Anda di halaman 1dari 14

i

HAK DAN ATAU KEWAJIBAN TENAGA KERJA


DAN PENGUSAHA/PENGURUS YANG DITETAPKAN
DALAM PERATURAN PERUNDANGAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA










Gerry Silaban
Salomo Perangin-angin
















2008


ii
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F
Jl. Universitas No. 9, Kampus USU
Medan, Indonesia

Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737

Kunjungi kami di:
http://usupress.usu.ac.id

Terbitan Pertama 2008

USU Press 2008

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak,
menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam
bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

ISBN: 979 458 389 8

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Silaban, Gerry
Hak dan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus
yang ditetapkan dalam peraturan perundangan keselamatan dan
kesehatan kerja / Gerry Silaban [dan] Salomo Perangin-angin.
Medan: USU Press, 2008.

vi, 191 p. ; ilus. ; 24 cm
Bibliografi

ISBN: 979-458-389-8

1. Tenaga Kerja Peraturan I. Perangin-angin, Salomo II.
Judul
344.01 ddc22






Dicetak di Medan, Indonesia

iii
KATA PENGANTAR



Kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran,
dan pencemaran lingkungan kerja merupakan risiko dari kegiatan di
tempat kerja. Kecelakaan kerja menjadi masalah yang paling dominan
mengingat kasusnya terbanyak dan datanya tersedia (dicatat dan
dilaporkan). Angka kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi
walaupun dalam tiga tahun terakhir ini cenderung menurun. Keadaan
ini tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya mengingat masih
banyak perusahaan yang belum menyertakan tenaga kerjanya dalam
program jamsostek. Angka kecelakaan kerja tahun 2007 yang
dilaporkan oleh PT Jamsostek sebanyak 95.624 kasus dengan klaim
jaminan kecelakaan kerja sebesar Rp 222 miliar.
Salah satu upaya pencegahan kecelakaan kerja adalah adanya
peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai
payung hukum perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 yang
sekaligus menyelamatkan aset perusahaan dari kerugian dan menjamin
kelangsungan dan kelanggengan usaha.
Peraturan perundangan K3 merupakan sekumpulan peraturan
pelaksana dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang meliputi
3 Undang-Undang (UU), 5 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Keputusan
Presiden (Keppres), 1 Peraturan Menteri Perburuhan (PMP),
28 Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker), 8 Keputusan
Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker), 2 Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja (SE Menaker), dan 2 Keputusan Direktur Jenderal
Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Kepdirjen
Binwasnaker) Depnakertrans RI.
Peraturan perundangan K3 dalam buku ini dikelompokkan
berdasarkan pendekatan sektoral, pembidangan teknis, sumber daya
manusia/personil, sistem, dan kelembagaan dan hanya memuat pasal-
pasal yang berhubungan dengan hak dan atau kewajiban tenaga
kerja/personil K3 (kepala teknik, dokter perusahaan, dokter penasehat,
paramedis perusahaan, ahli K3, operator, teknisi) dan pengusaha/
pengurus dalam pelaksanaan K3.
Pengusaha/pengurus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
peraturan perundangan K3 dengan melibatkan seluruh komponen
di tempat kerja. Mustahil peraturan perundangan K3 dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang mendalam terhadap peraturan perundangan K3 serta
kesadaran akan manfaatnya. Oleh karena itu buku ini dapat membantu
tenaga kerja dan pengusaha/pengurus secara khusus untuk mengetahui
apa yang menjadi hak dan atau kewajibannya sebagaimana yang

iv
ditetapkan dalam peraturan perundangan K3, di samping itu sebagai
pengetahuan bagi kalangan yang berminat dan peduli terhadap K3.
Penyusunan buku ini tidak terlepas dari kemungkinan adanya
kekurangan baik dari substansi maupun penyajiannya yang
memerlukan revisi di kemudian hari, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai
kalangan. Semoga buku ini bermanfaat untuk mempercepat proses
sosialisasi peraturan perundangan K3 yang pada akhirnya dapat
diimplementasikan di tempat kerja dalam rangka menekan angka
kecelakaan kerja, menuju dunia usaha dan dunia kerja yang berbudaya
K3.



Medan, Oktober
2008


Gerry Silaban
Salomo Perangin-angin


v
DAFTAR ISI



Halaman

Kata Pengantar .............................................................................. iii

Daftar Isi........................................................................................ v

Bab I. Pendahuluan.................................................................. 1

Bab II. Hak dan atau Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/
Pengurus yang Ditetapkan dalam Peraturan
Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan Pendekatan Sektoral... .............................. 8

Bab III. Hak dan atau Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/
Pengurus yang Ditetapkan dalam Peraturan
Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan Pendekatan Pembidangan Teknis............. 25

Bab IV. Hak dan atau Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/
Pengurus yang Ditetapkan dalam Peraturan
Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan Pendekatan Sumber Daya Manusia/
Personil.......................................................................... 119

Bab V. Hak dan atau Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/
Pengurus yang Ditetapkan dalam Peraturan
Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan Pendekatan Sistem.................................... 135

Bab VI. Hak dan atau Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/
Pengurus yang Ditetapkan dalam Peraturan
Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan Pendekatan Kelembagaan.. ...................... 150

Bab VII. Istilah dan Pengertiannya yang Tercantum dalam
Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.. ............................................................................ 155


Bab VIII. Perubahan Nama Instansi dan Jabatan yang Tercantum

vi
dalam Peraturan Perundangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.. .......................................................... 186

Daftar Pustaka ............................................................................... 191


7
BAB I

PENDAHULUAN


enaga kerja merupakan aset perusahaan yang harus diberi
perlindungan terhadap aspek K3 mengingat ancaman bahaya
potensi yang berhubungan dengan kerja. Oleh karena itu pemerintah
telah menetapkan kebijakan perlindungan tenaga kerja terhadap aspek
K3 melalui peraturan perundangan K3. Peraturan perundangan K3
merupakan salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran
lingkungan kerja yang penerapannya menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja.
Peraturan perundangan K3 penting untuk disosialisasikan bagi
tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dengan berbagai cara, antara lain
melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, publikasi
media cetak, dan sebagainya agar melek terhadap peraturan
perundangan K3 terutama mengetahui apa yang menjadi haknya agar
dipenuhi dan atau apa yang menjadi kewajibannya untuk
dilaksanakan.
Pelaksanaan peraturan perundangan K3 harus menjadi komitmen
pengusaha/pengurus dan didukung oleh seluruh tenaga kerja yang
diwujudnyatakan dalam setiap kegiatan di tempat kerja. Pengusaha/
pengurus bertanggungjawab atas pelaksanaan peraturan perundangan
K3 dengan melibatkan seluruh tenaga kerja agar tercipta kondisi
tempat kerja yang nyaman, sehat, dan aman yang bermuara pada
efisiensi usaha dan peningkatan produktivitas.


Landasan Hukum Peraturan Perundangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja

Tidak satupun produk peraturan perundangan yang ada di
Indonesia tidak bersumber dari hukum dasar tertinggi yaitu Undang-
undang Dasar (UUD) 1945 sebagai sumber hukum dari segala hukum.
Sumber hukum peraturan perundangan K3 berlandaskan pada pasal 27
ayat 2 UUD Tahun 1945 yang dinyatakan bahwa Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupannya yang layak bagi
kemanusiaan. Pasal ini memberi makna yang luas bahwa di samping
warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang manusiawi juga
mendapatkan perlindungan terhadap aspek K3 agar dalam
melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi kerja yang nyaman, sehat,
dan aman serta dapat mengembangkan kemampuan dan
T


8
keterampilannya agar dapat hidup layak sesuai dengan harkat dan
martabat manusia.
Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945, maka ditetapkanlah UU
RI No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Ketenagakerjaan. Pada undang-undang ini ditetapkan tentang
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu dalam:
1. Pasal 9: Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan
atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta
perlakuan sesuai dengan harkat dan martabat dan moral agama.
2. Pasal 10: Pemerintah membina perlindungan kerja yang
mencakup:
a. Norma keselamatan kerja.
b. Norma kesehatan kerja dan higiene perusahaan.
c. Norma kerja.
d. Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam
hal kecelakaan kerja.


UU RI No. 1 Tahun 1970

Secara khusus peraturan perundangan keselamatan kerja sudah
ada pada masa kolonial Belanda yang dikenal dengan Veiligheids
Reglement (VR) Tahun 1910 (Lembaran Negara No. 406 Tahun
1910). Undang-undang ini kemudian diganti dengan UU RI No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Safety Act) mengingat bahwa
VR tidak mampu menghadapi perkembangan industrialisasi yang
tidak terlepas dengan penggunaan mesin, peralatan, pesawat, instalasi,
dan bahan baku dalam rangka mekanisasi, elektrifikasi, dan
modernisasi yang tujuannya meningkatkan intensitas kerja dan
produktivitas kerja. Di samping itu pengawasan VR bersifat represif
yang kurang sesuai dan tidak mendukung perkembangan ekonomi,
penggunaan sumber-sumber produksi, dan penanggulangan
kecelakaan kerja serta alam negara Indonesia yang merdeka.
Penetapan UU RI No. 1 Tahun 1970 berlandaskan pada pasal 9 dan 10
UU RI No. 14 Tahun 1969, pengawasannya bersifat preventif, dan
cakupan materinya termasuk aspek kesehatan kerja. Dengan demikian
UU RI No. 1 Tahun 1970 merupakan induk daripada peraturan
perundangan K3.
Undang-undang RI No. 14 Tahun 1969 tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan tuntutan zaman, sehingga diganti dengan UU RI
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini
mempertegas perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3
sebagaimana yang dinyatakan dalam:



9
1. Pasal 86:
a. Ayat 1: Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas: keselamatan dan kesehatan
kerja; moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
b. Ayat 2: Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Pasal 87 ayat 1: Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.


Tujuan dan Ruang Lingkup UU RI No. 1 Tahun 1970

Tujuan UU RI No. 1 Tahun 1970 adalah memberikan
perlindungan atas keselamatan tenaga kerja, orang lain yang
memasuki tempat kerja, dan sumber-sumber produksi dapat dipakai
secara aman dan efisien. Sedangkan ruang lingkup UU RI No. 1
Tahun 1970 mencakup tempat kerja di darat, dalam tanah, permukaan
air, dalam air, dan di udara dengan terdapat unsur dilakukan usaha,
tenaga kerja yang bekerja, dan sumber bahaya.


Materi UU RI No. 1 Tahun 1970

Materi UU RI No. 1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai
hak dan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalam
pelaksanaan K3 yaitu:
I. Hak tenaga kerja:
1. Pasal 12:
Huruf d: Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua
syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
Huruf e: Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana
syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali
dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dipertanggungjawabkan.

II. Kewajiban tenaga kerja ditetapkan dalam:
1. Pasal 12:
Huruf a: memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja.


10
Huruf b: Memakai alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan.
Huruf c: Memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan
kerja dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
III. Kewajiban pengusaha/pengurus:
1. Pasal 3 ayat 1: Melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja
untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri
pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya.
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap,
gas, dan hembusan.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan
penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan,
cara, dan proses kerjanya.
n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar
muat, perlakuan, dan penyimpanan barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah
tinggi.
2. Pasal 8:
Ayat 1: Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan,
kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang
akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan
sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Ayat 2: Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja
yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada
dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh
direktur.



11
3. Pasal 9:
Ayat 1: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan
pada tiap tenaga kerja baru tentang:
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat
timbul dalam tempat kerja.
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang
diharuskan dalam tempat kerja.
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan.
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Ayat 2: Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja
yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja
tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
Ayat 3: Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan
bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran
serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula
dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
Ayat 4: Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha
dan tempat kerja yang dijalankan.
4. Pasal 10 ayat 1: Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian, dan
partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga
kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas
kewajiban bersama di bidang K3, dalam rangka melancarkan
usaha berproduksi.
5. Pasal 11 ayat 1: Pengurus diwajibkan melaporkan tiap
kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya
pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
6. Pasal 14: Pengurus diwajibkan:
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, semua syarat-syarat keselamatan kerja yang
diwajibkan, sehelai undang-undang ini dan semua
peraturan pelaksananya yang berlaku bagi tempat kerja
yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua
gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua
bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang


12
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan
diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain
yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan
petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja.


Peraturan Pelaksana UU RI No. 1 Tahun 1970

Peraturan pelaksana UU No. 1 Tahun 1970 terdiri atas:
1. Peraturan pelaksana yang bersifat khusus (lex spesialist), meliputi:
a. UU Uap (Stoom Ordonnantie) Tahun 1930 (Stbl. No. 225
Tahun 1930).
b. Peraturan Uap (Stoom Verordening) Tahun 1930 (Stbl. No.
339 Tahun 1930).
c. UU Timah Putih Kering (Loodwit Ordonnantie) Tahun 1931
(Stbl. No. 509 Tahun 1931) tentang larangan membuat,
memasukkan, menyimpan atau menjual timah putih kering
kecuali untuk keperluan ilmiah dan pengobatan atau dengan
izin dari pemerintah.
d. UU Petasan Tahun 1932 (Stbl. No. 143 tahun 1932 jo Stbl.
No. 10 Tahun 1933) tentang petasan buatan yang
diperuntukkan untuk kegembiraan/keramaian kecuali untuk
keperluan pemerintah.
e. UU Rel Industri (Industrie Baan Ordonnantie) Tahun 1938
(Stbl. No. 595 Tahun 1938) tentang pemasangan, penggunaan
jalan-jalan rel guna keperluan perusahaan, pertanian,
kehutanan, pertambangan, kerajinan, dan perdagangan.
Peraturan perundangan K3 tersebut di atas merupakan produk
hukum pada masa kolonial Belanda yang hingga saat ini tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU No. 1 Tahun
1970 pada pasal 17 yang dinyatakan bahwa: Selama peraturan
perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-
undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang
keselamatan kerja yang ada pada waktu undang-undang ini mulai
berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang ini.

2. Peraturan pelaksana dari ketentuan pasal-pasal UU RI No. 1
Tahun 1970 (pasal 15 ayat 1 UU RI No. 1 Tahun 1970). UU RI
No. 1 Tahun 1970 masih bersifat umum (lex generalist), oleh


13
karena itu peraturan pelaksananya dijabarkan secara teknis dan
rinci dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, SE
Menaker, dan Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.

Pelanggaran terhadap peraturan pelaksana UU No. 1 Tahun 1970
(peraturan perundangan K3) dapat memberikan ancaman pidana
dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebagaimana
ditetapkan pada pasal 15 ayat 2 UU RI No. 1 Tahun 1970. Ancaman
pidana ini tidak akan membuat efek jera bagi pengusaha yang
melanggar UU No. 1 Tahun 1970 (termasuk peraturan pelaksananya)
dilihat dari masa hukuman kurungan begitu singkat dan denda uang
yang dikenakan terlalu sedikit mengingat dimungkinkan banyak
tenaga kerja pada satu tempat kerja (perusahaan) yang mengalami
cidera berat bahkan kematian serta menderita penyakit akibat kerja.
Setiap kasus pelanggaran terhadap UU No. 1 Tahun 1970 yang
diajukan ke pengadilan, ancaman pidana khususnya denda yang
dikenakan seharusnya tidak lagi sebesar-besarnya Rp 100.000,00
(seratus ribu) melainkan lebih dari 100.000,00 (seratus ribu), karena
nilai uang ketika UU No. 1 Tahun 1970 diberlakukan tidak sama
dengan nilai uang saat ini. Pertimbangan ini di satu sisi memberikan
rasa keadilan namun di sisi lain mungkin dominan tidak efektif dan
dapat menimbulkan polemik di kalangan pihak-pihak yang terkait.
Oleh karena itu UU RI No. 1 Tahun 1970 sudah saatnya untuk
direvisi mengingat substansi dan sanksi hukumnya tidak lagi sesuai
dengan perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi. Satu hal
yang penting bahwa bila UU No. 1 Tahun 1970 telah direvisi (diganti)
hendaklah dalam pelaksanaannya harus disertai dengan penegakan
hukum oleh instansi yang berwenang.

















14
DAFTAR PUSTAKA



Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. 2000. Ditjen Pembinaan Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans
RI. Jakarta.

Kumpulan Peraturan Perundangan Pemerintah Mengenai Jaminan
Sosial Tenaga Kerja. 1999. PT Jamsostek. Jakarta.

Pungky W. (Editor). 2003. Himpunan Peraturan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Edisi Kedua. Depnakertrans RI. Jakarta.

Yanri, Z., S. Harjani, dan M. Yusuf (Editor). 1999. Himpunan
Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja. Edisi Kedua. PT
Citratama Bangun Mandiri. Jakarta.

Yanri, Z. (Editor). 2002. Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan
Kerja. Cetakan Kedua. Dicetak oleh Sekretariat ASEAN-
OSHNET. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai