Anda di halaman 1dari 22

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
dengan judul Leukima akut
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh keikhlasan
penulis ungkapkan ucapan terimakasih kepada Dosen pembimbing Fakultas
Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang, dalam hal ini adalah dr. Yasril
Hasan, MQIH, yang telah memberikan dukungan serta bimbingan. Tak lupa pula
kepada orang tua, saudara-saudara penulis yang telah begitu tulus memberikan
perhatian dan dukungan moril dan materil, serta rekan-rekan seperjuangan yang telah
memberikan dorongan dan bantuan dalam penyelesaian karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tullis ilmiah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu berbesar hati penulis menerima saran dan kritikan
dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Semoga karya tulis ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan bagi siapapun yang membacanya.


Padang, 28 Januari 2014


Penulis


ii

ABSTRAK
Leukemia merupakan suatu keganasan kelompok sel darah putih. Penyakit ini
di tandai dengan akumulasi sel-sel darah putih ganas di sumsum tulang, sementara itu
kadar leukosit normal dapat normal, naik ataupun menurun jumlahnya. Berdasarkan
onset gejala dan banyaknya dan jumlah sel ganas yang teakumulasi di sumsum
tulang, leukemia dikelompokan menjadi leukemia akut dan leukemia kronis. Apabila
onset gejala cepat dan akumulasi sel ganas lebih dari 30%, maka digolongkan
menjadi leukemia akut, apabila akumulasi sel ganas kurang dari 30% dan onset gejala
lambat, maka digolongkan kedalam leukemia kronis. Sementara berdasakan jenis sel
ganasnya, leukemia di kelompokan menjadi leukemia limfoblastik dan mieloblastik.
Apabila sel ganas berasal dari seri limfosit maka disebut leukemia limfoblastik,
apabila keganasan berasal dari sel-sel turunan mieloblas, maka desebut leukemia
mieloblastik. Selanjutnya penglasifikasian dilakukan berdasarkan keduanya. Gejala
dari penyakit ini muncul akibat kegagalan sumsum tulang dan infiltrasi jaringan di
organ dan sumsum tulang. Penangan penyakit ini harus segera, karena jika tidak,
dapat menimbulkan kematian yang dini setelah didiagnosa.




iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. v
DARTAR TABEL .................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
2.1. Hematopoiesis dan Komposisi Darah dan Sumsum Tulang ............................... 3
2.1.1. Model Sel Punca pada Hematopoiesis .............................................................. 3
2.1.1.1. Pembentukan sel darah (Hemopoesis/Hematopoiesis) ............... 3
2.1.2. Komposisi dan Rujukan Nilai Normal untuk Pemeriksaan Darah Tepi dan
Rujukan Satuan Pemeriksaan ............................................................................................ 6
2.2. Fisiologi Leukosit .................................................................................................... 7
2.2.1. Morfologi Leukosit ........................................................................................... 7
2.2.2. Fungsi dan Usia leukosit ................................................................................... 8
2.3. Leukimia akut ........................................................................................................ 10
2.3.1. Klasifikasi leukemia akut ................................................................................ 10
3.1.1.1 Leukimia limfoblastik akut (LLA) .................................................. 10
3.1.1.2. Leukimia Mieloblastik akut (LMA) ............................................... 11
2.3.2. Insidensi dan gambaran klinis ......................................................................... 11
2.3.3. Pemeriksaan .................................................................................................... 12
2.3.4. Diferensiasi LLA dari LMA ........................................................................... 12


iv

2.3.5. Penatalaksanaan .............................................................................................. 12
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 15
3.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 15
3.2. Saran ........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16













v

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1. Hematopoiesis berawal dari satu sel punca pluripoten 5




























vi

DARTAR TABEL

Tabel 2.1. satuan yang dipakai pada klasifikasi sel darah 7
Tabel 2.2. Komposisi dan nilai normal darah 7





1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Leukimia merupakan penyakit yang menyerang seri darah leukosit yang
ditandai dengan akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah. Kelainan
dapat terjadi pada seri myeloid, dan seri limfoid. Bila kelainan terjadi pada seri
myeloid maka disebut leukemia mieloblastik akut (LMA), dan bila kelainan terjadi
pada seri limfosit maka disebut leukemia limfoblastik akut (LLA). Apabila tidak
diobati dengan cepat penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam
waktu beberapa minggu sampai bulan setelah didiagnosis.
Pada LMA, keganasan dapat berasal dari seluruh turunan myeloid. Sebelum
tahun 1960an pengobatan LMA terutama bersifat paliatif, tetapi sejak 40 tahun yang
lalu pengobatan penyakit ini berkembang dengan cepat dan dewasa ini banyak pasien
LMA yang dapat disembuhkan dari penyakitnya. LMA lebeih lazim terjadi pada
orang dewasa, angka kejadian pada anak-anak berkisar antara 10-15% kasus.
Sedangkan LLA lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B,
dan sisanya berasal dari limfosit T. Leukimia ini merupakan bentuk leukemia yang
paling banyak pada anak-anak, sedangkan 20% kasus terjadi pada orang dewasa.
Terapi terutama ditujukan untuk meningkatkan jumlah limfosit normal dan menekan
limfosit ganas.
Keberhasilan terapi leukemia tidak lepas dari ketelitian dan ketepan diagnosa.
Sehingga pemutusan tindakan selanjutnya dapat dilakukan dengan tepat, sehingga
angka kesembuhan penderita leukemia semakin meningkat.
Karya tulis ini dibuat dengan teknik tinjauan kepustakaan, mengumpulkan
beberapa referensi dan menjadikanya sebuah kesimpulan yang ringkas dan semoga
mudah di cerna dan di pahami.



2

1.2. Tujuan Penulisan
Memahami dan menguasai tentang Leukimia akut dengan aspek-aspek
berikut:
1. Pengertian leukemia dan leukemia akut.
2. Klasifikasi leukimia akut.
3. Penyebab leukemia akut.
4. Patogenesis dan patofisiologi leukemia akut.
5. Gambaran klinis leukemia akut.
6. Kharakteristik diagnosa leukemia akut.
7. Tatalaksana leukemia akut.





3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hematopoiesis dan Komposisi Darah dan Sumsum Tulang
2.1.1. Model Sel Punca pada Hematopoiesis

Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup, mulai dari binatang sampai
manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh
darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen,
mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, dan mekanisme hemostasis.
2.1.1.1. Pembentukan sel darah (Hemopoesis/Hematopoiesis)
Hemopoesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan darah. Tempat
hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur:
o Janin:
umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)
umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)
o Bayi : Sumsum tulang
o Dewasa. : oss vertebrae, oss costae, sternum, cranium, sacrum
dan coxae, ujung proksimal dari oss femur.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada
sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan:
Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel
darah, termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam


4

sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai
pluripotent (totipotent) stem cell.
Sel induk pluripotent mempunyai sifat:
Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan
pernah habis meskipun terus membelah;
Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel
dengan fungsi-fungsi tertentu.
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat
dibagi menjadi:
Pluripotent (totipotent) stem cell: sel induk yang mempunyai kemampuan
untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
Committeed stem cell: sel induk yang mempunyai komitmen untuk
berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang
termasuk golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk limfoid.
Oligopotent stem cell: sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya
beberapa jenis sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-
granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel
granulosit dan sel-sel monosit.
Unipotent stem cell: sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu
jenis sel saja, contoh CFU-E (colony forming unit-erythrocyte) hanya dapat
menjadi eritrosit, CFU-G (colony forming unit-granulocyte) hanya mampu
berkembang menjadi granulosit.

Proses Hematopoiesis/hemopoiesis bermula dari satu sel punca
hematopoiesis yang bersifat pluripotent (totipotent) (Gambar 2.1) sebagaimana
artinya yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki kempampuan untuk bereplikasi
sendiri dan berdiferensisasi. Progenitor dengan berbagai tipe pematangan terbentuk
melalui pembagian asimetris dan dari pembagian ini, setiap sel punca dan progenitor


5

baru akan terbentuk. Akhirnya diferensiasi terjadi pada berbagai sel matur di darah
perifer. Sitokin dan factor pertumbuhan meningkatkan pematangan atau mencegah
terjadinya apoptosis turunan sel yang spesifik.
Gambar 2.1. Hematopoiesis berawal dari satu sel punca 5ambing5ent



6

2.1.2. Komposisi dan Rujukan Nilai Normal untuk Pemeriksaan Darah Tepi dan
Rujukan Satuan Pemeriksaan
Untuk mempermudah satuan untuk nilai-nilai yang sangant besar dan sangat kecil
pada ukuran fisika yang khusus kita umumnya menggunakan sebutan untuk kelipatan
desimal atau lambang dari satuan tersebut (Tabel 2.1)





Tabel 2.1. satuan yang dipakai pada klasifikasi sel darah


Pada praktiknya rujukan nilai normal yang di pakai menurut kepustakaan
adalah yang di cantumkan dalam table berikut (Tabel 2.2)

Tabel 2.2. Komposisi dan nilai normal darah
Parameter Satuan
Hemoglobin g/l
Eritrosit Jumlah sel/pl
MCV Fl
Hematokrit l/l
MCH Pg
MCHC g/l
Leukosit Jumlah sel/l dan %
Granulosit neutrophil Jumlah sel/l dan %
Granulosit eosinophil Jumlah sel/l dan %
Granulosit basophil Jumlah sel/l dan %
Monosit Jumlah sel/l dan %
Limfosit Jumlah sel/l dan %
Trombosit Jumlah sel/nl
MPV Fl
Retikulosit Jumlah sel/nl
Parameter Nilai normal
Hemoglobin 13-16 g/l
Eritrosit 150-450 ribu sel/pl
MCV 80-100 Fl
Hematokrit 40-47 l/l
MCH 26-34 Pg
MCHC 350 g/l
Leukosit 5000-10.000 sel/l
Granulosit neutrophil 3500-6000 sel/l atau 60%
Granulosit eosinophil 350 sel/l atau 4%
Granulosit basophil 100 sel/l atau 1%
Monosit 400 sel/l 7%


7














2.2. Fisiologi Leukosit
Leukosit (sel darah putih) adalah satuan mobile system pertahanan tubuh yang
disebut imunitas. Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau
menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel abnormal. Leukosit
dan turunan-turunannya, bersama dengan protein-protein plasma, membentuk system
imun, suatu system pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau
menetralkan benda-benda dalam tubuh yang dianggap asing bagidiri normal.
Secara spesifik, system imun mempertahankan tubuh dari pathogen,
menginvasi mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri dan virus,
mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh, dan berfungsi
sebagi petugas kebersihan yang membersihkan sel-sel tua, misalnya jaringan yang
rusak akibat trauma atau penyakit. Dan yang terakhir leukosit essensial bagi
penyembuhan luka dan perbaikan jaringan.
2.2.1. Morfologi Leukosit
Terdapat lima jenis leukosit yang masing-masing mempunyai morfologi
yang berbeda dan peranan yang berbeda pula. Kelima jenis leukosit tersebut
digolongkan menjadi dua kategori utama, tergantung pada gambaran nucleus dan ada
atau tidaknya granula sitoplasmanya. Neutrophil, basophil, dan eosinophil
Limfosit 2000 sel/l 28%
Trombosit 150-440 sel/nl
MPV 9.0 Fl
Retikulosit 18-158 sel/nl


8

digolongkan kedalam kategori granulosit (sitoplasmanya mengandung granula)
polimorfonukleus (bentuk inti beragam). Nucleus sel-sel ini tersegmentasi menjadi
beberapa lobus dengan bentuk yang bervariasi, dan sitoplasmanya banyak
mengandung granula yang terbungkus membran yang memiliki ciri dan gambaran
yang khas pula. Ketiga jenis granul dibedakan atas afinitasnya terhadap zat pewarna;
Eosinophil memiliki afinitas terhadap pewarna merah eosin, basophil cenderung
menyerap pewarna biru basa, dan neutrophil bersifat netral, tidak menunjukan
preferensi warna. Monosit dan limfosit dikenal sebagai agranulosit (tidak memilliki
granul dalam sitoplasmanya) mononukleus (satu inti). Keduanya memiliki satu inti
besar dan tidak terbagi-bagi menjadi lobus dan sedikit granula. Limfosit adalah
leukosit yang paling kecil, biasanya memiliki inti bulat besar yang menempati
sebagian besar sel.

2.2.2. Fungsi dan Usia leukosit
Berikut ini adalah fungsi dan usia granulosit:
Neutrophil adalah spesialis fagositik. Selain itu baru-baru ini ilmuan
menemukan bahwa neutrophil mengeluarkan suatu jaringan serat yang di
namai neutrophil ekstracellular traps (NET). Serat-serat ini mengandung
bahan kimia pemusnah bakteri, dengan cara menjerat dan menghancurkan
bakteri di luar sel. Selain itu neutrophil dapat menghancurkan bakteri dengan
memfagosit. Neutrophil hamper selalu menjadi pertahanan pertama untuk
infeksi bakteri, dan karena itu sangat penting untuk respon peradangan.
Seperti yang dapat kita duga, bahwa pada infeksi bakteri akan ditemui
peningkatan neutrophil (neutrophilia).
Eosinofil adalah jenis leukosit lebih berkaitan dengan alergi da infeksi
parasite, misalnya cacing. Pada infeksi cacing akan terjadi peningkatan
eosinophil (eosinophilia).
Basophil adalah leukosit yang paling sedikit ditemui di darah tepi dan kurang
di pahami fungsinya. Sel ini disebut juga sebagai saudara dari sel mast,
karena secara struktur dan fungsi hampir mirip. Basophil dan sel mast
mensintesis dan menyimpan histamin dan heparin, yaitu bahan kimia yang


9

poten yang di lepaskan bila ada rangsangan yang sesuai. Pelepasan histamine
penting dalam reaksi alergik, sedangkan heparin mempercepat pembersihan
partikel lemak dari darah setelah kita makan makanan berlemak. Heparin
dapat juga mencegah pembekuan darah (koagulasi) dan dipergunakan secara
luas sebagi obat antikoagulan.

Berikut adalah fungsi dan usia agranulosit;
Monosit, seperti neutrophil, berkembang menjadi fagosit professional. Sel ini
muncul dari sumsum tulang, beredar hanya dua hari disirkulasi sebelum
akhirnya menetap dan berproliferasi menjadi makrofag di jaringan. Usia
makrofag dapat berkisar dari bulanan hingga tahunan, kecuali sel ini hancur
terlebih dahulu selagi menjalankan tugas fagositiknya. Sebuah sel fagosit
hanya mampu menelan beberapa benda asing sebelum akhirnya mati.
Limfosit merupakan agen imun yang spesifik. Terdapt dua jenis limfosit,
yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B menghasilkan antibody yang
beredar dalam darah dan bertanggung jawab dalam imunitas humoral. Dan
limfosit T tidak memproduksi antibody, namun sel ini secara langsung
menghancurkan sel sasaran dengan mengeluarkan beragam zat kimia yang
melubangi membrane sel korban, suatu proses yang dinamai imunitas seluler.
Sel sasaran limfosit T termasuk sel tubuh yang terinfeksi virus dan sel
kanker. Lomfosit hidup sekitar 100-300 hari dan dalam waktu ini sebagian
besar secara tersu menerus terdaur ulang oleh jaringan limfoid, limfe dan
darah, sehingga hanya dapat ditemui beberapa jam dalam sirkulasi darah.

Salah satu konsekuensi utama leukemia, suatu kanker yang mengakibatkan
proliferasi tak terkendali leukosit, adalah berkurangnya kemampuan pertahanan terhadap
invasi organisme asing. Pada leukemia hitung leukosit dapat meningkat hingga 500.000/mm
3

dibandingkan dengan nilai normal yang hanya 5000-10.000/mm
3
. Tetapi karena sebagian
besar sel ini merupakan sel imatur dan sel abnormal, maka mereka tidak dapat melaksanakan
fungsi pertahanan normal. Konsekuensi lain adalah digantikannya turunan sel darah lain di
sumsum tulang. Hal ini menyebabkan anemia karena eritrospoiesis berkurang, sehingga
terjadi perdarahan internal karena kadar trombosit berkurang.


10


2.3. Leukimia akut
2.3.1. Klasifikasi leukemia akut
Leukimia merupakan suatu keganasan sel leukosit yang onset gejalanya
terjadi dengan cepat. Penyakit ini ditandai dengan akumulasi sel leukosit ganas lebih
dari 30%, dan penurunan kadar leukosit yang normal. Leukemia akut biasanya
merupakan penyakit yang agresif, dengan transformasi sel ganas yang menyebabkan
akumulasi progenitor hemopoietik sumsum tulang yang dini, disebut sel blast.
Keganasan dapat berasal pada seri mieloblast disebut leukemia mieloblastik, dan seri
limfoblas disebut leukemia limfoblastik. Gambaran klinik dominan penyakit-penyakit
ini adalah kegagalan sumsum tulang yang disebabkan oleh akumulasi sel blast.
Apabila tidak di obati akan bersifat fatal, namun lebih mudah diobati dibanding
leukemia kronis.
3.1.1.1 Leukimia limfoblastik akut (LLA)
Kelompok Frech-America-British mensubklasifikasikan LLA menjadi tiga
tipe:
1. Tipe L1 memperlihatkan adanya sel blas kecil yang seragam dengan sitoplasma
yang sedikit.
2. Tipe L2 terdiri dari sel blast yang lebih besar dengan anak inti dan sitoplasma yang
lebih jelas dan lebih heterogen.
3. Tipe L3 besar dengan anak inti yang jelas, sitoplasma sangat basofilik.
Petanda imunologik pada LLA adalah sebagai berikut;
1. Prekusor LLA-B: CD19+, CD22+ sitoplasma dan TdT tiga sub tipe;
a. Early pra-B, CD 10-
i. Desebut juga LLA pre-B
ii. Sering terjadi pada bayi
b. Early pra-B, CD 10+, dikenal sebagai common LLA (cLLA)
c. Pra-B
i. + intrasitoplasma
ii. CD10- atau CD10+


11

2. LLA-T yang memperlihatkan adanya antigen sel T (missal CD7/CD3
sitoplasma)
3. LLA-B yang memperlihatkan adanya immunoglobulin permukaan dan TdT-.

3.1.1.2. Leukimia Mieloblastik akut (LMA)
Klasifikasinya adalah
1. M0, tidak berdiferensiasi
2. M1, tanpa maturasi
3. M2, dengan maturasi granulositik
4. M3, promielositik akut
5. M4, granulositik dan monositik
6. M5, Monoblastik (5a) monositik (5b)
7. M6, eritroleukimia
8. M7, megakaryoblastik
Pertanda imunologik LMA adalah
CD13
CD33
Glikoforin (M6)
Antigen trombosit, missal CD41
Mieloperoksidare (M0)
2.3.2. Insidensi dan gambaran klinis
LLA paling lazim di temui pada anak-anak, insidensi tertinggi pada usia 3-7
tahun, dan menurun pada usia 10 tahun, tipe precursor sel B sering dijumpai,
insidensi laki-laki:perempuan sama. Sementara LMA adalah bentuk lazim leukemia
pada orang dewasa, hanya 10-15% angka kejadian pada anak-anak, sisanya orang
dewasa.
Gambaran klini LLA sama dengan LMA, gejala klinis timbul akibat hal-hal
berikut ini;
1. Kegagalan sumsum tulanganemia (pucat, letargi, dispnea);
neutropenia (demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorok,
kulit, pernafasan, peri anal atau infeksi mucosal lain) dan
tromsitopenia (memar spontan, pur-pura, gusi berdarah, menorrhagia)


12

2. Infiltrasi jaringannyeri tulang, limfadenopati, spenomegali,
hepatomegali, dan sindrom meningeal (sakit kepala, mual, muntah,
penglihatan kabur, diplopia).
2.3.3. Pemeriksaan
Temuan pemeriksaan LLA dan LMA pun sama. Pemeriksaan hematologik
memperlihatkana danya anemia normositik normokromik dengan trombositopenia
pada sebagian besar kasus. Jumlah leukosit dapat menurun, normal, atau meningkat
hingga 200x10
9
/l atau lebih. Pada sediaan SDT memperlihatkan adanya sel blas yang
bervariasi. Sumsum tulang hiperselular dengan blas leukemik >30%. Untuk
memastikan jenisnya dilakukan uji imunologi dan analisis sitogenik yang sesuai
dengan kriteria yang bersangkutan. Dalam hal ini, tes PCR. Pemeriksaan LCS (punksi
lumbal) harus di lakukan untuk melihat adanya akumulasi leukosit di LCS. Uji fungsi
hati harus dilakukan sebagai dasar sebelum memulai pengobatan.

2.3.4. Diferensiasi LLA dari LMA
Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan
rutin dapat membedakan LLA dan LMA. Pada LLA, blas tidak memperlihatkan adanya
diferensiasi (pengecualian LLA-B) . Sedangkan pada LMA ditemukan tanda-tanda
diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas progenitornya.
Pada sebagian besar kasus leukemia memperlihatkan gambaran LLA dan LMA
sekaligus.

2.3.5. Penatalaksanaan
Terapi obat utnuk kedua jenis leukemia ini umumnya sama.
Saat ini digunakan sedikitnya tiga kombinasi obat, untuk meningkatkan efek
sitotoksik, meningkatkan tingkat remisi, dan menurunkan frekuensi resistensi obat.
Terapi awal harus diberi allopurinol, hal ini berguna untuk mengurangi
resiko terjadinya sindroma lisis tumor. Pasien juga harus mendapat hidrasi yang cukup,
jika terdapat infiltrasi organ yang luas, harus dilakukan alkalinisasi urin dengan
pemberian natrium bikarbonat intavena.
Tujuan terapinsitotoksik adalah untuk menekan pertumbuhan sel blas,
sehingga petumbuhan sel normal bisa berlangsung.


13

Obat-obat yang digunakan pada terapi leukemia akut adalah sebagai berikut;
1. Golongan antimetabolite:
Metrotreksat
6-merkaptopurin
6-thioguanin
Sitosin arabinose
Hidroksiurea
Mekanisme kerja golongan ini adalah menghambat sintesis purin atau pirimindin
atau menghambat penggabungan ke dalam DNA pada sel blas.
2. Agen pengalkil:
Siklofosfamid
Klorambusil
Busulfan
Nitrosourea
Efek kerja, mengganggu pembentukan RNA
3. Pengikat DNA:
Daunorubisin
Hidroksodaunorubisin
Motiksantron
Idarubisin
Bleomisin
Efek kerja, berikatan dengan DNA menghambat mitosis
4. Penghambat mitosis:
Vinkristin
Vinblastin
Vindesin
Efek kerja, kerusakan spindle tidak ada 13etaphase
5. Analog purin
Fludarabin
Deoksikoformisin
Menghambat adenosin deaminase atau jalur purin lain
6. lain-lain


14

Kortikosteroid lisis limfoblas
L-asparaginase membuat selo kekurangan asparagine
-interfeson aktivasi RNAase dan aktivasi natural kiler\
Asam transretinoat menginduksi diferensiasi
Terapi standar untuk LLA saat ini;
Protocol OPAL (modified)
Vinkristin 1,5 mg/m
2
IV, 1 hari, hari 1 (max. 2 minggu)
Daunorubisin 30 mg/m
2
IV, hari 1, 2, 14, 21, 28.
Kortikosteroid; prednisone 40 mg/m
2
PO, hari 1-28
L-asparagine 10.000 unit/m
2
diberikan pada saat mendekati remisi
komplit selama 4 hari sebelum radiasi kranial.
Pemberian metotreksat intratekal sesuai dengan protocol biasa.
Aspirasi sum-sum tulang dilakukan sekitar minggu ke 5 jika trom
>100ribu dan neutrophil >1000 untuk konfirmasi respon komplit.
Terapi untuk LMA saat ini adalah;
Regimen sitarabin dan dounorubisin dengan protocol sitarabin 100 mg/m
2
IV (infus)
kontinyu selama 7 hari dan daunorubisin 45-60 mg/m
2
/hari IV selama 3 hari. Pada pasien
leukemia berat dilakukan tranplantasi sumsum tulang.
Karena pasien dalam kondisi imunodefisiensi maka perawatan harus di isolasi untuk
menghindari terjadinya koinfeksi.






15

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Leukimia akut merupakan suatu keganasan pada sel darah putih yang ditandai
dengan akumulasi sel blas, dan deficiensi sel leukosit normal. Leukemia dapat akut
dan kronis, tergantung kecepatan perkembangan sel blas dan jumlah akumulasi sel
blas pada sumsum tulang.

3.2. Saran
Leukemia akut merupakan penyakit dengan onset gejala cepat dan gambaran yang
sulit dibedakan satu sama lain, maka ketelitian dalam mediagnosis sangat dibutuhkan.
Gambaran klinis yang sering mirip dengan penyakit kelainan darah yang lain membuat
penegakan diagnosis semakin meragukan.
Di sini penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini banyak mengalami
kekurangan, dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, semoga
karya ilmiah ini dapat memberikan informasi serta semangat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.



16

DAFTAR PUSTAKA


Hoffbrand, A.V, Pettit J.E, Moss, P.H.A. 2005.Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta: EGC
Hoffbrand, A.V, Pettit J.E. 1996. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W.2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
Freund, Mathias. 2011. Heckner Atlas Hematologi. Edisi 5. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Kesistem. Edisi 6. Jakarta:
EGC
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Ganong, Wiliam S. 2011. Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis. Jakarta: EGC
Price, Ailvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Bickley, Lynn S. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 1995. Anatomi Klinis Dasar Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
EGC
Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates

Anda mungkin juga menyukai