Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PRESENTASI KEWIRAUSAHAAN

ANALISIS BREAK EVEN POINT

Disusun Oleh:
AYU NING DIAH
3215071858
Pendidikan Fisika Reguler 2007

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011

BREAK EVEN POINT ( PULANG - POKOK )


A. PENGERTIAN BREAK EVEN POINT
Banyak para ahli berpendapat tentang pengertian break even point, dimana
pengertian satu dengan lainnya berbeda tetapi pada prinsipnya mempunyai konsep
dasar yang sama. Menurut Alwi (1994 : 265) menyatakan bahwa Break Even Point
adalah suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan itu tidak
memperoleh laba dan tidak menderita rugi (Penghasilan = Total biaya).
Sedang Mulyadi (1997 : 72) menyatakan bahwa impas adalah suatu keadaan
dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi, dengan kata lain
suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah
biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap
saja.
Hansen dan Mowen (1994 : 16) menyatakan Break Even Point is where total
revenues equal total costs, the point is zero profits.
Menurut Ross, Randolph, dan Bradford (1998 : 309) menyatakan Break even
analysis is popular and commonly used tool for analyzing the relationship between
sales volume and profitability.
Tetapi analisa break even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui
keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa break even mampu
memberikan informasi pada pimpinan perusahaan berbagai tingkat volume penjulan
serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan
yang dihasilkan.
Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan perusahaan mencapai break
even point apabila dalam satu periode kerja tidak memperoleh laba tetapi juga tidak
menderita rugi, dimana laba adalah nol. Jadi dapat dikatakan break even point adalah
hubungan antara volume penjualan, biaya dan tingakat keuntungan yang akan
diperoleh pada tingkat penjualan tertentu, sehingga analisis Break Even Point ini
sering disebut cost, volume, profit analysis. Selain itu analisa Break Even Point
berguna juga untuk menentukan kebijaksanaan dalam perusahaan, baik perusahaan
yang sudah maju maupun perusahaan yang baru mengadakan perencanaan.

B. UNSUR-UNSUR POKOK DALAM ANALISA BREAK EVEN POINT


Analisa unsur-unsur yang mempengaruhi break even point yaitu biaya,
volume, harga jual serta laba itu sendiri.

Pengertian biaya dan beban di dalam bahasa Indonesia belum dibedakan


dengan tepat. Seringkali istilah cost digunakan secara sinonim dengan istilah expense.
Mulyadi (1986:4) membedakan pengertian antara cost dan expense sebagai berikut:
cost adalah bagian dari harga perolehan tahun harga beli aktiva yang ditunda
pembebannya atau belum dimanfaatkan dalam hubungannya dengan realisasi
penghasilan. Sedang expense adalah cost yang dikorbankan di dalam usaha
memperoleh penghasilan.
Yang dimaksud dengan volume yang terdapat dalam analisa Break Even Point
adalah jumlah unit produksi atau jumlah unit penjualan.
Harga jual per unit adalah sejumlah uang yang diterima atau piutang yang
timbul atas penyerahan barang dan jasa kepada konsumen dalam setiap unitnya.
Harga jual bisa berupa harga jual bersih atau bisa harga jual kotor. Sedangkan yang
digunakan dalam analisa Break Even Point adalah harga jual bersih yang terlepas dari
berbagai macam potongan.
Laba adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan, dimana keuntungan ini
berasal dari penghasilan setelah dikurangi biaya.
Alwi (1994:267) menyatakan: Variabel-variabel yang membentuk Break
Even Point adalah harga jual dan biaya (biaya tetap dan biaya variabel). Kedua
variabel tersebut saling terkait antara satu dengan lainnya, perubahaan salah satu dari
variabel yang dimaksud mengakibatkan perubahan besarnya titik Break Even Point.
Harga Jual
Pengertian harga jual menurut Kotler (1994:474) adalah sebagai berikut:
Price is what the seller feels it is worth, in terms of money to the buyer. Di mana
pengertiannya adalah harga bagi penjual merupakan suatu nilai dalam uang yang
ditawarkan pada pembeli. Kesimpulan dari pengertian di atas bahwa harga yang
dibayar oleh pembeli sudah termasuk pelayanan yang diberikan oleh penjual, serta
penjual juga menginginkan sejumlah keuntungan dari harga tersebut.
Tujuan penetapan harga menurut Kotler (1994:491-493) adalah: (1) survival,
(2) maximum current profit, (3) maximum current revenue, (4) maximum sales
growth, (5) maximum market skimming, (6) product quality leadership.
Penetapan harga jual pada suatu produk amatlah penting, kesalahan dalam
penetapan harga akan berakibat fatal bagi segi keuangan dan akan mempengaruhi
kontinuitas usaha.
Ada beberapa metode yang biasanya digunakan dalam menetapkan harga
menurut Kotler (1994:498-506), yaitu:
1. Cost Based Pricing

a. Mark up pricing (cost plus pricing) : adalah penetapan harga jual dengan
menambah tingkat keuntungan pada biaya-biaya yang telah dibebankan
pada barang.
b. Target profit pricing : adalah penetapan harga jual yang didasarkan atas
permintaan.
2. Buyer based pricing : adalah penetapan harga jual berdasarkan nilai / citra
yang dirasakan konsumen terhadap produk.
3. Competition based pricing
1. Going rate pricing : adalah penetapan harga jual berdasarkan harga yang
ditetapkan oleh pesaing.
2. Sealed bid pricing : adalah penetapan harga jual dalam situasi dimana
perusahaan bersaing dengan cara menetapkan harga jual yang lebih rendah
dari harga yang ditetapkan pesaing.
Alwi (1994:234) menyatakan bahwa harga jual suatu produk pada umumnya
adalah kumpulan dari biaya produksi, biaya penjualan dan biaya lain-lain di
tambah dengan sejumlah keuntungan yang diinginkan produsen yang ditawarkan
kepada konsumen. Sedang masing-masing biaya tersebut mempunyai berbagai
karakter yang berbeda antara biaya yang satu dengan yang lain. Seperti halnya
biaya tetap mempunyai karakteristik yang berbeda dengan biaya variabel.
Biaya
Menurut Alwi (1994:44) menyatakan biaya adalah pengorbanan sumber
ekonomis. Sumber ekonomis yang dimaksudkan adalah suatu sumber yang
memiliki adanya sifat kelangkaan (scarcity).
Klasifikasi biaya
Masing-masing biaya mempunyai perbedaan antara biaya yang satu
dengan biaya lainnya. Masing-masing perbedaan tersebut juga tergantung dari
sudut pandangnya masing-masing. Namun terkait dengan Break Even Point
klasifikasi dari biaya yang dimaksudkan yaitu berdasarkan sifatnya. Halim
(1995:52) menyatakan bahwa: Biaya berdasarkan sifatnya terdiri dari biaya
tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel.
1. Biaya tetap
Menurut Alwi (1994:110) menyatakan bahwa biaya tetap adalah biaya
yang dikeluarkan yang tidak terpengaruh dengan volume produksi. Atau
dengan kata lain, turun naiknya volume produksi tidak mempengaruhi
besarnya biaya yang dimaksudkan. Untuk itu karakteristik biaya tetap
adalah sebagai berikut:
a. Jumlahnya tetap dalam suatu periode

b. Biaya tetap per unit berbanding terbalik dengan jumlah produksi,


dalam arti semakin besar jumlah produksi maka biaya tetap per unit
semakin kecil demikian juga berlaku sebaliknya.
2. Biaya Variabel
Alwi (1994:112) menyatakan biaya variabel merupakan sejumlah biaya
yang dikeluarkan yang besarnya tergantung volume produksi, semakin
besar volume produksi akan diikuti dengan melonjaknya biaya tersebut
dan demikian juga sebaliknya. Dengan demikian karakteristik biaya
variabel antara lain:
a. Jumlahnya berfluktuasi berdasarkan volume produksi
b. Biaya variabel per unit relatif tetap seiring dengan bertambahnya
volume produksi, tetapi secara keseluruhan total biaya variabel
berbanding lurus dengan jumlah produksi, dimana semakin besar
total biaya variabel jumlah produksi semakin besar pula.
3. Biaya Semi Variabel
Alwi (1994:114) menyatakan bahwa biaya semi variabel yaitu biaya yang
merupakan kombinasi antara biaya tetap dan biaya variabel. Seperti halnya
upah karyawan yang didalamnya termasuk upah tetap dan intensif
karyawan.
C. KETERBATASAN ANALISA BREAK EVEN POINT
Beberapa ahli mengemukakan tentang keterbatasan penggunaan analisa Break Even
Point, diantaranya menurut Horngren yang mengemukakan sebagai berikut:
1. Expenses may be classified into variable and fixed catagories. Total variable
expenses very directly with volume. Total fixed expense do not change with
volume.
2. The behavior of revenues and expenses is accurately potrayed and is linear over
the relevant range.
3. Efficiency and productivity will be unchanged.
4. Sales mix will be constant.
D. PERHITUNGAN DALAM ANALISA BREAK EVEN POINT
Alwi (1994:269) menyatakan bahwa terdapat berbagai

cara

untuk

menentukanbesarnya Break Even Point, antara lain dengan menggunakan teknik


persamaan dan pendekatan grafik.
1. Teknik Persamaan
Penentuan besarnya Break Even Point menggunakan teknik persamaan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Y Cx Bx A
Keterangan:
Y = Laba
C = Harga jual per unit

x = Jumlah produk yang dijual


B = Biaya variable per unit
A = Biaya tetap
Berdasar definisi di atas suatu perusahaan akan impas apabila jumlah
penghasilan sama dengan jumlah biaya (laba = 0). Berangkat dari rumus
persamaan yang telah diungkapkan tersebut dengan menggunakan pengolahan
rumus yang dimaksud, maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
0 Cx Bx A
Cx Bx A
Berdasar persamaan tersebut, dengan melalui berbagai penyelesaian
persamaan akan diperoleh rumus turunan sebagai berikut:

Cx Bx A Cx Bx A (C B) x A

Sebagai penyelesaian dari persamaan di atas, diperoleh rumus lebih lanjut


sebagai berikut:
x ( BEP)

Keterangan:

A
CB

Cx Bx A Hasil penjualan Biaya

Dengan demikian, rumus Break Even Point yang didapatkan dari berbagai
persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
BEP unit

Biaya Unit
Harga Jual per Unit Biaya Variabel per Unit

Sedang rumus Break Even Point dalam rupiah menurut Alwi (1994:274)
adalah sebagai berikut:
BEP rupiah

Biaya Tetap
Biaya Variabel
1
Total Penjualan

2. Pendekatan Grafik
Alwi (1994:276) menyatakan bahwa: selain dengan teknik persamaan
dapat juga digunakan pendekatan secara grafik, yaitu dengan penentuan titik
pertemuan antara garis penghasilan dengan garis biaya di dalam suatu grafik.
Titik pertemuan antara garis penghasilan dengan garis biaya tersebut
merupakan titik Break Even Point. Untuk dapat menentukan titik break even
harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan,
sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan penghasilan.
E. Margin of safety
Alwi (1994:278) menyatakan:Margin of safety yaitu untuk menentukan
seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian.
Atau dengan kata lain Margin of safety memberikan informasi sampai seberapa jauh

volume penjualan yang direncanakan tersebut boleh turun agar supaya perusahaan
tidak menderita rugi.
M/S

Budget Sales - BEP


Budget Sales

Budget Sales adalah jumlah penjualan yang telah ditargetkan.


F. ASUMSI DASAR BREAK EVEN POINT
Terkait dengan masalah-masalah asumsi dasar BEP, Riyanto (1991:279)
mengemukakan:
Asumsi-asumsi dasar Break Even Point adalah sebagai berikut:
Biaya dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dengan
golongan biaya tetap.
Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsional
dengan volume produksi / penjualan.
Berdasarkan biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada
perubahan volume produksi / penjualan.
Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi
lebih dari satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara
masing-masing produk atau sales mix-nya adalah tetap konstan.
G. KEGUNAAN ANALISA BREAK EVEN PONT
Analisa Break Even Point dapat digunakan untuk berbagai tujuan terutama
bagi perusahaan yang sedang menyusun perencanaan. Di samping itu juga dapat
digunakan sebagai alat pengendalian waktu perusahaan masih dalam kegiatan
sebelum berakhirnya suatu periode.
Menurut Adikoesoemah (1996:359), mengemukakan bahwa analisa Break Even Point
digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan untuk:
Mengevaluasi tujuan laba dari perusahaan secara keseluruhan.
Menyajikan data biaya dan laba kepada top management, yang diperlukan

untuk mengambil keputusan dan merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan.


Mengganti sistem laporan yang tebal-tebal dengan suatu grafik
yang mudah dibaca dan dimengerti.
Sedangkan menurut Sigit (1996:3) juga menyatakan tentang berbagai

kegunaan analisa BEP adalah sebagai berikut:


Kegunaan analisa Break Even Point antara lain:
Sebagai alat untuk merencanakan laba.
Sebagai alat untuk perencanaan budget.
Sebagai penentu harga jual produk.
Sebagai dasar menentukan harga jual produk.
Sebagai dasar rencana pengembangan.
Sebagai dasar pengambilan keputusan.
Dari beberapa uraian tersebut tentang Break Even Point, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kegunaan analisa Break Even Point antara lain:

a. Analisa Break Even Point dapat dipakai sebagai alat pemberi informasi kepada
management secara sederhana dan singkat.
b. Analisa Break Even Point dapat digunakan sebagai alat pedoman dalam
mengambil keputusan terutama yang menyangkut biaya, pendapatan, dan
perencanaan laba.
c. Analisa Break Even Point dapat pula memberikan gambaran tentang biaya dan
hasil produknya yang diharapkan secara menyeluruh di dalam aktivitas utama
perusahaan di masa mendatang.
d. Analisa Break Even Point dapat digunakan sebagai landasan untuk
mengendalikan kegiatan operasi yang sedang berjalan, yaitu sebagai sarana
untuk membandingkan antara realisasi dengan perhitungan berdasarkan
analisa break even sebagai alat pengendalian atau controlling.
e. Analisa Break Even Point dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan harga jual, yaitu setelah diketahui hasil-hasil perhitungan menurut
analisa break even dan laba yang ditargetkan.

SOAL
1. Perusahaan BM Jaya bergerak dalam bidang produksi kain batik dan
stagen merencanakan perluasan daerah pemasarannya.
Penjualan kain batik direncanakan sebesar 25.000 unit @ Rp 3.500 dan

stagen sebesar 15.000 unit @ Rp 1.000.


Variable cost untuk setiap jenis produk adalah Rp 2.000 per unit kain

batik, dan Rp 600 per unit stagen.


Fixed cost untuk kedua jenis produk tersebut adalah Rp 28.275.000.
Hitunglah break-even point untuk kedua jenis produk tersebut dengan
menggunakan teknik persamaan!
Jawaban:
Keterangan

Produk

Total

Kain Batik

Stagen

Penjualan

Rp. 87.500.000,-

Rp. 15.000.000,-

Rp. 102.500.000,-

Fixed Operation Cost

Rp. 28.275.000,-

Variabel Operating Cash

Rp. 50.00.000,-

Rp. 9.000.000,-

Rp. 59.000.000,-

TC = Fc(biaya tetap) + Vc(biaya variable)


= 28.275.000 + 59.000.000
=
Biaya Tetap
Biaya Variabel
1
Total Penjualan
28.275.000,BEP rupiah
59.000.000,1
102.500.000,28.275.000,BEP rupiah
0.4243902
BEP rupiah 66.625.000 pembulatan

BEP rupiah

2. Income Statement
Penjualan 8000 unit @ Rp 5000
HARGA POKOK PENJUALAN :
Biaya Tetap Biaya Variabel
Bahan Langsung
Rp 7.200.000

Rp 40.000.000

Tenaga Langsung
Rp 6.800.000
BOP
Rp 2.500.000 Rp 4.000.000
Jumlah
Rp 2.500.000 Rp 18.000.000
Rp 20.500.000
Biaya Usaha :
Biaya Penjualan
Rp 2.400.000 Rp 3.600.000
Biaya Adm
Rp 2.600.000 Rp 2.400.000
Jumlah
Rp 5.000.000 Rp 6.000.000
Rp 11.000.000
Total Biaya
Rp 7.500.000 Rp 24.000.000
Rp 31.500.000
LABA USAHA ..Rp 8.500.000
Tentukan Break Even Point dalam Unit dan dalam Rupiah!
Biaya Tetap
Harga Jual per unit Biaya Variabel per Unit
Rp. 7.500.000

Rp.5000 - Rp. 3000


3.750 unit
Biaya Tetap
BEP rupiah
Biaya Variabel
1Total Penjualan
BEP unit

Rp.7.500.000
Rp.24.000.000
1Rp. 40.000.000
Rp. 18.750.000

3. Jelaskan jenis-jenis biaya yang dipergunakan dalam perusahaan dan berikan


contohnya!
Jawaban :
Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang dikeluarkan yang tidak
terpengaruh dengan volume produksi. Contohnya: Biaya sewa, bunga
Biaya variabel (Variable Cost) adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan yang
besarnya tergantung volume produksi. Contoh: biaya produksi
Biaya semi variabel (Semi Variable Cost) adalah biaya yang merupakan
kombinasi antara biaya tetap dan biaya variabel. Contohnya:Upah karyawan

STUDI KASUS
CALVERT TOYOTA
1. LATAR BELAKANG
Mike Calvert adalah seorang general manager pada Dealer Metro Toyota di
Housten, Texas selama beberapa tahun. Pemilik Metro Toyota saat ini, Tom
Gray , tertarik untuk menjual hak penjualan atas Toyota tersebut. Calvert
berniat ingin membeli hak penjualan tersebut.
2. INPUT
Mike Calvert tidak dapat membeli hak penjualan tersebut karena tidak
mempunyai dana pribadi yang cukup. Aset pribadi satu-satunya adalah saham
yang telah dia miliki sebelumnya pada mobil tersebut dan beberapa saham
dalam hak penjualan Chervolet tempat dia bekerja sebelumnya.
3. PROSES
Mike Calvert mendatangi sejumlah banker untuk meminjam uang agar ia
dapat membayar hak penjualan tersebut. Ia membawa beberapa item sebagai
berikut:
Perjanjian antara penjual dan pembeli antara Calvert dengan Tom Gray
Laporan keuangan proforma untuk tahun pertama operasional
perusahaan jika dia mendapatkan bisnis tersebut.
4. OUTPUT
Mike Calvert tidak dapat membeli hak penjualan hak penjualan tersebut
karena permohonan permohonan Calvert meminjam uang untuk membeli hak
penjualan perusahaan karena dalam laporan pendanaan yang diserahkan tidak
memenuhi beberapa hal.
5. FEEDBACK

Terdapat dua entitas: dealer mobil dan per sekutuan real estate. Dealer
tersebut entitas yang terpisahkan yang akan memiliki tanah dan gedung
yang berhubungan dengan bisnis. Sehingga, biaya sewa dalam laporan
rugi-laba dealer mobil tersebut. Sebaliknya penghasilan sewa yang
diterima oleh pereskutuan akan digunakan untuk membayar utang pada
bank.

Di dalam laporan laba rugi Calvert tidak menyerahkan laporan gaji.

Calvert juga akan membeli agen asuransi, yang tidak termasuk dalam
laporan keuangan. Agen ini akan memberikan sejumlah jaminan

asuransi pada para konsumen. Menurut sejarah, kegiatan operasional


ini sangat menguntungkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Longenecker, G. Justin, Carlos W. Moore, J. William Petty. 2001. Kewirausahaan:
Manajemen Usaha Kecil. Jakarta: Salemba empat.

2. Dumairy. 1996. Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi 2.


BPFE Yogyakarta.
3. http://organisasi.org/pengertian definisi dan rumus bep break even point ilmu
ekonomi studi pembangunan
4. digilib.petra.ac.id/.../jiunkpe-ns-s1-2004-32499151-9025-laba-chapter2.pdf

Anda mungkin juga menyukai