0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
336 tayangan60 halaman
Dokumen tersebut merupakan pedoman untuk inventarisasi masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak-hak mereka yang terkait dengan lingkungan hidup. Pedoman ini memberikan panduan mengenai definisi konsep, kriteria identifikasi, tahapan kegiatan inventarisasi, dan kerangka kelembagaan pelaksanaannya guna melindungi kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat.
Dokumen tersebut merupakan pedoman untuk inventarisasi masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak-hak mereka yang terkait dengan lingkungan hidup. Pedoman ini memberikan panduan mengenai definisi konsep, kriteria identifikasi, tahapan kegiatan inventarisasi, dan kerangka kelembagaan pelaksanaannya guna melindungi kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat.
Dokumen tersebut merupakan pedoman untuk inventarisasi masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak-hak mereka yang terkait dengan lingkungan hidup. Pedoman ini memberikan panduan mengenai definisi konsep, kriteria identifikasi, tahapan kegiatan inventarisasi, dan kerangka kelembagaan pelaksanaannya guna melindungi kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TAHUN 2011 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 1 1/26/2012 9:44:12 PM Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 2 1/26/2012 9:44:13 PM I PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pengarah: Ir. Ilyas Asaad, M.P., M.H. Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Penanggung Jawab: Chaeruddin Hasyim, S.K.M., M.Si. Asisten Deputi Urusan Penguatan Inisiatif Masyarakat Kooordinator: Dra. Andri Triana Kepala Bidang Kearifan Lingkungan Penyusun: Policy and Law Institute for Good Government (POLIGG) Pendukung: Drs. Sahri Sutardi, M.Si. Izwandi Taqim, S.E. Yussi Nadia, S.T. Fitri Permana Sari, S.Ant. Mey Peggy, A.Md. Rina Nurhaeni, A.Md. Adi Saputro, S.Sos. PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 1 1/26/2012 9:44:13 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia II PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 butir 31 menyebutkan masyarakat hukum adat adalahkelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum. Selain hal itu, UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 butir 30 juga menyebutkan dan mendefinisikan bahwa kearifan lokal adalahnilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyararakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Tujuan disusunnya pedoman tata cara iventarisasi pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat (MHA), kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah memberikan pedoman inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk tingkat pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaksanaan lebih lanjut, Pasal 18 B Amandemen UUD 1945 dan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Ruang lingkup dari pedoman ini adalah memberikan panduan teknis kegiatan inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta memberikan panduan pelaksanaan Pasal 63 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Dengan teriventarisasinya keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, berarti tersedianya basis informasi untuk kepentingan perencanaan dan implementasi pembangunan lingkungan yang terkait dengan hak-hak masyarakat hukum adat yaitu berhak untuk berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyempurnaan pedoman ini, semoga pedoman ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota.
Jakarta, November 2011 Chaeruddin Hasyim, S.K.M, M.Si. KATA PENGANTAR Asisten Deputi Urusan Penguatan Inisiatif Masyarakat Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 2 1/26/2012 9:44:14 PM III PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Kenyataan menunjukkan bahwa Masyarakat Hukum Adat (MHA) memiliki kearifan lokal yang mampu menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan daya dukung lingkungan. Permasalahan karakter pembangunan yang cenderung mengabaikan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dapat menyebabkan hilangnya kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kearifan lokal terkait perlindungan dan pengelolaan hidup milik Masyarakat Hukum Adat (MHA) termasuk pengetahuan tradisional yang terkait dengan Sumber Daya Genetik (SDG) semakin hilang dan dimanfaatkan secara tidak sah sehingga perlu dilindungi bagi lingkungan hidup dan kesejahteraam masyarakat. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup juga memandatkan tugas dan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkkungan hidup diantaranya menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengengelolaan lingkungan hidup (Pasal 63 Ayat (1) huruf t). Tugas pemerintah propinsi adalah menetapkan kebijakan mengenai tata-cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di tingkat propinsi, Pasal 63 Ayat (2) butir (n). Sedangkan tugas dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan Pasal 63 Ayat (3) butir (k) adalah melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota. Buku pedoman tata cara iventarisasi pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, disusun dalam upaya melaksanakan mandat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 63 Ayat (1) huruf t). Diharapkan dapat memberikan pedoman untuk tingkat pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota mengenai tata cara inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Terinventarisasinya masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pelestarian fungsi lingkungan. Jakarta, November 2011 Ir. Ilyas Asaad, M.P., M.H. SAMBUTAN Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan Dan Pemberdayaan Masyarakat Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 3 1/26/2012 9:44:14 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia IV PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAFTAR ISI KATA PENGANTAR II SAMBUTAN III DAFTAR ISI IV BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Maksud 2 1.3. Tujuan 3 1.4. Ruang Lingkup 3 BAB II DASAR HUKUM 4 2.1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 6 2.2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 6 2.3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 7 2.4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 7 2.5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 8 2.6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 9 2.7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 9 2.8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 9 2.9. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 10 2.10.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 11 2.11.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 11 BAB III NILAI PENTING INVENTARISASI 13 3.1. Inventarisasi 13 3.2. Peraturan Nasional 13 3.3. Konvensi Internasional 14 3.4. Pengelolaan Lingkungan Hidup 15 3.5. Membantu Pelaksanaan Akses dan Pembagian Keuntungan 15 Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 4 1/26/2012 9:44:14 PM V PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB IV MASYARAKAT HUKUM ADAT 17 4.1. Definisi Masyarakat Hukum Adat 17 4.2. Kriteria Masyarakat Hukum Adat 17 4.3. Indikator Masyarakat Hukum Adat 18 BAB V KEARIFAN LOKAL 21 5.1. Definisi Kearifan Lokal 23 5.2. Kriteria Kearifan Lokal 24 5.3. Indikator Kearifan Lokal Yang Terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 25 5.4. Kharakteristik Kearifan Lokal dan Pengetahuan Tradisional 26 BAB VI HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT 27 BAB VII KELEMBAGAAN 29 7.1. Tim Verifikasi 29 7.2. Lembaga Pengaturan 30 7.3. Lembaga Pendanaan 30 7.4. Balai Kliring 30 BAB VIII TAHAPAN INVENTARISASI 32 8.1. Studi Pustaka 34 8.2. In situ (field assessment) 34 8.3. Verifikasi 36 8.4. Dokumentasi 36 8.5. Pengembangan Basis Data 37 8.6. Evaluasi 37 BAB IX PENUTUP 39 LAMPIRAN 40 Lampiran 1 41 Lampiran 2 42 Lampiran 3 43 Lampiran 4 44 Lampiran 5 45 Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 5 1/26/2012 9:44:14 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 1 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan masyarakat hukum adat telah diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal 18 (b) dan Pasal 218 (i). Setelah itu berbagai undang-undang sektoral telah mencantumkan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat, seperti UU Kehutanan, UU Minerba, UU Pesisir dan PulauPulau kecil, UU Pendidikan Nasional, UU Tata Ruang, UU Pemerintahan Daerah. Demikian halnya dengan UU N0 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, secara eksplisit menyebutkan dan mendefinisikan tentang masyarakat hukum adat. Dalam definisi UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 butir 31 menyebutkan masyarakat hukum adat adalah Kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, social dan hukum." Definisi normatif ini tentunya sangat penting dijadikan pedoman untuk menemu-kenali berbagai komunitas masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia. Namun, definisi ini perlu dijabarkan lebih lanjut, mengingat kompleksitas dan keragaman masyarakat Indonesia yang sangat tinggi. Sebagai suatu komunitas masyarakat yang perilaku kehidupan kesehariannya sangat dekat dengan lingkungan alam, bahkan dalam berbagai literatur akademis masyarakat hukum adat sering dianggap sebagai bagian dari dinamika lingkungan alamnya maka kearifan lokal dari masyarakat hukum adat merupakan bagian kehidupan yang sangat perlu untuk diungkapkan fungsi-fungsinya. Fungsi tersebut untuk keperluan dari komunitas masyarakat hukum adat sendiri, lingkungan masyarakat sekitar, jasa-jasa lingkungan maupun konteks masyarakat yang lebih luas. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 butir 30 menybutkan bahwa kearifan lokal adalah Nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 1 1/26/2012 9:44:14 PM 2 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Kedua konsep di atas yaitu masyarakat hukum adat dan kearifan lokal perlu untuk dijabarkan lebih rinci kedalam definisi-definisi yang lebih operasional, termasuk memasukkan kriteria dan indikator. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009, Pasal 63 Ayat (1) butir (t) disebutkan bahwa tugas dan wewenang pemerintah adalah menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Tugas pemerintah propinsi berdasarkan Pasal 63 Ayat (2) butir (n) adalah menetapkan kebijakan mengenai tata-cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di tingkat propinsi. Sedangkan tugas dari pemerintah provinsi berdasarkan pasal 63 Ayat (3) butir (k) adalah melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi. 1.2. Maksud Maksud dari penyusunan pedoman ini adalah memberikan pedoman tata cara inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk tingkat pemerintah propinsi dalam rangka membuat acuan bagi pemerintah provinsi. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 2 1/26/2012 9:44:15 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 3 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Ruang Lingkup Inventarisasi Inventarisasi Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Inventarisasi Kearifan Lokal dan Pengetahuan Tradisional Inventarisasi Hak Masyarakat Hukum Adat 1.3. Tujuan 1. Terinventarisasinya komunitas masyarakat hukum adat beserta haknya. 2. Terinventarisasinya kearifan lokal masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan termasuk pengetahuan tradisional masyarakat hukum adat yang terkait dengan Sumber Daya Genetik (SDG). 3. Terbangunnya suatu database tentang komunitas masyarakat hukum adat dan kearifan lokal yang terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup termasuk pengetahuan tradisional masyarakat hukum adat yang terkait dengan Sumber Daya Genetik (SDG). Menjadi basis informasi untuk kepentingan perencanaan dan implementasi pembangunan yang terkait dengan hak masyarakat hukum adat.
1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari pedoman ini adalah untuk melakukan inventarisasi terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-haknya serta kearifan lokal dari masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumber daya genetik. Namun pedoman ini tidak dirancang sebagai instrumen untuk melakukan pengakuan terhadap komunitas masyarakat hukum adat. Kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dalam pedoman ini terkait dengan pengelolaan sumber daya hutan, pengelolaan sumber daya pertanian, pengelolaan sumber daya genetika (plasma nuftah), keanekaragaman hayati, serta kearifan lokal lainnya tentang pengelolaan lingkungan yang menghargai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Untuk lebih jelasnya, lihat gambar 1. Gambar 1. Ruang Lingkup Pedoman Inventarisasi Masyarakat Hukum Adat, Kearifan Lokal dan ak Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 3 1/26/2012 9:44:15 PM 4 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB II DASAR HUKUM Pedoman tata cara inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak- hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara langsung maupun tidak langsung diatur dalam beberapa peraturan perundang undangan nasional dan instrumen internasional yang telah diratifikasi Indonesia. Dengan mengkaji keterkaitan peraturan perundang undangan dengan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diharapkan akan dapat disusun suatu pedoman kegiatan inventarisasi yang sesuai dengan konteks dan kepentingan nasional. Adapun peraturan perundang undangan yang terkait adalah sebagai berikut: 1. Pasal 18 B Ayat (1) dan (2), Pasal 28 I Ayat (3) dan Pasal 33 Ayat (3) dan (4) Undang- Undang Dasar 1945. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA. 4. Undang-Undang 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 5. Undang-Undang 5 Tahun 1994 Tentang Ratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity). 6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. 7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation). 8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman. 9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia. 10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. 11. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 Ratifikasi Konvensi Tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 4 1/26/2012 9:44:15 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 5 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 12. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan Jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. 13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Ratifikasi Konvenan Internasional tentang Hak- Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights). 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Ratifikasi Konvenan Internasional Tentang Hak- Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights). 15. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian. 16. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. 17. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beberapa peraturan perundang undangan memiliki keterkaitan secara langsung terhadap kegiatan inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya adalah sebagai berikut: Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 5 1/26/2012 9:44:19 PM 6 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Berdasarkan Pasal 18 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat beserta dengan hak-hak dan tradisonalnya. Walaupun pengakuan ini disandarkan pada beberapa batasan antara lain: pertama, sepanjang masih hidup; kedua, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); dan ketiga, diatur dalam undang-undang. Sejalan dengan ini, Pasal 28 I Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Masyarakat hukum adat sangat terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH). Undang-Undang Dasar 1945 juga mengakui dan menghormati hak-hak tradisonal masyarakat hukum adat atas sumber daya alam dan lingkungan hidup. Oleh karena itu pengembangan kebijakan pengaturan Pengetahuan Tradisional terkait Sumber Daya Genetik harus mengacu pula pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 sendiri mengatur bahwa SDA Indonesia dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. SDA merupakan unsur lingkungan hidup dimana terdiri dari atas sumber daya hayati dan non hayati. Keanekaragaman hayati ini terdiri dari elemen ekosistem, spesies dan genetik. Kesimpulan pengaturan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilindungi oleh Negara.
2.2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) UU ini menegaskan kembali kedaulatan dan penguasaan negara atas Sumber Daya Alam (SDA) sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Pasal 3 UU ini juga mengatur dalam bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat diakui sepanjang sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara. Selain itu, Pasal 5 UUPA juga menyatakan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian, pengaturan-pengaturan ini mengakui secara langsung bahwa pengetahuan tradisional dalam pengelolaan sumber daya genetik berdasarkan hukum adat tetap berlaku dan dihormati. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 6 1/26/2012 9:44:19 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 7 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 2.3. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations on Convention Biological Diversity) Pada tahun 1992 akhirnya disepakati Convention on Biological Diversity (Konvensi Keanekaragaman Hayati selanjutnya disebut KKH) yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pada prinsipnya, KKH bertujuan untuk mengatur (1) pelestarian keanekaragaman hayati; (2) pemanfaatan berkelanjutan komponen-komponen keanekaragaman hayati; dan (3) pembagian keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan Sumber Daya Genetik secara adil dan merata. Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH) merupakan perjanjian internasional yang bersifat mengikat bagi para peserta perjanjian. Indonesia telah menandatangani Konvensi ini serta meratifikasinya melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994. Berdasarkan Pasal 8 (j) Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH) Indonesia berkewajiban untuk menghormati dan melindungi pengetahuan tradisional yang terkait dengan pemanfaatan berkelanjutan Keanekaragaman Hayati, termasuk mendorong pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan pengetahuan tradisional tersebut. Berdasarkan Konvensi ini lahirlah Protokol Nagoya. Salah satu tujuan Protokol Nagoya adalah mengatur akses atas pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik serta mengatur pembagian keuntungan yang adil dan merata yang timbul dari penggunaannya. 2.4. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia UU No. 39 tahun 1999 ini menjadi dasar pertimbangan utama dalam pengembangan kebijakan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 6 UU ini mengatur bahwa dalam rangka penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum masyarakat, dan Pemerintah. Selain itu, identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat juga dilindungi selaras dengan perkembangan zaman. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 7 1/26/2012 9:44:20 PM 8 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 2.5. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Undang-undang ini mengatur bahwa hutan adat adalah bagian dari hutan Negara. Pasal 67 Ayat (1) mengatur hak masyarakat hukum adat antara lain: a. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan; b. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan Hukum Adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan c. Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Penjelasan Pasal 67 Ayat (1) di atas menyatakan bahwa sebagai masyarakat hukum adat, diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeinschap); b. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya; c. Ada wilayah hukum adat yang jelas; d. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati; e. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 8 1/26/2012 9:44:21 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 9 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 2.6. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dalam UU No 32 Tahun 2004 mengatur mengenai sistim pemerintahan dan pembagian kewenangan sesuai dengan tingkat kewenangannya. UU ini juga memberikan pengaturan berkenaan kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan menetapkan keberadaan masyarakat hukum adat melalui Peraturan Daerah. UU ini mengatur kelembagaan masyarakat paling kecil sebagai Desa atau nama lainnya sebagai: Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 2 Ayat (9) undang-undang ini menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya pada bagian pemerintahan desa terkait dengan pemilihan kepala desa dinyatakan bahwa pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 203 Ayat (3). 2.7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan Pasal 6 undang-undang ini menyatakan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan Hukum Adat dan Kearifan Lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat. Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya alam sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 Ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dalam Peraturan Daerah/Perda setempat sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (3). 2.8. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) ICESCR yang disepakati di tahun 1966 merupakan salah satu instrumen mendasar dalam bidang HAM internasional atau juga dikenal dengan The International Bill of Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 9 1/26/2012 9:44:21 PM 10 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Rights, bersama-sama dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966. Berdasarkan Pasal 15 Ayat (1), setiap Negara peserta Kovenan mengakui hak setiap orang untuk berperan serta dalam kehidupan berbudaya, menikmati keuntungan kemajuan dan aplikasi ilmiah, dan memperoleh keuntungan dari perlindungan kepentingan material dan moral atas karya-karya ilmiah, sastra, dan seni yang diciptakan. Pengaturan dalam pasal ini perlu dibaca dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 15 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa langkah-langkah yang diambil untuk merealisasikan hak-hak sebagaimana diatur dalam Ayat (1) harus mencakup langkah-langkah yang diperlukan untuk pelestarian, pembangunan, dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 2.9. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-undang ini menggunakan istilah masyarakat adat untuk menyebut kelompok masyarakat pesisir yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Undang-undang ini dengan jelas mengakui eksistensi masyarakat adat dan melindungi hak-hak mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 61, bahkan kepada mereka diberikan hak pengusahaan perairan pesisir yang diatur dalam Pasal 18. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 10 1/26/2012 9:44:22 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 11 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 2.10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Undang-undang ini tidak mengatur secara khusus tentang masyarakat hukum adat tetapi mengatur ruang dalam rangka menjamin keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat. 2.11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU ini merupakan pedoman utama dalam pengembangan kebijakan kegiatan invetarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Tradisional terkait sumber daya genetik. Pasal 63 Ayat (1) huruf (t) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang: menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 63 Ayat (1) huruf t, Pasal 63 Ayat (2) huruf n, dan Pasal 63 Ayat (3) huruf k undang-undang ini menentukan bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur mengenai hak masyarakat termasuk masyarakat hukum adat. Pasal 65 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur bahwa: (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 11 1/26/2012 9:44:22 PM 12 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 juga mengatur mengenai kewajiban masyarakat, termasuk kewajiban masyarakat hukum adat terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 67 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur bahwa: Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 12 1/26/2012 9:44:23 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 13 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB III NILAI PENTING INVENTARISASI Negara Indonesia sangat membutuhkan sebuah pedoman kegiatan inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pedoman tata cara inventarisasi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal sangat penting bagi pemerintah di daerah dalam menjaga ekosistem di daerahnya. Oleh karena itu kebutuhan mendesak untuk membuat pedoman inventarisasi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup juga sangat dinanti oleh pemerintah di daerah. 3.1. Inventarisasi Pengertian inventarisasi dalam dokumen ini adalah suatu kegiatan untuk mendata tentang keberadaan komunitas-komunitas masyarakat hukum adat beserta hak-hak adat dan kearifan lokalnya. Keberadaan komunitas-komunitas tersebut di tingkat daerah ada yang sudah diakui oleh Peraturan Daerah (Perda) dan jenis peraturan lainnya (seperti SK Gubernur, SK Bupati/Walikota, dan sejenisnya). Namun lebih banyak keberadaaan komunitas masyarakat hukum adat yang belum dikuatkan dengan peraturan di tingkat daerah. Proses kegiatan mendata keberadaan masyarakat hukum adat, hak-hak adat dan kearifan lokalnya ini dilakukan melalui suatu urutan kerja tertentu yang sesuai dengan kaidah umum tentang proses pendataan secara ilmiah, partisipatif dan tidak bertentangan dengan hukum/peraturan yang berlaku. 3.2. Peraturan Nasional Pentingnya inventarisasi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ditegaskan dalam Pasal 63 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 13 1/26/2012 9:44:23 PM 14 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 3.3. Konvensi Internasional
Selain itu, dalam perkembangannya peningkatan peran indigenous and local communities serta pentingnya pengetahuan tradisional telah menjadi perhatian masyarakat Internasional di forum global. Pengetahuan tradisional sebagai bagian dari kearifan lokal telah menjadi bagian penting dari konvensi keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity) dan Protokol Nagoya tentang akses atas Sumber Daya Genetik dan pembagian keuntungan yang adil dan merata yang timbul dari penggunaan atas konvensi keanekaragaman hayati. Sumber Daya Genetik selalu mempunyai keterkaitan dengan pengetahuan tradisional tertentu, seperti manfaat tanaman obat untuk mengobati jenis penyakit tertentu yang telah dipraktekan oleh suatu komunitas masyarakat hukum adat. Selain itu Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik mengakui secara umum hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat, termasuk masyarakat hukum adat, yaitu hak untuk tidak didiskriminasi, hak atas kebudayaan dan hak untuk berpartisipasi, hak atas lingkungan yang sehat, hak atas tanah dan sumber daya alam diatur serta hak untuk menikmati cara hidup yang khas yang berhubungan dengan penggunaan tanah dan sumberdaya alam.
Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 14 1/26/2012 9:44:26 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 15 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Dalam rangaka menjalankan kewajiban internasional dan pengembangan kerta posisi Negara, Negara Indonesia memerlukan pedoman kegiatan inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan. 3.4. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pentingnya inventarisasi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal yang terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam konteks perencanaan pembangunan, mitigasi bencana, adaptasi maupun advokasi, ketahanan pangan, pelestarian air, kesehatan lingkungan, energi, kehutanan, pertanian, keanekaragaman hayati, farmasi, serta kaitannya dengan desentralisasi kewenangan pemerintahan. Hasil inventarisasi ini dapat mendokumentasikan berbagai jasa lingkungan (environmental services), termasuk untuk tata-air, tata-udara dan eko-wisata. Selain itu, kearifan lokal sangat penting untuk perencanaan pembangunan, termasuk mitigasi bencana pada suatu daerah. Hasil dari pengetahuan tradisional ini juga dapat dimanfaatakan oleh industri farmasi sebagai bahan dasar obat-obatan yang dikelola secara industri dengan tetap memperhatikan akses dan pembagian keuntungan yang adil dan merata. Oleh sebab itu, pemanfaatan pengetahuan tradisional untuk kepentingan yang bersifat industri ini menimbulkan implikasi terhadap pembagian keuntungan antara masyarakat yang mengampu pengetahuan tradisional ini dengan pihak yang mendapatkan keuntungan dari komersialisasi pengetahuan tersebut. Selain itu, pengetahuan tradisional dapat menjadi cara yang efisien untuk menemukenali kegunaan suatu produk biologis, karena para peneliti dapat menggunakan pengetahuan tradisional tersebut sebagai dasar-dasar analisis dari kegunaan produk biologis tersebut. 3.5. Membantu Pelaksanaan Akses dan Pembagian Keuntungan (Access and benefit Sharing) Dalam konteks pembagian keuntungan (benefit sharing), kearifan lokal bagi masyarakat hukum adat dapat dibagi kedalam dua klasifikasi, yaitu kearifan lokal yang mempunyai nilai ekonomis dan non ekonomis. Kedua klasifikasi tersebut perlu diinventarisasi, karena mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Dalam rejim hak kekayaan intelektual dan perdagangan internasional, inventarisasi terhadap kearifan lokal yang terkait dengan sumber daya genetik menjadi sangat penting, karena Indonesia adalah pusat sumber daya genetik, sementara teknologinya dimiliki oleh negara lain. Hal ini dapat membantu untuk menemukenali masyarakat hukum adat sebagai pemilik dari kearifan lokal yang mempunyai nilai ekonomi. Kearifan lokal yang non-ekonomis juga sangat penting untuk diinventarisasi. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 15 1/26/2012 9:44:26 PM 16 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Contoh Kearifan lokal yang mempunyai nilai ekonomis adalah kearifan lokal yang memiliki potensi atau sudah dilakukan kegiatan komersialisasi seperti pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan herbal untuk obat-obatan/farmasi dan jamu. Untuk kearifan lokal yang bersifat ekonomis, masyarakat hukum adat berhak mendapatkan pembagian keuntungan (benefit sharing) atas pemanfaatan kearifan lokal tersebut. Contoh kearifan lokal yang tidak mempunyai nilai non ekonomis adalah kearifan lokal yang bersifat rahasia (secret local wisdom/traditional knowledge) yang ditetapkan oleh masyarakat hukum adat pemilik kearifan lokal tersebut. Jenis kearifan lokal ini biasannya tidak diperkenankan untuk dibuka umum dan tidak digunakan untuk tujuan komersialisasi seperti mantera-mantera milik masyarakat hukum adat untuk penyembuhan dan obat- obatan tradisional tertentu yang hanya dipergunakan kalangan/komunitas tertentu dari Keraton Yogjakarta seperti Keluarga Hamengku Buwono/Mangku Negoro/Paku Buwono. Untuk kearifan lokal yang bersifat rahasia, akses terhadap kearifan lokal tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal (PADIA/PIC) dari masyarakat hukum adat pengampu kearifan lokal tersebut. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 16 1/26/2012 9:44:26 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 17 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB IV MASYARAKAT HUKUM ADAT Konsep masyarakat hukum adat digunakan secara resmi dalam per-undang-undang-an di Indonesia. Dalam UUD 1945 digunakan konsep masyarakat hukum adat. Namun terdapat istilah-istilah yang merujuk pada hal yang relatif sama dengan masyarakat hukum adat, yaitu masyarakat adat, masyarakat tradisional, hak-hak tradisional, komunitas adat terpencil, masyarakat tribal dan sebagainya. Penggunaan konsep masyarakat hukum adat di Indonesia mempunyai dasar hukum yang jelas, yaitu UUD 1945 dan beberapa undang-undang sektoral lainnya. Namun, apabila ada kelompok-kelompok seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi atau kalangan pers menggunakan istilah yang berbeda, namun dalam pedoman ini mempunyai arti yang sama dan perlu dihargai perbedaan istilah itu. 4.1. Definisi Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat didefinisikan sebagai Kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum (UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 butir 31). 4.2. Kriteria Masyarakat Hukum Adat Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka disusunlah empat kriteria untuk mengidentifikasi suatu komunitas masyarakat hukum adat. Kriteria itu adalah : 1. Kelompok masyarakat secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu; 2. Adanya ikatan pada asal usul leluhur; 3. Adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta; 4. Adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum adat. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 17 1/26/2012 9:44:26 PM 18 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 4.3. Indikator Masyarakat Hukum Adat Indikator masyarakat hukum adat adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan dari kriteria masyarakat hukum adat (lihat gambar.5). Oleh sebab itu, setiap kriteria memiliki beberapa indikator yang dibahas di bawah ini: 4.3.1. Indikator dari kriteria kelompok masyarakat secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu adalah: 1. Kesatuan sosial yang relatif homogen 2. Adanya wilayah adat 3. Adanya sistem simbol budaya yang khas yang dimiliki (bahasa, makanan, pakaian, arsitektur, mitos, sejarah, dsb). 4. Kepemilikan komunal dan sistem pengelolaan atas wilayah adat 4.3.2. Indikator dari kriteria adanya ikatan pada asal-usul leluhur adalah: 1. Adanya sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang mentradisi 2. Memiliki silsilah kekerabatan (tambo, tarombo, trah dan nama lain yang dikenal) Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 18 1/26/2012 9:44:27 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 19 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 4.3.3. Indikator dari kriteria adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup adalah: 1. Memiliki kearifan lokal dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Memiliki nilai-nilai kebersamaan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup konsep lokal untuk kategori/klasifikasi lingkungan 3. Sistem kalender tradisional yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam 4.3.4. Indikator dari kriteria adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum adat adalah: 1. Memiliki perangkat hukum adat 2. Memiliki sistem nilai yang dipedomani oleh anggota 3. Sistem kepemimpinan adat dan sistem pengambilan keputusan 4. Sistem nilai dan aturan yang mengatur solidaritas ekonomi dan sosial (misalnya lumbung komunal, kolam komunal) 5. Memiliki sistem mata-pencaharian tradisional terkait dengan potensi setempat Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 19 1/26/2012 9:44:28 PM 20 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Kelompok masyarakat secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu Indikator: 1. Kesatuan sosial yang relatif homogen 2. Adanya wilayah adat 3. Adanya sistem simbol budaya yang hhas yang dimiliki (bahasa, makanan, pakaian, arsitektur, mitos, sejarah, dsb 4. Kepemilikan komunal dan sistem pengelolaan atas wilayah adat Indikator: 1. Memiliki kearifan lokal dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Memiliki nilai-nilai kebersamaan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Konsep lokal untuk kategori/klasifikasi lingkungan 4. Sistem kalender tradisional yang terkait dengan pengelolaan SDA Indikator: 1. Memiliki perangkat hukum 2. Memiliki sistem nilai yang dipedomani oleh anggota 3. Sistem kepemimpinan adat dan sistem pengambilan keputusan (misalnya lumbung komunal, kolam komunal) 4. Memiliki sistem mata-pencaharian tradisional terkait dengan potensi setempat Indikator: 1. Adanya sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang mentradisi 2. Memiliki silsilah kekerabatan 2. Adanya ikatan pada asal usul leluhur 3. Adanya hubungan yang kuat dengan LH 4. Adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum adat
Kriteria Masyarakat Hukum Adat Gambar 2. Kriteria Masyarakat Hukum Adat Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 20 1/26/2012 9:44:28 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 21 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB V KEARIFAN LOKAL Konsep Kearifan Lokal (KL) atau dalam literatur asing disebut dengan local wisdom, atau sering disebut dengan nama lainnya, yaitu pengetahuan lokal (local knowledge), pengetahuan teknis masyarakat asli (indigenous technical knowledge), pengetahuan masyarakat asli (indigenous knowledge), modal sosial (social capital), pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan lebih khusus lagi kearifan lingkungan (ecological wisdom).
Pada umumnya, setiap masyarakat hukum adat memiliki keterkaitan dengan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional tertentu. Misalnya pengetahuan tradisional milik masyarakat hukum adat mengenai tanaman tertentu yang dapat mengobati beberapa jenis penyakit. Oleh karena itu, inventarisasi kearifan lokal dan pemanfaatan pengetahuan tradisional tertentu dapat bermanfaat bagi pelaksanaan pembagian keuntungan atas pemanfaatan pengetahuan tradisional khususnya terkait Sumber Daya Genetik (SDG). Sebagian besar ahli berpendapat bahwa Pengetahuan Tradisional (PT) tersebut memegang peranan penting dalam pengembangan suatu produk industri di bidang pangan, farmasi dan energy berbasis SDG. Kearifan lokal dianggap berperan penting dalam hal efisiensi identifikasi potensi sumber daya genetik; karena dengan berbekal pengetahuan tradisional, industri tidak perlu menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menilai potensi suatu sumber daya biologis tertentu. Beberapa contoh kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terdapat di beberapa daerah antara lain sebagai berikut: 1. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku). Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara hati- hati. 2. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak. 3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh aturan adat. 4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat, mengembangkan kearifan lingkungan Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 21 1/26/2012 9:44:29 PM 22 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi melalui penetapan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan. 5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh, Jawa Barat. Mengenal upacara tradisional, mitos, dan tabu, sehingga pemanfaatan hutan dilakukan dengan sangat hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat. 6. Perladangan berotasi komunitas-komunitas adat Orang Dayak di Kalimantan berhasil mengatasi permasalahan lahan yang tidak subur. 7. Lubuk larangan membuktikan terpeliharanya ekosistem sungai dan ikan di Tapanuli Selatan. 8. Hutan larangan di Madina (Mandailing Natal) menunjukkan terpeliharanya ekosistem hutan di area hutan larangan. 9. Masyarakat nelayan di kampung Batunderang Sulawesi Utara tentang pengetahuan yang mereka warisi tentang laut, ikan dan teknologi penangkapan ikan sederhana dan dengan sistem zona (maneke), dan upacara-upacara tradisional seperti upacara mangundang banua dan upacara tulude serta beragamnya pantangan saat melaut ternyata berdampak positif pada konservasi ekosistem laut. 10. Masyarakat Baduy yang bermukim di kawasan hutan gunung Keundeng, Banten Selatan yang mampu melakukan konservasi wilayahnya dengan membagi dalam zonasi-zonasi dan mampu mengkonservasi tidak kurang dari 89 varietas padi ladang secara tradisional. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 22 1/26/2012 9:44:30 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 23 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 5.1. Definisi Kearifan Lokal Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari (Pasal 1 butir 30 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) Di dalam Rancangan Undang Undang Tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional serta instrumen hukum internasional digunakan istilah Pengetahuan Tradisional. Dalam pedoman ini digunakan ruang lingkup bahwa pengetahuan tradisional merupakan bagian dari kearifan lokal sebagaimana dimaksud dalam UU 32 Tahun 2009. Pengetahuan tradisional adalah isi atau substansi dari pengetahuan yang dihasilkan dari aktivitas intelektual dalam konteks tradisional, termasuk pengetahuan teknis, keterampilan, inovasi, praktek, dan pembelajaran yang merupakan bagian dari sistem Pengetahuan Tradisional, dan pengetahuan yang mendasari gaya hidup dari masyarakat asli dan komunitas lokal, atau termuat dalam sistem pengetahuan terkodifikasi yang telah diturunkan dari generasi ke generasi, dan berkembang secara sinambung dalam interaksinya dengan lingkungan, kondisi geografis, dan faktor-faktor lainnya. Pengetahuan tradisional yang merupakan sistem pengetahuan, kemampuan, inovasi, praktek dan pembelajaran yang secara kolektif di kembangkan, dilindungi dan dilakukan secara turun temurun, dinamis atau hidup dalam konteks tradisional dalam masyarakat hukum adat tersebut. Konteks tradisional media adalah dimana pengetahuan tradisional tersebut dapat ditemukan baik dalam bentuk oral, tertulis ataupun bentuk lainnya. Obyek pengetahuan tradisional yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) dapat berwujud: 1. Pengetahuan teknis Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam konteks Tradisional 2. Keterampilan tradisional terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Inovasi terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam konteks Tradisional 4. Praktek-praktek tradisional terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5. Pembelajaran tradisional terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 6. Pengetahuan terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mendasari gaya hidup masyarakat asli atau komunitas lokal. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 23 1/26/2012 9:44:30 PM 24 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 5.2. Kriteria Kearifan Lokal Kriteria kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) terdiri dari: 1. Nilai-Nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat 2. Melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan berkelanjutan Kriteria Pengetahuan Tradisional (PT) terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Harry Alexander dan Miranda Risang Ayu, 2011), secara garis-besar, adalah: 1. Dihasilkan, direpresentasikan, dikembangkan, dilestarikan, dan ditransmisikan dalam konteks tradisional dan antargenerasional, 2. Secara nyata dapat dibedakan, atau diakui menurut kebiasaan, sebagai berasal dari suatu komunitas masyarakat hukum adat, yang melestarikan dan mentransmisikan Pengetahuan Tradisional (PT) tersebut dari generasi ke generasi, dan terus menggunakan dan mengembangkannya dalam konteks tradisional di dalam komunitas itu sendiri, 3. Merupakan bagian integral dari indentitas budaya suatu masyarakat hukum adat, yang dikenal dan diakui sebagai pemegang hak atas Pengetahuan Tradisional (PT) itu melalui aktivitas pemangkuan, penjagaan, pemilikan kolektif, maupun tanggung-jawab budaya. Kaitan antara Pengetahuan Tradisional (PT) dan pemangkunya ini dapat diungkapkan, baik secara formal atau informal, melalui praktek-praktek kebiasaan atau praktek-praktek tradisional, protokol, atau hukum nasional yang berlaku. 4. Diwariskan dari generasi ke generasi, meski pun pemakaiannya mungkin tidak terbatas lagi di dalam komunitas terkait saja. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 24 1/26/2012 9:44:30 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 25 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 5.3. Indikator Kearifan Lokal yang Terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Indikator adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan dari dua kriteria tentang kearifan lokal yang terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Untuk lebih jelasnya lihat gambar.3. Oleh sebab itu, setiap kriteria memiliki beberapa indikator yang dibahas di bawah ini: 5.3.1. Indikator dari kriteria nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat, terdiri dari: 1. Sistem pengetahuan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Sikap dan perilaku yang mendukung Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Pengetahuan dan kegiatan-kegiatan nyata yang terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 4. Ingatan kolektif masyarakat (social memory) yang berkaitan dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5.3.2. Indikator dari kriteria melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan berkelanjutan, terdiri dari: 1. Perlindungan, pengawetan dan perawatan Lingkungan Hidup. 2. Rekognisi/pengakuan. 3. Revitalisasi dan penguatan. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 25 1/26/2012 9:44:31 PM 26 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Kearifan Lokal Nilai- nilai Luhur PPLH Sistem Pengetahuan Sikap dan Perilaku Pengetahuan dan Kegiatan PPLH Ingatan Kolektif PPLH Rekognisi Revitalisasi 5.4. Karakteristik Kearifan Lokal atau Pengetahuan Tradisional Beberapa karakteristik kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dari masyarakat hukum adat, antara lain: 1. Adanya keterkaitan dengan budaya atau masyarakat tertentu; 2. Jangka waktu penciptaan dan pengembangan yang cukup lama, biasanya melalui tradisi lisan; 3. Bersifat dinamis (dynamic) dan senantiasa berubah seiring waktu dan perubahan kondisi alam; 4. Terdapat dalam bentuk yang terulis/terkodifikasi maupun tidak tertulis/tidak terkodifikasi seperti bentuk tutur kata, mitos dan bentuk lainnya (folklore); 5. Disampaikan secara turun temurun dari generasi ke generasi (inter-generation) 6. Bersifat lokal dan seringkali diungkapkan dalam bahasa setempat; 7. Diciptakan melalui proses yang unik dan kreatif seperti lahir dari mimpi, kepercayaan/religi dan akibat bencana alam; dan 8. Seringkali sulit untuk dapat mengidentifikasi pencipta asalnya. Gambar 3. Kearifan Lokal Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 26 1/26/2012 9:44:31 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 27 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB VI HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT Hak masyarakat hukum adat perlu dilakukan inventarisasi dan mendapatkan perlindungan. Masyarakat hukum adat mendapatkan perlindungan sebagaimana yang didapatkan masyarakat secara umum dalam Pasal 65 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Masyarakat hukum adat setidaknya memiliki beberapa hak terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup: 1. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 2. Hak atas kearifan lokal dan pengetahuan tradisional terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 3. Hak atas pemberian atau keberatan dalam memberikan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal/PADIA (Prior Informed Consent) 4. Hak atas pendidikan lingkungan hidup 5. Hak atas akses informasi 6. Hak atas akses partisipasi 7. Hak atas akses keadilan 8. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, mengajukan usul dan/atau keberatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 9. Hak untuk melakukan pengaduan dan mendapatkan kompensasi akibat pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup 10. Hak atas lingkungan hidup lainnya yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia Hak masyarakat hukum adat ditegaskan dalam Pasal 65 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur bahwa: (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 27 1/26/2012 9:44:32 PM 28 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 juga mengatur mengenai kewajiban masyarakat, termasuk kewajiban masyarakat hukum adat terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 67 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur bahwa: Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 28 1/26/2012 9:44:32 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 29 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB VII KELEMBAGAAN Undang Undang Dasar 1945 menjamin perlindungan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam hal kearifan lokal, Negara dapat bertindak sebagai Custodian atau pengampu dari kearifan lokal. Dalam konteks ini: 1. Hak penguasaan dipegang oleh Negara. 2. Hak pengelolaan dipegang oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan lembaga berwenang terkait.
Selain itu, Pasal 3 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA menegaskan pengakuan hak ulayat dan hak-hak yang serupa yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Selain itu, Pasal 5 UUPA juga menyatakan bahwa hukum yang berlaku ialah hukum adat. Secara umum hukum adat mengatur bahwa sumber daya alam dimiliki oleh masyarakat secara komunal. Penunjukan dan pembentukan kelembagaan dibutuhkan dalam rangka menjalankan kegiatan inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlindungan. Hal ini untuk memastikan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dapat berjalan secara efektif. Kelembagaan kegiatan inventarisasi masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, adalah: 7.1. Tim Verifikasi a. Penunjukan atau pembentukan Tim Verifikasi dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi, dalam instansi yang terkait dengan lingkungan hidup Pemerintahan Provinsi setempat seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati atau Walikota; b. Anggota Tim Verifikasi, Pemantauan dan Evaluasi meliputi unsur: multi sektor terkait, akademisi baik pergururan tinggi negeri maupun swasta (ahli antropologi dan hukum adat), pemangku masyarakat adat, organisasi penggiat masyarakat hukum adat, Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 29 1/26/2012 9:44:32 PM 30 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP dan instansi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di tingkat provinsi. Sedangkan jumlah anggota tim adalah gasal, yang dapat ditentukan misalnya 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang; 7.2. Lembaga Pengaturan Menegaskan kewenangan Kepala Daerah dan DPRD untuk melakukan pengaturan melalui Peraturan Daerah dalam proses terkait kegiatan invetarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam hal pelaksanaan dan pengaturan lebih lanjut dari UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dapat menjadi regulator atau lembaga pengatur pelaksanaan kegiatan invetarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 7.3. Lembaga Pendanaan Kegiatan invetarisasi masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang Terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan adanya dana. Maka sudah logis perlu adanya lembaga pendanaan, maka yang perlu dirumuskan dalam peraturan ini adalah bahwa sumber dana untuk pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh masyarakat hukum adat, dapat berasal dari: 1) APBN; 2) APBD Provinsi; dan atau; 3) Sumber lainnya yang tidak mengikat. 7.4. Balai Kliring Setidaknya ada beberapa lembaga lain yang dapat dibentuk atau ditunjuk dalam rangka pelaksanaan kegiatan invetarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus ditunjuk atau dibentuk antara lain: Balai Kliring untuk membagi informasi melalui Balai Kliring (Clearing House) untuk melakukan pertukaran informasi mengenai masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 30 1/26/2012 9:44:32 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 31 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP v hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Balai Kliring dibentuk melalui pengelolaan pangkalan data (database) inventarisasi yang dikelola secara terintegrasi baik berbentuk web base (portal) atau bentuk lainnya. Rencana kedepannya, Pusat Pangkalan data berada di kantor KLH (Asisten Deputi Datin), sedangkan metadata dan pengunduh data tersebut dapat dilakukan di PPE dan pemerintah provinsi. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 4. Gambar 4. Kelembagaan Inventarisasi Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 31 1/26/2012 9:44:32 PM 32 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB VIII TAHAPAN INVENTARISASI Jumlah komunitas masyarakat hukum adat berbeda satu provinsi dengan provinsi lainnya. Oleh sebab itu, pada wilayah provinsi yang jumlah komunitas masyarakat hukum adatnya tidak banyak, inventarisasinya mungkin akan selesai pada satu tahun anggaran. Namun, di wilayah provinsi lainnya, inventarisasi ini perlu dilakukan untuk beberapa tahun anggaran. Dalam proses tahapan inventarisasi, kelembagaan kegiatan inventarisasi masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik di tingkat Provinsi dan Nasional perlu melakukan koordinasi khususnya bersama kelembagaan yang berwenang di tingkat masyarakat hukum adat. Komponen prosedural dalam melakukan inventarisasi: 1. Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal kepada masyarakat hukum adat terkait (PADIA/ Prior informed consent) Tim inventarisasi adalah tim verifikasi. Sebelum memulai kegiatannya bertemu dengan perwakilan komunitas masyarakat hukum adat, menerangkan maksud dan tujuan kegiatan secara jelas, rinci dan menggunakan bahasa yang dipahami oleh perwakilan tersebut. Selain maksud dan tujuan, metodologi yang akan digunakan juga diberitahukan kepada perwakilan. Setelah memahami maksud dan tujuan kegiatan, kemudian perwakilan masyarakat hukum adat menandatangani dokumen tentang persetujuan kegiatan tersebut. 2. Penyebarluasan informasi tentang permohonan tersebut Tim inventarisasi mengumumkan kepada masyarakat disekitar lokasi kawasan kelola adat tentang adanya permohonan dari suatu komunitas masyarakat hukum adat untuk diinventarisasi tentang keberadaannya sebagai masyarakat hukum adat dan juga status kearifan lokalnya. Pengumuman dapat dilakukan melalui papan pengumuman pemerintah, penggunaan koran lokal maupun radio/komunitas. 3. Proses yang sah berdasarkan hukum yang berlaku Tahapan-tahapan inventarisasi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang/ peraturan lainnya yang ada pada tingkat pusat maupun propinsi 4. Jangka waktu dan tenggat waktu yang sepantasnya Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 32 1/26/2012 9:44:33 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 33 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Studi Pustaka In Situ/Field Assesment Verifkasi Dokumentasi Pengembangan Basis Data Evaluasi - Menelusuri bukti-bukti yang relevan - Validasi berdasarkan kriteria dan indikator Tahapan Melakukan Inventarisasi Masyarakat Hu- kum Adat dan Kearifan Lokal yang Terkait Perlindun- gan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup - Pengamatan / Observasi - Focus Group Discussion (FGD) - Wawancara - Dokumentasi informasi - Basis Data Informasi - Dokumentasi perlindungan defensif - Evaluasi berdasarkan tahapan inventarisasi (prosedural) - Evaluasi substansi berdasarkan kriteria dan indikator Jangka waktu inventarisasi disesuaikan berdasarkan kesepakatan antara perwakilan masyarakat hukum adat, tim inventarisasi dan pemerintah propinsi paling lama dalam waktu 6 bulan, dari mulai PADIA hingga pelaporan. 5. Spesifikasi kegiatan inventarisasi Langkah-langkah kegiatan inventarisasi harus disepakati antara tim, perwakilan masyarakat hukum adat dan pemerintah propinsi 6. Perolehan izin dan kesepakatan bersama, jika dimungkinkan Berbagai perijinan yang terkait dengan pengelolaan SDA dalam wilayah kelola adat, dan kesepakatan-kesepakatan lain tentang pengelolaan harus dipertimbangkan. 7. Proses konsultasi dengan masyarakat hukum adat terkait Proses konsultasi harus dilakukan secara terus-menerus dan tripartit antara tim invenarisasi, masyarakat hukum adat dab pemerintah propinsi. 8. Prosedur lainnya yang sesuai dengan hukum adat yang berlaku Inventarisasi harus menyesuaikan dengan tradisi yang berlaku dalam masyarakat hukum adat tersebut dan menghormati tradisi tersebut. Berkaitan komponen substansi terkait dengan tahapan untuk melakukan inventarisasi, terdapat enam langkah (untuk lebih jelasnya lihat gambar.5) yaitu : 1. Studi pustaka (desk review) 2. In situ (field assessment) 3. Verifikasi 4. Dokumentasi 5. Pengembangan basis data 6. Evaluasi. Gambar 5. Tahapan Inventariasasi Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 33 1/26/2012 9:44:33 PM 34 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 8.1. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan kegiatan penelusuran bukti-bukti tertulis yang relevan dengan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal. Banyak kegiatan studi lapangan maupun sari kepustakaan mengenai keberadaan masyarakat hukum telah dilakukan di Indonesia. Studi-studi pada jaman kolonial Belanda disebut dengan Indologie. Kemudian pada masa kemerdekaan hingga sekarang berbagai studi telah dilakukan. Biasanya studi- studi dilakukan oleh perguruan tinggi maupun departemen/kementerian pemerintah. Apabila di daerah mempunyai pakar-pakar yang mempunyai akses terhadap bahasa Belanda, maka arsip-arsip dari pemerintah Kolonial menjadi sumber penting tentang keberadaan masyarakat hukum adat. Beberapa sumber informasi yang dapat digunakan antara lain : 1. Laporan Serah Terima Jabatan Pejabat colonial Belanda pada tingkat Distrik 2. Sensus pada Jaman Belanda (Volkstelling) terakhir tahun 1930 3. Ensiklopedia Suku Bangsa Indonesia 4. Data Etnis Suku bangsa di Indonesia 5. Daftar anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) 6. Peta Komunitas Adat Terpencil Departemen Sosial 7. Pemetaan Kementerian Daerah Tertinggal 8. Pemetaaan bahasa Summer Institute of Linguistic (SIL) 9. Hasil Penelitian LIPI dan lembaga perguruan tinggi lainnya. 8.2. In situ (field assessment) In situ atau field assessment dilakukan melalui kegiatan pengamatan atau observasi, diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dan wawancara. Wawancara merupakan kegiatan melakukan tatap muka dan komunikasi dengan informan kunci atau tokoh masyarakat yang terkait dengan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal. Untuk lebih jelasnya, lihat gambar 6. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 34 1/26/2012 9:44:33 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 35 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Gambar 6. Jenis Inventarisasi Metode interview untuk mengetahui informasi terkait masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat dapat dilakukan melalui: 1. Wawancara Kelembagaan dengan menggunakan pedoman wawancara 2. Wawancara mendalam (In-depth interview). Informan wawancara dalam invetarisasi masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat antara lain: 1. Ketua Lembaga Adat 2. Anggota masyarakat hukum adat terkait 3. Komunitas masyarakat hukum adat yang berdampingan 4. Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi 5. Organisasi Non Pemerintah/Lembaga Swadaya Masyarakat bidang lingkungan yang peduli masyarakat hukum adat dan kearifan lokal 6. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) khususnya yang mewakili masyarakat hukum adat 7. Kelembagaan Pemerintah Daerah (SKPD) terkait masyarakat hukum adat dan kearifan lokal 8. Kelembagaan lingkungan di daerah (BLH) terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 9. Kelembagaan Pemerintah Pusat yang berada di daerah seperti Unit Pelaksana Teknis, Pusat Pengelolaan Ekoregion KLH, Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 35 1/26/2012 9:44:33 PM 36 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 8.3. Verifikasi Kegiatan verifikasi merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk melakukan validasi invetarisasi keberadaan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal, yang kemudian akan digunakan untuk menentukan status masyarakat hukum adat tersebut. Kegiatan verifikasi dilakukan menggunakan indikator dan kriteria yang ditetapkan dalam pedoman ini. Kegiatan ini melibatkan Tim Verifikasi, pemerintah provinsi setempat dan pemangku kepentingan lainnya. Verifikasi berdasarkan indikator dan kriteria biasanya menggunakan analisis data dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini memaknai informasi yang dihimpun berdasarkan studi pustaka dan in-situ. Prosesnya dimulai dari mengumpulkan informasi dan instrumen yang telah diisi dari lapangan, dan kemudian dicermati aspek-aspek dan karakteristik informasinya. Selanjutnya dipilah menurut aspek-aspek dan diberikan interpretasi pada setiap aspek tersebut sesuai dengan tujuan kegiatan inventarisasi yang telah ditetapkan. 8.4. Dokumentasi Kegiatan dokumentasi berfungsi sebagai pengumpulan informasi awal mengenai keberadaaan masyarakat hukum adat dan berbagai kearifan lokal masyarakat hukum adat. Oleh sebab itu hasil studi dokumentasi ini perlu dilakukan verifikasi pada tingkat lapangan. Terutama sumber informasi kepustakaan yang tahun terbitnya sudah sangat lama, sehingga perubahan besar kemungkinan terjadi pada komunitas itu. Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 36 1/26/2012 9:44:36 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 37 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 8.5. Pengembangan Basis Data Kegiatan pengembangan basis data merupakan tindak lanjut dari kegiatan inventarisasi dalam rangka upaya pengelolaan informasi dan perlindungan defensif terkait keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan pengetahuan tradisional dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Basis data yang dikembangkan untuk perlindungan defensif mencakup obyek data berupa manuskrip, peta wilayah kearifan, foto, video, audio, dan bentuk lainnya yang terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan ini perlu ditunjang keilmuan pendukung serta keahlian Teknologi Informasi yang berkaitan dengan pendataan masyarakat hukum adat dan berbagai kearifan lokal masyarakat hukum adat. Pemetaan partisipatif wilayah masyarakat hukum adat dan kearifan lokal juga penting dalam proses pengembanan basis data. Semua upaya pembentukan basis data perlu diintegrasikan baik di tingkat pemerintah maupun di tingkat pemerintah daerah. Integrasi pendataan secara nasional menjadi penting, karena hanya data yang tersistematisasi, terintegrasi, dan jelas formatnya berdasarkan peruntukan tertentu, yang dapat digunakan sebagai modal perlindungan defensif masyarakat hukum adat dan berbagai kearifan lokal masyarakat hukum adat, melawan eksploitasi pihak asing melalui registrasi Hak Kekayaan Intelektual, yang dilakukan tanpa memperhatikan PADIA, ijin akses, kesepakatan bersama, dan pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi komunitas sumber dan negara asalnya. Informasi tersebut di atas dapat dijadikan dasar pembentukan kerja sama antar sektor pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, pertambangan dan pariwisata di tingkat pemerintah daerah, pemerintah dan internasional 8.6. Evaluasi Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah semua tahapan kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana dan hasil yang dicapai telah sesuai tujuan yang diharapkan. Kegiatan evaluasi ini bermanfaat untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan invetarisasi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal agar sasuai dengan yang telah direncanakan. Kegiatan inventarisasi sebaiknya dilakukan secara partisipatif dengan dipimpin kelembagaan daerah yang bertanggung jawab dengan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah. Apabila tahapan inventarisasi sudah dilakukan secara baik dan benar oleh tim verifikasi, tahapan selanjutnya dilakukan pengkajian apakah masyarakat hukum adat tersebut memenuhi kriteria masyarakat hukum adat, kriteria kearifan lokal dan kriteria Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 37 1/26/2012 9:44:36 PM 38 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Sosialisasi Pedoman Inventarisasi Inventaris Masyarakat Hukum Adat : 1. In situ/field assessment 2. Verifikasi 3. Dokumentasi 4. Pengembangan basis data 5. Evaluasi Kriteria Masyarakat Hukum Adat : 1. Kelompok masyarakat turun menurun 2. Adanya ikatan pada asal leluhur 3. Adanya hubungan kuat dengan LH 4. Adanya sistem nilai pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum adat. Kriteria Kearifan lokal : 1. Nilai-nilai yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat 2. Melindungi dan mengelola LH secara lestari dan ber- kelanjutan Kriteria Pengetahuan Tradisional : a. Adanya keterkaitan dengan budaya dan masyarakat tertentu b. Jangka waktu penciptaan dan pengembangan cukup lama, biasanya melalui tradisi lisan. c. Bersifat dinamis dan senantiasa berubah seiring berjalannya waktu d. Terdapat dalam bentuk yang terkodifikasi/tidak e. Disampaikan secara turun temurun dari generasi ke generasi f. Bersifat lokal dan diungkapkan dalam bahasa lokal g. Diciptakan dalam proses yang unik dan kreatif h. Seringkali sulit untuk mengidentifikasi pencipta Pembentukan tim verifkasi Masyarakat Hukum Adat, Kearifan lokal, Hak Masyarakat Hukum Adat Inventarisasi Verifkasi sesuai kriteria Perlindungan Defensif Database Tidak sesuai kriteria Informasi Publikasi
KETERANGAN pengetahuan tradisional. Apabila semua kriteria sudah terpenuhi, maka masyarakat hukum adat tersebut diusulkan oleh tim verifikasi untuk diakui keberadaannya dan selanjutnya diberikan haknya. Untuk lebih jelas lihat gambar 7. Gambar 7. Alur Tahapan Inventarisasi Masyarakat Hukum Adat, Kearifan Lokal dan Hak Masyarakat Hukum Adat yang Terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 38 1/26/2012 9:44:37 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia 39 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB IX PENUTUP Pedoman inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup disusun untuk memberikan panduan acuan untuk mendorong pemerintah provinsi melaksanakan inventarisasi sesuai amanat Pasal 18 B Amandemen UUD 1945 dan Pasal 63 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Diharapkan dukungan para pihak untuk membantu dalam semua tahapan pelaksanaan kegiatan: 1. Pelaksanaan sosialiasi di tingkat provinsi 2. Pembentukan kelembagaan 3. Studi pustaka (desk review) 4. In situ/field assessment 5. Verifikasi 6. Dokumentasi 7. Pengembangan basis data 8. Evaluasi Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 39 1/26/2012 9:44:37 PM 40 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 40 1/26/2012 9:44:38 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Lampiran 41 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 1. CONTOH PENDATAAN MODEL KEARIFAN LOKAL TERKAIT PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (PPLH) 1. Kearifan Lokal Pemanfaatan Jarak (Ricinus communis) sebagai obat tradisional keluarga Komunitas Masyarakat Hukum Adat : Masyarakat Hukum Adat Alas Wilayah Adat : Kutacane Sebaran : NAD Kawasan SDG : Kawasan Ekosistim Leuser Bagian SDG digunakan : Biji, akar, daun dan minyak dari bijinya dari Jarak (Ricinus communis) Karakter SDG : Biji rasa manis, pedas dan netral. Biji segar sangat beracun Morfologi SDG : Tumbuhan setahun, batang bulat licin, berongga, berbuku buku jelas dengan tanda bekas tangkai daun yang lepas, warna hijau berserabut merah tengguli. Daun tunggal, tumbuh berseling, bentuk daun bulat, tepi bergerigi, warna daun dipermukaan atas hijau tua permukaan bawah hijau muda (ada varietas warna merah). Tangkai daun panjang, berwarna merah tengguli, daun bertulang menjari. Bunga majemuk, berwarna kuning oranye, berkelamin satu. Buahnya bulat berkumpul dalam tandan. Buah kendaga, dengan 3 ruangan, setiap ruangan berisi satu biji. Buah mempunyai duri duri lunak, berwarna hijau muda dengan rambut merah. Kearifan Lokal Terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam pemanfaatan : a. Pengetahuan tradisional mengolah Biji sehingga dapat digunakan untuk mengobati koreng, prolapsus uterus dan rectum, kesulitan melahirkan dan retensi plasenta, kelumpuhan otot wajah. b. Pengetahuan tradisional mengolah daun sehingga dapat digunakan untuk mengobati bengkak, hernia, koreng. c. Pengetahuan tradisional mengolah getah sehingga dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi. d. Pengetahuan tradisional dalam pembuatan obat tradisional keluarga dapat menjadi anti radang, pencahar, koreksi prolaps, anti neoplastik, menghilangkan racun. Akar bersifat penenang, anti rematik. Sistim Kepemilikan : Individul atau Kolektif Pemegang/Pemilik KL : Masyarakat Hukum Adat Alas Wilayah Penerima Manfaat : Kutacane, AcehTenggara Sifat KL : Rahasia, di domain publik atau dikelola Masyarakat Hukum Adat Pemanfaatan KL : Belum dimanfaatkan secara komersial Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 41 1/26/2012 9:44:38 PM Lampiran 42 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP F O R M U L I R
I S I A N
K O M U N I T A S
M A S Y A R A K A T
H U K U M
A D A T L a m p i r a n
2 . N o K o m u n i t a s M a s y a r a k a t
H u k u m
A d a t K e l e m b a g a a n
A d a t D a s a r
H u k u m ( j i k a
a d a ) W i l a y a h
A d a t S i m b o l
B u d a y a K e a r i f a n
L o k a l S i s t i m
K e p e m i l i k a n
K L P e n e r i m a
M a n f a a t K L
( j i k a
d i m u n g k i n k a n ) S t a t u s F u n g s i 1 D i i s i
n a m a
k o m u n i t a s
M a s y a r a k a t
H u k u m
A d a t
y a n g
m e m i l i k i
k r i t e r i a
s e s u a i
p a n d u a n
d a l a m
p e d o m a n
y a i t u :
K e l o m p o k
m a s y a r a k a t
y a n g
m e m e n u h i
k r i t e r i a
M a s y a r a k a t
H u k u m
A d a t . N a m a
a t a u
p e m b e r i a n
i d e n t i t a s
a t a s
o r g a n i s a s i
s o s i a l
y a n g
m e n t r a d i s i
y a n g
m e n g a d m i n i s t r a s i
h a k
k o l e k t i f . D a p a t
d i i s i
d e n g a n
i n s t r u m e n t
h u k u m
y a n g
m e n g a t u r
a t a u p u n
t e r k a i t
d e n g a n
M a s y a r a k a t
H u k u m
A d a t
d a n
K L
s e p e r t i
P e r d a ,
P e r a t u r a n
K e p a l a
D a e r a h ,
K a l p a t a r u
( p u s a t ) ,
d s t . S t a t u s
h u k u m
k a w a s a n
y a n g
m e n j a d i
w i l a y a h
a d a t
s e p e r t i
H u t a n
A d a t F u n g s i
k a w a s a n
y a n g
m e n j a d i
w i l a y a h
a d a t
s e p e r t i
f u n g s i
L i n d u n g D a p a t
d i i s i
d e n g a n
n a m a
b a h a s a ,
m a k a n a n ,
p a k a i a n ,
a r s i t e k t u r ,
d a n
m i t o s ,
s e j a r a h ,
d s b D i
i s i
k e a r i f a n
l o k a l
a t a u
p e n g e t a h u a n
t r a d i s i o n a l
y a n g
m e r u p a k a n
s i s t i m
p e n g e t a h u a n ,
k e m a m p u a n ,
i n o v a s i ,
p r a k t e k
d a n
p e m b e l a j a r a n
y a n g
s e c a r a
k o l e k t i f
d i
k e m b a n g k a n ,
d i l i n d u n g i
d a n
d i l a k u k a n
s e c a r a
t u r u n
t e m u r u n
d a l a m
k o n t e k s
t r a d i s i o n a l
d a l a m
M a s y a r a k a t
H u k u m
A d a t
t e r s e b u t
t e r k a i t
P e r l i n d u n g a n
d a n
P e n g e l o l a a n
L i n g k u n g a n
H i d u p K o l e k t i f
a t a u
i n d i v i d u a l
a t a u
g a b u n g a n K o l o m
i n i
d i i s i
M a s y a r a k a t
H u k u m
A d a t
p e m i l i k
K L
y a n g
a k a n
m e n e r i m a
k e u t u n g a n
a t a s
p e m a n f a a t a n
K L
Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 42 1/26/2012 9:44:38 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Lampiran 43 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP L a m p i r a n
3 . N o J e n i s
I n f o r m a s i S u m b e r T a n g g a l
d i p e r o l e h D i t e r i m a
O l e h
T a n g g a l
D i t e r i m a 1 P u s t a k a ,
B a h a n
s e k u n d e r T e m p a t
a t a u
o r a n g
d i p e r o l e h
i n f o r m a s i
t e r s e b u t F O R M
I N F O R M A S I Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 43 1/26/2012 9:44:38 PM Lampiran 44 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOMUNITAS MASYARAKAT HUKUM ADAT : ... WILAYAH ADAT : .... KECAMATAN/KABUPATEN/KOTA/PROPINSI : ... Nomor : ... Lampiran : x (x) berkas Perihal : Berita Acara Hasil Kegiatan Inventarisasi Pada hari ini . tanggal ., bulan ., tahun .., kelompok tugas verifikasi kegiatan inventarisasi masyarakat hukum adat, kerifan lokal dan hak-hak tradisionalnya telah melakukan kegiatan inventarisasi pada komunitas masyarakat hukum adat: ., di wilayah adat , di Kecamatan/ Kabupaten/Kota/Propinsi .., dan telah disepahami data dalam formulir utama sebagaimana terlampir. Demikian Berita Acara ini dibuat untuk menjadi bahan inventarisasi dan kegiatan selanjutnya. ., (SKPD sesuai kewenangannya) (Ketua Tim Verifikasi) LAMPIRAN 4. BERITA ACARA KEGIATAN INVENTARISASI MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL DAN HAK HAK TRADISIONAL TERKAIT PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (Ketua Lembaga Adat) Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 44 1/26/2012 9:44:38 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Lampiran 45 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Kriteria/Indikator Penjelasan Contoh Kriteria : Kelompok masyarakat secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu. Kesatuan sosial yang relatif homogen Kesatuan sosial dapat diartikan kesatuan tempat tinggal setingkat wilayah kampung, desa maupun wilayah yang lebih besar dari itu. Homogen artinya tingkat perbedaan etnis dan keturunan yang relatif rendah karena berasal dari sejarah keturunan yang sama Masyarakat Baduy di Desa Kanekes wilayahnya setingkat desa dan merasa mempunyai faktor sejarah keturunan yang sama, walaupun didalamnya terdapat pembagian Baduy Dalam dan Baduy Luar Adanya wilayah adat Wilayah adat dapat berupa wilayah permukiman, hutan, wilayah suci (kuburan, dsb) dan wilayah mata pencaharian (perladangan, wilayah pesisir) Misalanya masyarakat kasepuhan di Banten Selatan membagi hutannya berdasarkan zonasi hutan titipan (dari nenek moyang mereka). Masyarakat Dayak Ngaju mengenal Kaleka. Adanya sistem simbol budaya yang khas yang dimiliki Simbol budaya dapat berupa bahasa yang khas yang berbeda dari bahasa mayoritas disekitarnya. Mempunyai baju khas yang berbeda dari pakaian masyarakat sekitarnya. Mempunyai rumah adat. Namun demikian, belum tentu Masyarakat Hukum Adat masih menggunakan simbol-simbol tersebut. Bahasa Baduy berbeda dengan bahasa sunda umumnya. Pakaian khas orang Kajang di Bulukumba khas berbeda dnegan masyarakat Buguis lainnya. Rumah orang-orang Kampung Naga berbeda dari orang-orang sunda disekitarnya. LAMPIRAN 5. PENJELASAN TENTANG INDIKATOR MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN KEARIFAN LOKAL Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 45 1/26/2012 9:44:38 PM Lampiran 46 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Kepemilikan komunal dan sistem pengelolaan atas wilayah adat Kepemilikan komunal artinya adanya wilayah-wilayah tertentu atau semua bagian dari wilayah adatnya dapat digunakan untuk kepentingan komunal, dan setiap penggunaannya memerlukan ijin dari masyarakat atau perwakilan adat. Sistem liliuran atau bekerja bersama mengerjakan sawah komunal pada masyarakat kasepuhan. Kriteria : Adanya asal-usul leluhur Adanya sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang mentradisi Sistem kekerabatan berkaitan dengan pengaturan hubungan perkawinan, konsep keluarga batih dan keluarga luas. Sedangka organisasi sosial menyangkut pengaturan yang ada dalam masyarakat tersebut, termasuk organisasi adat Dalam prakteknya, dalam kehidupan masyarakat adat sudah banyak yang hidup dalam keluarga inti. Isa-eak, merupakan pengaturan perkawinan pada masyarakat Dani di Lembah Balim, yaitu mengatur klen mana saja yang boleh dan tidak boleh menikah. Keluarga dalamsilimo merupakan keluarga luas yang hidup dalam kompleks rumah sili, yang terdiri dari satu rumah laki-laki dan bebertapa rumah perempuan. Memiliki silsilah kekerabatan Bagan hubungan yang memperlihatkan asal-suatu kelaurga dalam masyarakat yang menentukan status dan peranannya di masyarakat. Tambo, Silsilah Keluarga Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 46 1/26/2012 9:44:38 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Lampiran 47 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Kriteria : Hubungan yang Kuat dengan Lingkungan Hidup Memiliki kearifan lokal dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lihat bagian mengenai kea- rifan lokal Lihat bagian mengenai kearifan lokal Memiliki nilai-nilai keber- samaan dalam Perlind- ungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pemanfaaatan sumber daya alam pada tingkat keluarga dan masyarakat yang cukup untuk kebutuhan keluarga dan masyarakat. Pengolahan lahan secara bersama-sama dan hasilnya untuk kepentingan keluarga dan komunitas saja. Konsep lokal untuk kate- gori/klasifkasi lingkungan Penggunaan bahasa lokal yang terkait dengan kategori dan fungsi dalam pemanfaatan sumber daya alam. Kategori hutan berdasarkan fungsi hutan secara tradisional, seperti hutan titipan, hutan tutupan, hutan penggembalaan, lubuk larangan, kawasan hutan bakau untuk pemijahan ikan dsb Sistem kalender tradis- ional yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam Penangggalan dengan menggunakan pedoman alam, seperti bintang, arah dan kecepatan angin, perilaku hewan tertentu, kondisi tanaman/pohon tertentu. Termasuk juga kalender lokal yang tidak menggunakan penanggalan tahun masehi maupuh hijriyah. Penggunaan petunjuk bintang kerti dan bintang waluku yang terkait dengan pekerjaan di ladang. Penggunaan tahun kasa pada masyarakat Baduy yang mengatur aktivitas perladangan. Keberadaan cacing wewak pada masyarakat Sasak Lombok menandai musim tertentu. Kriteria : Adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum adat Memiliki perangkat hukum adat Hukum adat merupakan peraturan yang bersifat tertulis maupun lisan, tetapi mempunyai sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut. Pengaturan hukum adat bagi pelanggar sasi di Maluku yang melibatkan kepala adat dan masyarakatnya. Suatu peraturan hukum adat mempunyai komponen peraturan, sanksi dan organisasi yang melakukan pengaturan terhadap aturan dan sanksi -sanksi tersebut Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 47 1/26/2012 9:44:39 PM Lampiran 48 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Memiliki sistem nilai yang dipedomani oleh anggota Sistem nilai menyangkut aturan-aturan yang digunakan dalam keseharian Masyarakat Hukum Adat yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dengan kepemimpinan adat, masyarakat dengan Tuhan (aspek religi), masyarakat dengan pengelolaan sumber daya alam. Sistem nilai tidak memberikan pedoman tindakan keseharian, namun tidak mengatur sanksi speerti dalam hukum adat Tata cara ritual yang dilakukan oleh masyarakat, termasuk doa-doa, cara menyembah, cara memperlakukan tempat keramat. Tata cara berkomunikasi antara masyarakat dengan pemimpin adat Sistem nilai dan aturan yang mengatur solidaritas ekonomi dan sosial Aturan-aturan setempat yang bertujuan untuk mengatur penggunaan sumber daya untuk kepentingan bersama. Lumbung komunal, sawah komunal, kolam komunal, lubuk komunal, wilayah pantai untum sasi Sistem kepemimpinan adat dan sistem pengambilan keputusan Sistem kepemimpinan adat adalah perangkat adat yang mempunyai kewenangan untuk mengatur kehidupan adat dan proses pengambilan keputusan secara adat Sistem Jaro dan Tangtu pada masyarakat Baduy. Kepemimpinan tradisional masyarakat kasepuhan Banten Kidul. Sistem kuncen pada masyarakat Dukuh. Kepemimpinan pada Orang rimba di Jambi dan sebagainya Memiliki sistem mata- pencaharian tradisional terkait dengan potensi setempat Mata pencaharian tradis- ional adalah bentuk-bentuk pekerjaan yang dilakukan sejak lama dan bersifat turun-temurun dari para pendahylu mereka Perladangan gilir balik (huma, ladang), berburu binatang tertentu, pegambilan sagu, penangkapan ikan dengan menggunakan alat-alat tardisional (tombak, menyelam) Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 48 1/26/2012 9:44:39 PM Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Lampiran 49 PEDOMAN TATA CARA INVENTARISASI PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Penjelasan Kriteria dan Indikator Kearifan Lokal terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kriteria : Nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat Sistem pengetahuan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh indi vidu maupun masyarakat yang terkait dengan konservasi dan pemanfaatan sumber daya daya alam Pengetahuan tentang tumbuhan yang terkait dengan penggunaan untuk tanaman obat, makanan dan nilai ritualnya Sikap dan perilaku yang mendukung Perlindungan dan Pengelolaan Lingkun- gan Hidup Tindakan-tindakan dari anggota masyarakat yang mendukung konservasi dalam hal peman- faatan sumber daya alam Larangan-larangan di wilayah tertentu ayng dianggap sacral. Seperti lubuk larangan dan hutan larangan/hutan keramat Pengetahuan dan kegiatan-kegiatan nyata yang terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Hubungan antara pengetahuan dan tindakan yang dianggap konsisten dalam upaya pemanfaatan Sumber Daya Alama secara lestari dan berkelanjutan Sistem perladangan pada masyarakat Baduy dan pelarangan pembuatan sawah karena tidak sesuai dengan kontur geografis dan daya dukung lingkungan setempat Ingatan kolektif masyarakat (social memory) yang berkaitan dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Peristiwa-peristiwa penting yang dijadikan patokan bagi masyarakat untuk bertindak lebih baik pada masa sekarang dan masa depan Pengetahuan smong pada masyarakat Simeulue Aceh, yaitu pengetahuan mendeteksi gejala alam dalam menghadapi datangnya tsunami, karena mereka pernah mengalami tsunami dahsyat pada tahun 1907. Kriteria : Melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan berkelanjutan Perlindungan, pengawetan dan perawatan Adalah konsep konservasi yang dinamis, dalam hal ini tidak hanya melindungi sumber daya alam saja. Melainkan upaya untuk menggunakan dan merawatnya dengan lebih baik Sistem talun kebun di Jawa Barat, bukan hanya perlindungan terhadap plasma nuftah, melainkan menjadi sumber ekonomi bagi masyarakatnya. Rekognisi Pengakuan terhadap peran yang dimainkan oleh masyarakat dalam kapasitasnya untuk memelihara keberlanjutan sumber daya alam Model PES (Payment of Environmental services) yang dikembangkan antara Pihak PDAM Cirebon dengan Masyarakat Kawasan Gunung Ciremai, Kuningan Pemberdayaan Suatu upaya untuk memperkuat kapasitas masyarakat dalam hal pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan Program-program Peningkatan Ekonomi Lokal, Capacity Building, dsb Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 49 1/26/2012 9:44:39 PM Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 50 1/26/2012 9:44:41 PM Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 51 1/26/2012 9:44:42 PM Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 52 1/26/2012 9:44:43 PM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DEPUTI BIDANG KOMUNIKASI LINGKUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TAHUN 2012 Pedoman masyarakat adat_final_WrongFONTT_T.indd 53 1/26/2012 9:44:43 PM