Anda di halaman 1dari 16

Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

Bab 3. Analisis dan Pengambilan Keputusan

A. Informasi Pembelajaran
Kompetensi yang diharapkan : 1. Mahasiswa mampu memahami konsep analisis
keputusan dalam perusahaan.
2. Mahasiswa mampu memahami dasar-dasar teknik
perumusan keputusan dalam perusahaan
Alokasi Waktu/Jumlah Pertemuan : 1 pertemuan @100 menit
Gambaran Pokok Bahasan : 1. Konsep dasar pengambilan keputusan
2. Bentuk pembuatan keputusan
3. Proses pengambilan keputusan
4. Multi Criteria Decision Making (MCDM)
5. Simple Additive Weighting (SAW)
6. Analytic Hierarchical Process (AHP)

B. Materi Pembelajaran

1. Konsep Dasar Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan (decision making) merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang
terutana bagi seorang pemimpin. Organisasi akan berjalan sesuai fungsinya apabila para pemimpinya
memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan dan mampu menerapkannya kepada anggota
organisasi. Keputusan biasanya diambil ketika terjadi masalah untuk mengatasi masalah yang terjadi
dalam suatu organisasi atau dalam perusahaan diperlukan suatu kebijakan dalam pengambilan
keputusan yang baik dalam menentukan strategi sehingga menimbulkan pemikiran tentang cara-cara
baru untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli,
diantaranya adalah :
 G.R. Terry mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan
yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.
 Claude S. Goerge, Jr mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh
kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk
pertimbangan, pemilihan diantara sejumlah alternatif.
 Horold dan Cyril O’Donnell mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah
pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak mulai dari perencanaan,
suatu rencana tidak dapat dikatakan jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat
dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
 P. Siagian menyebutkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan
sistematis terhadapa suatu masalah, pengumpulah fakta dan data, penelitian yang
matang atas alternatif dan tindakan.
Benang merah dari definisi-definisi diatas adalah bahawa pengambilan keputusan adalah
serangkaian proses/tahapan-tahapan yang logis dan sistematis untuk menghasilkan solusi pemecahan
masalah (problem solving) yang akurat/tepat sasaran. Pengambilan keputusan adalah sebuah
mekanisme dalam melakukan penilaian dan menyeleksi sebuah / beberapa pilihan. Ketetapan
desicion making dirumuskan setelah menjalani beberapa proses perhitungan rasional dan peninjauan
alternatif. Sebelum kesimpulan dirumuskan dan dilaksanakan, terdapat beberapa jenjang tahapan
yang harus dilalui oleh si pembuat keputusan. Jenjang tahapan tersebut mungkin dapat meliputi

33 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

rekognisi permasalahan dasar, meniapkan putusan alternatif yang dapat dipilih, lalu mencapai fase
pemilihan keputusan terbaik.
Pengambilan keputusan yang baik tentunya dilakukan secara sistematis melalui tahapan-
tahapan yang terstruktur. Teori dari Simon (1960) menyebutkan 4 tahapan umum dalam pengambilan
keputusan sebagai berikut:
1. Intelligence : pengumpulan data dan informasi untuk identifikasi masalah.
2. Design : tahap perumusan penanggulangan dalam bentuk opsi pemecahan permasalahan.
3. Choice : fase menyaring keputusan dari solusi alternatif – alternatif yang tersedia.
4. Implementation : tahap menjalankan pilihan keputusan dan mengevaluasi hasil.
Pekerjaan seorang pimpinan atau manajer tidak lepas dari pengambilan keputusan. Manajer
harus dapat membuat keputusan yang terbaik untuk organisasi dalam situasi dan kondisi yang
bagaimanapun. Oleh karena itu diperlukan kemampuan membuat keputusan terbaik. Pengambilan
keputusan berangkat dari masalah atau. kesempatan. Keputusan-keputusan dibuat untuk
memecahkan berbagai masalah yang ada. Dalam usaha memecahkan suatu masalah, seorang
pembuat keputusan (pimpinan atau manajer) mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan
tersebut kemudian dieterapkan melalui rangkaian tindakan yang perlu diikuti dalam memecahkan
masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak negative atau untuk memenfaatkan
kesempatan.

2. Bentuk Pembuatan Keputusan


Pembuatan keputusan yaitu proses serangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam
penyelesaian suatu masalah. Pembuatan keputusan ini dilakukan oleh setiap jabatan dalam
organisasi. Manajer akan membuat keputusan yang berbeda dalam situasi dan kondisi yang berbeda
pula. Bentuk keputusan ini bisa berupa keputusan yang diprogram atau tidak, bisa juga dibedakan
antara keputusan yang dibuat dibawah kondisi kepastian, resiko dan ketidakpastian.
Keputusan terprogram (programmed decisions) yaitu keputusan yang dibuat menurut
kebiasaan, aturan atau prosedur yang terjadi secara rutin dan berulang-ulang. Contoh : penetapan gaji
pegawai, prosedur penerimaan pegawai baru, prosedur kenaikan jenjang kepegawaian dan
sebagainya. Keputusan tidak terprogram (non-program med decision), yaiut keputusan yang dibuat
karena terjadinya masalah-masalah khusus atau tidak biasanya. Contoh : pengalokasian sumber daya
– sumber daya organisasi, penjualan yang merosot tajam, pemakaian teknologi yang termodern dan
lain sebagainya.
Keputusan dengan kepastian, resiko dan ketidakpastian, ini tergantung dari beberapa aspek
yang tidak dapat diperkirakan dan dipastikan sebelumnya, seperti reaksi pesaing, perubahan
perekonomian, perubahan teknologi, perilaku konsumen dan lain sebagainya. Oleh karena itu ini
terbagi dalam tiga jenis situasi, yaitu :
1. Kepastian (certainty), yaitu dengan diketahuinya keadaan yang akan terjadi diwaktu
mendatang, karena tersedianya informasi yang akurat dan responsibility.
2. Ketidakpastian (uncertainty), dimana manajer tidak mengetahui probabilitas yang dimiliki
serta tidak diketahuinya situasi yang akan terjadi diwaktu mendatang, karena tidak
mempunyai informasi yang dibutuhkan. Umumnya ini menyangkut keputusan yang kritis.
3. Situasi yang Beresiko (risk) yaitu dengan diketahuinya kesempatan atau probabilitas setiap
kemungkinan yang akan terjadi serta hasilnya, tetapi informasi yang lengkap tidak dimiliki oleh
organisasi atau perusahaan.
Secara umum, terdapat dua pendekatan dalam pengambilan keputusan, yaitu pendekatan
kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif mengandalkan penilaian subyektif

34 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

terhadap suatu masalah, sedangkan pendekatan kuantitatif mendasarkan keputusan pada penilaian
obyektif yang didasarkan pada model matematika yang dibuat. Jika anda meramalkan cuaca
mendasarkan pada pengalaman, maka pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Namun, jika
ramalan didasarkan pada model matematika, maka pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif.
Keputusan penerimaan karyawan berdasar nilai tes masuk adalah contoh lain pendekatan kuantitatif,
sedang jika didasarkan pada hasil wawancara untuk mengetahui kepribadian dan motivasi maka
pendekatan yang dilakukan adalah kualitatif.
Operasi organisasi semakin komplek dan mahal, sehingga semakin sulit dan penting manajer
dalam membuat rencana dan keputusan. Untuk itu diperlukan bantuan berbagai teknik dan peralatan
kuantitatif. Teknik dan peralatan kuantitatif pembuatan keputusan dikenal dengan nama teknik
management science dan operations research. Riset operasi menggambarkan, memahami, dan
memperkirakan perilaku berbagai sistem yang komplek dalam kehidupan manusia. Tujuannya
menyediakan informasi yang akurat.

3. Tahapan Rasional dalam Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan dibuat berdasar proses analisis, pendenahan, dan pensimulasian
melalui berbagai perhitungan alternatif solusi yang mungkin dilakukan. Tahap pengambilan keputusan
mempunyai beberapa langkah :
1. Langkah 1. Pemahaman dan menyatakan dasar permasalahan.
Para pemimpin sering berhadapan dengan kenyataan bahwa permasalahan yang sulit
dipecahkan atau sukar diidentifikasikan, bukan merupakan dasar dari sebuah permasalahan.
Para pemimpin dapat memahami masalah yang sedang dihadapi dengan beberapa fase.
Pertama, pemimpin secara sistematis menguji hubungan sebab-akibat. Kedua, pemimpin
menganalisis perubahan atau penyimpangan normal sebuah permasalahan yang sedang
berlangsung.
2. Langkah 2. Pengumpulan dan analisis data.
Setelah pemimpin menemukan dan menyatakan masalah, pemimpin harus memformulasikan
langkah kedepan. Langkah pertama pemimpin adalah harus menetapkan data dan informasi
apa yang diperlukan dalam merumuskan keputusan yang akurat. Langkah yang kedua adalah
memastikan bahwa data tersebut mampu didapatkan secara tepat waktu dan relevan.
3. Langkah 3. Pegembangan solusi alternatif.
Kecenderungan dalam menerima solusi alternatif keputusan yang feasibel akan mampu
menghindarkan pemimpin dari kegagalan dalam pencapaian dan penyelesaian yang optimal.
Pemimpin harus menentukan solusi alternatif yang secara overall mampu menyelesaikan
permasalahan, walaupun pilihan tersebut bukanlah hal ideal.
4. Langkah 4. Evaluasi alternatif solusi.
Setelah pemimpin mengemukakan sekumpulan alternative solusi, pemimpin harus
melakukan evaluasi sekumpulan alternatif tersebuti. Tujuan dari evaluasi adalah untuk
menilai tingkat efektifitas dari setiap alternative solusi.
5. Langkah 5. Pemilihan alternatif solusi terbaik.
Pengambila keputusan adalah hasil pengevaluasian berbagai alternatif yang tersedia.
Alternatif yang terpilih harus didasarkan pada kemampuan pemimpin dalam menghadapi
konsekwensi yang akan terjadi setelah implementasi dari alternatif terpilih tersebut.
6. Langkah 6. Implementasi Keputusan.
Setelah solusi terbaik terpilih, para pemimpin harus menetapkan perencanaan untuk
menghadapi berbagai potensi permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
keputusan. Sejalan dengan itu, pemimpin perlu memperhitungkan berbagai ketidakpastian
dan bahaya sebagai konsekuensi dalam sebuah keputusan. Pada langkah ini, keputusan

35 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

pemimpin juga harus mensyaratkan prosedur pelaporan kemajuaan secara periodik serta
menyusun tindakan preventif apabila timbul penyimpanggan dari implementasi keputusan.
7. Langkah 7. Evaluasi perolehan keputusan.
Implementasi evaluasi keputusan harus diawasi secara periodik. pemimpin akan melakukan
penilaian apakah implementasi telah dilakukan secara baik dan keputusan membuahkan hasil
yang ditargetkan.

4. Multi Criteria Decision Making


Konsep Multi Criteria Decision Making (MCDM) atau Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
pertama kali diungkapkan oleh Michael Scoot Morton pada tahun 1971, adalah suatu sistem informasi
spesifik yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan yang berkaitan
dengan persoalan yang bersifat semi terstruktur untuk menghasilkan berbagai alternatif yang secara
interaktif digunakan oleh pemakai (Nofriansyah & Defit, 2017). MCDM merupakan salah satu metode
yang paling banyak digunakan dalam area pengambilan keputusan. Tujuan MCDM adalah memilih
alternatif terbaik dari beberapa alternatif eksklusif yang saling menguntungkan atas dasar performansi
umum dalam bermacam kriteria (atau atribut) yang ditentukan oleh pengambil keputusan.
MCDM dengan pendekatan optimasi berguna untuk tujuan pemeringkatan, terutama ketika
beberapa kriteria kompleks perlu dipertimbangkan secara bersamaan (Jahan & Edwards, 2013).
Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari langkah membangun hubungan preferensi global untuk
sekumpulan alternatif yang dievaluasi menggunakan beberapa pemilihan kriteria dari tindakan terbaik
yang masing-masing dievaluasi terhadap beberapa kriteria termasuk kriteria yang bertentangan.
Janko (2005) menyebutkan terdapat beberapa fitur umum yang digunakan dalam MCDM, yaitu:
1. Alternatif, adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk
dipilih oleh pengambil keputusan.
2. Atribut, atribut sering juga disebut sebagai kriteria keputusan.
3. Konflik antar kriteria, beberapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu dengan yang
lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya.
4. Bobot keputusan, bobot keputusan menunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria, = (1
, 2 , 3 , … , ).
5. Matriks keputusan, suatu matriks keputusan yang berukuran x , berisi elemen-elemen yang
merepresentasikan rating dari alternatif ; = 1,2,3, … , terhadap kriteria ; = 1,2,3, … , .
Hasil dari sebuah sistem pendukung keputusan yaitu berupa sebuah keputusan strategi atau
tindakan pemecahan masalah yang diyakini akan memberikan solusi terbaik dan dapat dijadikan
sebagai tolak ukur sebuah kebijakan dari sebuah masalah yang diteliti. Dalam sistem pendukung
terdapat beberapa metode yang dapat dijadikan sebagai solusi untuk pemecahan masalah, antara lain
metode Simple Additive Weighting (SAW), metode Weight Product (WP), metode Analythical
Hierarchy Process (AHP), metode TOPSIS, metode Promethee, metode ELECTRE, metode Oreste,
metode Entropi, dan lain-lain. Dalam modul ini akan dibahas secara lebih lanjut metode SAW dan AHP.

5. Simple Additive Weighting


Metode Simple Additive Weighting (SAW) merupakan salah satu algoritma dalam sistem
pendukung keputusan. Algoritma SAW sering juga dikenal dengan istilah metode penjumlahan
terbobot. Disebut dengan istilah tersebut, dikarenakan pada dasarnya SAW akan melakukan
penjumlahan terbobot untuk semua attribut pada setiap alternatif. Tujuan akhirnya, supaya SAW bisa
membandingkan alternatif secara lebih seimbang dan menghasilkan perhitungan yang lebih baik.
Beberapa istilah-istilah (terms) yang digunakan dalam metode Simple Additive Weighting
adalah sebagai berikut:

36 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

1. Kriteria. Kriteria merupakan ukuran yang akan dijadikan dasar untuk penilaian. Contoh kita
akan menentukan mahasiswa yang layak mendapat beasiswa di universitas X. Kriteria nya :
IPK, jumlah tanggungan, penghasilan orang tua dan jarak rumah ke kampus. Pada SAW kriteria
ini digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu benefit dan cost. Benefit merupakan kriteria yang
menguntungkan bagi perhitungan, sedangkan cost sebaliknya. Contoh IPK termasuk ke dalam
kriteria benefit, karena semakin tinggi nilai IPK nya peluang untuk mendapatkan beasiswa
akan semakin besar. Sedangkan penghasilan orang tua termasuk ke dalam kriteria cost, karena
semakin besar penghasilan orang tua peluang mendapatkan beasiswa semakin kecil. Kriteria
juga mempunyai bobot untuk masing-masing kriteria. Misal IPK bobotnya 5, penghasilan
orang tua 5, dll. Bentuk lain bobot ini bisa juga menggunakan persen (%).
2. Alternatif. Alternatif merupakan objek / orang yang akan dipilih atau diurutkan. Contoh pada
penentuan beasiswa yang termasuk ke dalam alternatif adalah mahasiswa-mahasiswa yang
mengajukan beasiswa.
3. Attribut. Attribut merupakan nilai dari setiap kriteria pada setiap alternatif. Contoh pada
penentuan beasiswa, attribut merupakan nilai dari IPK dari mahasiswa X.
4. Data Crips. Data Crips merupakan data yang digunakan untuk mengelompokkan nilai dari
setiap attribut. Data crips sifatnya opsional boleh ada atau boleh tidak. Kalau ada maka
attribut akan dinormalisasikan menggunakan data crips, kalau tidak maka attribut akan
langsung dihitung. Contoh pada penentuan beasiswa adalah data crips pada penghasilan
orang tua. Biasanya penghasilan orang tua akan dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok
seperti:
 Kelompok 1. penghasilan <= 1.000.000
 Kelompok 2. penghasilan 1.000.000 – 3.000.000
 Kelompok 3. penghasilan 3.000.000 – 5.000.000
 Kelompok 4. penghasilan 5.000.000 – 7.000.000
 Lelompok 5. penghasilan >= 7.000.000

a. Cara Perhitungan SAW


Pada dasarnya hanya ada tiga tahap dari pehitungan SAW, yaitu :
1. Tahap 1 Analisa, tahap ini melakukan penentuan jenis kriteria apakah benefit atau cost, serta
mengubah semua nilai attribut sesuai dengan nilai yang ada pada data crips. Jika attribut tidak
mempunyai data crips, maka langsung dimasukkan data aslinya.
2. Tahap 2 normalisasi, tahap ini digunakan untuk merubah nilai dari setiap attribut ke dalam
skala 0-1 dengan memperhatikan jenis kriteria nya apakah benefit / cost dengan
menggunakan rumus dibawah. Dalam rumus tersebut r adalah nilai hasil normalisasi, dan x
adalah elemen pengambilan keputusan
𝑥
⎧ , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑗 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑏𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡)
⎪max (𝑥 )
𝑟 =
⎨ min 𝑥
⎪ , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑗 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑐𝑜𝑠𝑡)
⎩ 𝑥
Rumus diatas mempunyai arti :
a. Jika jenis kriteria adalah benefit, maka proses normalisasi dilakukan dengan cara
membagi nilai atribut dengan nilai terbesar dari semua atribut pada kritera.
b. Jika jenis kriteria adalah cost, maka proses normalisasi dilakukan dengan cara
membagi nilai terkecil dari semua atribut pada kriteria dengan nilai atribut.
3. Tahap 3 perankingan, tahap ini merupakan tahap utama dimana mengalikan semua attribut
dengan bobot kriteria pada setiap alternatif. Berikut rumusnya:

37 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

𝑣 = 𝑤𝑟

Rumus diatas berarti kita mengalikan semua atribut yang telah dinormalisasi dengan bobot
masing-masing kriteria.

b. Contoh Perhitungan SAW


Universitas X akan melakukan seleksi penerima beasiswa sebanyak 1 mahasiswa dari 5
mahasiswa. Mahasiswa yang layak untuk diberikan beasiswa diurutkan berdasarkan kriteria-kriteria
berikut ini :
1. IPK (Indek Prestasi Kumulatif). Semakin besar IPK, maka nilai semakin baik. Bobot 25%.
2. Penghasilan Orang Tua. Penghasilan orang tua dihitung per bulan, sekala penilaian
berdasarkan data di bawah ini :
 0 – 1.000.000 : poin 1
 1.000.001 – 3.000.000 : poin 2
 3.000.001 – 5.000.000 : poin 3
 > 5.000.001 : poin 4
Semakin kecil penghasilan orang tua, maka nilai yang didapat akan lebih baik. Bobot 15%.
3. Jumlah Tanggungan orang tua. Jumlah tanggungan orang tua merupakan jumlah anggota
keluarga yang dibiayai oleh orang tua mahasiswa, (nenek dan kakek dapat dimasukkan).
Semakin banyak jumlah tanggungan, maka semakin layak menerima beasiswa. Bobot 20%.
4. Prestasi. semakin baik prestasi, maka nilai yang didapat akan lebih baik. Prestasi
dikelompokkan ke dalam:
 Tingkat Kota/Kabupaten : poin 1
 Tingkat Provinsi : poin 2
 Tingkat Nasional : poin 3
 Tingkat Internasional : poin 4
Bobot penilaian prestasi mendapatkan porsi terbanyak sebesar 30%.
5. Lokasi / jarak rumah dari kampus. Semakin dekat lokasi rumah mahasiswa dengan lokasi
kampus akan mendapat nilai yang lebih baik. Bobot penilaian 10%.
Berikut data mahasiswa yang akan dinilai :

Tahap 1 - Analisa
Melakukan analisa terhadap kriteria, menentukan jenis kriteria (benefit atau cost) dan
melakukan konversi jika kriteria punya data crips. Hasil analisa adalah sebagai berikut:
 IPK : jenis kriteria benefit. Data crips : tidak ada.
 Penghasilan orang tua : jenis kriteria cost. Data crips : ada. Konversi
 Jumlah tanggungan orang tua : jenis kriteria benefit. Data crips : tidak ada.
 Prestasi : jenis kriteria benefit. Data crips : ada. Konversi
 Lokasi rumah dari kampus : jenis kriteria cost. Data crips : tidak ada.
Data setelah dikonversi akan menjadi seperti berikut ini

38 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

Tahap 2 – Normalisasi
Normalisasi untuk masing-masing atribut adalah sebagai berikut.
1. IPK, merupakan benefit, maka semua IPK dibagi dengan 4 (IPK terbesar milik Ponaryo
Astaman)
2. Penghasilan orang tua per bulan merupakan cost, maka 1 (nilai terkecil penghasilan orang tua
dari Robert Lewandowski) akan dibagi oleh semua penghasilan orang tua per bulan.
3. Jumlah tanggungan merupakan benefit, maka semua jumlah tanggungan akan dibagi dengan
4 (jumlah tanggungan orang tua Ponaryo Astaman merupakan yang berbesar).
4. Prestasi merupakan benefit, maka semua prestasi akan dibagi dengan 4 (nilai terbesar,
prestasi milik Lionel Messi & Ponaryo Astaman)
5. Lokasi rumah merupakan cost, maka 70 (nilai terdekat lokasi rumah milik Muhammad Salah)
akan dibagi dengan semua lokasi rumah
Proses Normalisasi

Hasil Normalisasi

Tahap 3 – Perangkingan
Sesuai dengan rumus perangkingan, maka formulasi SAW untuk contoh kasus ini adalah
Nilai akhir = (IPK x 25%) + (Penghasilan Orang Tua x 15%)+ (Jumlah tanggungan x 20%)+
(Prestasi x 30%)+ (Lokasi rumah x 10%)
Sehingga hasil perhitungannya adalah:
 Lionel Messi : (0.98×25%) + (0.50×15%)+ (0.50×20%)+ (1.00×30%)+ (0.70×10%) = 79.00,
Ranking = 2
 Cristiano Ronaldo : (0.99×25%) + (0.33×15%)+ (0.50×20%)+ (0.75×30%)+ (0.79×10%) =
70.05, Ranking = 3
 Muhammad Salah : (0.85×25%) + (0.25×15%)+ (0.75×20%)+ (0.50×30%)+ (1.00×10%) =
65.00, Ranking = 4

39 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

 Ponaryo Astaman : (1.00×25%) + (0.33×15%)+ (1.00×20%)+ (1.00×30%)+ (0.58×10%) =


85.83, Ranking = 1
 Robert Lewandowski : (0.80×25%) + (1.00×15%)+ (0.50×20%)+ (0.25×30%)+ (0.50×10%) =
57.50, Ranking = 5
Kesimpulan: Ponaryo Astaman adalah orang yang paling layak menerima beasiswa dengan
nilai terbesar yakni 85.83.

6. Analytical Hiearchy Process (AHP)


AHP (Analytical Hierarchy Process) merupakan model pengambil keputusan yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor atau multikriteria
menjadi suatu hierarki. AHP digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang kompleks
dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit. Beberapa contoh
aplikasi AHP adalah sebagai berikut:
 Membuat suatu set alternatif;  Menentukan
 Perencanaan kebutuhan/persyaratan;
 Menentukan prioritas;  Memprediksi outcome;
 Memilih kebijakan terbaik setelah  Merancang sistem;
menemukan satu set alternatif;  Mengukur performa;
 Alokasi sumberdaya  Memastikan stabilitas sistem
a. Prinsip dasar AHP
1. Dekomposisi.
Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian-bagian secara
hierarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling
sederhana struktur akan terdiri dari tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan
alternatif mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih
banyak kriteria yang lain. Level paling atas dari hierarki merupakan tujuan yang terdiri atas
satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, dimana elemen-
elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir sama dan tidak
memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level
yang baru.
 Level pertama : Tujuan keputusan (Goal)
 Level kedua : Kriteria – kriteria
 Level ketiga : Alternatif – alternatif
Hierarki disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan
seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit
untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah
sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.
2. Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative judgments).
Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada
dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian pada
perbandingan ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas
dari elemen – elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix
pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat
kepentingan beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala kepentingan yang digunakan yaitu
berupa angka. skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance)
sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan paling tinggi (extreme importance).
3. Sintesa Prioritas.

40 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

Sintesa prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria
bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang
dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang
kemudian digunakan untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai
dengan kriterianya.

b. Tahapan AHP
Tahapan dalam pengambilan keputusan dengan AHP adalah sebagai berikut :
1. Menyusun Struktur Masalah dan Mengembangkan Model Keterkaitan.
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan
alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki seperti Gambar 3.1. di bawah ini:

Gambar 3.1 Struktur hierarki AHP.

2. Membentuk Matriks Perbandingan Berpasangan.


Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988), untuk
berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan
definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1. Skala perbandingan berpasangan
Skala Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan
Proses perbandingan berpasangan dimulai dari level hierarki paling atas yang ditujukan untuk
memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal A1, A2, dan A3.
Maka susunan elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada gambar matriks berikut.

41 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

Gambar 3.2 Contoh matriks perbandingan berpasangan


Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1
sampai 9 seperti pada Tabel 1. Penilaian ini dilakukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli
dalam bidang persoalan yang sedang dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya. Apabila
suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan
dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i
merupakan kebalikannya.
Dalam AHP ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode langsung (direct), yaitu
metode yang digunakan untuk memasukkan data kuantitatif. Biasanya nilai-nilai ini berasal dari
sebuah analisis sebelumnya atau dari pengalaman dan pengertian yang detail dari masalah keputusan
tersebut. Jika si pengambil keputusan memiliki pengalaman atau pemahaman yang besar mengenai
masalah keputusan yang dihadapi, maka dia dapat langsung memasukkan pembobotan dari setiap
alternatif.
3. Penentuan Prioritas.
Penentuan prioritas dilakukan dengan menghitung rata-rata nilai perbandingan antar kriteria
maupun antar alternatif solusi yang sudah disusun dalam matriks perbandingan pada tahap ke 2.
Semakin tinggi nilai hasil perbandingan, maka prioritasnya semakin tinggi.
4. Perhitungan konsistensi logis.
Perhitungan konsistensi logis merupakan inti dari perhitungan komparatif antar kriteria dan
alternatif solusi dalam metode AHP. Pengguna metode AHP mungkin melakukan pengisian nilai
prioritas (data perbandingan antar sepasang kriteria) yang tidak konsisten. Jika hal ini terjadi, maka
solusi yang dihasilkan metode AHP bukan yang terbaik.
Contohnya, seorang anak perempuan usia 5 tahun bernama Astri diminta memberikan
perbandingan terhadap tiga jenis tokoh puteri (princess) dalam cerita kartun yaitu Cinderella, Snow
White, dan Sleeping Beauty. Astri menyatakan bahwa dia amat suka Sleeping Beauty daripada Snow
White (Sleeping Beauty >> Snow White). Astri pun lebih memilih Cinderella daripada Sleeping Beauty
(Cinderella >> Sleeping Beauty). Ketika Astri diminta memilih antara Cinderella dengan Snow White,
Astri lebih suka Cinderella (Cinderella >> Snow White). Dari dua jawaban yang pertama, dengan
menggunakan logika transitif, diperoleh: jika (Cinderella >> Sleeping Beauty) dan (Sleeping Beauty >>
Snow White) maka (Cinderella >> Snow White). Hal ini menyimpulkan bahwa jawaban Astri yang
ketiga (Cinderella >> Snow White) adalah jawaban yang konsisten.
Tabel nilai Indeks Konsistensi Acak
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
RI 0 0 0,58 0,89 1,11 1,25 1,35 1,4 1,45 1,4 1,52 1,54 1,56 1,59 1,59

Untuk mengetahui tingkat konsistensi isian pengguna, metode AHP harus dilengkapi dengan
penghitungan Indeks Konsistensi (Consistency Index). Setelah diperoleh indeks konsistensi, maka
hasilnya dibandingkan dengan Indeks Konsistensi Random (Random Consistency Index/RI) Prof.Saaty

42 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

[Saa-80] menyusun Tabel RI diperoleh dari rata-rata Indeks Konsistensi 500 matriks. CR(Consistency
Ratio) adalah hasil perbandingan antara Indeks Konsistensi (CI) dengan Indeks Random (RI). Jika CR <=
0.10 (10%) berarti jawaban pengguna konsisten sehingga solusi yang dihasilkanpun optimal.

c. . Studi Kasus Perhitungan AHP


Sebuah perusahaan otomotif sedang mencari supplier yang mampu meyediakan salah satu part
yang dibutuhkan dalam pembuatan produk. Terdapat 3 supplier yang dapat dipilih dengan 3 kriteria
yang digunakan sebagai parameter penilaian yaitu harga, kualitas, dan pelayanan. Pelayanan memiliki
3 sub kriteria yang dipertimbangkan yaitu responsiveness, flexibility dan reliability.

Tahap 1 : Membangun hierarki.

Tahap 2: Perbandingan berpasangan.


Perbandingan dilakukan berpasangan antara masing-masing kriteria dengan masing-masing
alternatif, masing-masing subkriteria dengan masing-masing alternatif, antar kriteria, dan antar
alternatif. Data diperoleh dari kuesioner yang isi oleh sumber ahli. Berikut contoh kuesioner
perhitungan untuk perbandingan berpasangan antar kriteria.

Skala
Kriteria Kriteria
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria
Harga X Kualitas
Harga X Pelayanan
Kualitas X Pelayanan
Sub-kriteria
Responsiveness X Flexibility
Flexibility X Reliability
Flexibility X Reliability
Kuesioner diatas menunjukan perbandingan tingkat kepentingan dari kriteria-kriteria yang
kemudian akan dituliskan dalam matriks perbandingan berpasangan sebagai berikut:

43 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

Tahap 3 : Menghitung Prioritas (Priority Weight) untuk masing-masing kriteria.


Membagi setiap nilai sel dengan jumlah setiap kolom yang berkesesuaian, kemudian jumlahkan
dan reratakan setiap barisnya. Rata-rata menunjukkan nilai Priority Weight untuk setiap baris yang
bersangkutan. Contoh nilai pada cell Harga – Harga didapatkan dari 1 / 4,2 = 0,238, nilai pada cell
Harga – Pelayanan didapatkan dari 0,33 / 1,5 = 0,22, dan seterusnya. Dalam perhitungan pada tabel
dibawah ini Priority Weight untuk masing-masing kriteria adalah nilai pada kolom rata-rata.

Tahap 4 : Menghitung konsistensi logis dari kriteria.


Berikut ini akan diberikan contoh perhitungan konsistensi logis (CI) dari matriks perbandingan
antar kriteria yang telah dihitung pada tahap 2. Langkah-langkah untuk menghitung nilai CI adalah:
1. Mengalikan matriks dengan proritas bersesuaian.

2. Membagi hasil dari perhitungan diatas dengan Priority Weight.

44 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

3. Menghitung λmaks (Jumlah dari perkalian diatas dibagi dengan jumlah elemen)

4. Menghitung Indeks Konsistensi (CI) = (λmaks-N) / (N-1)

5. Rasio Konsistensi = CI/ RI, di mana RI adalah indeks random konsistensi. Nilai konsistensi acak
ini dapat dilihat pada tabel di bawah. Jika rasio konsistensi ≤ 0.1, hasil perhitungan data
dapat dibenarkan. Dari tabel random RC diperoleh untuk n = 3, RI = 0.58 maka Rasio
Konsistensi = 0.047/0.58 = 0.082 (konsisten).
Tabel 3.3. Indeks konsistensi acak
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
RI 0 0 0,58 0,89 1,11 1,25 1,35 1,4 1,45 1,4 1,52 1,54 1,56 1,59 1,59

Tahap 5 : Menghitung perbandingan berpasangan untuk alternatif solusi.


Dengan cara perhitungan yang sama diperoleh rasio konsistensi untuk perbandingan
berpasangan antar alternatif untuk masing-masing kriteria sebagai berikut.
 Perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria harga.
Skala
Alterf Altern
atif atif
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MJ X AA
MJ X SB
AA X SB

 Perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria pelayanan.


Skala
Alterf Altern
atif atif
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MJ X AA
MJ X SB
AA X SB

45 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

 Perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria kualitas.


Skala
Alterf Altern
atif atif
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MJ X AA
MJ X SB
AA X SB

 Perbandingan berpasangan antar alternatif untuk sub-kriteria responsiveness.


Skala
Alterf Altern
atif atif
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MJ X AA
MJ X SB
AA X SB

 Perbandingan berpasangan antar alternatif untuk sub-kriteria flexibility.


Skala
Alterf Altern
atif atif
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MJ X AA
MJ X SB
AA X SB

46 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

 Perbandingan berpasangan antar alternatif untuk sub-kriteria reliability.


Skala
Alterf Altern
atif atif
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MJ X AA
MJ X SB
AA X SB

Tahap 6 : Perangkingan dan pengambilan keputusan.


Pengambilan keputusan didasarkan pada perhitungan perbandingan bobot antar alternatif
terhadap kriteria.

Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kriteria harga, pelayanan,
dan kualitas, maka Makmur Jaya terpilih sebagai distributor karena memiliki nilai Alt. Weight
Evaluation tertinggi yaitu sebesar 0,696. Dengan detail perhitungan sebagai berikut.

C. Evaluasi
1. Jelaskan bagaimana tahapan pengambilan keputusan yang rasional dalam suatu organisasi.
Untuk masing-masing tahap berikan alasan mengapa penting untuk dilakukan.
2. Apa saja bentuk-bentuk pengambilan keputusan? Berikan contohnya masing-masing!.
3. Bandingkan kelebihan dan kekurangan antara metode SAW dan AHP menurut anda.

D. Eksplorasi
Buatlah contoh studi kasus pengambilan keputusan dengan metode SAW dan AHP. Silahkan cari
studi kasus di sekitar anda. Misalnya, pengambilan keputusan pembelian handphone dengan kriteria
tertentu. Studi kasus yang dibuat minimal memiliki 4 kriteria dan 3 alternatif. Nilai plus jika anda
membuat simulasi perhitungan sederhana dengan software spreadsheet (Ms. Excel, etc).

47 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar


Bab 3 – Analisis dan Pengambilan Keputusan

E. Daftar Pustaka
1. Amin, S. (2014). Pengantar Manajemen Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2. Kusrini, D. E. 2008. Pengenalan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Jakarta:
Universitas Gunadarma
3. Purba, J. 2010. Konsep Analytic Hierarchy Process (AHP). Medan: Universitas Sumatera Utara.

48 | Modul Perkulian Manajemen Industri | Jurusan Teknik Mesin Untidar

Anda mungkin juga menyukai