Anda di halaman 1dari 19

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

“SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN”


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan sistem informasi manajemen telah menyebabkan terjadinya


perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional (pelaksana teknis)
maupun pimpinan pada semua jenjang. Perkembangan juga telah menyebabkan
perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan,
mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan
terkini yang dapat digunakannya dalam proses pengambilan keputusan.

Meningkatnya penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, telah


membawa setiap orang dapat melaksanakan berbagai aktivitas dengan lebih akurat,
berkualitas, dan tepat waktu. Setiap organisasi dapat memanfaatkan internet dan
jaringan teknologi informasi untuk menjalankan berbagai aktivitasnya secara
elektronis. Para manajer di berbagai organisasi juga diharapkan dapat dengan lebih
mudah untuk menganalisis kinerjanya secara konstan dan konsisten dengan
pemanfaatan teknologi informasi yang tersedia.

Pemanfaatan teknologi informasi ini dikaitkan dengan pentingnya atau bantuannya


dalam proses pengambilan keputusan manajemen. Dapat kita ketahui bahwa masih
kurangnya organisasi baik pada sektor publik maupun organisasi pada sektor swasta
yang menerapkan sistem informasi manajemen dalam pengambilan keputusan,
khususnya pada organisasi pemerintah daerah. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka penulis akan membahas mengenai pengambilan keputusan yang berbasiskan
pada Sistem Informasi Manajemen.
BAB II

PEMBAHASAN

I. PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Pengertian Pengambilan Keputusan

Keputusan (decision) adalah berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari


dua atau lebih kemungkinan. Walaupun keputusan biasa dikatakan sama
dengan pilihan, ada perbedaan penting diantara keduanya.

1. Mc Kenzei melihat bahwa keputusan adalah pilihan nyata karena pilihan


diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang
cara untuk mencapai tujuan itu, apakah pada tingkat perorangan
atau kolektif.
2. Mc Grew dan Wilson lebih melihat pada kaitannya dengan proses, yaitu
bahwa suatu keputusan ialah akhir dari suatu proses yang lebih dinamis,
yang diberi label pengambilan keputusan. Dipandang sebagai proses
karena terdiri atas satu seri aktifitas yang berkaitan dan tidak hanya
dianggap sebagai tindakan bijaksana.
3. Morgan dan Cerullo mendefinisikan keputusan sebagai sebuah
kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi
setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang lain dikesampingkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengambilan keputusan adalah proses


memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai
situasi. Proses tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan masalah
organisasi.

Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka


yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat (Brinckloe,1977).
Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong
lahirnya gerakan dan perubahan (Hill,1979).
Ringkasnya keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui
pelaksanaan dan ini semua berintikan pada hubungan kemanusiaan. Untuk
suksesnya pengambilan keputusan itu maka sepuluh hukum hubungan
kemanusiaan (Siagian,1988) hendaknya menjadi acuan dari setiap
pengambilan keputusan.

B. Proses Pengambilan Keputusan

Ada dua pandangan dalam pencapaian proses mencapai suatu


keputusan organisasi (Brinckloe,1977) yaitu :

1. Optimasi. Di sini seorang eksekutif yang penuh keyakinan berusaha


menyusun alternatif-alternatif, memperhitungkan untung rugi dari setiap
alternatif itu terhadap tujuan organisasi. Sesudah itu memperkirakan
kemungkinan timbulnya bermacam-macam kejadian ke depan,
mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap alternatif-
alternatif yang telah dirumuskan dan kemudian menyusun urut-urutannya
secara sistematis sesuai dengan prioritas lalu dibuat keputusan. Keputusan
yang dibuat dianggap optimal karena setidaknya telah memperhitungkan
semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
2. Satisfacing. Seorang eksekutif cukup menempuh suatu penyelesaian yang
berasal memuaskan ketimbang mengejar penyelesaian yang terbaik.
Model satisficing dikembangkan oleh Simon (Simon,1982; roach, 1979)
karena adanya pengakuan terhadap rasionalitas terbatas (bounded
rationality). Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran yang
memaksa orang membatasi pandangan mereka atas masalah dan situasi.
Pemikiran itu terbatas karena pikiran manusia tidak megolakan dan
memiliki kemampuan untuk memisahkan informasi yang tertumpuk.

C. Unsur Prosedur Keputusan

Di balik suatu keputusan ada unsur prosedur, yaitu pertama


pembuatan keputusan mengidentifikasikan masalah, mengklarifikasi tujuan-
tujuan khusus yang diinginkan, memeriksa berbagai kemungkinan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mengakhiri proses itu dengan
menetapkan pilihan bertindak. Jadi suatu keputusan sebenarnya didasarkan atas
fakta dan nilai (facts and values). Keduanya sangat penting tetapi tampaknya
fakta lebih mendominasi nilai-nilai dalam menyehatkan keputusan suatu
organisasi (Bridges, 1971).

D. Tingkat-Tingkat Keputusan

Brinckloe (1977) menawarkan bahwa ada empat tingkat keputusan yaitu :

1. Keputusan otomatis (outomatic decisions), keputusan yang dibuat dengan


sangat sederhana, meski sederhana informasi tetap diperlukan. (Contohnya
seorang pengemudi mobil memperoleh informasi di perempatan jalan
berupa lampu merah, secara langsung seorang pengemudi tersebut
membuat keputusan otomatis untuk berhenti)
2. Keputusan berdasar informasi yang diharapkan (Expected information
decision), tingkat informasi mulai sedikit kompleks artinya informasi yang
ada sudah memberi aba-aba untuk mengambil keputusan. Tetapi
keputusan belum segera diambil karena informasi tersebut perlu dipelajari.
3. Keputusan berdasar berbagai pertimbangan (factor weighting decisions),
informasi-informasi yang telah dikumpulkan dianalisis, lalu
dipertimbangkan dan diperhitungkan sebelum keputusan diambil.
(Seseorang yang hendak membeli arloji akan membandingkannya
diantara beberapa merek. Ia membandingkan harganya, kualitasnya,
penampilannya atau modelnya, nilai arloji itu, yaitu sejauh mana arloji
itu memiliki makna yang berarti baginya. Bahkan bukan hanya
membandingkan arloji di satu toko, tetapi ia akan bolak balik diantara
beberapa toko. Mungkin ia memerlukan beberapa jam bahkan beberapa
hari sebelum menetapkan putusan membeli arloji yang diinginkan.)
4. Keputusan berdasar ketidakpastian ganda (Dual uncertainty decisions),
dalam setiap informasi yang ada masih diharapkan terdapat ketidakpastian
artinya semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh dampak dari suatu
keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan semakin tinggi
ketidakpastian itu.

E. Klasifikasi Keputusan
1. Keputusan Terprogram.

Menurut Siagian, S.P. (1993), Keputusan Terprogram adalah


tindakan menjatuhkan pilihan yang berlangsung berulang kali, dan diambil
secara rutin dam organisasi. Biasanya menyangkut pemecahan masalah-
masalah yang sifatnya teknis serta tidak memerlukan pengarahan dari
tingkat manajemen yang lebih tinggi. Pengambilan keputusan terprogram
akan berlangsung dengan efektif apabila empat kriteria dasar dipenuhi :

a. Tersedia waktu dan dana yang memadai untuk pengumpulan dan


analisis data.
b. Tersedia data yang bersifat kuantitatif.
c. Kondisi lingkungan yang relatif stabil, yang didalamnya tidak dapat
tekanan yang kuat untuk secara cepat melakukan penyesuaian-
penyesuaian tertentu terhadap kondisi yang selalu berubah.
d. Tersedia tenaga trampil untuk merumuskan permasalahan secara
tepat, termasuk tuntutan operasional yang harus dipenuhi.

2. Keputusan yang tidak Terprogram.

Biasanya diambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru


yang belum pernah dialami sebelumnya, tidak bersifat repetitif
(berulang-ulang), tidak terstruktur, dan sukar mengenali bentuk,
hakikat dan dampaknya. Keputusan yang tidak Terprogram tidak
menyangkut hal-hal yang sifatnya operasional, akan tetapi
menyangkut kebijaksanaan organisasi dengan dampak yang strategis
bagi eksistensi organisasi. (Siagian, S.P.; 1993).

F. Kategori Keputusan

Ditinjau dari sudut perolehan informasi dan cara memproses informasi,


keputusan dibagi empat kategori (Nutt, 1989) :

1. Keputusan Representasi, pengambilan keputusan menghadapi informasi


yang cukup banyak dan mengetahui dengan tepat bagaimana
memanipulasikan data tersebut. Keputusan ini banyak menggunakan
model-model matematik seperti operation research, cost-benefit analysis
dan simulasi.
2. Keputusan Empiris, suatu keputusan yang sedikit informasi tetapi
memiliki cara yang jelas untuk memproses informasi pada saat informasi
itu diperoleh.
3. Keputusan Informasi, suatu situasi yang banyak informasi tetapi meliputi
kontroversi tentang bagaimana memproses informasi tersebut.
4. Keputusan Eksplorasi, suatu situasi yang sedikit informasi dan tidak ada
kata sepakat tentang cara yang hendak dianut untuk memulai mencari
informasi.

G. Proses Pengambilan Keputusan


1. Pendekatan yang interdisipliner.

Proses pengambilan keputusan tidak bisa dilihat sebagai suatu tindakan


tunggal dan tidak sebagai suatu tindakan yang Seragam yang berlaku
untuk semua keadaan serta dapat digunakan oleh pengambil keputusan
yang berbeda dengan tingkat efektifitas yang sama. Proses pengambilan
keputusan terdiri dari berbagai ragam keterampilan dan pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman dalam kehidupan berorganisasi.

2. Proses yang sistematis.

Suatu proses logis yang melibatkan pengambilan langkah-langkah secara


berturut atau sekuensial dengan merinci proses tersebut menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil (pendekatan atomik). Pendapat lain mengatakan
proses pengambilan keputusan menyangkut dengan naluri, daya pikir, dan
serangkaian metode intuitif yang keseluruhannya dirangkum yang menjadi
suatu kreatifitas (pendekatan holistik).

3. Proses berdasarkan informasi.

Pengambilan keputusan tanpa informasi berarti menghilangkan


kesempatan belajar secara adaptif. Seorang manajer harus memiliki
pengetahuan yang memadai tentang Informatika untuk pengambilan
keputusan yang efektif serta harus menuntut agar tersedia baginya
informasi yang memenuhi persyaratan kemutakhiran, kelengkapan, dapat
dipercaya dan disajikan dalam bentuk yang tepat.

4. Memperhitungkan faktor-faktor ketidakpastian.

Betapa pun telitinya perkiraan keadaan, dalamnya kajian terhadap


berbagai alternatif, tetap tidak ada jaminan bebas dari resiko
ketidakpastian. Untuk itu pengambilan keputusan harus dapat
Memperhitungkan probabilitas (kemungkinan) keberhasilan atau
kekurang-berhasilan pelaksanaan suatu keputusan.

5. Diarahkan pada tindakan nyata.

Mengambil suatu tindakan harus dapat ditentukan secara pasti, kapan


pemecahan berakhir dan proses pengambilan keputusan dimulai. Masalah
dan sasaran sering mempunyai siklus pertumbuhan dan penyusutan,
demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi. Hal tersebut harus
dikenali secara tepat karena akan sangat mempengaruhi keputusan untuk
bertindak atau tidak bertindak.

H. Teknik-teknik Pengambilan Keputusan. (Siagian, S.P. (25-26;1993).


1. Brainstorming

Jika sekelompok orang dalam suatu organisasi menghadapi suatu situasi


problematic yang tidak terlalu rumit, dan dapat diidentifikasikan secara
spesifik mereka mengadakan diskusi dimana setiap orang yang terlibat
diharapkan turut serta memberikan pandangannya. Pada akhir diskusi
berbagai pandangan yang dikemukakan dirangkum, sehingga kelompok
mencapai suatu kesepakatan tentang cara-cara yang hendak ditempuh
dalam mengatasi situasi problematic yang dihadapi. Penting diperhatikan
dalam teknik ini yaitu :

a. Gagasan yang aneh dan tidak masuk akal sekalipun dicatat secara
teliti.
b. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat dan gagasan karena
kuantitas pandanganlah yang lebih diutamakan meskipun aspek
kualitas tidak diabaikan.
c. Pemimpin diskusi diharapkan tidak melakukan penilaian atas sesuatu
pendapat atau gagasan yang dilontarkan, dan peserta lain diharapkan
tidak menilai pendapat atau gagasan anggota kelompok lainnya.
d. Para peserta diharapkan dapat memberikan sanggahan pendapat atau
gagasan yang telah dikemukakan oleh orang lain.
e. Semua pendapat atau gagasan yang dikemukakan kemudian dibahas
hingga kelompok tiba pada suatu sintesis pendapat yang kemudian
dituangkan dalam bentuk keputusan.
2. Synetics

Seorang diantara anggota kelompok peserta bertindak selaku pimpinan


diskusi. Diantara para peserta ada seorang ahli dalam teori ilmiah
pengambilan keputusan. Pimpinan mengajak para peserta untuk
mempelajari suatu situasi problematik secara menyeluruh. Kemudian
masing-masing anggota kelompok mengetengahkan daya pikir kreatifnya
tentang cara yang dipandang tepat untuk ditempuh. Selanjutnya pimpinan
diskusi memilih hasil-hasil pemikiran tertentu yang dipandang bermanfaat
dalam pemecahan masalah. Dan tenaga ahli menilai melakukan penilaian
atas berbagai gagasan emosional dan tidak rasional yang telah disaring
oleh pimpinan diskusi serta kemudian menggabungkannya dengan salah
satu teori ilmiah pengambilan keputusan dan tindakan pelaksanaan yang
diambil.

3. Consensus thinking

Orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus sepakat


tentang hakikat, batasan dan dampak suatu situasi problematik yang
dihadapi, sepakat pula tentang teknik dan model yang hendak digunakan
untuk mengatasinya. Teknik ini efektif bila beberapa orang memiliki
pengetahuan yang sejenis tentang permasalahan yang dihadapi dan tentang
teknik pemecahan yang seyogyanya digunakan. Orang-orang diharapkan
mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya. Kelompok
biasanya melakukan uji coba terhadap langkah yang hendak ditempuh
pada skala yang lebih kecil dari situasi problematik yang sebenarnya.

4. Delphi

Umumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan


yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi. Teknik ini sangat sesuai
untuk kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di satu tempat.

5. Fish bowling

Sekelompok pengambil keputusan duduk pada suatu lingkaran, dan di


tengah lingkaran ditaruh sebuah kursi. Seseorang duduk di kursi tersebut
hanya dialah yang boleh bicara untuk mengemukakan pendapat ide dan
gagasan tentang suatu permasalahan. Para anggota lain mengajukan
pertanyaan, pandangan dan pendapat. Apabila pandangan orang yang
duduk di tengah tersebut telah dipahami oleh semua anggota kelompok dia
meninggalkan kursi dan digantikan oleh orang yang lain untuk kesempatan
yang sama. Setelah itu semua pandangan didiskusikan sampai ditemukan
cara yang dipandang paling tepat.

6. Didactic interaction

Digunakan untuk suatu situasi yang memerlukan jawaban “ya” atau


“tidak”. Dibentuk dua kelompok, dengan satu kelompok mengemukakan
pendapat yang bermuara pada jawaban “ya” dan kelompok lainnya pada
jawaban “tidak”. Semua ide yang dikemukakan baik pro maupun kontra
dicatat dengan teliti. Kemudian kedua kelompok bertemu dan
mendiskusikan hasil catatan yang telah dibuat. Pada tahap berikutnya
terjadi pertukaran tempat. Kelompok yang tadinya mengemukakan
pandangan pro beralih memainkan peranan dengan pandangan kontra.

7. Collective bargaining

Dua pihak yang mempunyai pandangan berbeda bahkan bertolak belakang


atas suatu masalah duduk di satu meja dengan saling menghadap. Masing-
masing pihak datang dengan satu daftar keinginan atau tuntutan dengan
didukung oleh berbagai data, informasi dan alasan-alasan yang
diperhitungkan dapat memperkuat posisinya dalam proses tawar-menawar
yang terjadi. Jika pada akhirnya ditemukan bahwa dukungan data dan
informasi serta alasan-alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak
mempunyai persamaan, maka tidak terlalu sukar untuk mencapai
kesepakatan. Tetapi sebaliknya, pertemuan berakhir tanpa hasil yang
kemudian sering diikuti dengan timbulnya masalah yang lebih besar.
I. Metode Pengambil Keputusan

Gortner (1987) lebih cenderung menganalisis pengambilan keputusan


dari sudut metode. Ada empat metode pengambilan keputusan yang dianggap
lazim dipergunakan dalam pengambilan keputusan organisasional.

Metode pertama adalah metode rasional yang disebut juga model


rasional. Ini adalah metode klasik yang secara implicit mencakup model
birokratik dari pengambilan keputusan.

Metode kedua, adalah metode tawar-menawar incremental


(incremental-bargaining) yang dipandang sebagai model paling dasar aktifitas
politik, yaitu penyelesaian konflik melalui negosiasi. Karakteristik dari
incremental ialah bahwa keputusan tentang suatu kebijakan terjadi dalam
bentuk langkah-langkah kecil karenanya tidak terlalu jauh dari status quo.

Metode ketiga yang disebut metode agregatif (aggregative methods)


mencakup antara lain teknik Delphi dan teknik-teknik pengambilan keputusan
yang berkaitan. Konsensus dan peran serta merupakan karakteristik utama dari
metode agregatif.

Metode keempat adalah metode keranjang sampah (the garbage-


can) atau nondecision-making model yang dikembangkan oleh March dan
Olsen (1979). Model keranjang sampah menolak model rasional bahkan
rasional-inkremental yang sederhana sekalipun. Ia lebih tertarik pada karakter
yang ditampilkan dalam keputusan, pada isu yang bermacam-macam dari
peserta pengambil keputusan dan masalah-masalah yang timbul pada saat itu.
Sering kali keputusan yang diambil tidak direncanakan sebagai akibat dari
perdebatan dalam kelompok.

J. Teori-Teori Pengambilan Keputusan


Sehubungan dengan pendekatan yang telah diutarakan, lahirlah berbagai aliran
yang menampilkan teori-teori pengambilan keputusan yang berbeda
(Brinckloe, 1977) yaitu :

1. Aliran Birokratik (Bureaucratic School)

Teori ini memberi tekanan yang cukup besar pada arus dan jalannya
pekerjaan dalam struktur organisasi. Tugas dari eselon bawah ialah
melaporkan masalah, memberi informasi, menyiapkan fakta dan
keterangan-keterangan lain kepada atasannya. Dengan segala
pengetahuan, keterampilan dan kemampuannya, atasan membuat
keputusan setelah mempelajari semua informasi.

2. Aliran Manajemen Saintifik (Scientific Management School)

Teori ini menekankan pada pandangan bahwa tugas-tugas itu dapat


dijabarkan ke dalam elemen-elemen logis, yang dapat digambarkan secara
saintifik. Sementara manajemen sendiri memiliki kemampuan untuk
menganalisis dan menyelesaikan suatu masalah.

3. Aliran Hubungan Kemanusiaan (Human Relations School)

Teori ini menganggap bahwa organisasi dapat berbuat lebih baik apabila
lebih banyak perhatian yang diberikan kepada manusia dalam organisasi,
seperti yang menimbulkan kepuasan kerja, peran serta dalam pengambilan
keputusan, memberlakukan organisasi sebagai suatu kelompok social yang
mempunyai tujuan. Selain itu kebutuhan dan keinginan anggota selalu
dipertimbangkan dalam membuat keputusan.

4. Aliran Rasionalitas Ekonomi (Economic Rasionality School)

Teori ini mengakui bahwa organisasi adalah suatu unit ekonomi yang
mengkonversikan masukan (input) menjadi keluaran (output) dan yang
harus dilakukan dengan cara yang paling efisien. Menurut aliran ini suatu
langkah kebijakan akan terus berlangsung sepanjang itu mempunyai nilai
yang lebih tinggi daripada biayanya.
5. Aliran Satisfacing

Aliran ini tidak mengharapkan suatu keputusan yang sempurna. Aliran ini
yakin bahwa para manajer yang selalu dipenuhi berbagai masalah mampu
membuat keputusan yang rasional.

6. Aliran Analisis Sistem

Aliran ini percaya bahwa tiap masalah berada dalam suatu system yang
terdiri dari berbagai sub sistem yang keseluruhannya merupakan satu
kesatuan.

II. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

Sistem diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen,
atau variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling tergantung satu
sama lain, dan terpadu.

Data dan Informasi merujuk kepada fakta-fakta baik berupa angka-angka, teks,
dokumen, gambar, bagan, suara yang mewakili deskripsi verbal atau kode tertentu,
dan semacamnya. Apabila ia telah disaring dan diolah melalui suatu sistem
pengolahan sehingga memiliki arti dan nilai bagi seseorang, maka data itu berubah
fungsi menjadi informasi. Dengan demikian yang dipakai orang di dalam membuat
keputusan adalah informasi, bukan data.

Menurut Murdick Etal (1984) :

1. Data adalah fakta yang tidak sedang digunakan pada proses keputusan,
biasanya dicatat dan diarsipkan tanpa maksud untuk segera diambil kembali
untuk pengambilan keputusan.
2. Informasi terdiri data yang telah diambil kembali, diolah atau digunakan untuk
memberi dukungan keterangan bagi pengambilan kesimpulan, argumentasi
atau sebagai dasar untuk peramalan atau pengambilan keputusan. Informasi
adalah data yang telah disusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan
bermanfaat karena dapat dikomunikasikan kepada seseorang yang akan
menggunakannya untuk membuat keputusan.
3. Manajemen merupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang
pimpinan atau manajer di dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi manajemen adalah suatu sistem
yang diciptakan untuk melaksanakan pengolahan data yang akan dimanfaat oleh
suatu organisasi.

III. CONTOH PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASISKAN SIM

Sesuai dengan tujuannya, sistem informasi manajemen diharapkan mampu


membantu setiap orang yang membutuhkan pengambilan keputusan dengan lebih
tepat dan akurat.

Dalam usaha memecahkan suatu masalah, pemecah masalah mungkin


membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu
diikuti dalam memecahkan masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak
negatif, atau untuk memanfaatkan kesempatan.

Pentingnya manajemen membutuhkan sistem pendukung yang mampu


untuk meningkatakan pengambilan keputusannya.

1. Keputusan untuk membangun sistem informasi yang dapat memenuhi


kebutuhan manajemen tingkat atas.

Dengan hanya mengandalkan sistem informasi manajemen tanpa bantuan


sistem pendukungnya, sulit bagi manajemen terutama di tingkat atas untuk
mengambil keputusan yang strategis. Hal ini disebabkan karena umumnya
pengambilan keputusan yang strategis tersebut lebih bersifat kebijakan dengan
dampak luas dan/atau pada situasi yang tidak terstruktur.

2. Kebutuhan untuk menciptakan pelaporan dan proses pengambilan keputusan


yang memiliki arti (makna)

Manajemen di sini didorong untuk bagaimana mengembangkan pelaporan


yang lebih baik lagi untuk pengukuran kinerja aktivitas yang dilaksanakannya
dan menginformasikan berbagai tipe pengambilan keputusan yang baru.
Dengan bantuan sistem pendukung yang disiapkan, maka hal ini akan lebih
memungkinkan manajemen untuk mendapatkan pelaporan dan proses
pengambilan keputusan yang lebih baik lagi.

Contohnya saja pengambilan keputusan berbasiskan SIM adalah dalam


kenaikan pangkat, dan juga sistem penghitungan suara dalam pemilihan umum
(pemilu). Yang mana kepastian mengenai jumlah suara yang diperoleh masing-
masing kontestan di dalam pemilu sangat penting di dalam melihat aspirasi
masyarakat, setidak-tidaknya aspirasi yang terlihat dari partai yang mendapat suara
terbanyak untuk meneruskan program-program pembangunan. Seiring dengan
upaya untuk terus mengembangkan sistem pemilu yang demokratis, penghitungan
suara yang efisien dan akurat akan sangat menentukan bagi penentuan keputusan
nasional mengenai jatah kursi bagi wakil-wakil rakyat yang akan duduk di Dewan
Perwakilan Rakyat. Karena itu keputusan yang didukung oleh sistem ini merupakan
keputusan politis yang sangat amat strategis. Pembahasan mengenai komputerisasi
penghitungan suara dalam Pemilu tidak akan dilakukan sampai sangat rinci karena
memang terbatasnya referensi yang terdokumentasi. Dalam hal ini referensi pokok
yang diambil adalah tulisan dari seorang staff pengolahan data profesional yang
pernah terlibat langsung di Posko (Pos Komando) penghitungan suara Pemilu (C.S.
anomdipoetro, 1987).

Tugas penghitungan suara hasil Pemilu dilaksanakan terutama oleh


Lembaga Pemilihan Umum (LPU) di bawah pengawasan Departemen Dalam
Negeri. LPU menugasi posko yang berisi staff terdiri beberapa komponen utama,
yaitu :

1. Bakorsiskom (Badan Koordinasi Sistem Telekomunikasi), dibentuk terutama


untuk menangani sistem telekomunikasi yang menunjang penghitungan suara
sejak dari Panitia Pemilihan Daerah (PPD) pada setiap jenjang hingga LPU
pusat.
2. Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara), bertanggungjawab dalam
pemakaian komputer untuk tugas penghitungan suara yang menyangkut
penyimpanan dan pengolahan data.
3. Sekretariat (LPU), adalah pemilik data resmi dan pemakai hasil olahan yang
komputer. Bertugas untuk memantau penghitungan suara secara online sejak
pemungutan suara dilakukan hingga diperolehnya data final.

Kelambatan penghitungan suara biasanya terjadi pada tahap ini berhubung


dengan begitu luas dan beragamnya wilayah pemungutan suara di Indonesia. Untuk
daerah kepulauan seperti Maluku, misalnya, penyerahan dari TPS ke PPS di
sebagian Kecamatan ada yang sampai memakan waktu 5 hari atau terkadang lebih,
tergantung pada keadaan angin laut. Maka salah satu kesimpulan yang dapat ditarik
dari pengumpulan data ini ialah bahwa efisiensi pengolahan data bukan hanya
tergantung kepada prosesor atau perangkat kerasnya, tetapi juga setiap mata rantai
pengolahan data. Dalam hal ini terlihat bahwa tahap raw-data processing
(pengolahan data mentah) sangat menentukan kecepatan dan efisiensi pengolahan
data secara keseluruhan.

Dari PPS, data suara dikirim ke PPD Tingkat II dan selanjutnya ke PPD I.
Pengolahan data pada tahapan ini dimungkinkan lebih cepat karena kebanyakan
instansi sudah memiliki fasilitas telekomunikasi seperti telepon, teleks dan
facsimile.

Komputerisasi penghitungan suara Pemilu sesungguhnya barulah terjadi di


LPU pusat. Data diterima oleh Senkom (Sentral Komunikasi, satuan di bawah
Bakorsiskom) dan selanjutnya dikirim ke sekretariat posko. Dari sini data dikirim
ke input control (satuan di bawah situng), kemudian ke data-entry unit yang
selanjutnya merekam ke komputer. Langkah berikutnya adalah pengolahan yang
dilakukan oleh satuan Maintenance, sedangkan Output Control akan
menyampaikan hard-copy kepada Sekretariat Posko untuk kemudian
didistribusikan ke pejabat atau pimpinan maupun media massa melalui Humas
LPU.

Ditinjau dari segi sistem informasi, Sistem Informasi Pemilihan Umum


(SIPU) menghasilkan empat elemen sistem informasi, yaitu : SILIH (Sistem
Informasi Pemilih), SILON (Sistem Informasi Calon), SISURA (Sistem Informasi
Surat Suara).

Sebagai suatu sistem yang melibatkan instansi-instansi pusat dan daerah,


khususnya dari jajaran Departemen Dalam Negeri, banyak aspek yang harus
diperhatikan dalam sistem Penghitungan Pemilu. Aspek-aspek tersebut antara lain
adalah manajemen data, komunikasi data, dan penyiapan pelatihan bagi staff yang
bekerja di dalam proses penghitungan suara.

Keputusan-keputusan terprogram sesungguhnya cukup mudah dilakukan


untuk melakukan penghitungan suara dengan ditunjang perkakas komputer. Oleh
sebab itu kerjasama yang baik dalam manajemen pengolahan data antara
programmer dengan pembuat keputusan untuk sistem penghitungan suara benar-
benar menentukan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi manajemen sangat mendukung


suatu organisasi atau instansi dalam pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan akan menjadi lebih mudah, lebih cepat, tepat dan akurat.

Organisasi atau instansi juga tidak akan disalahkan jika keputusan yang
diambil itu tidak benar dan tepat, karena suatu instansi mengambil keputusan
dengan sistem komputerisasi atau terdaftar. Seperti kita lihat contoh penghitungan
suara pemilihan umum yang dikrim dari daerah-daerah ke pusat menjadi cepat dan
tepat, karena dijalankan dengan menggunakan komputer secara online, tidak perlu
pengiriman dengan menggunakan kendaraan dan juga tidak berlarut-larut dalam
pengiriman suara tersebut.

Sehingga sistem informasi ini sangat mendukung dalam pengambilan


keputusan sebuah sistem keputusan, yaitu model dari sistem dengan mana
keputusan diambil, dapat terbuka atau terbuka.

Anda mungkin juga menyukai