Anda di halaman 1dari 13

HIPERTENSI ESENSIAL

Gol Penyakit SKDI : 4A


Murtaza
0907101050013
1. Definisi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam arteri, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung
dan kerusakan ginjal. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial, disebut juga hipertensi primer ( Sudoyo, 2007; Depkes
RI 2007).
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Sudoyo, 2007).
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah

TDS (mmHg)

TDD

Normal

< 120

dan

(mmHg)
< 80

Prahipertensi

120 139

atau

80 89

Hipertensi derajat 1

140 159

atau

90 99

Hipertensi derajat 2

160

atau

100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik


Masih ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensi lain
dari World Health Organization (WHO), International Society of Hypertension
(ISH), dan yang lainnya, tetapi umumnya digunakan JNC 7.
2. Epidemiologi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah. Hipertensi sering timbul pada lebih dari separuh orang yang

berusia > 65 tahun. Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar
berasal dari negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and
Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 19992000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti
terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta
dari data NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi (Sudoyo, 2007).
3. Etiologi, Patogenesis, dan Patofisiologi
Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 kategori (Depkes RI,
2007):
1.

Hipertensi primer: kasusnya sebanyak 90 95%, tidak diketahui


penyebabnya.

2.

Hipertensi sekunder: kasusnya sebanyak 5 10%


a. Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan
bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
b.

Penyakit ginjal.

c.

Kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

d. Feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan


hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
e. Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga),
stres, alkohol, atau garam dalam makanan.
f. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu, jika stres telah berlalu; maka tekanan darah biasanya akan kembali
normal.
Patogenesis
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Menurut Sudoyo (2007)
faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut
adalah:
1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok,
genetis.
2. Sistem saraf simpatis

a. Tonus simpatis
b. Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos
dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin dan aldosteron.
Kaplan dalam Sudoyo (2007) menggambarkan beberapa faktor yang
berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.

Gambar 1. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah


Kerusakan Organ Target
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sudoyo (2007) menyebutkan, kerusakan organ-organ
target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infark miokardium
c. Gagal jantung
2. Otak
Strok atau transient ischemic attack

3.
4.
5.

Penyakit ginjal kronis


Penyakit arteri perifer
Retinopati
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah,

akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan


mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit
kardiovaskular (Sudoyo, 2007).
Faktor risiko penyakit kardiovaskular menurut Sudoyo (2007) pada pasien
hipertensi antara lain adalah:
Merokok
Obesitas
Kurangnya aktifitas fisik
Dislipidemia
Diabetes melitus
Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG < 60 ml/menit
Umur (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (lakilaki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun)
Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah
menjadi hipertensi, mereka memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan
mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan darahnya lebih
rendah. Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya. Individu berumur 55 tahun memiliki 90%
risiko untuk mengalami hipertensi (Sudoyo, 2007).
4. Diagnosis
Riwayat
Dokumentasi hipertensi dikonfirmasi setelah tekanan darah tinggi
setidaknya diukur pada 3 kesempatan terpisah (berdasarkan rata-rata dari 2 atau
lebih pembacaan setelah screening awal), informasi berikut haruslah rinci (Riaz,
2005):
- Tingkat kerusakan target organ
- Penilaian status risiko kardiovaskular pasien
- Pengecualian penyebab sekunder hipertensi
Pasien mungkin memiliki hipertensi yang tidak terdiagnosis selama
bertahun-tahun, tidak pernah memeriksa BP. Riwayat kerusakan end organ harus
ditanyakan secara hati-hati. Riwayat faktor risiko kardiovaskular termasuk
4

hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan penggunaan tembakau ditanyakan.


Kemudian riwayat penggunaan obat over-the-counter; obat-obatan herbal, efedrin,
obat antihipertensi yang tidak berhasil, kontrasepsi oral, etanol, dan obat-obatan
terlarang seperti kokain (Riaz, 2005).
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah yang akurat adalah kunci diagnosis. Hasil
pengukuran tekanan darah yang tinggi. Jika pada pengukuran pertama
memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian
diukur sebanyak dua kali pada dua hari berikutnya untuk meyakinkan adanya
hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah
tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi (Depkes
RI, 2007; Riaz, 2005).
Pasien harus beristirahat tenang setidaknya selama 5 menit sebelum
pengukuran. Tekanan darah harus diukur dalam posisi terlentang dan duduk,
dengan auskultasi menggunakan bel stetoskop (Riaz, 2005).
Evaluasi funduskopi mata harus dilakukan untuk mendeteksi retinopati
hipertensi dini atau lambat, kronis atau akut. Palpasi semua nadi perifer, jika tidak
ada, lemah, atau nadi femoralis terlambat menunjukkan koartasio aorta atau
penyakit pembuluh darah perifer berat. Dengarkan auskultasi arteri renalis di atas
abdomen bagian atas, kehadiran bruit pada kedua komponen sistolik dan diastolik
menunjukkan stenosis arteri renalis. Pemeriksaan jantung secara hati-hati
dilakukan untuk mengevaluasi tanda-tanda LVH (Riaz, 2007).
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Sudoyo, 2007).
Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Jika tidak terdapat dugaan penyebab sekunder untuk hipertensi, hanya harus
dilakukan penelitian laboratorium rutin sebagai berikut (Riaz, 2005):
- Complete blood count (CBC), serum electrolytes, serum creatinine, serum
glucose, uric acid, dan urinalysis

- Lipid profile (total cholesterol, low-density lipoprotein [LDL], high-density


lipoprotein [HDL], dan triglycerides)
5. Penatalaksanaan
Hipertensi adalah penyakit seumur hidup. Untuk hasil yang optimal,
diperlukan komitmen jangka panjang dalam modifikasi gaya hidup dan terapi
farmakologi (Riaz, 2005).
Gaya hidup yang baik mempengaruhi tingkat tekanan darah dan mengurangi
risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Depkes RI (2007) dan Riaz (2005)
menyebutkan beberapa strategi untuk menurunkan risiko berkembangnya
penyakit kardiovaskular adalah:
- Menurunkan berat badan sampai batas ideal.
- Jumlah aktifitas fisik aerobik yang tepat.
- Diet rendah garam (mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3
gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya), diet rendah lemak
total, dan kolesterol.
- Pembatasan konsumsi alkohol.
- Menghindari merokok.
Terapi antihipertensi secara signifikan mengurangi risiko kematian akibat
stroke dan penyakit jantung koroner. Terapi obat pada hipertensi dimulai dengan
salah satu obat berikut ini (Depkes RI, 2007; Riaz, 2005):
a. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5 25mg perhari, dosis tunggal pada pagi hari
(pada hipertensi dalam kehamilan, hanya digunakan bila disertai
hemokonsentrasi / edem paru).
b. Reserpin 0,1 0,25mg sehari sebagai dosis tunggal.
c. Propranolol mulai dari 10mg 2 x sehari dapat dinaikkan 20mg 2 x sehari
(Kontraindikasi untuk penderita asma).
d. Kaptopril 12,5 25mg 2 3 kali sehari. (Kontraindikasi pada kehamilan
selama janin hidup dan penderita asma).
e. Nifedipin mulai dari 5mg 2 x sehari, bisa dinaikkan 10mg 2 x sehari.
Pesan Kunci dari Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VII) adalah sebagai berikut (Riaz, 2005; Makmun, 2003):

a. Prehipertensi (120-139 sistolik, 80-89 diastolik) memerlukan modifikasi


gaya hidup untuk mencegah peningkatan progresif tekanan darah dan
penyakit jantung.
b. Pada hipertensi tanpa komplikasi, diuretik thiazide, baik sendiri atau
dikombinasikan dengan obat dari kelas lain, digunakan untuk pengobatan
pada kebanyakan kasus.
c. Dalam kondisi berisiko tinggi, ada indikasi kuat untuk penggunaan obat
antihipertensi kelas lain (misalnya, angiotensin-converting enzyme [ACE]
inhibitor, angiotensin-receptor blocker [ARB], beta blockers, calcium
channel blockers).
d. Dua atau lebih obat antihipertensi diperlukan untuk mencapai tujuan BP
(<140/90 mm Hg atau <130/80 mm Hg) untuk pasien dengan diabetes dan
penyakit ginjal kronis.
e. Untuk pasien yang BP nya lebih dari 20 mm Hg di atas target BP sistolik
atau lebih dari 10 mm Hg di atas target BP diastolik, inisiasi terapi
menggunakan 2 agen, salah satu biasanya menggunakan thiazide diuretik.
f. Terlepas dari terapi atau perawatan, hipertensi dapat dikendalikan hanya
jika pasien termotivasi untuk konsisten dalam rencana pengobatan mereka.
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. Medikasi termasuk diuretik, alpha- dan beta-adrenergic blockers,
calcium channel blockers, ACE inhibitors, dan vasodilator (Riaz, 2005; Makmun,
2003;Ganiswarna, 1995).
Medikasi yang digunakan menurut Riaz (2005), Makmun (2003) dan
Ganiswarna (1995) adalah sebagai berikut :
1. Diuretik, Thiazide
Diuretik thiazide menghambat reabsorbsi sodium dan klorida di bagian
asenden loop of Henle dan tubulus distal, juga meningkatkan ekskresi
potasium dan bikarbonat, menurunkan ekskresi kalsium, dan retensi uric
acid.
a. Hydrochlorothiazide

Hydrochlorothiazide menghambat reabsorbsi sodium di tubulus


distal, menyebabkan peningkatan ekskresi sodium, air, potasium,
dan ion hidrogen.
b. Chlorthalidone
c. Metolazone
d. Indapamide
2. Diuretik hemat potasium/kalium
Diuretik hemat potasium menghambat reabsorbsi sodium di tubulus distal,
sementara itu juga menurunkan sekresi potasium, merupakan diuretik
lemah, dan memiliki efek anti hipertensi yang lemah pula jika digunakan
sendiri.
a. Spironolactone
Spironolactone menghambat efek aldosteron pada otot polos
arteriol.
b. Amiloride
c. Triamterene

3. Loop Diuretics
Diuretik loop bekerja pada bagian asenden loop of Henle, menghambat
reabsorbsi sodium dan klorida.
a. Furosemide (lasix)
Furosemide meningkatkan ekskresi air dengan menginterfensi
sistem ko-transpor yang berikatan dengan klorida, sehingga
menghambat reabsorbsi sodium dan klorida di bagian asenden loop
of Henle dan tubulus renal distal. Dosis untuk setiap pasien bersifat
individual.
b. Torsemide
c. Bumetanide
d. Ethacrynic acid
4. Alpha Adrenergic Blocking Agents

Agen ini secara selektif menghambat reseptor adrenergik alfa 1,


menyebabkan dilatasi arteriol dan vena, sehingga menurunkan tekanan
darah.
a. Prazosin
b. Terazosin
c. Phentolamine
d. Doxazosin
5. Beta Adrenergic Blocking Agents
Beta blocker digunakan untuk mengobati hipertensi sebagai agen inisial
atau dikombinasi dengan obat lain (misal, thiazide).
a. Atenolol
b. Metoprolol
c. Propranolol
Propranolol

memiliki

aktivitas

stabilisasi

membran

dan

menurunkan automatisitas kontraksi. Obat ini tidak cocok untuk


pengobatan emergensi pada hipertensi. Jangan berikan propranolol
secara IV hipertensi emergensi.
d. Nebivolol
e. Esmolol
6. Alpha and Beta Adrenergic Blocking Agents
Agen ini menghambat reseptor adrenergik alfa, beta1, dan beta2, sehingga
menurunkan tekanan darah.
a. Labetalol
b. Carvedilol
7. Vasodilator perifer
Agen ini merelaksasi pembuluh darah untuk memperbaiki aliran darah,
sehingga menurunkan tekanan darah.
a. Hydralazine
b. Minoxidil
8. Calcium Channel Blockers, Dihydropyridine

Dihydropyridine berikatan dengan kanal kalsium tipe L di otot polos


vaskular, menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Efektif
sebagai monoterapi pada pasien kulit hitam dan geriatri.
a. Nifedipine (Adalat)
Nifedipin merelaksasi otot polos koroner, meningkatkan aliran
oksigen ke miokardium. Pemberian sublingual cukup aman.
b. Clevidipine butyrate
c. Amlodipine
d. Felodipine
9. Calcium Channel Blockers, Non Dihydropyridine
Agen ini berikatan dengan kanal kasium tipe L di sinoatrial dan nodus
atrioventrikular, memberikan efek pada miokardium dan vaskular.
a. Diltiazem
b. Verapamil
10. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
Agen ini merupakan inhibitor kompetitif dari angiotensin-converting
enzyme (ACE), menurunkan kadar angiotensin II, sehingga menurunkan
sekresi aldosteron.

a. Captopril

Captopril mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,


merupakan vasokonstriktor kuat, sehingga menyebabkan sekresi
aldosteron yang lebih rendah.
b. Ramipril
c. Enalapril
d. Lisinopril
11. Angiotensin II Receptor Antagonists
Angiotensin II receptor antagonists, atau angiotensin receptor blockers
(ARBs), digunakan pada pasien yang tidak mampu mentoleransi ACE

10

Inhibitors. Yang termasuk golongan ini adalah: Losartan, Valsartan,


Olmesartan, Eprosartan, Azilsartan.
12. Aldosterone Antagonists
Berkompetisi dengan reseptor aldosteron, menurunkan tekanan darah dan
reabsorpsi sodium. Yang termasuk golongan ini adalah: Epleronone.
13. Alpha Adrenergic Agonists
Menstimulasi reseptor adrenergik alfa2 presinaptik di batang otak,
menurunkan aktivitas saraf simpatis. Yang termasuk golongan ini adalah:
Methyldopa, Clonidine, Guanfacine.
14. Renin Inhibitor
Kelas terbaru obat anti hipertensi, bekerja dengan mengganggu lingkaran
feedback sistem renin angiotensin aldosteron. Yang termasuk golongan
ini adalah: Aliskiren.
15. Vasodilators
Nitrogliserin dan nitroprusside menyebabkan dilatasi arteri dan vena.
Nitroglycerin terutama mempengaruhi sistem vena dan membantu
mengurangi preload. Nitroprusside menurunkan preload dan afterload,
yang membantu untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokard.
16. Dopamine Agonist
Dopamine agonist seperti fenoldopam memiliki efek hipotensi melalui
penurunan resistensi pembuluh darah perifer, menyebabkan peningkatan
aliran darah ginjal, diuresis, dan natriuresis.
17. Kombinasi Antihipertensi
Kombinasi obat yang memiliki mekanisme berbeda memberikan efek
aditif. Direkomendasikan untuk memulai terapi dengan agen tunggal dan
kemudian ke terapi kombinasi dengan dosis rendah. Beberapa contoh
kombinasi obat termasuk enalapril / hidroklorotiazida (Vaseretic),
metoprolol

hidroklorotiazida
Hidroklorotiazid

Hidroklorotiazid
(Maxzide,
(Diovan

(Lopressor

Maxzide-25,

HCT),

hydrochlorothiazide (Exforge HCT).

11

dan

HCT),
Dyazide),

valsartan

triamterene

valsartan

amlodipine

7. Komplikasi dan Prognosis


Kebanyakan individu yang didiagnosis mengidap hipertensi akan
mengalami peningkatan tekanan darah seiring pertambahan usia. Hipertensi yang
tidak diobati meningkatkan risiko mortalitas dan sering dianggap sebagai silent
killer.

Hipertensi ringan hingga moderat, jika tidak diobati, berisiko untuk

terjadinya penyakit aterosklerotik pada 30% orang dan kerusakan organ pada 50%
orang setelah 8 10 tahun dari onset penyakit (Riaz, 2005; Makmun, 2003).
Kematian akibat penyakit jantung iskemik maupun stroke meningkat
secara progresif seiring kenaikan tekanan darah. Untuk setiap kenaikan tekanan
sistolik sebesar 20 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 10 mmHg dari tekanan
darah 115/75 mmHg, angka mortalitas meningkat dua kali lipat (Riaz, 2005;
Makmun, 2003).
Morbiditas dan mortalitas pada hipertensi emergency tergantung pada
sejauh mana disfungsi end organ dan sejauh mana pengontrolan tekanan darah.
Dengan pengontrolan tekanan darah dan kepatuhan dalam pengobatan, angka
kelangsungan hidup 10-tahun penderita dengan krisis hipertensi mendekati 70%
(Riaz, 2005; Makmun, 2003).
Dalam studi jantung Framingham, risiko gagal jantung kongestif pada usia
yang sama 2,3 kali lebih tinggi pada pria dan 3 kali lebih tinggi pada wanita
dibandingkan dengan orang yang tekanan darahnya lebih rendah. Data Multiple
Risk Factor Intervention Trial (MRFIT) menunjukkan bahwa risiko relatif untuk
mortalitas pada penyakit jantung koroner bervariasi yaitu 2,3-6,9 kali lebih tinggi
pada orang-orang dengan hipertensi ringan hingga berat dibandingkan dengan
orang-orang dengan tekanan darah normal. Resiko relatif untuk stroke berkisar
antara 3,6-19,2. Persentase risiko populasi untuk penyakit arteri koroner bervariasi
yaitu 2,3-25,6%, sedangkan risiko untuk stroke berkisar antara 6,8-40% (Riaz,
2005; Makmun, 2003).
Nephrosclerosis adalah salah satu kemungkinan komplikasi pada
hipertensi kronis. Pasien dengan nefropati diabetes yang menderita hipertensi juga
berisiko tinggi untuk menderita penyakit ginjal stadium akhir. Pengurangan
tekanan darah dapat memperbaiki fungsi ginjal. Deteksi awal nephrosclerosis
hipertensi adalah dengan mendeteksi mikroalbuminuria dan intervensi terapi

12

agresif, terutama dengan obat ACE inhibitor, dapat mencegah progresi ke


penyakit ginjal stadium akhir (Riaz, 2005).

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, W. Aru, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas.
Jakarta.
Riaz, Kamran, 2005. Hypertension. Ohio: Department of Internal Medicine,
Wright State University School of Medicine.
Makmun, H. Lukman, 2003. Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ganiswarna, Sulistia G.,1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai