Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

MANFAAT ZIKIR DALAM PSYCHO-NEUROLOGI

A. Orang Yang Berzikir Adalah Orang Yang Menemukan Jiwanya Pezikir adalah orang yang menemukan diri, bersama menyatu antara diri dan hidupnya. Berzikir adalah mengambil kembali hak kenal kita kepada yang kita ketahui secara hakiki, yakni Allah, maka disebut zikrullah. Berzikir adalah esensi bersama Tuhan untuk menemukan Tuhan. Semua yang ada bukan dari kita walaupun kita merasa berjalan dengan kaki kita, menulis dengan tangan kita, berpikir dengan otak kita, tidur dengan terpejamnya mata kita dan seterusnya adalah bukan hak kita untuk menguasai itu semua tapi semua ada dalam kehendak-Nya. Tingkatan kita adalah berikhtiyar bukan mencipta. Jadi terciptanya zikir adalah dari Allah adapun usaha berzikir adalah wujud kepasrahan kita kepada Allah SWT. Segala hal termasuk ingat sesuatu pada saat berzikir itu adalah terdeteksi dalam sistem saraf walaupun kita tidak menyadari kerumitan yang ada dalam diri kita sendiri. Setiap lantunan zikrullah setiap itu pula respon sistem saraf membuat cetakan positif atau negatifnya. Maka zikir harus diawali kata kunci niat (intention). Hal ini agar sistem saraf yang bekerja dalam otak tidak terjebak pada kekaburan sebuah perjalanan. Hal ini dikenal dengan nama aktifnya hipokampus, di mana ia mempunyai kekuatan memastikan sebuah keputusan (determination). Keraguan pada dasarnya tidak sesuai fitrah manusia karena jalan ke Allah dengan tidak ragu tapi dengan pasti lahir maupun batin, yakni iman. Pasti batin dinamakan iman, dan pasti lahir namanya amalan sholihan (perbuatan yang berpilar dari iman atau dari kepastian ruhani). Jadi orang yang berzikir jelas orang yang mengambil hak pasti bagi jiwanya, yakni jiwa yang menyatu terus-menerus bersama Allah tanpa ragu, dan hak ini fitrah hati. Jiwa yang dizikirkan maka akan membangunkan dari tidurnya (lalainya), yakni segera bangkit dan mengejar Tuhan sebagai sumber keberadaannya di alam semesta ini. Di sini secara secara eksplisit menegaskan kemampuan manusia reflektif manusia yang dapat

menemukan kemampuan dirinya berikut ragam potensi satu sama lain sebagai power dalam berhubungan dengan Tuhan.1 Manusia diberi kebebasan untuk mengaplikasikan atau tidak tentang kredibilitas kewajiban ibadahnya sebagai konsekuensi manifestasi iman yang tidak lain adalah jembatan memahami dirinya. Allah Maha jelas (al-Dhahir), maka penegasan yang disampaikan pun ya ayyuhalladzina amanuw (wahai sekalian orang yang pasti). Jelas semua itu serba tegas, pasti dan sempurna sebagaimana Islam adalah agama yang sempurna (pasti komprehensif dari segala lini dan sisinya). Orang yang berzikir bukan sekedar mencari Tuhannya tapi orang yang sudah disambut Tuhannya. Semakin banyak zikir maka semakin banyak pula sarat makna positif yang didapatkan pezikir. Segala sesuatu memiliki dimensi sepanjang itu namanya bukan Tuhan. Maka berzikir pun memiliki dimensi, kuat atau lemah dimensi itu tergantung pada pemaksimalan dan tingkatan kesucian yang tercermin dari kalbu si pezikir. Orang yang sukses berzikir bukan berarti orang yang tidak pernah gagal dari zikirnya. Justru orang yang sukses berzikir adalah orang memperjuangkan zikirnya dari lelahnya. Maka duduknya, berdirinya, berbaringnya semua berbajukan zikrullah. Nafasnya adalah zikrullah. Inilah tingkatan jiwa menyempurna mengambil jasmaninya dengan

berharmonisasinya zikir lahir dengan zikir batin.. Berzikir adalah berperilaku mengingat Tuhan. Allah menegaskan bahwa setiap menyebut nama-Nya pasti akan menyebabkan Allah menyebut kita, bahwa akan menenteramkan jiwa kita. Menentramkan jiwa bermakna respon emosional positif (coping yang positif) yang terletak pada batang otak kemudian diformat dengan bahasa otak dan akhir ditransmisikan (pancarkan) ke thalamus. Talamus kemudian mengontak hipokampus dan amigdala untuk mensekresi GABA (gamma aminobutyric acid)2,
1

Di antara otak sebagai kekuatan raksasa yang tersembunyikan eksistensi biologisnya (di dalam tempurung kepala), menggambarkan berdasarkan temuan terkini, bahwa seluruh jaringan telepon dunia ekuivalen dengan fungsi yang dapat diemban hanya oleh seukuran kacang otak anda. Bahkan otakpun mampu menampung semua informasi yang diumpankan kedalam otak, dengan perhitungan 10 bit informasi per detik kedalam otak, namun otak tidak pernah mengalami kejenuhan. Silahkan, baca pada, TIM Pengembangan Sumber Daya Manusia Yayasan Pendidikan Haster, Metode Pemanfaatan Keajaiban Otak, Bandung : Pionir Jaya, 2003, hlm. 25, 36. 2 GABA adalah apa yang ada dalam sistem saraf yang dapat menghambat, sintesis dan sekresi. GABA banyak dijumpai di area hipokampus sebagai pengontrol respon emosi dan

dan menghambat acetylcholine dan serotonin serta neurotransmitter (molekul sinyal khusus) eksitasi yang lain.3 Setelah terjadi kontak timbal balik antara thalamus- hipokampus-amigdala-prefrontal kiri-prefrontal kanan, maka thalamus mengontak ke hipotalamus agar mensekresi enkepalin dan mengendalikan endorphin untuk menghambat sekresi CRF (corticortropic releasing factor)4 Kemudian CRF mengendalikan HPAA agar mengendalikan ACTH.

Terkendalinya sekresi ACTH menyebabkan pula sekresi kortisol oleh korteks adrenal juga terkendali (terkontrol). Terkendalinya sekresi kortisol secara berlebihan maka kortisol tidak bertindak sebagai imunosupresip, melainkan sebagai mobilisator energi dan reaksi adaptif sistem tubuh. Sehingga kondisi kortisol itu dapat memberikan bahan protektif (perlindungan) pada tubuh melalui peningkatan respon ketahanan tubuh imunologik.5 Hal di atas jika dipahami membawa satu penegasan tidak ada satu celah pun dalam tubuh terjelas sampai tubuh yang tak terjelas karena sangat kecilnya, yang ada dalam diri manusia adalah bergerak atau bereaksi jasmani-ruhani, karena semua itu adalah hayat (hidup). Indikator masuk atau tidaknya zikrullah ada pada hormon kortisol yang merupakan indikator ikhlas.6 Zikir adalah sebuah fenomena behaviour (tingkah laku), maka sebagai fenomena tersurat. Fenomena tersurat adalah bergantung pada fenomena tersirat, yang dalam hal ini apa yang ada dan lebih detail dari jisim kasar luar manusia, yakni sistem saraf yang kompleks. Tingkah laku dari sebuah zikir secara empirik adalah penghayatan ketenangan secara kasat mata (mata lahir). Ketenangan dari
pengendali HPPA (hyphotalamic pituitary adrenal axis), yakni satu sistem saraf otonom yang berperan dalam reaksi emosional (positif-negatif-stres) yang berhubungan langsung dengan respon imun atau daya ketahanan dan kekebalan tubuh. Silahkan cermati pada, Moh. Sholeh,op. cit., hlm.160, 198. 3 Ibid., hlm.199 4 CRF adalah pemicu reaksi bagi HPAA (yang bertugas memberi reaksi secara emosional).CRF adalah dipunyai oleh sebagian besar dari neuron norepinefrin. Kegiatan HPAA mengalami kenaikan kegiatan pada konsisi yang stress, yang ditujukkan dengan meningkatnya sekresi CRF, ATCH dan kortisol. CRF berkadar kecil dalam sirkulasi darah sehingga diduga berfungsi lokal, demikian pula dengan ACTH (adrenocorticotropic hormons) yang merupakan penggambar dari gangguan irama sirkadian (tidur-bangun) secara sama dalam gambaran tersebut akibat adanya stres, baik keadaan stres akut maupun kronik. Silahkan baca, Moh. Sholeh,ibid., 76,157,161,165, 199. 5 Muh. Sholeh, loc.cit. 6 Moh. Sholeh, ibid., hlm. 124

zikir adalah dikendalikan oleh gerakan yang tidak ragu dari amigdala. Hal ini jelas, karena di amigdala sebagai gudang dari emosional bereksistensi secara pribadi dan merupakan sumber makna sosok pribadi manusia.7 Manusia secara anatomik dan natural bergantung satu sama lain di dalamnya, misalnya satu sel dengan sel yang lain, saraf satu dengan saraf yang lain, irama damai dengan ketenangan. Terciptanya tenang adalah hasil dari ikhtiyar mencapai tenang. Tenang adalah dari Allah dan mencari tenang adalah keleluasaan yang Allah limpahkan pada manusia untuk mendapatkannya. Adapun zikrullah adalah limpahan agung yang sangat jelas dan pasti untuk merekrut segala yang tenang, tanpa rekayasa (jujur) atau tidak ada permainan di dalamnya tapi yang ada adalah keseriusan. Maka capaian tenang dari zikrullah adalah nyata bukan isapan jempol dan sangat pasti, bahkan dapat dibuktikan secara ilmiah. Bagi pezikir tidak ada keraguan bahwa Tuhan ada dalam hati orang-orang beriman (quluubun mu'minin). Artinya, hati yang pasti (iman) akan dikaruniai kemampuan merasakan kehadiran Allah dalam hatinya, sehingga para pezikir tidak lain adalah orang-orang yang sangat dekat dengan Allah atau suara-suaranya sangat dekat dengan-Nya, baik suara lahir (lisan) maupun suara batinnya. Berzikir adalah menyebut dari setelah mengingat-Nya. Tidak ada kejauhan bagi orang yang menyebut karena adanya fakta jelas, yakni sesuatu yang disebut, baik jauh atau dekat. Tentu Ia akan mendekat bila jauh dan tak berjarak lagi jika sebutan menjadi (zikir) menjadi nafas-nafas) hidupnya. Kecerdasan emosi sangat fenomenal dalam kondisi ini (bnerzikir) disebabkan ada proses pengenalan di dalamnya. Fakta secara umum menyatakan jika inti kecerdasan emosional adalah mengenali diri dan mengamati diri sepanjang hayat.8 Jika keseriusan tersebut dilaksanakan maka ego (diri) terhapus secara perlahan dalam zikrullah, bersamaan itu manusia akan menemukan Tuhan yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan Allah pun menyebut siapapun yang mezikirkanNya. Hal ini dapat dipahami pada Q.S. al-Baqarah : 152, yang artinya : "Maka
Moh. Sholeh, loc.cit. Mengenali diri kita adalah kita menyadari terhadap perasaan diri kita sendiri sewaktu perasaan itu timbul. Silahkan lihat pada, Daniel Golemaan, Emotional Intelligent : Mengapa EI Lebih Penting dari IQ, Jakarta : GPU, 2000, Cet. Ke-10. hlm. 62.
8 7

zikirkan Aku sehingga Aku menzikirikanmu". Perlu diketahui bahwa secara anatomis tubuh manusia merupakan alam raya sel karena wujudnya adalah bentuk pemadatan dari triliunan sel yang di dalamnya ada struktur materi (energi padat) dan non-materi (energi halus). Semua itu adalah ada dan membentuk wujudnya masing-masing pada manusia. Kemudian manusia akan dihadapkan dengan ragam wilayah ego yang amat tebal hijab-nya dan penumbangannya adalah dengan zikrullah. Zikrullah merupakan panduan bimbingan manusia menuju Allah yang menjadi sebab pezikir mampu memasuki durasi alam hakikat. Bersamaan maksud ini Anand Krishna menyatakan, bahwa sesuatu yang terbatas dapat diketahui dan dijelaskan. Adapun Yang Tak Terbatas hanya dapat dialami, dirasa dan diselami dan tidak dapat dijelaskan. Pada wilayah kesadaran berarti manusia ada pada area merasakan keterbatasan sebuah "pengetahuan". Pencerahan dari-Nya-lah yang membebaskan manusia dari "yang dapat diketahui", yang kemudian mengantarkan ke "Yang Melampaui Pengetahuan".9 Prof. Lynn Wilcox, membahasakan hal ini dengan : "manusia bertindak seolah-olah kesadaran pribadinya sebagai realitas dunia" Padahal sebenarnya tidak demikian kesadaran yang turun dari Yang Maha Terjaga yang telah menurunkan hanya saja kesadaran ini sangat jarang disadari manusia karena ingat selain Allah maka setiap itu pula lalailah manusia itu. Namun demikian uniknya, ternyata daya magnetis pribadi manusia selalu tersambung ke gravitasi semesta, sedangkan sistem saraf dan partikel-partikel magnetisnya menciptakan kombinasi yang mengatur kehidupan manusia di dalam dirinya (sebagai mikrokosmos-semesta kecil).10 Sebenarnya, yang dinamakan kesadaran diri (self-conscious) adalah menemukan diri ditengah-tengah semesta, kemudian mengetahui ihwal

kedatangannya dan membawa kepada misi ibadah pada-Nya dari arah manapun sebagai konsekuensi logisnya. Jelaslah, bahwa kesadaran diri secara tegas adalah
Anand Krishna, Menyelami Samudra Kebijaksanaan Sufi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001, Cet. Ke-3., hlm.83. 10 Lynn Wilcox, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf : Sebuah Upaya Spiritualisasi Psikologi, terj. I.G. Bagoes Oka, Jakarta : SIS, 2003, Cet. Ke-1.,hlm.243, 246.
9

pertemuan antara tubuh biologis (biology body), mistisisme (spirituality), dan fisika mistisisme (mysticism physical). Penemuan diri ini dibantu dan dibimbing oleh Allah melalui zikir sebagai bentuk pencerahannya perilaku (behaviour) dan hasilnya atau tenangnya jiwa, merupakan bentuk psikisnya.. Pencerahan menyebabkan terjadinya sesuatu di otak dan menyebabkan otak mengetahui serta mengenali hakikat sehingga lahirlah kesadaran.11 Berzikir adalah kesadaran yang menyangkut : pernafasan lembut penyerahan diri, bersuara jahr ataupun sirr, konsentrasi untuk menjaga keseimbangan penyatuan terhadap diri, baik lahir maupun batin ke satu obyek yakni Allah. Semua kegiatan ini secara anatomis dikendalikan sistem saraf dan merupakan bentuk komunikasi antar sel (cel communication), yang meliputi empat hal, antara lain : melalui sinyal, yakni sesama sel saling menangkap pesannya. Ini terjadi diluar kemampuan manusia untuk merekamnya. Senyawa yang berfungsi sebagai molekul sinyal adalah hormon, faktor pertumbuhan, sitokin dan neurotransmitter.12 Tubuh luar pezikir adalah wujud dari komunikasi tubuh dalam pezikir di tingkat sistem saraf yang berkomunikasi. Jadi kontemplasi dari pezikir bukan sekedar hasil tanpa usaha tapi reaksi antar sel yang memberikan sinyal sesamanya. Semua itu akan saling menerima rangsangan dan mengirimkan pesan-pesan yang selalu proporsional (baca : cermatilah bahwa agamapun berirama saling bernasihat antar manusia satu dengan lainnya), sesuai dengan persangkaan manusia itu sendiri rangsangan akan muncul tersebut dari impuls saraf ke pusat susunan saraf yang selanjutnya memberikan respon (reaksi) terhadap rangsangan itu.13 Aksi dan reaksi adalah sesuatu yang fitrah dan secara fisika dapat dipastikan alasannya. Berdasarkan hal di atas, maka ketentraman jiwa merupakan reaksi tubuh atas berbagai aktifitas aksi yang terkendali dan teratur rapi sehingga setiap aktifitas, baik duduk, berdiri atau berbaring dan apa saja dari hasil pikiran akan

Dr. Ali Ansari, Tasawuf Dalam Sorotan Sains.Modern, terj. Ilyas hasan, Bandung : Pustaka Hidayah, Cet. Ke-1, hlm. 92. 12 Moh.Sholeh, op. cit., hlm.45 13 Drs Kus Irianto, Sruktur dean FungsiTubuh Manusia Paramedis, bandung : Yrama Widya, 2004, Cet. Ke-2, hlm. 240.

11

menuju ke arah di mana obyek tersebut dituju. Semua itu sudah terdata lewat impuls saraf ke pusat. Adapun zikir merupakan komunikasi pertemuan antara diri dengan Allah secara akrab. Rasa pertemuan ini secara prinsipil ada di hati (indra terdalam yang merasa) dan akan terbina untuk menemukan tingkat realitas terdalam tanpa meninggalkan indra yang lima. Di sini semua indra akan kooperatif sehingga memunculkan kesadaran dan memunculkan penajaman mata hati (bashirah) dengan area obyeknya "tanpa batas" bersama Tuhan dalam hati yang sudah terbuka. Orang yang berzikir dapat menemukan diri karena ia mampu mengatur keadaan dirinya dalam ritme-ritme kehidupan bahkan sampai ke arah ia akan menentang kepada setiap yang menjauhkan dirinya dengan diri-Nya. Di sini pezikir bersama dengan yang dizikirkan, ia bersama Raja Semesta, bersama Ada yang sebenarnya. Ia menemukan dirinya sampai kehilangan dirinya (fana) dan menemukan Allah SWT Yang Maha Pengasih dari segala "kekasih" yang pengasih. Dua pola keseimbangan otak secara anatomis adalah, belahan kanan dan kiri. Belahan kanan meliputi : pencitraan, ritme, warna, melamun, daya imaginasi dan aktifitas-aktifitas lain yang sejenis. Sedangkan belahan kiri, mencakup : kata, bilangan, logika, analisa dan aktifitas-aktifitas yang sejenis.14 Adapun berzikir ada dalam pengaktifan kekuatan otak kanan, tapi bukan berarti belahan otak kiri itu pasif, ia tetap mengakses sehingga analisis diri yang sadar atau tidak sadar tetap akan muncul dalam berbagai pola perbuatan. Hal ini sering ditengarai sebagai penemuan ide rasional. Inilah pencerahan atau terbukanya ruang keseimbangan hidup terhadap sadar hidup, yang secara spontan akan menggebrak ke perubahan perilaku dari kondisi agung yang didapati secara lebih meyakinkan dan lebih cepat dari pada input analisa matematis semata. Kesadaran yang tersentuh keagungan ini akan membawa pelakunya memburu kebaikan apapun. Ini rasional yang sudah tercerahkan dan hanya mampu dilakukan oleh orang-orang sudah
Tim Pengembangan Sumber DAYA Manusia yayasan Pendidikan Haster, op. cit., hlm. 14-15. Untuk lebih detailnya mengamati bagaimana susunan anatomis belahan otak dapat diperhatikan pada Carlton G. Smith, Penguraian Otak Manusia Secara Berurutan, terj. Dr. H. Abdoel Kamid Iskandar, MS., Jakarta : ECG, 1997, Cet. Ke-1., hlm.4-5.
14

tercurahkan ruhaninya. Jika orang-orang Barat lebih mengedepankan pola kerja otak belahan kiri, yang mana telah menyebabkan terakseskannya renessaince dengan pola logika-empirik, sebenarnya miskin kedalaman rasa. Atau pun barangkali orang-orang Timur pun lebih cenderung mengaktifkan pola kerja otak belahan kanan, sehingga yang berkembang adalah kekuatan-kekuatan imaginasi semata. Namun perkembangan sekarang menunjukkan pemerataan, baik di Barat maupun Timur. Spiritual dan sains menyambung dengan pola IQ, EQ dan SQ. Menemukan diri dan merupakan hasil dari proses mencari dan memanggil fitrah. Allah menyampaikan media ini dengan kata-kata yang sangat padat dan jelas, yakni : illa liya'buduun (kecuali untuk ibadah). Hakikat adalah kerasionalan yang berada di wilayah rasa yang datang pada manusia-manusia yang serius mengenali dirinya, yang diawali dari asal kesadaran yang tersentuh keagungan yang kemudian melahirkan kekhusyuan luar biasa. Kunci ini terdeteksi dan terpahami di qalbun. Jika segala hal tidak ada yang terputus dari Allah SWT. Maka siapa yang terbaik dalam menemukan dirinya tentu dia yang terbaik dan mampu belajar dari Tuhan serta memahaminya dengan kesadaran lahir-batin pada seruan-Nya. Tapi anehnya banyak yang tidak suka dan sengaja menghindari mendengarkan seruan-Nya. Hal ini adalah menunujukkan ia belum mengenal dirinya, tertidur, terjebak dan otaknya macet. Zakir yang sudah dapat menemukan dirinya dapat diibaratkan sedang berada di alam kejernihan (alam tauhid-tawhidullah) dengan menemukan memori ikhwal datangnya untuk kemudian menyadari dan mengikuti Allah SWT. Alam kejernihan itu sendiri sebenarnya dapat dilogikakan melalui belahan otak kiri, lewat penteorian yang diterima. Kekuatan ini dapat dikembangkan ke tingkat pencitraan (visualisasi) kekuatan pikiran. Di sini pertemuan pendayaan belahan otak kanan-kiri bersambung, hanya porsinya yang membedakan. Visualisasi ini adalah proses di mana manusia mengontak ke hal-hal yang jauh ke depan, sampai ke obyek tanpa terbatas dan tak terlihat secara abstrak (ghaib atau belum mengenal secara eksistensi). Hal ini sepertinya biasa, tapi sebenarnya luar biasa, dan sepertinya tidak ilmiah tapi justru sangat ilmiah. Bila otak yang digunakan separuh bidang, maka yang dihasilkan adalah penyudutan terhadap hal tersebut.

Ini adalah konsekuensi dari sebab manusia itu belum maksimal dalam menemukan dirinya yang menyebabkan ego lebih mendominasi dan imbasnya memunculkan kerusakan, baik dalam kehalusan maupun lahiriah. Mengenali diri dalam kaca mata otak, secara jelas memuat lima tahap memori manusia, antara lain : belajar, menyimpan,, mengingat, mengenali dan menggantikan. Tahap-tahap ini ada pada bagian-bagian cerebrum15, yang menciptakan perubahan-perubahan di RNA (ribonucleic acid) molekul-molekul dan selanjutnya menyebabkan aksi dan reaksi dalam akson.16 Jadi star berzikir sekecil apapun ia akan mendapat respon. Jelaslah, bahwa otak ibarat raksasa tidur yang luar biasa untuk mengakses hidup manusia di dunia termasuk juga dalam menyadari urgensi zikir. Zikir berada pada porsi tinggi yang diaktualisasikan di belahan otak kanan. Hal ini wajar dan mengena karena zikir memuat pencitraan, ritme, warna, nada alam (kehalusan nafas) dan imaginasi yang semua itu masuk di area belahan otak kanan. Kekuatan ini dapat berlipat ganda, tidak dalam arti otak belahan kanan ditambah otak belahan kiri sama dengan dua, tapi pada hasilnya, matematika yang dihasilkannya pun berbeda bukan sekedar seperti matematika karya serapan otak belahan kiri. Matematika ini berwujud seperti seperti satu takut + satu takut = keberanian (takutnya menipis bukan membanyak). Logika ini ada dalam wujud imateri dan hanya terjangkau di alam rasa. 'Logika' ini dipahami dikalbu tapi diterima nalar otak. Maka logika penemuan diri pun berproses sedemikian rupa dalam diri melalui hubungan antar saraf dan otomatis. Adapun manusia bercenderungan hanya melihat eksistensi wujud luar, tanpa mau tahu tentang keberadaan mekanisme otomatis yang bergerak rumit, tanpa disuruh dengan durasi di bawah detik dan di dalam otak, yang menyebabkan terciptanya bicara, melihat, mendengar, menyentuh, membau dan sebagainya menyatu tanpa kita tahu secara sadar proses rumit dari penyatuannya.. Semua itu

Cerrebrium terletak pada bagian batang otak (brain stem) dan melekatnya, disamping ada juga cerebellum disana. Silahkan lihat kembali pada anatomi otak dan bagian-bagian (warganya). Carlton G. Smith M.D.., Ph.D., Penguraian Otak Manusia Secara Berurutan, terj. Dr. H. Abdul kamid I., M.S., Jakarta : ECG, 1997, Cet. Ke-1., hlm. 2. 16 Lynn Wilcox, op. cit., hlm. 90, 96.

15

reflek dan dapat dirasa secara bersamaan, dan kehidupan lebih merupakan sebuah kumpulan yang dapat dirasakan secara lahir dan batin. Kepekaan rasa sangat kuat bagi pelaku zikir yang mapan karena mereka berotak dan mentransformasikan hanya untuk Allah dan untuk merasakan kedekatan dengan-Nya. Walaupun demikian ia tetap merasa tidak lebih tahu dan justru semakin berendah hati. Ini aneh tapi nyata. B.Zikir : Menyatukan Antara Berpikir ke Tuhan Sekaligus Merasakan Kehadiran-Nya Zikir secara mendasar dapat diikuti ke semua bidang keilmiahan, termasuk di antaranya sisi eksistensinya yang dapat dipelajari lewat otak dan saraf-sarafnya sebagai kekuatan pikir (tafakkur) dan hati sebagai kekuatan rasa (zawq) di mana realitas tegak bersama zakir (pezikir) di qalbu. Zikir mengantarkan zakir mendapatkan tafakkur (pikiran yang ber-tauhidullah). Tujuan zikir tidak untuk mendapatkan ciptaan Allah tapi untuk mendapatkan Allah, sehingga penyatuan menjadi irama dan fenomenanya. Otak akan menjadi berakal adalah dengan menghambakan kekuatan pikirnya secara maksimal kepada Allah dengan memikirkan Allah. Adapun qalbu akan benar-benar menghamba ke Allah, jika ia dimaksimalkan untuk merasakan Tuhan melalui hatinya sehingga jika kita belum merasakan Tuhan, berarti hati kita masih belum menghamba pada-Nya atau dikenal dengan istilah lalai. Lalai ini adalah seburuk-buruk hijab yang menghalau dari kesadaran, maka di mana otak anda (afala ta'qilun) dan wajar pula otak yang tertidur (lalai) dibangunkan oleh Allah dengan kata-kata afala tazakkarun (mengapa kalian lalai?). Inilah sebenarnya yang menjadikan kita ada tuntunan dan tuntutan dari Allah bila kita adalah makhluk tinggi yang segalanya ditanggungjawabi di hadapan-Nya. Dari sini manusia harus memohon kekuatan untuk selalu bersama-Nya. Pada saat zakir memperoleh kekuatan ke Tuhan, sebenarnya ia sedang memasuki proses evolusi spiritual (spirituality evolution) dari tingkatan manusia primata (jasadiah) menuju meta-primata (insan kamil), personal ke trans-personal. Inilah yang disebut penyatuan (keutuhan) dan puncaknya "ke-akuan" menjadi

terlupakan karena adanya hal bersifat fisis (halus) yang terjadi lewat pengalaman cinta-tauhidullah. Hal tersebut tidak hanya di otak tapi juga di area energi yang merupakan diri fisis manusia.17 Energi manusia pada posisi ini hilang ke wilayah pusat dan memasuki Sumber Energi (Tuhan) sehingga "ke-akuan" hilang dan hanya ada Wujud Dia. Dalam potret ini, kita berubah dan "aku" menjadi "hampa aku" (fana) dan dari vertikalisasi ke Tuhan menuju kembali kepada keadaan semula sebagai aku (aku membumi), dan membawa aku yang sudah tersucikan oleh Aku yang sebenarnya (Allah). Kekuatan ke Tuhan ini dapat dipahami pada tanda-tanda-Nya yang lain, seperti : melihat, mendengar, mencium, meraba, menggenggam, dan semua itu bukan produk jadi, tapi hasil proses yang berkesinambungan. Misalnya, melihat lahir dari sel saraf melihat (sel saraf sensorik-saraf eferen) yang mengantarkan impuls-impuls saraf (dorongandorongan elektrik/semacam listrik antar saraf) dari indera ke otak atau sumsum tulang belakang. Adapun meraba mampu menjadikan manusia merasa panas, dingin, nyeri dan lain sebagainya berada pada ujung akhir saraf sensoris, yaitu putting meraba, yang terletak di dalam kulit jangat (dermis). Jika "indera pendengar", terletak pada koklea (rumah siput). Getaran-getaran yang sampai ke alat ini diterima oleh alat penerima (alat korti), yang kemudian diteruskan ke serabut-serabut saraf ke pusat pendengaran. Adapun "indera pembau" ada pada selaput lendir rongga hidung. Pada sel-sel pembau ada ujung-ujung saraf pembau (saraf cranial) yang kemudian bergabung membentuk serabut-serabut saraf-saraf pembau untuk berjalinan dengan serabut-serabut otak dan demikian pula inderaindera yang lain pun memiliki prosesnya untuk menghasilkan apa yang dinamakan melihat, mendengar, mencium, merasa sesuatu yang fisikal, apa itu panas, dingin, nyeri dan lain sebagainya.18 Lima indera memiliki paduan ke sel-sel saraf dan menghasilkan manusia menyadari sesuatu fisikal dengan proses yang runtut, otomatis dan rumit yang tiap waktu dengan proses kehidupan manusia. Semua tersalur ke otak, bahkan "mendengar" memiliki kekuatan yang lebih tinggi yakni mendengar ke tingkat
17 18

Dr. Ali Ansari, op.cit., hlm. 176. Silahkan perhatikan lebih lanjut pada, Drs. Kus Irianto, op.cit., hlm. 243-272.

halus dan bercengkerama dengan Tuhan, malaikat, syaitan, dan hati. Di sini tidak ada huruf untuk dilihat, tidak ada gelombang suara untuk didengar, tidak ada rasa manis tanpa gula, asam tanpa keasaman, yang ada hanya rasa yang mampu membentuk manusia menjadi manusia, seperti sayang ke sesama, keluarga dan kebenaran. Ini hanya dimiliki oleh hati yang hidup yang setiap waktunya adalah penyucian dan penyucian dari berbagai hawa. Hawa-hawa tersebut dapat berwujud marah, benci, tentram, sayang, rindu, dendam, tidak sabaran, iri, dengki dan lain sebagainya. Adapun hati yang berwujud imateri tentram adalah hatinya para hamba-hamba Allah yang taat. Hati mereka terbimbing dan seimbang walaupun terkadang kondisi kurang seimbang. Misal ingin beli sesuatu yang disukainya tapi uang tidak ada bagi hati yang tenteram tentu akan memilih untuk bersabar dan bersyukur. Kekuatan sabar inilah jalan didapatkannya tingkat ketentraman. Maka zikir yang kontinyu jelas akan menaikkan hawa ketentraman pada kesempurnaan untuk menghadapi beragam ujian hidup, baik internal maupun eksternal. Zakir merupakan ahlullah yang terus merasakan kebersamaan dengan Allah. Mereka ini para manusia kamil yang mampu menjaga keutuhan dengan Allah, tidak ada "aku" pada mereka. "Aku-aku" mereka sudah lebur karena terpesonanya rasa terhadap pusat penggerak rasa (Allah) yang tidak dapat dibendung di tingkat rasa. Jadi semua hal yang bernama hasil pasti membutuhkan perjalanan, dan perjalanan pasti membutuhkan perawalan. Perawalan adalah fitrah makhluk hidup dalam skala ragamnya termasuk sel sekalipun yang bertempat di dalam sistem saraf otak. Zikir membutuhkan di awali untuk mendapatkan hasil, dan saraf membutuhkan stimulasi untuk menerbitkan komunikasi antar sel secara elektris. Ketentraman dari pezikir tidak dapat diambil oleh orang yang tidak berzikir karena segala sesuatu membutuhkan perjalannya masing-masing untuk menemui tujuan. Tempat berdirinya zikir dibatasi atau dihijabi oleh tidak berzikir (tidak ingat). Berzikir adalah bersadar untuk mengingat dan tidak berzikir adalah berkelalaian dari mengingat. Berzikir akan mengokohkan emosi dan menggiatkan

kegiatan motorik dan sensoris bawah sadar. Semua itu tidak terlepas dari pran serta sistem limbik19 C.Zikir Mengharmonisasikan Antara Lahir dan Batin Dalam diri manusia ada potensi kehewanan jika ditilik lewat anatomis fisiknya Potensi lain dari manusia adalah kemalaikatan lewat potensi kemampuan berdekatan dengan Allah ke tingkat terdekat yang mana posisi ini bukan produk jadi tapi perjuangan sepanjang hayat di sekolah semesta yang tentu harus dimanajemenkan setiap gerak-geriknya bersama nafas kita. Manusia menjadi ber daya kemalaikatan jika beroperasi ke wilayah luar kemauan dirinya.20 Zakir yang masuk ke tataran puncak tidak hanya menyerasikan antara lahir (energi padat) dengan batin (energi dasar) tapi juga dengan Allah SWT. Namun disayangkan, dalam akhir menuju ke kesatuan itu banyak yang gagal karena terjebak dunia dan tertipu syaitan. Keseimbangan adalah sunnatullah (garis edar Allah) karena merupakan bersatunya awal perjalanan dengan akhir perjalanan. Adapun keluar dari keharmonisan, berarti keluar dari garis edar Allah (menentang Allah SWT). Manusia membawa potensi sebagai manusia langit dan manusia bumi. Keduanya tidak dipisah tapi disatukan dan tersatukan dalam wujud manusia sempurna (insan kamil). Hanya saja terkadang manusia itu sendiri yang justru hanya mengambil salah satu saja sehingga melahirkan ketidaksempurnaan. Segala sesuatu yang ada dan seimbang adalah bukan Allah tapi Allah hadir dalam segala sesuatu yang bertrilliun-trilliun ragam itu. Inilah keharmonisan fitrah semesta dengan sebab asalnya yakni al-Kholiq dan di sini manusia menemukan keagungan Allah sebagai pendidik semesta (rabb al-alamin). Mengapa zikir mampu mengharmonisasikan manusia di tingkat lahir dan batin?. Karena fitrah manusia adalah lahir dan batin. Lahir dapat merusak batin dengan obat-obatan terlarang dan perilaku menyimpang dan batin jauh lebih rusak jika kondisi manusia jika dibiarkan mati tanpa mengenal Tuhannya.

19 20

Moh. Sholeh, loc. cit. Silahkan perhatikan pada, Dr. Ali Ansari, op. cit., hlm. 156.

Keseimbangan dalam posisi lahiriah ini terbina dalam otak dan disebabkan saraf otak sebagai kunci laporan dari saraf-saraf sebelumnya yang memiliki daya pengendali (reaksi tubuh terhadap hal sekitar)21 Inilah yang menyebabkan kondisi lahir manusia banyak dipenuhi sarafsaraf pada tiap alat-alat tubuhnya disebabkan keseimbangan itu adalah pekerjaan rumah (PR) manusia terhadap alam termasuk dalam menguasai dirinya.. Saraf dalam kaitan kesimbangan ini pun adalah membutuhkan keseimbangan yang tersalur lewat ikatan sinapsis dari pengiriman impuls. Adapun sel saraf dari alat indera ke otak dan tulang belakang adalah untuk mengokohkan manusia untuk berdiri tegak yang disebut sel saraf sensorik (saraf aferen). Di sini lima indera menjadi bekerja dan peka. Pada sisi lainnya, ada juga yang berfungsi sebagai sel saraf motorik (saraf aferen). Secara khusus, baik sel saraf motorik maupun sensorik terbagi dalam dua penyaluran sel saraf penghubung (batang saraf campuran). Kejadian ini sangat rumit dalam tubuh manusia dan perlu ditegaskan bahwa semua sel dari saraf berpembawaan sunatullah (secara mendasar menuju ke Allah), termasuk keseimbangan tubuh untuk menjaga dari kerusakan dan kepunahan. Begitu pun dengan alam semesta di luar (makro-kosmos) dengan alam semesta dalam diri manusia (mikro kosmos).22 Setiap hal diseimbangkan dan diselaraskan oleh Allah, di mana Allah sudah menempatkan semua pasangan yang tepat antara satu dengan yang lain dalam dimensi sekecil dan segaib apapun. Hal itu dapat dipahami pada Q.S. alDzariyat : 49. Keseimbangan adalah salah satu bentuk keadilan Allah SWT yang sangat rumit. Ihsan saja hanya dapat dicapai melalui proses keseimbangan dari keIslaman yang konsisten ke tingkat iman dan tersuplai dengan kehadiran kalbu lewat ruang keyakinan untuk dijadikan dalam amal sholih yang sudah diserahkan esensinya bersama diri ke Allah semata dengan mengharap ridha-Nya. Sistem keseimbangan yang tetap terjaga sebenarnya ada pada penyampaian informasi dari tubuh dan dari sistem-saraf periferal ke sistem-saraf-pusat. Adapun gerakan
21 22

Drs. Kus Irianto,, op. cit., 342. Ibid., hlm.243.

impuls saraf-saraf merambat secara elektro-kimiawi, yakni gelombang listrik yang merambat ke semua permukaan membran neuron (komunikasi melalui molekul terpaparkan melalui membran) dengan membalikkan polarisasinya yang berkecepatan 1,5 kaki per detik dalam neuron kecil sampai 368 kaki / detik dalam neuron yang lebih besar. Hal ini berjalan kontinyu sampai memasuki celah kecil (sinapse) yang termisterius. Perubahan sederhana akan terhantar dari sudut-sudut saraf otak yang akan menghasilkan informasi-informasi rumit seperti yang terjadi di computer digital .23 Keseimbangan dari hasil zikir pun bersinggungan dengan teori "God Sentris", yang merupakan makna dari tauhidullah yang bernilai 100 persen dari suatu perbuatan lahir-batin ke Allah semata dan menyerahkan esensi kepada-Nya yang kemudian Ia akan memberi apa yang kita perlukan.24 Ini adalah pola keseimbangan. Setiap pezikir tahu persis kedudukan ini sehingga mereka akan berlomba dalam mencapai tingkat kedekatan yang sempurna "melebur" bersama Allah Sebenarnya, wujud keseimbangan zikir jasmani dan ruhani dapat diambil dari makna baiknya pendengaran ketika menjaga kekuatan frekuensi suara ke telinga atau menghindari suara-suara bising karena kekuatan telinga mulai meruhani dan kekuatan dengarnya akan terganggu oleh ketidak-konsentrasian lahir. Maka, begitupun zikir, ia akan membutuhkan kondisi yang tepat untuk berharmonisasi, yakni ketenangan (memasuki wilayah hadhirat Rabb al-izzati, dan terliputi suasana semesta tanpa beban/100 persen ikhlas pada Allah SWT). Zikir, satu sisi adalah fenomena lahiriah, namun sisi lain, sebagai fenomena melangit yakni naiknya alam rasa dan terfokus pada Allah SWT semata sehingga meninggalkan setiap bentuk ghayrullah. Hal ini bukan berarti meninggalkan dunia, tapi meninggalkan keterikatan dari dunia sehingga akan meringankan fokus ke Allah sehingga melahirkan proporsionalitas hidup zakir. Zikir sangat kuat dalam proses pengharmonisasian lahir dan batin bergerak halus ke pola zikir lathaa'if, yaitu pola zikir hati yang tujuan untuk menghilangkan penyakit batin menuju semua arah baik. Diantaranya, ada yang bertempat di dada kiri (lathifatus
Lynn Wilcox, op. cit., hlm.57-58. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan SQ Power : Sebuah Inner Journey Melalui al-Ihsan, Jakarta : ARGA, 2003, Cet. Ke-3, hlm.201.
24 23

Sirri) fokus pada dada bagian kanan (lathifatul khafi), di bawah pusar (lathifatun akhfa) bertempat di bagian otak (lathifatun nafsi), maupun yang berfokus pada setiap organ tubuh (lathifatul qalabi), termasuk lathifatur ruuhi (bawah susu kanan) dan lathifatul qolbi (bawah susu kiri).25 Semua itu memiliki area jangkauan pada ragam dimensi fisik sebagai konsentrasinya masing-masing.

Silahkan liht pada, K. Fadhil Ahmad, Al-Mujahadah Istighaasyah Al-Waaqi'ah, Demak : t. Penerbit, 2005, hlm. 27-28.

25

Anda mungkin juga menyukai