I. Tipe-tipe Keputusan
Pengambilan keputusan organisasional secara formalnya
didefinisikan sebagai sebuah proses mengidentifikasi dan menyelesaikan
1
masalah. Dimana didalam prosesnya terdapat dua tahapan utama yaitu
tahap pengidentifikasian masalah, dan tahap penyelesaian
masalah.
Dalam tahap identifikasi masalah, informasi mengenai lingkungan
dan kondisi organisasi dimonitor untuk mendefinisikan prima-tidaknya
kinerja untuk mendiagnosa penyebab kelemahan. Tahapan penyelesaian
masalah adalah tahapan alternatif tindakan solusi, dan satu alternatif
yang diseleksi untuk diimplementasikan.
Pembuatan keputusan tidak hanya dilakukan oleh para majer
puncak, tetapi juga para manajer menengah dan lini pertama. Setiap
jabatan seseorang dalam organisasi menyangkut berbagai derajat
pembuatan keputusan, bahkan untuk pekerjaan rutin sekalipun dan dalam
organisasi apapun. Manajer akan membuat jenis atau tipe keputusan yang
berbeda sesuai perbedaan kondisi dan situasi yang ada. Salah satu
metoda pengklasifikasian keputusan yang banyak digunakan dengan
menentukan apakah keputusan itu diprogram atau tidak. Antara lain
dengan :
1. Keputusan-keputusan yang diprogram (Programmed
decisions)
Merupakan keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan atau
prosedur. Keputusan-keputusan ini rutin dan berulang-ulang. Setiap
organisasi mempunyai kebijaksaan-kebijaksaan tertulis atau tidak
tertulis yang memudahkan pembuatan keputusan dalam situasi
yang berulang dengan membatasi dan menghilangkan alternatif-
alternatif. Sebagai contoh, manajer tidak perlu memikirkan
penetapan gaji karyawan baru, karena organisasi pada umumnya
mempunyai skala gaji untuk semua posisi, manajer juga tidak perlu
memikirkan masalah-masalah harian yang harus dihadapi karena
prosedur-prosedur untuk menangani masalah-masalah rutin telah
tersedia.
2
cukup diliput oleh kebijakaan atau sangat penting sehingga perlu
penanganan khusus, harus diselesaikan dengan suatu keputusan
yang tidak diprogram. Beberapa contoh masalah yang memerlukan
keputusan-keputusan yang tidak diprogram antara lain, cara
pengalokasian sumber daya-sumber daya organisasi, penanganan
lini produk yang jatuh dipasaran, atau cara perbaikan hubungan
masyarakat. Semakin tinggi kedudukan dalam hirarki organisasi,
dibutuhkan kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan yang
tidak diprogram lebih tinggi.
Lingkungan bisnis saat ini berada pada kondisi yang tidak pasti,
kompleksitas yang lebih tinggi, serta perubahan yang sangat cepat.
Sehingga didalam pengambilan keputusan yang baru harus dengan
syarat-syarat berikut ini yaitu keputusan harus diambil secepat mungkin,
tidak ada satu individu yang memiliki semua informasi yang dibutuhkan,
artinya disini informasi harus relevan, keputusan harus diambil dengan
cara kerjasama, jangan terlalu tergantung dengan data, hanya terdapat
sedikit kepastian, berevolusi melalui trial and error
3
1. Pendekatan Rational
4
6. Mengevaluasi alternatif. Melibatkan penggunaan teknik
statistik dari pengalaman personal untuk mengukur
kemungkinan keberhasilan.
7. Memilih alternatif terbaik. Saat manajer menggunakan
analisis problemnya, obyek dan analisis dipilih menjadi satu
alternatif tunggal yang dmerupakan kesempatan terbaik untuk
sukses.
8. Implementasi alternatif yang dipilih. Manajer menggunakan
kemampuan manajerial, administratif, persuasif dan
menggunakan arahnya untuk menjamin keputusannya
dijalankan dan terkadang inilah yang disebut eksekusi
keputusan.
Manajer biasanya menggunakan delapan langkah ini dalam
pengambilan keputusan, meskipun tiap langkah ini bukanlah elemen
yang tetap. Manajer mungkin mengetahui dari pengalamannya
dengan lebih tepat apa yang harus dilakukan dalam sebuah situasi
jadi, satu atau lebih langkah mingkin bisa diminimalkan.
5
1. Constarint dan Tradeoffs
Personel Constraint seperti gaya keputusan, tekanan
pekerjaan, hasrat pencapaian gengsi, rasa tidak aman, dan
berbagai hambatan lain untuk mecari alternatif maupun
penerimaan alternatif.
2. Role of Intuition
Intuisi decision making, merupaka urutan logika dari
pengalaman, dan penilaian atau alasan eksplisit yang
digunakan untuk membuat keputusan. Intuisi itu tidak
sewenang-wenang atau tidak rasional karena intuisi
berdasarkan tahun praktik dan penanganan pengalaman, yang
biasanya disimpan dalam alam bawah sadar. Saat manajer
menggunaka intuisi mereka berdasarkan pengalamannya yang
matang dengan isu isu organisasi, mereka lebih cepat
dipersepsikan dan dipahami masalahnya, dan mereka
mengembangkan firasat baik tentang alternatif masalah yang
akan mereka selesaikan, seiring dengan proses pengambilan
keputusan.
Seringkali eksekutif membuat keputusan tanpa referensi
eksplisit yang berdampak pada profit dari pengukuran yang hasilnya
terukur. Yang harus diingat dalam bounded rationality perspective
dan penggunaan penerapan intuisi sebagian besar adalah
keputusan tidak terprogram. Mencoba untuk mengukur banyaknya
informasi yang dapat menyebabkan masalah karena mungkin saja
kriteria keputusan yang sangat simple. Intuisi juga sangat seimbang
6
dan supplement rational analysis membantu manajer untuk
membuat keputusan yang lebih baik.
7
memproses seluruh informasi yang relevan dengan
keputusan yang akan dibuat.
Koalisi akan mempermudah pencarian solusi untuk mengatasi
permasalahan yang ada.
Solusi yang ada akan menghasilkan keputusan yang akan
memberikan solusi memuaskan (satisficing) dan bukan solusi
optimal bagi organisasi. Hal ini terjadi karena adanya
problemistic search, yaitu kondisi dimana manajer terpaku pada
lingkungan koalisi yang terbentuk sehingga mereka hanya
mengharapkan solusi yang secepatnya dapat memecahkan
masalah tanpa mempertimbangkan optimalisasi organisasi.
8
Fase identifikasi ini diawali dengan rekognisi, yaitu suatu
keadaan dimana para manajer menjadi sadar akan adanya
masalah dan perlunya mengambil suatu keputusan. Rekognisi
pada umumnya distimulasi oleh adanya masalah yang tercermin
dari perubahan lingkungan eksternal organisasi sehingga terjadi
penurunan kinerja. Kemudian, setelah rekognisi manajer akan
melalui langkah selanjutnya, yakni diagnosis dimana terjadi
pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan
masalah yang terjadi.
2. Development Phase
Pada fase ini terbentuk beberapa solusi untuk
menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya telah
teridentifikasi. Solusi ini terbentuk melalui dua cara, antara lain:
a) Search
Pada cara ini dapat digunakan prosedur dalam mencari
alternatif keputusan.
b) Design
Setelah itu dilakukan pemilihan desain solusi yang diinginkan
melalui proses trial-and-error.
3. Selection Phase
Fase dimana terjadi pemilihan solusi. Pemilihan solusi ini
dilakukan melalui 3 cara, pertama penilaian (judgement) dimana
para pembuat keputusan melakukan penilaian terhadap
alternatif-alternatif solusi yang ada. Kedua, perundingan
(bargaining), perundingan akan terjadi jika pemilihan solusi
melibatkan lebih dari satu pembuat keputusan, diskusi dan
perundingan ini akan berjalan hingga terbentuk sebuah koalisi
seperti yang dijelaskan pada model Carnegie diatas. Ketiga,
pemberian wewenang (authorization) pada tahap ini keputusan
akan disebarluaskan kepada setiap hirarki organisasi hingga
level terbawah dari hirarki.
9
IV. Perubahan dan Keputusan Organisasional
Terdapat dua pendekatan yang dapat membantu para manajer
dalam kegiatan pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian
dan banyaknya kompleksitas factor lingkungan bisnis. Pendekatan
pertama adalah dengan mengkombinasikan model incremental dan
Carnegie, sedangkan pendekatan yang kedua adalah merupakan
pendekatan unik yang disebut dengan model garbage can.
1. Kombinasi model Incremental dan Carnegie
Carnegie menjelaskan bahwa membangun koalisi adalah cara
yang relevan didalam tahap identifikasi masalah. Ketika isu-isu
ambigu, atau ketika manajer tidak setuju dengan pemecahan masalah,
diskusi, negosiasi, dan menjalin koalisi yang dibutuhkan. Model
incremental hadir untuk menengahi tahapan yang digunakan dalam
menghasilkan solusi. Setelah manajer setuju pada suatu masalah,
maka proses selanjutnya adalah mencoba berbagai solusi yang ada
untuk melihat mana yang mampu digunakan. Namun ketika solusi
masalahnya tidak mampu terpecahkan, maka solusi trial and error bisa
dicoba.
2. Garbage Can Model
Metode Keranjang Sampah (The Garbage Cane) atau Model
Pembuatan Non-Keputusan ( Nondecision-making Model ). Model ini
dikembangkan oleh March dan Olsen. Model ini merupakan hasil
10
evolusi dari Carnegie Model dan Incremental Decision Process Model.
Perbedaannya adalah, jika Carnegie dan Incremental Decision Process
Model memberikan informasi mengenai bagaimana keputusan tunggal
terbentuk, maka Garbage Can Model menggambarkan bagaimana alur
setiap keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan. Dalam
model keranjang-sampah ini menolak model rasional, bahkan rasional-
inkremental yang sederhana sekalipun. Ia lebih tertarik pada karakter
yang ditampilkan dalam pengambilan keputusan, pada isu yang
bermacam-macam dari peserta pengambil keputusan, dan pada
masalah-masalah yang timbul pada saat itu. Sering kali keputusan
yang diambil tidak direncanakan sebagai akibat dari perdebatan dalam
kelompok. Dalam membahas alternatif-alternatif, justru yang paling
banyak diungkapkan ialah tujuan dan sasaran, tetapi tidak
mengevaluasi cara terbaik untuk mencapai tujuan dan sasaran itu.
Pembahasan tentang pengambilan keputusan diwarnai oleh
kepetingan pribadi, klik, persekutuan, mitos, konflik, pujian dan
tuduhan, menggalang persahabatan baru, melepas ikatan lama,
mencari kebenaran dan menampilkan kekuasaan. Beberapa
karakteristik mengenai model ini adalah:
1. Organized anarchy
Yaitu suatu keadaan dimana terjadi tingkat ketidakpastian
yang sangat tinggi, sehingga terjadi anarki organisasi dimana
terjadi penyimpangan otoritas vertikal dari hirarki serta keputusan
birokratik. Anarki organisasi ditandai dengan adanya perubahan
yang cepat dan kolektif terhadap lingkungan birokrasi.
2. Streams of events
Karakteristik lain dari Garbage Can Model adalah proses
pengambilan keputusan yang tidak berurutan dimana seharusnya
pengambilan keputusan seharusnya diawali dengan adanya suatu
masalah dan berakhir dengan ditemukannya solusi. Pengambilan
keputusan yang terjadi pada model ini mengikuti aliran sebagai
berikut:
Problems : Masalah muncul saat terjadi ketidakpuasan terhadap
kinerja.
11
Potential solution: Merupakan gagasan yang dikemukakan
seorang karyawan yang tidak selalu menduduki jabatan
seorang manajer.
Participants: Partisipan merupakan karyawan organisasi.
Choice of opportunities: Merupakan saat dimana organisasi
memiliki peluang dan harus membuat keputusan.
3. Consequnces
Gargbage can model memiliki 4 macam konsekuensi, antara lain:
1. Solusi dapat saja terbentuk meskipun organisasi tidak
sedang mengalami masalah.
2. Pilihan dapat ditentukan meskipun terkadang tidak
memecahkan permasalahan.
3. Permasalahan dapat berlarut-larut, karena partisipan terbiasa
dengan masalah yang terjadi dan menyerah untuk
menyelesaikannya.
4. Tidak semua masalah dapat terpecahkan.
Garbage can model cocok untuk digunakan pada pengambilan
keputusan pada keadaaan problematik dengan informasi mengenai
permasalahan yang sangat minim
12
kesempatan dan tentang tujuan serta hasil untuk diturunkan.
Permasalahan konsensus ini cenderung rendah ketika organisasi
dibedakan, dimana lingkungan yang tidak pasti menyebabkan
departemen organisasi untuk membedakan satu sama lain dalam tujuan
dan sikap untuk spesialisasi dalam sektor lingkungan tertentu. Sehingga
dalam hal ini permasalahan konsensus sangat penting dalam tahap
identifikasi masalah dalam pengambilan keputusan.
Pengetahuan teknis mengenai solusi
Pengetahuan teknis mengacu pada bagaimana memahami dan
menyetujui tentang bagaimana memecahkan permasalahan dan meraih
tujuan organisasi. Pengetahuan teknis sangat penting untuk tahap solusi
masalah dalam pengambilan keputusan. Ketika cara penyelesain dipahami
dengan baik, alternatif yang tepat dapat diidentifikasi dan dihitung
dengan beberapa derajat kepastian. Ketika cara penyelesain kurang
dipahami, solusi potensial tidak jelas dan tidak pasti. Intuisi, penilaian,
dan trial and error menjadi dasar untuk keputusan.
Contingency Framework
13
keputusan berdasarkan tingkat ketidakpastian tinggi dapat
menggunakan teknik dari kedua bagian 2 dan bagian 3. Manajer
dapat mencoba untuk membangun koalisi untuk menetapkan tujuan
dan prioritas, dan menggunakan penilaian, intuisi, atau trial and
error untuk memecahkan masalah. Teknik tambahan, seperti
inspirasi dan imitasi, juga mungkin diperlukan.
14
Cognitive Biases. Bias kognitif merupakan kesalahan berat dalam
penilaian yang mana semua orang rentan terhadapnya dan
biasanya menyebabkan pilihan buruk. Tiga bias kognitif secara
umum antara lain escalating commitment, loss aversion,
groupthink.
Disusun oleh:
SESILIA ADRIANA ARIF NIM: 041624253012/ KELAS
B
FIFI APRILIA NURUL AINI NIM: 041624253005/ KELAS
B
TUSTA CITTA IHTISAN NIM: 041624253009/ KELAS
B
16
DAFTAR PUSTAKA
17