Anda di halaman 1dari 7

Pemeriksaan Rongga Mulut

Author: Denis Lynch, DDS, PhD,


Associate Dean for Academic Affairs, School of Dentistry, Office of the Dean, Marquette
University
Contributor Information and Disclosures
Updated: Nov 21, 2006

Pendahuluan
Pemeriksaan rongga mulut adalah daerah diagnosis fisik yang dalam berbagai alasan
secara tradisional menerima sedikit penekanan pada kurikulum medis predoktoral. Meskipun
demikian, beberapa informasi dapat diperoleh melalui evauasi sistematik jaringan lunak dan
keras rongga mulut.



Terlepas dari tujuan utamanya adalah untuk membedakan antara kondisi sehat dan penyakit,
pemeriksaan rongga mulut yang menyeluruh berbarengan dengan riwayat medik dan dental
dapat memberikan wawasan penting terhadap kesehatan dan kesejahteraan pasien secara
keseluruhan. Pada beberapa kasus, hal in merupakan kompenen penting pada pasien yang
akan mendapat terapi kanker. Pemeriksaan rongga mulut juga mempunyai pengaruh
signifikan pada klasifikasi pasien terinfeksi HIV, penemuan oral kadang menentukan terapi
antiretrovirus yang pada akhirnya akan digunakan.

Sebagian besar lesi jaringan lunak di rongga mulut sering merupakan lesi infeksi, traumatik
ataupun proses reaktif, etiologi yang tepat kadang ditentukan melalui anamnesa dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Sebagai contoh, efek samping obat yang menimbulkan
xerostomia dapat mempunyai efek yang besar pada keseharan rongga mulut. Dengan alasan
itulah, riwayat medis lengkap sebaiknya diperoleh secara rutin. Kebiasaan, pasta gigi dan
mothwash dapat mempengaruhi jaringan rongga mulut dalam keadaan khusus.


Jika diagnosis klinis lesi oral tidak dapat ditentukan dengan dasar gejaland an tanda,
pemeriksaan rongga mulut dapat ditunjang dengan biopsi. Pada sebagian besar kasus,
penemuan mikroskopik, bersamaan dengan pemeriksaan klinis, cukup untuk menentukan
diagnosis.

Tergantung pada situasi dan kondisi selama pemeriksaan, pendokumentasian penampakan
klinis jaringan rongga mulut dapat bermanfaat. Hal ini biasanya berguna ketika memonitor
perjalanan penyakit kronis dan respon pasien terhadap perawatan. Kamera tradisional
reflektor lensa tunggal 35 mm dapat beradaptasi dengan mudah untuk merekam penemuan
rongga mulut. Lebih jauh lagi, kamera digital telah berevolusi menjadi alternatif yang dapat
diandalkan.

Pemeriksaan Klinis
Selalu mulai dengan pemeriksaan ekstra oral kepala dan leher. Pada beberapa kasus,
informasi klinis yang diperoleh sangat berharga dalam menentukan etiologi dan perjalanan
penyakit mulut pada pasien yang mencari perawatan. Sebagai contoh, manifestasi oral utama
sindrom hamartoma adalah adanya papiloma oral multipel. Pemeriksaan histopatologi
melalui spesimen biopsi pada pasien tersebut tidak menunjukkan perubahan karakteristik
mikroskopik tertentu; meski demikian, adanya trikolemoma yang dikaitkan dengan sindrom
tersebut dapat menegakkan diagnosis. Perubahan pigmentasi mukosa rongga mulut (seperti
yang terlihat pada insufisiensi korteks adrenal, sebagai efek samping terapi minosiklin)
memiliki kemiripan satu sama lain di kulit kepala dan leher.

Adanya massa di leher bukan penemuan yang tidak umum, terutama pada pasien-pasien
dengan infeksi oral dan malignansi lanjut. Limfonodi yang paling sering terlibat adalah
limfonodi leher anterior, meski limfonodi regional lainnya dapat membesar juga.
Limfadenopati sekunder karena infeksi biasanya mobile dan lunak, sedangkan limfadenopati
metastatik biasanya asimptomatik dan terfiksir pada struktur di bawahnya; meski variasi-
variasi limfadenopati ditemukan sebagai penemuan subjektif maupun objektif (Image 4).
Massa ekstraoral yang umum ditemukan selanjutnya yang mungkin ditemukan melalui
palpasi adalah neoplasma glandula saliva. Neoplasma parotis, secara khusus, paling baik
dideteksi melalui palpasi kulit preaurikular (Image 5). Palpasi ekstraoral glandula
submandibuler kadang kadang mengungkapkan pembesaran dan perlunakan; palpasi
bimanual biasanya lebih efektif.

Pasien kadang melaporkan adanya nyeri dan disfungsi TMJ. Etiologi ketidaknyamanan
biasanya multifaktor dan susah untuk dilokalisir. Krepitasi, clicking dan popping pada TMJ
dapat dideteksi dengan cara meletakkan ujung jari kelingking pada meatus accusticus
eksternus dan menginstruksikan pasien supaya membuka dan menutup mulut dan
menggerakkan mandibula ke lateral kanan-kiri (Image 6). Nyeri wajak atipikal dapat karena
penyebab selain disfungsi TMJ (misalnya sindroma disfungsi nyeri miofasial, distrofi
simpatis refleks, tic douloureux dan kondisi yang berkaitan). Diagnosis definitif kondisi
semacam itu kadang rumit, sulit dan memerlukan kerja sama antara dokter, dokter gigi dan
profesi kesehatan lainnya misalnya terapis.

Bibir diperiksa secara visual dan palpasi. Vermilion border seharusnya halus dan lembut
(Image 7). Kerusakan aktinik pada bibir (actinic cheilitis), terutama pada bibir bawah
bermanifestasi pada perubahan atrofi yang berkaitan dengan eritema atau leukoplakia dengan
penebalam epitelium. Kedua perubahan ini sering ditemukan secara simultan pada area yang
berdekatan dengan vermilion border. Maserasi dan cracking pada sudut mulut (angular
chelitis) dianggap disebabkan oleh:
Infeksi lokal, terutama melibatkan Candida albicans
Defisiensi nutrisi, terutama vitamin B kompleks
Penutupa n rahang berlebih; disebabkan karena kehilangan gigi (bruxism, gigi, protesa
usang)

Defisiensi nutrisi dan kehilangan vertikal dimensi berkontribusi terhadap angular cheilitis,
sebagian besar kasus merespon baik pada agen-agen anti jamur, sering tanpa intervensi
tambahan.

Sama seperti pemeriksaan fisik lainnya, pemeriksaan pada rongga mulut sebaiknya dilakukan
secara seragam dan cara yang konsisten. Pada beberapa individu, pemeriksaan rongga mulut
merupakan kecakapan klinis yang diperoleh melalui repetisi. Hal yang memegang peran
penting bagi klinisi dalam memeriksan rongga mulut adalah pencahayaan yang cukup. Ruang
praktik dilengkapi dengan peralatan sedemikian rupa; merskipun, klinisi yang tidak terbiasa
menggunakan lampu pemeriksaan yang dipasang di kepala, mungkin harus mengandalkan
senter yang dipegang tangan, ditunjang dengan pencahayaan ruangan sekitar.

Warna membran mukosa diperiksa dengan teliti. Mukosa rongga mulut dideskripsikan
sebagai warna pink-salmon; meski variasi tertentu hadir karena adanya rasial pigmentasi,
vaskularisasi dan keratinisasi. Sejumlah pigmentasi kutan muncul secara umum proporsional
dengan jumlah pigmentasi pada mukosa rongga mulut; perubahan warna pada mukosa rongga
mulut yang tidak seharusnya dapat mengindikasikan penyakit sistemik. Bibir kemudian
ditarik ke depan dan inspeksi mukosa labial (Image 8).

Pada individu yang sehat, mukosa labial halus, lembut dan terlumasi dengan baik oleh
glandula saliva minor. Kecemasan berkaitan dengan pemeriksaan dapat mengakibatkan
xerostomia sementara. Pada kasus demikian, mukosa menjadi lengket ketika disentuh.
Glandula saliva minor pada bibir bawah biasanya dapat dipalpasi. Bibir bawah kadang
mengalami trauma yang dapat menyebabkan luka pada duktus glandula saliva minor yang
menyebabkan pembentukan mucocele.

Pemeriksaan mukosa bukal paling mudah dilakukan dengan cara menginstruksikan pada
pasien untuk membuka mulutnya setengah, kemudian menarik mukosa bukal dengan mirror
atau tongue blade. Poplasi kulit berwarna biasanya mempunyai penampakan seperti susu
pada mukosa bukalnya yang hilang jika diregangkan. Leukoedema ini merupakan variasi
anatomis yang menggambarkan hidrasi epitel mukosa bukal dan tidak memerlukan perawatan
(Image 9).

Glandula sebacea ektopik (Fordyce granulr) ditemukan pada sebagian besar pasien dan
nampak sebagai papula berwarna putih-kekuningan yang terletak bilateral pada mukosa
bukal. Kadang-kadang juga muncul pada mikosa bukal meskipun lebih jarang dijumpai. Rigi
horisontal sering dijumpai pada mukosa bukal setinggi interdigitasi gigi geligi (linea alba)
yang menunjukkan adanya hiperkeratosis benigna sekunder terhadap iritasi jangka panjang
ringan tonjol-tonjol gigi. Muara glandula parotis (ductus Stensen) dapat ditemukan sebagai
massa jaringan lunak kecil pada mukosa bukal berdekatan dengan molar pertama atas (Image
10).

Saliva seharusnya mengalir dari saluran tersebut; meski demikian, pemijatan glandula secara
ekstraoral mungkin perlu. Saliva nampak jernih dan berair; pasien tidak merasakan adanya
ketidaknyamanan dari prosedur tersebut. Pada bibir, mukosa bukal juga seharusnya dilumasi
dengan saliva. Glandula saliva minor dan Fordyce granule dapat berupa tekstur granuler pada
mukosa bukal. Kecuali lesi-lesi Human Herpes Virus (HHV-tipe 1) rekuren yang terbatas
pada mukosa terkeratinisasi, penyakit vesikuloerosif paling sering melibatkan mukosa bukal.

Permukaan dorsal lidah paling mudah diinspeksi dengan cara menginstruksikan pada pasien
untuk menjulurkan lidah ke arah kaudal (dagu). Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah
dengan cara memegang dengan tangan dilapisi kasa spon 2x2. Permukaan dorsal lidah
dilapisi dengan papila filiform yang seperti rambut (Image 11). Tersebar diantara papilla
filiform adalah papilla fungiform yang berbentuk jamur, dan tiap-tiapnya mengandung satu
atau lebih kuncup rasa (Image 12)

Papilla circumvallata terletak pada perbatasan dua-pertiga anterior lidah dengan sepertiga
posterior lidah. Papilla ini biasanya berjumlah 8-12 dan teratur pada pola bentuk V. Seperti
papilla fungiform, papilla circumvallata mempunyai sejumlah kuncup rasa. Papilla filiform
kadang-kadang memanjang (hairy tongue) dan sisa makanan dapat menyangkut padanya
hal ini dapat mengarah pada halitosis. Papila memanjang dapat juga menyebabkan sensasi
pada palatum menjadi tidak nyaman dan dapat mengacu pada perasaan ingin muntah.
Pembentukan fisur pada permukaan dorsal lidah ditemukan pada anomali trisomi 21; adanya
fisur pada lidah tidak mempunyai signifikansi klinis pada sebagian besar kasus.

Atropi permukaan dorsal lidah dapat disebabkan oleh beberapa hal. Defisiensi nutrisi
menurut sejarah telah dikaitkan dengan atrofi permukaan dorsal lidah; manifestasi oral
penyakit mukokutan juga sering menjadi penyebab yang mendasari. Selain ketidaknyamanan,
pasien kadang melaporkan adanya perubahan sensasi rasa atau kehilangan persepsi rasa sama
sekali.

Sisi lateral lidah dapat diperiksa dengan cara menjepit lidah dengan kasa, menarik lidah dan
kemudian memutarnya ke lateral. Sisi lateral lidah tidak dilapisi dengan sejumlah papila.
Mukosa lateral lidah lebih eritematus dan makin ke posterior, fisur-fisur vertikal makin jelas
terlihat. Sekumpulan jaringan berwarna dengan protuberansia dapat ditemukan pada dasar
lidah. Jaringan limfe accesori (tonsila lingualis) adalah komponen dari cincin Waldeyer dan
dapat membesar jika terjadi infeksi ataupun inflamasi (Image 13).

Permukaan ventral lidah paling mudah diperiksan dengan menginstruksikan pasien
menyentuh langit-langit mulut dengan lidahnya. Pembuluh darah sublingual biasanya nampak
jelas, terutama pada individu yang lebih tua. Plica sublingualis yang berbentuk daun pakis
dapat diinspeksi dengan cara memanjangkan permukaan ventral lidah (Image 14). Dasar
mulut, mirip dengan mukosa bukal, berwarna pink-salmon. Muara glandula submandibular
(ductus Wharton) tampak sebagai sepasang papila pada midline pada sisi lateral frenulum
lingualis (Image 15).

Saliva biasanya menggenang pada dasar mulut. Saliva tergenang ini dapat dihilangkan
dengan mudah oleh kasa. Palpasi bimanual glandula submandibula biasanya memunculkan
saliva dari ductus Wharton. Saliva yang dihasilkan biasanya lebih kental dibandingkan saliva
yang dihasilkan glandula parotis karena persentase mukus yang lebih tinggi.

Baik permukaan ventral alteral dan dasar mulut adalah lokasi umum penemuan carcinoma sel
skuamous. Dengan alasan inilah, indeks kecurigaan terhadap lesi-lesi jaringan lunak pada
daerah ini harus ditekankan, termasuk adanya penampakan lesi merah atau putih yang tampak
tidak berbahaya. Kecuali didapatkan riwayat lesi dan bukti klinis yang meyakinkan
mengatakan sebaliknya, biopsi harus didapatkan jika terdapat perubahan kronis dan
pembentukan massa yang jelas untuk mengesampingkan kemungkinan premalignansi
ataupun malignansi.

Inspeksi visual langsung palatum durum dapat dicapai dengan cara menggunakan mirror.
Palatum durum, mirip dengan gingiva cekar, dalam keadaan normal berwarna kurang pink
dibandingkan mukosa rongga mulut lainnya karena adanya peningkatan keratinisasi (Image
16). Palatum durum dan gingiva cekat hanyalah salah duanya mukosa yang biasanya terlibat
dalam infeksi virus herpes simpleks rekuren. Palatum durum anterior dilapisi dengan rigi-rigi
fibrous atau disebut dengan rugae (Image 17).

Glandula saliva minor banyak terdapat di palatum durum; karena hal inilah, neoplasma
glandula saliva minor baik benigna maupun maligna mempunyai insidensi tinggi di sini.
Papilla incisivus terletak di posterior gigi incisivus maksilla pada palatum durum. Struktur
anatomis normal ini tampak sebagai nodul kecil imobil yang terletak langsung di bawah
muara ductus nasopalatinal, dimana kumparan neurovaskuler keluar dari maksila untuk
mensupai mukosa palaum.

Lain halnya dengan palatum lunak, mukosanya tidak berkeratin dan berwarna pink-salmon.
Dapat diamati dengan mudah melalui pemeriksaan langsung dengan cara mnekan lidah
dengan tongue blade dan menginstruksikan pasien untuk berkata Ahhh (Image 18). Deviasi
palatum lunak pada salah satu sisi dapat mengindikasikan masalah neurologis ataupun
neoplasma. Ketika lidah bagian posterior sudah diturunkan dan pasien mengangkat palatum
molle-nya, orofaring juga mungkin terlihat. Hal ini kadang menjadi sedikit rumit pada pasien
yang mempunyai refleks muntah berlebihan; pada kasus demikian, refleks muntah dapat
ditekan dengan menggunakan anestesi lokal. Pilar tonsilar biasanya terlihat dengan cara
menggerakkan lidah ke lateral dengan tongue blade.

Kripta tonsilar mempunyai vaskularisasi tinggi dan tampak lebih eritem dibandingkan dengan
daerah sekitarnya. Kadang ditemukan sel-sel epitel terdeskuamasi, sisa makanan pada kripta
tonsilar yang dapat menyebabkan sensasi kasar-gatal pada kerongkongan dan halitosis.
Adenois (jaringan limfe pada posterior faring) tampak sebagai papula pucat ireguler. Jaringa
ini mungkin membesar dengan adanya inflamasi atau infeksi. Perubahan faring tidak umum
ditemukan terutama karena infeksi virus misalnya herpangina, hand, foot, and mouth
disease).

Gingiva dapat diperiksa paling mudah dengan cara menutup mulut sebagian dan bibir
diretraksi dengan jari-jari, tongue blade atau lip retractor). Gingiva cekat terkeratinisasi dan
tampak lebih pucat daripada mukoa lainnya (Image 19). Jaringan ini biasanya cekat, stipling
dan melekat erat pada tulang di bawahnya. Mukosa alveolar memanjang dari gingiva cekat
hingga vestibulum oris. Mukosa alveolar kontras dengan gingiva cekat tidak
terkeratinisasi dan berwarna lebih gelap (Image 20). Gingiva cekat biasanya mengandung
pigmen yang kadan berkorelasi dengan pigmentasi pada kulit lainnya; sedangkan mukosa
alveolar jarang terpigmentasi, meski pada orang kulit berwarna (image 21).

Perubahan tampilan klinis gingiva dapat menjadi indikator penyakit lokal maupun sistemik.
Penyebab paling umum eritema pada gingiva adalah kebersihan mulut yang buruk. Plak dan
kalkulus menyebabkan gingivitis dan jika tidak dihilangkan dapat merudak struktur
pendukung gigi. Retendi plak dan kalkulus dapat pula menyebabkan lesi gingiv reaktif seperti
piogenik granuloma. Gingiva juga kadang menjadi tempat inisiasi penyakit mukokutan
misalnya lichen planus, pemphigoid cicatrical, pemphigus vulgaris. Gingiva juga kadang
menjadi indikator infeksi HIV dan indikator pertama imunosupresi.

Pemeriksaan gigi sebaikya menjadi tahap terakhir pemeriksaan rongg mulut. Beberapa
kelainan perkembangan gigi dapat nampak, misalnya anodonsia parsial (yang melibatkan gigi
incisivus lateral maxilla), dan supernumerari (mesiodens). Anodonsia dan gigi supernumerari
merupakan penemuan umum pada pasien sindrom Gardner dan sindrom digital facial oral.
Karies pada permukaan oklusal tampak sebagai lubang diskolorisasi dan menunjukkan
kebersihan mulut yang buruk. Karies interproksimal mungkin secara klinis tidak nampak jika
tidak ditunjang dengan adanya radiografi. Karies pada margin gingiva dapat menjadi
manifestasi awal xerostomia. Karies permukaan akar juga sering dijumpai pada pasien
geriatri dengan resesi gingiva.

Pemeriksaan Laboratorium
Kultur bakteri tidak secara rutin dilakukan pada lesi-lesi ronga mulut karena masaah
kontaminasi silang. Kultur virus dilakukan dengan frekuensi yang lebih, terutama pada pasien
imunosupresi dengan dugaan lesi oral yang disebabkan oleh virus. (Image 27). Tes Tzanck
digunakan untuk melihat adanya akantolisis pada penyakit virus (misalnya herpes labialis)
dan penyakit mukokutan autoimun (pemphigus vulgaris) biasanya digunakan. Kedua tes
sayangnya memerlukan lesi yang intak yang kadang susah didapatkan pada kasus, antigen
virus spesifik dapat juga dideteksu pada spesimen biopsi menggunakan teknik
imunohistokimia yang bervariasi.

Infeksi jamur juga merupakan penemuan umum pada rongga mulut. Potasium hidroksida
sering digunakan untuk menegakkan diagnosis; mikroskop mdan gelap dan fase kontras juga
membantu dalam menegakkan diagnosis. Sampel yang diwarnai secara histokimia biasanya
memakan waktu lebih lama dan lebih maha. Kultur jamur mempunyai nilai yang rendah pada
kebanyakan kasus karena karakteristik jamur yang tumbuh lama. Diagnosis yang cepat dapat
dilakukan dengan cara aglutinasi lateks yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
kandidiasis vulvovaginal (Image 28). Kit ini relatif tidak mahal, akurat dan diagnosis dapat
didapatkan dalam waktu 2 menit.

Tes Lain-lain
Beberapa tes diagnostik rutin digunakan untuk menunjang pemeriksaan menyeluruh dan
memberikan informasi tambahan yang penting untuk menegakkan diagnosis definitif dan
rencana perawatan. Prosedur dan tes yang dilakukan harus berdasar pada nilai diagnostik,
resiko berkaitan (morbiditas) dan biaya. Diagnosis yang lebih awal biasanya mengarah pada
perawatan yang lebih awal dan prognosis yang lebih baik.

Biopsi jaringan lunak merupakan tes diagnostik yang paling sering digunakan. Prosedur ini
relatif sederhana dan operator berpengalaman biasanya mudah melakukannya. Pencahayaan
dan suction yang memadai sangat esensial. Antibiotika premedikasi diperlukan pada pasien
resiko endokarditis dan pasien dengan protesa sendi. Vasokonstriktor (epinefrin) yang ada
pada anestesi lokal disarankan digunakan untuk mengontrol perdarahan dan mengurangi
difusi anestesi lokal pada jaringan sekitar; meski pada beberapa pasien, vasokonstriktor
dikontraindikasikan karena hipersensitivitas atau faktor komplikasi lainnya. Lidokain topikal
secara rutin digunakan pada daerah insersi jarum untuk meminimalisir ketidaknyamanan
berkaitan dengan insersi jarum (Image 22).

Pemilihan lokasi biopsi dan teknik biopsi ditentukan berdasarkan diagnosis dugaan dan lokasi
lesi. Sebagai contoh, penyakit mukokutan memerlukan biopsi insisi untuk menentukan
diagnosis spesifik dan perawatannya. Pada kasus tersebut, biopsi punch insisi berdiameter 3-4
mm sudah cukup (Image 23). Lesi yang bermasa lebih besar misalnya mucocele di dasar
mulut memerlukan eksisi scalper (Image 24).

Karena vaskularitas regio anatomis ini, incisi skalpel sebaiknya dilakukan pada arah
anteroposterior untuk meminimalisir perlukaan pada struktur neuromuskuler. Gingiva tepi
sebaiknya tidak diikutkan karena alasan estetik, terutama pada maksilla anterior. Spesimen
dijepit dengan forsep Adson daripada dengan forsep gigi-tikus yang dapat merusak
integritas spesimen. Spesimen selanjutnya diletakkan pada medium fiksatif setelah keluar
dari ronggamulut. Larutan buffer formalin netral 10 persen merupakan pilihan, larutan
Michel merupakan media transport terbaik jika akan dilakukan direct immunofluoresence
staining (Image 25).

Perkembangan terbaru teknik biopsi rongga mulut adalah biopsi sikal mukosa (mucosal brush
biopsy) (Image 26). Teknik ini menggunakan sikat disposable untuk mengumpulkan sel
sampel transepitelial. Sampel kemudian diskrining dengan komputer berjaring neural yang
diprogram untuk mendeteksi perubahan sitologis berkaitan dengan premalignansi dan
carcinoma sel skuamous. Spesimen kemudian ditinjau oleh ahli patologi untuk mendapatkan
diagnosis akhir. Teknik ini ideal untuk menentukan kebutuhan akan biopsi skalpel pada
leukoplakia mukosa yang tampak benigna.

Anda mungkin juga menyukai