Anda di halaman 1dari 9

Imunitas Bawaan, Koagulasi Dan Komplikasi Kehamilan yang Terkait Plasenta

Abstrak
Imunitas maternal mengalami sedikit peruahan/penyesuaian untuk menoleransi embrio yang bersifat
semi-allogenik dan mempertahankan pertahanan tubuh host melawan patogen potensial. Secara
bersamaan, sistem koagulasi berubah dari status anti-koagulan menjadi pro-koagulan untuk
menyesuaikan dengan beban hemostatik plasentasi dan persalinan. Imunitas bawaan dan sistem
koagulasi darah merupakan lini pertama untuk pertahanan ibu melawan tantangan dari luar, termasuk
alloantigen dan trauma mekanik, dan untuk mempertahankan integritas organisme. Interaksi antara
koagulasi dan sistem imun telah diteliti secara ekstensif/luas. Sel-sel imun memainkan peran yang
sangat penting dalam inisiasi/permulaan kaskade koaguasi, sementara protease-protease koagulasi
menunjukkan efek immuno-modulatirik yang substansial. Dengan adanya jejas/gangguan dari luar
tubuh, sistem imun dan koagulasi tubuh mampu memulai/memicu satu sama lain yang menyebabkan
suatu siklus proses yang hebat. Sel-sel natural killer (NK), makrofag, dan sel-sel dendritik (DCs)
merupakan sel-sel imun innate/bawaan yang telah terbukti memainkan peran esensial pada awal
kehamilan. Namun, maladaptasi imun dan ketidak-seimbangan hemostatik diduga bertanggung jawab
atas adverse pregnant outcome (efek samping kehamilan), seperti preeklamsia (PE), keguguran/abortus,
abortus spontan rekuren (RSA), dan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Dalam review ini, kami akan
menyimpulkan regulasi mutual antara koagulasi darah dan sistem imun bawaan demikian pula dengan
perannya dalam mempertahankan kehamilan normal dan di dalam patogenesis efek samping kehamilan.
Pendahuluan
Respon inflamatorik dan hemostasis merupakan proses defensif multi-faktorial host terhadap infeksi
atau ancaman noxius. Bila suatu organisme terpapar terhadap mikroba atau trauma invasif, imunitas
bawaan akan diaktikan menuju ke fokus dan memulai serangkaian respon imun untuk membatasi
kerusakan/cedera jaringan. Respon imun host terhadap beban imunitas membutuhkan koordinasi
antara elemen-elemen bawaan dan adaptif. Sebagai pertahanan lini pertama terhadap tantangan
eksternal, sistem imun bawaan akan teraktivasi lebih dini, hampir terjadi secara unstan, secara relatif
merupakan respon non-spesifik terhadap patogen potensial. Berikutnya, respon imun adaptif yang jauh
lebih spesifik, meskipun bersifat lambat, tetapi lebih efisien dan memberikan supresi jangka panjang
terhadap patogen. Bila imunitas bawaan tidak memerlukan adanya fungsi-sungsi adaptif, sistem imun
yang berikutnya ini membutuhkan sistem imun bawaan yang intak.
Trauma mekanik tidak hanya menyebabkan cedera jaringan tetapi juga menyebabkancedera vaskular.
Dalam dua dekade terakhir, sekumpulan bukti menunjukkan bahwa aktivasi koagulasi merupakan bagian
integral/turunan dari respon inflamasi. Selain sel-sel imun bawaan, sistem koagulasi juga berpartisipasi
dalam sistem pertahanan host dan proses penyembuhan luka. Meskipun waktu aktivasi sistem imun dan
sistem koagulasi biasanya tidak langsung berhubungan, banyak bukti baru menunjukkan bahwa terdapat
interaksi yang luas atara dua sistem ini pada semua evolusi vertebrata. Sel-sel imun dan mediator
inflamasi mampu memodifikasi hemostasis, sementara molekul-molekul jalur koagulasi dianggap
sebagai efek imuno-modulatorik.
Kehamilan merupakan proses yang kompleks dan teratur, yang menyebabkan perubahan sistemik,
termasuk homeostasis hormonal, beban kardiovaskular dan metabolisme. Plasenta adalah organ
pertama yang berkembang segera setelah implantasi. Perkembangan abnormal dari plasenta akan
menyebabkan efek samping kehamilan. Preeklamsia adalah gangguan multi-sistem yang ditandai
dengan hipertensi ibu, proteinuria dan edema yang merupakan komplikasi dari 5% sampai 10%
kehamilan. Komplikasi ini mungkin terkait dengan IUGR dan kelahiran prematur, dan merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di seluruh dunia. Selain PE, kelahiran prematur
dan abortus merupakan hasil dari kehamilan abnormal yang sering ditemukan. Kelahiran prematur
terjadi pada sekitar 13% dari seluruh kehamilan, merupakan 75% dari neonatal. Dari semua konsepsi
manusia, hanya 30% dari janin yang hidup dan lebih dari 50%-nya hilang sebelum periode menstruasi
telat pertama. Selain itu, risiko aborsi selanjutnya meningkat dengan meningkatnya frekuensi gagalnya
kehamilan; misalnya, perkiraan tingkat kegagalan dalam indeks kehamilan adalah 24% setelah abortus
ke-dua, 30% setelah abortus ke-tiga dan 50% setelah abortus spontan ke-empat. RSA didefinisikan
sebagai tiga atau lebih abortus spontan berturut-turut, yang mempengaruhi sekitar 1% wanita
melahirkan. Meskipun patogenesis PE, kelahiran prematur dan aborsi spontan diduga berkaitan dengan
plasenta, mekanisme yang tepat dari efek samping kehamilan ini tetap tidak jelas. Bertambahnya bukti
menunjukkan bahwa dasar-dasar kesehatan seumur hidup seseorang telah ditetapkan di dalam rahim.
Prematuritas memberikan kontribusi yang signifikan terhadap morbiditas jangka panjang seperti sebagai
penyakit paru-paru kronis, pendengaran dan gangguan penglihatan, keterlambatan perkembangan dan
palsi serebral. Prematuritas dan IUGR juga terkait dengan masalah intelektual dan perilaku halus selama
pengembangan. Dengan demikian, kehamilan abnormal yang terkait dengan plasenta merupakan
sumber stres dan beban finansial bagi keluarga dan masyarakat. Dengan berbagai faktor seperti
polimorfisme gen, disregulasi respon sistem imun, penyimpangan angiogenesis dan koagulopati yang
berlebihan dihipotesiskan berhubugan dengan komplikasi kehamilan, review ini akan menitik beratkan
pada peran peran imunitas dalam hubungannya dengan koagulasi sejalan dengan patogenesiskomplikasi
kehamilan yang terkait plasenta.
Pengaturan koagulasi oleh sistem imun
Respon host terhadap tantangan dari luar membutuhkan koordinasi antara imunitas bawaan dan
adaptif. Bila patogen sukses menginvasi suatu organisme, sistem imun bawaan merupakan lini pertama
pertahanan host untuk menghalau serangan ini. Patogen pertama-tama akan dikenali dan diselubungi
oleh fagosit profesional (Ms, DCs, dan netrofil), yang mana di antaranya, DCs dan Ms merupakan
antigen-presenting cells (APC). Kemokin kemudian disekresikan oleh APC yang terstimulasi oleh patogen
dan secara kimiawi memanggil (kemoatraksi) lebih banyak sel-sel imunitas bawaan menuju ke fokus.
Selanjutnya, imunitas adaptif bekerja di limfonodus perifer, yang dicirikan dengan limfosit-T dan -B naif
yang aktivasinya dimediasi oleh APC, merupakan sel-sel kunci sistem imun adaptif. Pada akhirnya,
limfosit-T dab -B teraktivasi akan direkrut kembali ke lokasi inflamasi untuk memperkuat pertahanan
host.
Sebagai tambahan terhadap sistem imun, jalur koagulasi berfungsi sebagai mekanisme survival lain bagi
suatu organisme. Koagulasi segera mengisi luka untuk menjaga integritas jaringan dan menyumbat
bukaan sistem sirkulasi untuk mencegah kehilangan darah. Koagulasi melibatkan baik paltelet dan
faktor-faktor koagulasi dan diaktivasi secara instan setelah suatu cedera. Kaskade koagulasi
diklasifikasikan menjadi jalur faktor jaringan (TF) (ekstrinsik) dan aktivasi kontak (ekstrinsik) yang
mengaktifkan jalur final yang sama, yaitu faktor X, trombin dan fibrin. Platelet segera beragregasi pada
lokasi cedera. Secara bersamaan, kaskade kompleks yang dimediasi oleh faktor-faktor koagulasi di-
inisiasi untuk membentuk jaring-jaring fibrin (fibrin meshwork), yang berfungsi memperkuat sumbat
platelet. Secara filogenetik, banyak sitokin-sitokin inflamatorik sistem imun bawaan dan molekul-
molekul koagulasi, seperti ligan CD40 dari platelet versus keluarga tumor necrosis factor (TNF) dan
faktor-faktor ekstrinsik versus reseptor-reseptor sitokin, mempunyai kemiripan struktural,
mengindikasikan crosstalk antara sistem imun bawaan dan sistem koagulasi. Berdasarkan observasi syok
septik, aksi sistem imun bawaan dan sistem koagulasi terbukti sangat homolog.
Bila patogen memicu respon sistem imun bawaan, sitokin-sitokin inflamatorik disekresikan oleh sel-sel
imun bawaan. Komponen-komponen mikrobial dan sitokin-sitokin pro-inflamatorik, termasuk
endotoksin, IL-6, TNF-, IL-1, IL-2 dan C5a, dapat menginduksi sintesis faktor intrinsik de novo pada sel-
sel endotel dan leukosit, terutama monosit. Kaskade koagulasi kemudian diaktivkan oleh paparan faktor
instrinsik terhadap darah. Koagulasi juga dapat ditingkatkan oleh membran plasma kaya akan fosfolipid
bermuatan negatif yang pembentukannya dimediasi oleh komplemen. Selein itu, platelet activating
factor, selectin-L dan P, demikian pula dengan integrin Mac-1 ditingkatkan produksinya pada sel-sel
endotel, yang secara senergis meningkatkan respon faktor jaringan monosit atau secara potensial
menguatkan respon pro-koagulan. Sementara itu, kemotaksis dan aktivasi neutrofil dan monosit
dipromosikan melalui pembentukan trombin dan produk degradasi fibrinogen/fibrin. Dengan demikian
lah, siklus yang erat antara respon sistem imun dan sistem koagulasi terbentuk. Koagulasi
diseimbangkan oleh jalur anti-koagulan natural, termasuk jalur anti-koagulan protein C, anti-trombin-
heparin dan penghambat jalur faktor jaringan (TFPI). Selama respon inflamasi akut, anti-trombin
dikonsumsi dan diinaktivasi. Molekul vascular heparin-like (molekul yang menyerupai heparin vaskular)
dan jalur protein C nampaknya dihambat oleh endotoksin dan sitokin-sitokin inflamatorik, seperti IL-1
dan TNF-, melalui penurunan trombomodulin dan respetor protein C endotel. Fibrinolisis juga ditekan
oleh peningkatan produksi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) (penghambat aktivator
plasminogen-1).
Pengaturan sistem imun melalui koagulasi
Deposisi fibrin/platelet merupakan satu karakteristik inflamasi yang membantu suatu organisme untuk
membentengi diri dari infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Beberapa molekul dalam kaskade
koagulasi, seperti trombin dan faktor Xa telah terbukti merupakan molekul pro-inflamatorik. Kedua
molekul ini mengaktifkan sel mast untuk menginduksi degranulasi melaui sekresi bioamina. Trombin
merupakan protease serin, yang memecah fibrinogen menjadi fibrin dan mempromosikan agregasi dan
degranulasi trombosit untuk pembentukan plak. Selain itu, trombin juga memediasi berbagai reaksi
seluler dengan cara yang diperantarai oleh aktivitas katalitik. Setelah berikatan dengan reseptornya,
protein activated receptors (PARs), trombin dapat menginduksi ekspresi sitokin antara lain produksi IL-6,
IL-8, MCP-1 dan MIF pada berbagai tipe sel. Dengan aksinya melalui NFB, trombin, faktor Xa dan TF-
VVIIa kompleks meningkatkan ekspresi adhesi molekul terhadap leukosit. Ikatan TF-VIIa kompleks
terhadap PAR-2 juga mempengaruhi infiltrasi neutrofil dan ekspresi TNF- dan IL-1. Selain itu, trombin
produk degradasi dan fibrin/fibrinogen juga menghambat aktivitas kemotaktik terhadap neutrofil dan
monosit.
Sebaliknya, anti trombin menurunkan reseptor faktor X, CD11b/CD18 pada leukosit dan menyebabakn
penurunan adhesi leukosit. Terapi sel-sel endotel dengan anti-trombin meningkatkan pembentukan
prostasiklin dan menurunkan jalur signal NFB dan ekspresi IL-6. Baik trombomodulin dan protein C
teraktivasi meningkatkan jalur signak NFB. Dalam tahun-tahun terakhir, peran protein C teraktivasi
dalam respon anti-inflamatorik terinspirasi dari penelitian-penelitian terhadap sepsis pada manusia.
Protein C teraktivasi terbukti mengurangi infiltrasi leukosit, menekan ekspresi TNF- dan NFB,
menghambat jalur signal sitokin, dan mengganggu jalur signal peningkatan molekul adhesi leukosit dan
gen-gen terkait inflamasi dan apoptosis.
Segera setelah cedera pembuluh darah, trombosit membentuk sumbat hemostatik di lokasi cedera dan
mengekskresikan faktor-faktor untuk memulai respon inflamasi yang kemoatraktif dan mengaktifkan
leukosit. Karena peran awalnya dalam koagulasi dalam menghadapi cedera, trombosit dapat bertindak
sebagai sel sentinel dan menyediakan transfer informasi dalam pertahanan host mirip dengan sel imun
bawaan seperti sel mast, Ms dan DC. Menariknya, interaksi antara trombosit dan sel-sel pertahanan
bawaan, termasuk sel-sel polimorfonuklear, monosit, sel mast, Ms dan DC, telah lama diketahui.
Trombosit teraktivasi melepaskan faktor-faktor modulasi inflamasi dan imunitas, yang dapat
mempengaruhi sel-sel dari sistem imunitas bawaan dan adaptif. Misalnya, CXCL4 dan CXCL7
disekresikan oleh platelet dalam respon awal terhadap cedera dikenali oleh neutrofil dan memodulasi
aktivitas mereka. Selain kemokin-kemokin CXC, trombosit juga mengeluarkan seperti kemokin-kemokin
CC seperti CCL3, CCL5 dan CCL7 yang menunjukkan berbagai fungsi yang sama dalam mengatur aktivitas
monosit. Trombosit juga memproduksi lipid-lipid pro-flammatorik dan sitokin-sitokin, seperti
siklooksigenase-1 (COX-1), COX-2, tromboksan A2 (TXA2) dan IL-1 . Selain kemampuannya untuk
memodulasi aktivitas sel imun melalui molekul-molekul yang disekresikan, trombosit juga berinteraksi
dengan sel target melalui adhesi sel dengan sel. P-selektin pada permukaan trombosit memediasi
induksi kemokin dan ekspresi reseptor urokinase plasminogen aktivator pada neutrofil dan monosit
dengan mengikat P-selektin glikoprotein-1 (PSGL-1). Selain itu, ikatan ligan CD40 pada platelet dan CD40
pada sel B, monosit, Ms, DC dan sel endotel menginduksi beberapa respon inflamasi. Dengan
demikian, trombosit dapat dianggap sebagai salah satu jenis sel bridging dalam flammasi dan koagulasi
Sel dendritik merupakan antigen-presenting cell penghubung utama bagi sistem imun bawaan dan
adaptif. Biasanya, trombosit dan DC jaringan tidak berinteraksi satu sama lain. Namun, ligan CD40 dan
IL-1 yang dihasilkan oleh trombosit teraktivasi dalam jaringan yang mengalami perdarahan dapat
berfungsi sebagai sinyal bahaya endogen ke DC dan dengan cepat memulai pematangan DC. Perekrutan
DC juga dapat difasilitasi oleh trombosit. Trombosit membentuk aggregat ketat/erat dengan monosit.
Selektin-P pada trombosit teraktivasi dapat menginduksi diferensiasi DC dari monosit. Dalam laporan
terbaru, koagulasi terbukti memperkuat peradangan melalui sinyal PAR1 di DC. Sebaliknya, trombosit
teraktivasi dapat menekan sekresi sitokin-sitokin pro-inflamatorik dari DC.
Koagulasi dan kehamilan abnormal yang terkait plasenta
Selama kehamilan normal, terdapat peningkatan aktivitas pro-koagulan yang besar dan penurunan
kadar fisiologis anti-koagulan. Perubahan demikian untuk memenuhi beban plasentasi dan persalinan
tetapi dapat pula menyebabkan komplikasi kehamilan pada wanita. Abnormalitas koagulasi darah dan
trombosit dapat menyebabkan defek hemoragik trombotik. Defek trombofilik sangat sering pada RSA
dibandingkan dengan defek hemoragik. Pembentukan fibrin yang tidak adekuat menyebabkan
hemoragik, dengan demikian menghalangi implantasi ovum yang telah terfertilisasi secara adekuat di
dalam uterus. Pasien-pasien yang memiliki defek hemoragik, antara lain defisiensi faktor XIII, XII, VII, V,
II, penyakit Von Willebrand, karier hemofilia dan defek hemoragik, rentan terhadap RSA. Kondisi
trombofilik yang diturunkan dihubungkan dengan berbagai komplikasi kehamilan termasuk kematian
janin, preeklampsia, gangguan plasenta dan pertumbuhan janin terhambat, meskipun penelitian lainnya
belum mengkonfirmasi kaitannya. Meskipun penelitian kasus terkontrol awal telah membuktikan
adanya hubungan antara kondisi-kondisi trombofilik yang diwariskan dan komplikasi-komplikasi
kehamilan, tetapi evaluasi prospektif yang lebih luas belum mengonfirmasi kaitannya, menunjukkan
bahwa penelitian prospektif yang lebih luas masih dibutuhkan untuk mengonfirmasi hubungan antara
trombofilia yang diwariskan dan komplikasi-komplikasi kehamilan.
Trombosis yang dihubungkan dengan fetal wastage sering ditemukan pada trimester pertama. Semakin
dini kondisi ini terjadi dalam kehamilan, akan semakin kecil pembuluh darah plasenta dan uterus,
dengan demikian, kecenderungan untuk mengalami oklusi parsial atau total oleh pembentukan trombus
akan lebih besar. Meskipun dengan hubungan yang kuat antara trombosis dan komplikasi kehamilan,
tetapi peran patogenesis dalam perkembangan komplikasi kehamilan masih belum dapat ditegakkan.
Terlebih lagi, masih belum jelas mengapa komplikasi kehamilan hanya terjadi pada beberapa wanita
penderita trombofilia. Keterlibatan faktor-faktor tambahan lainnya dalam regulasi koagulasi dan respon
imun dalam plasenta masuh perlu diteliti lebih lanjut. Data terkini menunjukkan bahwa trofoblas
menghasilkan regulator endotel hemostasis, seperti trombomodulin (TM), endothelial protein C receptor
(EPRC) dan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Sood dkk. mengidentifikasi beberapa kandidat gen
fetal yang diekspresikan oleh trofoblas yang merupakan promotor potensial komplikasi kehamilan yang
terkait trombofilia.
Imunitas bawaan dan kehamilan abnormal yang terkait plasenta
Pada wanita yang tidak hamil, jaringan allogenik akan ditolak oleh sistem imun maternal. Namun, janin
yang semi allogenik bertahan dalam kehamilan yang normal. Robertson dkk. mengajukan bahwa
kehamilan merupakan kondisi dengan perubahan kompetensi imunitas. Nyatanya, sel-sel
mononuklear darah perifer yang diisolasi dari wanita hamil ditemukan menunjukkan respon respon
imun Th-2 yang lebih kuat dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Kadar tinggi estradiol, HCG dan
progesteron selama kehamilan dapat menghambat sekresi sitokin-sitokin inflamatorik yang diinduksi
oleh NFB seperti IL-1, -2, 3, -5, -8, interferon- (IFN-) dan tumor necrosis factor- (TNF-) oleh M dan
sel, tetapi meningkatkan sekresi sitokin-sitokin deaktivasi monosit, IL-10. Sel-sel desidua,
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas dapat mensekresikan molekul-molekul terkait kehamilan untuk
mensupresi aktivasi pro inflamatorik M dan sel NK desidua. Dengan demikian, pastinya, terdapat
keseimbangan antara respon imun Th-1 dan Th-2 selama kehamilan normal.
Setelah implantasi, sitotrofoblas ekstravilus melakukan penetrasi dan memotong/menembusi desidua
dan miometrimum di bawahnya. Selama proses invasif ini, sitotrofoblas meliputi, menembusi, dan
mengubah otot polos dan endotel arteri dan spiralis endometrium arteriol untuk menghasilkan
pembuluh darah dengan keliber yang besar, dan rendah resistensi. Hasil akhirnya adalah peningkatan
aliran darah uterina ke spatium intervilus yang dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, perkembangan
dan bertahannya unit fetal-plasental.
Invasi sitotrofoblas yang dangkal akan mengakibatkan konversi vaskular uterus yang inkomplit, suplai
darah fetal inadekuat, dan lingkungan hipoksik yang patologis. Defek plasental ini dihubungkan dengan
menetapnya lingkungan pro-inflamatorik dan dianggap sebagai gagalnya toleransi imunitas maternal
yang dibutuhkan invasi sitotrofoblas normal.
M dan DC menginisiasi imunitas bawaan dan adaptif dan terlibat dalam berkembangnya toleransi
imun. Sel-sel APC ini secara unik mampu memodulasi keseimbangan antara sistem imun bawaan dan
adaptif untuk memberikan proteksi terhadap patogen tetapi pada saat yang bersamaan juga
menyediakan toleransi imunitas terhadap embrio semi allogenik. Ditemukan jumlah M yang banyak
pada desidua pasien preeklampsia. Selain M, infiltrasi DC matur dan imatur pada desidua preeklampsia
juga telah dilaporkan. Meskipun sel-sel NK uterin (uNK) diduga dibutuhkan untuk suksesnya kehamilan
dan terbukti merupakan sel-sel imun utama pada lokasi implantasi, tetapi peningkatan sel-sel uNK telah
ditemukan pada desidua parietalis pasien-pasien dengan abortus. Menariknya, ditemukan peningkatan
M, faktor jaringan dan faktor koagulasi IX di sekitar penetrasi vili pada abotus rekuren, menunjukkan
adanya suatu peran M dan koagulopati demikian pula dengan potensial kaitannya dalam patogenesis
abortus. Kaitan antara kehamilan abnormal dan respon imun maternal yang menyimpang keberagaman
yang ditunjukkan oleh sel-sel uNK, M dan DC dalam memediasi baik aktivasi imunitas bawaan dan
toleransi menunjukkan pentingnya penelitian regulasi pentrasi dan aktivasi sel uNK, M dan DC di dalam
komplikasi kehamilan yang terkait dengan desidua plasenta.
Peran sel NK dalam komplikasi kehamilan
Sel NK memainkan peran fundamental dalam respon imun bawaan melalui kemapuannya menyekresi
sitokin dan membunuh sel target tanpa melalui sensitisasi sebelumnya. Sel uNK merupakan sekitar 70-
75% sel-sel imun desidua dalam masa awal kehamilan tetapi mengalami apoptosis yang ekstensif
dengan onset infiltrasi trofoblas dan secera virtual tidak ditemukan pada usia kehamilan aterm. Sel-sel
NK diduga mendukung remodelling arteri spiralis uterus dan memfasilitasi plasentasi yang baik melalui
regulasi invasi trofoblas. Penelitian pada tikus membuktukan bahwa tikus yang kekurangan sel NK
menunjukkan pelebaran arteri uterus yang inkomplit dan menunjukkan patologi desidua yang signifikan.
Pada darah perifer, 95% sel NK adalah CD56
gelap
CD16
terang
dan sekitar 5% adalah CD56
terang
CD16
gelap
,
namun, mayoritas sel uNK adalah CD56
terang
CD16
gelap
. Pada dasarnya, sel NK CD56
gelap
CD16
terang
sangat
sitotoksik, sementara sel uNK CD56
terang
CD16
gelap
rendah kapasistas sitotoksik tetapi secara efektif
menyekresi sitokin, seperti IFN-, vascular endothelial growth factor (VEGF) (faktor pertumbuhan
endotel vaskular), angiopoetin-2 (Ang-2) dan plascental growth factor (PlGF) (faktor pertumbuhan
plasenta) yang dapat memfasilitasi remodelling vaskular dan desidua-lisasi normal endometrial.
Fungsi sel NK, khususnya produksi sitokin dan sitotoksisitas, diatur secara ketat oleh reseptor-reseptor
penghambatan dan eksitatorik yang dapat mengenali protein major histocompatibility complex class-I
(MHC-I) yang diekspresikan pada sel target. Secara fungsional, reseptor penghambatan dapat memblokir
sinyal aktivasi sel NK yang berasal dari reseptor rangsang dan menyebabkan sel NK dalam keadaan diam.
Pada perkembangan awal, blastokista terbagi menjadi dua garis keturunan/silsilah sel. Sel-sel dalam
membentuk embrio sementara sel luar berkembang menjadi bagian plasenta janin, termasuk trofoblas,
yang sbegiannya memiliki kontak langsung dengan sistem imunitas tubuh ibu. Trofoblas manusia dan
murine tidak memiliki molekul MHC-II dan hanya mengekspresikan sedikit MHC-I, yang menyebabkan
sel-sel ini menjadi target potensial dari respon imun alogenik. Pada manusia, penelitian KIRs ibu (pada
sel NK) dan gen HLA-C janin (pada trofoblas ekstravili) yang berpasangan di PE, menunjukkan bahwa
sinyal penghambatan KIR-HLA-C yang kuat mempengaruhi wanita untuk menderita PE dengan
menghambat ekspresi faktor pertumbuhan. Penghambatan ini pada akhirnya merusak invasi trofoblas,
remodellin arteri spiralis dan dengan demikian, mempengaruhi keseluruhan kualitas plasentasi.
Sebaliknya, pada wanita dengan RSA yang tidak dapat dijelaskan, ekspresi reseptor penghambatan yang
relatif lebih rendah atau ekspresi reseptor eksitatotik MHC-I-spesifik yang lebih tinggi menyebabkan
hiperaktivasi dan sitotoksisitas sel Unk.
Peran makrofag dalam komplikasi kehamilan
M menysun sekitar 20 - 25% leukosit desidua pada awal kehamilan. Tidak seperti sel uNK, jumlah M
relatif tetap konstan selama kehamilan. Makrofag direkrut ke shell sitotrofoblas dalam kaitannya yang
erat dengan invasi trofoblas ekstravili melalui ekspresi berbagai pasangan reseptor-ligan. Selama
plasentasi, korpus apoptosis dikeluarkan oleh M. Ingesti tingkat rendah debris (sisa-sisa) apoptosis
telah terbukti memperkuat sekresi sitokin Th2 oleh M. Meskipun apoptosis diperlukan untuk
plasentasi normal, tetapi apoptosis berlebihan dan bersihan korpus apoptosis yang tidak efisien
meningkatkan sekresi sitokin pro-inflamatorik, seperti TNF- dan IFN- oleh M teraktivasi. Akibatnya,
ini sitokin pro-inflammatorik akan menginduksi apoptosis kelebihan trofoblas dan mengakibatkan
komplikasi kehamilan, termasuk PE, IUGR dan abortus.
Invasi trofoblas dangkal dan gangguan remodelling arteri spiralis serta penurunan vaskularisasi plasenta
ditemukan pada kehamilan dengan komplikasi PE dan pada beberapa kasus dalam kehamilan dengan
IUGR dan abortus. Inflammasi berlebihan ini diajukan/dihipotesiskan berkaitan dengan PE, IUGR dan
aborsi, menunjukkan bahwa perubahan perilaku leukosit uterus dapat menjelaskan plasentasi yang
defektif.
Peningkatan infiltrasi M ditemukan pada desidua dengan komplikasi PE dan IUGR. M juga
ditunjukkan memediasi kematian janin dalam model abortus tikus [135]. Selain itu, ekspresi sitokin juga
yang terlibat dalam perekrutan dan berkembangnya M, seperti M-CSF, GM-CSF, IL-8, MCP-1, MIP-1,
RANTES dan MCP-3, mengalami peningkatan pada desidua preeklampsia. Produksi TNF-, plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) dan inducible nitric oxide synthase (iNOS) oleh M teraktivasi dapat
menyebabkan gangguan invasi trofoblas dan remodeling arteri spiralis. Selain itu, M adalah mediator
kunci dari semua langkah selama angiogenesis karena kemampuannya untuk mengeluarkan VEGF,
matriks metalloproteinase (MMPs), faktor pertumbuhan fibroblast, fibronektin dan kolagen. Girardi dkk.
menemukan bahwa penurunan kadar VEGF bebas dalam model tikus IUGR dan abortus bertepatan
dengan peningkatan tingkat-sFlt 1 dan masuknya M dalam desidua. Namun, peran M dalam
gangguan angiogenesis plasenta masih belum jelas.
Peran sel-sel dendritik dalam komplikasi kehamilan
DC merupakan sel antigen-presenting dan fagosit khusus yang memainkan peran penting dalam
memediasi respon imun bawaan dan adaptif. Hubungan maternal-fetal adalah kondisi imunologis
istimewa yang memberikan toleransi imunitas terhadap janin semi-alogenik sementara
mempertahankan pertahanan host terhadap kemungkinan patogen. DC myeloid imatur ditemukan
dalam jaringan dan dapat mempertahankan toleransi melalui induksi anergi sel-T atau sel-T regulatorik,
sedangkan DC matur dapat mempromosikan respon imun Th1. Gardner menyatakan bahwa DC desidua
di dekat trofoblast ekstravili di lokasi implantasi adalah HLA-DR
+
, CD11c
+
, DEC-205
+
, CD40
+
, DC-SIGN
+
,
CD1a
+
, CD123
+
, menunjukkan bahwa mayoritas DC desidua pada kehamilan normal merupakan DC
imatur. Tikus hamil normal menunjukkan ekspansi CD4
+
CD25
+
dan sel Treg IL-10
+
di perifer dibandingkan
dengan tikus yang tidak hamil. Penurunan secara signifikan sel T CD4
+
CD25
terang
dan peningkatan DC
matur pada RSA atau PE menunjukkan bahwa DC matur dapat menginduksi respon inflamasi dalam
desidua. Studi kami menunjukkan bahwa perekrutan dari DC serta ekspresi recuruitment-chemokine-nya
secara signifikan lebih tinggi pada desidua preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan kontrol yang
sesuai usia. Namun, tidak seperti M, DC tidak langsung menghambat invasi trofoblas. Plaks dkk.
mengajukan bahwa DC mungkin mengatur remodeling jaringan dan angiogenesis melalui faktor-faktor
pematangan pembuluh darah yang penting seperti sFlt1 dan TGF-.
Kesimpulan
Kehamilan normal merupakan status inflamasi ringan dan komplikasi kehamilan tampaknya merupakan
kondisi berlebihan dari normalnya. Status inflamatorik yang memburuk ini dikaitkan dengan aktivasi
leukosit maternal, terutama yang terkait dengan imunitas bawaan lokal uterus (Gbr. 1). Selain itu, juga
telah diamati adanya pelepasan sitokin dari sel imun dan jaringan uteroplacental, aktivasi sel endotel
serta interaksi imunitas/koagulasi. Sebagaimana ditunjukkan, sinyal flammatorik dapat menginduksi
sintesis faktor jaringan pada sel endotel dan monosit untuk memicu kaskade koagulasi. Sistem koagulasi
kemudian pada akhirnya meningkatkan kemoatraksi dan aktivasi leukosit oleh trombin atau faktor-
faktor dilepaskan dari trombosit teraktivasi. Melalui lingkaran setan antara respon imun dan koagulasi
ini, maka kondisi inflamatorik kemudian akan memburuk. Peningkatan ekspresi molekul seperti TNF-,
IL-1, IFN-, sFlt1 dan iNOS oleh sel-sel iunitas aktif yang terbukti penting selama pembentukan plasenta
disfungsional pada komplikasi-komplikasi kehamilan melalui induksi apoptosis trofoblas, invasi trofoblas
yang dangkal, dan gangguan remodelling arteri spiralis. Sebagai akibatnya, hal ini berujung pada
berbagai komplikasi kehamilan. Selain itu, Lockwood dkk. melaporkan bahwa trombin, faktor koagulasi
kritikal yang yang diaktivasi oleh faktor jaringan, dapat menghambat efek angiogenesis VEGF dan faktor
pertumbuhan plasenta dengan meningkatkan ekspresi sFlt-1 pada sel-sel desidua trimester pertama
yang dapat menyebabkan remodelling arteri spiralis yang inkomplit. Mengingat peran penting kaskade
koagulasi dan inflamatorik dalam etiopatogenesis PE, IUGR, kematian janin, dan persalinan preterm,
interaksi pasti-nya dalam komplikasi-komplikasi yang dimediasi oleh plasenta ini masih membutuhkan
konfirmasi yang lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai