Nama : Felicia Maya Saphira Nomor Pokok Mahasiswa : 1006773736 Peserta Mata Kuliah Dinamika Kaawasan Eropa (SHI 30061) semester genap tahun Ajaran 2012 2013 Menyakatkan bahwa Makalah berjudul Hubungan Politik dan Keamanan Translantik Pasca Berakhirnya Perang Dingin yang saya serahkan dalam mata kuliah ini adalah hasil karya saya sendiri yang belum pernah diserahkan di mata kuliah lain, dan belum pernah dipublikasikan. Referensi untuk semua kutipan langsung maupun tidak langsung sudah dicantumkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Depok, 13 Mei 2013
Felicia Maya Saphira
1 Literature Review Mata Kuliah Dinamika Kawasan Eropa Nama : Felicia Maya Saphira NPM : 1006773736
Hubungan Politik dan Keamanan Translantik Pasca Berakhirnya Perang Dingin
Americans are from Mars and Europeans are from Venus: They agree on little and understand one another less and less. -Robert Kagan-
Hubungan transatlantik antara Uni Eropa dan Amerika Serikat setelah berakhirnya Perang Dingin berhadapan pada situasi yang baru. Absennya balancing superpower bagi Amerika Serikat pasca kerunuhan Uni Soviet, tidak hanya mengendorkan hubungan solidaritas AS dengan Eropa dalam aspek keamanan, tapi juga semakin mendorong AS untuk bergerak secara unilateral. 1 Faktor lain yang memberikan pengaruh pada hubungan transatlantik ini adalah semakin meningkatnya integrasi diantara negara-negara Eropa. Negara-negara besar di Eropa seperti Inggris, Jerman, dan Prancis cenderung menggunakan pendekatan independen dalam pengaplikasian kebijakan luar negerinya ketimbang melakukan pendekatan dengan AS. 2 Posisi AS di mata masyarakat Eropa pun mengalami perubahan, dimana ketika dilakukan jejak pendapat oleh European Commission pada tahun 2003, 53% orang Eropa melihat AS sebagai ancaman terhadap perdamaian dunia ketimbang Korea Utara maupun Iran. 3 Lebih lanjut, posisi AS sebagai kekuatan unilateral juga dlihat sebagai ancaman terhadap Eropa di tahun-tahun mendatang. 4
Terkait dengan hubungan Amerika Serikat dengan Eropa tersebut, dalam tulisan ini akan dibahas secara spesifik hubungan transatlantik dari aspek politik dan keamanan. Secara umum, hubungan transatlantik semenjak Perang Dunia II telah dibangun melalui dua jenis institusi. Yang pertama adalah aliansi Atlantik yang direpresentasikan melalui NATO dalam ruang lingkup keamanan, serta IMF dan WTO dalam ruang lingkup ekonomi. Institusi kedua adalah Uni Eropa serta organisasi lain di bawahnya yang merupakan bentuk dari integrasi Eropa. Pada bagian pertama, pembahasan akan menyoroti bagaimana hubungan transatlantic, baik itu melalui aliansi atlantik maupun melalui integrasi Eropa.
1 Thomas L. Ilgen, The Atlantic Alliance and the Integration of Europe dalam Thomas L. Ilgen (ed.), Hard Power, Soft Power and the Future of Translantic Relations (Hampshire: Ashgate Publishing Limited, 2006), hlm. 9. 2 Joseph S. Nye, Jr. Soft Power and European-American Affairs dalam Thomas L. Ilgen (ed.), Hard Power, Soft Power and the Future of Translantic Relations (Hampshire: Ashgate Publishing Limited, 2006), hlm. 26. 3 Chris McGreal, EU Poll Sees Israel as Peace Threat dalam The Guardian (9 November 2003), diakses dari http://guardiannews.com/world/2003/nov/03/eu.israel pada tanggal 9 Mei 2013 pukul 17.10 WIB. 4 Nye, Jr., op.cit.
2 Bagian kedua akan memaparkan perkembangan hubungan translantik setelah berakhirnya Perang Dingin, beserta dengan uncertainties apa saja yang dihadapi aliansi ini. Perbedaan dalam memilih preferensi kebijakan dan pendekatan dalam penyelesaian masalah menjadi aspek yang melatarbelakangi pembahasan bagian ini, mengingat pada dasarnya kedua pihak dalam aliansi ini berbagi tujuan dan nilai- nilai yang sama terkait demokrasi, hak asasi manusia, sampai dengan perdamaian. Bagian terakhir berfokus pada pembahasan dinamika dan tantangan bagi AS dan Uni Eropa dalam melanjutkan kerja sama di bidang keamanan. Dalam bagian ini pula dibahas mengenai new institutionalism dari hubungan transatlantik.
Awal Hubungan Transatlantik Diputuskannya melakukan perang di Iraq oleh pemerintah AS menjadi momentum dimana dua pihak dalam aliansi transatlantik memiliki pandangan yang berbeda. Jika melihat lagi pada sejarah hubungan antara Eropa dengan AS, sebenarnya krisis Iraq bukanlah event pertama dimana citra AS dihadapan negara-negara Eropa menurun. Menurut Joseph Nye, setidaknya terdapat empat event yang memperlihatkan hal tersebut, yaitu: (1) pasca berakhirnya krisis Terusan Suez di tahun 1956; (2) pada masa pergerakan ban the bomb di akhir tahun 1950an sampai dengan awal tahun 1960an; (3) pada masa Perang Vietnam; dan (4) pada masa penggelaran nuklir jarak menengah di beberapa negara oleh Amerika Serikat pada tahun 1980an. 5
Meskipun demikian, hubungan yang terjalin antara kedua belah pihak ini tidak dapat dikatakan seimbang. Keputusan Eropa untuk bergabung menjadi aliansi AS pada masa Perang Dingin dapat dikatakan merupakan hasil dari weakness dibandingkan strength. Secara spesifik, Thomas Ilgen mendeskripsikan posisi Eropa pada saat itu sebagai pihak yang membutuhkan aliansi besar, dibandingkan pihak yang memang dengan bebas dapat memilih aliansinya. Meskipun Eropa tidak selalu berbagi pandangan yang sama dengan Amerika Serikat terkait posisi Uni Soviet dan komunisme, namun terdapat dua aspek yang membuat Eropa memilih untuk bergabung dengan Amerika Serikat, yaitu kebutuhan besar untuk mendapatkan perlindungan militer, dan memanfaatkan aliansi untuk memperbaiki perekonomian pasca Perang Dunia II. 6 Tidak seimbangnya power di dalam aliansi atlantik ini terlihat dari dominasi AS baik dari segi ekonomi, politik, maupun militer. Analogi yang diberikan oleh Ilgen terkait hubungan tersebut adalah AS berperan sebagai pedang melalui ekonomi dan teknologinya, sedangkan Eropa berperan sebagai tameng aliansi melalui banyaknya jumlah pasukan yang dimiliki. 7
3 Dominasi yang besar dari AS di dalam aliansi atlantik mendapatkan respon yang berbeda-beda dari masing-masing negara Eropa. Inggris yang cenderung mengidentifikasi identitasnya sebagai negara Atlantik dibandingkan Eropa, mendefinisikan kepentingannya sesuai dengan kepentingan AS, dimana pada akhirnya semakin terbentuk special relationship diantara keduanya. Jerman Barat, yang pada saat itu posisinya telah dilemahkan oleh kekalahan perang dan secara geografis berdekatan dengan Uni Soviet, mengakui ketergantungannya kepada AS. Respon berbeda ditunjukkan oleh Prancis yang memilih untuk tidak bergantung kepada AS. Kebijakan tersebut diperlihatkan ketika Prancis keluar dari struktur komando NATO di tahun 1966. Namun demikian, krisis Cekoslovakia di tahun 1968 ketika tentara Soviet menduduki negara tersebut, menjadi titik balik dimana Prancis memutuskan untuk melanjutkan kolaborasi bersama NATO. 8
Tidak hanya aliansi atlantik, projek integrasi Eropa juga merupakan bentuk shared of interest antara Eropa engan AS, yaitu untuk kembali munculnya nasionalisme yang berlebihan, dimana hal tersebut telah membawa Eropa ke dalam perang besar sebanyak dua kali di abad ke-20. Eropa percaya apabila dilakukan integrasi, maka akan semakin kecil kemungkinan lahirnya paham-paham nasionalis ekstrem. Strategi dalam realisasi integrasi sendiri menjadi perdebatan antara negara-negara Eropa dan AS. Beberapa pihak mendukung pembentukan integrasi Eropa sesuai dengan bentuk negara federal sebagaimana AS. Dengan kata lain, negara-negara Eropa bergabung menjadi kesatuan negara federal dibawah satu institusi dan konstitusi. Di lain pihak, terdapat pula pendapat yang lebih mendukung proses integrasi yang lebih lambat dengan negara anggota memberikan sovereignty kepada institusi Eropa secara bertahap. Secara spesifik, integrasi dilakukan berdasarkan sektor-sektor tertentu terlebih dahulu, sampai pada akhirnya Eropa mencapai tingkat integrasi yang matang. Meskipun AS memiliki interest tersendiri dalam integrasi Eropa, namun pada perjalanannya, integrasi serta pembentukan kebijakan Uni Eropa dilakukan tanpa adanya campur tangan dari AS.
Hubungan Transatlantik Pasca Perang Dingin Runtuhnya rezim Uni Soviet yang diidentifikasi sebagai ancaman oleh aliansi atlantik melahirkan beberapa perubahan dalam hubungan transatlantik. Meskipun aliansi dalam membendung pengaruh Soviet dapat dikatakan berhasil, namun ketegangan antara Eropa dengan AS mulai muncul. Dengan semakin membaik dan meningkatnya perekonomian Eropa, negara-negara Eropa mulai memberikan challenge pada dominasi AS. Challenge terhadap posisi AS tersebut sebenarnya sudah mulai terasa sejak tahun 1960an, ketika mata uang negara-negara besar Eropa seperti Pound sterling dan Deutsche Mark mulai menandingi Dollar di perekonomian global.
8 Ibid.
4 Tidak adanya ancaman eksternal bersama pada akhirnya membuat aliansi atlantik dihadapkan pada uncertainties yang lebih besar. Mulai diperluasnya integrasi Eropa ke dalam sektor keamanan dan pertahanan juga semakin membuat hubungan transatlantik dalam bidang keamanan semakin kompleks. Terkait hal ini, Brenner dan Williams berargumen bahwa komitmen Eropa dan AS dalam intitusionalisasi hubungan mereka pasca Perang Dingin justru semakin loose. 9 Thomas L. Ilgen mengidentifikasi hal ini sebagai akibat dari tidak adanya motif signifikan yang membuat kedua belah pihak memiliki komitmen di dalam institusi. Lebih lanjut, Ilgen memaparkan bahwa upaya untuk menyelesaikan konflik Balkan, perang akan terorisme, sampai dengan dukungan dalam mengakhiri rezim otoriter di Timur Tengah, telah menjadi bukti bagaimana aliansi transatlantik kesulitan dalam membentuk kebijakan dan bertindak sesuai shared values. 10
Pasca Perang Dingin, setidaknya terdapat tiga sumber uncertainties dari hubungan transatlantik. Yang pertama berasal dari jatuhnya perekonomian negara-negara Eropa Timur setelah rezim Uni Soviet runtuh. Uncertainty kedua berasal dari peran AS di Eropa di masa mendatang. Secara spesifik, keadaan politik dan ekonomi AS sekarang tidak mendukung posisi AS sebagai negara dominan di Eropa sebagaimana pada masa Perang Dingin. Uncertainty ketiga berasal dari internal Eropa, yaitu kerjasama pertahanan Eropa yang semakin berkembang. 11
Dari sisi kejatuhan ekonomi pasca rezim Soviet, kerentanan berada pada kemunculan konflik etnis dan kebangsaan karena adanya ketidakpuasan akan pemerintah berkuasa, atupun tekanan terhadap kelompok minoritas. Kekerasan yang muncul karena adanya disintegrasi politik dan sosial ini memberikan ancaman pengaruh terhadap negara-negara Uni Eropa lain yang berbatasan dengan negara- negara eks-Soviet. Dengan bergabungnya negara-negara Eropa Tengah dan beberapa negara Eropa Timur eks-Soviet lainnya ke dalam Uni Eropa, uncertainty yang muncul dari sektor ini semakin mengecil. Di lain pihak, ketidakpastian akan peran AS di Eropa di masa mendatang beriringan dengan pengaruh AS di level global yang juga semakin menurun. NATO pun tidak lagi dilihat sebagai automatic defence oleh sebagian besar negara-negara Eropa. Semakin terintegrasinya Eropa dalam sektor pertahanan turut menjadi faktor dari ketidakpastian masa depan hubungan transatlantik. Namun demikian, Uni Eropa masih belum bisa bergerak dari hanya sekedar membentuk kebijakan pertahanan semata. Hasil dari pembentukan Lisbon Treaty yang ditandatangani pada tahun 2007, pada akhirnya menjadi daftar panjang isu yang diatur kebijakannya oleh Uni Eropa tanpa adanya kejelasan lebih lanjut pada mekanismena. Albert Bressand berargumen
9 Michael Brenner dan Phil Williams, The United States and European Security in the 1990s dalam Colin McInnes (ed.), Security and Strategy in the New Europe, (London: Routledge, 1992), hlm. 146 10 Thomas L. Ilgen, Conclusion: The Future of the Transatlantic Partnership dalam Thomas L. Ilgen (ed.), Hard Power, Soft Power and the Future of Translantic Relations (Hampshire: Ashgate Publishing Limited, 2006), hlm. 194. 11 Brenner dan Williams, op.cit., hlm. 147 148.
5 bahwa daftar isu yang dimasukkan ke dalam Lisbon Treaty, termasuk salah satunya adalah isu pertahanan, tidak mendapatkan elaborasi lebih lanjut terkait pada titik mana Uni Eropa harus melihat dan membuat kebijakan yang berbeda dengan sebelumnya, dan bagaimana perbedaan tersebut harus dibuat. 12 Di sisi lain, terdapat pula pandangan apabila Uni Eropa semakin meningkatkan integrasi di dalam bidang pertahanan tersebut, maka akan semakin besar pula kemungkinan disengagement dengan AS. Terdapat dua alasan mengapa preediksi disengagement tersebut muncul. Yang pertama, AS akan merasa Eropa berperan sebagai pihak oposisi dalam aspek preferensi isu dan kebijakan. Harus dicapainya satu suara di dalam Uni Eropa menjadi dasar dari pemikiran ini. Alasan lainnya adalah kemungkinan besar AS tidak lagi merasa Eropa membutuhkan perlindungan keamanan. Hal ini berkaitan dengan alasan awal Eropa menjadi aliansi AS pada masa Perang Dingin. 13
Terlepas dari permasalahan kemungkinan disengagement di dalam hubungan translantik tersebut, pada dasarnya terdapat aspek lain yang membuat masa depan Uni Eropa di sektor pertahanan masih menghadapi ketidakpastian. Dari sisi internal sendiri, ketidakpastian tersbut dimunculkan karena sulitnya mencapai triangle cooperation dari tiga negara besar Uni Eropa, yaitu Inggris, Jerman, dan Prancis. 14 Dari ketiga negara tersebut konsepsi Inggris dengan Prancis merupakan yang paling berseberangan terkait aliansi atlantik dan kerja sama dengan AS. Prancis yang sebelumnya pernah menarik diri dari struktur komando NATO di tahun 1966 memiliki konsepsi untuk independen dari pengaruh Amerika Serikat. Berbeda halnya dengan Inggris yang condong untuk memilih bekerja sama secara komprehensif dengan AS. Meskipun demikian, AS sendiri membutuhkan Uni Eropa sebagai aliansi yang tidak hanya kuat, tapi juga independen sehingga tidak bergantung banyak akan AS. Uni Eropa yang kuat dan independen pada akhirnya menguntungkan AS dalam hal burden sharing tanpa harus diikuti dengan responsibility sharing. 15
Uncertainties yang dihadapi oleh hubungan transatlantik pada akhirnya direspon dengan malakukan reformasi di tubuh NATO sebagai institusi yang paling mengikat kedua pihak atlantik di sektor keamanan dan pertahanan. Perubahan pertama terlihat dari postur pertahanan yang pada awalnya berada di level deterrence and defence menjadi postur yang lebih fleksibel dan berfokus pada manajemen krisis. Rencana akan perubahan postur tersebut dihasilkan dari pertemuan NATO di New York tahun 1991. Perubahan selanjutnya dilakukan pada aspek strategi khususnya pada masalah nuklir , perubahan hubungan terhadap negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur, dan perubahan
12 Albert Bressand, Between Kant and Machiavelli: EU Foreign Policy Priorities in 2010s dalam International Affairs, Vol. 87, No. 1, hlm. 60. 13 Brenner dan Williams, op.cit., hlm. 148. 14 Ibid. 15 Lihat Brenner dan Williams (1992), Waltz (1964).
6 balance of roles and responsibilities antara AS dan Eropa. 16 Meskipun demikian, masih terdapat pandangan skeptic terhadap eksistensi NATO pasca berahirnya Perang Dingin. Konsep Eropa akan OSCE dianggap lebih sesuai dengan aturan dunia sekarang. Tidak hanya dikarenakan keanggotaannya yang lebih bersifat universal, tapi juga tidak adanya ketergantungan terhadap standing force dan permanent command.
Behaviour Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam Hubungan Translantik Ketika ancaman utama yang berperan sebagai dasar pembentukan aliansi telah mengilang, dan perubahan yang dilakukan masih dianggap tidak lagi sesuai dengan world order, pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa NATO masih dipertahankan baik oleh Eropa maupun AS? Alasan utama dari masih dipertahankannya NATO adalah masih dirasakannya ancaman potensial dari Rusia sebagai negara eks-Soviet. Alasan yang sama menjadi dasar dari negara-negara eks-Soviet lainnya memilih untuk menjadi anggota NATO, dan menukarkan dominasi Rusia akan kepentingan keamanan mereka dengan kontrol dari AS. Disamping itu, masih belum dimilikinya pasukan militer yang bergerak secara efektif baik dari Uni Eropa maupun OSCE membuat negara-negara Eropa masih bergantung dengan NATO terkait penyelesaian konflik. Eropa masih belum mampu menyelesaikan agenda yang terintegrasi terkait keamanan dan pertahanan. Hal ini juga berkaitan dengan tidak dapat diselesaikannya semua permasalahan melalui negosiasi dan kompromi. Alasan lain dari masih dipertahankannya NATO berhubungan dengan terjadinya tindak terorisme di New York pada tanggal 11 September 2001, dan Madrid pada tanggal 11 Maret 2003. Kejadian tersebut mendorong AS dan Eropa untuk mendefinisikan lagi ancaman eksternal bagi aliansi mereka. Ironisnya, aspek terorisme masih belum berhasil membuat Eropa maupun AS mencapai kesepakatan dalam pengambilan kebijakan. Keputusan invasi AS ke Iraq merupakan salah satu contohnya, dimana negara-negara Eropa anggota NATO lainnya merasa keterlibatan Iraq di dalam terorisme sangan tidak signifikan. 17
Terkait dengan perbedaan behaviour antara AS dengan Uni Eropa, hal tersebut terletak pada kebijakan luar negeri yang diterapkan, serta preferensi penggunaan soft power atau hard power. Soft power pada dasarnya merupakan kemampuan negara mempengaruhi pihak lain dalam mencapai kepentingannya melalui attractiveness aspek kebudayaan, pemikiran-pemikiran politik, sampai dengan kebijakan pemerintah. Sedangkan hard power merupakan kemampuan negara untuk melakukan tindaka koersif, baik itu melalui aspek militer maupun ekonomi. Amerika Serikat, menurut Joseph Nye, merupakan negara yang mampu mengembangkan kedua jenis power tersebut untuk memenuhi kepentingannya. Namun, pasca diambilnya kebijakan untuk melakukan invansi ke Iraq oleh pemerintah
16 Brennre dan Williams, op.cit., hlm. 154. 17 Ilgen, The Atlantic Alliance and the Integration of Europe, op.cit., hlm. 15 16.
7 AS, soft power negara tersebut terhadap Eropa menurun. 18 Hal ini juga diiringi dengan semakin besarnya soft power yang dimiki Eropa, dimana Eropa menjadi pesaing utama AS dalam penggunaan soft power. Secara kualitas, masih belum ada satu negara Eropa pun yang mampu menyaingi power AS, namun hasil berbeda muncul dengan dilakukannya integrasi melalui Uni Eropa. Melalui nilai-nilai yang dibawa oleh Uni Eropa, telah membuat institusi ini melahirkan citra sebagai wilayah yang mengutamakan perdamaian dan kesejahteraan. Ditentangnya kebijakan-kebijakan AS untuk menggunakan pasukan militer di beberapa wilayah oleh sebagian negara Eropa dan mayoritas masyarakat Eropa, semakin membuat Uni Eropa memainkan peran positif di lingkungan global dibandingkan AS. Lebih lanjut, Nye memaparkan bahwa Uni Eropa dan AS memainkan peran sebagai good cop dan bad cop di level internasional. Contohnya dapat dilihat dari kasus pengembangan teknologi nuklir oleh Iran. AS secara terang-terangan menentang program nuklir Iran beserta adanya ancaman sanksi ekonomi. Di lain pihak, Uni Eropa lebih mengutamakan penggunaan negosiasi, dimana dalam permasalahan ini Uni Eropa menawarkan diri sebagai pihak yang akan menjadi pihak ketiga antara Iran dengan AS. 19 Kunci permasalahan disini adalah, peran bad cop dan good cop baru akan menjadi efektif sebagai salah satu cara kerjasama transatlantik apabila kedua pihak memahami fungsi dan peran masing- masing. Salah satu analogi yang paling popular terkait hubungan Uni Eropa dan AS datang dari Robert Kagan yang mengatakan bahwa orang-orang Eropa berasal dari Venus, dan orang-orang Amerika Serikat berasal dari Mars. 20 Meskipun Uni Eropa dan Amerika Serikat berbagi nilai-nilai yang sama seperti demokrasi, perlindungan hak asasi manusia, dan perdamaian, namun Kagan tidak melihat kedua piak berbagi common view terhadap perkembangan dunia. Berangkat dari pandangan ini, Kagan menjelaskan bagaimana AS sebenarnya lebih bersifat konservatif dengan tetap mengutamakan kekuatan militer dan masih berupaya mengembangkap power melalui hukum-hukum internasional di dunia internasional yang anarki. Berbeda dengan Eropa yang menurut Kagan telah bergerak beyond power menuju pembentukan dunia yang lebih tunduk pada aturan, dimana salah satunya adalah dengan diutamakannya negosiasi dan kerjasama. Secara spesifik, Kagan menggolongkan upaya Uni Eropa ini sebagai bentuk realisasi dari pemikiran perpetual peace oleh Immanuel Kant. 21 Pada praktik penerakan kebijakan luar negeri, Uni Eropa lebih sabar untuk melakukan pendekatan diplomatic ketimbang AS.
18 Nye, op.cit., hlm. 27. 19 Ibid, hlm. 33 34. 20 Robert Kagan, Of Paradise and Power: America and Europe in the New World Order (New York: Alfred A. Knopf, 2003), hlm. 3. 21 Ibid.
8 Pada akhirnya, hubungan antara Uni Eropa dengan AS terkesan tidak membuktikan bahwa partnership antara major powers dapat dengan baik terinstitusionalisasi. Setidaknya terdapat dua factor utama yang menahan hubungan transatlantik ini semakin terintegrasi. Pertama, masih adanya values gap antara Uni Eropa dan AS sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Kedua, adanya perbedaan terkait pemikiran world order. AS cenderung terus bergerak dan terus mempertahankan sifat unilateralnya di level internasional. Berbeda dengan Uni Eropa yang condong multilateral. 22
Masa Depan Hubungan Transatlantik Pada tanggal 10 11 Desember 1999, Uni Eropa mencapai suatu kesepakatan untuk membentuk Common European Security and Defence Policy (CESDP), dimana pembentukannya memberikan Uni Eropa peran yang lebih besar di dalam hubungan internasional terkait isu-isu keamanan. Dari sisi AS sendiri, terdapat argumen klasik terkait penentanga sistem keamanan yang dibentuk oleh Uni Eropa. AS mengkhawatirkan mekanisme yang dilakukan oleh Uni Eropa justru menjadi pintu belakang bagi negara anggotanya yang tidak dilindungi oleh Artikel 5 Washington Treaty. 23 Argumen yang sama melatarbelakangi hubungan antara NATO dan WEU, dimana seluruh anggota WEU haruslah anggota Uni Eropa yang juga menjadi anggota NATO. Jika memang AS tidak ingin badan keamanan dari Uni Eropa menjadi pintu belakang bagi negara Eropa lain untuk mendapat jaminan keamanan dari NATO, lalu mengapa pada akhirnya AS membiarkan pembentukan institusi kemanan di dalam Uni Eropa? Van Ham berendapat bahwa terdapat peran Inggris dan pengaruh dari pengalaman NATO di dalam perang Kosovo. Dalam permasalahan pembentukan CESDP, Inggris bergerak mendukung integrasi Eropa pada aspek keamanan. Padahal, jika melihat kembali sejarah hubungan antara Inggris, Uni Eropa, dan AS, Inggris lebih condong mengidentifikasi dirinya sebagai negara atlantik dibandingkan Eropa. Dari sini, AS yang merasa kehilangan aliansi besarnya yang sepenuhnya memiliki orientasi kemanan ke atlantik, pada akhirnya dipaksa untuk memikirkan ulang pandangannya terhadap CESDP. Disamping itu, pengalaman pada perang Kosovo di tahun 1998, mempengaruhi pemikiran AS bahwa permasalahan di wilayah Eropa harus dapat diselesaikan oleh orang-orang Eropa sendiri. 24
Terkait dengan masa depan NATO sebagai bentuk aliansi Eropa dan AS dalam bidang keamanan, AS telah menyampaikan dalam Helsinki Summit bahwa pihaknya menginginkan adanya prioritas Uni Eropa terhadap NATO. Disini, secara implicit AS menyatakan keinginannya untuk
22 John Peterson dan Rebecca Steffenson, Transatlantic Institutions: Can Partnership be Engineered? dalam The British Journal of Politics and International Relations, Vol. 11 (2009), hlm. 41. 23 Peter van Ham, Europes Common Defense Policy: Implications for the Transatlantic Relationships dalam Security Dialogue, Vol. 31, No. 2 (2000), hlm. 220. 24 Ibid, hlm. 220 221.
9 dilibatkan di dalam proses pembuatan kebijakan, terlepas akan dikirim atau tidaknya pasukan AS dalam isu yang dibahas. Pemikiran yang mendasari keinginan AS ini adalah kekhawatiran dimilikinya otonomi Uni Eropa dalam hal keamanan dan pertahanan tanpa adanya pengawasan AS, dimana nantinya hal tersebut dapat berisiko melahirkan perbedaan pendapat dan perpecahan di dalam tubuh NATO. 25
Permasalahannya di sini adalah, Uni Eropa sendiri masih belum memiliki rencana yang jelas terkait isu keamanan. Maka tidak heran apabila sampai sekarang operasi-operasi militer yang dipimpin oleh negara-negara Eropa masih sangat bergantung pada struktur komando NATO, dan logistik serta intelijen AS. Van Ham berargumen bahwa AS akan terus bersikap mendukup integrasi di Uni Eropa dalam sektor keamanan, selama kerjasama tersebut meringankan beban AS tanpa harus bertentangan atau bahkan menjadi challenge terhadap status quo. 26 Dianalisa berdasarkan perpektif realis, terdapat dua hipotesis yang muncul dalam melihat masa depan hubungan transatlantik. Hipotesis pertama, AS akan memberikan dukungan terhadap perjanjian multilateral di dalam Uni Eropa jika pada akhirnya kerjasama tersebut mampu membatasai kemampuan negara lain untuk memberikan challenge kepada AS. Hipotesis kedua, apabila Uni Eropa bergerak dalam satu kesatuan, mereka akan cenderung tetap menjalankan agreements yang dibuat meskipun hal tersebut memberikan pengaruh negatif terhadap AS. Sebaliknya, ketika kebijakan yang diadopsi lahir dari independent states anggota Uni Eropa, mereka akan cenderung untuk membentuk kebijakan yang mendukung posisi AS. 27 Tantangan yang harus dihadapi oleh Uni Eropa dan AS di dalam hubungan transatlantik ini adalah menemukan common strategy yang dapat memenuhi kepentingan kedua pihak. 28
Kesimpulan Melihat kembali latar belakang dari dibentuknya hubungan transatlantik di bidang keamanan, hal ini didasari oleh diidentifikasinya common external threat oleh negara-negara Eropa Barat dan AS. Meskipun kedua belah pihak dilihat sebagai major powers di dalam sistem internasional, namun hubungan yang pada saat itu direalisasikan melalui pembentukan NATO, tidaklah seimbang. AS yang membayar cost lebih besar dalam aliansi tersebut, bergerak sebagai negara yang lebih dominan dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Posisi Eropa untuk masuk ke dalam aliansi ini pun lebih didorong oleh adanya kebutuhan untuk memperbaiki kondisi ekonomi pasca Perang Dunia II, dan tidak adanya kemampuan militer yang besar untuk membendung power Uni Soviet.
25 Ibid, hlm. 224. 26 Ibid, hlm. 226. 27 Thomas S. Mowle, Allies at Odds?: The United States and the European Union (New York: Palgrave Macmillan, 2004), hlm. 19. 28 Ilgen, The Atlantic Alliance and the Integration of Europe, op.cit., hlm. 19.
10 Berubahnya international order selepas Perang Dingin meletakkan hubungan transatlantik di dalam lingkungan yang berbeda. Perbedaan utama dalam hubungan tersebut adalah absennya ancaman eksternal utama yang menyatukan komitmen kedua belah pihak untuk bekerja sama. Ancaman kontemporer yang sekarang diidentifikasi sebagai common threat, seperti terorisme, tidak cukup kuat menyatukan komitmen antara Uni Eropa dengan Amerika Serikat. Hal ini masih belum ditambah dengan tidak adanya dukungan besar dari masyarakat dalam operasi yang dijalankan sebagaimana masa Perang Dingin terdahulu. Perbedaan lain muncul dari semakin terintegrasinya Uni Eropa di dalam isu keamanan. Namun demikian, perkembangan ini tidak diiringi oleh pengaturan yang jelas serta kapabilitas pertahanan yang ideal bagi Uni Eropa. Maka tidak heran apabila NATO lebih diandalkan oleh negara-negara Eropa dibandingkan institusi keamanan lain di Eropa. AS sendiri pada dasarnya khawatir apabila integrasi tersebut membuat Uni Eropa semakin memiliki stance yang berseberangan dengannya, mengingat dalam pengambilan keputusan, Uni Eropa harus mencapai satu suara yang sama melalui consensus dari seluruh anggotanya. Akan tetapi, AS diprediksi akan tetap mendukung integrasi tersebut selama tidak ada indikasi akan munculnya challenge terhadap status quo. Kekhawatiran AS akan stance Uni Eropa yang berseberangan ini juga didasari oleh pendekatan yang bebeda terhadap pengaplikasian kebijakan luar negeri. AS cenderung bergerak unilateral dan lebih cepat mengambil keputusan untuk menggunakan hard power. Berbeda halnya dengan Uni Eropa yang lebih memilih bertindak multilateral dan tidak cepat merubah pendekatan melalui negosiasi menjadi lebih koersif.
11
Brenner, M. dan Phil Williams, The United States and European Security in the 1990s dalam McInnes, C. (ed.), Security and Strategy in the New Europe, London: Routledge, 1992, hlm. 145 163. The beginning of post cold war era is shaped by a fluidity and unpredictability that defy old strategic formulas and structures direct threat has been replaced by unpredictable risks of contingent circumstances (145) Approaches to defining americas role and responsibilities post cold war: a. Holistic approach embodied in the concept of new world order based on a grand of somewhat elusive vision of a world operating in accordance with the precepts of the UN charter nder the benign direction of cooperative great powers provide the basis for a new IS role in the world b. Pragmatic approach deals with issues case by case without underlying all-embracing philosophy Point: uncertainties of European security to consider US attitudes towards security institution in Europe (esp. towards European defence cooperation)
THE UNCERTAINTIES Europe america postwar highly institusionalised commitment loose relationship. (146) The fabric of the cooperation is modified, albeit still recognizable Diminished security threat loss of US economic supremacy and progress of the European community security policy involved jadi ngga Cuma dismantling military structures aja. Condition 1990 memunculkan false hope (an European collective security system yg mampu remove all concern about military confrontation) dan false fear ( a powerful Germany yang carving out a zone at the expense of its Community and Atlantic affiliation) (147) Uncertainties: - from FSU: Economic downfall ethnic and nationalities disputes violence political and social disintegration whose effects would be felt beyond the borders - US role in Europe lack of abundant economic resources; world scene lacks a menacing enemy to actvate the sense of national mission; NATO no longer characterized by the automatic defence of the European government American leadership seem natural or preordained
12 - Progress towards Europan defence cooperation unable to move towards a more coherent and self-reliant stance on defence policy there was a concern if European dis cooperate more fully, this could encourage US disengagement either because US would feel that the Europeans identity in opposition to US preferences and policies, or because that allies no longer needed American protection (148) There was never really a triangle cooperation from Britain France Germany. (france was outside NATOs integrated organization, Germany was not a nuclear country, Britain lebih ngerasa sebagai Talantic rather than European). French conception of Europe itu yang independent of the US, beda sama Britain yang conception of the Europe nya adalah second pillar of the Atlantic Alliance working close with the US. Waltz: Washington pengen Europe yang strong and independent ecough buat burden sharing US always more interested in burden sharing than in responsibility sharing. (149) France bilang kalo WEU harus lebih diintegrasi ke European community, mereka pengen bikin European Europe. Britain pengen bikin WEU sebagai basis for European pillar in the Atlantic Alliances, mereka still thinking in ters of atlantic Europe. Germany masih internally stress whther mau condong ke France atau US. Cancellor Kohl stresses NATO, Genscher pengen European community RESULT: Uncertainties about the future directions of Western Europe THE US AND EUROPEAN SECURITY IN THE 1990s US preference is for NATO (151) Skepticism about NATOs future: - By its nature, NATO has a selective membership built on the principle of differentiation between who support it and those who are threaten it. - The particular intitutionalisation is a sign of strength in polarized international system limits nato flexibility in accepting new members and in adjusting its internal methods of consultation and coordination - Nato is designed to perform military function it has limited capacity for mediation of disputes, or conducting negotiation - Inequal relationship in NATO CSCE seems more appropriate for new order: (152) - Universal membership - Does not depend on standing forces and permanent command
13 Legge Committee to rreview alliances areas of strategic interest: (154) - Residual soviet challenge related both to the continued military strength of soviet, and the intensifying of uncertainty (reversion or disintegration to dictatorship) - Instability in Eastern Europe - Threats on the periphery (turkey on the Gulf War) - There is no direct threat to the territory of NATO member states Reform process: change in: - Force posture from a high levels of preparedness for deterrence and defence to a more relaxed posture with graeter emphasis on flexibility and crisis management. (meeting in spring 1991 in New York) - Strategy (esp. nuclear dimension) - Relationship with the nations of Central and Eastern Europe - Balance of roles and responsibilities between the US and Western Europe STRATEGIC PERSPECTIVES Drawbacks for the US in greater European defence cooperation a single European voice on security matters, along with an organizational vehicle for expressing it, would challenge the US traditional dominance over Alliance policy (159) Bush administration opposed the idea that the WEU should take instruction from the European Council or become subject supervision by the European Communitys foreign affair commissioner (160) Such an arrangement would transform the flexible intra-Alliance process of consultation and deliberation into formal exchanges between the US and the EC. CONCLUSION European acceptance of larger responsibilities needs to be matched by an American readiness to let go of the exceptional powers it has enjoyed as leader of the alliance.
Joseph S. Nye, Jr., Soft Power and European-American Affairs dalam Thomas L. Ilgen (ed.), Hard Power, Soft Power and the Future of Translantic Relations (Hampshire: Ashgate Publishing Limited, 2006). Americas attractiveness in Europe has diminished in the past few years: (26) - A recent poll found that majorities in Britain, Germany, and France all want to take a more independent approach to diplomatic and security affairs than in the past.
14 - In fall 2003, a majority of Europeans ranked the US as a threat to world peace comparable to North Korea or Iran. - And in a dramatic turnabout from the Cold War, strong majorities in Europe now see US unilateralism as an important international threat to Europe in the next ten years. The US is feared, but it is less loved AMERICAN SOFT POWER Soft power ability to get what you through attraction rather than coercion or payments arises from the attractiveness of a countrys culture, political ideals, and policies depends on how we frame our objectives Hard power the ability to coerce, grows out of a countrys military and economic might The soft power of the US in Europe declined sharply in 203 (Iraq war). The Iraq War was not the first time that a controversial security policy reduced the attractiveness of the American image in other countries. In Europe, there were four prior periods: (27_ 1. after the 1956 Suez Canal crisis; 2. during the ban the bomb movement of the late 1950s and early 1960s (though primarily in Britain and France); 3. during the Vietnam War era in the late 1960s and early 1970s; and 4. during the deployment of intermediate range nuclear weapons in the early 1980s. (27)
Since democracy cannot be imposed by force and requires a considerable time to take root, the most likely way to achieve our long-term goals is through international legitimacy and burden sharing with allies and institutions. (30) SOFT POWER IN EUROPE Europe is US main competitor in terms of soft power No single Europe states could compete with US, but the uniting Europe carries a good deal of soft power (31) War is unthinkable among EU member states bikin Europe jadi punya image island of peace and prosperity The decision to oppose the USs idea upon Iraq War made publics felt EU plays a more positive role than the US on a variety of transnational issues While European soft power can be used to counter American soft power and raise the price of unilateral actions, it can also be a source of assistance and reinforcement for American soft power and increase the likelihood of the United States achieving its objectives. European
15 promotion of democracy and human rights helps advance shared values that are consistent with American objectives. THE CURRENT US EU DYNAMIC Europes behavior towards Iran regarding to its nuclear programme: deal with us, and well deal with the US (33) Britain, germany, and France tries to use their international legitimacy to shape an agenda that Iran could accept without losing too much face result: good cop / bad cop dynamic (34) Key problem: good cop / bad cop only works effectively if both cops know they are playing the game. US should pay more atetion to its soft power and EU should develop both its commitment as well as its capability to employ hard power The paradox of American power in the twenty-first century is that world politics is changing in a way that makes it impossible for the strongest world power since Rome to achieve some of its most crucial international goals alone. Instead, the United States must cooperate with Europe and others to address these shared threats and challenges.
Thomas L. Ilgen, The Atlantic Alliance and the Integration of Europe The absence of a balancing superpower not only reduced the need for US and European solidarity on security issues but it also encouraged the US to act unilaterally rather than engage in the cumbersome and time consuming process of building alliance consensus and agreement - US pursuing wide-ranging interests around the globe - Europe focusing on regional goals on the continent and in Eurasia. (9) Kagan: Europeans are from venus reliance n diplomacy is a function of military weakness; America is from Mars preference for military force Atlantic relations since WWII have been shaped by two sets of institutions that shape the way the two Atlantic partners view the contemporary world: (10) - Atlantic alliance NATO and its economic counterpartz IMF and WTO - European Unioon and all of bodies and organizations that preceded it under the rubric of European integration THE LEGACY OF THE ATLANTIC ALLIANCE
16 Europes alliance participation was a product of weakness rather than strength, driven by necessity rather than choice willing and eager the partners even if they did not always share American views of the Soviet and communist menace (11) - Desperate for military protection - Economic means for recovery The altantic alliance was not conceived as a partnership of equals American dominance of the alliance and its institutions (economically, politically, and military) American technology provide the sword, European troops provide the shield Response upon unhappiness of American dominance: - London (uncomfortably European): define its interest in common with Washington and cultivate what has come to be known as special relationship - Bonn: politically enfeebled by its war record and geographically closest to the Soviet threat, acknowledged its dependence on Washington and paid both economically and militarily to keep Americans happy. - Paris: sought to carve out a more independent position Paris independence had its limits as Paris acknowledged in 1968 when Soviet marched into Czechslovakia resumed collaboration with NATO Early years: American paid cost more than Europe they felt entitled to shape and mold the alliance to American purposes European were free-riders, they were not entitled to make decisions. (12) Post cold war: the military strategic purposes of the alliance declined for the US and shared economic interests took on added importance. Europes primary interest in the alliance WAS economic recovery THE LEGACY OF EUROPEAN INTEGRATION The primary interest and motive for the European integration project was broadly shared in western Europe and the US: TO ADDRESS THE CONSEQUENCES OF UNBRIDLED NATIONALISM THAT RESULTED IN DEVASTATNG CONTINENTAL WAR TWICE IN THE FIRST HALF OF 20 TH CENTURY The strategy for integration was debated within Europe and in the US (13): - Some advocate a US of Europe in the American model with a common constitution and fully sovereign federal institutions at the outset - Slower and more gradual transfer of sovereignty to European-wide institutions economy first, social policy, and defence and security matters latter
17 European integration and policies of the EU have been achieved without direct American participation (14) Integration has been the product of negotiations among the states, none of which occupies a position of dominance or hegemony policy decisions in the early years required unanimity among member states, the invocation of qualified majority voting diminishes the influence of even the most powerful states like Germany, France, or the UK.
LESSON LEARNED Atlantic alliance was motivated by external threat (USSR) states gather together and following the leadership of a dominant power (15) As the aliiance succeed, the tensions between US and Europe began to grow amerika kan bantu pemulihan ekonomi Europe, setelah ekonomi recover mereka mulai ngga terima dominasi US early 1960s, as European goods challenged American products, and Eropean currencies proved worthy rivals of the American dollar, Europeans began more actively resist American leadership: - More foreign policy independence - Receding Soviet threat as nuclear parity - Replacing global expansion with peaceful coexistence why sustaining the alliance? - Potential threat from a nationalistic and expansion-minded Russion state remains many ex-soviet countries willing to trade soviet or Russian dominance of their security interest for American control. - Conflict in the Balkans reminded all Europeans that some conflicts on its home turf cannot be solved by nogosiasi dan kompromi penggunaan force, at some extent, diperlukan. Unless sampai EU memiliki effective military force, Europe will continue to rely on American military assistance - 9/11 and 11 Maret 2003 di Madrid bikin US nad Europe redefined external threats for the alliance strategy. Kenapa opposed di Iraq? Karena Europe menganggap terrorist involvement di Iraq was weak. (16) - Remain strongly commited to the core principle that have remained at the center of the elliance economic relationship (since 1940s) free trade and currency convertability together they have fostered steady growth in Atlantic trade, the integration of atlantic financial, and extraordinary levels of foreign investment
18 European integration: threat: nationalism that had plunged Europe into war (17) integration makes extreme nationalism became less possible. The longer the process continued, the less likely it was to be hijacked by one powerful nation or another
THE FUTURE OF ATLANTIC PARTNERSHIP Challenge: to find a common strategy to address them together for Europeans to sever fully their security dependence in the US and NATO, they will have to move decisively to construct a common securitt policy and the forve structure to support it (19) Tantangan bgt buat commit ke security buat EU. Salah satu alasan kenapa NATO ttp survive smp sekarang adalah Europe is unable to complete the integration agenda and provide security on its own Economic issues more hopeful Europeans have become more equal partners Kalo nato yang put defence first and economic second bisa terbentuk dan bertahan, kenapa Europe integration yg commit into economic first justru susah buat masuk ke security? because the parties were particularly cooperative or willing to compromise. It succeeded because a real threat existed that demanded a response and because the distribution of power among the membership enabled one member to lead, regardless of any unhappiness among the rest.
Thimas L. Ilgen, Conclusion: The Future of the Translantic Partnership CHANGE AND THE ATLANTIC PARTNERSHIP 1. the end of the cold war ga ada lagi a compelling common threat less compelling motives to commit containing conflict in Balkans, response to global terrorism with selling democracy to skeptical regimes in the middle east some evidence about the difficulty of alliance effort to act on shared values (194) 2. integration of global market intinya EU US relations face a different environment
Albert Bressand, Between Kant and Machiavelli: EU foreign policy priorities in the 2010s
19 Lisbon treaty: Europe has begun to draw up a long list of all the issues on which it wants to make a difference through the pursuit of a European foreign policy. European council meeting in 2010 didnt expressing a clear view on where, how and why Europe should make a difference on these issues (60) Machiavellian agenda essential European interests can be articulated separately from universal Kantian causes and the interests of the more powerful US ally. realist normal FP agenda (61) Kantian universal peace center of creation of public goods climate change, preserved biodiversity, eradicated poverty, and peace in the Middle East. (63) Europe indeed will cooperate even when the rest of the world free-rides and competes
Kagan, of paradise and power
Europeans and Americans do not share a common view of the world (3) Europe is turning away from power it is moving beyond power into a self-contained world of laws and rules and transnational negotiation and cooperation realization of Kants oeroetual peace theyre in post historic paradise the United States remains mired in history, exercising power in an anarchic Hobbesian world where international laws and rules are unreliable, and where true security and the defense and promotion of a liberal order still depend on the possession and use of military might. Europeans are from venus, Americans are from mars agree on little and understand one another less and less America: less patient with diplomacy (4) European: more tolerant of failure, more patient when solutions don't come quickly. (5)
Peterson and Steffenson, translantic institution Prediction over translantic alliance demise and doom (25) What went wrong? - Iraq? No, it was just political accident waiting to happen, karena foundation of the alliance had become weak already
20 Is it naive to think that a new and modernised translantic relationship could ever be institusionalised or engineered? Arguments: (26) - The US is a sort of regulator of European integration gives incentives to the EU to show unity both when it looks for a single Europe to share the burden of managing global issues as well as when it engages in divide and rule tactics. - EU institutional channel is only one, but continues to gain importance for Washington - American FP thinking is the assumption of Europe as an increasingly single player, with the EU as its institutional focus THE NEW INSTITUTIONALISM OF TRANSLANTIC RELATIONS New channel for US EU dialogue: - Tranlantic declaration (1990) - The new tranlantic agenda (1995) Still not replace US links to European states, both bilaterally and via NATO (27) Centrepiece of NTA (new translantic agenda) framework EU US summit (between US president and the presidents bit the European Commission and Council of Ministers) Translanctic relations have registered legalisation and theres a regular interaction between actors these structures help translantic actors cope with the uncertainties of the post cold war weak (28)
21
USEU relations offer no real evidence to suggest that partnership between major powers can be institutionalised or even that bilateral institutions can prevent strategic divorce (see Herd and Forsberg 2008). (41): - Poor chemistry from US to EU (40) - values gap tapi ngga gede2 banget (41)
22 - Conflicting nations of sovereignty America (unilateral, EU( multilateral)
Van Ham, Europe Common Defence Policy 10 11 December 1999 development of a new Common European Security and Defence Policy (CESDP) aimed at giving the EU a stronger role in international affairs backed up by credible military force (215) Classical US argument buat against EU-based security system: this would provide a backdoor security guarantee to EU members who are not covered by NATOs Article 5 (catatan kuliah mas Edy) why now US has given up to the organization of Europan defence within the EU? (220 221) - The british change of heart in Europe defence urges the USA buat rethink its attitude to the EUs budding defence ambitions - Intinya US udah kehilangan ally yang 100% orientasinya atlanticist security US believes that its vitality should be renewed by supporting the novel CESDP - Dengan adanya pengalaman di Kosovo, ngga Cuma bikin Europeans malu, tapi juga convinced USA that crises in the EUs backyard should preferably be solved by the European themselves Trus NATO gimana? In the lead-up to the Helsinki Summit, US udah made clear kalo mereka mau NATO to be given a first option (or right of first refusal) intinya, dikirim atau tidaknya US troops, Washington ttp pengen dilibatkan dalam decision making process from the beginning (224) Helsinki declaration sendiri pada dasarnya stresses the need for EU autonomy over the involvement of non-EU states in decision-making the scenario which Washington fears may provoke a trans-Atlantic decoupling and spell the end of NATO Sampe sekarang Europan-led military operation will still be highly dependent upon NATO command structures, as wll as on US intelligence and logistics (225) Masalahnya, New EU sendiri ngga punya plan yang jelas mau gimana focus upon regional concerns and not (yet) adopt a global scope, tp London coined the phrase that the EU will operate in and around Europe. Washington tends to support European cooperation as long as it takes weight off US shoulders, but not if it challenges its own political primacy and economic interests (226)
Thomas Mowle Allies at Odds
23 Iraqi crisis made clear that the US and its allies in Europe are increasingly odds germany and France were the most vocal opponents of American policy (1) WHY DESPITE THEIR PROFESSED SIMLARITY OF GOALS, DO THEIR POLICY PREFERENCES OF THE EU AND US DIVERGE ON SO MANY MULTILATERAL ISSUES? Same values: democracy, human rights, peace and stability Realist hypotheses: 19 - H1A: the US bakal support multilateral agreements kalo pada akhirnya bakal limit other states ability to challenge the US, at least as much as they limit American capabilities or autonomy of action - H1B: when European states act in unison, they will accept multilateral agreements if they have negative impact on American relative power or autonomu of action, selama US juga setuju buat ikutan. Tp kalo adopt policy as an independent state, mereka bakal lebih milih buat badwagoning
Pendekatan sederhana terhadap krisis ekonomi di Yunani: Sebuah perjalanan untuk menemukan krisis ekonomi Yunani yang dimulai pada tahun 2008 dan menggemparkan dunia. Penyebab dan implikasinya