Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum Fisika Dasar I

Bidang Miring
Dosen Pengasuh : Jumingin, S. Si

Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Andini

(14222009)

2. Hikmah Permatasari (14221041)


3. Iin Karmila

(14221042)

4. Inas Alviyah Adibah (14221044)


5. Irma Sulastri

(14221048)

6. Marwa Fitriyah

(14221055)

7. Melani

(14221057)

8. Mirza Utami

(14221060)

9. Muhammad Solih

(14221062)

10. Phutih Alodia

(14221073)

11. Putri Wulansari

(14221077)

Program Studi Tadris Matematika


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menggunakan bidang miring
untuk mempermudah pekerjaan seharihari, misalnya dalam pembuatan jalan
di daerah pegunungan, tangga yang ada dirumah, serta permainan papan
luncur yang banyak terdapat ditempat-tempat hiburan anak-anak. Selain itu,
bidang miring juga digunakan pada alat-alat sehari-hari seperi pisau, kapak,
dan paku.
Bidang miring adalah permukaan datar yang salah satu ujungnya lebih
tinggi dari ujung yang lain. Kegunaan bidang miring untuk melakukan usaha
atau suatu pekerjaan menjadi lebih mudah.
Kita sering melakukan konsep bidang miring, namun kita tidak pernah
menyadarinya. Padahal dengan adanya bidang miring tersebut pekerjaan kita
menjadi lebih mudah, karena bidang miring merupakan salah satu dari
pesawat sederhana yang kita tahu bahwa fungsi dari pesawat sederhana itu
untuk mempermudah pekerjaan. Agar kita lebih mengetahui konsep kerja dari
bidang miring ini, maka disini kami melakukan praktikum tentang bagaimana
cara kerja bidang miring yang sering kita temukan dalam kehidupan seharihari. Cara kerja bidang miring ini akan kami jelaskan dalam laporan kami ini.
Bagaimana kaitannya dengan gaya gesek, kecepatan, percepatannya, sehingga
kita lebih memahami keterkaitan antara elemen elemen tersebut.

B. Tujuan
1. Memahami hubungan sudut kemiringan dengan percepatan yang dialami
benda.
2. Memahami pengaruh gaya gesekan terhadap kecepatan kereta luncur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gerak dan Gaya


Gerak dapat didefinisikan sebagai perubahan letak yang terus menerus.
Pada kebanyakan gerak yang sesungguhnya, tiap-tiap titik pada suatu benda
bergerak menurutkan lintasannya masing-masing. Gerak seluruhnya dapat
diketahui apabila kita mengetahui bagaimana gerak setiap titik pada benda itu.
Karena itu kita mulai saja dengan meninjau suatu titik yang bergerak atau
gerak suatu benda yang kecil sekali, yang disebut partikel (Jati dan Tri, 2008).
Gaya adalah tekanan atau tarikan yang bekerja pada benda, ditunjukkan
dengan vektor yang mempunyai besaran dan arah bila ada gaya yang bekerja
pada benda, benda akan mempunyai percepatan yang searah dengan arah gaya
(Winarto dan Hudaya, 1989).
Sebaliknya bila benda mempuyai percepatan maka benda tersebut harus
mempunyai gaya yang arahnya sama dengan arah percepatannya, gaya berat
yang bekerja pada benda adalah sebanding dengan massa dari percepatan yang
dihasilkan oleh gaya berat. Gaya gesek (friksi) adalah gaya tangensial pada
benda yang bekerja berlawanan arah terhadap gaya yang bekerja pada benda
tersebut atau dapat dikatakan sebagai hambatan. Gaya tangensial bekerja
terhadap permukaaan dan arahnya konstan. Gaya gesek (kinetik) adalah gaya
tangensial antara dua permukaan dimana salah satu permukaaan bergerak
bergeser terhadap yang lainnya. Besar gaya gesek kinetik bergantung pada
jenis kedua permukaan yang bersentuhan. Diantara dua buah permukaan yang
padat, bila salah satu permukaannya bergerak, maka gaya yang bekerja pada
permukaan yang bergerak ada dua yaitu gaya dorong (gaya luncur pada bidang
miring) dan gaya yang menekan permukaan lainnya (besarnya sama dengan
gaya normal). Koefisien gesek adalah perbandingan dari kedua gaya tersebut.
Koefisien gesek statis s adalah perbandingan dari gaya maksimum pada
gesekan statis terhadap gaya normal pada kedua permukaan (Winarto dan
Hudaya, 1989).

Bila permukaan sebuah benda meluncur di atas permukaan benda lain,


masing-masing benda akan saling melakukan gaya gesekan. Gaya gesekan
terhadap tiap benda berlawanan arahnya dengan arah geraknya, relatif terhadap
benda lawannya. Jadi, jika sebuah balok meluncur dari kiri ke kanan di
permukaan sebuah meja, suatu gaya gesekan ke kiri akan bekerja terhadap
balok dan kutipan suatu gaya yang sama besar ke kanan bekerja terhadap meja
(Zemansky, 1962).
Gaya gravitasi bekerja pada sebuah benda ketika benda tersebut jatuh.
Ketika benda berada dalam keadaan diam di bumi, gaya gravitasi tidak hilang,
sebagaimana bisa kita ketahui jika kita menimbangnya dengan neraca pegas
(Giancoli, 2001).
Gelileo menyatakan bahwa benda-benda yang dijatuhkan di dekat
permukaan bumi akan jatuh dengan percepatan yang sama, jika hambatan
udara dapat diabaikan. Gaya yang menyebabkan percepatan ini disebut gaya
gravitasi (Giancoli, 2001).
Galileo menggunakan bidang miring untuk menunjukkan bahwa sebuah
benda yang menggelinding menuruni sebuah bidang miring memiliki kelajuan
tetap saat turun. Ia menunjukkan bahwa percepatan adalah tetap dan dapat
dibuat menjadi lebih besar dengan meningkatkan ketinggian kemiringan
(Breithaupt, 2009).
Kita telah mengetahui bahwa sebuah balok jika disimpan diatas meja tidak
akan jatuh, karena ada gaya lain yang bekerja selain gaya berat, yaitu gaya
normal. Yang arahnya berlawanan dengan arah gaya berat.

Dari gambar tersebut jawabannya sudah pasti balok tersebut akan


meluncur jatuh kebawah atau kearah sumbu X. Percepatan dari benda tersebut
dapat diartikan ke dalam persamaan berikut ini :
Y maka Fy = 0. Dari persamaan gaya pada sumbu Y diperoleh besar
gaya normal sebagai berikut :
Fy = 0
N = m . g . cos
N = m . g . cos

Gaya yang menyebabkan balok bergerak adalah gaya yang sejajar dengan
bidang miring atau sumbu X. Dengan demikian kita dapat membuat
persamaan sebagai berikut :
Fx = m . a
m . g . sin = m . a
a = g . sin

Kelajuan diartikan sebagai jarak tempuh setiap satuan waktu. Satuan


ilmiah kelajuan adalah meter per detik (disingkat m/s). Untuk sebuah benda
yang bergerak dengan kelajuan tetap, jarak tempuh benda dalam bentuk
waktu tertentu dapat dihitung dengan mengalikan kelajuan dan waktu yang
diperlukan (Breihaupt, 2009).

Jarak = kelajuan x waktu yang diperlukan

B. Hukum Newton
Gagasan Galileo tentang gerak dan sistem Copernicus dibawa semua oleh
Sir Isaac Newton dalam hukum gerak dan gravitasinya. Selama lebih dari dua
abad, hukum-hukum ini dianggap mendunia, dapat diterapkan dalam situasi
apa saja yang mana benda-benda penting saling berinteraksi (Breihaupt,
2009).

Hukum Newton Pertama :Jika resultan gaya (jumlah seluruh gaya) pada
sebuah benda nol, maka kecepatan tidak berubah (tetap). Hukum Newton
pada dasarnya menyatakan bahwa sebuah benda secara alami cenderung
mempertahankan keadaannya, kecuali ada gaya yang mengganggu keadaan
ini. Artinya jika benda mula-mula diam, maka ia akan tetap diam (Ishaq,
2007)

Hukum Newton Kedua :Jika resultan gaya pada suatu benda tidak nol,
maka benda akan mengalami perubahan kecepatan. Makna dari hukum
Newton kedua ini adalah jika ada gaya yang tidak berimbang terjadi pada
sebuah benda (ada gaya netto), maka benda yang semula diam akan bergerak
dengan kecepatan tertentu, atau jika benda semula bergerak dapat menjadi
diam (kecepatannya nol), bertambah kecepatannya atau melambat karena
dipengaruhi gaya luar tadi. Dalam bahasa matematika, hal ini diungkapkan
dalam rumus Newton yang amat terkenal:
F=m.a

Atau dalam bentuk diferensial :

Hukum Newton kedua juga berlaku jika a merupakan percepatan gravitasi


bumi (g) :
W=m.g
(Ishaq, 2007).
Hukum Newton Ketiga : Setiap gaya (gaya aksi) yang mengenai sebuah
benda kedua, maka benda kedua tersebut akan menghasilkan gaya ( gaya
reaksi ) yang sama besar dan berlawanan arah pada benda pertama (Ishaq,
2007). Hukum Newton ketiga ini menerapkan gaya aksi-reaksi, contohnya

ketika kita duduk di sebuah kursi, maka kita melakukan gaya pada kursi
mengarah kebawah, pada saat yang sama kursipun melakukan gaya yang
besarnya sama dan berlawanan arah pada kita. Dalam ungkapan matematis
hukum aksi-reaksi ini adalah :

(Ishaq, 2007).

BAB III
METODOLOGI PRATIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum Fisika Dasar 1 tentang Bidang Miring dilaksanakan pada Kamis
02 Oktober 2014 pukul 15.00-17.00 WIB di Laboratorium Fisika Institut
Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

B. Alat dan Bahan


1. Penyangga berfungsi sebagai alat yang mengatur tinggi rendahnya rel
kereta luncur.
2. Busur derajat berfungsi untuk mengukur kemiringan bidang miring (rel
kereta luncur).
3. Kereta Luncur sebagai objek percobaan.
4. Stopwatch untuk mengukur berapa waktu yang digunakan kereta luncur
mulai dari atas bidang miring sampai berhenti.
5. Penahan berfungsi untuk menahan rel kereta luncur dan sebagai tempat
berhentinya kereta luncur.
6. Rel kereta luncur sebagai tempat meluncurnya kereta luncur.

C. Cara Kerja
1. Bacalah Bismillah sebelum memulai praktikum.
2. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
3. Rancanglah peralatan yang ada, sehinnga membentuk suatu bidang miring.
4. Kemudian atur sudut kemiringannya pada penahan rel kereta luncur
dengan menggunakan busur derajat mulai dari 10 derajat sampai 60
derajat.
5. Lalu luncurkan kereta luncur dan hitung waktu kereta meluncur dengan
menggunakan stopwatch (dimulai dari melepaskan benda, hingga berhenti
meluncur), lakukan kegiatan tersebut sampai dengan 10 kali percobaan
secara berurutan, dan catat catatan waktu benda pada tabel yang ada.
6. Akhiri dengan Allhamdulillah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
= 10 , 20 ,30 ,40 ,50 ,60
S = 50 cm = 0,5 m
1. = 100
No.

t (s)

t 2 (s)

1,6

2,56

1,2

1,44

1,5

2,25

1,5

2,25

1,4

1,96

1,2

1,44

1,4

1,96

1,4

1,96

1,6

2,56

10

1,6

2,56

t = 14,4

t2 = 20,94

2. = 200
No.

t (s)

t 2 (s)

0,8

0,64

0,9

0,81

1,0

0,9

0,81

0,9

0,81

1,2

1,44

0,9

0,81

1,0

0,9

0,81

10

0,9

0,81

t = 9,4

t2 = 8,94

3. = 300
No.

t (s)

t 2 (s)

0,7

0,49

0,8

0,64

0,9

0,81

0,7

0,49

0,8

0,64

0,8

0,64

0,8

0,64

0,8

0,64

0,8

0,64

10

0,8

0,64

t = 7,9

t2 = 6,27

4. = 400
No.

t (s)

t 2 (s)

0,6

0,36

0,6

0,36

0,5

0,25

0,8

0,64

0,8

0,64

0,6

0,36

0,6

0,36

0,6

0,36

0,7

0,49

10

0,5

0,25

t = 6,3

t2 = 4,07

5. = 500
No.

t (s)

t 2 (s)

0,8

0,64

0,8

0,64

0,7

0,49

0,6

0,36

0,5

0,25

0,6

0,36

0,4

0,16

0,4

0,16

0,4

0,16

10

0,5

0,25

t = 5,7

t2 = 3,47

6. = 600
No.

t (s)

t 2 (s)

0,4

0,16

0,4

0,16

0,4

0,16

0,4

0,16

0,4

0,16

0,5

0,25

0,4

0,16

0,4

0,16

0,5

0,25

10

0,4

0,16

t = 4,2

t2 = 1,78

B. Pembahasan
Bidang miring adalah permukaan datar yang salah satu ujungnya lebih
tinggi dari ujung yang lain. Bidang miring termasuk pesawat sederhana yang
berguna untuk mempermudah aktivitas manusia. Penerapan bidang miring
pada kehidupan sehari-hari antara lain pada pisau, tangga, kapak, paku dan
lain-lain.
Dari hasil tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada percobaan
dengan sudut 10 kereta meluncur dengan kelajuan yang sangat lambat untuk
sampai pada titik tumbukan. Sehingga memerlukan waktu yang lama pula.
Pada percobaan dengan sudut 20, kereta meluncur dengan kelajuan lebih
cepat daripada kelajuan di percobaan dengan 10. Pada percobaan dengan
30, kereta meluncur dengan kelajuan yang lebih cepat dibandingkan dengan
sudut 20 dan 10. Begitu selanjutnya dengan sudut 40, 50, dan 60.
Berdasarkan hasil praktikum tersebut didapatkan, hubungan antara sudut
dengan kecepatan laju gerak benda terletak pada sudut yang ditentukan.
Semakin besar sudut yang digunakan, semakin cepat pula kelajuan kereta
luncur. Karena dengan semakin besar sudut yang dibentuk pada bidang
miring, makin tinggi pula permukaan bidang miring (rel kereta luncur).
Di dalam sepuluh kali percobaan pada satu sudut, ternyata didapatkan
perbedaan dalam catatan waktu. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah terlambat dalam menekan stopwatch baik pada saat akan
melepaskan kereta luncur, atau pun pada saat kereta telah di titik tumbukan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan ini dapat disimpulkan, bahwa :
1. Semakin besar sudut yang dibentuk, maka bidang miring semakin tinggi
dan kelajuan kereta luncur semakin besar.
2. Semakin kecil sudut yang digunakan, maka semakin lambat pula kereta
luncur itu mencapai tumbukan (titik akhir) dari bidang miring tersebut,
dan akan berlaku sebaliknya, jika semakin besar sudut yang digunakan,
maka, semakin cepat kereta luncur akan mencapai tumbukan (titik akhir)
bidang miring tersebut.

B. Saran
1. Sebaiknya, jika sedang melakukan praktikum benar-benar fokus dan
konsentrasi terhadap percobaan yang dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam menghitung.
2. Hendaknya para praktikan mengikuti kegiatan dan memperhatikan
penjelasan tentang praktikum yang akan dilakukan dengan seksama.

LAMPIRAN

1. Soal Evaluasi
a. Coba temukan hubungan matematis antara percepatan benda dengan
kemiringan lintasan () ?
b. Dapatkan persamaan matematis hubungan antara kecepatan benda
yang menikung pada jalan miring yang kasar dengan sudut kemiringan
dan kekasaran permukaan?
Jawaban :
a. Dikarenakan kereta luncur bergerak pada bidang miring yang licin,
maka didapatkan persamaan matematis antara percepatan benda
dengan kemiringan lintasan sebagai berikut :
Dengan menggunakan persamaan dari hukum newton kedua

Atau, bisa menggunakan hubungan matematis berikut :


a = tan
Ini dikarenakan percepatan berbanding lurus dengan tangen pada
kemiringan lintasan. Ini termasuk ke dalam gaya gesek kinetik.

b. Persamaan matematis hubungan antara kecepatan benda yang


menikung pada jalan miring yang kasar dengan sudut kemiringan dan
kekasaran permukaan, antara lain :
v = tan
Ini berarti, kecepatan juga berbanding lurus dengan tangen pada
kemiringan lintasan. Ini dikarenakan, gaya ini juga termasuk ke dalam
gaya gesek kinetik.

2. Gambar Alat Praktikum Bidang Miring

Gambar 1. Penahan

Gambar 2. Rel Luncur

Gambar 3. Kereta Luncur

Gambar 4. Stopwatch

Gambar 5. Mistar Busur

Gambar 6. Penyangga

DAFTAR PUSTAKA
Breithaupt, Jim. 2009. Fisika. Pakar Raya. Bandung.
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika edisi kelima jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Ishaq, Mohammad. 2012. Fisika dasar edisi 2. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Jati, Bambang Murdaka Eka. Dan Tri Kuntoro Priyambodo. 2008. Fisika dasar
untuk Mahasiswa Ilmu-ilmu Eksakta & Teknik. ANDI. Yogyakarta.
K.M, Winarto. dan Hudaya B. 1989. Fisika Umum. Armico. Bandung.
Zemansky, Sears.1962. Fisika untuk Universitas 1 Mekanika. Panas. Bunyi.
Binacipta. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai