat inilah yg menjadi harapan
Tuhan kpd segenap hamba Nya tanpa terkecuali sesuai dg titah dan kodratnya.
Semua itu ditujukan bagi Kebahagiaan Hidup agar terlepas dr jebakan kerusakan moral yang memuncak
saat ini. Urip berarti Hidup. Ahmad (Muhammad) berarti Terpuji atau Beradab. Dan ini adlh hakekat
Syahadat. Dzat yg menghidupkan segala dzat adlh Allah. Dan Muhammad (Nur Muhammad / Nur Ahmad)
adlh segala apa yg tercipta dr Sabda Nya. Jika manusia mampu memahami hakekat Syahadat, lebih dr sekedar
ucapan saja, maka Insya Allah akan mampu menemukan Kebahagiaan alias RIYANg To.., Enak to.., Mantep
to.. Hidup Terpuji dan Beradab.. Krn mencapai kesadaran bhw kita manusia ini sejatinya digndhong oleh
Hidup itu sendiri. Kalau sdh tdk digndhong alias ditinggal pergi oleh Hidup, ya.. tdk ada sebutan.. alias
Mati. Mati indrawi, mati hati, mati rasa, akhirnya mati raga menjadi mayat. Meninggalkan kesia-siaan,
kebusukan, bahkan musibah bagi yg ditinggalkan. Beruntunglah Harimau mati meninggalkan kulit belangnya,
dan Gajah mati meninggalkan gadingnya. Spt halnya Mbah Surip dan WS Rendra yg mewariskan
Keberkahan bagi yg ditinggalkan.
Perlambang ini lebih telak lagi krn kita disuruh mengingat dan merenungkan kisah Nabi Sulaeman dan Ratu
Balqis. Singkat cerita dimana pd akhirnya Ratu Balqis sbg lambang hawa buruk awalnya, kemudian tunduk
kpd Nabi Sulaeman stlh menerima surat yg bertulis kata : Bismillahirrohmanirrohim. Setelah itu Ratu Balqis
tersadar dr kezalimannya dan mengajak para pembesarnya utk patuh dan berserah diri kpd Allah SWT. Dan
yg lebih dalam tersirat dr hakekat sasmita/perlambang ini adlh bagi siapa saja yg mengabaikan atau menolak
bahkan mengingkari pesan ini, mk resiko dan konsekuensinya adlh tidak akan digndhong alias akan
ditinggalkan hidup sejatinya. Kalau sdh begitu jadinya maka ya akan tersesat di jalan, dan merasakan
ketidaknyamanan dr yg semestinya. Krn sejatinya kita ini semua hanya numpang hidup, numpang lewat
dlm kehidupan di dunia ini. Orang Jawa bilang : Urip mung sekedar mampir ngomb (hidup hanya sekedar
mampir minum). Jadi bisa dibayangkan jika kita meninggalkan atau melupakan kpd yg memberi tumpangan
kita. Dlm hal ini Mbah Surip menawarkan diri utk menggndhong drpd kita naik ojek, taxi, dan pesawat
sekalipun supaya tdk kesasar krn ditipu daya bahkan kedinginan. Jangan meremehkan Mbah Surip. Kenali
dulu siapa Mbah Surip ? Jangan keburu kita terjebak melihat casing luarnya (sosok penampilan luar) utk
kemudian merendahkannya. Waspadalah.. Krn sejatinya Mbah Surip adlh hakekat lambang Urip atau Hidup
yg menggndhong kita selama ini kemana-mana. Haaa Haaa Haaa Sadarkah kita ? Dan Mbah Surip
hanya mampu tertawa menertawakan kelucuan polah tingkah manusia yg pada tertipu daya dan kesasar krn
mengabaikan dan tdk mau memahami Mbah Surip.. hh.. HIDUP.. maksudnya.. Haaa Haaa Haaa
( Luar biasa cara Eyang Semar atau Kaki Sabdo Palon dalam bercanda (guyon parikeno) menandai
kehadirannya kembali di Tanah Jawa atau Nusantara (Jazirah al Jawi) ini pd tgl 5 Agustus 2009, hari Rabu
(Buda) Kliwon (Syiwa), wuku Shinta, dan lambangnya Sanghyang Yamadipati (malaikat pati). Budak Angon
tengah menggiring 18 Kerbau berjalan dari Selatan ke Utara. Dan yg terdengar hanya suara gentanya saja
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
20 of 31 27/06/2014 1:18
Haaa Haaa Haaa Thol Thol )
Senin (Soma) Kliwon, 10 Agustus 2009
Published in:
Uncategorized
on Agustus 11, 2009 at 2:24 pm Comments (40)
Telah Terbit : Buku Menelisik Jejak Satrio Piningit
Misteri Satrio Piningit tak pernah pupus dari benak dan relung hati anak
cucu leluhur Nusantara. Fenomena sejak masa kewalian pasca
kehancuran Majapahit ini sangat lekat terutama bagi anak cucu Jawa
Bali Dwipa. Perjalanan sejarah Nusantara telah menjadi saksi hidup
tentang kemunculan Satrio Piningit di setiap perubahan masa yang telah
diwasiatkan oleh para leluhur Nusantara ratusan tahun yang lalu. Raden
Patah (Jimbun), Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir), dan Panembahan
Senopati (Sutowijoyo) adalah sosok Satrio Piningit pada masanya atas
dukungan para wali, utamanya Sunan Bonang, Sunan Giri dan Sunan
Kalijaga. Dari beberapa peristiwa bersejarah tersebut mengandung
makna yang tersirat bahwa kemunculan Satrio Piningit sejati selalu
berada pada pergantian masa besar Nusantara dimana senantiasa
tidak meninggalkan peran sosok wali (aulia).
Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan Susilo Bambang
Yudhoyono dapat pula dikatakan sosok Satrio Piningit (sesuai ramalan
R.Ng. Ronggowarsito) setelah Nusantara beralih menjadi NKRI.
Fenomena yang sangat menarik saat ini adalah : Akankah Satrio Piningit
sejati yang dikenal dengan nama Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu muncul pada masa ini ? Mengingat dari
situasi dan tanda-tanda alam yang terjadi mengindikasikan bahwa Nusantara akan memasuki Era Baru
yaitu : Jaman Kalasuba (Kejayaan).
Berkaitan dengan penyelenggaraan acara Sarasehan : Jalan Setapak Menuju Nusantara Jaya di Semarang
pada tanggal 20 Desember 2007, yang mencanangkan topik : REVOLUSI AKBAR SPIRITUAL
NUSANTARA, maka untuk menandai mulai terkuaknya tabir misteri Nusantara diluncurkan sebuah buku
berjudul : PERJALANAN SPIRITUAL MENELISIK JEJAK SATRIO PININGIT yang ditulis oleh : Tri
Budi Marhaen Darmawan Nurahmad.
Buku setebal 272 halaman ini berisikan ungkapan hasil perjalanan spiritual penulis yang baru disadari
kemudian ternyata telah masuk ke dalam pusaran misteri ini. Dalam buku ini diungkap secara lebih vulgar
mengenai sosok Satrio Piningit yang dinanti. Semoga membawa manfaat untuk segenap anak cucu leluhur
Nusantara tercinta.
Buku ini bisa diperoleh di seluruh Toko Buku GRAMEDIA se Jawa Bali.
Penerbit :
CIPTA KARSA MULTIMEDIA Semarang
Email : bukusatriapiningit@yahoo.co.id
Telp : (024) 70193818 / 0818293216
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
21 of 31 27/06/2014 1:18
Published in:
Artikel
on Desember 30, 2007 at 11:20 am Komentar Dimatikan
Menyibak Tabir Misteri Nusantara
Keberadaan blog ini saya persembahkan untuk seluruh rakyat
nusantara sebagai ungkapan rasa keprihatinan atas carut marut
yang sedang terjadi di bumi pertiwi ini. Berawal dari komunikasi
intensif saya dengan bapak Tri Budi Marhaen Darmawan (penulis
Surat Terbuka kepada SBY) telah membawa saya kepada
pencerahan cakrawala pemahaman tentang apa dan bagaimana
kejadian yang tengah berlangsung dan prediksi yang akan terjadi di
negeri ini. Bahkan tidak berlebihan kalau saya katakan bahwa ini
merupakan suatu upaya membedah warisan leluhur yang sarat
dengan perlambang sehingga sedikit demi sedikit terkuak tabir
misteri jagad nusantara ini. Sangat luar biasa. Hal ini sepatutnya bisa dipahami oleh seluruh anak cucu leluhur
bangsa ini sebagai pewaris sah tataran tanah surgawi yang bernama Nusantara.
Hasil kajian spiritual bapak Tri Budi Marhaen Darmawan berusaha saya pahami dengan rasa naluri yang
mendalam dengan tanpa mengabaikan logika berpikir sehat. Memang banyak hal sulit ditelusuri melalui
referensi buku-buku sejarah atau dengan bukti-bukti empiris yang ada, namun dengan semangat menguak
tabir misteri untuk lebih memahami fenomena yang terjadi saat ini, maka segala sesuatunya yang dapat saya
cerna berusaha saya ungkapkan secara sederhana apa adanya di dalam blog ini. Ibarat mencari mata rantai
yang hilang (missing link), nampaknya misteri yang ditinggalkan pasca keruntuhan Majapahit (500 tahun
yang lalu) mulai terlihat secara samar-samar. Sayapun mulai memahami apa makna yang tersirat dari saran
bapak Tri Budi Marhaen Darmawan kepada SBY di dalam Surat Terbukanya kepada SBY sbb :
Kumpulkanlah ahli-ahli Thoriqoh negeri ini yaitu mursyid/syeh-syeh yang telah mencapai maqom marifat
Mukasyafah, Pedanda-pedanda sakti agama Hindu, Bhiksu-bhiksu agama Budha yang telah sempurna,
serta kasepuhan waskito dari Keraton Jogja, Solo & Cirebon, untuk bersama-sama memohon petunjuk
kepada Allah SWT mencari siapa sosok orang yang mampu mengatasi keadaan ini dan mencari jawab dari
misteri ramalan para leluhur di atas. Gunakan 4 point panduan saya untuk memandu mereka. Insya Allah,
jika Allah Azza wa Jalla memberikan ijin dan ridho-Nya akan diketemukan jawabannya.
Walaupun Surat Terbuka tersebut tidak mendapat tanggapan dari yang bersangkutan presiden SBY, namun
saya memiliki keyakinan bahwa beliau bapak Tri Budi Marhaen Darmawan mengetahui banyak hal tentang
fenomena jagad nusantara ini. Tanpa berniat mengundang perdebatan, semoga ungkapan saya dapat menjadi
bahan perenungan kita bersama guna menyongsong fajar kejayaan Nusantara yang kita cintai. Saya berharap,
apabila ada komentar-komentar yang masuk dari para blogger, mohon dilandasi dengan sikap penuh ketulusan
dan tawadhu jauh dari rasa riya dan ujub.
Memahami Makna Karya Warisan Leluhur Nusantara
Terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih kepada bapak Tri Budi Marhaen Darmawan atas pemberian
referensi-referensinya berupa naskah : Bait-bait syair terakhir Ramalan Joyoboyo, Kitab Musarar Joyoboyo,
Uga Wangsit Siliwangi, Serat Darmagandhul, dan Ramalan Ronggowarsito. Setelah saya membaca dan
berusaha memahami dengan segala perenungan, maka sayapun menjadi takjub dibuatnya akan karya-karya
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
22 of 31 27/06/2014 1:18
beliau para leluhur kita. Antara satu dengan lainnya walaupun berbeda masa/periode yang jauh berselang,
namun ternyata di dalam perlambangnya memiliki saling keterkaitan. Suatu perlambang dalam suatu karya
menunjuk kepada perlambang atau karakter yang lain di dalam karya leluhur yang berbeda. Saya merasakan
bahwa tanpa intervensi kemampuan spiritual yang tinggi akan sangat sulit memahami keterkaitan perlambang-
perlambang ini. Dan fenomena ini membuktikan bahwa hanya dengan mengandalkan akal penalaran saja akan
mengantarkan kita kepada jalan buntu. Akhirnya menyerah pada keputusasaan dengan menganggap bahwa ini
semua merupakan sekedar ramalan yang tidak berguna. Masing-masing orang bisa saja menafsirkan hal
tersebut dengan penafsiran yang berbeda-beda. Tidak ada yang melarang. Bebas-bebas saja. Benar tidaknya
kembali kepada diri kita masing-masing. Inilah tabir misteri. Kebenaran sejati adanya di dalam nurani yang
suci dan bersih. Dalam blog ini referensi-referensi tersebut dapat dibaca secara lengkap pada kolom Wasiat
Nusantara.

Uga Wangsit Siliwangi
Saya akan mengawali dengan menandai suatu masa yang dikatakan dalam naskah Wangsit Siliwangi sbb :
Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mmang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna
hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hs apes ku rogahala!
(Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan raja dahulu kala dan
ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan raja; penguasa baru susah dianiaya!)
Inilah Soekarno presiden pertama NKRI. Ibunda Soekarno adalah Ida Ayu Nyoman Rai seorang putri
bangsawan Bali. Ayahnya seorang guru bernama Raden Soekeni Sosrodihardjo. Namun dari penelusuran
secara spiritual, ayahanda Soekarno sebenarnya adalah Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan
Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno. Beliau termasuk anak ciritan
dalam lingkaran kraton Solo. (Silakan dibuktikan..)

Lalu pada alinea menjelang akhir dikatakan :
Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-
ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha
mangsana? Engk, mun geus tmbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur
jadi sanagara! Nu barodo jaradi glo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna
garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marnta bagianana. Ngan nu arling
caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarrang.
(Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat
yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal
untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? nanti, saat munculnya pemuda gembala! Di situ akan banyak
huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak
tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar, dipimpin oleh pemuda gendut! sebabnya
bertengkar? memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya
yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.)
Kalau kita perhatikan dengan cermat alinea ini, maka memang saat ini seluruh rakyat sedang berharap-harap
menunggu datangnya mujizat di tengah-tengah carut marut yang sedang berlangsung di negeri ini. Lebih-lebih
utamanya rakyat korban lumpur Lapindo yang kian hari kian sengsara. Dan akhir-akhir ini banyak terjadi
kasus perebutan tanah di mana-mana di tataran wilayah nusantara. Fenomena ini ditandai dengan kasus
Pasuruan baru-baru ini yang membawa 4 korban tewas.

J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
23 of 31 27/06/2014 1:18
Dalam mengkaji Wangsit Siliwangi ini kita akan menemui lelakon atau pemeran utama yang dikatakan dengan
istilah pemuda gembala (budak angon) dan pemuda berjanggut (budak janggotan). Coba mari kita simak
alinea berikut :
Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabh g taya nu meunang bagian. Sabab warisan
sakabh bak, bakna ku nu nyarekel gadan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung,
sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju narangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu
pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naranganana budak
tumbal. sejana dk marnta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung
budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawn!
(Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah
sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan,
ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang
pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi
pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawn!)
Dimanakah Lebak Cawn ? Lebak Cawn adalah suatu lembah seperti cawan, yang dikatakan di dalam
Kitab Musarar Joyoboyo sebagai Gunung Perahu. Tempat itu digambarkan sebagai suatu lembah atau bukit
dimana permukaannya cekung seperti tertumbuk perahu besar. Dikatakan oleh bapak Tri Budi Marhaen
Darmawan, secara gambaran spiritual, di tempat itu terdapat 2 sumber air besar dan ditandai dengan 3 pohon
beringin (Ringin Telu).

Lanjutnya :
Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Darngkeun! Jaman bakal ganti deui. tapi
engk, lamun Gunung Ged anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Gnjlong deui sajajagat. Urang Sunda
disarambat; urang Sunda ngahampura. Had deui sakabhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya
deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati. Tapi ratu saha? Ti mana asalna ta ratu? Engk og dia
nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia ta budak angon! Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!
(Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti,
Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-
panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri
ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu.
Sekarang, carilah pemuda gembala. Segeralah pergi, ingat jangan menoleh kebelakang!)
Perlambang gagak berkoar di dahan mati bermakna situasi dimana banyak suara-suara tanpa arti. Rakyat
menjerit-jerit, penguasa mengumbar janji-janji kosong. Sedangkan negara digambarkan banyak ditimpa
bencana. Lalu, siapakah budak angon itu ? Dari bait tersebut diperlambangkan bahwa budak angon adalah
orang sunda atau berdarah sunda. Hal ini akan kita bedah lagi setelah sampai pada kesimpulan setelah kita
mengkaji karya-karya leluhur lainnya.

Kitab Musarar Jayabaya
Di dalam naskah inipun saya akan mengawali dengan menandai suatu masa atau periode dalam Sinom bait 18
yang berbunyi :
Dene jejuluke nata, Lung gadung rara nglikasi, Nuli salin gajah meta, Semune tengu lelaki, Sewidak warsa
nuli, Ana dhawuhing bebendu, Kelem negaranira, Kuwur tataning negari, Duk semana pametune wong ing
ndesa.
(Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam
puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
24 of 31 27/06/2014 1:18
pajaknya rakyat adalah..)
Lung gadung rara nglikasi memiliki makna yaitu pemimpin yang penuh inisiatif (cerdas) namun memiliki
kelemahan mudah tergoda wanita. Perlambang ini menunjuk kepada presiden pertama RI, Soekarno.
Sedangkan Gajah meta semune tengu lelaki bermakna pemimpin yang kuat karena disegani atau ditakuti
namun akhirnya terhina atau nista. Perlambang ini menunjuk kepada presiden kedua RI, Soeharto. Dalam bait
ini juga dikatakan bahwa negara selama 60 tahun menerima kutukan sehingga tidak ada kepastian hukum.
Ingat, usia kemerdekaan NKRI saat ini menjelang 62 tahun.

Dalam bait 20 dikatakan :
Bojode ingkang negara, Narendra pisah lan abdi, Prabupati sowang-sowang, Samana ngalih nagari,
Jaman Kutila genti, Kara murka ratunipun, Semana linambangan, Dene Maolana Ngali, Panji loro semune
Pajang Mataram.
(Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila.
Rajanya Kara Murka. Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram.)
Bait ini menggambarkan situasi negara yang kacau. Pemimpin jauh dari rakyat, dan dimulainya era baru
dengan apa yang dinamakan otonomi daerah sebagai implikasi bergulirnya reformasi (Jaman Kutila). Karakter
pemimpinnya saling jegal untuk saling menjatuhkan (Raja Kara Murka). Perlambang Panji loro semune
Pajang Mataram bermakna ada dua kekuatan pimpinan yang berseteru, yang satu dilambangkan dari trah
Pajang (Joko Tingkir), dan yang lain dilambangkan dari trah Mataram (Pakubuwono). Hal ini menunjuk
kepada era Gus Dur dan Megawati.

Lalu pada bait 21 tertulis :
Nakoda melu wasesa, Kaduk bandha sugih wani, Sarjana sirep sadaya, Wong cilik kawelas asih, Mah omah
bosah-basih, Katarajang marga agung, Panji loro dyan sirna, Nuli Rara ngangsu sami, Randha loro nututi
pijer tetukar.
(Nakhoda ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah
hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randha loro
nututi pijer tetukar.)
Situasi negara dalam bait ini digambarkan bahwa kekuatan asing memiliki pengaruh yang sangat besar. Orang
arif dan bijak dilambangkan tidak berdaya. Kondisi rakyat makin sengsara saja. Perlambang Rara ngangsu,
randha loro nututi pijer tetukar bermakna seorang pemimpin wanita yang selalu diintai oleh dua saudara
wanitanya seolah ingin menggantikan. Perlambang ini menunjuk kepada Megawati, presiden RI kelima yang
selalu dibayangi oleh Rahmawati dan Sukmawati.

Pada bait 22 dikatakan :
Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih, Lajengipun sinung lambang, Dene Maolana Ngali,
Samsujen Sang-a Yogi, Tekane Sang Kala Bendu, Ing Semarang Tembayat, Poma den samya ngawruhi,
Sasmitane lambang kang kocap punika.
(Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen
datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.)
Perlambang Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih bermakna pemimpin yang tidak sempat
mengatur negara karena direpotkan dengan berbagai masalah. Ini menunjuk kepada presiden RI keenam saat
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
25 of 31 27/06/2014 1:18
ini yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan perlambang Semarang Tembayat merupakan tempat
dimana seseorang memahami dan mengetahui solusi dari apa yang terjadi. Semarang Tembayat merupakan
tempat yang masih misteri dimana di dalam Surat Terbuka kepada SBY bapak Tri Budi Marhaen Darmawan
menggambarkan sbb :
Jawaban dan solusi guna mengatasi carut marut keadaan bangsa ini ada di Semarang Tembayat yang telah
diungkapkan oleh Prabu Joyoboyo. Guna membantu memecahkan misteri ini dapatlah saya pandu sebagai
berikut :
Sunan Tembayat adalah Bupati pertama Semarang. Sedangkan tempat yang dimaksud adalah lokasi
dimana Kanjeng Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Sunan Tembayat untuk pergi ke Gunung
Jabalkat (Klaten). Secara potret spiritual, lokasi itu dinamakan daerah Ringin Telu (Beringin Tiga),
berada di daerah pinggiran Semarang.
1.
Semarang Tembayat juga bermakna Semarang di balik Semarang. Maksudnya adalah di balik lahir
(nyata), ada batin (gaib). Kerajaan gaib penguasa Semarang adalah Barat Katiga. Insya Allah
lokasinya adalah di daerah Ringin Telu itu.
2.
Semarang Tembayat dapat diartikan : SEMARANG TEMpatnya BArat DaYA Tepi. Dapat diartikan
lokasinya adalah di Semarang pinggiran arah Barat Daya.
3.
Kemudian pada bait 27 berbunyi :
Dene besuk nuli ana, Tekane kang Tunjung putih, semune Pudhak kasungsang, Bumi Mekah dennya lair,
Iku kang angratoni, Jagad kabeh ingkang mengku, Juluk Ratu Amisan, Sirep musibating bumi, Wong nakoda
milu manjing ing samuwan,
(Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi
raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.)
Perlambang Tunjung putih semune Pudak kasungsang memiliki makna seorang pemimpin yang masih
tersembunyi berhati suci dan bersih. Inilah seorang pemimpin yang dikenal banyak orang dengan nama
Satrio Piningit. Lahir di bumi Mekah merupakan perlambang bahwa pemimpin tersebut adalah seorang
Islam sejati yang memiliki tingkat ketauhidan yang sangat tinggi.
Sedangkan bait 28 tertulis :
Prabu tusing waliyulah, Kadhatone pan kekalih, Ing Mekah ingkang satunggal, Tanah Jawi kang sawiji,
Prenahe iku kaki, Perak lan gunung Perahu, Sakulone tempuran, Balane samya jrih asih, Iya iku ratu
rinenggeng sajagad.
(Raja utusan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu,
sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.)
Bait ini menggambarkan bahwa pemimpin tersebut adalah hasil didikan/tempaan seorang waliyullah (aulia)
yang juga selalu tersembunyi. Berkedaton di Mekah dan Tanah Jawa merupakan perlambang yang bermakna
bahwa pemimpin tersebut selain ber-Islam sejati namun juga berpegang teguh pada kawruh Jawa (ajaran
leluhur Jawa). Sedangkan gunung Perahu seperti telah disinggung di atas adalah Lebak Cawn. Kembali lagi,
dimana tempatnya ? Kita telah membaca bait 22 di atas. Ya di Semarang Tembayat itu tempatnya. Sedangkan
tempuran adalah pertemuan dua sungai di muara yang biasanya digunakan untuk tempat bertirakat
kungkum bagi orang Jawa. Namun disini tempuran bermakna watu gilang sebagai tempat pertemuan alam
fisik dan alam gaib. Dalam kebudayaan Jawa keberadaan watu gilang sangat lekat dengan eksistensi seorang
raja. Insyaallah.. Pemimpin tersebut akan mampu memimpin nusantara ini dengan baik, adil dan membawa
kepada kesejahteraan rakyat, serta menjadikan nusantara sebagai barometer dunia (istilah Bung Karno :
negara mercusuar).

J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
26 of 31 27/06/2014 1:18
Bait-Bait Terakhir Ramalan Joyoboyo
Dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo digambarkan suasana negara yang kacau penuh carut marut serta
terjadi kerusakan moral yang luar biasa. Namun dengan adanya fenomena tersebut kemudian digambarkan
munculnya seseorang yang arif dan bijaksana yang mampu mengatasi keadaan. Berikut adalah cuplikan
bait-bait tersebut yang menggambarkan ciri-ciri atau karakter seseorang itu :
159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu; bakal
ana dewa ngejawantah; apengawak manungsa; apasurya padha bethara Kresna; awatak Baladewa;
agegaman trisula wedha; jinejer wolak-waliking zaman;
(selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun (akhir Kalabendu, menjelang Kalasuba); akan ada dewa
tampil; berbadan manusia; berparas seperti Batara Kresna; berwatak seperti Baladewa; bersenjata trisula
wedha; tanda datangnya perubahan zaman; )
160.
; iku tandane putra Bethara Indra wus katon; tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa
(; itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak; datang di bumi untuk membantu orang Jawa)
162.
; bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis; tan kasat mata, tan arupa; sing
madhegani putrane Bethara Indra; agegaman trisula wedha; momongane padha dadi nayaka perang
perange tanpa bala; sakti mandraguna tanpa aji-aji
(; pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar tak kelihatan, tak berbentuk; yang
memimpin adalah putra Batara Indra, bersenjatakan trisula wedha; para asuhannya menjadi perwira perang;
jika berperang tanpa pasukan; sakti mandraguna tanpa azimat)
163.
apeparap pangeraning prang; tan pokro anggoning nyandhang; ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging
wong sakpirang-pirang;
(bergelar pangeran perang; kelihatan berpakaian kurang pantas; namun dapat mengatasi keruwetan banyak
orang; )
164.
; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan; kumara prewangan,
para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda;
landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong
(; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan;
seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada
trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong)
166.
idune idu geni; sabdane malati; sing mbregendhul mesti mati; ora tuwo, enom padha dene bayi; wong ora
ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada; garis sabda ora gentalan dina; beja-bejane sing yakin lan tuhu
setya sabdanira; tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa; nanging inung pilih-pilih sapa
(ludahnya ludah api, sabdanya sakti (terbukti), yang membantah pasti mati; orang tua, muda maupun bayi;
orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi; garis sabdanya tidak akan lama; beruntunglah bagi
yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya; tidak mau dihormati orang se tanah Jawa; tetapi hanya
memilih beberapa saja)
167.
waskita pindha dewa; bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira; pindha lahir bareng sadina;
ora bisa diapusi marga bisa maca ati; wasis, wegig, waskita; ngerti sakdurunge winarah; bisa pirsa
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
27 of 31 27/06/2014 1:18
mbah-mbahira; angawuningani jantraning zaman Jawa; ngerti garise siji-sijining umat; Tan kewran
sasuruping zaman
(pandai meramal seperti dewa; dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda; seolah-olah lahir
di waktu yang sama; tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati; bijak, cermat dan sakti; mengerti
sebelum sesuatu terjadi; mengetahui leluhur anda; memahami putaran roda zaman Jawa; mengerti garis hidup
setiap umat; tidak khawatir tertelan zaman)
168.
mula den upadinen sinatriya iku; wus tan abapa, tan bibi, lola; awus aputus weda Jawa; mung angandelake
trisula; landheping trisula pucuk; gegawe pati utawa utang nyawa; sing tengah sirik gawe kapitunaning
liyan; sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda
(oleh sebab itu carilah satria itu; yatim piatu, tak bersanak saudara; sudah lulus weda Jawa; hanya
berpedoman trisula; ujung trisulanya sangat tajam; membawa maut atau utang nyawa; yang tengah pantang
berbuat merugikan orang lain; yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan)
170.
ing ngarsa Begawan; dudu pandhita sinebut pandhita; dudu dewa sinebut dewa; kaya dene manungsa;
(di hadapan Begawan; bukan pendeta disebut pendeta; bukan dewa disebut dewa; namun manusia biasa; )
171.
aja gumun, aja ngungun; hiya iku putrane Bethara Indra; kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan;
tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh; hiya siji iki kang bisa paring pituduh marang jarwane
jangka kalaningsun; tan kena den apusi; marga bisa manjing jroning ati; ana manungso kaiden ketemu; uga
ana jalma sing durung mangsane; aja sirik aja gela; iku dudu wektunira; nganggo simbol ratu tanpa
makutha; mula sing menangi enggala den leluri; aja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelu;
beja-bejane anak putu
(jangan heran, jangan bingung; itulah putranya Batara Indra; yang sulung dan masih kuasa mengusir setan;
turunnya air brajamusti pecah memercik; hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk tentang arti dan makna
ramalan saya; tidak bisa ditipu; karena dapat masuk ke dalam hati; ada manusia yang bisa bertemu; tapi ada
manusia yang belum saatnya; jangan iri dan kecewa; itu bukan waktu anda; memakai lambang ratu tanpa
mahkota; sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati; jangan sampai terputus, menghadaplah dengan
patuh; keberuntungan ada di anak cucu)
172.
iki dalan kanggo sing eling lan waspada; ing zaman kalabendu Jawa; aja nglarang dalem ngleluri wong
apengawak dewa; cures ludhes saka braja jelma kumara; aja-aja kleru pandhita samusana; larinen
pandhita asenjata trisula wedha; iku hiya pinaringaning dewa
(inilah jalan bagi yang ingat dan waspada; pada zaman kalabendu Jawa; jangan melarang dalam menghormati
orang berupa dewa; yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga; jangan keliru mencari dewa; carilah dewa
bersenjata trisula wedha; itulah pemberian dewa)
173.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga adiling
pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya
iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi
njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering
kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti
(menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang
Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja;
itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak terang
benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman
penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi)
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
28 of 31 27/06/2014 1:18
Sampai di sini kita akan dapat mulai memahami siapakah yang dikatakan oleh Joyoboyo dengan istilah Putra
Betara Indra itu ? Bait-bait tersebut telah mengurai secara rinci tentang ciri-ciri dan karakter orang tersebut.
Putra Betara Indra tidak lain dan tidak bukan adalah Waliyullah (aulia) yang tertulis di dalam sinom bait 28
pada Kitab Musarar Joyoboyo. Perlambang paras Kresna dan watak Baladewa bermakna satria pinandhita.
Karena hakekat dua bersaudara Kresna dan Baladewa (Krishna Balarama) melambangkan kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Dimana Kresna melambangkan pencipta, sedangkan Baladewa melambangkan potensi
kreativitas-Nya. Dua bersaudara Kresna dan Baladewa menghabiskan masa kanak-kanaknya sebagai
penggembala sapi. Dengan hakekat ini setidaknya kita dapat meraba bahwa Putra Betara Indra adalah juga
Pemuda Gembala (budak angon) yang telah dikatakan oleh Prabu Siliwangi di dalam Uga Wangsit Siliwangi.
Ramalan Tujuh Satrio Piningit Ronggowarsito
Di dalam ramalan Ronggowarsito dipaparkan ada tujuh satrio piningit yang akan muncul sebagai tokoh yang
dikemudian hari akan memerintah atau memimpin wilayah seluas wilayah bekas kerajaan Majapahit , yaitu
: Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, Satrio Jinumput Sumelo
Atur, Satrio Lelono Topo Ngrame, Satrio Hamong Tuwuh, Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, Satrio
Pinandhito Sinisihan Wahyu.
Selain masing-masing satrio itu menjadi ciri-ciri dari masing-masing pemimpin NKRI pada setiap masanya
(seperti yang tertulis di dalam Surat Terbuka kepada SBY), ternyata tujuh satrio piningit itu melambangkan
tujuh sifat yang menyatu di dalam diri seorang pandhita yang telah kita tahu adalah Putra Betara Indra =
Waliyullah =Pemuda Gembala (budak angon) seperti telah diungkap di atas. Sifat-sifat itu bisa kita urai sbb :
Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro
melambangkan orang yang sepanjang hidupnya terpenjara namun namanya harum mewangi. Sifat ini
hanya dimiliki oleh orang yang telah menguasai Artadaya (marifat sebenar-benar marifat). Diberikan
anugerah kewaskitaan atau kesaktian oleh Allah SWT, namun tidak pernah menampakkan
kesaktiannya itu. Jadi sifat ini melambangkan orang berilmu yang amat sangat tawadhu.
1.
Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar
melambangkan orang yang kaya akan ilmu dan berwibawa, namun hidupnya kesandung kesampar,
artinya penderitaan dan pengorbanan telah menjadi teman hidupnya yang setia. Tidak terkecuali fitnah
dan caci maki selalu menyertainya. Semua itu dihadapinya dengan penuh kesabaran, ikhlas dan
tawakal.
2.
Satrio Jinumput Sumelo Atur
melambangkan orang yang terpilih oleh Allah SWT guna melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjalankan missi-Nya. Hal ini dibuktikan dengan pemberian anugerah-Nya berupa ilmu laduni kepada
orang tersebut.
3.
Satrio Lelono Topo Ngrame
melambangkan orang yang sepanjang hidupnya melakukan perjalanan spiritual dengan melakukan
tasawuf hidup (tapaning ngaurip). Bersikap zuhud dan selalu membantu (tetulung) kepada orang-orang
yang dirundung kesulitan dan kesusahan dalam hidupnya.
4.
Satrio Hamong Tuwuh
melambangkan orang yang memiliki dan membawa kharisma leluhur suci serta memiliki tuah karena itu
selalu mendapatkan pengayoman dan petunjuk dari Allah SWT. Dalam budaya Jawa orang tersebut
biasanya ditandai dengan wasilah memegang pusaka tertentu sebagai perlambangnya.
5.
Satrio Boyong Pambukaning Gapuro
melambangkan orang yang melakukan hijrah dari suatu tempat ke tempat lain yang diberkahi Allah
SWT atas petunjuk-Nya. Hakekat hijrah ini adalah sebagai perlambang diri menuju pada kesempurnaan
hidup (kasampurnaning ngaurip). Dalam kaitan ini maka tempat yang ditunjuk itu adalah Lebak
Cawn =Gunung Perahu =Semarang Tembayat.
6.
Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu
melambangkan orang yang memiliki enam sifat di atas. Sehingga orang tersebut digambarkan sebagai
7.
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
29 of 31 27/06/2014 1:18
seorang pandhita atau alim ulama yang selalu mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Maka hakekat
Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu adalah utusan Allah SWT atau bisa dikatakan seorang aulia
(waliyullah).
KESIMPULAN SEMENTARA
Dari apa yang telah saya ungkapkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut :
Satrio Piningit Pinandhita Sinisihan Wahyu yang diungkapkan oleh R.Ng. Ronggowarsito (1802 1873)
adalah Pemuda Gembala (budak angon) yang dikatakan oleh Prabu Siliwangi (1482 1521) di dalam
wangsitnya, juga adalah Putra Betara Indra (waliyullah) seperti yang telah ditulis oleh Joyoboyo (1135
1157). Dengan tafsir warisan karya leluhur tersebut di atas, dapat digambarkan bahwa seseorang yang
dikatakan Satrio Pinandhita itu adalah orang Islam berdarah sunda namun menguasai dan memegang
teguh kawruh (ajaran/ilmu) Jawa. Dan orang tersebut memiliki 7 sifat satrio di atas yang telah melebur
di dalam dirinya.
1.
Lokasi yang dikatakan Lebak Cawn oleh Prabu Siliwangi adalah juga Gunung Perahu menurut
Joyoboyo, dan tempatnya di Semarang Tembayat seperti juga telah diungkapkan oleh Joyoboyo.
Ditambahkan dengan gambaran spiritual menurut bapak Tri Budi Marhaen Darmawan di atas, maka
tempat itu memiliki ciri-ciri terdapat 2 sumber air besar, 3 pohon beringin, dan keberadaan watu gilang.
Diperkirakan tempat itu di pinggiran kota Semarang arah barat daya.
2.
Mengapa saya katakan sebagai kesimpulan sementara ? Karena kesimpulan akhir ada pada tulisan : Menelisik
Misteri Sabdo Palon. Selamat membaca
(nurahmad)
Published in:
Artikel
on Juni 10, 2007 at 1:52 pm Comments (128)
Artikel
Wasiat Nusantara
Uga Wangsit Siliwangi
Uga Wangsit Siliwangi (sunda)
Kitab Musarar Jayabaya
Kitab Musarar Jayabaya (jawa)
Bait Terakhir Ramalan Jayabaya
Ramalan 7 Satria Ronggowarsito
Darmagandhul (jawa)
Ramalan Sabdo Palon
Ramalan Sabdo Palon (jawa)
Surat Terbuka kepada SBY
Membaca Kejadian Alam
Menelisik Misteri Sabdo Palon
Kontemplasi Nusantara Raya
Fenomena Semburan Lumpur Sidoarjo
Putra Sang Fajar Muncul di Ufuk Timur
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
30 of 31 27/06/2014 1:18
Rokaat Terakhir
Taut Terkait
Buku Menelisik Jejak Satrio Piningit
Statistik Kunjungan
1,160,031 pengunjung
Blog pada WordPress.com. | RSS 2.0 | Comments RSS 2.0 | The Quentin Theme.
J alan Setapak Menuju Nusantara Jaya | bedah telisik spiritual wasiat nene... http://nurahmad.wordpress.com/
31 of 31 27/06/2014 1:18

Anda mungkin juga menyukai