Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Long QT Sindrom (LQTS) merupakan kelainan yang diturunkan dan didapat yang
ditandai dengan interval QT memanjang pada EKG yang cenderung mengakibatkan takiaritmia,
sehingga dapat mencetuskan sinkop, henti jantung atau bahkan mati mendadak.
(1,11)

Long QT Sindrom merupakan kasus yang jarang, yang disebabkan oleh kelainan sistim
elektrik jantung. Kelainan ini diperkirakan mengenai 1 dari 5000 individu. Di Amerika
diperkirakan 3000 orang meninggal setiap tahunnya. J antung sebagai pompa darah sistim
konduksinya memerlukan recharge setiap denyut. Individu dengan Long QT Sindrom, sistim
konduksi jantungnya memanjang untuk recharge ini yang mengakibatkan gangguan irama
dimana terjadi aritmia yang menyebabkan pompa jantung berhenti memompakan darah
keseluruh tubuh, J ika jantung mengalami masalah irama, ini bisa menyebabkan seseorang
mengalami sakit kepala ringan atau pingsan, sehingga apabila jantung tidak kembali lagi ke
irama normal dapat terjadi kematian.
(2,11)
Kasus pertama Long QT Sindrom dicatat oleh Meissner tahun 1856 di Leipziq. Pada
tahun 1957 pencatatan melalui EKG dibuat oleh Anton J erwell dan Freud Lange Nielsen.
(3)

Sebahagian besar kasus pada Long QT Sindrom selalu berhubungan dengan aktivitas
fisik atau stress emosional, namun demikian kematian juga bias terjadi diwaktu tidur. Kematian
dalam keadaan sedang tidur cenderung terjadi dalam satu kelompok keluarga. Pada sebahagian
individu melambatnya denyut jantung sering menyebabkan perpanjangan QT interval. Sehingga
kematian pada waktu sedang tidur pada SADS (sudden arithmya death syndrome) dapat
diterangkan.
(4)

Penelitian struktur dan molekuler menemukan adanya mutasi gen yang menyebabkan
terjadinya peningkatan fungsi kanal ion jantung dimana manifestasi awal ini dapat berakibat
fatal, sehingga sangat penting identifikasi tanda klinis terhadap anggota keluarga yang
asimptomatik. Saat ini tes diagnostik genetik mengalami kesulitan akibat keberagaman genetik
yang luas.
(5)

Diagnosis Long QT berdasarkan pada adanya interval QT 12 lead EKG standar,
morfologi gelombang T dan juga gambaran klinis. Dengan dasar tersebut akan membantu
penatalaksaan klinis serta memperkirakan resiko berdasarkan genotipe. Priori dkk melaporkan
semua pembawa mutasi dengan QT intervalnya lebih dari 500 ms mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya sinkop, henti jantung atau bahkan mati mendadak.
(5)

Pada awal tahun 1960 Romano dkk dan Ward secara terpisah menggambarkan penyakit
yang mirip namun tidak disertai dengan ketulian. Dengan demikian Romano-Ward sindrom
merupakan penyakit autosomal dominant sedangkan J ervell-Lange-Nielsen sindrom adalah
penyakit autosomal resesif dengan tuli kongenital.
(6)

Yanowits dkk menemukan bahwa perpanjangan interval QT dapat disebabkan oleh
eksisi ganglion stelata kanan ataupun perangsangan ganglion stelata kiri. Demikian juga
Schwartz dkk yang mampu merubah gelombang T dengan merangsang ganglion stelata kiri serta
berhasil mengobati pasein usia muda dengan melakukan eksisi ganglion stelata kiri.
(6)

Pada awalnya Long QT Sindrom diklasifikasikan salah satu penyakit familial atau
didapat, akan tetapi beberapa pasien yang diduga Long QT Sindrom mempunyai mutasi salah
satu gen yang menyebabkan Long QT Sindrom. Bukti terhadap hipotesis ini muncul beberapa
tahun terakhir ini. Kurang lebih 30% Long QT kongenital memiliki fenotipe yang normal serta
interval QT normal sehingga tidak terdiagnosis sampai timbul serangan. Aritmia yang
menimbulkan kematian dihubungkan terutama dengan penyakit kondusi jantung seperti Brugada
dan Long QT sindrom,, dimana sekitar 19 % merupakan penyebab kematian mendadak pada
anak yang berumur 1 sampai 13 tahun, sekitar 30 % pada anak umur 14 sampai 21 tahun.
Dengan demikian didapat hubungan yang sangat kuat antara perpanjangan interval QT dengan
risiko sindrom kematian bayi mendadak pada minggu pertama kehidupan.
(7)

EKG sebaiknya dilakukan terhadap seluruh pasien Long QT tingkat pertama.
Identifikasi interval QT yang memanjang dan gelombang T abnormal pada anggota keluarga
yang mengalami kematian jantung mendadak dimana diduga akibat Long QT sindrom. Skrining
genetik berkala tidak mudah untuk dilakukan, oleh sebab itu dengan semua alasan diatas
diperlukan analisa yang cermat sebelum dilakukan skrining.
(7)

Obat anti aritmia merupakan penyebab paling sering Sindrom Long QT acquired dan
torsade de pointes. Berdasarkan klasifikasi obat anti aritmia menurut Vaughan-Williams, hanya
obat penghambat kanal kalium klas III yang mengakibatkan pemanjangan masa potensial aksi
dan interval QT, namun pada kenyataannya beberapa obat klas IA (terutama penghambat Na
+
)
juga secara signifikan menghambat kanal K
+
. oleh sebab itu baik quinidin (klas IA) dan sotalol
(klas III) mengakibatkan pemanjangan QT dan torsade de pointes, karena kedua-duanya
menghambat kanal kalium.
(8)


Tabel.1.Klasifikasi obat antiaritmia modifikasi Vaughan-William.
(kutip.13)


















BAB II
SINDROM LONG-QT KONGENITAL DAN SINDROM LONG-QT DIDAPAT

2.1.Sindroma Long-QT Kongenital
Sindrom long interval QT familial, takikardi ventrikel polimorfik dan kematian mendadak
berhubungan dengan defek pada membran kanal ion atau pengaturan sub unitnya. Sindrom long
QT congenital dapat berupa suatu dominan autosomal (Sindrom Romano-Ward) ataupun resesif
autosomal (Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen). Tujuh gen kanal ion dengan 300 ratus mutasi
telah diketahui sebagai penyebab Sindrom long QT. Mutasi gen pengkode protein kanal ion
dapat menyebabkan disfungsi protein kanal melalui beberapa mekanisme. Satu pergantian asam
amino sering mengakibatkan disfungsi, penutupan abnormal kanal yang menjadi percepatan
degenerasi, mengurangi jumlah fungsional kanal bahkan sampai 50%. Kadangkala pertukaran
asam amino bias berakibat pada penutupan kanal ion yang total.
(7)

Perbedaan bentuk Sindrom long QT umum berhubungan dengan tempat asal mutasi. Oleh
sebab itu mutasi pada KCNQ1, HERG, SCN5A, KCNE1 dan KCNJ 2 merupakan penyebab
LQT1,LQT2, LQT3, LQT5, LQT6 dan LQT7. lebih dari 90% orang dengan fenotipe Romano-
Ward berupa fenotipe heterezigot pada salah satu gen, sedangkan orang dengan resesif
autosomal Jervell dan Lange-nielsen berupa fenotipe homozigot pada KCNQ1( J LN1) atau
KCNE1 (J LN2). Kerumitan fenotipe dan genotype Sindrom long QT kongenital bertambah
dengan ditemukannya mutasi yang menimbulkan disfungsi protein ringan.
(7)

Tabel.2.Gen penyebab Sindrom long QT kongenital.
(kutip 7)





2.2.Sindroma Long-QT didapat
(3,7)
Sindrom long QT didapat berbeda dari Sindrom kongenital, beberepa obat dan penyakit
menyebabkan perpanjangan interval QT. Duncan dan Ramsey 1985 melaporkan kasus takakardi
ventrikel yang dicetuskan oleh pemberian sodium iothalamate pada pasien yang telah
mendapatkan phenilamine, kedua obat tersebut menyebabkan interval QT memanjang. Obat
antiaritmia, beta bloker, anti depresan trisiklik dan penotiazin yang mana semuanya dapat
menyebabkan interval QT memanjang.
( 3,7,10,11)

Obat Antiaritmia merupakan penyebab paling banyak pada Sindrom long QT dan
Torsade de pointes. Menurut Vaughan-Williams hanya obat antiaritmia klas III penghambat
kanal K
+
yang menyebabkan pemanjangan masa aksi potensial dan interval QT, namun demikian
beberapa obat klas I (terutama penghambat kanal Na
+
) juga menunjukan sifat penghambat kanal
K
+
. oleh sebab itu baik kuinidin (klas I) dan Sotalol (klas III) dapat mencetuskan pemanjangan
interval QT dan Torsade de pointes sebab kedua-duanya menunjukkan sifat penghambat kanal
K
+
.
(10,13)


Risiko terjadinya Sindrom Long QT didapat akibat obat-obatan ini sangat beragam dari
1% sampai 10%. Namun demikian secara rerata risiko yang ditimbulkan sangat kecil, beberapa
dari obat dimaksud telah diberikan pada jutaan orang setiap tahun. Obat-obat pencetus Sindrom
Long QT dahulu dianggap suatu respon yang aneh, akan tetapi penemuan molekuler telah
memberikan titik terang akan hal tersebut. Sebagaimana diketahui baik obat-obat pencetus
maupun Sindrom Long QT congenital mempengaruhi kanal ion seperti yang dijumpai pada
beberapa pasien yang mengalami Sindrom Long QT akibat obat-obatan dimana kemungkinan
faktor predisposisinya merupakan suatu Sindrom Long QT congenital, berdasarkan hipotesis
kelainan yang mendasarinya menyebabkannya mudah terjadi Torsade de Pointes apabila
repolarisasi dipengaruhi oleh pemberian obat-obat yang menurunkan fungsi kanal ion.
(10)






Tabel.3. Obat-obat yang menyebabkan pemanjangan interval QT danTdP.
(kutip 10)













BAB III
ELEKTROFISIOLOGI J ANTUNG DAN PATOFISIOLOGI

3.1.Elektrofisiologi Jantung
(7,8,9,10,12,14)

J antung dibentuk oleh tiga jenis sel eksitasi, yaitu ;
a. sel-sel pacemaker sebagai sumber bioelektrik jantung. Pada keadaan normal sel
pacemaker berada dominan berada di nodus SA (Sino-Atrial node).
b. Sel-sel konduksi ( jaringan neuromuscular yang membentuk traktus internodal
Atrium, berkas His atau serat Purkinye) sebagai kawat penghantar arus bioelektrik.
c. Sel-sel otot jantung yang berfungsi untuk kontraksi.

Sebagaimana sel-sel eksitasi lainnya, maka pada membran sel-sel otot jantung terdapat
beribu- ribu kanal ion yang merupakan jalan utama bagi ion-ion untuk berdifusi. Kanal-kanal
tersebut bersifat relative spesifik terhadap ion-ion tertentu , misalnya kanal kalsium terutama
dilalui oleh Ca
++
, kanal Kalium dilalui oleh K
+
, kanal Natrium terutama dilalui oleh Na
+
, dan
seterusnya. Selain itu kanal-kanal ion tersebut dikontrol oleh suatu mekanisme pintu gerbang
sehingga dapat membuka dan menutup tergantung pada kondisi transmembran. Terbukanya
kanal tersebut akan mengakibatkan ion mengalir melewati membran menurut konsentrasi
gradiennya (concentration gradiens), yaitu dari sisi konsentrasi tinggi ke sisi konsentrasi rendah.
Pada waktu sel tidak aktif (resting potensial) tingkat permeabilitas membrane sel jantung
terhadap berbagai elektrolit juga berbeda.
(7,8,9,10)


Membran sel jantung sangat permeabel terhadap K
+
dan Cl
-
, sedikit permeable terhadap
Na
+
dan tidak permeable terhadap anion organic. Untuk mempertahankan gradient tertentu agar
ion-ion dapat kontinyu berdifusi melalui kanal ion, pada membran sel terdapat suatu carier
transport system (Na
+
, K
+
, ATP-ase) yang dikenal sebagai pompa sodium (sodium pump), yang
berfungsi memompa Na
+
keluar dan K
+
masuk ke dalam sel. Maka apabila sel dalam keadaan
tidak aktif terjadilah distribusi yang tidak seimbang dari ion-ion dimana Na
+
dan Cl
-
lebih
banyak berkumpul diluar sedangkan K
+
dan anion organik lebih banyak berkumpul didalam
membran sel.
(78,9,10)

Karena ion-ion yang sejenis cenderung membentuk persamaan elektron didalam dan
diluar sel, maka distribusi yang tidak seimbang ini menimbulkan suatu gaya tarik- menarik
antara ion-ion dimana ion negative (terutama ion organik) berkumpul dipermukaan dalam
sedangkan ion positif (terutama Na
+
) berkumpul dipermukaan luar membrane. Keadaan ini
dikatakan sel berada dalam stadium polarisasi.
Karena ion-ion memiliki muatan listrik, maka pada waktu sel tidak aktif, terdapat
perbedaan potensial (resting membrane potential) antara permukaan dalam dan luar membrane
sel sebesar kurang lebih 95 mV, dimana muatan intraselular lebih negative dibanding muatan
ekstraselular sehingga ditulis -95 mV.



Gambar.1. Skema potensial aksi yang menggambarkan arah, kekuatan serta periode
Aliran ion yang mendasri potensial aksi, arah panah dan besarnya
Menunjukkan arah arus masuk dan keluarnya ion serta kekuatan arus ion
pada panah dibawah. Letak panah dibawah berhubungan dengan
potensial aksi. Lima fase potensial aksi diperlihatkan dengan angka pada
gelombang diatas.
(kutip ,9)


Apabila sel-sel otot jantung dirangsang oleh listrik, tekanan, suhu panas, K
+
atau obat-
obat yang menghambat aktivitas pompa sodium, muatan negativ dipermukaan dalam membran
sel-sel jantung dapat berkurang (menuju kenilai yang positif). Perubahan potensial membran dari
nilai negatif kearah yang lebih positif disebut proses depolarisasi.
Apabila membran mengalami depolarisasi dari -95 mV mencapai nilai ambang potensial
(threshold) untuk sel otot jantung yaitu -70 Mv, maka perubahan voltase ini akan menjadi
pencetus untuk membuka kanal ion Na
+
secara mendadak, sehingga terjadilah pengaliran Na
+

yang masuk kedalam sel. Perpindahan muatan positif yang tiba-tiba masuk dari luar kedalam sel
mengakibatkan potensial membran secara mendadak pula berubah dari nilai negative menjadi
positif. Bagian dari proses depolarisasi ini dinamakan potensial aksi.
Setelah fase depolarisasi berlalu, membran sel akan mengalami proses repolarisasi yaitu
redistribusi ion-ion kembali kestadium istirahat.

Fase 0 adalah penanjakan pertama dari potensial istirahat (resting potensial)
sebagai akibat masuknya Na
+
secara mendadak kedalam sel.
Fase 1 fase repolarisasi singkat yang terjadi sesaat setelah fase 0. fase ini
disebabkan oleh tertutupnya kanal natrium secara mendadak dan
keluarnya kalium dari dalam sel
Fase 2 fase plateu dari aksi potensial. Fase ini terjadi secara perlahan-lahan
sebagai akibat masuknya Ca
++
melalui kanal kalsium kedalam sel. Fase
ini merupakan fase penting untuk mengatur kontraksi jantung karena dua
hal :
a. Ca
++
ekstraseluler yang masuk kedalam sel akan merangsang pelepasan
Ca
++
dari reticulum sarkoplasmik, yang kedua-duanya dibutuhkan
dalam proses kontraksi.
b. fase ini memperpanjang stadium depolarisasi. Jadi secara tidak
langsung mempertahankan masa refrakter agar sel dapat berkontraksi
secara sempurna, sebelum datangnya rangsangan baru.
Fase 3 merupakan repolarisasi lebih lanjut setelah fase 2. Fase ini terjadi akibat
tertutupnya kanal kalsium dan keluarnya kalium dari dalam sel. Pada fase
ini, pompa sodium akan berfungsi secara maksimal untuk mengembalikan
muatan negatif didalam sel. J ika sel berpolarisasi sampai -30 mV
sebagian kanal kalsium telah siap menerima rangsangan baru, dan pada
-79 mV sebagian kanal natrium untuk menerima rangsangan baru.
Fase 4 fase diantara kedua potensial aksi. Pada fase ini terjadi retribusi ion-ion
kembali ke keadaan sel tidak aktif (istirahat).

Gambaran potensial aksi sel-sel otot jantung berbeda tergantung jenis sel. Untuk pacemaker,
setelah fase 4 membran sel akan mengadakan depolarisasi secara spontan (slow diastolic
depolarization) sebagai akibat masuknya Na
+
kedalam sel, proses ini selanjutnya mencetuskan
potensial aksi yang baru setelah mencapai ambang potensial, siklus ini berlangsung terus-
menerus. Setiap sel otot jantung yang mengadakan depolarisasi akan memproduksi sebuah
potensial aksi yang monofasik, gabungan semua monofasik potensial aksi dari sel-sel otot
jantung inilah yang membentuk komplek EKG yang juga mewakili sebuah denyut jantung.

3.2. PATOFISIOLOGI
Patogenesis Long QT congenital belum jelas, namun hipotesis yang banyak dianut ialah
pada ketidakseimbangan system saraf adrenergic dan aktivitas saraf simpatis jantung, dimana
aktivitas yang berlebihan dibagian kiri sedangkan aktivitas pada bagian kanan berkurang.
Ketidakseimbangan perangsangan simpatis mengakibatkan pemanjangan repolarisasi ventrikel
otot jantung dimana meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi.
(11)

Bukti menyangkut keterlibatan sistem saraf simpatis yaitu;(a) sinkop yang kemungkinan
dicetuskan oleh serangan atau peningkatan aktivitas perangsangan simpatis, seperti emosi atau
aktivitas fisik;(b) pemanjangan interval QT serta peningkatan gelombang T yang disebabkan
meningkatnya saraf simpatis yang asimetris;(c) hasil terapi yang memuaskan melalui efek
antagonis aktivitas simpatis pada jantung dengan antagonis reseptor beta adrenergik.
(11)


Hasil penelitian pada binatang percobaan juga mendukung bahwa ketidakseimbangan
perangsangan simpatis berperan penting terhadap timbulnya sindrom long QT congenital.
(11)



BAB IV
ETIOLOGI, GAMBARAN KLINIS, DIAGNOSIS DAN
PENATALAKSANAAN

4.1. Etiologi.
Sindrom Long QT disebabkan oleh mutasi gen kanal kalium, natrium dan kalsium,
dimana telah dikenali 10 gen, 6 gen merupakan Sindrom Romano-Ward, 1 gen dari Sindrom
Andersen, 1 dari Sindrom Timothy serta 2 gen merupakan Sindrom Jervell dan Lang-Nielsen.

Tabel.4. Beberapa bentuk Gen Sindrom Long QT Kongenital.(LQT1-6 Sindrom
Romano-Ward , LQT7 Sindrom Anderson, LQT8 Sindrom Timothy, J LN1-2
Sindrom J ervell dan Lang-Nielsen).
(kutip.1)




LQT1, LQT2 dan LQT3 merupakan jumlah kasus terbanyak, dimana prevalesinya sekitar 45%,
45% dan 7%. Pemanjangan QT terjadi karena terlalu banyaknya ion positiv sel jantung selama
repolarisasi ventrikel. Pada LQT1, LQT2, LQT5, LQT6 dan LQT7 kanal ion kaliumnya
dihambat, terlambat pembukaannya atau pembukaannya sangat singkat dibandingkan dengan
fungsi kanal yang normal. Perubahan ini menyebabkan penurunan aliran keluar ion kalium serta
pemanjangan repolarisasi.
(1,7)

Sindrom Long QT didapat diakibatkan oleh obat-obatan seperti adrenalin, beberapa jenis
antihistamin dan antibiotic, obat diuretic dan lainnya. Individu yang pernah mengalami Sindrom
Long QT setelah mengkomsumsi salah satu obat-obat tersebut sesungguhnya mempunayi defek
genetic yang menyebabkan kecendrungan terjadinya arritmia jantung. Kehilngan berat badan
yang berat seperti pada penderita anoreksia nervosa juga dapat mengganggu keseimbangan ion di
jantung sehingga mengakibatkan interval QT memanjang.
(13)
Tiga jenis dari Sindrom Long QT congenital yang digambarkan saat ini, J ervell dan
Lange-Nielsen Syndrome dinamai sesuai dengan orang yang menemukan kondisi ini pada
tahun1957, yang disertai dengan tuli congenital dan mewarisi sifat autosomal resesif. Sindrom
Romano-Ward merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan, pertama dikenali pada tahun
1960. bentuk ini merupakan suatu autosomal dominant yang tidak disertai dengan kelainan fisik
seperti tuli. Pada tahun 1995 telah dilaporkan bentuk ketiga Sindrom Long QT congenital yang
disertai dengan sindaktili bilateral, akan tetapi sangat sedikit yang diketahui mengenai bentuk
kelainan ini kecuali hanya laporan kasus sporadis saja tampa adanya riwayat keluarga yang
menderita Sindrom Long QT.
(13)

Pada awal tahun 2001 enam gen yang berbeda telah ditemukan kaitannya dengan bentuk
Sindrom Long QT congenital ini, dan mutasi paling kurang empat gen pada sejumlah orang serta
keluarga yang menderita. Gen-gen ini memegang peranan penting terhadap susunan kanal ion
pada membran sel . oleh sebab itu mutasi gen-gen ini mengganggu irama jantung normal.
(13)

Diare ataupun muntah yang terlalu banyak yang menyebabkan kehilangan ion kalium
dan natrium dari dalam darah dapat juga menyebabkan Sindrom Long QT. Sindrom akan
berakhir sampai kadar ion-ion ini dalam darah kembali normal. Ganguan makan seperti
anoreksia nervosa dan penyakit kelenjar tiroid yang menyebabkan penurunan kadar ion kalium
dalam darah juga dapat menyebabkan kelainan ini.
(14)


4.2. Gambaran Klinis
Gejala-gejala sindrom long QT congenital dapat terjadi pada bulan pertama kelahiran
ataupun juga pada usia pertengahan. Umumnya gejala-gejala Long QT ini dialami pada saat usia
40 tahun. Kematian sebahagian besar terjadi pada penderita berumur 11 tahun sampai 30
tahun.
(15)

Pingsan merupakan gejala utama , penderita bisa jadi mengalami serangan satu sampai
ratusan kali serangan. Yang menjadi menarik ialah beberapa pasien yang mengalami beberapa
kali serangan namun tidak mengalami kematian, pada pasien lain kematian dapat terjadi hanya
pada serangan pertama kali terjadi.
(11,)

Pada penderita Sindrom Long QT pingsan disebabkan oleh karena irama jantung yang
tidak teratur yang terjadi pada saat timbul nya amarah, terkejut ataupun aktivitas fisik. Pingsan
pada penderita dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, misalnya hilang
kesadaran setelah terkejut mendengar dering telepon. Gejala-gajala yang dapat timbul sebelum
pingsan ialah berkunang-kunang, berdebar-debar atau irama jantung yang tidak teratur,
kelemahan dan pandangan kabur.
(15)

Kejang dapat terjadi jika irama jantung yang tidak teratur terus terjadi sehingga otak
mengalami kekurangan oksigen yang kemudian dapat berlanjut menjadi kejang umum. Oleh
karena itu beberapa orang yang mengalami Sindrom long QT ini bisa jadi mengalami salah
diagnosis sehingga mendapat terapi obat anti-epilepsi. Kematian mendadak akan terjadi apabila
irama jantung yang tidak normal ini segera diatasi dengan external defibrillator.
(15)

The International Long QT Syndrome Registry melakukan peneltian epidemiologi
karakter genetic dimulai tahun 1979 mendapatkan hasil 50% pasien mengalami serangan
pertama pada umur 12 tahun dan meningkat hampir 90% pada umur 40 tahun. Lamanya masa
interval QT terkoreksi tidak berhubungan dengan resiko terjadinya pingsan ataupun kematian
tiba-tiba selama pengamatan. Kematian jantung tiba-tiba diwaktu tidur harus dicurigai Sindrom
Long QT congenital, terutama fenotipe LQT3. Gambaran klinis Sindrom Long QT congenital
bervariasi tergantung pada jenis gen. pada umur 15 tahun hampir 60% penderita LQT1
mengalami serangan (pingsan, henti jantung, atau mati mendadak) dibandingkan dengan LQT3
yang lebih sedikit sekitar 10%.
(16)


4.3. Diagnosis
Diagnosis terutama didasarkan adanya pemanjangan QT pada EKG. Gejala , riwayat
keluarga serta system scoring banyak digunakan, walaupun sensitivitas dan spesifisitasnya
keabsahannya belum diakui. Dari data terbaru yang dapat dipercaya diagnosis Sindrom Long
QT dapat ditegakkan dengan ditemui interval QT lebih dari 470 msec pada pria dan lebih dari
480 msec pada wanita yang tidak sedang menggunakan obat-obatan, penyakit jantung ataupun
penyakit lainnya ataupun juga factor-faktor lainnya yang menyebabkan pemanjangan interval
QT. EKG ulangan , EKG saat aktivitas serta EKG serial sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Dari kepustakaan yang ada saat ini menunjukkan nilai normal interval QT sampai 500
msec dari nilai normal yang ada umumnya, oleh sebab itu nilai QT >500 msec dapat dipakai
sebagai dasar menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan adanya
pemanjangan QT interval saat istirahat atau aktifitas ataupun EKG serial. Pingsan yang disertai
gambaran khas morfologi gelombang T sangat mendukung untuk menegakkan diagnosis, serta
aritmia dari TdP merupakan tanda patognomonis yang penting untuk menegakkan Sindrom QT
memanjang.
(11)

Riwayat pingsan yang tidak diketahui penyebabnya atau kematian mendadak pada masa
anak-anak atau dewasa muda terutama saat aktifitas fisik atau emosi atau tenggelam atau hampir
tenggelam harus diduga kemungkinan suatu Sindrom Long QT.
(6)

Schwartz dkk pertama kali mengemukakan kriteria diagnosis pada tahun 1985, akan
tetapi dengan ditemukannya perbedaan pemanjangan interval QT antara wanita dan pria, adanya
tumpang tindih nilai QT antara pembawa gen ataupun bukan pembawa serta ditemukannya
beberapa perbedaan parameter klinis antara pasien LQTS dengan pasien yang bukan LQTS
sehingga Scwartz dkk mengemukakan criteria baru pada tahun 1993. kriteria ini berdasarkan
pada EKG, riwayat klinis serta riwayat keluarga. Nilai total berkisar antara 0 sampai 9 yang
terdiri dari tiga kelompok. Nilai <1=kemungkinan rendah, nilai 2 sampai 3=kemungkinan
sedang, nilai >4=kemungkinan tinggi. Penderita dengan nilai 2 sampai 3 EKG serial harus
dilakukan selama nilai interval QT masih bervariasi dari waktu ke waktu, disamping itu skrining
terhadap anggota keluarga perlu dilakukan. Pemeriksaan elektrofisiologi invasive dengan atau
tanpa infuse katekolamin tidak bermanfaat. Pada kasus-kasus yang meragukan pemeriksaan
genetik guna mengenali mutasi baru akhir-akhir ini sangat berguna namun belum menjadi
pemeriksaan yang rutin. Saat ini pemeriksaan molekuler digunakan untuk menganalisa genom
DNA ( mis;dari limfosit perifer) serta LQTS karena mutasi. Pemeriksaan ini bermanfaat pada
anggota keluarga yang penyebabnya oleh mutasi gen serta mutasi pada penderita. Namun
skinning sampai saat ini belum digunakan secara luas, ini disebabkan karena mahalnya biaya dan
lamanya waktu pemeriksaan serta beberapa gen yang tidak diketahui masih perlu penelitian
lagi.
(6,11)


Tabel.5. Kriteria diagnosis Sindrom Long QT Kongenital.
(kutip 6,16,17,18)



Sindrom Long QT merupakan diagnosis klinis namun pemeriksaan genetik bisa menjadi
informasi tambahan untuk diagnosis. Pada penderita yang gambaran klinisnya antara lain
pingsan serta morfologi gelombang QT yang khas yang telah didiagnosis diduga 70%-90%
diakibatkan oleh kelainan gen. uji genetik terhadap subtype terbanyak dijumpai saat tersedia
secara komersial, yang mana dapat mengenali 50-70% penderita yang telah tediagnosis secara
klinis.
(19)

Uji genetik sangat berguna terutama, pertama untuk mengetahui kelainan genetiknya
guna menentukan prognosis serta pemilihan pedoman terapi. Kedua pada anggota keluarga
penderita yang telah diketahui kelainan genetiknya, pemetaan genotype akan membantu untuk
menegakkan diagnosis pada yang lainnya. Uji genetic tidak dilakukan pada penderita yang
interval QT borderline dengan gejala yang meragukan serta tidak ada riwayat keluarga.
(19)

Gambar.2. contoh elektrokardiogram tiga bentuk Sindrom Long QT yang paling banyak
dijumpai.Bentuk LQT1 berkaitan dengan melebarnya gelombang T tanpa
pemendekan interval QT yang diakibatkan oleh aktifitas. LQT2 berkaitan
dengan amplitudo gelombang T yang rendah sering bifida. LQT3 berkaitan
dengan segmen isoelektrik yang memanjang dan landai, gelombang T yang
tinggi.
(kutip19)

4.4. Penatalaksanaan
Seluruh penderita Sindrom Long QT harus menghindari obat-obat yang menyebabkan
pemanjangan interval QT atau mengurangi kadar serum kalium dan magnesium. Walaupun
pemberian
terapi
pada penderita yang asimptomatik masih kontroversi, pilihan yang terbaik ialah
memberikan terapi kepada seluruh penderita Sindrom Long QT congenital, sebab kematian
jantung tiba-tiba dapat saja terjadi pada serangan pertama dari penyakit ini.
(1,11)
Beta-bloker merupakan obat pilihan terhadap Sindrom Long QT. Efek proteksi beta-
bloker berkaitan dengan penghambatan adrenergic sehingga mengurangi risiko aritmia jantung
juga memperkecil interval QT. Walaupun telah bertahun-tahun dianjurkan pemberian dosis beta-
bloker relative besar (mis; 3 mg/kg/hari,atau210 mg/hari pada berat badan 70 kg) data terbaru
menunjukkan dosis yang lebi rendah memberikan efek proteksi yang sama dengan dosis besar.
Beta-bloker efektif mencegah serangan jantung sampai 70%. Sedangkan serangan ulangan
berkurang 30% dengan terapi beta-bloker.
(1,11)
Propanolo dan nadolol merupakan beta-bloker yang paling sering digunakan, namun
atenolol dan metoprolol juga dapat diberikan pada Sindrom Long QT. Semua penderita.
(,1)
Implantable cardioverter-defibrillator (ICD) paling efektif mencegah kematian jantung
mendadak pada penderita yang mempunyai risiko tinggi. Pada suatu penelitian terhadap 125
penderita Sindrom Long QT dengan ICD, didapatkan kematian 1,3 % pada penderita dengan
ICD dibandingkan dengan 16 % kematian pada penderita dengan non-ICD selama 8 tahun
pengamatan. Dikatakan risiko tinggi apabila penderita pernah mengalami henti jantung ataupun
serngan jantung berulang ( mis; pingsan atau torsade de pointes), mendapat terapi konvensinal
serta interval QT yang sangat memanjang (>500msec).
(1,11)
Penggunaan ICD harus dipertimbangkan sebagai terapi pertama apabila penderita
mempunyai riwayat keluarga dengan kematian mendadak. Walaupun demikian sejak sejumlah
penelitian menunjukkan bahwasanya riwayat keluarga dengan kematian mendadak bukan
merupakan factor risiko independent. Sejumlah ahli tidak menganjurkan terapi ICD hanya
berdasakan pada riwayat keluarga. Terapi ICD dini sebaiknya dipertimbangkan terhadap
penderita Sindrom J ervell dan Lange-Nielsen, hal ini disebabkan karena manfaat beta-bloker
pada penderita ini ter1Qbatas. Penggunaan pacu jantung berdasarkan pada peningkatan irama
jantung secara perlahan-lahan, mengurangi irami irregular dan repolarisasi heterogen serta
memperkecil risiko Torsade de Pointes takikardi ventrikel. Pacu jantung terutama bermanfaat
pada penderita yang pernah mengalami bradikardi dengan torsede de pointes dan LQT3.
(1)
Stelektomi servicotorak kiri merupakan terapi antiadrenergik yang digunakan pada
penderita risiko tinggi terutama yang mengalami serangan berulang yang mendapat terapi beta-
bloker. Stellektomi menurunkan risiko serangan yang bermanfaat pada LQT1 dibandingkan
dengan jenis lainnya. Walaupun tindakan ini mengurangi risiko serangan namun tidak sama
sekali menghilangkan risiko tersebut, oleh sebab itu ICD lebih baik dibandingkan stellektomi
cervicotorak.
(1)
Aktifitas fisik dan takikardi pencetus timbulnya serangan LQT1, dengan demikian
penderita LQT1 harus berusaha menghindari aktifitas fisik dimana beta-bloker dirapkan dapat
mencegah serangan. Pingsan dan mati mendadak saat berenang dan menyelam berkaitan sangat
dengan LQT1, oleh sebab itu hindari berenang tanpa pengawasan. LQT2 juga dicetuskan oleh
aktifitas fisik, namun relative kurang dibandingkan dengan LQT1. aktifitas fisik dan takikardi
tidak mencetuskan LQT3 namun biasanya terjadi pada waktu tidur. Disebabkan oleh karena
takikardi tidak mencetuskan serangan maka pemakaian beta-bloker guna mencegah serangan
masihdiperdebatkan. Mexiletine, suatu penghambat kanal kalium meningkatkan proteksi pada
subkelompok ini. Sejumlah ahli menganjurkan kombinasi beta-bloker dan mexiletine pada
penderita LQT3 ini..
(1)





-














BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KESIMPULAN
1. Sindrom Long QT merupakan gangguan aktifitas listrik jantung.
2. Gejala dan tanda aritmia pada penderita SindromLong QT ialah pingsan atau
kejang yang tidak diketahui sebabnya, tenggelam atau hampir tenggelam (oleh
karena pingsan saat berenang), henti jantung tiba-tiba serta kematian mendadak.
3. Sindrom Long QT suatu keadaan yang jarang dimana biasanya bersifat diturunkan,
sering pertama kali dijumpai pada usia kanak-kanak dan dewaa muda.
4. Dalam menegakkan diagnosis harus mempertimbangkan hasil Elektrokardiogram,
Riwayat penyakit keluarga serta hasil uji genetik.
5. Cacat genetik mengahasilkan jenis kanal ion yang khas pada sel jantung yang
merupakan penyebab Sindrom long QT Kongenital. Kanal ion yang cacat
mengganggu aliran normal natrium dan kalium masuk dan keluar sel saat denyut
jantung terjadi. Aliran abnormal mengacaukan aktifitas listrik jantung yang
menyebabkan kelainan irama yang berbahaya.
6. Perubahan gaya hidup dan terapi dengan obat-obatan dapat membantu mencegah
komplikasi yang berbahaya.
7. Terapi pada Sindrom Long QT meliputi perubahan gaya hidup, obat-obatan, alat
medis yang ditanamkan serta terapi guna memperbaiki irama jantung.

5.2. SARAN
1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan Elektrokardiogram pada individu yang
mengalami pingsan mendadak setelah melakukan aktifitas fisik atau stress
emosional dan adanya riwayat keluarga yang mati mendadak tanpa diketahui
sebabnya.
2. Tidak merekomendasikan untuk berolahraga pada penderita Sindrom Long QT
tipe LQT1 atau LQT2, oleh karena aktifitas fisik, berenang dan stress emosional
sering mencetuskan serangan jantung.

3. Beta-bloker sebaiknya diberikan pada penderita dengan interval QT memanjang (
>460 msec pada wanita, dan >440 msec pada laki-laki.)
4. ICD (implantable cardioverter-defibrillator) pada penderita yang selamat setelah
mengalami henti jantung dan penderita yang pingsan walaupun telah mendapat
beta- bloker





























DAFTAR PUSTAKA

1. Sovari.A. et al in Long QT Syndrome, eMedicine Cardiology.2008.

2. Liptak.S.Gregory ; in Long QT Syndrome, www.merck.com. 2008

3. From Wikipedia;in Long QT Syndrome, http;//en.wikipedia.org.2009

4. Meyer.S.J hon,et al; in Sudden Arrhythmia Death Syndrme; Importance of Long QT
Syndrome, American Family Physician.2003; 68; 483-488.

5. Monnig Gerold, et al; in Electrocardiographic risk stratification in families with
congenital long QT syndrome. Euro He J .2006;,27; 2074-2080.

6. Chiang Chern-en.and Roden,M; The Long QT Syndrome: Genetic Basis and Clinical
Implication. J . Am. Coll. Cardiol, 2000; 36;1-12.

7. Booker.P.D, Whyte.S.D and Ladusans.E.J ; Long QT Syndrome and
anaesthesia.Bri.J .An,2003;90; 349-366.

8. Karim S dan Kabo P; Prinsip-prinsip EKG. EKG dan penanggulangan beberapa
penyakit J antung; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1996;1-37.

9. J osephson.Mark.E and Zimetbaum.P; The Bradyarrhytmias: Disorders of
sinus fungtion and AV conduction disturbances.in Ed Principles of Internal
Medicine. 16
th.
. ed.McGraw-Hill Med Pub Div.2005;1333-1341.

10. Tan Hanno L, et al;Elektrophysiologic Mechanisms of Long QT interval
Syndrom and Torsade de Pointes; Annals of Internal Medicine. 1995;122;
701-714.

11. Vincent G M; The Long QT Syndrome; Ind P Ele J .2002;2.

12. Kenny R A and Sutton R; The Prolonged QT Interval-afrequently
unrecognized abnormality. P Gra Med J .1985; 61; 379-386.

13. Prolonged QT Syndrome.; http//medica dictionary.thefreedictionary.com.2009

14. Levine Ethan and Moss j Arthur, et al; Congenital Long QT Syndrome:
Consideration for primary care physician. C Cli J of Med.2008; 75; 591-600.

15. Mayo Clinic staff; Long QT Syndrome, www.mayoclinic.com.2009.
16. Wehren Xander H.T. and Vos Marc A, et al; Novel Insight in the Congenital Long
QT Syndrome.An of Int Med J .2002; 137;981-993.

17. Hofman Nynke and Wilde Arthur A.M.; Diagnostic criteria for Long QT Syndrome
in the era molecular genetics: do we need a scoring system?. Eur Hea J .2007;28; 575-
580.

18. Semsarian C , Fatkin D and Skinner J ; Guidelines for the Diagnosis and management
of familial long QT Syndrome. The Cardiac Society of Australia and New
Zealand.2005.

19. Roden Dan,M; Long QT Syndrome.www.nejm.org.2009.

Anda mungkin juga menyukai