PERBANDINAGAN TES TUBEX DENGAN UJI WIDAL DAN ELISA SEBAGAI
ALAT DIAGNOSTIK DEMAM TIFOID PADA MINGGU PERTAMA ONSET
GEJALA DIMULAI PADA DAERAH ENDEMIK. Oleh: Nyoman Martha Chrismayana BAB I. PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonela enteric serotype typhi. Bakteri ini merupakan pathogen pada manusia yang memiliki kemampuan beradaptasi tinggi terhadap lingkungannya. 1 Kontak langsung dengan penderita, memakan makanan, dan minuman yang terkontaminasi merupakan faktor resiko penting dari demam tifoid. Jika ditambah lagi dengan faktor cepatnya peningkatan populasi penduduk, meningkatnya urbanisasi, terbatasnya air bersih, dan sistem kesehatan yang buruk yang masih menjadi masalah dinegara berkembang. Tidaklah mengherankan kebanyakan negara yang mengalami endemik demam tifoid adalah negara berkembang. 2, 3
Demam tifoid hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan global dengan angka insiden 198 per 100.000 di daerah Mekong Delta (Vietnam) dan 980 per 100.000 di daerah Delhi (India), diperkiraan mencapai 21 juta kasus baru dan 200.000 kematian di dunia setiap tahunnya. 1,4 Beberapa negara di dunia merupakan daerah endemik dari penyakit ini khususnya pada negara-negara dikawasan Asia (Filipina, Vietnam, Turki, Indonesia, Mesir , dll), Arika, dan Amerika Selatan. 4,5,6,7,8 Pengenalan Chloramphenicol untuk mengobati demam tifoid pada tahun 1948 merubah penyakit ini yang dulunya berat dan mengancam nyawa menjadi penyakit yang dapat diobati. 1 Namun pada kenyataannya pada dua dekade terakhir ini beberapa penelitian menunjukan meningkatnya multidrug resistance terhadap antitifoid konvensional (ampicillin, chloramphenicol, dan thrimetrophim-sulfamethoxzole). 7 Fluoroquinolone, terutama ciprofloxacin, yang telah digunakan selama 18 tahun terakhir yang merupakan senjata penting untuk melawan demam tifioid, dilaporkan telah menurun aktifitasnya terhadap tifoid salmonella (gambar 1). 7,8 Meningkatnya multidrug resistance dikarenakan diagnosis demam tifoid yang belum tepat dan sempurna, sehingga dapat terjadi pemberian antibiotik yang tidak perlu atau kurang tepat. 9 Semua hal itu menunjukan masih diperlukannya menejemen demam tifoid yang lebih cepat dan tepat, salah satunya dengan cara menggunakan alat diagnosis yang tepat. Diagnosis yang akurat merupakan hal yang sangat penting dalam menejemen demam tifoid. 10 Absennya symptom dan sign spesifik membuat sulitnya penegakan diagnosis klinik demam tifoid. 1 Diagnosis definitive dari demam tifoid adalah dengan mengisolasi salmonella typhi melalui kultur, baik melalui kultur darah, tinja, maupun sumsum tulang. Namun tes ini sangatlah mahal dan membutuhkan waktu satu minggu untuk mendapatkan hasilnya. 5, 10
Berkembangnya serodiagnosis dengan metode mendeteksi antibody spesifik dari salmonella typhi pada akhir abad ke-19 digunakan sebagai alternative dari tes kultur. Dibanyak negara metode yang cenderung dipilih adalah uji Widal, yang telah digunakan semenjak satu abad yang lalu. Uji Widal menggunakan metode mendeteksi antibody dengan kemampuan agglutinasi dari seluruh sel bakteri didalam tes tube maupun slide. Hal ini menyebabkan kurang spesifiknya tes ini terutama pada daerah endemik. Uji lain yang berkembang adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), adapun antigen yang dipakai pada alat uji ini subcellular structure dari organisme s.typhi, salah satunya adalah antigen O9 lipopolysacharida (LPS). Antigen ini mampu membedakan organisme ini >99% dari serotype bakteri salmonella yang lain, sehingga tes ini sangatlah spesifik terhadap salmonella serotype thypi. 5
Gambar 1. Distribusi global daerah endemik dan resistensi dari Salmonella enteric Serotype Typhi, 1990-2002 (Parry, M Christopher et al, 2002)
Meskipun banyak fakta menunjukkan bahwa uji Widal tidak dapat dipercaya, uji widal masih digunakan hingga saat ini di daerah endemik. Adapun alasannya adalah proses pengerjaan tes ini yang simple (single step) sedangkan ELISA menggunakan sistem multi step. Uji Widal juga murah dan tidak menggunakan instrumental, sedangkan ELISA menggunakan enzyme conjugate dan peroses pembacaan sampel dengan elektronik sehingga harganya menjadi mahal. 5 Untuk itu dibutuhkan alat uji diagnostik yang ideal, yang bukan hanya memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, tapi juga simple, relatif murah, dan tidak membutuhkan alat elektronik mengingat daerah endemik penyakit ini kebanyakan adalah negara miskin dan berkembang. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai alat diagnostik baru yaitu TUBEX yang memiliki kelebihan dari alat uji Widal dan memiliki spesifisitas yang hampir sama dengan ELISA.
BAB II. PEMBAHASAN
TUBEX Sebagai Alat Uji Diagnostik Demam Tifoid TUBEX merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diperoduksi oleh IDL Biotech, Sollentuna, Sweden. 5 Tes ini sangat cepat 5-10min, simpel, dan akurat. Tes TUBEX ini menggunakan sistem pemeriksaan yang unik dimana tes ini mendeteksi serum antibody immunoglobulin M (Ig M) terhadap antigen O9 (LPS) yang sangat spesifik terhadap bakteri salmonella typhi. 11 Pada orang yang sehat normalnya tidak memiliki Ig M anti-O9 LPS. 18 Pada bagian ini yang akan dijelaskan adalah pengunaan dari anti-O9 s.typhi.
Metode dari tes TUBEX ini adalah mendeteksi antibody melalui kemampuannya untuk memblok ikatan antara reagent monoclonal anti-O9 s.typhi (antibody-coated indicator particle) dengan reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic particle) sehingga terjadi pengendapan dan pada akhirnya tidak terjadi perubahan warna. 11,18,19
Protokol kerja dari tes TUBEX adalah sebagai berikut (gambar 2): 1. Masukkan 45l antigen-coated magnetic particle (Brown reagent) pada reaction container yang disediakan (satu set yang terdiri dari enam tabung berbentuk V) 2. Masukan 45l serum sampel (serum harus jernih), lalu campurkan keduanya dengan menggunakan pipette tip 3. Inkubasi dalam 2 menit 4. Tambahkan 90l antibody-coated indicator particle (Blue reagent) 5. Tutup tempat reaksi tersebut dengan menggunakan strip, lalu ubah posisi tabung dari vertikal menjadi horisontal dengan sudut 90. Setelah itu goyang-goyangkan tabung kedepan dan kebelakang seperti pada gambar 2 selama 2 menit. Perlakuan ini bertujuan utuk memperluas bidang reaksi. 6. Pada akhir proses reaksi ini tabung berbentuk V ini diletakkan diatas magnet stand, lalu diamkan selama 5 menit untuk membiarkan terjadi proses pemisahan (pengendapan). Pembacaan skor hasil dari reaksi ini dilakukan dengan cara mencocokkan warna yang terbentuk pada akhir reaksi dengan skor yang tertera pada color scale. 18
Prinsip kerja dari tes TUBEX adalah sebagai berikut yaitu ketika partikel magnet yang diselimuti oleh antigen (s.typhi LPS) dicampurkan dengan blue latex antibody-coated indicator particle yang diselimuti oleh anti-s typhi LPS (O9) antibody, maka kedua jenis partikel ini akan berikatan satu dengan yang lain. Ketika pada akhir eksperimen tabung berbentuk V tempat terjadinya proses reaksi diatas diletakan diatas magnet stand, maka antigen-coated magnetic particle akan tersedimentasi dibawa tabung. Begitu juga blue latek particle yang telah berikatan dengan antigen-coated magnetic particle akan ikut tersedimentasi pada bagian bawah tabung. Sehingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Hal ini menunjukan tidak adanya anti-s typhi O9 antibody pada serum milik pasien dan hasil reaksi dikatakan negative (pasien tidak terindikasi menderita demam tifoid), lihat gambar 3 sebelah kiri. 5, 12
Hasil tes TUBEX akan bernilai positive (pasien terindikasi menderita penyakit demam tifoid) apabila tidak terjadi perubahan warna (tetap berwarna biru). Hal ini menunjukan terdapatnya anti-s typhi O9 antibody yang mampu menghambat ikatan antara antigen-coated magnetic particle dengan blue latex antibody-coated indicator particle (lihat gambar 3, sebelah kanan). Sehingga pada akhir reaksi blue latex particle tidak ikut tersedimentasi pada dasar tabung, sehingga warna tabung tetap berwarna biru. 5
Tes TUBEX merupakan tes yang subjektif dan semiquantitative dengan cara membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan TUBEX color scale yang tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling merah) hingga nilai 10 (warna paling biru) lihat gambar 2. 5 Adapun cara membaca tes TUBEX adalah sebagai berikut menurut IDL Biotech 2008: Gambar 2. Sekema dari protokol kerja tes TUBEX (IDL Biotech 2005) Gambar 3. Prinsip dari tes TUBEX. Sebelah kiri, negative result; sebelah kanan, positive result ( Lim, et al, 1998) 1. Nilai <2 menunjukan nilai negative (tidak ada indikasi demam tifoid) 2. Nilai 3 inconclusive score dan memerlukan pemeriksaan ulang. 3. Nilai 4 menunjukan positif lemah 4. Nilai >5 menunjukan nilai positif (indikasi kuat terjadi demam tifoid) Nilai TUBEX yang menunjukan nilai positive ditambah dengan symptom dan sign yang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi yang sangat kuat terjadinya demam tifoid. 18,19
Perbandingan tes TUBEX dengan uji Widal Uji Widal pertama kali diperkenalkan oleh Georges Fermand Isidore Widal (1862-1929), ia merupakan seorang dokter dan bacteriologist di Prancis. 13 Tes ini merupakan alat dignostik demam tifoid yang paing sering digunakan di negara berkembang. 14 Salmonella typhi memiliki tiga jenis antigen yaitu: antigen O (somatic); antigen H (flagellar); dan antigen Vi (surface), lihat gambar 4, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan tubuh berupa antibody sepesifik terhadap antigen tersebut. 1 Perinsip dasar dari uji Widal yaitu mendeteksi munculnya agglutinin (antibody) O dan H pada serum milik pasien dengan menggunakan suspensi O dan H. 14 Terdapat dua jenis pemeriksaan uji Widal yaitu tube Widal test dan slide Widal test. Slide Widal test lah yang paling popular digunakan karena memberikan hasil yang lebih cepat. 14
Gambar 4. Struktur antigen S.typhi (Bingnan, Yin. 2006) Uji Widal memberikan hsail tes yang bersifat qualitative, untuk menghitung hasil titer untuk setiap antigen pada uji Widal menggunakan slide, serum milik pasien harus diencerkan terlebih dahulu. Sempel serum diencerkan dalam beberapa tingkatan yaitu 80l, 40l, 2l, 10l, 5l, pada setiap seri sempel serum diberikan satu tetes antigen sepesifik dan dilihat apakah terjadi agglutinasi atau tidak. Setiap seri serum spesimen memiliki nila yang berbeda yaitu; 80l berkorespondensi dengan 1 dalam 20 titer (1/20), 40l dengan 1/40, 20l dengan 1/80, 10l dengan 1/160, dan 5l dengan 1/320. Nilai-nilai tersebut menunjukan hasil positive yang menunjukan terjadi proses aglutinasi, dengan semakin tinggi titer semakin tinggi pula kemungkinan pasien tersebut menderita demam tifoid. 13, 14
Jika dibandingakan antara tes TUBEX dengan uji Widal akan ditemukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Antigen yang digunakan pada tes TUBEX adalah anti-O9 s.typhi yang mampu membedakan organisme ini dari >99% serotype bakteri salmonella lainnya, sedangkan uji Widal menggunakan antigen yang tidak begitu spesifik terhadap s.typhi sehingga dapat terjadi cross-reaction dengan kuman salmonella lainnya misalnya pada pasien yang pernah menderita enteric fever lainnya. Reaksi ini dinamakan anamnestic response dan dapat menimbulkan tingginya nilai false positive. Hal ini menjawab alasan dari kurang spesifiknya uji Widal. 5,13,15
2. Dilihat dari metode yang digunkan oleh kedua tes, dimana TUBEX menggunakan kemampuan inhibitor activities dari antibody dan uji Widal menggunakan reaksi agglutinasi. Inhibitor activities memiliki keuntungan karena lebih mudah dideteksi walaupun dengan kadar antibody yang rendah. Hal ini memberikan alasan mengapa TUBEX lebih sensitive daripada uji Widal. 5
3. Single test pada uji Widal tidak begitu bermakna. Idealnya uji widal dilakukan dua kali yaitu pada fase akut dan 7-10 hari setelahnya. Hal ini dikarenakan agglutinin O dan H meningkat dengan tajam 8 hari setelah onset panas pertama. Jika terjadi empat kali peningkatan titer agglutinin baru dapat dikatakan hasilnya positive secara signifikan. Sayangnya hal ini jarang ditemukan karena penggunaan antibiotik pada awal penyakit bisa mencegah meningkatnya titer agglutinin. 9,13,14
Hal ini berbeda dengan tes TUBEX yang fokus mendeteksi Ig M yang secara teoritis muncul lebih awal daripada Ig G. Bahkan penelitian terbaru mengatakan bahwa tes TUBEX yang dimodifikasi mampu mendeteksi bukan hanya antibody melainkan antigen s.typhi , sehingga tes ini sangat berguna pada fase akut. Hal ini menyebabkan tingginya angka sensitivitas tes TUBEX. 9,12
4. Meningkatnya penggunaan vaksin typhoid menyebabkan meningkatnya angka false positive pada uji Widal. Hal ini terjadi karena meninggkatnya agglutinin level secara persisten pada H agglutinin dan transient pada O agglutinin, yang terjadi baik pada non-infected population maupun pada febrile non-typhoid patients karena anamnestic response. 14,15,16 Hal ini belum pernah dilaporkan pada pemeriksaan dengan menggunakan tes TUBEX.
Tentu saja ini sangat berpengaruh pada penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan meningkatkan angka resistensi obat. 9
Untungnya hal ini dapat diatasi dengan mengulangi tes Widal pada minggu berikutnya, karena tidak akan terjadi peninggkatan lagi pada hasil tes ulangan tersebut. 13
5. Sensitivitas dan spesifistas yang cukup berbeda, pada suatu penelitain oleh Olsen, Sonja et al, 2004 menyebutkan perbedaan antara tes TUBEX dan uji Widal yaitu; sensitivitas (78/64); spesifisitas (94/76); positive predictive value (98/88); dan negative predictive value (59/43). 9 beberapa penelitian lain menunjukan sensitivitas dan spesifisitas TUBEX yang lebih tinggi lagi yaitu 94,7% dan 80,4%-93%. 5,10
6. Harga TUBEX 4 U.S dollar dan Widal 0,5 U.S dollar, harga ini dilihat dari penelitian di Vietnam, akan tetapi harga ini belum termasuk biaya transportasi. 9
7. Persamaan yang dimiliki oleh kedua tes ini dan sangatlah penting adalah proses pengerjaan yang relatif mudah; simpel (one-step); tidak membutuhkan alat-alat canggih dan mahal, sehingga kedua tes ini dapat diterapkan pada daerah edemik yang cenderung merupakan negara berkembang. 5
Masih banyak lagi kelemahan uji widal seperti nilai dari uji ini yang sangat dipengaruhi oleh operator yang bekerja dll. 9 Bebrapa hal diatas menunjukan bahwa tes TUBEX dapat menutupi kelemahan dari uji Widal dan memiliki keunggulan dari tes Widal.
Perbandingan tes TUBEX dengan ELISA Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) adalah sebuah tes untuk mendeteksi adanya antibody Ig G, Ig A, dan Ig M anti-LPS salmonella typhi. 17 Antigen yang digunakan berupa subselular struktur yaitu LPS, outer membrane (OM), flagella (d-H) yang sangat spesifik terhadap s.typhi, yang paling bagus memberikan hasil adalah LPS dan OM antigen. 5 Tes uji diagnostik ini jauh lebih sensitive dan spesifik daripada uji Widal. Oleh karena itu, tes ini hanya perlu menggunakan satu kali tes sempel darah pasien untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak seperti uji Widal yang memerlukan penggulangan. 17 Adapun yang akan dibahas disini adalah tes ELISA yang mendeteksi antibody Ig M anti-LPS karena antibody ini lebih dahulu muncul daripada Ig G, sehingga dapat digunakan pada fase akut dan memiliki nilai yang akurat dengan hanya satu kali pemeriksaan. Perinsip dari tes ini adalah dengan menggunakan serum pasien yang telah diencerkan (pengenceran serum mengandung sorbent untuk menghilangkan rheumatoid factor dan human Ig G) kemudian ditambahkan dengan antigen yang telah dimurnikan (antigen spesifik LPS s.typhi). Jika terdapat antibody spesifik Ig M, maka antibody ini akan berikatan dengan antigen sehingga tebentuklah antibody-antigen komplek. Setelah itu dilakukan pencucian untuk menghilangkan semua material yang tidak berikatan. Selanjutnya ditambahkan enzyme conjugate yang nantinya akan berikatan dengan antibody-antigen komplek. Kemudian dilanjutkan kembali dengan pencucian untuk menghilangkan enzyme conjugate yang berlebihan dan dilanjutkan dengan penambahan substrat. Setelah itu plate tempat reaksi tersebut terjadi diinkubasi untuk membiarkan proses hydrolysis substrat oleh enzyme terjadi. Warna yang terbentuk akan sesuai dengan proporsi jumlah dari antibody spesifik Ig M yang terdapat pada sempel serum. 17
Walaupun terdapat fakta bahwa TUBEX merupakan tes yang subjektif dan semiquantitative dan ELISA merupakan tes yang objektif dan quantitative, terdapat hal yang sangat menarik, yaitu dalam suatu penelitan yang dilakukan oleh Lim et al, 1998 yang membandingkan antara tes TUBEX dengan ELISA didapatkan bahwa TUBEX memiliki hubungan yang sangat baik dengan ELISA yang mendeteksi anti-LPS s.typhi (P = 0,003). Hal ini dikarenakan kedua tes tersebut menggunakan antigen (anti-LPS s.typhi yang sangat spesifik terhadap salmonella typhi) dan mendeteksi antibody Ig M yang sama. Oleh karena itu, kedua tes ini memiliki sensetivitas (100% / 100%) dan spesifisitas (100% / 96.9%) yang sama-sama tinggi. 5
Keunggulan lain yang dimiliki oleh tes TUBEX adalah tes ini lebih simpel dari ELISA yang menggunakan multi-step. Meskipun memiliki proses kerja yang lebih rumit ELISA memiliki korelasi dengan TUBEX seperti dijelaskan diatas. Transformasi dari ELISA menjadi TUBEX bisa menjadi mungkin dengan cara menggunakan magnetic particle untuk memisahkan indicator particle yang tidak melakukan ikatan yang terjadi pada tes TUBEX, sedangkan pada ELISA dilakukan dengan cara pencucian hasil reaksi. 5
Modifikasi pada tes TUBES untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifitasnya Seperti yang telah disinggung diatas bahwa kini tes TUBEX tidak hanya mendeteksi adanya antibody anti-O9 spesifik s.typhi saja, melainkan juga dapat mendeteksi antigen O9 spesifik s.typhi. Hal ini membuat TUBEX menjadi sangat unik karena kemampuannya untuk mendeteksi baik antibody maupun antigen. Secara teoritis hal ini sangatlah penting untuk dignostik serologi pada fase akut. Mengingat bahwa secara teori antigenlah yang terlebih dahulu muncul daripada antibody diawal mulainya terjadi infeksi. Sangtlah penting untuk mengambil sampel serum pada hari-hari awal saat onset panas mulai muncul. Mengingat pada saat itulah antigen banyak terdapat pada serum pasien, jika telat dilakukan pengambilan sampel maka antigen didalam serum akan menghilang karena terjadinya ikatan terhadap antibody yang terbentuk dan selanjutnya membentuk antibody-antigen komplek. 12 Urine memberikan hasil yang lebih menjanjikan daripada serum dalam mendeteksi antigen, dikarenakan antigen sangat cepat hilang didalam sirkulasi. Sebaliknya antigen secara berkesinambungan diekskresikan melalui urin sebagai free antigen. Keuntungan lain menggunakan urine adalah konsentrasi antigen dapat ditingkatkan beberapa kali lipat dengan cara yang sederhana. 12 Metode yang digunakan adalah sama dengan tes TUBEX yang asli yaitu memblok ikatan antara reagent anti-O9 s.typhi (antibody-coated indicator particle) dengan reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic particle), tetapi yang berperan memblok disini adalah antigen (lihat gambar 5). Protokol kerja utuk mendeteksi antigen pun sama dengan protokol kerja untuk mendeteksi antibody, hanya saja serum specimen terlebih dahulu dicampurkan dengan blue reagent dan dicampur dalam 2 menit, barulah setelah itu ditambahkan brown reagent. Proses selajutnya dan pembacaan hasilnya menggunakan cara yang sama. 12
Untuk menilai pengaruh efek dari pendeteksian antigen terhadap sensitivitas dan spesifisitas dari uji TUBEX, telah dilakukan penelitian oleh Tam, et al, 2008. Ia membandingkan antara protokol asli untuk mendeteksi antibody dan protokol baru untuk mendeteksi antigen. Ia menggunakan beberapa level antigen yang dicampurkan pada serum sempel. Hal yang didapatkan adalah peningkatan sensitivitas sebanyak 2-4 kali lipat (gambar 6). 12
BAB III. SIMPULAN Tes TUBEX sebagai alat diagnostik yang relatif baru dapat menjawab kebutuhan alat diagnostik yang dapat digunakan pada minggu pertama onset penyakit demam tifoid. Hal ini dikarenakan tes TUBEX dapat menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh uji Widal terutama didalam hal sensitivitas dan spesifisitasnya, sekaligus memiliki keunggulan Gambar 5.Ilustrasi bagaimana kerja tes TUBEX dalam mendeteksi anti-O9 antibody atau mendeteksi antigen O9 s.typhi (Tam, et al, 2008) Gambar 6. Diagram perbandingan tes TUBEX. Menujukan bahwa protokol baru antigen detection memberikan hasil yang lebih tinggi pada TUBEX score pada kadar antigen serum yang sama (Tam, et al, 2008) yang sama dari uji Widal yaitu proses pengerjaan yang simpel dan tidak memerlukan peralatan yang canggih. Tes TUBEX pun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang hampir sama dengan tes ELISA bahkan terdapat hubungan yang erat diantara ke-dua tes ini. Tes TUBEX pun lebih mudah proses pengerjaannya daripada tes ELISA yang multi-step. Modifikasi yang dilkukan pada tes TUBEX pun mampu meningkatkan sensitivitasnya, sehingga semakin mengukuhkan pendapat bahwa alat diagnostik ini baik digunakan sebagai single test pada minggu pertama pada pasien demam tifoid. Tes TUBEX juga memiliki spesifisitas yang tinggi sehingga sangat cocok digunakan pada daerah endemik.
DAFTAR PUSTAKA 1. Parry, M Christopher, et al. A Rivew of Thyphoid Fever. N Engl J Med. Vol. 347. 2002: 22;1770-1782. 2. Kelly-Hope, Louise A, et al. Geographical Distribution and Risk Factor Associeted with Enteric Disease in Vietnam. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2007:76(4):706-712. 3. Willke, Ayse. Widal Test in Diagnosis of Typhoid Fever in Turkey.Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology. 2002:938-941. 4. Sirkantiah, Padmini, et al. Population-Based Surveillance of Typhoid Fever in Egypt. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2006:74(1):114-119. 5. Lim, Pak-Leong, et al. One-Step 2-Minute Test to Detect Typhoid-Spesific Antibodies Based on Particle Separation in Tube. Journal of Clinical Microbiology. 1998: 2271-2278. 6. Afifi, Salma, et al. Hospital-Based Surveillance for Acute Febrile Illness in Egypt: A Focus on Community-Acquired Bloodstream Infections. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2005:73(2):392-399. 7. Dimitrov, Tsonyo. Clinical and Microbiological Investigation of Typhoid Fever in an Infectious Disease Hospital in Kuwait. Journal of Medical Microbiology. 2007:56:538-544. 8. Dimitrov, Tzonyo, et al. Ciprofloxacin Treatment Failure in a Case of Typhoid Fever Caused by Salmonella Enterica Serotype Paratyphi A With Reduced Susceptibility to Ciprofloxacin. Journal of Medical Microbiology. 2007:56:277- 279. 9. Olsen, Sonja J, et al. Evaluation of Rapid Diagnostic Tests for Typhoid Fever. Journal of Medical Microbiology. 2004:1885-1889. 10. Kwano, Razel L, et al. Comparison of Serological Test Kits for Diagnosis of Typhoid Fever in the Philippines. 2007:246-247. 11. Tam, Frankie, et al. Modification of the TUBEX Typhoid Test to Detect Antibodies Directly from Haemolytic Serum and Whole Blood. Journal of Clinical Microbiology. 2008:57:1349-1353. 12. Tam, Frankie, et al. Modification of the TUBEX Typhoid Test to Detect Antibodies Directly from Haemolytic Serum and Whole Blood. Journal of Clinical Microbiology. 2008:57:316-323. 13. Rao, Sridhar. 2009. A Review article of Widal Test. See: www.microrao.com. (last accessed 13 th January 2010). 14. Thelma, E, et al. A Review of Clinical Applicatuon of the Widal Test. Phill J Microbiol Infect Dis. 1991:20(1):23-23. 15. Parry, M Christopher, et al. Value of a Single-Tube Widal Test in Diagnosis of Typhoid Fever in Vietnam. Journal of Clinical Microbiology. 1999:2882-2886. 16. Aftab, roohi, et al. Widal agglutination titre: a rapid serological Diagnosis of typhoid fever in developing countries. Pak J Physiol. 2009:5(1):65-67. 17. Drive, Nancy Ridge. 2009. A Review article of Salmonella Typhi IgM ELISA. See: www.genwaybio.com. (last accessed 13 th January 2010). 18. IDL Botech, 2005. A review article of Rapid Detection of Typhoid fever. See: www.idl.se. (last accessed 17 th January 2010). 19. IDL Botech, 2008. A review article of Rapid Detection of Typhoid fever. See: www.idl.se. (last accessed 17 th January 2010).