Anda di halaman 1dari 14

Kalsium hidroksida [Ca(OH)2] merupakan bahan yang sering digunakan dalam perawatan resorbsi dan

perforasi akar (Cohen & Burns, 1988). Kelebihan pasta kalsium hidroksida yang berhubungan dengan
kerapatan penutupan apeks adalah mudahnya cara penggunaan dan baik adaptasinya. Menurut
Goldberg, penggunaan pasta dengan bahan dasar kalsium hidroksida dapat beradaptasi dengan baik
pada dentin maupun permukaan guttap point. Kemudian Sleder10 menyatakan bahwa kalsium
hidroksida dapat merangsang penutupan biologis pada daerah apikal sehingga menghasilkan penutupan
apeks yang lebih rapat dan meningkatkan keberhasilan perawatan. Kelebihan lain dari kalsium
hidroksida adalah dapat merangsang pembentukan jaringan keras. Menurut penelitian Holland et al,
penggunaan bahan kalsium hidroksida dalam proses pengisian saluran akar dapat mengurangi kebocoran
foramen apikal. Karena pHnya yang tinggi dapat meningkatkan aktifitas alkali fosfatase yang
meningkatkan mineralisasi selain itu juga karena dapat membuhuh mikroba yang merusak jaringan
apikal sehingga mempermudah pembentukan cementum reparatif. Lingkungan alkali akan menghambat
aktivitas osteoklas sehingga proses reabsorbsi akan dihambat dan proses perbaikan jaringan akan terus
berjalan. Walaupun semen saluran akar ini memperlihatkan penutupan yang adekuat untuk jangka
pendek, timbul pertanyaan tentang stabilitas jangka panjang dan toksisitas jaringannya. Sampai
diperoleh data klinis dan eksperimental yang lebih baik, semen saluran akar ini tidak dianjurkan
(Walton & Torabinejad, 1996). Calcium Hydrokside murni lebih dianjurkan bagi pengisian saluran akar
sampai 2 mm dari ujung kar radiografik, karena telah dibuktikan keberhasilannya oleh Frank et al pada
tahun 1966. Perparat Calcium hydrokside yang diperoleh dipasaran misalnya Dycal tidak dianjurkan
sebagai bahan pengisi saluran akar karena mengerasnya lebih cepat. (Kennedy, 1992). Calcium
Hydrokside pasta disarankan digunakan sebagai bahan pengisi saluran akar sementara, perbaikan
jaringan tulang, sebagai pengontrol eksudat, sebagai barrier apical dan untuk mencegah resorpsi akar
eksternal. Bahan pengisi lain yang paling umum digunakan adalah zinc oxide eugenol, keunggulan dari
penggunaan semen saluran akar berbasis OSE ini adalah sejarah keberhasilannya yang jelas dan
kebaikannya lebih banyak daripada kekurangannya (pewarnaan, tidak lekat dan kelarutan). (Walton &
Torabinejad, 1996).

3.3.1.1 Indirect Pulp Capping


Istilah ini digunakan untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di
atas sisa dentin karies. Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan
karies dari tepi kavitas dengan bor bundar kecepatan rendah. Lalu
lakukan ekskavasi sampai dasar pulpa, hilangkan dentin lunak sebanyak
mungkin tanpa membuka kamar pulpa. Basis pelindung pulpa yang biasa
dipakai yaitu zinc okside eugenol atau dapat juga dipakai kalsium
hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila pulpa tidak lagi
mendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan
bereaksi secara fisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk
dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus
vital dan bebas dari inflamasi.
Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi.
Apabila hal ini terjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan
direct pulp capping atau tindakan yang lebih radikal lagi yaitu
amputasi pulpa (pulpotomi).

3.3.1.2 Direct Pulp Capping


Direct Pulp Capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung ke
jaringan pulpa. Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh
saliva, kalsium hidroksida dapat ditempatkan di dekat pulpa dan
selapis semen zinc okside eugenol dapat diletakkan di atas seluruh
lantai pulpa dan biarkan mengeras untuk menghindari tekanan pada
daerah perforasi bila gigi di restorasi. Pulpa diharapkan tetap bebas
dari gejala patologis dan akan lebih baik jika membentuk dentin
sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa di sekitar daerah
terbuka tersebut harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan.
Langkah-langkah Pulp Capping :
1. Siapkan peralatan dan bahan.
Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang steril.
2. Isolasi gigi.
Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat menggunakan
kapas dan saliva ejector, jaga posisinya selama perawatan.
3. Preparasi kavitas.
Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm
(yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor pada
kedalaman kavitas dan dengan hentakan intermitten gerakan bor melalui
fisur pada permukaan oklusal.
4. Ekskavasi karies yang dalam
Dengan perlahan-lahan buang karies dengan ekskavator, mula-mula dengan
menghilangkan karies tepi kemudian berlanjut ke arah pulpa. Jika pulpa
vital dan bagian yang terbuka tidak lebih besar diameternya dari ujung
jarum maka dapat dilakukan pulp capping.
5. Berikan kalsium hidroksida.
Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu tutup bagian kavitas yang
dalam termasuk pulpa yang terbuka dengan pasta kalsium hidroksida.

PERAWATAN APEXOGENESIS DENGAN BAHAN Ca(OH)2


PADA GIGI PERMANEN MUDA
PENDAHULUAN
Luka traumatik dan karies gigi merupakan tantangan terbesar pada keutuhan
perkembangan gigi. Keduanya dapat menyebabkan pulpa mengalami kerusakan yang ireversibel,
jaringan pulpa nekrosis, yang mengakibatkan terhentinya perkembangan akar yang normal.
Perkembangan akar yang abnormal akan berpengaruh pada prognosis jangka panjang ketahanan
gigi.5,6
Apeksogenesis adalah waktu histologis untuk menggambarkan kelanjutan perkembangan
fisiologis dan pembentukan apeks akar. Perkembangan akar gigi permanen berlangsung ketika
enamel dan dentin telah mencapai bagian sementoenamel junction, dan akan sempurna setelah 3
tahun masa pertumbuhan gigi.1,2.5
Adanya keadaan patologis pada gigi muda dengan pulpa vital yang perkembangannya
belum sempurna merupakan kasus yang cukup jarang ditemui. Tetapi jika terdapat keadaan
seperti ini, maka dibutuhkan beberapa bentuk tindakan endodontik agar perkembangan akar
dapat berlanjut.5 Dibutuhkan pemeriksaan status pulpa dan derajat perkembangan gigi yang
adekuat untuk menentukan prioritas rencana perawatan yang juga kondusif untuk retensi gigi
dalam jangka panjang.1,5
Tujuan utama dari perawatan pulpa adalah untuk memelihara kesatuan dan kesehatan gigi
dan jaringan pendukungnya. Hal ini merupakan tujuan perawatan untuk mempertahankan
kevitalan pulpa yang terkena karies, traumatik injuri, atau kasus lainnya. Khusus pada gigi
permanen muda, pulpa berhubungan dengan kelanjutan apeksogenensis. Retensi jangka panjang
pada gigi permanen membutuhkan akar dengan mahkota yang baik/ rasio akar dan dinding
dentin cukup tebal untuk mempertahankan fungsi normal.3,5
Beberapa bahan telah dianjurkan untuk merangsang pembentukan jaringan keras gigi.
Salah satunya adalah kalsium hidroksida. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa kalsium
hidroksida dapat membentuk jembatan dentin ketika ditempatkan berkontak dengan jaringan
pulpa.2,6
Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menjelaskan tentang apeksogenesis, teknik
perawatan apeksogenesis, dan penggunaan kalsium hidroksida dalam perawatan apeksogenesis.
APEKSOGENESIS
Apeksogenesis merupakan salah satu perawatan pada gigi permanen muda dengan
mempertahankan pulpa yang vital dan atau menyingkirkan pulpa yang terinflamasi reversibel
dengan bertujuan agar pembentukan akar dan pematangan apeks dapat dilanjutkan. Perawatan
apeksogenesis hampir sama dengan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung, namun
apeksogenesis di indikasikan untuk gigi yang dalam masa pertumbuhan dengan foramen apical
yang belum tertutup sempurna, adanya kerusakan pada pulpa koronal sedangkan pulpa
radicularnya dalam keadaan sehat.2,5,6
Namun juga terdapat kontraindikasi dalam perawatan apeksogenesis yaitu pada gigi yang
mengalami avulsi dan replantasi atau sangat goyang, pada gigi yang fraktur mahkota dan akar

yang berat sehingga dibutuhkannya pada intraradikuler, gigi dengan fraktur akar yang horizontal
yang berada dekat dengan gingival, serta gigi karies yang tidak dapat ditumpat lagi.2,5

Gambar 1. Apeksogenesis pada gigi permanen muda, terlihat ujung akar yang terbuka ketika
perawatan awal apexogenesis
Ada beberapa tindakan yang termasuk kedalam apeksogenesis, diantaranyaprotective
liner, indirect pulp treatment, direct pulp cap, partial pulpotomy for carious exposure, partial
pulpotomy for traumatic exposures (Cvek pulpotomy).7
Pada protective liner, diindikasi pada gigi dengan pulpa normal, ketika karies
disingkirkan dan akan dilakukan pemasangan restorasi, bahan protective liner diletakkan pada
daerah terdalam preparasi untuk meminimalkan injuri pada pulpa, mendukung penyembuhan
jaringan, dan/atau meminimalkan sensitivitas pasca perawatan. Dengan tujuan untuk memelihara
kevitalan gigi, mendukung penyembuhan jaringan, dan memfasilitasi pembentukan dentin
tersier.7
Untuk apeksogenesis dengan indirect pulp treatment dapat dilakukan dengan indikasi
gigi permanen dengan diagnosa pulpa normal atau pulpitis tanpa keluhan atau dengan diagnosa
pulpitis reversibel. Penegakan diagnosanya dilakukan dengan pemeriksaan radiografi dan
pemeriksaan klinis dan prognosis gigi dapat sembuh dari gangguan karies. Tujuannya
yaitu restorasi akhir harus dapat menjaga bagian interna gigi termasuk dentin dari kontaminasi
lingkungan oral. Kevitalan gigi harus dipertahankan. Tidak ada gambaran resorpsi interna atau
eksterna atau perubahan patologis lainnya. Gigi dengan akar yang belum sempurna akan
melanjutkan perkembangan akarnya dan apeksogenesis. Sedangkan direct pulp cap diindikasi
pada gigi dengan lesi karies kecil atau terpapar karena tindakan mekanis dengan pulpa yang
normal. Tujuannya agar vitalitas gigi dapat dipertahankan.7
Pulpotomi parsial yang disebabkan oleh karies atau trauma, dapat diindikasi pada gigi
permanen muda dengan karies pulpa terbuka dan perdarahan pulpa dapat dikontrol dalam
beberapa menit setelah penyingkiran jaringan pulpa yang terinflamasi. Gigi harus vital dengan
diagnosis pulpa normal atau pulpitis reversibel. Tujuan partial pulpotomy ini agar pulpa yang
tertinggal diharapkan tetap vital setelah pulpotomi parsial. Seharusnya tidak ada tanda klinis
yang merugikan atau keluhan seperti sensitif, sakit, atau pembengkakan. Tidak ada perubahan
radiografis atau perubahan patologis lainnya. Dan proses apeksogenesis tidak akan terganggu.7

Kerusakan pada gigi permanen muda lebih banyak disebabkan oleh karies yang luas dan
fraktur akibat traumatik injuri. Pada keadaan ini, jaringan pulpa bagian koronal biasanya telah
rusak dan tidak bisa dipertahankan lagi. Jaringan pulpa bagian koronal yang terinfeksi dan
mengalami inflamasi ireversibel dibersihkan agar vitalitas pulpa radikular dapat dipertahankan,
sehingga dapat terjadi apeksogenesis atau penutupan bagian apeks dan terbentuk jembatan
dentin. Perawatan ini disebut dengan pulpotomi.2,3,7
BAHAN Ca(OH)2 DALAM PERAWATAN APEKSOGENESIS
Kalsium hidroksida adalah garam dasar putih, berkristal,mudah larut yang terpisah
menjadi ion kalsium dan ion hidroksil dalam larutan dan kandungan alkali yang tinggi (pH 11).
Bahan ini digunakan dalam bentuk Setting dan Nonsetting pada kedokteran gigi. Codman ialah
yang pertama menggunakan kalsium hidroksida karena sifat antimikrobanya dan kemampuannya
merangsang pembentukan jaringan keras.6
Terdapat beberapa teori bagaimana kalsium hidroksida merangsang pembentukan
jaringan keras. Termasuk kandungan alkali yang tinggi (pH 11), yangmenghasilkan lingkungan
menguntungkan untuk pengaktifan alkalin fosfatase, suatu enzim yang terlibat dalam
mineralisasi.4,6 Ion kalsium mengurangi permeabilitas bentuk kapiler baru dalam jaringan yang
diperbaiki, menurunkan jumlah cairan intersel dan meningkatkan konsentrasi ion kalsium yang
diperoleh dari pasokan darah di awal mineralisasi. Hal ini dapat memiliki dua efek pada
mineralisasi, dapat memberikan sumber ion kalsium untuk mineralisasi, dan dapat merangsang
aktivitas kalsium pyrophosphatase, yang mengurangi tingkat ion pyrophosphatase penghambat
mineralisasi dalam jaringan.1,6
Penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium hidroksida membentuk jembatan dentin
ketika ditempatkan berkontak dengan jaringan pulpa. Kalsium hidroksida harus berkontak
dengan jaringan untuk terjadinya mineralisasi. Permulaannya, zona nekrotik dibentuk berbatasan
dengan bahan, dan tergantung pada pH bahan kalsium hidroksida, jembatan dentin langsung
dibentuk berlawanan dengan zona nekrotik atau zona nekrotik diresorbsi dan diganti dengan
jembatan dentin. Pembatas ini tidak selalu sempurna. Ion kalsium dalam kalsium hidroksida
tidak menjadi tergabung dalam bentuk jaringan keras.4,6
Perawatan kalsium hidroksi juga telah menunjukkan penurunan efek bakteri dihubungkan
dengan lipopolisakarida (LPS). Hal ini dapat menghidrolisis lipid dari bakteri LPS dan dapat
mengeliminasi kemampuan LPS menstimulasi produksi nekrosis tumor faktor alpha pada
monosit darah perifer. Aksi ini menurunkan kemampuan bakteri merusak jaringan. Kemampuan
untuk mencegah penetrasi bakteri ke dalam pulpa mempengaruhi pertahanan pulpa secara
signifikan.6
Untuk efek antimikroba dari kalsium hidroksida berhubungan dengan kemampuan bahan
membunuh bakteri yang ada dan mencegah bakteri masuk lagi dari rongga mulut ke dalam
pulpa. Sifat antimikroba dari kalsium hidroksida berasal dari beberapa faktor. pH yang tinggi
menghasilkan lingkungan yang tidak baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada tiga mekanisme
kalsium hidroksida merangsang lisis bakteri, ion hidroksil menghancurkan phospholipids
sehingga membran sel dihancurkan, adanya kadar alkali yang tinggi merusak ikatan ion sehingga
protein bakteri dirubah, dan ion hidroksil bereaksi dengan DNA bakteri, menghambat replikasi.6
Kalsium hidroksida diindikasikan untuk gigi permanen anak-anak yang melibatkan pulpa
dengan apeks akar yang belum terbentuk sempurna. Jika perawatan membutuhkan radiopaqsity,
gigi permanen anterior pada anak dengan apeks terbuka lebar yang mengalami fraktur saat

olahraga atau kecelakaan, atau gigi posterior dengan apeks terbuka yang juga memiliki
pembukaan karies kecil yang asimtomatik, dapat digunakan kalsium hidroksida.2,3
TEKNIK PERAWATAN APEKSOGENESIS DENGAN BAHAN Ca(OH)2
Pulpotomi konvensional pada gigi anterior dengan fraktur mahkota mengenai pulpa lebih
dari 24 jam dan dalam keadaan apeks terbuka, dapat digolongkan ke dalam indikasi
apeksogenesis. Sebelum melakukan perawatan apeksogenesis, terlebih dahulu harus dilakukan
pemeriksaan radiografi untuk memastikan keadaan gigi baik secara fisiologis dan patologis
sehingga dapat dilakukan perawatan.2,3
Untuk gigi yang akan dilakukan perawatan apeksogenesis harus dilakukan anestesi lokal
terlebih dahulu karena keadaan pulpa yang masih vital, lalu lakukan pemasangan isolator karet
dan desinfektan pada area kerja dengan antiseptik. Buat arah masuk ke kamar pulpa dengan bur
steril dengan pendingin air secara terus menerus, dimana semua atap pulpa dibuang tidak boleh
ada dentin yang menggantung ataupun tanduk pulpa yang tertinggal.2,3
Bagian koronal pulpa di ambil dengan ekskavator yang besar, tajam, dan steril atau bisa
juga dengan menggunakan kuret periodontal. Pengangkatan jaringan dilakukan pada jaringan
pulpa yang lunak. Untuk gigi anterior dengan morfologi kamar pulpa yang kecil dan saluran akar
yang tidak jelas, diperlukan suatu bur untuk mengangkat jaringan pulpa bagian mahkota. Dan
sepertiga dari servikal harus diambil, usahakan sebanyak mungkin jaringan yang tertinggal
dalam saluran akar untuk memungkinkan maturasi seluruh pulpa.2,3
Setelah selesai pengangkatan jaringan pulpa, lakukan irigasi secara perlahan dengan air
steril untuk membersihkan sisa dentin yang tertinggal, pendarahan yang terjadi dapat
dikendalikan dengan meletakan kapas basah steril diatas potongan pulpa. Ketika pendarahan
berhenti, kamar pulpa disterilkan.2,3
Sediakan kalsium hidroksida dalam bentuk pasta yang dibuat dengan air atau pasta
komersial yang terdiri dari kalsium hidroksida dan methyl cellulose (pulpdent) kemudian
aplikasikan pada pulpa yang telah di amputasi. Padatkan dan tekan pada pulpa dengan
menggunakan gulungan kapas steril. Dapat juga menggunakan kalsium hidroksida yang dalam
bentuk pasta cepat mengeras (dycal).2,5
Pengisian dengan kalsium hidroksida pada pulpa paling tidak 1 sampai 2 mm, lalu
aplikasikan suatu bahan dasar semen (seng-oksida-eugenol atau seng fosfat), lalu tutup dengan
restorasi sementara atau restorasi akhir bisa dengan bahan resin komposit atau GIC.2,3

Gambar 2. Perawatan apeksogenesis dengan bahan Ca(OH)2, adanya karies pada daerah
kamar pulpa dan akar yang belum sempurna.
Evaluasi dari hasil perawatan apeksogenesis dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama,
setelah dilakukan perawatan dan akar tertutup sempurna, pulpa vital tetap dapat terjaga dan
pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 masih dapat dipertahankan dengan syarat pasien rajin
melakukan kontrol secara berkala setiap 3 atau 6 bulan sekali. Kedua, jika setelah perawatan dan
akar telah tertutup sempurna, maka pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 dapat dibongkar dan
digantikan dengan teknik pulpektomi dengan bahan gutta perca.2,3
PEMBAHASAN
Perawatan apeksogenesis termasuk dalam salah satu teknik perawatan pada gigi
permanen muda yang bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa gigi dengan keadaan akar
yang belum tertutup sempurna. Teknik perawatan apeksogenesis sama dengan perawatan
pulpotomi vital pada gigi sulung, tetapi pada apeksogenesis disamping mempertahankan keadaan
pulpa gigi yang vital, perawatan juga diharapkan dapat merangsang penutupan ujung foramen
apical gigi.
Diperlukan kerjasama antara dokter gigi dan orang tua selama perawatan untuk mencapai
hasil perawatan yang baik. Karena evaluasi dari hasil perawatan yang baik itu tergantung pada
kooperatif pasien dalam melakukan control berkala. Perawatan apeksogenesis dapat dikatakan
berhasil jika infeksi bakteri tidak berlanjut pada saluran akar gigi, tidak adanya rasa sakit pada
gigi yang dirawat dan akar dapat tertutup sempurna selama perawatan.
Pemilihan kalsium hidroksida sebagai salah satu bahan dalam apeksogenesis karena
adanya kemampuan bahan ini dalam membentuk jembatan dentin jika berkontak dengan pulpa,
kemampuannya dalam jaringan keras gigi melalui proses mineralisasi, dan efek antimikrobanya
yang dapat mencegah masuknya bakteri dalam rongga mulut ke pulpa sehingga keadaan vital
pada pulpa selama perawatan dapat dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hargreaves MK, eds. Pathway of The Pulp. Missouri: Mosby Elseviers, 2002:864866.
2. Walton RE. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih bahasa. Sumawinata N. Jakarta:
EGC, 1998: 495-498.
3.
Budiyanti A. Perawatan Endodontik pada Anak. Jakarta: EGC, 2006: 50-55.
4.
Grossman LI. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Alih bahasa. Abyono R. Jakarta:
EGC, 1995: 250-251.
5.
Barrington C. Apexogenesis in an Incompletely Developed Permanent Tooth
with Pulpal Exposure. http://www.endoexperience.com. 10 Oktober 2012.
6.
Mohammadi Z, Dummer. Properties and applications of Calcium Hydroxide
inEndodontics and Dental Traumatology. 11 Oktober 2012.
7.
American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on Pulp Therapy for
Primary and Immature Permanent Teeth.http://www.angelofreireendodontia.com. 11
Oktober 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Bence, R. alih bahasa Sundoro. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Jakarta : Universitas Indonesia
Cohen, S & Burns, R.C. 1994. Pathway Of The Pulp. 6 th ed. St Louis : Mosby.
Kennedy, D.B., 1992. Konservasi Gigi Anak.Edisi ketiga. Jakarta : EGC.
Grossman et al., 1992. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Guttman, J.L. 1992. Problem Solving In Endodontics, Prevention, Identification and Management. 2rd ed. St.
Louis : Mosby Year Book.
Harty. FJ. alih bahasa Lilian Yuono. 1992. Endodontik Klinis. Jakarta : Hipokrates.
Ingle, J.L. & Backland, R.C. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea & Febriger.

Mardewi, S. K.S.A. 2003. Endodontologi, Kumpulan naskah. Cetakan I. Jakarta : Hafizh.


Patrick Soedjono, Latief Mooduto & Laksmiari Setyowati, 2009 Penutupan Apeks Pada Pengisian Saluran
Akar dengan Bahan Kalsium Oksida lebih baik Dibanding Kalsium Hydroksida Jurnal PDGI vol. 58 no. 2.
Jakarta
Walton, R. & Torabinejad, M., 1996. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Edisi kedua. Jakarta : EGC
Weine, F.S. 1996. Endodonthics Therapy. 5 th ed. St Louis : Mosby Year Book. Inc

KALSIUM HIDROKSIDA
Nygren (1838) memperkenalkan kalsium hidroksida sebagai suatu bahan yang bisa digunakan dalam perawatan
endodontik. Banyak peneliti membuktikan efektivitas kalsium hidroksida sebagai obat antar kunjungan maupun
sebagai bahan pengisi saluran akar. Kalsium hidroksida merupakan suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH
antara 11-12,8. Dalam bentuk terlarut, kalsium hidroksida akan pecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil. Ion
hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba dan dapat melarutkan jaringan.

Kurimoto (1960) mengemukakan terjadinya aposisi sementum pada lesi periapikal setelah penggunaan kalsium
hidroksida. Sedangkan Kaiser (1964) mengemukakan kemampuan kalsium hidroksida untuk menginduksi
pembentukan jaringan keras pada apeks yang terbuka setelah penggunaan kalsium hidroksida jangka panjang.
Pernyataan Kaiser ini diperkuat oleh temuan Kitamura (1960). Peters dkk (2002) melaporkan kemampuan kalsium
hidroksida dalam mengeliminasi infeksi pada gigi tanpa pulpa.

Sedangkan Kennedy dkk (1967), Kennedy dan Simpsons (1969), dan Caliskan dkk (1997) membuktikan kemampuan
kalsium hidroksida yang digunakan untuk jangka waktu panjang dalam penyembuhan lesi periapikal dengan
membentuk barier kalsifik pada apeks.

Sebagai obat antar kunjungan, kalsium hidroksida memberikan efek penyembuhan kelainan periapikal pada gigi nonvital. Kemampuan bahan ini sebagai antibakteri dan penginduksi pembentukan jaringan keras gigi menjadi dasar
bagi perawatan endodontik konvensional pada gigi dengan lesi periapikal yang luas.

1. Sebagai obat antar kunjungan


Dalam keadaan cair, kalsium hidroksida akan berdisosiasi menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil. Ion hidroksil akan
memberikan efek antimikroba dengan cara merusak dinding sel bakteri. Ion hidroksil akan merusak lipopoliosakarida
dan menyebabkan bekteri menjadi lisis. Selain itu kalsium hidroksida juga memiliki kemampuan melarutkan jaringan.

1. Mekanisme karbon hidroksida sebagai pembentuk jaringan keras


Mekanisme pembentukan jaringan keras oleh kalsium hidroksida belum diketahui secara pasti. Tornstad dkk (1980)
memperkirakan sifat basa kuat dari kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium membuat jaringan yang berkontak
menjadi alkalis. Dalam suasana basa, resorpsi atau aktivitas osteoklas akan terhenti dan osteoblas menjadi aktif dan
mendeposisi jaringan terkalsifikasi. Ion kalsium juga memiliki peran dalam proses pembentukan jaringan keras. Ion
kalsium berperan dalam diferensiasi sel-sel dan aktivasi makrofag. Asam yang dihasilkan oleh osteoklas akan
dinetralisir oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuk komplek kalsium fosfat. Kalsium hidroksida juga dapat
mengaktifkan ATP yang mempercepat mineralisasi tulang dan dentin, dan TGF-beta yang berperan penting pada
biomineralisasi.

jenis Material yang digunakan


1. Kalsium hidroksida Ca (OH)2
Biasanya dicampur dengan CMCP, metakresil asetat, Cresanol (campuran CMCP dan metakresil asetat), salin, air
distilasi dan larutan anestesi. Penambahan barium sulfat menambah radiopasitas. Perbandingan barium sulfat
dengan kalsium hidroksida yang direkomendasikan adalah 1:8.

2.
3.
4.
5.
6.

Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.

Trikalsium fosfat
Kolagen kalsium fosfat
Osteogenik protein-1
Bone growth factors
Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

Untuk gigi yang belum sempurna pertumbuhannya dengan nekrosis pulpa.


Pasien yang pernah mengalami trauma (beberapa waktu yang lalu) dan diikuti kelainan periapeks.
Pasien dewasa setelah mengalami kegagalan perawatan endodontik konvensional.
Pasien anak-anak setelah tindakan apikoektomi.
Selama perawatan orthodontik

Kontraindikasi
1. Semua gigi dengan fraktur akar vertikal dan sebagian besar fraktur akar horizontal.
2. Gigi dengan akar yang sangat pendek.
3. Gigi dengan replacement resorption (ankylosis).
4. Adanya kerusakan merginal pada periodontal
5. Gigi dengan pulpa vital.

Prognosis
Umumnya prognosis baik kecuali pada gigi sangat muda yang dinding dentinnya sangat tipis sehingga berisiko tinggi
terhadap fraktur akar selama atau setelah perawatan.

Prosedur Perawatan
Faktor penentu keberhasilan perawatan adalah debridement dan penutupan mahkota yang baik. Secara umum,
prosedur perawatan terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1.
2.
3.

Akses
Instrumentasi
Aplikasi material pengisi

Prosedur perawatan dengan pasta Ca(OH)2 :


Kekurangan : biaya lebih besar, banyaknya waktu kunjungan pasien selama 6-24 bulan waktu perawatan, tingginya
resiko terjadi fraktur gigi selama jangka waktu perawatan yang lama

Kelebihan : bersifat bakterisidal dan memiliki pH basa yang dapat menginduksi kalsifikasi apeks.

1.
2.

Isolasi daerah dengan rubber dam.


Preparasi akses yang sedikit lebih lebar untuk memudahkan instrumen yang lebih besar masuk untuk membersihkan
saluran akar.
3. Hitung panjang kerja dari foto radiograf.
4. Bersihkan pulpa yang nekrosis menggunakan barbed broach dan file Hedstrom besar dengan gerakan reaming.
5. Bersihkan dan bentuk saluran akar dengan gerakan circumferential filling untuk menjangkau saluran yang divergen ke
apikal. Awali dengan file yang lebih kecil meningkat sampai file yang lebih besar. Tidak disarankan menggunakan file
Hedstrom karena tajam dan berpotensi perforasi ke dinding dentin. Jika perlu, gunakan instrumen sonik dan ultrasonik.
Selama pembersihan irigasi secara rutin dengan larutan NaOCl untuk membantu membersihkan debris di saluran akar.
6. Keringkan saluran akar dengan paper point.
7. Medikasi secara minimal dengan CMCP atau bahan lain yang sesuai.
8. Seal saluran akar dengan tumpatan sementara.
9. Jika ada keluhan, tanda-tanda infeksi atau saluran akar tidak dapat dikeringkan, maka tahap debridement harus diulang
lalu dimedikasi dengan pasta Ca(OH)2 dan di-seal.
10. Saat gigi sudah tidak ada keluhan, isi saluran akar dengan campuran Ca(OH) 2 dan CMCP. Campur bubuk
Ca(OH)2 dengan salin sampai konsistensi pasta kental. Lalu masukkan ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja
dengan amalgam carrier, lentulo spiral atau syringe. Tambahan bubuk Ca(OH) 2kering dalam saluran akar dengan
amalgam carrier bertujuan untuk mengkondensasi pasta di apeks. Pengisian tidak boleh over-filled.
11. Lakukan pemeriksaan radiografis untuk mengevaluasi pengisian. Jika ada void atau rongga pada saluran akar, maka
Ca(OH)2 harus dipadatkan lagi.
12. Seal akses dengan bahan pengisi permanen. Untuk gigi anterior gunakan resin komposit atau semen silikat dan gigi
posterior direkomendasikan dengan amalgam.

Kunjungan periodik berikutnya :

Umumnya, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai apeksifikasi adalah 6 sampai 24 bulan. Dalam jangka waktu ini,
pasien melakukan kontrol dengan interval 3 bulanan. Kemungkinan yang dapat terjadi :

1. Apeksifikasi telah terjadi berupa :

1.

Adanya jaringan keras yang menghambat ketika dimasukkan file ukuran sedang ke bagian apeks. Pada gambaran
radiograf tidak ada perubahan jaringan.
2. Pada foto radiograf tampak adanya material kalsifikasi pada atau dekat apeks.
3. Apeks tertutup tetapi tidak ada perubahan pada bentuk saluran akar.
4. Tertutupnya saluran akar pada apeks dengan adanya kalsifikasi yang kurang dari apeks.
Lanjutkan dengan perawatan endodontik rutin.

2. Apeksifikasi belum terjadi yang berupa tidak terlihatnya material kalsifikasi pada radiograf karena ada
perkembangan lesi periapeks yang melarutkan Ca(OH)2. Perawatan selanjutnya :
1. Gigi dibuka kembali
2. Saluran akar dibersihkan dari Ca(OH)2 dan diirigasi
3. Isi kembali saluran akar dengan pasta Ca(OH)2 dan tumpat sementara
4. Jadwalkan kontrol pasien sampai terjadi apeksifikasi yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiograf.
5. Obturasi saluran akar dengan gutta percha sesuai prosedur endodontik umum.

Obturasi

1.
2.

1.
2.
3.
4.

Saluran akar dibersihkan & diirigasi sebanyak-banyaknya lalu dikeringkan.


Pengisian dengan modifikasi kondensasi lateral. Pada sal.akar yang lebar, gutta percha standar tidak pas rapat.
Beberapa cara modifikasi KGU :
beberapa kon dipanaskan & dipadatkan di antara 2 kaca pengaduk
celupkan beberapa kali gutaperca ke dalam klorofom / cairan pelarut lain
Gutta percha besar dipanaskan di atas api/ke dalam air panas
Masukkan KGU ke dalam saluran akar di apeks dan barier.
Kondensasi gutta percha tambahan di bagian lateral dengan semen.
Setelah obturasi kontrol setiap 4 tahun.

Restorasi pasca apeksifikasi

Tujuan : untuk memberikan kekuatan pada struktur gigi sebesar mungkin dan mengurangi resiko fraktur.

Bahan : Light curing composite dengan teknik dentinal bonding terbaru berupa pemakaian clear plastic posts yang
memungkinkan sinar ditransmisikan melalui saluran akar dan men-cure seluruh massa komposit.

Teknik :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Setelah obturasi, buang semua gutta percha kecuali pada 5 6 mm dari apeks.
Pilih clear plastic post
Etsa dentin dengan asam dan aplikasikan dentin bonding agent pada permukaan dalam saluran akar.
Letakkan light curing composite pada saluran akar
Letakkan clear plastic post di kedalaman preparasi dan cure komposit dengan sinar melalui post.
Bentuk anatomi insisal.

2.2.5 Pulp Capping


2.2.5.1 Bahan Pulp Capping
a. Kalsium Hidroksida[6]
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2. Kalsium
hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dapat
dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air.
Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH 12-13.
Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp capping. Jika diletakkan kontak dengan jaringan
pulpa, bahan ini dapat mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan
dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada
atap pulpa.
Sifat bahan yang alkalis inilah yang banyak memberikan pengaruh pada jaringan.
Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil.
Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium akan
membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi
atau aktivitas osteoklas akan terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan

dinetralkan oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah kalsium fosfat kompleks. Selain
itu, osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk
diatap pulpa.
Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion hidroksil akan
memberikan efek antimikroba dengan cara merusak lipopolisakarida dinding sel bakteri dan
menyebabkan bakteri menjadi lisis, baik dari bakteri maupun produknya.

Anda mungkin juga menyukai