Anda di halaman 1dari 33

1 | P a g e

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 2
B. Tujuan Penulisan Makalah 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Komunikasi 5
i. Konseptualisasi Komunikasi 9
ii. Tingkatan Proses Komunikasi 11
iii. Dampak Komunikasi 13
iv. Sasaran Komunikasi 13
v. Gangguan Komunikasi 14
vi. Komunikasi Massa 15
B. Demokrasi 18
i. Kriteria dan Nilai Demokrasi 21
ii. Macam dan Jenis Demokrasi 22
C. Kompleksitas Demokrasi, Kerumitan Komunikasi 25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 32
Daftar Pustaka 33
2 | P a g e

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apakah relevansi antara komunikasi dengan demokrasi? Apakah komunikasi
memiliki peran yang menentukan dalam proses demokratisasi? Apakah
komunikasi yang terbuka menjadikan proses demokratisasi semakin cepat dan
baik? Atau, justru sebaliknya, komunikasi yang terbuka mengakibatkan
demokratisasi berdampak buruk bagi negara dan masyarakat sendiri? Dengan
demikian, apakah komunikasi sebaiknya dikembalikan dalam rezim yang serba
tertutup dan otoriter? Dan, pernyataan paling penting yang pantas dijawab adalah:
Apakah komunikasi mendeterminisikan arah perjalanan demokrasi atau
demokrasi yang justru mendetrminasikan komunikasi?
Banyak pertanyaan yang dapat dikekemukakan mengenai kaitan komunikasi
dengan demokrasi. Namun, satu hal yang sudah pasti bahwa terdapat pengandaian
komunikasi menentukan arah demokrasi. Hal ini disebabkan bahwa komunikasi
yang berjalan secara terbuka dapat mempercepat proses demokratisasi.
Komunikasi dalam domain persoalan ini dapat didefinisikan sebagai proses
penyampaian pesan dari komunikator (sender) kepada komunikan (receiver).
Persoalan yang dianggap sangat penting dari definisi komunikasi ini ialah
bagaimana pengirim pesan mengemas serta mengirimkan pesan (encode) dan
bagaimana pihak penerima pesan memahaminya (decode) Efisiensi (kehematan)
dan akaurasi (ketepatan) adalah tujuan yang hendak dicapai dalam mazhab (aliran
pemikiran) ini (Fiske, 1990).
Masalah selanjutnya yang dapat ditelurusi adalah siapakah yang berkedudukan
sebagai komunikator dan komunikan dalam ranah demokrasi? Tentu saja, jawaban
terhadap hal itu sangat tergantung pada model demokrasi yang dijalankan.
Apabila demokrasi yang diterapkan lebih banyak memberikan peluang bagi para
pemimpin politik (pejabat negara atau pemimpin partai politik) untuk bersikap
instruktif, maka yang bertindak sebagai komunikator adalah kalangan elite politik
belaka. Dalam relasi yang demikian ini, rakyat tidak lebih berperan sebagai
3 | P a g e

komunikan yang pasif. Rakyat sekedar menjadi pendengar yang hanya boleh
menerima pesan-pesan politik, namun tidak mampu menyampaikan umpan balik
(feedback). Itulah corak komunikasi yang linear, seperti layaknya garis lurus yang
memberikan perintah meupun petuah, tanpa boleh disanggah oleh penerima
pesan. Komunikasi dapat dianggap berjalan dengan baik ketika pesan-pesan yang
dikemukakan kalangan elite politik mampu dicerna secara jelas tanpa distorsi oleh
masyarakat kebanyakan. Fenomena ini, ironisnya, dapat terjadi dalam sistem
politik yang mengklaim demokrasi.
Hal yang paling ideal yang seharusnya dijalankan adalah komunikasi tidak
bersifat linear, melainkan sirkular (melingkar). Artinya adalah ketika komunikator
bertindak menyampaikan pesan, maka rakyat memiliki peluang yang sama untuk
memberikan respon. Dalam ranah komunikasi semacam ini, kedudukan
komunikator komunikator maupun komunikan dapat saling bergantian. Posisi
komunikator tidak semata-mata dipegang oleh para elite politik, sebaliknya rakyat
pun tidak hanya berkedudukan sebagai pihak komunikan. Rakyat mampu
berkedudukan sebagai komunikator ketika mereka dapat menyampaikan
tanggapan dalam bentuk apa pun, misalnya pujian, kritik, maupun saran, kepada
kalangan elite politik yang berposisi sebagai pihak komunikan. Inilah komunikasi
yang menunjukkan sifat kesederajatan. Konsep komunikator yang serba berkuasa
(powerful) atau komunikan yang sangat tidak berdaya (powerless) menjadi hilang
karena kedua pihak memiliki kedudukan yang setara sebagai pihak-pihak yang
sedang terlibat (partisipan) dalam komunikasi.
Tentu saja, model komunikasi yang mengandaikan kehadiran komunikator dan
komunikan yang kemudian melebur menjadi kalangan partisipan semacam ini
hanya mungkin terjadi dalam sistem demokrasi yang sederhana atau demokrasi
langsung (bukan demokrasi perwakilan). Atau, komunikasi sirkular ini bisa terjadi
dalam pelaksanaan demokrasi pada tataran sosial yang tidak kompleks, seperti
dalam pelaksanaan musyawarah di desa atau pada ruang lingkup komunitas yang
jumlah pesertanya sangat kecil (terbatas). Dalam ranah seperti ini, seluruh pihak
yang terlibat dalam menjalankan komunikasi secara tatap muka (face-to-face).
4 | P a g e

Disitulah dialog diharapkan bisa terjadi secara baik, bukan dua monolog yang
berjalan sendiri-sendiri.
Hanya saja harus ditegaskan bahwa apa yang disebut sebagai dialog yang baik
mengharuskan terjalinnya pembicaraan antara Aku-Engkau (I-Thou) dan bukan
Aku-Itu (I-It), sebagimana dikemukakan oleh filofof Martin Buber (1878-1965).
Dialog ini tidak menempatkan orang lain sebagi benda yang dapat dimanfaatkan
sesuai selera si Aku, melainkan bahwa orang lain diposisikan dalam kategori yang
penuh penghormatan. Aku dan orang lain terlibat dalam penjumpaan yang
konkret. Tidak ada kualifikasi maupun obyektivitas terhadap pihak lain. Apabila
kualifikasi (penentuan aneka persyaratan) dan obyektivikasi (menempatkan orang
lain sebagai obyek yang dimanfaatkan sesuai agenda si Aku) yang terjadi, maka
dialog mengalami kegagalan (Zank, 2007). Dialog seperti ini tidak pantas disebut
sebagai komunikasi yang sejati.
B. Tujuan Penulisan Makalah
Dalam penulisan makalah ini, kami memiliki suatu tujuan untuk menambah
pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.









5 | P a g e

BAB II PEMBAHASAN
A. Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi (Bahasa Inggris communication) berasal dari
Bahasa Latin communicatus atau communicatio atau communicare yang berarti
berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian, kata komunikasi
menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk
mencapai kebersamaan.
Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah suatu proses
pertukaran informasi di antara individu melelui sistem lambang-lambang,
tanda-tanda atau tingkah laku.
Berikut ini adalah beberapa definisi tentang komunikasi yang dikemukakan oleh
para ahli sebagai berikut:
Carl Hovland, Janis & Kelley
Komunikasi adalah suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubat atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
Bernard Berelson & Gary A. Steiner
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,
keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-
kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain.
Harold Lasswell
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan
siapa mengatakan apa dengan saluran apa. kepada siapa, dan
dengan akibat apa atau hasil apa.
(who says what in which channel to whom and with what effect).



6 | P a g e

Barnlund
Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi
rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau
memperkuat ego.
Weaver
Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat
mempengaruhi pikiran orang lainnya.
Gode
Komunikasi adalah suaatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang
dimiliki oleh sesorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua
orang atau lebih.
Dari berbagai definisi tentang ilmu komunikasi tersebut di atas, terlihat bahwa
para ahli memberikan definisinya sesuai dengan sudut pandangnya dalam melihat
komunikasi. Masing-masing memberikan penekanan arti, ruang lingkup, dan
konteks yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa, ilmu komunikasi sebagai bagian dari ilmu sosial
adalah suatu ilmu yang bersifat multi-disipliner.
Definisi Hovland Cs, memberikan penekanan bahwa tujuan komunikasi adalah
mengubah atau membentuk perilaku.
Definisi Berelson dan Steiner, menekankan bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian, yaitu penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan
lain.lain.
Definisi Lawsell secara eskplisit dan kronologis menjelaskan tentang lima
komponen yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:
- Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber).
- Mengatakan apa (isi informasi yang disampaikan).
7 | P a g e

- Kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran
penerima)
- Melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi).
- Dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima).
Definisi Lawsell ini juga menunjukan bahwa komunikasi itu adalah suatu upaya
yang disengaja serta mempunyai tujuan. Berdasarkan definisi Lawsell ini dapat
diturunkan 5 unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lainnya, yaitu
pertama; sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi
(encoding), komunikator, pembicara (speaker) atau originator. Sumber adalah
pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber
boleh menjadi seorang individu, kelompok, organissi, perusahaan, atau negara.
Kedua; pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tersebut. Pesan mempunyai 3
komponen, yaitu makna, digunakan untuk menyampaikan pesan, dan bentuk atau
organisasi pesan. Ketiga; saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang
digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada
dasarnya saluran komunikasi manusia adalah 2 saluran, yaitu cahaya dan suara.
Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung (tatap
muka) atau lewat media (cetak dan elektronik).
Keempat; penerima (receiver) sering juga disebut sasaran/tujuan (destination),
komunikate, penyandi balik (decoder) atau khalayak pendengar (listener),
penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima dari sumber. Berdasarkan
pengalaman mas lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan
perasaan, penerima pesan, menafsirkan seperangkat simbol verbal dan atau
nonverbal yang ia terima.
Kelima; efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan
tersebut, misalnya terhibur, menambah pengetahuan, merubah sikap, atau bahkan
perubahan perilaku.
8 | P a g e

Kelima unsur tersebut di atas sebenarnyabelum lengkap, bila dibandingkan
dengan unsur-unsur komu ikasi yang terdapat dalam model-model yang lebih
baru. Unsur-unsur yang sering ditambahkan adlah umpan balik (feed back),
gangguan komunikasi (noise), dan konteks atau situasi komunikasi.
Definisi Gode, memberi penekanan pada proses penularan pemilikan, yaitu dari
yang semula (sebelum komunikasi) hanya dimiliki oleh satu orang kemudian
setelah komunikasi menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Definisi Barlund, menekankan pada tujuan komunikasi, yaitu untuk mengurangi
ketidakpastian, sebagai dasar bertindak efektif, dan untuk mempertahankan atau
memperkuat ego.
Berdasarkan definisi-definisi tentang komunikasi tersebut diatas, dapat diperoleh
gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Komunikasi adalah suatu proses
2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan
3. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang
terlibat
4. Komunikasi bersifat simbolis
5. Komunikasi bersifat transaksional
6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Kehidupan manusia di dunia tidak dapat terpisahkan dari aktivitas komunikasi
merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan social manusia atau
masyarakat. Aktivitas komunikasi dapat terlihat pada setiap aspek kehidupan
sehari-hari manusia, yaitu sejak dari bangun tidur di oagi hari sampai dengan
manusia beranjak tidur pada malam hari. Hal tersebut sudah membuktikan betapa
vitalnya komunikasi dalam tatanan kehidupan social manusia. Dengan kata lain,
komunikasi telah menjadi jantung dari kehidupan kita. Komunikasi sudah menjadi
9 | P a g e

bagian dari kegiatan sehari-hari. Jarang menyadari bahwa pada prinsipnya tidak
seorang pun dapat melepaskan dirinya dari aktivitas komunikasi.
Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam kaitannya dengan
pembentukan masyarakat. Manusia terlibat dala komunikasi pada kehidupan
sosial, sehingga manusia dapat saling berdekatan dalam suatu komunitas.seperti
dikatakan oleh Tannen (1996) bahwa kita butuh saling berdekatan agar merasa
berada dalam suatu komunitas dan tidak merasa sendirian didunia. Komunikasi
merupakan suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan
melalui saluran tertentu. Ada pula, komunikasi sebagai suatu proses penyampaian
pesan (berupa lambang, suara, gambar, dan lain-lain) dari suatu sumber kepada
sasaran (audience) dengan menggunakan saluran tertentu.
i. Konseptualisasi Komunikasi
John R. Wenberg dan William W. Wilmot mengemukakan setidaknya ada
3 kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yaitu :
a. Komunikasi sebagai tindakan satu arah
Suatu pemahan populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi
yang menginsyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang atau
sekelompok orang kepada orang lain atau kelompok lainnya, baik secara
langsung (tatap muka) maupun melalui media seprti surat kabar, majalah,
radio, dan televisi.
Pemahaman komunikasi sebagai suatu proses searah sebenarnya kurang
sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatap muka, namun mungkin tidak
terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik 9pidato) yang tidak
melibatkan tanya jawab dan komunikasi massaa (cetak dan elektronik).
Definisi komonikasi sedemikian mengabaikan komunikasi yang tidak
sengaja, seperti pesan yang tidak direncanakan yang terkandung dalam
nada suara atau ekspresi wajah, atau isyarat lain yang sifatnya spontan.
10 | P a g e

Singkatnya, konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah
menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa
semua kegiatan komunikasi bersifat persuasif.
b. Komunikasi sebagai interaksi
Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab akibat
atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan
pesan, baik verbal maupun nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan
memberi jawaban verbal atau menganggukan kepala, kemudian orang
pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari
orang kedua, dan begitu seterusnya.
Komunikasi sebagi interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada
komunikasi sebagai tindakan satu arah. Namun pandangan kedua ini masih
membedakan para peserta sebagai pengirim dan penerima pesan, karena
itu masih tetap berorientasi sumber, meskipun kedua peran tersebut
dianggap bergantian. Jadi, pada dasarnya proses interaksi yang
berlangsung juga masih bersifat mekanis dan statis.
c. Komunikasi sebagai transaksi
Pandangan ini mengatakan bahwa komunikasi merupakan suatu proses
personal, karena makna atau pemahaman yang diperoleh seorang pada
adsarnya bersifat pribadi. Penafsiran yang kita lakukan terhadap
komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal orang lain yang kita
kemukakan padanya akan mengubah penafsiran orang tersebut terhadap
pesan-pesan kita, dan pada akhirnya akan mengubah penafsiran kita
kepadanya, demikianlah seterusnya.
Jadi, dari sudut pandang pemikiran ini, komunikasi bersifat dinamis,
artinya komunikasi dipandang sebagai transaksi. Pandangan ini pula yang
dianggap lebih sesuai untuk komunikasi tatap muka yang memungkinkan
pesan atau respon verbal dan nonverbal dapat diketahui secara langsung.
11 | P a g e

ii. Tingkatan Proses Komunikasi
Proses komunikasi adalah setiap langkah mulai dari saat menciptakan
informasi sampai dipahami oleh komunikan. Komunikasi adalah sebuah
proses, sebuah kegiatan yang berlangsung continue. Joseph De Vito
(1996) mengemukakan bahwa komunikasi adalah transaksi. Hal tersebut
dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, dimana
komponen-komponen saling terkait. Bahwa para pelaku komunikasi
beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan dan keseluruhan.
Dalam setiap transaksi, setiap elemen berkaitan secara integral dengan
elemen yang lain. Artinya, elemen-elemen komunikasi saling bergantung,
tidak pernah independen, masing-masing komponen saling mengait
dengan komponen yang lain.
Menurut Denis McQuail, secara umum kegiatan/proses komunikasi dalam
masyarakat berlangsung dalam 6 tingkatan sebagai berikut:
a. Komunikasi intra-pribadi (intrapersonal communication)
Yakni proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa
pengolahan informasi melalu pancaindra dan sistem syaraf. Misalnya
berpikir, merenung, menggambar, menulis sesuatu, dan lain-lain.
b. Komunikasi antar-pribadi
Yakni kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara
seseorang dengan orang lainnya. Misalnya, percakapan tatap muka,
korespondensi, percakapan melalui telepon, dan sebaginya.
c. Komunikasi dalam kelompok
Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung si antara suatu kelompok.
Pada tingkatan ini, setiap ndividu yang terlibat masing-masing
berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam
12 | P a g e

berkelompok. Pesan atau informasi yang disampaikan juga menyangkut
kepentingan seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi.
Misalnya, ngobrol-ngobrol antara ayah, ibu, dan anak dalam keluarga,
diskusi guru dan murid di kelas tentang topik bahasan, dan sebagainya.
d. Komunikasi antar-kelompok/asosiasi
Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok
dengan kelompok lainnya. Jumlah pelaku yang terlibat boleh jadi hanya
dua atau beberapa orang. Tetapi, masing-masing membawa peran dan
kedudukannya sebagai wakil dari kelompok/asosiasinya masing-masing.
e. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi mencangkup kegiatan komunikasi dalam suatu
organisasi dan komunikasi antar organisasi. Bedanya dengan komunikasi
kelompok adalah bahwa sifat organisasi lebih formal dan lebih
mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan
komunikasinya.
f. Komunikasi dengan masyarakat secara luas
Pada tingkatan ini kegiatan komunikasi ditujukan kepada masyarakat luas.
Bentuk kegiatan komunikasinya dapat dilakukan melalui dua cara :
1. Komunikasi massa
Yaitu komunikasi melalui media massa seperti radio, surat kabar, TV,
dan sebagainya.
2. Langsung atau tanpa media massa
Misalnya ceramah, atau pidato di lapangan terbuka.


13 | P a g e

iii. Dampak Komunikasi
Setiap aktivitas komunikasi pasti memiliki efek. Dalam konsep
komunikasi paradigmatic disebutkan bahwa komunikasi merupakan
sebuah pola yang meliputi sejumlah komponen (unsure) serta meiliki
dampak-dampak tertentu. Adapun pola-pola komunikais yang memiliki
dampak, antara lain penyuluhan, penerangan, propaganda, kampanye,
pendidikan, acara radio atau televise, pemutaran film atau video, dan
diplomasi.
Pada dasarnya komunikasi memiliki 3 dampak, yaitu :
1. Memberikan informasi, meningkatkan pengetahuan, menambah
wawasan. Tujuan ini sering disebut tujuan yang kognitif.
2. Menumbuhkan perasaan tertentu, menyampaikan pikiran, idea tau
pendapat. Tujuan ini sering disebut tujuan afektif.
3. Mengubah sikap, perilaku dan perbuatan. Tujuan ini seirng disebut
tujuan konatif atau psikomotor.
iv. Sasaran Komunikasi
Seperti diketahui bersama bahwa tujuan komunikasi adalah menghibur,
memberikan informasi dan mendidik. Dengan tujuan tersebut berdampak
pada peningkatan pengetahuan (kognitif), membangun kesadaran (sikap)
dan mengubah perilaku psikomotorik seseorang atau masyarakat dalam
suatu proses komunikasi.
Disamping itu, terdapat pula proses komunikasi yang mendasar, yakni
penggunaan bersama atas pesan oleh komunikator maupun komunikannya,
sehingga akan menjamin keberhasilan komunikasi. Hal tersebut terjadi
karena ada kesamaan makna dalam penggunaan lambang-lambang
komunikasi.
Proses komunikasi yang mendasar, yakni penggunaan bersama atas pesan
oleh komunikator maupun komunikannya. Hal tersebut terjadi karena ada
14 | P a g e

kesamaan makna dalan penggunaan lambang-lambang komunikasi.
Adapun efek komunikasi yang terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Efek konsumtif
Efek atau pengaruh komunikasi (pesan) yang dapat langsung diresapi atau
dapat diamati.
2. Efek Instrumental
Efek atau pengaruh dari komunikasi (pesan) yang tidak dapat langsung
diamati oleh komunikator.
v. Gangguan Komunikasi
Segala sesuatu yang menghalangi kelancaran komunikasi disebut
gangguan (noise). Kata noise dipinjam dari istilah ilmu kelistrikan yang
mengartikan noise sebagai keadaan tertentu dalam sistem kelistrikan yang
mengakibatkan tidak lancarnya atau berkurangnya ketepatan peraturan.
Pencetakan huruf yang saling bertidihan dalam suatu surat kabar atau
majalah akan menjadi gangguan bagi pembacanya. Kata-kata yang
diucapkan secara tidak tepat oleh sang penyiar akan mengganggu
komunikasi dengan pendengarnya. Penggunaan kata asing yang sukar
dimengerti tentu merupakan bagian dari noise atau gangguan yang harus
dihindari oleh sebuah stasiun radio. Namun demikian, pada hakekatnya
kebanykan dari gangguan yang timbul, bukan bersal dari sumber atau
salurannya, tetapi dari audience (penerimanya).
Manusia sebagai komunikan memiliki kecenderungan untuk acuh tak
acuh, meremehkan sesuatu, salah menafsirkan, atau tidak mampu
mengingat dengan jelas apa yang diterimanya dari komunikator.
Setidaknya ada tiga factor psikologis yang mendasari, yaitu :
1. Selective attention
Orang bias any cenderung untuk mengekpos dirinya hanya kepada hal-hal
(komunikasi) yang dikehendaknya. Misalnya, seseorang tidak berminat
15 | P a g e

membeli mobil, jelas dia tidak akan berminat membaca iklan jual beli
mobil.
2. Selective perception
Suatu kali, sesorang berhadapan dengan suatu peristiwa komunikais, maka
ia cenderung menafsirkan isi komunikasi sesuai dengan prakonsepsi yang
sudah dimiliki sebelumnya.hal ini erat kaitannya dengan kecenderungan
berpikur secara stereotip.
3. Selective retention
Meskipun seseorang memahami suatu komunikasi, tetapi orang
berkecenderungan hanya mengingat apa yang mereka ingin untuk diingat.
Misalnya, setelah membaca suatu artikel berimbang mengenai
komunisme, seorang mahasiswa yang prokomunis cenderung untuk
mengingat kelebihan-kelebihan sistem komunisme yang diterapkan oleh
artikel tersebut.
Selective attention, selective perception, selective retention berlaku
universal. Factor tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan
suatu komunikasi.
Noise yang berasal dari audience akan snagat besar apabila pesan yang
disampaikan controversial, tetapi sebaiknya pesan akan diterima relative
jelas apabila pesan itu sederhana dan tidak bertele-tele. Akibatnya sangat
sukar untuk mengubah audience dari suatu titik pandang tertentu ke titik
pandang lainnya. Lebih mudah untuk menyampaikan pandangan tertentu
yang sebelumnya tidak pernah ada atau tidak mereka ketahui.
vi. Komunikasi Massa
Komunikasi antarpersonal adalah prose penyampaian informasi, ide, sikap
dari seseorang kepada orang lain. Sedangkan komunikasi massa adalah
proses penyampaian informasi, ide, sikap kepada banyak orang (biasanya
dengan menggunakan mesin atau media massa yang diklasifikasikan
16 | P a g e

kedalam media massa, seperti radio siaran, televise siaran, surat
kabar/majalah dan film)
Pembahasan mengenai fungsi sosial dari media massa ini, sudah lama
dikemukakan oleh para ahli komunikasi massa. Salah satu diantaranya
adalah yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell dan Charles Wright
(1945). Menurut Lasswell dan Wright, media massa mempunyai empat
fungsi sosial. Empat fungsi sosial tersebut, adalah :
1. Pengamatan sosial ( social surveillance)
Merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interprestasi yang obyektif
tentang berbagai peristiwa yang terjasi didalam dan diluar lingkungan
sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
2. Korelasi sosial (social correlation)
Merujuk pada upaya pemberian interprestasi dan informasi yang
menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya.
Atau antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan
mencapai ko0onsensus.
3. Sosialisasi (socialization)
Merujuk oada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi
lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
4. Hiburan
Sementara itu, jelas bahwa media mssa juga mempunyai tugas untuk
memberikan hiburan dan kesenangan kepada khalayaknya.
Media massa dapat menumbuhkan bermacam-macam rangsangan
(stimulus) sehingga tanggapan audience yang dihasilkannya juga akan
berbeda beda. Hal ini dapat diuraikan dalam ke empat perumusan khusus
yang merupakan ringkasan pemikiram kontemporer tentang pengaruh
media massa. Seperti yang dikatakan oleh Melvin De Fleur (1982:185),
yaitu :
17 | P a g e

a. Teori Perbedaan-perbedaan Individu
Para ahli menekan kan betapa eratnya hubungan antara kegiatan belajar
dengan motivasi. Dari hasil studi tersebut timbut pengakuan adanya
motivasi individu serta perbedaan-perbedaan pengalaman berdasarkan
hasil belajar. Dari lingkungan itu sendiri juga akan terbnetik sikap, nilai-
nilai, serta kepercayaan yang mencasari kepribadian mereka.
b. Teori Kategori Sosial
Teori kategori sosial beranggapan bahwa terdapat kategori sosial yang luas
dalam masyarakat kota industry yang kurang leboh memiliki perilaku
sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Kategori sosial tersebut
berdasarkan pada usia, jenis kelamin, tingkat penghasilan, tingkat
pendidikan, tempat tinggal (desa atau kota), ataupun agama.
Asumsi dasar teori kategiri sosial adalah teori sosiologi yang berhubungan
dengan kemajemukan masyarakat modern, dimana dinyatakan bahwa
masyarakat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama akan membentuk
sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan tertentu.
Teori ini tetap kontemporer dan senantiasa dimanfaatkan dalam penelitian
komunikasi massa. Hanya beberapa vaiabel dimodifikasi, antara lain
rangsangan media dan tanggapan audience.
c. Teori Hubungan Sosial
Menyatakan bahwa dalam menerima pesan-pesan komunikasi melalui
media, orang lebih banyak memperoleh pesan itu melalui hubungan atau
kontak dengan orang lain daripada menerima langsung dari media massa.
Hubungan sosial yang informal merupakan salah satu variabel yang turut
menentukan besarnya pengaruh media.
Individu-individu yang lebih banyak memiliki hubungan dengan media
disebut pemuka pendapat karena ternyata mereka memainkan peranan
yang besar sekali dalam merumuskan dan menafsirkan informasi yang
nereka terima.
18 | P a g e

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori hubungan sosial
mencoba menekankan pentingnya variabel hubungan antarpribadi sebagai
sumber informasi maupun sebagai pengaruh media komunikasi.
d. Teori Norma-norma Budaya
Teori ini melihat cara media massa mempengaruhi sebagai suatu produk
budaya. Pada hakikatnya, menganggap bahwa media massa melalui pesan-
pesan yang disampaikannya secara tertentu dapat menumbuhkan kesan-
kesan yang khalayak sesuai dengan norma-norma budayanya.
Pelaku individu umumnya didasari pada norma-norma budaya yang sesuai
dengan situasi yang dihadapi. Dalam hal ini media akan bekerja secara
tidak langsung untuk mempengaruhi sikap individu tersebut.
B. Demokrasi
Dalam negara-negara modern di dunia setelah abad 18, seperti di Eropa dan
Amerika telah menerapkan konsep demokrasi. Jika sistem demokrasi sebagai anti
thesa dari sistem kerajaan (Monarchi Absolut), maka demokrasi dipahami sebagai
kekuasaan dipegang oleh banyak orang, sebab dalam sistem kerajaan,
kekuasaan negara jika berpijak menurut teori trias politica dari John Locke
maupun Monthesque, kekuasaan dalam negara yaitu : kekuasaan Eksekutif,
Legislatif dan kekuasaan Yudikatif, ketiga kekuasaan tadi dipegang oleh 1 (satu)
orang yaitu seorang raja. Sedangkan suatu negara menganut faham demokrasi
yaitu kekuasaan dipegang oleh banyak artinya adalah bahwa ketiga kekuasaan
tersebut terpisah atau disebut seperation of power, dan atau kekuasaan itu
terbagi tiga kekuasaan atau distribution of power
Pengertian demokrasi secara harafiah terdiri dari dua kata yaitu demos yang
berarti rakyat, dan kratos berarti kekuasaan atau berkuasa dengan kata lain
demokrasi yaitu rakyat yang berkuasa atau goverment or rule by the people
(Miriam Budiarjo, 1977). Secara historis di Yunani kuno, Romawi, dan Itali kata
demokrasi disebut dengan istilah pemerintahan rakyat. Dengan penggunaan
istilah pemerintahan rakyat orang Yunani seperti kita lihat, telah menciptakan
19 | P a g e

istilah demokrasi. Sedangkan orang Romawi berdasarkan bahasa asli latin
mereka menamakan pemerintahannya dengan nama republik, kemudian orang
Itali memberikan nama pemerintahan rakyat yang terdapat dibeberapa kota
negara kota mereka (Robert A.Dahl, 1999).
Sebagaimana diutarakan diatas, demokrasi memang menjadi harapan dan
mungkin impian bagi sebagian masyarakat, barangkali sebagian kata demokrasi
dianggap dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat baik persoalan mengenai konflik antar masyarakat dengan negara atau
sebaliknya dan bahkan antar kelompok dalam masyarakat bisa diselesaikan
dengan cara demokrasi. Karena hakekat demokrasi kekuasaan ada ditangan rakyat
yang diwujudkan dalam kelembagaan negara. Jadi proses terbentuknya lembaga
negara harus sesuai dengan keinginan msyarakat melalui cara-cara demokratis.
Persoalannya adalah bagaimana membangun mekanisme kelembagaan demokratis
tersebut.
Menuruan Jean Baechleer (1995) bisa menjelaskan secara lebih mengena dalam
memberikan ilustrasi tentang makna demokrasi sebagai berikut: Dalam
sejarahnya, demokrasi belum pernah menjadi topik yang begitu hangat seperti
sekarang. Dalam sistem demokrasi yang paling tua dan mapan di Eropa dan
Amerika, beberapa warga negara tengah menuntut pelaksanaan demokrasi yang
lebih besar, sementara yang lainnya menuntut agar kesenjangan dalam demokrasi
dihapuskan. Dinegara-negara yang sistem demokrasinya lebih mudah, ada
kepedulian akan hadirnya lembaga yang diperlukan untuk membangun suatu
demokrasi sejati, yang stabil dan efektif, ditempat-tempat dimana demokrasi
belum sungguh-sungguh berakar, partai-partai oposisi mencita-citakan demokrasi
dalam berbagai bentuk. Jadi makna demokrasi lebih memberikan perhatian pada
lembaga-lembaga yang diperlukan untuk membangun demokrasi bisa stabil dan
efektif dalam mengelola keinginan-keinginan masyarakat. Lazimnya dalam
konsep negara modern lembaga kekuasaan terdiri dari lembaga legislatif, lembaga
eksekutif, dan lembaga yudikatif.
20 | P a g e

Pembahan mengenai demokrasi, maka dalam pengembangan demokrasi
mengalami banyak tuntutan terhadap perubahan penyelenggaraan kekuasaan,
yakni makna pokok sebagai perwujudan kekuasaan berada ditangan rakyat, dapat
berjalan dengan stabil dan efektif, pada kenyataannya dalam kajian muncul
istilah berbagai macam, sifat jenis, kriteria suatu penyelenggaraan kekuasaan yang
demokratis, dikarenakan masih belum utuhnya persepsi mengenai demokrasi.
Seperti dikatakan oleh Carol C. Guld (1993) mengatakan teori-teori demokrasi
tradisional yakni liberalisme klasik abad ke-18 dan ke-19 terbukti tidak mampu
menjawab tuntutan yang lebih besar terhadpa kebebasan dan persamaan abad ke-
20 ini. Disamping keunggulan yang masih melekat dalam teori-teori tersebut
muncul kebutuhan akan konsep demokrasi yang baru dan luas serta kebutuhan
akan rumusan landasan filosofinya. Teori demokrasi tradisional semacam itu
sekarang mendapatkan banyak kritik, karena konsep kebebasannya terbatas hanya
menunjuk pada wilayah politik. Berbagai kritik masa kini tersebut mengajukan
prinsip-prinsip demokrasi yang egiliter dan radikal sebagai landasan nornatif
untuk selanjutnya mendemokratisasikan kehidupan sosial dan juga dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Kegiatan masyarakat yang tidak terarah dan tidak tertib namun sudah menjadi
problem sosial ekonomi yang akut misalnya: kegiatan masyarakat disektor
informal sebagai PKL dijalan raya, pedagang kecil dipasar tradisional, tukang
ojek, dll, kondisi saat ini hampir diseluruh kota Indonesia menghadapi persoalan
yang cukup kompleks untuk mengatur dan menertibkan kegiatan sektor informal
tersebut. Dilain pihak kegiatan sektor informal tersebut justru menjadi katuk
pengaman, ketika pemerintah menghadapi krisis ekonomi. Oleh karena itu
sebagai akibat kelalaian, kelambanan, dan proses pembiaran tersebut, sering
menimbulkan konflik antara pemerintah dengan rakyatnya, ketika pemerintah
melaksanakan penertiban umum. Bahkan pemerintah dalam menyelesaikan
persoalan tersebut sering dilakukan dengan tindakan yang tidak demokratis,
misalnya dengan cara-cara yang represif.
21 | P a g e

Fenomena tersebut memperkuat dugaan bahwa sesungguhnya sikap dan cara-cara
demokratis sangat-sangat diperlukan dalam penyelenggaraan di birokrasi
pemerintahan, tidak hanya terhadap proses kegiatan birokrasi tetapi juga terhadap
para pelaksana birokrasi terutama para pemimpin yang disebut pejabat publik.
Deskripsi diatas menunjukan bahwa penafsiran konsep demokrasi tidak hanya
aspek kekuasaan saja, akan tetapi sudah melebar ke aspek yang lain seperti:
etika, moral, dan nilai-nilai serta aspek sosial dan juga ekonomi. Sebagimana
dicontohkan pada fenomena diatas dalam melakukan analisis terhadap perilaku
birokrasi memerlukan bantuan analisis disiplin ilmu yang lain. Oleh karena itu
hubungan birokrasi dan demokrasi serta efisiensi, ketiga variabel tersebut menarik
untuk dikaji secara mendalam, supaya dapat membangun konsep baru dari
hubungan yang logis antara birokrasi, demokrasi dan efisiensi yang disebut
demokratisasi demokrasi.
i. Kriteria dan Nilai Demokrasi
Sebagaimana yang diuraikan diatas, pada kesempatan ini dikemukakan
pula kriteria demokrasi yang ideal menurut Robert A. Dahl dalam buku
Dilema off prularis democracy, autonomy vs control, yaitu terdapat 5
kriteria yang dijadikan sebagi unsur nilai-nilai demokrasi sebagai berikut:
o Persamaan hak pilih
Dalam membuat keputusan kolektif yang mengikat, hak istimewa dari
setiap warga negara seharusnya diperhatikan secara berimbang dalam
menentukan keputusan terakhir. Oleh karena itu hak pilih setiap warga
negara merupakan jaminan bagi terselenggaranya keputusan kolektif
yang menyangkut harkat dan martabat warga negara. Persamaan hak
pilih sudah menjadi prioritas untuk mendapatkan perlindungan dan
hukum.
o Partisipasi efektif
Dalam seluruh proses pembuatan keputusan secara kolektif termasuk
tahap penentuan agenda kerja, setiap warga negara harus mempunyai
22 | P a g e

kesempatan yang sama dan memadai untuk menyatakan hak-hak
istimewanya dalam rangka mewujudkan kesimpulan terakhir, oleh
karena itu partisipasi merupakan esensi dukungan yang bersifat
kolektif untuk mendukung proses legitimasi politik lebih kuat.
o Pembeberan kebenaran
Dalam waktu yang memungkinkan karena keperluan untuk suatu
keputusan, setiap warga negara harus mempunyai peluang yang sama
dan memadai untuk membutuhkan penilaian yang logis demi mencapai
hasil yang paling diinginkan. Untuk itu pengambilan keputusan
kolektif yang terbuka mampu memberikan informasi yang akurat
terhadap seluruh proses penyelenggaraan negara.
o Kontrol terakhir terhadap agenda
Masyarakat harus mempunyai kekuasaan ekskulusif untuk menetukan
soal-soal mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
yang memenuhi ketiga kriteria seperti yang disebut diatas. Kontrol
menjadi sangat efektif jika ketika kriteria tersebut telah menjadi hak
politik warga negara yang dijalankan dengan kesadaran politik yang
telah melembaga.
o Pencakupan
Masyarakat harus meliputi semua orang dewasa dalam kaitannya
dengan hukum, kecuali pendatang sementara. Memang pada
hakekatnya hak politik warga negara diberikan ruang yang luas untuk
bisa menyalurkan hak politiknya, sehingga kebijakan negara mampu
mengakomodir dalam mencangkup secara keseluruhan tanpa kecuali
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
ii. Macam dan Jenis Demokrasi
Terkait dengan pembahasan konsep dan teori serta nilai-nilai demokrasi
tersebut di atas, untuk memperbanyak dan memperluas wawasan tentang
demokrasi, akan diuraikan pula macam dan jenis sebutan mengenai
demokrasi menurut Jeff Haynes (1997) menyebutkan macam-macam
23 | P a g e

demokrasi yaitu demokrasi formal, demokrasi substantif dan demokrasi
permukaan (facade) dengan penjelas sebagai berikut :
o Demokrasi Formal (Formal Democracy)
Demokrasi formal ditandai dengan pemilihan umum yang teratur,
bebas dan adil. Kompetitif biasanya ditandai dengan tidak
digunakannya paksaan secara berlebihan oleh negara terhadap
masyarakat. Secara teoritis lewat pertanggung jawaban pemerintah
terhadap yang diperintah (warga negara) melalui kontak suara, dan
ditegakan Rule of Law. Ada kebebasan sipil dan politis yang cukup
untuk menjamin kompetisi dalam pemilihan umum.
Istilah demokratis formula dalam pemikiran masyarakat saat ini
mungkin bisa disamakan dengan istilah demokrasi prosedural, artinya
bahwa persyaratan formal bagi berjalannya demokrasi sudah terpenuhi.
Seperti misalnya: adanya partai politik yang jumlahnya lebih dari 2
(dua), diselenggarakannya pemilu oleh pemerintah secara rutin, dan
sebagainya. Namun hasilnya belum bisa memenuhi standar demokrasi
yang bermutu atau berkualitas. Dengan kata lain penyelenggaraan
pemilu seharusnya dikaitkan dengan kualitas hasil pemilu yaitu wakil
rakyat atau pemimpin pemerintahan yang profesional dan kompeten.
Bukan semata-mata yang menjadi tolak ukur berjalannya proses
demokrasi hanya melihat prosedur dan formalitas saja, tidak sekedar
proses demokrasi telah dijalankan dengan baik.
o Demokrasi Permukaan (Facade Democracy)
Demokrasi permukaan merupakan hal yang umum di dunia ketiga,
tampak luarnya memang demokrasi tetapi sama sekali tidak memiliki
substansi demokrasi. Kriteria dan nilai demokrasi sudah terpenuhi,
namun secara prinsip dalam kehidupan masyarakat lebih menonjol
tindakan yang lebih represif dan otoriter dari penguasa dan kurang
terjaminnya dalam mengembangkan kebebasan berekspresi, disamping
itu terjadi pelanggaran HAM misalnya; melakukan penculikan
terhadap aktivis politik dan bahkan sampai saat ini mereka masih
24 | P a g e

dinyatakan hilang, sehingga dengan berbagai bentuk tindakan
pemerintahan Orba pada waktu itu yang otoriter dan represif, membuat
kontrol masyarakat lemah. Apabila kontrol masyarakat lemah akan
mudah terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.
Dengan demikian demokrasi permukaan dapat dikatakan demokrasi
semu, seolah-olah demokrasi padahal yang dirasakan masyarakat
mencerminkan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai demokrasi.
o Demokrasi Substansif (Substantive Democracy)
Demokrasi substansif memperluas ide demokrasi di luar mekanisme
formal. Ia mengintensifkan konsep dengan memberikan penekanan
pada kebebasan dan diwakilinya kepentingan melelui forum publik
yang dipilih atas dasar partisipasi kelompok. Ia merupakan
pendalaman demokrasi dimana semua warga mempunyai akses yang
mudah pada proses pemerintahan dan suara di alam pengambilan
keputusan secara kolektif.
Konsep demokrasi seperti yang diuraikan diatas, pada hakekatnya
dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dapat menjadikan
rujukan bagi perubahan perilaku para apatur birokrasi agar mampu
menyesuaikan diri dalam menerapkan konsep yang sesuai dengan
kriteria demokrasi itu sendiri.
Demokratisasi perlu dikembangkan, baik oleh rakyat Indonesia yang semakin
maju itu maupun pihak pemerintah. Maysarakat yang kritis dan vokal, yang
dihasilkan oleh keberhasilan pembangunan, perlu memahami kaidah-kaidah
demokrasi dalam menyuarakan dan menyampaikan aspirasi mereka. Salah satu
kaidah terpenting dari demokrasi adalah digunakannya cara-cara persuasif dalam
memperjuangkan aspirasi tersebut. Pembangunan kekerasan (secara koersif)
hanyalah akan merusak proses demokratisasi yang sudah berjalan, karena aparat
keamanan akan semakin lebih keras dalam menangani kegiatan-kegiatan politik
yang dilakukan oleh masyarakat.
25 | P a g e

Kedua kaidah yang perlu diperhatikan oleh warga masyarakat dalam
memperjuangkan aspirasi mereka adalah tidak menyinggung hal-hal yang bersifat
pribadi. Yang dikritik seyogyanya adalah kebijaksanaan (policy) pemerintah,
bukan pribadi pejabat pemerintah. Kritik terhadap pribadi pejabat pemerintah
dapat dengan mudah menimbulkan reaksi keras dari pejabat tersebut, yang dapat
saja diikuti dengan tindakan-tindakan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap
warga masyarakat bersangkutan. Bila ini terjadi, proses demokratisasi menjadi
hambatan karena terciptanya kecurigaan yang semakin besar terhadp warga
masyarakat yang ingin memperjuangkan aspirasinya.
Pada pihak pemerintah sendiri, demokratisasi menuntut adanya permissiveness
yang besar. Hal ini berarti bahwa pemerintah mengizinkan warga masyarakat
yang menyuarakan aspirasi mereka.
C. Kompleksitas Demokrasi , Kerumitan Komunikasi
Demokrasi yang terjadi pada saat ini sedemikian kompleks karena melibatkan
banyak komponen atau kalangan pemain politik yang berasal dari unsur-unsur
negara (state) , pasar (market), dan masyarakat sipil (civil society). Para pemain
politik yang berasal dari unsur negara, misalnya adalah pejabat negara, birokrat,
anggota legislatif (para wakil rakyat), para aktivis partai politik, serta badan-badan
hukum. Para pemain politik yang muncul dari komponen pasar, misalnya adalah
kalangan pengusaha, para jurnalis yang bekerja dalam organisasi media massa,
dan kalangan wirausahawan. Sementara itu pemain-pemain politik yang berasal
dari unsur masyarakat adalah para aktivis organisasi non-pemerintah (Lembaga
Swadaya Masyarakat), sivitas akademika perguruan tinggi (dosen dan
mahasiswa), serta kelompok-kelompok masyarakat lain yang mempunyai
kemampuan untuk menghimpun diri.
Kompleksitas demokrasi, secara otomatis, mengandaikan kerumitan tersendiri
dalam komunikasi. Fenomena semacam ini akan mudah dideteksi ketika
pemilihan umum, baik pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan presiden,
dijalankan. Hal ideal dalam demokrasi, terlebih lagi ketika pemilihan umum
26 | P a g e

sedang digulirkan, ialah kalangan kandidat seharusnya menyediakan informasi
yang lengkap mengenai diri mereka, ideologi-ideologi (gagasan-gagasan utama)
serta program-program politik mereka kepada warga negara. Hal ini dimaksudkan
supaya masyarakat mempunyai informasi atau pengetahuan yang mencukupi.
Pada situasi semacam ini, media massa memegang peranan yang sedemikian
sentral. Media massadiharapka tidak sekedar memberitakan tentang kontestasi
atau kompetisi politik itu sendiri, melainkan media juga harus bisa memberikan
informasi yang mendalam tentang aturan-aturan main dan para pemain politik
yang sedang terlibat dalam pertarungan maraih jabatan.
Komunikasi menjadi soal krusial bukan saja bagi kaum teoritis demokrasi yang
memiliki perhatian terhadap perkembangan wacana (perdebatan) publik dan
keadaan demokrasi, melainkan juga bagi pihak-pihak yang bersifat pragmatis
(para pengguna komunikasi), yakni partai-partai politik dan kalangan politisi.
Bagi pihak-pihak yang termasuk dalam golongan pragmatis ini, komunikasi yang
efektif dengan para pemilih terutama para pemilih ynag masih mengubah
pendiriannya (swing voters), merupakan kunci untuk meraih kemenangan.
Komunikasi terbaik pasti akan mereka jalankan. Dalam sistem politi yang
dimediasikan (artinya secara intensif dan eksesif melibatkan media massa), maka
mereka yang mempunyai uang berlimpah mampu membayar bentuk-bentuk
komunikasi yang dianggap sangat menguntungkan, misalnya melalui pemasangan
iklan si media massa (Young, 2003).
Mesin-mesin pencitraan pun pasti tanpa henti dimainkan. Iklan-iklan politik terus-
menerus memenuhi ruang-ruang kesadaran sosial (Lukmantoro, 2008a), bahkan
dengan menonjolkan watak narsisme (cinta diri secara berlebihan) sekalipun
(2008b). Seakan-akan pemain politik merasakan malu untuk menjual diri
dihadapan masyarakat. Iklan-iklan politik tidak sekedar berperan sebagai topeng
politik, melainkan juga bahwa iklan-iklan itu dianggap sebagai pembenar bahwa
mekanisme inilah yang harus ditempuh dalam suasana demokrasi yang
sedemikian kompetitif. Komunikasi politik bukan lagi diperantarai oleh
pemberitaan-pemberitaan media, melainkan komunikasi politik sangat rentan
27 | P a g e

untuk dimanipulasi oleh iklan-iklan politik yang ditayangkan oleh media massa.
Bukankah iklan-iklan yang baik, terlebih dalam arena perpolitikan, adalah pesan-
pesan komunikasi yang mampu mengelabu? Tentu saja, pertanyaan ini adalah
sebentuk sinisme yang seringkali telah dikemukakan banyak orang.
Bahkan, bukan sekedar persoalan komuniksi melalui iklan-iklan politik itu yang
membuka kerentanan manipulatif, sehingga menjadikan demokrasi semakin
mengalami kekacauan, melainkan bahwa praktrik-praktik politik uang (money
politics) telah dianggap sebagai mekanisme yang wajar untuk meraih
kemenangan. Demokrasi yang telah basah kuyup dengan permainan politik uang
sesungguhnya juga berakibat pada keteransingan masyarakat dalam proses-proses
politik yang cerdas (Lukmantoro, 2009). Uang tidak hanya berkedudukan sebagai
alat pertukaran dalam transaksi jual-beli. Uang, dalam perjalanan demokrasi kita,
telah mendi perkakas komunikatif yang dianggap lebih real dan memberikan
kepastian ketimbang banyak janji palsu yang ditebarkan oleh para politisi. Uang,
dengan demikian, merupan bentuk pesan spesifik dalam demokrasi yang sudah
terlanjur terperangkap dalam makna-makna droktiner monetisasi. Sekali lagi, ini
merupakan pernyataan sinistik yang melihat komunikasi dalam demokrasi bukan
lagi sebuah bentuk aktivitas pertukaran pesan (gagasan atau program), melainkan
sebagai pertukaran untuk mendapatkan keuntungan secara cepat tanpa pemikiran
yang mendalam. Sinisme yang dikemukakan di sini dimaksudkan untuk
melakukan kritik mendasar terhadap praktik-praktik komunikasi yang manipulatif.
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
memang sangat kompleks. Tapi, jika ditelaah lebih mendalam, sebenarnya, ada
tiga konsepsi demokrasi yang memiliki keterkaitan dengan komunikasi (Starr
dalam Zelizer [ed.], 2008), yaitu :
Pertama, demokrasi minimalis. Dalam konsepsi ini, demokrasi merupakan
pengaturan kelembagaan yang menempatkan individu-individu merebut
kekuasaan untuk membuat keputusan-keputusan politik dengan teknik melibatkan
pertarungan kompetitif melalai hak suara (vote) yang dimiliki oleh pihak rakyat.
28 | P a g e

Kriteria kunci demokrasi adalah pemilihan umum kompetitif yang berlangsung
secara bebas untuk memenuhi preferensi-preferensi politik kalangan pemilih dan
mendapatkan kalangan pejabat yang bertanggung jawab. Konsepsi demokrasi
minimalis ini dideskripsikan sebagai bersifat agregatif, menjalankan pertarungan
(adversarial), dan mendapatkan kekuatan mayoritas. Teori demokrasi ini
menempatkan politik sebagaimana layaknya (beranalogi dengan) pasar, sehingga
pertarungan dalam ruang pasar politik pun dilihat sebagi kompetisi di antara
kelompok-kelompok elite. Pada pandangan minimalis ini tidak keterlibatan
rakyat secara eksesif dalam politik. sebabnya adalah pihak rakyat dianggap sebai
kekuatan rakyat yang tidak peduli namun berwatak nasional.
Pada konsepsi demokrasi minimalis ini, maka komunikasi dipandang sebagai
kebebasan berbicara dan kebebasan pers dalam pengertian non campurtangan oleh
pihak negara. Sehingga, dari situlah terjadi konteks politik terbuka yang
mendukung pemilihan umum dan mencegah mereka yang masih menjabvat untuk
mengekalkan kekuasaan mereka. Hal ini berkesesuaian dengan analogi bahwa
apabila demokrasi adalah pertarungan kompetitif bagi suara rakyat, makan sistem
media yang demokratis dipahami sebagai pertarungan kompetitif yang terjadi
pada para pembaca, pendengar, penonton, dan pemakai media massa yang lain
msialnya internet.
Kedua, demokrasi yang memiliki spektrum bertentangan dengan demokrasi model
minimalis. Pada konsepsi ini, demokrasi dipandang sebagai keterlibatan aktif
warga negara dalam permaslahan-permaslahan publik dan distribusi kekuasaan
yang sama dalam masyarakat.
Ketiga, pandangan antetisis terhadap dua konsepsi demokrasi sebelumnya atau
konsepsi hak-hak konstitusional. Menurut pandangan ini, demokrasi adalah corak
pemerintahan dengan cara diskusi yang menuntut semua pihak yang
berkepentingan mempengaruhi keputusan-keputusan politik. Mekanismenya
adalah menawarkan alasan-alasan yang membenarkan posisi-posisi mereka dalam
terminologi nilai-nilai yang dapat diterima secara umum. Lebih dari sekadar
29 | P a g e

mengagregasikan preferensi-preferensi rakyat, maka politik demokratis juga
sebagai sarana memunculkan dan menitikberatkan argumen-argumen.
Prasyarat Demokrasi, Pentingnya Komunikasi
Bukan fenomena yang mengejutkan apabila media massa tidak memperdulikan
kepentingan publik karena kalangan pasar media lebih menitikberatkan kepada
peningkatan dan akumulasi keuntungan finansial belaka. Pasar media yang
dibiarkan berkeliaran pada akhirnya hanya mejikan berbagai program yang sarat
denga sensasionalisme, seperti misalnya sinetron, infotainment, realitishow,
berita-berita kriminalitas, atau acara-acara lain yang menjadikan publik makin
mengalami pembodohan secara kronis. Komunikasi yang terjadi pun tidak sehat
karena kalangan elite politik lebih banyak menggunakan media massa sebagai
mesin propaganda, dan bukan sebagai sarana dialog yang bermakna dan terbuka.
Komunikasi pada model demokrasi yang berlangsung pada saat ini lebih banyak
menyajikan manipulasi simbolik ketimbang memberikan perhatian pada
persoalan-persoalan publik. Dalam situasi semacam ini diperlukan langkah yang
tegas untuk memperkuat komunitas politik yang dapat ditentukan dalam empat
dimensi, yakni keanggotaan, komunikasi, agregasi kepentingan, dan budaya
(Klein, 2001). Boleh Dikatakan keempat dimensi ini menjadi prasyarat demokrasi
yang sehat. Apabila diuraikan lebih lanjut, maka apa yang disebut sebagi
keanggotaan adalah siapa yang diperbolehkan memberikan suara, tyerutama
dalam ajang pemilihan umum. Komunikasi merujuk pada komunitas komunikasi
karena demokrasi merupakan bentuk komunikasi yang intensif terhadap
penyelenggaraan pemerintah yang bersifat kolektif. Komunikasi dalam kaitan ini
dipandang sebagai kemampuan para anggota komunitas dalam menerima
informasi yang sehat misalnya tentang persoalan publik, mentransmisikan pesan-
pesan atau informasi misalnya mengekspresikan pemikiran dan pendapat rakyat,
dan secara kolektif memproses informasi misalnya rakyat terlibat dalam diskusi
dan proses-proses deliberatif. Komunikasi disini mengandalkan adanya bahasa
bersama, media yang tersebar luas, dan forum-forum yang dapat diakses oleh
rakyat.
30 | P a g e

Sementara itu apa yang dinamakan agregasi kepentingan adalah keterlibatan partai
politik dalam mendidik para pemilih, menginformasikan pandangan-pandangan
kolektif, dan mengagregasikan kepentingan-kepentingan dari sejumlah individu.
Sedangkan dimensi kultural dapat menunjuk pada identitas kolektif yang
memainkan peran penting dalam demokrasi. Dalam lingkup ini bukan berati
identitas mayoritas diperbolehkan untuk menyingkirkan identitas kelompok
minoritas. Dengan demiukian, terciptanya jalinan kepercayaan (mutual trust),
solidaritas, dan rasa hormat terhadap pihak-pihak lain harus diwujudkan untuk
mengambil keputusan politik secara efektif.
Tanpa mengabaikan tiga dimensi lain yang berperan kuat dalam menciptakan
demokrasi yang sehat, komunikasi menjadi problem yang penting dalam lingkup
ini. sebabnya adalah komunikasi dapat menjadi faktor yang menetukan dalam
segitiga perdamaian demokrasi pembangunan. Komunikasi dalam persoalan ini
harus terarah pada pihak media massa karena kekuatan media berperanan sangat
dominan dalam mencapai demokrasi. Terdapat tiga pendekatan yang dapat
diterapkan, sebagaimana dikemukakan Shinar (2007), yakni :
Etis-normatif yang berarti bahwa organisasi dan kalangan profesional
media mampu merumuskan apa yang benar dan salah serta apa yang
selayaknya disajikan dalam kinerja mereka sehari-hari
Pendekatan profesional yang bermakna bahwa harus muncul solusi
terhadap berbagai problem serta dilema yang dihadapi organisai-organisasi
media dan para profesionalis ketika menjalankan aktivitas, seperti kontrol,
kebebasan dalam berekspresi, pertanggungjawaban, akurasi,
ketidakberpihakan, kepentingan publik, etika personal, hambatan-
hambatan yang mempengaruhi liputan jurnalistik, serta peningkatan
keterampilan dalam bentuk, teknik penilaian , dan penilaian kritis serta
berbagai kontradiksi yang terdapat dlam struktur media serta orientasi
komunikasi kepada pembangunan atupun perdamaian; dan
Pendekatan struktural yang merujuk pada gejala kepemilikan media yang
berimbas pada kepentingan negara atau swasta dimana hal ini berinteraksi
31 | P a g e

dengan stndar-standar dan etika profesional, nilai-nilai demokratis,
perkembangan sosial ekonomi, serta nilai-nilai kebudayaan.



















32 | P a g e

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Menjadi sedemikian jelas bahwa organisasi-organisasi media massa dan para
profesionalnya menjadi pihak yang memegang peran vital dalam komunikasi yang
terjadi pada proses demokratisasi. Media tidak sekedar menyajikan berbagai
program yang dianggap mampu mendatangkan iklan. Media menjadi saran yang
penting bagi berlangsungnya komunikasi antara elite politik dan rakyat. Media
dapat berkedudukan sebagai pihak penengah yang memungkinkan para partisipan
komunikasi dapat mengirimkan dan menerima pesan. Namun, ketika peran
sebagai penengah itu tidak berjalan secara baik, misalnya saja karena organisasi-
organisasi media dan para profesionalnya justru menunjukan sikap partisipan
dalam pemberitaan mengenai kontestasi pada ajang pemilihan umum, maka
berbagai informasi yang disajikan tidak lagi memberikan pengetahuan yang
mencerahkan bagi publik, melainkan penuh distorsi dan manipulasi. Itulah
komunikasi yang justru mengacaukan proses-proses demokratisasi.
Konklusi yang dapat diambil adalah komunikasi memang berperan kuat dalam
proses demokratisasi. Namun, realitas yang tidak dapat dihindarkan adalah
demokrasi dan proses-proses demokratisasi yang terdapat didalamnya juga
menentukan arah komunikasi itu sendiri. Persoalannya adalah kita semua yang
harus menentukan pilihan, yakni apakah demokrasi minimalis yang
menempatkan pasar sebagai agen tunggal yang menentukan komunikasi, ataukah
demokrasi radikal ataukah demokrasi deliberatif yang menjadi tujuan kita dalam
melakukan komunikasi politik. Sekali lagi, komunikasi dan demokrasi memang
saling memberikan pengandaian. Tetapi, agaknya model demokrasi tertentu
(minimalis, radikal, atau deliberatif) yang justru pada realitasnya memiliki
kekuatan yang berlebihan untuk mendeterminasikan arah serta proses komunikasi.


33 | P a g e

Daftar Pustaka
A. Buku
Bambang, Istianto, Demokratisasi Birokrasi, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011,
h. 17-26
Baran, Stanley J, & Dennis K. Davis, Teori Dasar Komunikasi Massa, Jakarta:
Salemba Humanika, 2010, h. 627-630
Fatah, Eep Saefulloh, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1994, h. xvi
Riswandi, Ilmu Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, h.1-11
Suprapto, Tommy, Pengantar Teori Komunikasi, Yogyakarta: Penerbit CAPS,
2009, h.1-27
B. Sumber lainnya
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/download/3205/2878

Anda mungkin juga menyukai