Anda di halaman 1dari 38

Pengambilan Keputusan dan

Informasi yang Relevan


di Instansi Pemerintahan:
Teori dan Contoh Kasus






Paper Penugasan
Mata Kuliah Akuntansi Manajemen Sektor Pemeritah



Disusun Oleh
1. Adhi Tiya Tri Prabowo (02) 114060017971
2. Anugrah E. Yogyantoro (03) 114060018003
3. Ichwan Setian Firmansyah (15) 114060017982
4. Mariyatul Qibtiyyah (22) 114060017964
5. Martha Widdi Nurfaiza (23 ) 114060017990


Kelas 8A Reguler
Program Diploma IV Akuntansi Reguler
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
2012



A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s






A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

2


Daftar Isi


Bab I: Pendahuluan....3
Bab II: Pembahasan....4
A. Keputusan....4
B. Informasi yang Relevan....6
C. Menambah atau Mengurangi Fungsi Instansi....11
D. Outsourcing Dan Kapasitas Menganggur Pegawai Negeri
E. Otonomi Daerah....12
F. Membuat Sendiri Atau Membeli Barang Dan Jasa Pemerintah....15
G. Different Cost....18
H. Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak....19
I. Menambah Dan Mengurangi Kantor Cabang Instansi....23
J. Menggabung Dan Memisahkan Instansi Pemerintah....26
K. Contoh-contoh Kasus....28




















A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

3

BAB I
PENDAHULUAN

Pemerintahan tidak dapat terlepas dari kegiatan pengambilan keputusan di mana di
dalamnya diperlukan berbagai informasi yang relevan terhadap masalah yang dihadapi,
besarnya biaya-biaya terkait, serta dampak dari kebijakan yang diambil. Dalam proses
pengambilan keputusan, seringkali pemerintah dihadapkan oleh berbagai pilihan yang
memerlukan suatu analisis cermat mengenaifaktor-faktor yang ada sebelum suatu keputusan
diambil.
Jenis keputusan dan informasi yang relevan terkait dengan keputusan yang hendak
diambil sangat berpengaruh terhadap kualitas dan dampak keputusan tersebut. Pilihan-pilihan
yang dihadapi pemerintah antara lain menambah atau mengurangi fungsi instansi,
outsourcing dan kapasitas menganggur pegawai negeri, otonomi daerah, membuat sendiri
atau membeli barang dan jasa pemerintah, different cost, ekstensifikasi dan intensifikasi
pajak, menambah dan mengurangi kantor cabang instansi, serta menggabungkan dan
memisahkan instansi pemerintah.
Dalam makalah ini, kami akan membahas satu persatu pokok bahasan tersebut.
Pembahasan yang akan dilakukan terkait dengan pengertian, penjelasan, hingga contoh kasus
yang terjadi pada instansi pemerintah. Dengan adanya pembahasan tersebut, diharapkan dapat
membantu memperjelas terhadap kajian-kajian berkaitan dengan pengambilan keputusan dan
informasi yang relevan.






A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

4

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEPUTUSAN
1. Jenis Keputusan.
Terdapat beberapa jenis keputusan dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan
keputusan yang harus diambil oleh level manajemen di organisasi, jenis keputusan terdiri
atas:
a. Keputusan Strategis, adalah keputusan yang dibuat oleh manajemen puncak dalam sebuh
perusahaan.
b. Keputusan Taktis, adalah keputusan yang dibuat oleh manajemen menengah.
c. Keputusan Operasional, adalah keputusan yang dibuat oleh tingkat manajemen yang
paling bawah, misalnya operator mesin di lantai produksi.
Berdasarkan tersedianya pemecahan masalah, jenis keputusan yang biasanya muncul adalah:
a. Keputusan Terprogram
Keputusan ini berkaitan dengan kebiasaan, aturan, dan prosedur. Dalam hal ini kondisi
yang dihadapi semuanya dapat diketahui dengan pasti. Jenis pengambilan keputusan ini
mengandung suatu respons otomatik terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Masalah yang bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan
dengan pengambilan keputusan jenis ini. Tantangan yang besar bagi seorang analis
adalah mengetahui jenis-jenis keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metode-
metode untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja, agar
pengambilan keputusan harus didefinisikan dan dinyatakan secara jelas. Bila hal ini
dapat dilaksanakan, pekerjaan selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma
untuk membuat keputusan rutin dan otomatik.

b. Keputusan Tidak Terprogram
Keputusan tidak terprogram ini adalah keputusan yang tidak mempunyai suatu aturan
yang baku, tergantung pada jenis masalahnya. Biasanya, masalah yang membutuhkan
keputusan tidak terprogram ini terjadinya tidak dapat diprediksi. Pengambilan keputusan
ini menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah masalah yang tidak jelas.
Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi proses- proses pengambilan
keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang dapat didefinisikan. Masalah-
masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya sedikit parameter parameter yang
diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui bersifat probabilistik.
Untuk menjawab masalah ini diperlukan seluruh bakat dan keahlian dari pengambilan
keputusan, ditambah dengan bantuan sistem informasi. Hal ini dimaksud untuk
mendapatkan keputusan tidak terprogram dengan baik. Perluasan fasilitas fasilitas
pabrik, pengembangan produk baru, pengolahan dan pengiklanan kebijaksanaan-





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

5

kebijaksanaan, manajemen kepegawaian, dan perpaduan semuanya adalah contoh
masalah-masalah yang memerlukan keputusan-keputusan yang tidak terprogram. Sangat
banyak waktu yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi pemerintahan, pemimpin-
pemimpin perusahaan, administrator sekolah dan manajer organisasi lainnya dalam
menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan mereka dapat
dihubungkan secara langsung.

c. Keputusan Tidak Terstruktur
Disebut tidak terstruktur karena tidak diketahui pemecahannya karena ketidakjelasan
masalahnya.

2. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan
Untuk pembuatan keputusan digunakan teori keputusan (decision theory). Teori
keputusan merupakan ilmu pengetahuan yang menjelaskan proses pembuatan keputusan.
Sesuai dengan teori keputusan, proses pembuatan keputusan dapat dibagi menjadi beberapa
tahap. Pentahapan ini bermanfaat untuk menganalisis masalah secara masuk akal. Tahap-
tahap proses pembuatan keputusan adalah:
a. Penentuan masalah
Semua kegiatan proses pembuatan keputusan tergantung pada penetuan masalah. Tahap
ini merupakan tahap yang paling sulit dari keseluruhan proses pembuatan keputusan.
Manajemen harus dapat mengidentifikasi secara jelas masalah yang dihadapi. Jika
mereka tidak dapat mengidentifikasikannya maka mereka mungkin harus menggunakan
banyak waktu dan untuk menemukan lebih dulu masalah yang harus dipecahkan dan
untuk memperoleh informasi yang ternyata tidak diferensial dengan masalah yang
sesungguhnya dihadapi.
b. Identifikasi Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah penentuan masalah, langkah berikutnya adalah identifikasi alternatif pemecahan
masalah. Pada langkah ini, untuk membuat keputusan yang efektif, manajemen harus
mengidentifikasi berbagai macam alternatif yang mungkin dipilih untuk menyelesaikan
masalah. Identifikasi alternatif pemecahan masalah memerlukan gagasan dan inovasi
yang berani dan kreatif. Manajemen harus mengabaikan alternatif-alternatif pemecahan
masalah yang jelas tidak mungkin dilaksanakan sehingga waktu dan biaya untuk
menganalisis dapat dihemat.
c. Mengumpulkan Informasi Diferensial
Pembuat keputusan memerlukan berbagai macam informasi yang dapat membantunya
untuk membuat keputusan. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam organisasi atau
dari luar organisasi. Hanya informasi diferensial yang harus dikumpulkan dalam rangka
pemilihan alternatif. Informasi tersebut dapat meningkatkan pemahaman atau
menurunkan resiko ketidakpastian atas alternatif yang mungkin dipilih.
Informasi diferensial dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
1.) Informasi yang dapat diukur secara kuantitatif
2.) Informasi yang tidak dapat diukur secara kuantitatif





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

6

Didalam menganalisis setiap alternatif keputusan, pembuat keputusan harus menganalisis
keunggulan dan kelemahan setiap alternatif atas dasar informasi diferensial yang dapat
diukur secara kuantitatif maupun yang tidak dapat diukur secara kuantitatif.
d. Pembuatan Keputusan
Jika masalah telah ditentukan, alternatif pemecahan masalah telah diidentifikasikan, dan
informasi diferensial telah diseleksi, maka langkah berikutnya adalah pembuatan
keputusan. Dalam pembuatan keputusan tersebut tidak hanya diperhitungkan variabel
tunggal tetapi harus dipertimbangkan berbagai macam variabel yang mendominasi
masalah tersebut, jadi harus menggunakan kriteria interaksi banyak variabel. (
Supriyono, 268-269 )
3. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan menurut Terry,
yaitu :
a. Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun yang
rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
b. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Setiap keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih
mementingkan kepentingan organisasi.
d. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatif-alternatif
tandingan.
e. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini harus diubah
menjadi tindakan fisik.
f. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama.
g. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.
h. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itu benar.
i. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan mata
rantai berikutnya.

B. INFORMASI YANG RELEVAN
Biaya relevan adalah biaya yang diharapkan di masa depan dan pendapatan relevan
adalah pendapatan yang diharapkan di masa depan yang berbeda diantara alternatif tindakan.
Untuk menjadi relevan, biaya relevan dan pendapatan relevan meraka harus:
a. Di masa depan - setiap kesepakatan keputusan dengan seleksi didasarkan tindakan pada
hasil yang diharapkan di masa depan
b. Terdapat perbedaan diantara altenatif tindakan - pendapatan dan biaya yang tidak
berbeda tidak akan menjadi masalah dan, karena itu, tidak akan ada hubungan dalam
pengambilan keputusan








A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

7


1. Informasi Relevan Kualitatif dan Kuantitatif
Manajemen umumnya membagi hasil keputusan menjadi dua kategori: kuantitatif dan
kualitatif. Faktor kuantitatif adalah hasil yang diukur dalam bentuk angka. Beberapa faktor
kuantitatif adalah finansial; yakni dapat dinyatakan dalam bentuk moneter. Contohnya
meliputi biaya bahan baku langsung, tenaga kerja manufaktur langsung, dan pemasaran.
Faktor kuantitatif lainnya adalah non keuangan; yakni dapat diukur dengan angka, tetapi
tidak dapat dinyatakan dalam bentuk keuangan. Pengurangan dalam waktu pengembangan-
produk untuk perusahaan manufaktur dan persentase kedatangan penerbangan tepat waktu
untuk perusahaan penerbangan adalah contoh faktor kuantitatif yang non keuangan. Faktor
kualitatif adalah hasil yang tidak dapat diukur dalam bentuk angka, sebagai contohnya moral
pegawai. Analisis biaya relevan biasanya menekankan faktor kuantitatif yang dapat
dinyatakan dalam bentuk keuangan. Tetapi karena faktor kualitatif dan faktor kuantitatif non
keuangan tidak dapat dengan mudah dinyatakan dalam bentuk keuangan tidak berarti
membuatnya tidak penting. Pada kenyataannya, manajer seringkali harus memberikan bobot
yang lebih besar untuk faktor-faktor ini.
2. Kunci-Kunci Utama dari Informasi Relevan
a. Biaya-biaya (historis) masa lalu dapat membantu sebagai dasar untuk membuat prediksi.
Bagaimanapun, biaya-biaya masa lalu tersebut selalu tidak relevan ketika membuat
keputusan
b. Alternatif-alternatif berbeda dapat dibandingkan dengan memeriksa perbedaan
perbedaan dalam total pendapatan dan biaya masa depan yang diharapkan.
c. Tidak semua pendapatan dan biaya masa depan yang diharapkan adalah
relevan.Pendapatan dan biaya yang diharapkan tidak berbeda diantara alternative-
alternatif adalah tidak relevan, karena itu, dapat dihilangkan dari analisa. Pertanyaan
kunci adalah selalu, Apa perbedaan yang dapat dibuat?
d. Titik berat yang tepat harus diberikan untuk factor-faktor kualitatif dan faktor-faktor
kuantitatif non keuangan.

3. Jenis Informasi Akuntansi Manajemen
Informasi yang digunakan manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan adalah
informasi akuntansi manajemen dan merupakan informasi yang utama yang dimiliki
perusahaan. Informasi akuntansi manajemen terutama digunakan oleh pimpinan perusahaan
di dalam menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen khususnya fungi perencanaan dan
pengawasan. Menurut Mas'ud Macfoedz (1990, hal.17) jenis-jenis informasi akuntansi
manajemen adalah sebagai berikut :
a. Akuntansi biaya penuh (full cost accounting)
b. Akuntansi biaya diferensial (differential accounting)
c. Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting)





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

8

Informasi akuntansi manajemen dapat dihubungkan dengan tiga hal objek informasi,
altematif yang akan dipilih dan wewenang manajer. informasi akuntansi manajemen
dihubungkan dengan objek informasi, seperti produk, departemen, dan aktivitas perusahaan
maka akan dihasilkan konsep informasi akuntansi penuh. Jika informasi akuntansi
manajeinen dihubungkan dengatl alternatif yang akan dipilih, maka akan dihasilkan konsep
infonnasi akuntansi diferensial, yang sangat diperlukan oleh manajemen dalam pengambilan
keputusan pemilihan altematif. Jika informasi akuntansi manajemen dihubungkan dengan
wewenang yang dimiliki oleh manajer, maka akan dihasilkan konsep informasi akuntansi
pertanggungjawaban, yang terutama manfaat untuk mempengaruhi perilaku manusia dalam
organisasi.
Menurut Mulyadi (1993, hal.I7) jenis/tipe dan manfaat dari organisasi akuntansi
manajemen yaitu sebagai berikut :
Tipe
Informasi
Akuntansi
Manajemen
(Aktiva,
Pendapatan
Dan/atau
biaya)
Manfaat
Informasi masa lalu
Informasi masa yang
akan datang
Informasi
akuntansi
penuh (full
accounting
information)
Pelaporan informasi keuangan
Analisis kemampuan menghasilkan
laba
Jawaban atas pertanyaan Berapa
biaya yang telah dikeluarkan untuk
sesuatu?
Penentuan harga jual
Penyusunan
Program
Penentuan harga jual normal
Penentuan harga transfer
dalam cost type contract Penentuan harga jual dalam
perusahaan yang diatur dengan
peraturan pemerintah.
Informasi
akuntansi
diferensial
(Diferential
accounting
information)
Tidak ada Pengambilan keputusan pemelihan
alternatif, baik jangka pendek
maupun jangka panjang
Informasi
akuntansi
pertanggungja
waban
(responsibility
accounting
information
Penilaian kinerja manajer
Pemotivasian manager
Penyusunan anggaran

a. Akuntansi biaya penuh (full cost accounting)





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

9

Akuntansi biaya penuh merupakan keseluruhan biaya yang dibebankan pada setiap
produk, segmen dan devisi baik itu biaya langsung maupun biaya tidak langsung.Pengertian
biaya yang ini adalah keseluruhan biaya yang dapat ditelusuri manfaatnya pada produk yang
bersangkutan, sedangkan biaya tidak langsung merupakan biaya gabungan untuk
memproduksi beberapa macam produk.
Akutansi biaya penuh dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu biaya penuh historis
(historical cost) dan biaya penuh masa yang akan datang (future estimate). Biaya penuh
historis terutama digunakan untuk menyajikan laporan keuangan perusahaan baik itu neraca
maupun perubahan posisi keuangan. Di samping itu biaya penuh juga digunakan untuk
menilai prestasi manajer yang memimpin perusahaan, sedangkan biaya penult masa yang
akan datang terutama digunakan untuk semua tipe perencanaan baik itu perencanaan jangka
panjang maupun perencanaan jangka pendek atau sering juga disebut pembuatan program
yaitu keputusan tentang langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
perusahaan. Biaya penuh masa yang akan datang juga digunakan untuk menetapkan berapa
harga penjualan normal yang dikehendaki perusahaan supaya perusahaan tidak mengalami
kerugian. Sebagai contoh, PT. ANDO membeli komponen kipas angin sebesar Rp. 15.000,-
dan untuk merakit kipas angin tersebut diperlukan biaya-biaya sebagai berikut : Upah tenaga
kerja Rp. 2.000,- biaya material (suku cadang) sebesar Rp. 3.000,- serta biaya operasi sebesar
Rp. 5.000,- (termasuk biaya tetap), maka biaya penuh dari kipas angin tersebut adalah Rp.
25.000,-.

b. Akuntansi biaya diferensial (differential accounting)
Akuntansi biaya diferensial hanya digunakan untuk memilih salah satu alternatif dari
alternatif yang ada untuk dijadikan menjadi keputusan perusahaan pada masa yang akan
datang. Jadi informasi yang digunakan dalam akuntansi diferensial adalah informasi masa
mendatang (future estimate), dan informasi tersebut merupakan informasi mengenai
perbedaan diantara alternatif yang dihadapi para pembuat keputusan. Jadi tidak ada informasi
akuntansi diferensial yang bersifat historis.
Akuntansi diferensial dapat dibedakan menjadi empat yaitu biaya diferensial
(differential cost), pendapatan diferensial (differential revenue), laba diferensial (differential
profit), dan aktiva diferensial. Dari keempat akuntansi diferensial tersebut merupakan
informasi masa yang akan datang yang berbeda pada suatu kondisi dibandingkan dengan
kondisi yang lain. penentuan besarnya biaya, pendapatan, laba, dan aktiva diferensial hanya
didasarkan pada prediksi masa yang akan datang. Sebagai contoh, PT. ANDO membeli
komponen kipas angin dengan harga Rp. 15.000,- untuk merakit kipas angin tersebut
dibutuhkan biaya suku cadang sebesar Rp. 5.000,- dan upah tenaga kerja Rp. 3.000,- .Apabila
dirakit oleh perusahaan lain, maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 10.000,-. Dari
informasi tersebut dapat dibuat analisa tentang pemilihan merakit sendiri atau dirakit oleh
perusahaan lain, yaitu sebagai berikut :
Dirakit perusahaan sendiri Dirakit perusahaan lain
Komponen kipas angin
Suku cadang
Rp. 15.000,-
Rp. 5.000,-
Rp. 15.000,-
-
Upah tenaga kerja Rp. 3.000,- -





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

10

Dirakit perusahaan lain - Rp. 10.000,-
Total
Penghematan biaya
Rp. 23.000,-
Rp. 2.000,-
Rp. 25.000,-
-

c. Akuntansi pertanggungjawaban (responbility accounting)
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan cara yang ditempuh oleh top
manajemen untuk membagi organisasi menjadi segmen-segmen tertentu, dimana masing-
masing segmen mempunyai otonomi untuk mengatur pusat pertanggungjawaban, dengan cara
demikian diharapkan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan akan cepat tercapai.
Pada umumnya pembentukan pusat pertanggungjawaban erat kaitannya dengan adanya
tujuan/sasaran tertentu yang ingin dicapai organisasi.
Jelas bahwa setiap pusat pertanggungjawaban itu mempunyai masukan dan keluaran.
Berdasarkan masukan dan keluaran inilah diukur prestasi dari manajer pusat
pertanggungjawaban. Berdasarkan hubungan input dan out put ini, pusat pertanggungjawaban
yang ada pada suatu organisasi pada umumnya dikelompokkan menjadi empat yaitu pusat
pendapatan (revenue center), pusat laba (profit center), pusat biaya (expense center), pusat
investasi (investment center).
Pusat pendapatan merupakan suatu pusat pertanggungjawaban, dimana tingkat output
atau tingkat keluaran diukur dengan nilai uang akan tetapi tidak ada usaha formal yang
dilakukan untuk menghubungkannya dengan biaya atau input. Pusat pendapatan pada
umumnya dipercayakan kepada bagian pemasaran. Dalam pusat pendapatan, pertama yang
diIakukan adalah menentukan target penjualan untuk mengukur transaksi penjualan yang
telah dilakukan. Jadi dengan ditentukan target penjualan ada semacam aspek pengawasan
dalam pusat pertanggungjawaban.
Contoh : Laporan Prestasi Dari Departemen Pemasaran
Untuk bulan April 19XX
Budget Realisasi Varians
Penjualan
Biaya Penjualan :
Gaji, Bonus dan
Lembur
Transportasi
Biaya iklan
Biaya lain - lain



Rp. 30.000,-
Rp. 1.000,-
Rp. 200,-
Rp. 500,-
Rp. 100,-


Rp. 48.000,-
Rp. 1.850,-
Rp. 270,-
Rp. 550,-
Rp. 120,-


Rp. 18.000,-
(Rp. 850,-)
(Rp. 70,- )
(Rp. 50,- )
(Rp. 20,- )
Rp. 1.800,- Rp. 2.290,- (Rp. 990,-)

Dari contoh tersebut terlihat bahwa adanya kenaikan penjualan penjualan sebesar Rp.
18.000,- dari anggaran yang telah ditetapkan.Kenaikan penjualan ini dipengaruhi oleh tingkat
kinerja dan motivasi yang diterapkan pada departemen pemasaran yaitu upah lembur dan
bonus dinaikkan,sehingga terjadi varians yang cukup besar antara anggaran dengan realisasi
yang terjadi untuk biaya gaji,bonus dan lembur tersebut.
Pusat laba merupakan suatu pusat pertanggungjawaban dimana tingkat output atau
tingkat keluaran diukur dengan nilai uang dan ada usaha fonnal yang dilakukan untuk
menghubungkannya dengan biaya atau input. Pada sebuah pusat laba, manajer bertanggung
jawab dan berwewenang untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi baik biaya





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

11

maupun pendapatan untuk departemen atau divisi yang bersangkutan. Sebagai contoh, sebuah
toko serba ada dapat mendesentralisasikan operasinya menurut lini produk. Manajer setiap
lini produk akan bertanggung jawab atas harga pokok barang dan keputusan mengenai
pendapatan, seperti penentuan harga jual. Manajer pusat laba tidak mengambil keputusan
sehubungan dengan aktiva tetap yang tersedia untuk pusat laba itu.
Pusat biaya merupakan bagian dari pusat pertanggung-jawaban dimana masukan
(input) diukur dengan satuan uang tetapi tidak ada usaha fonnal yang dilakukan
menghubungkannya dengan pendapatan (output). Sebagai contoh, seorang manajer dari
pabrik manufakturing yang diorganisasikan sebagai pusat biaya dapat memperlakukan tiap-
tiap departemen di dalam pabrik sebagai pusat biaya yang terpisah, dengan manajer-manajer
departemen melaporkan langsung ke manajer pabrik. Pada umumnya pusat biaya
dikelompokkannya menjadi dua yaitu pusat biaya yang terukur dan pusat biaya yang tidak
terukur
Pusat investasi merupakan suatu bentuk pusat pertanggungjawaban, dimana yang
menjadi pusat perhatian adalah laba dan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba
tersebut. Pada sebuah pusat investasi, manajer bertanggung jawab dan berwenang untuk
membuat keputusan yang tidak hanya mempengaruhi biaya dan pendapatan, tetapi juga
aktiva tetap yang tersedia untuk pusat itu. Suatu ukuran yang paling luas digunakan untuk
penilaian prestasi divisional pusat investasi adalah tingkat pengembalian atas investasi (Rate
of Return On Investment- ROI).

C. MENAMBAH ATAU MENGURANGI FUNGSI INSTANSI
Suatu instansi pemerintah bisa mengalami penambahan atau pengurangan fungsi.
Contohnya adalah saat dimana fungsi pengelolaan administrasi Bea atas Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang sebelumnya dikelola pemerintah pusat saat ini dikelola oleh
pemerintahan daerah. Pajak sebagai satu hal yang pasti memerlukan kepastian hukum dalam
pemungutannya, baik bagi wajib pajak maupun fiskus sendiri. Pun dengan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah berubah menjadi pajak daerah sejak 1
Januari 2010 sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah
daerah (siap atau tidak siap) sesuai amanat UU harus segera menyusun peraturan daerah dan
segala perangkatnya untuk menerima pengalihan wewenang pemungutan BPHTB tersebut.

Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pengelolaan BPHTB akhirnya diserahkan
kepada Pemda sesuai dengan UU PDRD. Pertama, teori pajak properti internasional
menjelaskan bahwa property tax (dalam hal ini BPHTB) cenderung bersifat lokal mengingat
fisibilitas dan immobilitasnya. Sehingga mayoritas praktik di negara maju, urusan pajak
properti diserahkan pada Pemda karena dianggap berkaitan langsung dengan pelayanan
masyarakat. Kedua, reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan menuntut konsentrasi
penuh Ditjen Pajak untuk membiayai APBN mengingat migas tidak bisa lagi diandalkan
sebagai sumber pendapatan negara. Ketiga, prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal
adalah money follows function dimana dukungan pembiayaan pusat diserahkan melalui
penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Pengalihan BPHTB ke pundi-pundi





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

12

kas daerah diharapkan dapat menjadi solusi bagi Pemda untuk membiayai pembangunan
daerahnya.
Konsep money follows function ini kemudian menjadi alasan dilaksanakannya
penambahan fungsi pemerintahan daerah sebagai tax collector dan melepas fungsi serupa
pemerintah pusat cq Direktorat Jenderal Pajak
Ada dua hal yang setidaknya bisa menjadi alasan adanya penambahan atau
pengurangan fungsi instansi pemerintah. Pertama, tuntutan situasi dan kondisi. Seringkali
dinamika zaman menuntut adanya penambahan atau pengurangan fungsi instansi pemerintah.
Hal ini harus direspon segera dengan mengakomodasi fungsi terkait untuk ditambahkan
dalam struktur organisasi atau malah dieliminasi. Alasan kedua adalah tuntutan peraturan.
Dalam hal ini, penambahan fungsi pemerintah daerah sebagai tax collector dapat secara jelas
menjadi bukti bahwa peraturan yang diejawantahkan dalam undang-undang atau peraturan
lain seringkali menyebabkan adanya penambahan atau pengurangan fungsi instansi
pemerintah.

D. OUTSOURCING DAN KAPASITAS MENGANGGUR PEGAWAI NEGERI
Dalam perhitungan kapasitas idle PNS, salah satu metode yang dapat digunakan
adalah metode analisis beban kerja. Mungkin terdapat sedikit perbedaan cara perhitungan
analisis Beban Kerja pada masing-masing Kementerian/Lembaga, karena masing-masing K/L
mengeluarkan aturan tersendiri. Sebagai contoh Kementerian Keuangan menggunakan dasar
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-140/PMK.01/2008 tentang Pedoman Analisis
Beban Kerja di lingkungan Kementerian Keuangan sedangkan Kepolisian RI menggunakan
dasar Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep 547/VIII/2010,
tanggal 30 Agustus 2010, tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di lingkungan Polri.

Secara umum Beban Kerja yang dapat ditanggung Satuan Kerja menggunakan rumus
Kapasitas Kerja Unit = Jumlah Pegawai pada Unit x Jumlah Jam Kerja

Sehingga idle capacity bisa dihitung dengan

Idle capacity = Beban Bobot Kerja Aktual / Kapasitas Kerja Unit

Bila hasil perhitungan rumus tersebut < 1 maka berarti masih terdapat PNS yang idle/tidak
terutilisasi secara maksimal.

E. OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah adalah wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Di negara kesatuan, otonomi daerah lebih terbatas dari pada
di negara federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di negara





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

13

kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan, kecuali beberapa urusan yang
dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan

1. Tujuan Pemberian Otonomi Daerah
Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakinbaik.
b. Pengembangan kehidupan demokrasi.
c. Keadilan.
d. Pemerataan.
e. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
f. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
g. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2. Syarat Pembentukan Daerah
Syarat-syarat pembentukan daerah, sesuai dengan pasal 5 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, antara lain:

a. Syarat Administrasi
Untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur.
Untuk kabupaten/kota meliputi persetujuan DPD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota.

b. Syarat Teknis, meliputi faktor sebagai berikut:
Kemampuan ekonomi.
Potensi daerah.
Sosial budaya.
Sosial politik.
Kependudukan.
Luas daerah.
Pertahanhan.
Keamanan.
Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

c. Syarat Fisik, meliputi:
Paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi.
Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kabupaten.





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

14

Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kota.

3. Bentuk dan Susunan Pemerintah Daerah
Dasar hukum diselenggarakannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
a. UUD 1945 pasal 18
b. UU No. 32 tahun 2004
c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 2003

Bentuk dan susunan Pemerintah daerah:
a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD merupakan lembaga yang berperan sebagai badan legislatif di daerah, baik di
provinsi, kabupaten maupun kota. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di dearah
merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi Pancasila dan dipilih melalui pemilu.

Pemerintahan Daerah
b. Pemerintah daerah merupakan lembaga di daerah yang berperan sebagai badan eksekutif
daerah. Berdasarkan UUD 1945 pasal 18 ayat 4 pemerintah daerah yang dibentuk di
wilayah provinsi, kabupaten dan kota ini dipilih secara demokratis. Dlam menjalankan
kewenangannya, pemerintah daerah berhak menetpkan peraturan daerah dan peraturan
lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas bantuan.

4. Syarat-Syarat Pembentukan Daerah Otonom
a. Kemampuan ekonomi
Untuk menjadi daerah otonom, suatu daerah harus mempunyai kemampuan ekonomi
yang memadai agar jalannya pemerintahn tidak tersendat-sendat dan pembangunan
dapat terlaksana dengan baik.

b. Luas daerah
Untuk menjadikan daerah otonom diperlukan luas wilayah tertentu, sehingga
keamanan dan stabilitas serta pengawasan dari pemerintah daerah dapat dijalani
dengan baik.

c. Pertahanan dan Keamanan Nasional
Hankam suatu daerah merupakan modal penting utama bagi jalannya sebuah
pemerintahan.

d. Syarat-syarat lain
Segala sesuatu yang memungkinkan daerah untuk dapat melaksanakan
pembangunan dan pembinaan kestabilan politik serta persatuan dan kesatuan bangsa
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.

5. Asas-Asas Otonomi Daerah





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

15

a. Asas Sentralisasi, yaitu pemusatan seluruh penyelenggaraan pemerintah Negara dengan
pemerintah pusat.
b. Asas Desentralisasi, yaitu segala pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
c. Asas Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah gubernur sebagai
wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah.
d. Asas Pembantuan, yaitu asas yang menyatakan turut serta dalam pelaksanaan urusan
pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah daerah dengan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada yang memberi tugas.
Kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom:
a. Kewenangan Politik
Adanya otonomi daerah, rakyat melalui DPRD memiliki kewenangan memilih kepala
daerah sendiri.
b. Kewenangan Administrasi
Menyangkut keuangan pemerintah pusat dengan memberikan uang kepada daerah untuk
mengelola karyawan dan organisasi.

F. MEMBUAT SENDIRI ATAU MEMBELI BARANG DAN JASA PEMERINTAH

Untuk memproduksi suatu barang, perusahaan dapat membeli atau membuat sendiri
komponen produknya. Pada umumnya barang hasil produksinya terdiri dari berbagai bagian
suku cadang. Misalnya perusahaan pompa air yang bahannya terdiri dari besi cor, ring karet,
ring besi, pegangan plastik dan lain-lain.
Keputusan untuk membeli atau membuat sendiri merupakan keputusan yang
didasarkan atas pertimbangan teknis dan lebih utama adalah pertimbangan ekonomis.
Pertimbangan teknis seperti tidak dimilikinya mesin-mesin untuk pembuatan suku cadang
atau tidak dimilikinya tenaga ahli dalam proses pembuatan suku cadang. Sedangkan
pertimbangan ekonomis yaitu masalah untung ruginya pembuatan sendiri dibandingkan
dengan membeli dari luar.
Jika perusahaan membuat sendiri bahan yang dibutuhkan, maka perusahaan akan
menanggung biaya-biaya tetap seperti penyusutan, pemeliharaan dan reparasi. Disamping itu
harus menanggung biaya-biaya variabel untuk memproduksi barang tersebut yaitu bahan
langsung dan tenaga kerja langsung.
Faktor-faktor selain biaya, yang perlu diperhatikan jika perusahaan akan membuat
sendiri barang yang dibutuhkan:
1. Terdapat ketidakstabilan penawaran (supply) bahan
2. Kualitas yang dibeli sering tidak baik, sehingga sering mengganggu kelancaran proses
produksi
3. Terdapat keharusan untuk merahasiakan proses produksi
4. Terdapat pengangguran kapasitas mesin yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut
5. Kebutuhan untuk mempertahankan dan memperoleh hubungan baik terhadap tenaga kerja





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

16

Faktor-faktor selain biaya, yang perlu diperhatikan jika perusahaan akan membeli
bahan yang dibutuhkan:
1. Tidak tersedianya dana yang dibutuhkan
2. Tidak memiliki pengalaman dalam membuat barang tersebut
3. Terdapat alternatif penggunaan bahan lain yang cukup baik. Dalam hal ini berarti terdapat
substitusi bahan yang diperlukan. Dengan banyak terdapatnya bahan substitusi maka
kesulitan untuk memperoleh bahan yang cukup baik mutu serta harganya akan tidak
mengalami hambatan. Hal ini berarti membeli bahan dari perusahaan lain akan
memperoleh banyak keuntungan dan dalam hal seperti itu membuat sendiri bahan akan
memperbesar risiko usaha.
Berbagai kemungkinan alternatif dalam keputusan membeli atau membuat sendiri






A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

17






G. DIFFERENT COST


Membuat
atau
Membeli?
Perusahaan sekarang
membuat dan
mempertimbangkan
akan membeli dari
pemasok luar
(outsourcing)
Perusahaan sekarang
membeli dari pemasok
luar dan
mempertimbangkan
akan membuat sendiri
(in-house sourcing)
Fasilitas yang digunakan untuk membuat dihentikan
pemakaiannya
Biaya diferensial berupa biaya terhindarkan A
Biaya diferensial berupa harga beli dari pemasok luar B

Keputusan
Jika A > B, alternatif membeli dapat dipilih
Jika A < B, alternatif membeli tidak dapat dipilih

Fasilitas yang digunakan untuk membuat dapat disewakan
atau dioperasikan untuk kegiatan bisnis yang lain
Biaya diferensial berupa biaya terhindarkan A
Pendapatan diferensial B
Biaya diferensial berupa harga beli dari pemasok luar C

Keputusan
Jika (A+B) > C, alternatif membeli dapat dipilih
Jika (A+B) < C, alternatif membeli tidak dapat dipilih

Tidak diperlukan tambahan fasilitas produksi
Biaya diferensial : harga beli yang dapat dihindari A
Biaya diferensial : biaya untuk membuat B

Keputusan
Jika A > B, alternatif membuat dapat dipilih
Jika A < B, alternatif membuat tidak dapat dipilih

Diperlukan tambahan fasilitas produksi
Biaya diferensial : harga beli yang dapat dihindari A
Biaya diferensial : biaya untuk membuat B
Aktiva diferensial berupa investasi dalam fasilitas C

Keputusan
Jika selama umur ekonomis fasilitas produksi jumlah nilai
tunai (A-B) > C, alternatif membuat sendiri dapat dipilih






A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

18

Biaya Diferensial adalah masa yang akan datang yang diperkirakan akan berbeda
(differ) akibat terpengaruh oleh suatu pengambilan keputusan atau pemilihan di antara
berbagai alternatif. (Mulyadi,1993,hal 117).
Besarnya biaya diferensial dihitung dari perbedaan biaya pada alternatif tertentu
dibandingkan dengan biaya pada alternatif lainnya. Karakter biaya diferensial dan bukan
biaya diferensial adalah sebagai berikut:
Biaya Diferensial Bukan Biaya Diferensial
~ Biaya masa yang akan datang.
~ Biaya yang berbeda diantara berbagai
alternatif keputusan.
~ Biaya masa lalu.
~ Biaya masa yang akan datang yang tidak
berbeda diantara berbagai alternatif
keputusan.

Pemahaman biaya diferensial seringkali rancu dengan konsep biaya yang
dikembangkan dalam akuntansi biaya seperti: relevant cost, future cost, out of pocket cost,
sunk cost, opportunity cost, incremental cost.

1. Biaya diferensial versus Biaya relevan
Biaya relevan merupakan biaya yang akan terjadi karena sebuah keputusan, sedangkan
biaya diferensial menyangkut informasi yang akan datang dan berbeda diantara alternatif
yang akan dipilih dan bersifat unik.



2. Biaya diferensial versus Biaya masa akan datang
Biaya masa akan datang merupakan biaya yang diharapkan akan terjadi dimasa
mendatang dan jumlahnya harus diestimasikan, pertimbangannya:
Biaya yang dapat dikendalikan oleh manajemen
Biaya ini harus direncanakan (budget cost)
Biaya ini untuk mendukung aktivitas tertentu/diharapkan

3. Biaya diferensial versus Biaya variable
Biaya variabel merupakan biaya yang berubah secara proporsional dengan tingkat
kegiatan, sedangkan biaya diferensial selalu terkait dengan alternatif yang sedang
dipertimbangkan untuk dipilih.

4. Biaya diferensial versus Biaya tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tidak berubah dengan adanya
perubahan volume aktivitas.Dalam pengambilan keputusan jangka pendek biaya tetap
mungkin merupakan biaya diferensial atau mungkin tidak, hal ini tergantung apakah
biaya tersebut dapat ditelusuri ke obyeknya.

5. Biaya diferensial versus Biaya depresiasi
Depresiasi merupakan alokasi biaya secara periodik atas kos aktiva tetap yang diperoleh
diwaktu yang lampau. Depresiasi muncul karena keputusan investasi modal jangka





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

19

panjang, karena itu dalam pengambilan keputusan jangka pendek biaya depresiasi dapat
diabaikan.

6. Biaya diferensial versus Biaya tambahan
Biaya tambahan suatu alternatif adalah tambahan biaya yang akan terjadi jika suatu
alternatif yang berkaitan dengan perubahan volume aktivitas dipilih.

7. Biaya diferensial versus Biaya kesempatan
Biaya kesempatan adalah pendapatan atau penghematan biaya yang dikorbankan sebagai
akibat dipilihnya alternatif tertentu.

8. Biaya diferensial versus Biaya tunai
Out of pocket cost adalah jenis biaya yang memerlukan pengeluaran kas saat sekarang
atau dalam jangka pendek sebagai akibat keputusan manajemen.

Sehingga kesimpulan yang dapat diambil mengenai biaya diferensial adalah sebagai berikut:
Biaya diferensial merupakan biaya masa yang akan datang
Dipengaruhi oleh pengambilan suatu keputusan manajemen
Selalu relevan dengan alternatif pilihan keputusan
Memberi manfaat lebih baik

H. EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI PAJAK
Pemerintah membutuhkan dana untuk menjalankan aktivitasnya, termasuk aktivitas
pembangunan. Salah satu sumber perolehan dana tersebut adalah dari sektor perpajakan.
Pemerintah Indonesia berusaha secara maksimal untuk terus meningkatkan serta mencapai
target pajak untuk kepentingan Negara, karena keberlangsungan hidup Negara ini cukup
bergantung pada keberhasilan penerimaan pajak.Indonesia memiliki potensi perpajakan yang
cukup besar, namun belup dioptimalkan sesuai dengan kontribusi yang diharapkan.Beberapa
usaha dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, diantaranya ekstensifikasi dan intensifikasi
pajak.
Penerimaan sektor perpajakan menyumbang hampir sebesar 70% dari total
penerimaan negara. Target penerimaan pajak setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
Untuk mencapai target penerimaan yang ditetapkan, berbagai upaya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Secara garis besar, upaya peningkatan penerimaan perpajakan
dibagi menjadi dua, yaitu upaya intensifikasi perpajakan dan ekstensifikasi perpajakan.
Kedua upaya ini berjalan beriringan dan dilakukan secara terus menerus.
1. Intensifikasi Perpajakan
Intensifikasi perpajakan merupakan upaya peningkatan penerimaan perpajakan
melalui penggalian potensi dari wajib pajak yang telah terdaftar. Dalam intensifikasi pajak,
terdapat tiga istilah terkait intensifikasi ini yaitu mapping atau pemetaan, profilling atau
pembuatan profil dan benchmarking atau pembandingan. Ketiga kegiatan ini didukung
dengan kegiatan pengumpulan data baik dari internal DJP maupun dari eksternal DJP.





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

20

Intensifikasi perpajakan bertujuan untuk menemukan adanya indikasi potensi pajak
yang belum tergali.Proses ini biasanya dilakukan oleh Account Representative, diawali
dengan analisa dan kemudian dilanjutkan dengan pengiriman surat himbauan kepada Wajib
Pajak serta dapat dilakukan konseling. Kegiatan penggalian potensi perpajakan ini dapat
berupa:
a. Konsultasi Perpajakan
b. Himbauan Pemenuhan kewajiban perpajakan
c. Penerbitan Surat Teguran dan Himbauan Konseling
d. Konseling Perpajakan
e. Penagihan (Penerbitan Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Lainnya, sampai
dengan upaya penyitaan)
f. Pemeriksaan
g. Sunset Policy (penerimaan pajak tahun2008)
h. dll.
Dengan intensifikasi, fiskus mencermati apakah wajib pajak telah melaporkan seluruh
obyek pajak yang ada padanya dengan jumlah yang sebenarnya.Titik beratnya terletak pada
masalah teknis pemungutan pajak.Secara umum dilakukan dengan penyuluhan oleh pihak
pelayanan. Secara khusus untuk wajib pajak tertentu, bisa dalam bentuk himbauan, konseling,
penelitian, pemeriksaan dan bahkan penyidikan apabila terdapat indikasi adanya pelanggaran
hukum.

2. Ekstensifikasi Perpajakan
Ekstensifikasi perpajakan merupakan upaya peningkatan penerimaan perpajakan
melalui penambahan jumlah wajib pajak terdaftar. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa
pendekatan kepada pemberi kerja, seperti perusahaan dan instansi, untuk bekerjasama
mendaftarkan karyawannya secara kolektif ke Kantor Pelayanan Pajak.Kegiatan lainnya
pendekatan properti. Pendekatan ini menggunakan data NJOP PBB dengan nilai tertentu
untuk melakukan pendataan dan sekaligus untuk mengecek orang pribadi yang memiliki atau
memanfaatkan tanah/bangunan tersebut sudah memiliki NPWP atau belum. Pendekatan ini
lebih kepada properti yang menjadi pusat kegiatan ekonomi atau yang dimiliki oleh orang
yang memiliki potensi ekonomi tinggi.
Ekstensifikasi dalam skala mikro, penambahan wajib pajak terdaftar didapat dari hasil
mencermati adanya wajib pajak yang memiliki obyek pajak untuk dikenakan pajak, namun
belum terdaftar dalam administrasinya. Ekstensifikasi dapat terjadi dengan cara wajib pajak
secara suka rela mendaftarkan diri atau dapat juga berdasarkan data yang dimiliki DJP,
kemudian fiskus melakukan pengukuhan secara jabatan.
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 06/PJ.9/2001 tentang
Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, data yang digunakan untuk





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

21

pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak meliputi data intern
dan data ekstern, antara lain:
1. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 Watt atau lebih;
2. Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp.300.000,- atau lebih;
3. Pemilik mobil dengan nilai Rp. 200.000.000,- atau lebih, atau pemilik motor dengan nilai
Rp.100.000.000,- atau lebih;
4. Pemegang Paspor Indonesia, kecuali pemegang paspor Haji dan pemegang Paspor
Tenaga Kerja Indonesia (tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal laut);
5. Tenaga Kerja Asing (expatriate) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
6. Karyawan lokal kedutaan besar asing atau organisasi internasional;
7. Pemilik tanah dan atau bangunan dengan Nilai jual Objek pajak (NJOP)
Rp.1.000.000.000.- atau lebih berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau
data SPOP;
8. Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau bangunan dari
laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau informasi dari Notaris dengan nilai
Rp.60.000.000.- atau lebih;
9. Pemilik telepon selular pasca bayar
10. Pemegang kartu kredit;
11. Pemegang polis atau premi asuransi;
12. Pemegang kartu keanggotaan Golf;
13. Artis;
14. Pemilik atau Penyewa ruang apartemen atau kondominium;
15. Pemilik kapal pesiar atau yacht, speed boat, dan pesawat terbang;
16. Pemilik saham yang diperdagangkan di pasar bursa;
17. Pemilik rumah sewa dan kost;
18. Pemegang saham, komisaris, direktur dan penerima dividen;
19. Pemilik atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada sentra perdagangan
atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan
industri atau sentra ekonomi lainnya.
20. Subjek pajak yang berdasarkan data pada lampiran Surat Pemberitahuan (SPT), telah
memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, tetapi belum mempunyai NPWP;
21. Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan PSL
Upaya yang telah dilakukan untuk proses ekstensifikasi pajak adalah sebagai berikut (SE-
06/PJ.9/2001) :
1. Canvassing, terhadap pengusaha-pengusaha di sentra-sentra ekonomi, seperti mall, plasa.
2. Kerjasama dengan RT/RW/Kelurahan di daerah pemukiman mewah atau masyarakat
mampu supaya kepala keluarga diberi nomor pokok wajib pajak.
3. Kerjasama terhadap pihak instansi keimigrasian supaya mewajibkan pemilik paspor
untuk memilki nomor pokok wajib pajak.
4. Mewajibkan pemegang kartu kredit untuk memiliki NPWP.





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

22

5. Mewajibkan pembeli mobil mewah dan rumah mewah memilki NPWP.
6. Mewajibkan orang pribadi yang memiliki penghasilandiatas PTKP untuk memiliki
NPWP.

3. Pelaksanaan Ekstensifikasi dan Intensifikasi
Terdapat beberapa aturan terkait ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak, antara lain:
1. SE-324/PJ.2002 tentang Pencarian/Pengumpulan Data dari Pihak Ketiga dan Sosialisasi
Program Ekstensifikasi/Intensifikasi Perpajakan.
Dalam Surat Edaran tersebut, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPP, dan Kepala KPPBB
diinstruksikan untuk melaksanakan langkah-langkah kegiatan yang proaktif dan efektif
dalam rangka peningkatan kesadaran, kepedulian, dan kepatuhan Wajib Pajak dengan
cara:
a. Kepala KPP dan KPPBB
- Segera merencanakan dan melaksanakan kegiatan pencarian/pengumpulan data
dari pihak ketiga yang merupakan sumber-sumber data strategis dan potensial di
wilayah kerja masing-masing, di bawah koordinasi Kepala Kantor Wilayah
atasannya. Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kepala Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan wajib membantu melaksanakan
kegiatan pencarian/pengumpulan data dan menyampaikannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak mitra kerja.
- Segera membangun dan mengembangkan bank data di Kantor masing-masing
dengan struktur yang serupa dengan yang terdapat dalam intranet. Dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan ini, agar senantiasa berkonsultasi
dengan Direktorat Informasi Perpajakan;
- Segera mengirimkan input data yang diperoleh dari kegiatan pada butir 1.a dan
1.b. di atas kepada Direktorat Informasi Perpajakan baik berupa cetakan (print-
out) komputer, disket/CD, melalui intranet, ataupun melalui media lainnya
yang tersedia.
b. Kepala Kantor Wilayah
- Segera merencanakan dan melaksanakan sosialisasi program
ekstensifikasi/intensifikasi perpajakan dalam bentuk Dialog Perpajakan dengan
representasi masyarakat Wajib Pajak di Wilayah kerja masing-masing, dengan
materi yang serupa sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak
(copy diskette terlampir). Materi tersebut agar diseleksi/disesuaikan dengan
kondisi setempat, dan dilengkapi dengan data yang telah ada pada bank data
masing-masing kantor dan yang telah tersedia di intranet;
- Segera menindaklanjuti Nota Kesepahaman (memorandum of Understanding)
yang telah ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak dan Gubernur/Kepala
Daerah setempat, dengan langkah-langkah kerjasama yang nyata dengan
melibatkan para kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

23

Bumi dan Bangunan, Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, serta
Kepala Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan;
- Mengkoordinir kegiatan pencarian/pengumpulan data dari pihak ketiga yang
dilaksanakan oleh para Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan, Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak,
serta Kepala Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.
2. SE-12/PJ.43/2002 tentang Intensifikasi Kewajiban Pemotongan/Pemungutan PPh dan
PPN dalam Rangka Peningkatan Potensi Perpajakan
Dalam Surat Edaran tersebut, para Kepala Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia
diinstruksikan untuk menyelenggarakan penyuluhan sebagaimana dimaksud melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah kerja masing-masing dengan materi berupa pemotongan
dan pemungutan PPh serta pemungutan PPn dan PPn BM terlampir.

I. MENAMBAH DAN MENGURANGI KANTOR CABANG INSTANSI
Menurut Boston Consultation Group (BCG) pembukaan kantor baru mungkin
memiliki satu atau beberapa alasan antara lain:
1. Meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan yang telah ada
2. Mempenetrasi pasar baru
3. Mencegah kompetitor mencuri pelanggan yang ada
Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat mengidentifikasi bahwa daerah di mana ia
percaya akan ada pertumbuhan yang signifikan di masa depan dan di mana perusahaan
mungkin memiliki banyak kontak dengan calon klien mungkin daerah yang baik di mana
untuk membuka kantor cabang. Alasan ini akan membantu mendukung keinginan untuk
mengejar "strategi branding" dalam keinginan untuk dianggap sebagai perusahaan nasional
atau internasional sebagai pembenaran membuka kantor cabang.
Sebuah perusahaan memperluas ke pasar lain harus memiliki komitmen yang serius
untuk kantor barunya. Apapun alasan perusahaan untuk membuka kantor cabang, alasan-
alasan ini harus menjadi bagian dari strategi yang kohesif. Pada tingkat yang paling
mendasar, ini berarti bahwa perusahaan harus memahami apa layanan yang akan disediakan
di kantor cabang, seperti apa kliennya, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan itu.
Meskipun ada menurut berbagai statistik dan survey, perusahaan yang memiliki
kantor cabang umumnya akan mendapatkan pendapatan/hasil lebih banyak dibandingkan
perusahaan tanpa kantor cabang. Untuk perusahaan induk, kantor baru dapat memberikan
kesempatan untuk meningkatkan pendapatan, menambah asosiate, dan menciptakan peluang
baru untuk kemitraan. Meskipun ini tentu strategi pertumbuhan yang cerdas, seperti dibahas
di bawah ini, penting untuk dicatat bahwa pembukaan kantor cabang dapat menguras waktu
dan uang jika dilakukan tidak benar atau untuk alasan yang salah.





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

24

Masalah dalam membuka kantor cabang
1. Kegagalan Kantor Cabang
Banyak perusahaan telah memiliki pengalaman buruk dengan kantor cabang. Penurunan
kontrol, moral dan etos kerja, overhead yang tinggi, dan ketidakmampuan untuk
memenuhi proyeksi untuk mendapatkan pekerjaan dapat menyebabkan kantor cabang
gagal. Masalah yang lebih serius adalah bahwa kantor cabang mengalami kesulitan akan
sering membeikan beban berat pada manajemen. Perusahaan yang tidak
memperhitungkan pembukaan kantor cabang secara rasional lebih sering menemukan
diri mereka sendiri dengan sakit kepala daripada mengalir pada keuntungan yang mereka
antisipasi.
Perusahaan yang membuka kantor cabang harus realistis dalam hal basis klien yang
mereka percaya akan dapat dihasilkan oleh kantor cabang. Sebagai contoh, banyak
perusahaan telah membuka kantor cabang hanya untuk menemukan bahwa pekerjaan
yang mereka percaya akan muncul belum terwujud. Selain itu, kantor cabang seringkali
dapat menguras resource luar biasa pada kantor utama, karena mereka dapat
menmbutuhkan banyak waktu untuk tumbuh. Banyak penawaran yang dicari melalui
kantor cabang mungkin memakan waktu lebih lama untuk terwujud daripada yang
diantisipasi. Tanpa basis klien yang besar, dampak ekonomi menunggu pekerjaan
seringkali dapat menghancurkan bottom line.
2. Hambatan Entry untuk Kantor Cabang
Ketika perusahaan membuka cabang di daerah lain, akan ada banyak hambatan untuk
sukses yang tidak segera nampak. Akan selalu ada beberapa hambatan masuk untuk
setiap perusahaan yang ingin membuka kantor cabang. Dalam pasar yang sangat maju,
mungkin ada persaingan yang berlebihan dari perusahaan-perusahaan lokal atau basis
klien potensial yang sangat kecil. Setiap kali sebuah perusahaan membuka kantor
cabang, itu harus mampu dan mau menanggapi fakta bahwa masuknya ke pasar baru
belum tentu bisa diprediksi. Sebagai contoh, banyak perusahaan yang secara historis
menjadi pemimpin di daerah asal mereka telah memasuki pasar dengan asumsi bahwa
mereka juga akan menjadi pemimpin di daerah-daerah baru. Hal ini tidak selalu terjadi

3. Kebijakan Kantor Pusat Seringkali Menjadi Kepedulian/Kekhawatiran Serius untuk
Kantor Cabang
Ketika perusahaan membuka kantor cabang, ada juga akan menjadi isu-isu substantif
tentang keterampilan manajemen dari para pemimpin perusahaan. Sedangkan kantor
cabang perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dari paparan pemasaran dan reputasi
perusahaan didirikan, perusahaan mungkin memiliki masalah yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk menangani dengan kepekaan budaya tertentu dari pasar baru atau
integrasi pegawai ke dalam budaya kelembagaannya. Kantor cabang Kebanyakan staf
baik dengan pegawai dari kantor utama perusahaan dan pegawai yang disewa oleh
perusahaan lokal ("pribumi/putra daerah"). Perusahaan Oleh karena itu perlu waspada
terhadap sensitivitas mengintegrasikan pegawai baru ke kantor cabang mereka dan





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

25

memastikan bahwa mereka yang direlokasi merasa seperti mereka masih bagian dari
perusahaan mereka.
Dari semua alasan yang diberikan atas kegagalan kantor cabang, salah satu alasan kita
mendengar paling sering adalah bahwa ada kurangnya komitmen serius atas kantor. Ini
adalah sesuatu yang sangat mungkin menyebabkan pembelotan/penurunan moral
pegawai setelah kantor cabang didirikan. Hal ini sangat penting bagi perusahaan untuk
menunjukkan komitmen yang serius untuk pengembangan dan keberhasilan operasi
kantor cabang.
Jadi pemerintah dapat menambah kantor layanan karena ingin meningkatkan pelayanan
pada klien atau bertambahnya jumlah basis klien. Begitu pula sebaliknya pemerintah
dapat mengurangi kantor layanan karena sudah semakin sedikitnya basis klien yang
dilayani/tidak efisien.
Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/791/XI/2005 tanggal 10 Nopember 2005
tentang Petunjuk Pembentukan dan Pengesahan Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor
(Polres).
Mekanisme Pembentukan Polres.
a. Tujuan
Tujuan dibentuknya Polres adalah :
1.) Meningkatkan/mendekatkan pelayanan Kepolisian kepada masyarakat
2.) Meningkatkan/memantapkan situasi Kamtibmas diwilayah tersebut.
3.) Untuk memudahkan rentang kendali dalam rangka komando dan pengendalian
terhadap Polsek di jajarannya.
4.) Keserasian dalam pelaksanaan pemerintah di tingkat Pemerintah Kota/Kabupaten
karena Kapolres adalah sebagai salah satu unsur pimpinan pada Pemerintah Kota/
Kabupaten.
b. Kriteria
Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan Polres adalah sebagai berikut :
1.) Administrasi Pemerintah Daerah (kesetaraan dengan Pemerintah Kota/ Pemerintah
Kabupaten;
2.) Luas Wilayah;
3.) Jumlah Penduduk;
4.) Situasi 3 tahun terakhir, baik yang berkaitan dengan kriminalitas, lalu lintas maupun
kerawanan lainnya;
5.) Kantor, aset pemerintah, swasta, obyek vital, sumber perekonomian / industri dan
lain-lain diwilayah tersebut;
6.) Dukungan Pemerintah Daerah dan Masyarakat;
7.) Kepentingan Pemerintah daerah dan Polda dikaitkan dengan otonomi daerah.
c. Syarat.
Syarat-syarat pembentukan Polres lainnya.
1.) Terpenuhinya kriteria yang telah ditentukan;
2.) Diutamakan yang telah tersedia lahan untuk pembentukan Mapolres dan Rumah
Dinas Polres, yang pengadaannya berasal dari dinas, swadaya, bantuan Pemda atau
partisipasi masyarakat dengan catatan lahan yang tersedia telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap ( dengan Sertifikat atau dokumen lainnya);





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

26

3.) Telah dilaksanakan Study Kelayakan oleh Biro Lemtala Srena Polri beserta fungsi
terkait.
d. Kesiapan Polda :
1.) Mengisi personel Polres;
2.) Melengkapi sarana yang diperlukan antara lain : transportasi, komunikasi, meubelair
dan lain-lain.
3.) Membangun Markas Polres, Rumdin, Barak Siaga dan fasilitas lainnya sesuai
standardisasi yang ditentukan, baik melalui proses pengusulan anggaran (APBN)
maupun melalui bantuan Pemerintah daerah (APBD) atau swadaya lainnya.
J. MENGGABUNG DAN MEMISAHKAN INSTANSI PEMERINTAH
Sebagian besar kementerian yang ada sekarang telah mengalami berbagai perubahan,
meliputi penggabungan, pemisahan, pergantian nama, dan pembubaran (baik sementara atau
permanen). Jumlah kementerian sendiri hampir selalu berbeda-beda dalam setiap kabinet,
dimulai dari yang hanya berjumlah belasan hingga pernah mencapai ratusan, sebelum
akhirnya ditentukan di dalam UU No. 39 Tahun 2008, yaitu sejumlah maksimal 34
kementerian.
Sepanjang sejarahnya, kementerian menggunakan nomenklatur yang berubah-ubah.
Pada sekitar tahun 1968-1998, nomenklatur yang digunakan adalah "departemen", "kantor
menteri negara", dan "kantor menteri koordinator". Pada tahun 1998 mulai digunakan istilah
"kementerian negara" dan "kementerian koordinator", sementara istilah "departemen" tetap
dipertahankan. Sejak berlakunya UU No. 39 Tahun 2008 dan Perpres No. 47 Tahun 2009,
seluruh nomenklatur kementerian dikembalikan menjadi "kementerian" saja, seperti pada
masa awal kemerdekaan. Proses pergantian kembali nomenklatur ini mulai dilakukan pada
masa Kabinet Indonesia Bersatu.
1. Kementerian yang Digabungkan/Dipisahkan
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan saat ini, sempat digabungkan
menjadi "Departemen Perindustrian dan Perdagangan" pada pertengahan perjalanan
Kabinet Pembangunan VI, dan kemudian dipisahkan kembali pada Kabinet Indonesia
Bersatu hingga sekarang.

2. Kementerian yang Dibubarkan
Kementerian Kemakmuran, dibentuk sejak proklamasi kemerdekaan (Kabinet
Presidensial) dan dibubarkan pada Kabinet Natsir hingga sekarang.
Kementerian Sosial, dibentuk sejak proklamasi kemerdekaan (Kabinet Presidensial),
sempat dibubarkan pada Kabinet Persatuan Nasional, dan dibentuk kembali pada
Kabinet Gotong Royong hingga sekarang.
Kementerian Penerangan, dibentuk sejak proklamasi kemerdekaan (Kabinet
Presidensial) dan dibubarkan pada Kabinet Persatuan Nasional hingga sekarang.

3. Kementerian yang Berganti Nama
"Kementerian Dalam Negeri" saat ini, dibentuk sejak proklamasi kemerdekaan
(Kabinet Presidensial) dengan nama "Kementerian Dalam Negeri", berganti nama





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

27

menjadi "Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah" pada perombakan I
Kabinet Persatuan Nasional, dan kembali menjadi "Departemen Dalam Negeri" pada
Kabinet Gotong Royong hingga sekarang.
"Kementerian Pertahanan" saat ini, dibentuk sejak proklamasi kemerdekaan (Kabinet
Presidensial) dengan nama "Kementerian Keamanan Rakyat", berganti nama menjadi
"Departemen Pertahanan" pada Kabinet Sjahrir II, menjadi "Departemen Pertahanan
dan Keamanan" padaKabinet Kerja I, dan kembali menjadi "Departemen Pertahanan"
pada Kabinet Persatuan Nasional hingga sekarang.
"Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia" saat ini, dibentuk sejak proklamasi
kemerdekaan (Kabinet Presidensial) dengan nama "Kementerian Kehakiman",
berganti nama menjadi "Departemen Hukum dan Perundang-undangan" pada Kabinet
Persatuan Nasional, menjadi "Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia" pada
Kabinet Gotong Royong, dan terakhir menjadi "Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia" pada Kabinet Indonesia Bersatu hingga sekarang.
"Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral" saat ini, dibentuk pada Kabinet
Kerja I dengan nama "Kementerian Perindustrian dan Pertambangan", berganti nama
menjadi "Kementerian Pertambangan" pada Kabinet Dwikora I, menjadi
"Kementerian Minyak dan Gas Bumi" pada Kabinet Dwikora II, kembali menjadi
"Kementerian Pertambangan" pada Kabinet Ampera I, menjadi "Departemen
Pertambangan dan Energi" pada Kabinet Pembangunan III, dan menjadi "Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral" pada perombakan I Kabinet Persatuan Nasional
hingga sekarang.
"Kementerian Komunikasi dan Informatika" saat ini, dibentuk sejak proklamasi
kemerdekaan (Kabinet Presidensial) dengan nama "Kementerian Penerangan", sempat
dibubarkan pada Kabinet Persatuan Nasional, dibentuk kembali dengan nama
"Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi" pada Kabinet Gotong Royong, dan
menjadi "Departemen Komunikasi dan Informatika" pada Kabinet Indonesia Bersatu
hingga sekarang.
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan" sebelumnya namanya adalah
"Kementerian Pendidikan Nasional dan bidang Kebudayaan ada dalamKementerian
Kebudayaan dan Pariwisata pada masa kabinet indonesia bersatu II Bidang
kebudayaan masuk kedalam Kementerian Pendidikan sedangkan Bidang Pariwisata
menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif" sebelumnya bernama Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata setelah Kebudayaan masuk kedalam kementerian
Pendidikan kementerian ini merubah namanya menjadi "Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif".
Sementara itu, penggabungan maupun pemisahan instansi pemerintah pada tingkat
Pemda merupakan kewenangan dari masing-masing pemerintah daerah. Salah satu
pertimbangan dalam penggabungan maupun pemisahan instansi pemerintah adalah
pertimbangan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK). Terlebih dalam penggabungan
instansi pemerintah dalam lingkup Pemda terdapat wacana bahwa yang mendapat prioritas





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

28

adalah SKPD yang berada di bawah satu kementrian dan juga yang memiliki tupoksi yang
sama.

K. CONTOH KASUS

1. Membeli atau Membuat Sendiri:
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) berencana membeli dua pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) milik PT. Inalum (Indonesia Asahan Alumunium), yaitu PLTA Sigura-
gura dan PLTA Tangga, untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara. Saat ini sistem
kelistrikan di Sumut defisit 200 Mw (megawatt) sehingga membutuhkan pasokan listrik
tambahan. Untuk mengatasi krisis tersebut sementara ini, PLN dan Inalum menyepakati
perjanjian peningkatan tukar daya listrik sebesar 90 Mw selama enam minggu. Selain itu,
pemadaman bergilir juga terus dilakukan demi penghematan energi listrik.
Wacana pembelian dua pembangkit milik Inalum tersebut muncul seiring akan
habisnya kontrak Jepang dengan Inalum pada tahun 2013 nanti. Inalum adalah proyek
kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan investor asal Jepang yang tergabung dalam
Nippon Asahan Alumunium Co.Ltd (NAA). Jepang memiliki 58,87% saham, sedangkan
Pemerintah Indonesia punya 41,13%.
Mengenai biaya pembelian dua PLTA Inalum berkapasitas 600 MW tersebut
diperkirakan akan menelan biaya sebesar US$400 juta atau setara Rp 4 triliun. Alternatif
lainnya adalah dengan membangun sendiri pembangkit listrik tenaga air baru di wilayah
Sumut, yang diestimasikan memerlukan dana Rp 2 triliun untuk satu PLTA berkapasitas 300
MW. Itu belum termasuk biaya izin dan survey. Sedangkan Rp 4 triliun pembelian PLTA
Inalum itu sudah tinggal pakai.
Berikut adalah informasi-informasi diferensial yang diperlukan dalam proses
pengambilan keputusan, apakah membangun sendiri atau membeli PLTA PT. Inalum:
Kapasitas pembangkit yang dimiliki PLN di Sumut saat ini hanya 900-1.000 MW.
Kebutuhan listrik saat beban (pukul 18.00-23.00) mencapai 1.200 MW. Oleh karena itu,
masyarakat Sumut selalu mengalami pemadaman listrik bergilir. Kondisi itu berdampak
pada ekonomi karena banyak pabrik yang tutup atau mengurangi jam produksinya.
Rumah tangga juga mengeluh karena peralatan elektroniknya cepat rusak akibat listrik
sering mati tiba-tiba.
Pembangunan pembangkit listrik baru akan memakan waktu antara 3-5 tahun dalam
proses konstruksinya, sehingga PLTA ini baru bisa dinikmati 3-5 tahun lagi. Sedangkan
PLTA Inalum akan dapat langsung pakai dan dapat mengatasi permasalahan kurangnya
pasokan listrik di Sumut.
Kapasitas terpasang dua PLTA Inalum mencapai 604 MW, kapasitas puncak 513 MW
dan kapasitas pasti sebesar 426 MW. Sedangkan kebutuhan pasokan tambahan listrik di
Sumut hanya 200 MW lagi. Nantinya akan ada idle capacity akibat tidak terpakainya





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

29

sebagian kapasitas PLTA tersebut. Namun, hal ini dalam beberapa waktu ke depan akan
mendatangkan keuntungan karena dapat mengakomodasi peningkatan kebutuhan
pemakaian listrik di masa mendatang.
Dana untuk membangun Pembangkit Listrik baru (2 T) lebih murah dibandingkan
membeli PLTA Inalum (4 T).
Di bawah ini kami sajikan kalkulasi estimasi pendapatan dan biaya diferensial selama
lima tahun ke depan pada masing-masing alternatif keputusan sebagai pertimbangan
kuantitatif dalam pengambilan keputusan:

A. Alternatif Pembelian Pembangkit Listrik PT. INALUM
(dalam juta rupiah)
Tahu
n
Pendapatan
Biaya
Depresiasi
Biaya
Operasional
dan
Maintenance
Beban
Bunga
Total Laba
Bersih
sebelum
pajak
Peningkatan
Pajak
Cash
Inflow
PVIF,n
PV Cash
Inflow
(1) (2) (3) (4) (5)
(6)=(2)-(3)-(4)-
(5)
(7)= (6)*25%
(8)=(2)-(4)-
(5)-(7)
(9) (10)=(8)/ (9)
2013 880.000
120.000
160.000
120.000 480.000 120.000 480.000
1,06000
452.830
2014 880.000
120.000
160.000
97.397 502.603 125.651 496.952
1,12360
442.285
2015 880.000
120.000
160.000
74.117 525.883 131.471 514.412
1,19102
431.911
2016 880.000
120.000
160.000
50.138 549.862 137.466 532.397
1,26248
421.708
2017 880.000
120.000
160.000
25.436 574.564 143.641 550.923
1,33823
411.681

4.400.000
600.000
800.000
367.089 2.632.911 658.228 2.574.684

2.160.416
Keterangan :
1. Pendapatan
Asumsi daya yang diproduksi adalah dengan perkiraan pendapatan untuk PLTA 3 MW =
Rp 1.100.000.000,-/bulan, daya yang disuplai untuk memenuhi kebutuhan listrik di
Sumatera Utara sebesar 200 MW, maka pendapatan yang diterima per tahun adalah
(200MW/3MW)x Rp 1.100.000.000x 12 = Rp 880 Miliar.
2. Biaya Depresiasi
Asumsi masa manfaat 30 tahun dengan sisa manfaat 10 %, maka biaya depresiasi per
tahun adalah (Rp. 4 Triliun x 90%)/30 = Rp 120 Miliar
3. Biaya Operasional & Maintenance
Perkiraan biaya operasional untuk PLTA 3 MW = Rp 200.000.000,-/Bulan, maka biaya
operasional & maintenance per tahun adalah (200MW/3MW)x Rp 200.000.000x 12 = Rp
160Miliar.
4. Beban Bunga





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

30

Asumsi Suku Bunga per tahun adalah 3% dan masa pinjaman selama 5 tahun, maka
Beban Bunga per tahun adalah:

(dalam juta rupiah)
Pinjaman
Awal
Tahun
Bunga
Nilai
Pinjaman
Akhir
Tahun
Angsuran
(1) (2)=(1)*3% (3)=(1)+(2) (4)
4.000.000 120.000 4.120.000 873.418
3.246.582 97.397 3.343.980 873.418
2.470.562 74.117 2.544.679 873.418
1.671.261 50.138 1.721.399 873.418
847.981 25.436 873.418 873.418

4.367.089
*Perhitungan Angsuran:
Present
Value
= Angsuran [PVIFA 3%; 5
th]
Angsuran

=

Present Value
[PVIFA 3%; 5 th]

Angsuran

=

4 Triliun
4.579707
Angsuran = Rp 873,418 Miliar
Dengan alternatif pembelian pembangkit listrik PT. Inalum, dari tabel di atas dapat terlihat
akan memberikan total pendapatan selama 5 tahun sebesar Rp. 2.160.416.000.000 (present
value).
B. Alternatif Membangun Sendiri Pembangkit Listrik
Pekerjaan Biaya
Desk Study Rp. 10.000.000,-
Field Survey Rp. 25.000.000,-
Pengenalan lapangan. Pengenalan dengan
Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat.
Pengukuran awal.
Pre Feasibility Study Rp. 50.000.000,-
Perhitungan awal.
Licensing
Perizinan ke Pemerintah Daerah, Direktorat
Jenderal LPE / Menteri ESDM dll. Rp. 15.000.000,-
Feasibility Study Rp. 900.000.000,-
Topography. Hydro Meteorology. Geological
Condition. Legal Frame Work. License. Tariff.






A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

31

Power Market. Project Layout / Basic Design.
Power & Energy Production. Project Sizing.
Civil Work. Mechanical Electrical. Transmission
Systems. Contraction Planning. Project
Costing. Economic Analysis. Financial Analysis.
Risk Analysis. Conclusion & Recommendation.
Land Acquisition & Construction 300 MW Rp.

2.100.000.000.000
Biaya rata-rata pembebasan lahan dan
kontruksi pembangkit listrik per 1 MW = Rp.
7.000.000.000,-.

Biaya konstruksi sangat tergantung kepada
ukuran bendungan, lokasi pembangkit,
panjang pipa pesat, kapasitas turbin dll.

Maintaining & Office Rp. 200.000.000,-
Suku cadang. Pemeliharaan. Perbaikan.
Transportasi. Komunikasi. SDM. Kantor.
Manajemen.

Total

2.101.200.000.000
(sumber data: www.listriktenagaair.com)
Tahu
n
Pendapatan
Biaya
Depresiasi
Biaya
Operasional
dan
Maintenance
Beban
Bunga
Total Laba
Bersih
sebelum
pajak
Peningkatan
Pajak
Cash
Inflow
(Outflow)
PVIF,n
PV Cash
Inflow
(Outflow)
(1) (2) (3) (4) (5)
(6)=(2)-(3)-(4)-
(5)
(7)= (6)*25%
(8)=(2)-(4)-
(5)-(7)
(9)=PVIF,6% (10)=(8)/ (9)
2013 -
-
-
63.036 (63.036) (15.759) (47.277)
1,06000
(44.601)
2014 -
-
-
51.163 (51.163) (12.791) (38.372)
1,12360
(34.151)
2015 -
-
-
38.934 (38.934) (9.733) (29.200)
1,19102
(24.517)
2016 880.000
63.036
160.000
26.337 630.627 157.657 536.006
1,26248
424.567
2017 880.000
63.036
160.000
13.361 643.603 160.901 545.738
1,33823
407.807

1.760.000
126.072
320.000
192.831 1.121.097 280.274 966.895

729.105
Keterangan :
Asumsi masa pembangunan adalah 3 tahun, sehingga pada tahun ke empat (2006) baru bisa
difungsikan.
1. Pendapatan
Asumsi daya yang diproduksi adalah dengan perkiraan pendapatan untuk PLTA 3 MW =
Rp 1.100.000.000,-/bulan, daya yang disuplai untuk memenuhi kebutuhan listrik di
Sumatera Utara sebesar 200 MW, maka pendapatan yang diterima per tahun adalah
(200MW/3MW)x Rp 1.100.000.000x 12 = Rp 880 Miliar.
2. Biaya Depresiasi
Nilai Aktiva Rp 2.101.200.000.000,-





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

32

Nilai residu (10%) Rp 210.120.000.000,-
1.891.080.000.000,-
Beban depresiasi per tahun Rp 63.036.000.000,-
*estimasi umur manfaat aktiva 30 tahun
3. Biaya Operasional & Maintenance
Perkiraan biaya operasional untuk PLTA 3 MW = Rp 200.000.000,-/Bulan, maka biaya
operasional & maintenance per tahun adalah (200MW/3MW)x Rp 200.000.000x 12 = Rp
160Miliar.
4. Beban Bunga
Asumsi dilakukan pinjaman pada awal pembangunan Pembangkit Listrik senilai aktiva,
yaitu Rp 2.101.200.000.000, dengan Suku Bunga per tahun adalah 3% dan masa
pinjaman selama 5 tahun, maka Beban Bunga per tahun adalah:



(dalam juta rupiah)
Pinjaman
Awal
Tahun
Bunga
Nilai
Pinjaman
Akhir
Tahun
Angsuran
(1) (2)=(1)*3% (3)=(1)+(2) (4)
2.101.200 63.036 2.164.236 458.806
1.705.430 51.163 1.756.593 458.806
1.297.786 38.934 1.336.720 458.806
877.913 26.337 904.251 458.806
445.445 13.361 458.806 458.806

2.294.034
Dengan alternatif PLN membangun sendiri pembangkit listriknya, dari tabel di atas dapat
terlihat akan memberikan total pendapatan di tahun 2017 sebesar Rp. 729.105.000.000,-
(present value). (Nilai buku aktiva di akhir tahun 2017 setelah 2 tahun masa pakai adalah
sebesar Rp 1.975.128.000.000)
Dengan demikian, bila keputusan membeli akan mendatangkan pendapatan diferensial yang
lebih besar dibandingkan membangun sendiri, dan dengan mempertimbangkan berbagai
informasi kualitatif, maka sebaiknya diambil keputusan untuk membeli 2 PLTA milik PT.
Inalum.
Tabel Perbandingan
(dalam juta rupiah)
No Uraian Beli PLTA
Inalum
Membangun sendiri
1 Pendapatan selama 5 tahun (2013-2017) 4.400.000 1.760.000

2

Biaya Operasional & Maintenance

(800.000)

(320.000)





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

33

selama 5 tahun
3 Beban Bunga (367.089) (192.831)
4 Penambahan Pajak
(658.228)

(280.274)

6

Cash Inflow

2.574.684

966.895

7

Present Value Cash Inflow 2.160.416 729.105
8

Biaya Depresiasi selama 5 tahun (600.000) (126.072)
9 Total 1.560.416 603.033

10

Pembayaran pinjaman (4.000.000) (2.101.200)
11 Book Value pada akhir 2017
3.400.000

1.975.128

Benefit

960.416

476.961

2. Menambah dan Mengurangi Kantor
Contoh Kasus Pembentukan Kantor Baru
Pada pertengahan 2010, KPKNL Sorong merupakan satuan kerja vertikal di bawah DJKN
yang memiliki 21 orang pegawai (1 Kepala Kantor, 5 Kepala Seksi dan 15 orang pelaksana).
Wilayah kerja KPKNL Sorong meliputi 12 kota dan kabupaten sebagai berikut:
KPKNL Sorong 17103 Kota Sorong
Kabupaten Sorong
Kabupaten Sorong Selatan
Kabupaten Raja Ampat
Kabupaten Maybrat
Kabupaten Tambraw
Kabupaten Manokwari
Kabupaten Teluk Bintuni
Kabupaten Teluk Wondama
Kabupaten Fakfak
Kabupaten Kaimana
Kabupaten Mimika
KPPN Sorong
KPPN Sorong
KPPN Sorong
KPPN Sorong
KPPN Sorong
KPPN Sorong
KPPN Manokwari
KPPN Manokwari
KPPN Manokwari
KPPNFakfak
KPPNFakfak
KPPNTimika

Dari 12 kota dan kabupaten tersebut pada tahun 2010 KPKNL harus melayani 623 Satker
penerima DIPA APBN yang tersebar di wilayah tersebut(jumlah tersebut merupakan 2 kali
jumlah yang dilayani pada tahun 2007 dikarenakan adanya pemekaran Provinsi Papua Barat
dan otonomi daerah). Salah satu layanan yang diberikan adalah layanan rekonsiliasi data
BMN dan SAI semester I dan II Satuan Kerja, di mana laporan rekonsiliasi ini termasuk





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

34

sebagai salah satu syarat diberikannya opini Wajar Tanpa Pengecualian. Waktu rekonsiliasi
adalah tanggal 1 - 10 Juli 20xx (untuk laporan semester I) dan tanggal 1- 14 Januari 20xx
(untuk laporan semester II dan tahunan). Adapun Norma waktu layanan rekonsiiasi adalah 30
menit, di mana seksi Pengelolaan Kekayaan Negara (PKN) yang melakukan fungsi
rekonsiliasi terdiri dari 3 orang pelaksana (golongan II). Sehingga dapat dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
waktu kerja Senin - Kamis = {(07.30 - 12.15) + (13.00 - 17.00)} - 25% time
allowance
= ( 4 jam 45 menit + 4 jam) - 25%
= 525 menit - (25% x 525 menit)
= 393,75 menit (dibulatkan 390 menit)
waktu kerja Jum'at = {(07.30 - 11.30) + (13.15 - 17.00)} - 25% time
allowance
= ( 4 jam + 3 jam 45 menit) - 25%
= 465 menit - (25% x 465 menit)
= 348 menit (dibulatkan 360 menit)
Maka jumlah normal rekonsiliasi yg bisa dilakukan 1 pegawai pada hari Senin - Kamis
adalah = 13 (390/30) rekonsiliasi dan pada hari jum'at adalah 12 rekonsiliasi (360/30). Serta
pada tanggal 1 - 10 Juni 20xx terdapat kemungkinan minimum terdapat 2 hari libur (1x sabtu
+ minggu) dan maksimum 4 hari libur (2x sabtu + minggu) sehingga meskipun hari libur
minimum (2 hari) dan jum'at 1 pegawai dapat melakukan 13 rekonsiliasi maka jumlah yang
normal rekonsiliasi dapat dilakukan KPKNL selama 8 hari kerja dengan 3 orang pegawai
adalah:
Jumlah Rekon Normal = 8 hari x 3 pegawai x 13 berkas rekonsiliasi
= 312 berkas rekonsiliasi
Maka jelas terdapat overload beban kerja pada seksi PKN KPKNL Sorong. Padahal layanan
penyampaian laporan rekonsiliasi tepat waktu termasuk indikator kerja utama (IKU) KPKNL.
Adapun selain permasalahan tersebut ternyata terdapat pula masalah berupa minimnya Satuan
Kerja yang datang melakukan rekonsiliasi dikarenakan buruknya topografi Papua
menyebabkan perjalanan antar kota harus dilakukan melalui jalan udara/laut sehingga biaya
perjalanan dinas yang dikeluarkan besar dan belum semua satuan kerja memiliki alokasi
anggaran untuk perjalanan ini (mayoritas Satuan Kerja yang melakukan rekon tepat waktu
adalah satker vertikal KD/KP, sedangkan SKPD DK,TP, dan UB cenderung terlambat
melakukan pelaporan) sehingga pejabat satuan kerja enggan melakukan perjalanan dinas.





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

35

Menghadapi permasalahan ini Seksi PKN mengajukan beberapa alternatif kebijakan pada
Kepala Kantor terkait usaha mencapai target IKU dalam rekonsiliasi semster I Tahun
Anggaran 2010 antara lain:
1. Memohon tambahan Pegawai baik Outsourcing ataupun Insourcing
Dengan adanya tambahan pegawai maka jumlah berkas yang dapat diselesaikan seksi
PKN selama waktu rekonsiliasi tentu dapat ditingkatkan
Berhubung masa pelaporan telah dekat dan pengajuan pegawai mungkin memakan
banyak waktu (sehingga pada saat pelaporan mungkin penambahan pegawai
insourcing belum dapat dipenuhi) maka untuk periode ini pegawai outsource/alih daya
dari seksi lain pun sangat dihargai guna membantu meringankan beban kerja seksi
PKN yang melonjak di bulan Juli dan Januari.

2. Mengirim pegawai sebagai perwakilan KPKNL di KPPN
KPKNL mendekatkan layanan ke pelanggan sehingga jumlah pelanggan yang
terjaring dengan pelayanan 1 atap bersama KPPN lebih banyak sehingga
diharapkan target IKU dapat tercapai
KPKNL telah menjalin hubungan yang baik dengan pihak RRI, sehingga
pengumuman melalui RRI dapat dilakukan secara cuma-cuma
Harus mengirimkan surat pemberitahuan kepada Satuan Kerja yang berada di luar
Kota dan Kabupaten Sorong (440 Satuan Kerja) sehingga diperlukan biaya
tambahan berupa pencetakan dan pengiriman surat di mana PT. Pos Indonesia
sendiri mengenakan tarif Rp. 10.000,- untuk tiap surat ini berarti KPKNL harus
mengeluarkan Rp. 4.400.000,- hanya untuk mengirimkan surat.
Berikut disajikan perhitungan biaya tambahan yang harus dikeluarkan KPKNL
Sorong bila menjalankan alternatif ini:

Biaya Tiket Pesawat untuk 2 org pegawai PP = 2 x 2 x 1.500.000,-* Rp. 6.000.000,-

Uang Saku Harian Pegawai = 2 x 10 x Rp 400.000,-** Rp. 8.000.000,-
Uang Hotel = 2 x 9 x Rp 370.000 ** Rp. 6.660.000,-
Biaya Pengiriman Surat = 440 x Rp 10.000 Rp. 4.400.000,-
Total Biaya Tambahan yang dikeluarkan Rp. 24.040.000,-

*(1 standby di SOQ 1 ke MKW dan 1 ke FAQ, pada Juli dan Januari harga tiket
mahal dikarenakan tingginya permintaan yang didorong tingginya
jumlahperjalanan dinas, Rp. 1.500.000,- merupakan pagu tertinggi SBU pesawat
domestik ekonomi)

** Sesuai SBU 2010, PNS golongan II
Sebagai tambahan informasi umumnya pegawai seksi lain banyak yang
mengajukan menjadi penggembira dinas sehingga bila dituruti biaya perjalanan





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

36

dinas dapat membengkak tapi bila tidak dituruti maka moral pegawai tersebut di
kantor menurun

3. Membuka layanan e-rekonsiliasi
Dengan berkembangnya Teknologi Informasi maka rekonsiliasi dimungkinkan
dilakukan elektronik. Di mana satuan kerja hanya perlu mengirim data sesuai format
yang diminta KPKNL kemudian KPKNL akan mengirimkan hasil rekonsiliasi (atau
pemberitahuan penolakan bila terdapat permasalahan)berupa file PDF kepada Satuan
Kerja agar dapat dicetak sebanyak 3 rangkap dan ditandatangani Kuasa Pengguna
Anggaran masing-masing Satker untuk kemudian dikirim kembali ke KPKNL untuk
ditandatangani petugas dan kepala KPKNL dan 1 rangkap berkas dikirim kembali
kepada Satker. Berarti perjalanan dinas dapat ditiadakan dan hanya disubtitusikan
dengan biaya persuratan yang relatif jauh lebih murah. Bila layanan ini dapat
dimaksimalkan dan seluruh Satker yang berada di luar kota dan kabupaten Sorong
mampu memanfaatkana layanan ini maka, dengan asumsi seluruh 440 satker luar kota
dan kab Sorong semestinya mengirim KPA/pegawainya ke Sorong untuk melakukan
rekonsiliasi selama 4 hari maka dengan program ini negara mampu menghemat:

Uang tiket Pesawat= 440 satker x 2(PP) x Rp 1.500.000 Rp. 1.320.000.000,-
Uang Saku Harian Pegawai= 440 satker x 4 malam x Rp 400.000 Rp 704.000.000,-
Uang Hotel= 440 satker x 3 malam x Rp 370.000 Rp 488.400.000,-
Total Penghematan Biaya Dinas Rp 2.512.000.000,-

Penghematan ini memiliki potensi dapat menjadi lebih besar, sebab seringkali yang
berangkat dinas adalah KPA (golongan III/IV) yang berarti uang hotel dan uang saku
harian dapat berlipat. Selain itu KPA umumnya membawa serta seorang staf yang
berarti uang dinas satker yang dihitung di atas dapat berlipat ganda. Maka program ini
diyakini memiliki potensi untuk menghemat biaya perjalanan dinas hingga lebih dari
Rp. 5.000.000.000 (Lima Milyar Rupiah)

4. Mengajukan Usulan Membuka Kantor Baru di Manokwari
Di luar dugaan semula, saat terjadi pemekaran provinsi Papua Barat Manokwari bukan
Sorong yang dijadikan sebagai ibukota Provinsi meski saat itu Sorong dirasa lebih siap
menjadi ibukota Provinsi. Akibatnya Manokwari berkembang pesat baik dari segi
ekonomi maupun birokrasi, pada tahun 2010 Kabupaten Manokwari sendiri telah
memiliki 200 satker aktif penerima DIPA APBN (didorong oleh berkembangnya Satker
Dekonsentrasi DK Provinsi) ini berarti 1/3 pelanggan KPKNL Sorong berada di
Manokwari, selain informasi tersebut juga terdapat beberpa informasi relevan lainnya
antara lain:
a. Telah terdapat permintaan dari Gubernur Papua Barat memohon dibangunnya kantor
vertikal DJKN di Manokwari, dalam hal ini Pemerintah Provinsi memberikan
dukungan dengan menyediakan tanah di daerah kompleks baru Kantor Gubernur
(daerah Arfai).





A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

37

b. KPP Pratama Manokwari belum memiliki gedung sendiri (saat ini masih sewa) serta
dengan dipindahnya kompleks Gubernur maka KPPN Manokwari berada cukup jauh
dari kompleks kantor satuan kerja. Hal ini membuka kemungkinan untuk
dibangunnya Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari di mana beban
pembangunan dan manfaat gedung dapat dibagi antara Setjen Kemenkeu, DJP,
DJPb dan DJKN.
c. Pada tahun 2009 dari 60 sengketa aset yang ditangani KPKNL Sorong yang
berujung pada beracara di Pengadilan. 47 Kasus terjadi di wilayah juridiksi
Pengadilan Negeri Manokwari. Begitu pula di tahun 2010 trend sebagian besar
kasusu terjadi di wilayah juridiksi PN Manokwari terus berlanjut, sehingga seksi
Hukum dan Informasi KPKNL harus mengeluarkan biaya lebih (perjalanan dinas)
untuk menyelesaiakan perkara dibandingkan apabila telah dibuka KPKNL
Manokwari. Perbedaan biaya dinas beracara di pengadilan dapat dilihat dari
perhitungan berikut:

Perjalanan Dinas Kilat (Hari pertama berangkat, hari kedua sidang, hari ketiga
pulang) dilakukan oleh pegawai golongan II

Uang Tiket Pesawat= 2(PP) x Rp 1.500.000,- Rp 3.000.000,-
Uang Harian Pegawai = 3 hari x Rp 400.000,- Rp 1.200.000,-
Uang Hotel = 2 malam x Rp 370.000,- ` Rp 740.000,-
Biaya minimum beracara di PN Manokwari Rp 4.940.000,-
Biaya perjalanan dinas dalam kota 1 hari x 1 pegawai
(Uang Harian) Rp 110.000,-
Minimal biaya yang dapat dihemat untuk tiap kali sidang Rp 4.830.000,-

Perlu diketahui umumnya yang dikirim beracara di pengadilan adalah pegawai golongan
III yang memiliki pendidikan dan/atau pengalaman lebih di ranah hukum (S1 Hukum dan
yang lebih tinggi diutamakan, dan S1 saat menjadi pegawai akan menjadi golongan IIIa)
sehingga biaya yang dapat dihemat diperkirakan lebih tinggi
Namun anggaplah KPKNL melakukan usaha minimalis untuk menghemat dana dan
dengan asumsi tetap terjadi 47 sidang di PN Manokwari setip tahunnya maka negara
setidaknya dapat menghemat = 47 x Rp 4.830.000,- = Rp 227.010.000,-
Begitu pula seksi lelang dan seksi piutang negara juga memiliki beberapa kegiatan yang
mengharuskan melakukan perjalanan dinas di Manokwari, sehingga dengan dibukanya
KPKNL Manokwari biaya dinas KPKNL Sorong akan dapat ditekan.

Keempat alternatif ini seluruhnya dianggap memiliki merit lebih banyak dibanding biaya
relevan, sehingga top manajemen DJKN pun akhirnya menyetujui seluruh usulan tersebut
untuk dilaksanakan.







A
k
u
n
t
a
n
s
i

M
a
n
a
j
e
m
e
n

S
e
k
t
o
r

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h


P
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

K
e
p
u
t
u
s
a
n


&

I
n
f
o
r
m
a
s
i

R
e
l
e
v
a
n
:

T
e
o
r
i

d
a
n

C
o
n
t
o
h

K
a
s
u
s

38

Anda mungkin juga menyukai